10
20
25
30
1. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
5 mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar.
2. Rentang Respon
10
15
20
3. Faktor Predisposisi
25 a. Genetik : Telah diketahui bahwa secara genetik dapat diturunkan
melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun kromosom yang
keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian.
b. Perkembangan : Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan
30 hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami
stress dan kecemasan.
c. Neurologi : Kurang berkembangnya kortex pre frontal dan korstex
limbik sehingga terjadi penurunan volume dan fungsi otak.
d. Neurotrasmitter : Tidak seimbangnya dopamin.
e. Biokimia : Adanya stress yang berlebihan maka dalam tubuh akan
5 menghasilkan zat yang bersifat halugenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
f. Virus : Paparan virus Influenzae pada trimester ke-3 kehamilan.
g. Psikologis : Diperlakukan overprotektif, dingin, dan otoriter berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
10 h. Sosiokultural : Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan
seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan
tempat klien di besarkan.
4. Faktor Presipitasi
15 Stimulus yang dipersepsikan sebagai tantangan, ancaman, atau
tuntutan yang dirangsang lingkungan seperti interaksi dengan kelompok,
kesepian terisolasi, yang dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang
merangasang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
20 5. Manisfestasi Klinis
Perilaku yang teramati adalah sebagai berikut:
a. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa
yang sedang berbicara
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang
25 tidak berbicara atau kepada benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak
c. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang
tidak tampak
d. Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau mejawab
30 suara
6. Psikodinamika
Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin
5 berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase-fase lengkap tercantun dalam tabel:
7. Mekanisme Koping
a. Regresi : Menjadi malas beraktivitas.
b. Proyeksi : Mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
5 mengalihkan tanggung jawab kepada oranglain atau benda.
c. Menarik diri : Sulit mempercayai oranglain dan asik dengan strimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
10 8. Sumber Koping
Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggunakan
sumber kopinng dalam lingkungannya yang dijadikan sebagai modal
untuk menyelesaikan masalah seperti dukungan sosial dan keyakinan
budaya dapat membantu mengintegrasikan pengalaman yang
15 menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang efektif.
9. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan yang mengalami halusinasi adalah dengan
pemberian obat-obatan yaitu :
20 a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan
adalah: Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin (Thorazine),
Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesoridazin (Serentil), Perfenazin
25 (Trilafon), Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine),
Tioridazin (Mellaril), Trifluoperazin (Stelazine), Trifluopromazin
(Vesprin) 60-120 mg, Tioksanten Klorprotiksen (Taractan), Tiotiksen
(Navane) 75-600 mg, ButirofenonHaloperidol (Haldol) 1-100 mg,
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg, Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane) 20-150mg, Dihidroindolon Molindone (Moban)
15-225 mg.
b. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
5 c. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
11. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah…. pertemuan SP. 1 (tgl…)
Mengenali yang pasien dapat menyebutkan Bantu pasien mengenal
dialaminya : halusinasi :
Mengontrol Isi, waktu, frekuensi, - Isi
halusinasinya situasi pencetus, - Waktu terjadi
Mengikuti perasaan - Frekuensi
program Mampu - Situasi pencetus
pengobatan memperagakan cara - Perasaan saat terjadi
secara optimal dalam mengontrol Latih mengontrol halusinasi
halusinasi dengan cara
Menghardik Tahapan
tindakannya meliputi:
- Jelaskan cara menghardik
halusinasi
- Peragakan cara
menghardik
- Minta pasien
memperagakan ulang
- Pantau penerapan cara
ini, beri penguatan
perilaku pasien
- Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien.
Setelah….pertemuan SP.2
pasien mampu: (Tgl…………………………)
Menyebutkan Evaluasi kegiatan yang lalu
kegiatan yang sudah (SP1)
dilakukan Latih berbicara/bercakap
Memperagakan cara dengan orang lain
bercakap-cakap saat halusinansi muncul
dengan orang lain Masukan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah….pertemuan SP.3
pasien mampu: (Tgl………………………
Menyebutkan o Evaluasi kegiatan yang lalu
kegiatan yang sudah (SP 1 dan 2)
dilakukan dan o Latih kegiatan agar halusinasi
Membuat jadwal tidak muncul, Tahapannya:
kegiatan sehari-hari - Jelaskan pentingnya
dan mampu aktivitas yang teratur untuk
memperagakannya mengatasi halusinasi
- Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
- Latih pasien melakukan
aktivitas
- Susun jadwal aktivitas
sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih.
- Pantau pelaksanaan
jadwal kegiatan,
- Berikan penguatan
terhadap perilaku pasien
yang positif.
Setelah…..pertemuan SP.4 (Tgl…………………….)
pasien mampu: Evaluasi kegiatan yang lalu
Menyebutkan kegiatan (SP 1, 2 dan 3)
yang sudah dilakukan Tanyakan program
Menyebutkan manfaat pengobatan
dari program Jelaskan pentingnya
pengobatan pentingnya penggunaan obat
pada gangguan jiwa
Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai program
Jelaskan akibat bila putus
obat
Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
Jelaskan pengobatan (5B)
Latih pasien minum obat
Masukan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu: Setelah…..pertemuan, SP.1
Merawat pasien di keluarga mampu: (Tgl…………………………..)
rumah dan menjadi Menjelaskan tentang Identifikasi masalah
system pendukung halusinasi keluarga dalam merawat
yang efektif untuk pasien
pasien Jelaskan tentang halusinasi
Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang
dialami pasien
- Tanda dan gejala
halusinasi
- Cara merawat pasien
halusinasi (cara
berkomunikasi, pemberian
obat & pemberian
aktivitas kepada pasien)
- Sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa
dijangkau
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat pasien
Setelah……pertemuan SP.2
keluarga mampu: (Tgl………………………………)
Menyelesaikan Evaluasi kemampuan keluarga
kegiatan yang (SP 1)
sudah Dilakukan Latih keluarga merawat pasien
Memperagakan RTL keluarga / jadwal
cara merawat keluarga untuk merawat
pasien pasien
Setelah…..pertemuan SP.3
keluarga mampu: (Tgl………………………………)
Menyebutkan Evaluasi kemampuan keluarga
kegiatan yang sudah (SP 1 dan 2)
dilakukan Latih keluarga merawat pasien
Memperagakan cara RTL keluarga/jadwal
merawat pasien serta merawat pasien
mampu membuat
RTL
Setelah……pertemuan SP.4
keluarga mampu: (Tgl……………………………..)
Menyebutkan kegiatan Evaluasi kemampuan keluarga
yang sudah dilakukan Evaluasi kemampuan pasien
Melaksanakan Follow RTL Keluarga :
Up rujukan Follow Up
Rujukan
B. Gangguan Proses Pikir Waham
1. Definisi
Gangguan isi pikir adalah ketidakmampuan individu memproses
stimulus internal dan eksternal secara akurat. Gangguannya adalah berupa
5 waham yaitu keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau
dibuktikan dengan realitas. Keyakinan individu tersebut tidak sesuai
dengan tingkat intelektual dan latar belakang budayanya, serta tidak dapat
diubah dengan alasan yang logis. Selain itu keyakinan tersebut diucapkan
berulang kali (Kusumawati, 2010).
10
2. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurologi maladaptif,
yaitu lesi pada area frontalis dan area temporalis. Area frontalis
15 berfungsi sebagai pertahanan emosi dan bertanggung jawab untuk
fungsi-fungsi mental seperti perencanaan ke depan, pengambilan
keputusan, rentang perhatian dan hambatan. Area temporalis
mengendalikan proses emosi, pendengaran, dan fungsi bahasa.
b. Faktor biokimia
20 Penggunaan dopamine norephinephrin dan zat halusinogen dapat
berepengaruh terhadap orientasi realita. Ketidakseimbangan antara
dopamine dan neurotransmiter yang lain.
c. Masalah psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurologis yang
25 maladaptif, misalnya tanda-tanda konflik (perceraian, perubahan
status) yang disertai dengan ketidakefektifan dan ketidakmampuan
mekanisme koping atau menangani masalah.
d. Faktor sosial budaya
Stres lingkungan yang dapat menunjang terhadap gangguan
30 proses pikir, namun diyakini sebagai penyebab utama dalam masalah
gangguan proses pikir.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada pasien
skizofrenia berpotensi untuk diturunkan pada generasinya.
f. Faktor somatik
5 Berkaitan dengan gangguan fisik pada obat yang berpengaruh
pada neurotransmeter atau yang dapat mempengaruhi dalam berpikir.
3. Faktor presipitasi
a. Gagal melalui tahap perkembangan yang baik
10 b. Dijauhi atau disingkirkan oleh orang lain
c. Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
d. Perpisahan dengan orang yang dicintai
e. Kegagalan yang sering dialami
f. Keturunan
15 g. Sering menyelesaikan masalah dengan koping maladaptif,
menyalahkan orang lain
4. Klasifikasi
a. Waham Kebesaran
20 Meyakini bahwa memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya,
“Saya ini direktur sebuah bank swasta lho..” atau “ Saya punya
beberapa perusasahaan multinasional”.
b. Waham Curiga
25 Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha
merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi
tidak sesuai kenyataan. Misalnya. “Saya tahu..kalian semua
memasukkan racun ke dalam makanan saya.”
c. Waham Agama
30 Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya, “Kalau saya mau masuk surga saya harus membagikan
uang kepada suami orang.”
d. Waham Somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
5 penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular
ganas”, setelah pemeriksaan labolatorium tidak ditemukan tanda-
tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia terserang
kanker.
10 e. Waham Nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,
serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya, “Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah
roh-roh.”
15 f. Waham Kejaran
Yakin bahwa ada orang/kelompok yang mengganggu, dimata-
matai atau kejelekan sedang dibicarakan orang banyak.
g. Waham Dosa
Keyakinan bahwa ia sudah berbuat dosa atau kesalahan yang
20 besar yang tidak bisa diampuni.
h. Waham Bizar
1) Sisip pikir: klien yakin ada ide pikiran orang lain yang disisipkan
di dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak
sesuai dengan kenyataan.
25 2) Siar pikir: klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut
yang dinyatakan, secara berulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan.
3) Kontrol pikir: klien yakin pikiranya dikontrol oleh kekuatan dari
30 luar.
5. Rentang Respon
6. Proses Terjadinya
5 a. Fase kebutuhan manusia rendah (Lack of Human Need)
Waham diawali dengan terbatasnya berbgai kebutuhan pasien
baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham
dapat terjadi pada orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya pasien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
10 untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Hal itu terjadi karena adanya
kesenjangan antara kenyataan (realilty), yaitu tidak memiliki finansial
yang cukup dengan ideal diri (Self Ideal) yang sangat ingin memiliki
berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.
15 b. Fase kepercayaan diri rendah (Lack of Self Esteem)
Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan
kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan fasien mengalami
perasaan menderita, malu, dan tidak berharga.
c. Fase pengendalian Internal dan Eksternal (Controll Internal and
20 External)
Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa
yang ia yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi
kekurangan, dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi
kenyataan bagi pasien adalah sesuatu yang sangat berat, karena
5 kebutuhannya untuk diakui, dianggap penting, dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, sebab kebutuhan
tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan
sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan seecara
10 adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan pasien tidak
merugikan orang lain.
d. Fase dukungan lingkungan (Enfironment Support)
15 Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan)
pasienn dalam lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung,
lama kelamaan pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Oleh
karenanya, mulai terjadi kerusakan kontrol diri dan tidak
20 berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan tidak ada lagi
persaan dosa saat berbohong.
e. Fase nyaman (comforting)
Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongan serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
25 mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering
menyendiri dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).
f. Fase peningkatan (improving)
Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi,
30 keyakinan yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham
sering berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai
kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain.
5 7. Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan harus secepat mungkin dilaksanakan
karena, kemungkinan dapat menimbulkan kemunduran mental. Tetapi
jangan memandang klien dengan waham pada gangguan skizofrenia ini
sebagai pasien yang tidak dapat disembuhkan lagi atau orang yang aneh
10 dan inferior bila sudah dapat kontak maka dilakukan bimbingan tentang
hal-hal yang praktis. Biarpun klien tidak sembuh sempurna, dengan
pengobatan dan bimbingan yang baik dapat ditolong untuk bekerja
sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di
lingkungan klien diberi penjelasan (manipulasi lingkungan) agar mereka
15 lebih sabar menghadapinya.
Penatalaksnaan klien dengan waham meliputi farmko terapi, ECT dan
terapi lainnya seperti: terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi somatic,
terapi seni, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spritual dan terapi
okupsi yang semuanya bertujuan untuk memperbaiki perilaku klien
20 dengan waham pada gangguan skizofrenia. Penatalaksanaan yang terakhir
adalah rehablitasi sebagai suatu proses refungsionalisasi dan
pengembangan bagi klien agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
8. Intervensi
C. Perilaku Kekerasan
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi t
ersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan
5 pada diri sendiri,orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terj
adi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan t
erdahulu.
2. Faktor predisposisi
10 a. Faktor biologis
1) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan o
leh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
15 Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terh
adap stimulus eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam h
al ini sistem limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresika
n maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
20 1) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil aku
mulasi frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong
individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkur
25 ang melalui perilaku kekerasan.
2) Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabil
a tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement y
ang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobserva
30 si kekerasan dirumah atau luar rumah. Semua aspek ini menstimu
lasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia ap
abila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku ko
nstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui pe
5 rilaku destruktif.
c. Faktor social kultural
1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
menekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara dia
10 m (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap peril
aku kekerasan akan menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
15 melalui proses sosialisasi.
3. Faktor prespitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilak
u kekerasan seringkali berkaitan dengan:
20 a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidarita
s seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, pe
rkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ek
onomi.
25 c. Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melak
ukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat da
n alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat men
ghadapi rasa frustasi.
30
4. Mekanisme Koping
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artiny
a dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambata
n penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang ma
rah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas ad
5 onan kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan ke
10 rjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayak
an masuk kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci p
ada orangtuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran at
15 au didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga pera
saan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila dieks
presikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawan
20 an dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang te
rtarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut den
gan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya ber
musuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
25 mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tah
un marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang perang
an dengan temennya.
6. Penatalaksanaan
a. Farmakologi:
1) Obat anti psikosis:Penotizin
10 2) Obat anti depresi:Amitripilin
3) Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
4) Obat anti insomnia:Phneobarbital
b. Non-Farmakologi:
1) Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga
15 membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan
perhatian
2) Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan
bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah
20 sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain.
3) Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain
untuk mengembalikan kesadaran diri.
25 7. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ….x SP I
- Mengidentifikas pertemuan, pasien - Identifikasi penyebab,
i penyebab dan mampu : tanda dan gejala serta
tanda perilaku - Menyebutk akibat perilaku
kekerasan an kekerasan
- Menyebutkan penyebab, - Latih cara fisik 1 : Tarik
jenis perilaku tanda, nafas dalam
kekerasan yang gejala dan - Masukkan dalam jadwal
pernah akibat harian pasien
dilakukan perilaku
- Menyebutkan kekerasan
akibat dari - Memperaga
perilaku kan cara
kekerasan yang fisik 1
dilakukan untuk
- Menyebutkan mengontrol
cara mengontrol perilaku
perilaku kekerasan
Setelah ….x SP 2
kekerasan
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang
- Mengontrol
mampu : lalu (SP1)
perilaku
- Menyebutk - Latih cara fisik 2 :
kekerasannya
an kegiatan Pukul kasur / bantal
dengan cara :
yang sudah - Masukkan dalam jadwal
- Fisik
dilakukan harian pasien
- Sosial /
- Memperaga
verbal
kan cara
- Spiritual
fisik untuk
- Terapi
mengontrol
psikofarmak
perilaku
a (patah
kekerasan
obat)
Setelah ….x SP 3
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1 dan 2)
- Menyebutk - Latih secara sosial /
an kegiatan verbal
yang sudah - Menolak dengan baik
dilakukan - Meminta dengan baik
- Memperaga - Mengungkapkan
kan cara dengan baik
sosial / - Masukkan dalam jadwal
verbal harian pasien
untuk
mengontrol
perilaku
kekerasan
Setelah ….x SP 4
pertemuan, pasien - Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1,2&3)
- Menyebutk - Latih secara spiritual:
an kegiatan - Berdoa
yang sudah - Sholat
dilakukan - Masukkan dalam jadwal
- Memperaga harian pasien
kan cara
spiritual
Setelah ….x SP 5
pertemuan pasien - Evaluasi kegiatan yang
mampu : lalu (SP1,2,3&4)
- Menyebutk - Latih patuh obat :
an kegiatan - Minum obat secara
yang sudah teratur dengan
dilakukan prinsip 5 B
- Memperaga - Susun jadwal minum
kan cara obat secara teratur
patuh obat - Masukkan dalam jadwal
harian pasien
Keluarga mampu : Setelah ….x SP 1
Merawat pasien di pertemuan keluarga - Identifikasi masalah
rumah mampu yang dirasakan keluarga
menjelaskan dalam merawat pasien
penyebab, tanda - Jelaskan tentang
dan gejala, akibat Perilaku Kekerasan :
serta mampu - Penyebab
memperagakan - Akibat
cara merawat. - Cara merawat
- Latih 2 cara merawat
- RTL keluarga / jadwal
untuk merawat pasien
Setelah ….x SP 2
pertemuan keluarga - Evaluasi SP 1
mampu - Latih (simulasi) 2 cara
menyebutkan lain untuk merawat
kegiatan yang pasien
sudah dilakukan - Latih langsung ke
dan mampu pasien
merawat serta - RTL keluarga / jadwal
dapat membuat keluarga untuk merawat
RTL pasien
Setelah ….x SP 3
pertemuan keluarga - Evaluasi SP 1 dan 2
mampu - Latih langsung ke
menyebutkan pasien
kegiatan yang - RTL keluarga / jadwal
sudah dilakukan keluarga untuk merawat
dan mampu pasien
merawat serta
dapat membuat
RTL
Setelah ….x SP 4
pertemuan keluarga - Evaluasi SP 1,2 &3
mampu - Latih langsung ke
melaksanakan pasien
Follow Up dan - RTL Keluarga :
rujukan serta - Follow Up
mampu - Rujukan
menyebutkan
kegiatan yang
sudah dilakukan
1. Definisi
Harga diri rendah adalah penilaian subjektif individu terhadap
5 dirinya; perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi,
peran, dan tubuh (Kusumawati, 2010).
2. Klasifikasi
a. Harga diri rendah situsional adalah keadaan dimana individu yang
10 sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (Kehilangan,
perubahan)
b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam
15 waaktu lama.
3. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri. Meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang
20 mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran. Dimasyarakat umumnya peran
seseorang disesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya seseorang
wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan
rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang hangat,
5 kurang ekspresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar tersebut,
jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat
menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang
istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau seorang suami
yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan menimbulkan masalah.
10 Konflik peran yang tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan
harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang berlebihan
muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri. Meliputi ketidakpercayaan,
tekanan dari teman sebaya dan perubahan struktur sosial. Orang tua
15 yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi
kurang percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan dan dihantui
rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang
berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan benci pada orang
tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada
20 identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh
kelompoknya.
d. Faktor biologis. Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh
25 kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami
depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah
kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran
negatif dan tidak berdaya.
30 4. Faktor Presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi
yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas
stresor dapat mempengaruhi komponen.
Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya
5 bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan
pengobatan. Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan
ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua
dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya selalu
10 dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan dan kegagalan
berulang, cita- cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab
sendiri. Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal:
a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
15 b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
Ada tiga jenis transisi peran:
1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
20 perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat
25 ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh,
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri
yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.
30
5. Manifestasi
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan
kurang percaya diri.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, individu yang selalu gagal dalaam
meraih sesuatu.
5 c. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada
dibawah orang lain.
d. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka
menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain.
e. Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan kemampuan
10 yang dimiliki.
f. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu
dalam memilih sesuatu.
g. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri
15 kehidupan.
h. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
i. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
j. Ketegangan peran yang dirasakan.
k. Pandangan hidup pesimis.
20 l. Keluhan fisik
m. Penolakan terhadap kemampuan personal
n. Destruktif terhadap diri sendiri
o. Menarik diri secara social
p. Penyalahgunaan zat
25 q. Menarik diri dari realitas
r. Khawatir
7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahan koping jangka pendek atau
jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk
10 melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan.
a. Pertahanan jangka pendek mencakup berikut ini :
1) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis
indentitas diri (misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton
15 televisi secara obsesif )
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara
( misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik,
kelompok, gerakan atau genk )
3) Aktivitas sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri
20 yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif,
prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas )
4) Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat
identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini
( misalnya, penyalahgunaan obat )
25 b. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
Penutupan identitas-adopsi identitas prematur yang diinginkan
oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau
potensi diri individu.
Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai
30 dan harapan yang diterima masyarakat.
Semua orang tanpa memperhatikan gangguan prilakunya,
mempunyai beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi :
Aktifitas olah raga dan aktifitas diluar rumah, hobi dan kerajinan
tangan, seni yang ekspresif, kesehatan dan perwatan diri, pendidikan
5 atau pelatihan, pekerjaan, vokasi atau posisi, bakat tertentu,
kecerdasan, imajinasi dan kreatifitas, hubungan interpersonal.
8. Batasan Karakteristik
a. Harga Diri Rendah kronik : Evaluasi diri atau perasaan negatif
10 tentang diri sendiri atau kemampuan diri yang berlangsung lama
Batasan Karakteristik
1) Bergantung pada pendapat orang lain
2) Ekspresi rasa bersalah
3) Ekspresi rasa malu
15 4) Enggan mencoba hal baru
5) Kegagalan hidup berulang
6) Kontak mata kurang
7) Melebih lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
8) Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
20 9) Meremehkan kemampuan mengatasi situasi
10) Pasif
11) Perilaku bimbang
12) Perilaku tidak asertif
13) Secara berlebihan mencari penguatan
25 14) Sering kali mencari penegasan
Faktor Yang Berhubungan
a) Gangguan psikiatrik
b) Kegagaln berulang
c) Ketidaksesuain budaya
30 d) Ketidaksesuain spriritual
e) Koping terhadap kehilangan tidak efektif
f) Kurang kasih sayang
g) Kurang keanggotaan dalam kelompok
h) Kurang respek dari orang lain
i) Merasa afek tidak sesuai
5 j) Merasa persetujuan orang lain tidak cukup
k) Penguatan negatif berulang
l) Terpapar peristiwa traumatik
b. Resiko Harga Diri Rendah Kronik : Rentan terhadap evaluasi diri
atau perasaan negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri dalam
10 waktu lama, yang dapat mengganggu kesehatan
Faktor Resiko
1) Gangguan psikiatrik
2) Kegagaln berulang
3) Ketidaksesuain budaya
15 4) Ketidaksesuain spriritual
5) Koping terhadap kehilangan tidak efektif
6) Kurang kasih sayang
7) Kurang keanggotaan dalam kelompok
8) Kurang respek dari orang lain
20 9) Merasa afek tidak sesuai
10) Penguatan negatif berulang
11) Terpapar peristiwa taraumatik
c. Harga Diri Rendah Situasional : Munculnya persepsi negatif tentang
makna diri sebagai respon terhadap situasi saat ini.
25 Batasan Karakteristik
a) Meremehkan kemampuan menghadapi situasi
b) Perilaku tidak sertif
c) Perilaku tidak selaras dengan nilai
d) Tanpa tujuan
30 e) Tantangan situasi terhadap harga diri
f) Tidak berdaya
g) Ungkapan negatif tentang diri
Faktor yang berhubungan
1) Gangguan citra tubuh
2) Gangguan fungsi
5 3) Gangguan peran sosial
4) Ketidakedekuatan pemahaman
5) Perilaku tidak konsisten dengan nilai
6) Pola kegagalan
7) Riwayat kehilangan
10 8) Riwayat penolakan
9) Transisi perkembangan
d. Resiko Harga Diri Situasional : Rentan terjadi persepsi negatif
tentang makna diri sebagai respons terhadap situasi saat ini
Faktor resiko
15 a) Gangguan citra tubuh
b) Gangguan fungsi
c) Gangguan peran sosial
d) Harapan diri tidak realistik
e) Ketidakadekuatan pemahaman
20 f) Penurunan kontrol terhadap lingkungan
g) Penyakit fisik
h) Perilaku tidak konsisten dengan nilai
i) Pola kegagalan
j) Pola ketidakberdayaan
25 k) Riwayat kehilangan
l) Riwayat pengabaian
m) Riwayat penolakan
n) Riwayat penyiksaan (mis: fisik, psikologis, seksual)
o) Tansisi perkembangan
30
9. Penatalaksanaan Medis
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga
diri rendah kronis adalah :
a. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien
dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan
5 terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus.
b. Hipothalmus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat
kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih
banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan
tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat
10 padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah
dijadwalkan tersebut.
c. Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk
mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan
untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien
15 dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini
maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau
dipilih sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan
negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien.
d. Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
20
10. Intervensi
E. Isolasi Sosial
1. Definisi
Isolasi sosial adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dengan
5 orang lain dan kemudian menghindari berhubungan, ini merupakan
pertahanan terhadap stresor dan ansietas yang berhubungan dengan suatu
stresor atau ancaman.
3. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku
menarik diri
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa
bayi sampai dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga
mempunyai masalah respon sosial menarik diri. Sistem keluarga
5 yang terganggu juga dapat mempengaruhi terjadinya menarik diri.
Organisasi anggota keluarga bekerja sama dengan tenaga profesional
untuk mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan
antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
sewajarnya dapat mengurangi masalah respon social menarik diri.
10 b. Faktor Biologis
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptive. Genetik merupakan salah satu faktor pendukung
gangguan jiwa. Kelainan struktur otak, seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan limbik
15 diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
merupakan akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, atau tidak menghargai anggota masyarakat yang
20 tidak produktif, seperti lansia, orang cacat dan berpenyakit kronik.
Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan system
nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas. Harapan
yang tidak realitis terhadap hubungan merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini.
25
4. Faktor Presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang
menarik diri. Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor
antara lain:
30 a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan
dalam membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya
stabilitas unit keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam
kehidupanya, misalnya karena dirawat di rumah sakit.
5 b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhanya hal ini dapat menimbulkan ansietas tinggi
10 bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan
hubungan (menarik diri).
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk
berbagai pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan
15 hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan
kesulitan dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit
berkomunikasi dengan orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan
20 orang lain akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat
pada gangguan berhubungan dengan orang lain
d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang
menarik diri dari orang lain
25 2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu
sehingga mengakibatkan menarik diri dari orang lain
20 7. Intervensi
1. Definisi
Defisit perawatan diri adalah kurangnya perawatan diri pada pasien
5 dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir
sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun.
Kurang perawatan diri terlihat dari ketidakmampuan merawat kebersihan
diri antaranya mandi, makan minum secara mandiri, berhias secara
mandiri, toileting (BAK/BAB) (Damaiyanti, 2012).
10
2. Klasifikasi
a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
b. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias adalah
15 gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan
sendiri.
c. Kurang perawatan diri : Makan adalah gangguan kemampuan untuk
menunjukkan aktivitas makan.
d. Kurang perawatan diri : Toileting adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.
3. Faktor predisposisi:
5 a. Perkembangan : Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis : Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realistis turun : Klien dengan gangguan jiwa dengan
10 kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial : Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
15
4. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi deficit perawatan diri adalah
penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah /
lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
20 mampu melakukan perawatan diri.
5. Manifestasi Klinis
25 a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor.
2) Rambut dan kulit kotor.
3) Kuku panjang dan kotor.
4) Gigi kotor disertai mulut bau.
30 5) Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif.
2) Menarik diri, isolasi diri.
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Sosial
5 1) Interaksi kurang.
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri
10
Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang
mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:
1) Mandi/hygiene : Klien mengalami ketidakmampuan dalam
membersihkan badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air,
15 mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan
mandi, meringankan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi
2) Berpakaian/berhias : Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan
atau mengambil potongan pakaian, menanggalkan pakaian, serta
memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki
20 ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih
pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan
penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian,
dan mengenakan sepatu.
25 3) Makan : Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan
makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas,
mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan
makanan, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke
mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang
30 diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna
cukup makanan dengan aman
4) BAB/BAK : Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan
dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari
jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri
setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar
5 kecil. Keterbatasan diri di atas biasanya diakibatkan karena stresor
yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami
harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau
merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias,
makan, maupun BAB dan BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh
10 perawat, maka kemungkinan bisa mengalami masalah resiko tinggi
isolasi sosial.
6. Rentang Respon
a. Pola perawatan diri seimbang: Saat pasien mendapatkan stressor dan
15 mampu ntuk berperilaku adaptif maka pola perawatan yang dilakukan
klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri
b. Kadang melakukan perawatan diri kadang tidak: saat pasien
mendapatan stressor kadang-kadang pasien tidak menperhatikan
perawatan dirinya
20 c. Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak perduli
dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresso (Ade, 2011)
7. Mekanisme Koping
a. Mekanisme koping adaptif : Mekanisme koping yang mendukung
25 fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan mencapai tujuan. Kategori
ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara
mandiri.
b. Mekanisme koping maladaptif yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung
30 menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri
(Damaiyanti, 2012)
8. Batasan Karakteristik
Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014),
batasan karakteristik klien dengan defisit perawatan diri adalah:
5 a. Defisit perawatan diri : Mandi
1) Ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi
2) Ketidakmampuan mengeringkan tubuh
3) Ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi
4) Ketidakmampuan menjangkau sumber air
10 5) Ketidakmampuan untuk mengatur air mandi
6) Ketidakmampuan untuk membasuh tubuh
b. Defisit perwatan diri: Berpakaian
1) Ketidakmampuan mengancing pakaian
2) Ketidakmampuan mendapatkan pakaian
15 3) Ketidakmampuan mengenakan dan melepaskan atribut pakaian
4) Ketidakmampuan mengenakan sepatu
5) Ketidakmampuan mengenakan dan melepas kaus kaki
6) Hambatan memilih pakaian
7) Hambatan mempertahankan penampilan yang memuaskan
20 8) Hambatan mengambil pakaian
9) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh bawah
10) Hambatan mengenakan pakaian pada bagian tubuh atas
11) Hambatan memasang sepatu
12) Hambatan memasang kaus kaki
25 13) Hambatan melepaskan pakaian
14) Hambatan melepas sepatu
15) Hambatan melepas kaus kaki
16) Hambatan menggunakan alat bantu
17) Hambatan menggunakan resleting
30 c. Defisit perawatan diri : Makan
1) Ketidakmampuan mengambil makanan dan memasukkan ke
mulut
2) Ketidakmampuan mengunyah makanan
3) Ketidakmampuan menghabiskan makanan
5 4) Ketidakmampuan menempatkan makanan ke perlengkapan
makan
5) Ketidakmampuan menggunakan perlengkapan makan
6) Ketidakmampuan memakan makanan dalam cara yang dapat
diterima secara sosial
10 7) Ketidakmampuan memakan makanan dengan aman
8) Ketidakmampuan memakan makanan dalam jumlah memadai
9) Ketidakmampuan memanipulasi makanan dalam mulut
10) Ketidakmampuan membuka wadah makanan
11) Ketidakmampuan mengambil gelas dan cangkir
15 12) Ketidakmampuan makanan untuk dimakan
13) Ketidakmampuan menelan makanan
14) Ketidakmampuan menggunakan alat bantu
d. Defisit perawatan diri: Eliminasi
1) Ketidakmampuan melakukan hygiene eliminasi yang tepat
20 2) Ketidakmampuan menyiram toilet atau kursi buang air
(commode)
3) Ketidakmampuan naik toilet atau commode
4) Ketidakmampuan memanipulasi pakaian untuk eliminasi
5) Ketidakmampuan berdiri dari toilet atau commode
25 6) Ketidakmampuan untuk duduk di toilet atau commode
9. Penatalaksanaan
Klien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan
perawatan medis, karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih
30 membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik atau dengan
cara pemberian pendidikan kesehatan.
Menurut NANDA NIC-NOC (2010) penatalaksanaan defisit
perawatan diri yaitu:
a. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri.
b. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
5 c. Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuan.
d. Ciptakan lingkungan yang mendukung.
10. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien mampu : Setelah ….x SP I
- Melakukan pertemuan, pasien - Identifikasi kebersihan
kebersihan dapat menjelaskan diri, berdandan, makan,
diri secara pentingnya : dan BAB/BAK
mandiri - Kebersihan - Jelaskan pentingnya
- Melakukan diri kebersihan diri
berhias / - Berdandan / - Jelaskan alat dan cara
berdandan berhias kebersihan diri
secara baik - Makan - Masukkan dalam jadwal
- Melakukan - BAB / BAK kegiatan pasien
SP 2
makan - Dan mampu
- Evaluasi SP1
dengan baik melakukan
- Jelaskan pentingnya
- Melakukan cara merawat
berdandan
BAB / BAK diri
- Latih cara berdandan
secara
- Untuk pasien laki-
mandiri
laki meliputi cara :
- Berpakaian
- Menyisir
rambut
- Bercukur
- Untuk pasien
perempuan
- Berpakaian
- Menyisir rambut
- Berhias
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 3
- Evaluasi kegiatan SP1
dan 2
- Jelaskan cara dan alat
makan yang benar
- Jelaskan cara
mempersiapkan
makan
- Jelaskan cara
merapihkan peralatan
makan setelah makan
- Praktek makan sesuai
dengan tahapan
makan yang baik
- Latih kegiatan makan
- Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan
pasien yang lalu
(SP1,2&3)
- Latih cara BAB & BAK
yang baik
- Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang
sesuai
- Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB/ BAK
Keluarga mampu : Setelah ….x SP 1
Merawat anggota pertemuan keluarga - Identifikasi masalah
keluarga yang mampu meneruskan keluarga dalam merawat
mengalami masalah melatih pasien dan pasien dengan masalah
kurang perawatan mendukung agar kebersihan diri,
diri kemampuan pasien berdandan, makan,
dalam perawatan BAB/BAK
dirinya meningkat - Jelaskan defisit
perawatan diri
- Jelaskan cara merawat
kebersihan diri,
berdandan, makan,
BAB/BAK
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 2
- Evaluasi SP 1
- Latih keluarga merawat
langsung ke pasien,
kebersihan diri dan
berdandan
- RTL keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 3
- Evaluasi kemampuan SP
2
- Latih keluarga merawat
langsung ke pasien cara
makan
- RTL keluarga / jadwal
keluarga untuk merawat
pasien
SP 4
- Evaluasi kemampuan
keluarga
- Evaluasi kemampuan
pasien
- RTL Keluarga :
- Follow Up
- Rujukan
1. Definisi
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
5 dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya.
Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
10 melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh
diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri
keputusasaan.
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
5 c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.
10
2. Rentang Respon
Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus
harapan merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif
merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
15 kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif
merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat. Respon maladaptif antara lain:
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
20 Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
25 b. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak
realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak
tercapai. Misalnya, kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian,
perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang
30 semuanya dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri
terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri
5 sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
10
15
3. Klasifikasi
a. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia
20 tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau
mengomunikasikan secara non verbal.
b. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
25 c. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak
bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
10 4. Manifestasi Klinis
a. Mempunyai ide untuk bunuh diri
b. Mengungkapkan keinginan untuk mati
c. Impulsif
d. Menunjukan perilaku yang mencurigakan
15 e. Mendekati orang lain dengan ancaman
f. Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
g. Latar belakang keluarga
6. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian
yang memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
10 umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untuk melakukan perilaku bunuh diri.
15 7. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan.
Oleh karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada
pasien.
20 8. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien
secara sadar memilih untuk bunuh diri.
25 9. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego
yang berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
12. Intervensi
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
Pasien tetap aman SP I
dan selamat Setelah ….x - Identifikasi benda-benda
pertemuan, pasien yang dapat
mampu : membahayakan pasien
- Mengidentifik - Amankan benda-benda
asi benda- yang dapat
benda yang membahayakan pasien
dapat - Lakukan kontrak
membahayaka treatment
n pasien - Ajarkan cara
- Mengendalika mengendalikan dorongan
n dorongan bunuh diri
bunuh diri - Latih cara mengendalikan
dorongan bunuh diri
Setelah ….x SP 2
pertemuan, pasien - Identifikasi aspek positif
mampu : pasien
Mengidentifikasi - Dorong pasien untuk
aspek positif dan berpikir positif terhadap
mampu menghargai diri
diri sebagai individu - Dorong pasien untuk
yang berharga menghargai diri sebagai
individu yang berharga
Setelah ….x SP 3
pertemuan, pasien - Identifikasi pola koping
mampu : yang biasa diterapkan
Mengidentifikasi pola pasien
koping yang - Nilai pola koping yang
konstruktif dan biasa dilakukan
mampu - Identifikasi pola koping
menerapkannya yang konstruktif
- Dorong pasien memilih
pola koping yang
konstruktif
- Anjurkan pasien
menerapkan pola koping
yang konstruktif dalam
kegiatan harian
Setelah ….x SP 4
pertemuan, pasien - Buat rencana masa depan
mampu : yang realistis bersama
Membuat rencana pasien
masa depan yang - Identifikasi cara mencapai
realistis dan mampu rencana masa depan yang
melakukan kegiatan realistis
- Beri dorongan pasien
melakukan kegiatan
dalam rangka meraih
masa depan yang realistis
Keluarga mampu : Setelah ….x SP 1
Merawat pasien pertemuan keluarga - Diskusikan masalah yang
dengan risiko mampu : dirasakan keluarga dalam
bunuh diri Merawat pasien dan merawat pasien
mampu menjelaskan - Jelaskan pengertian, tanda
pengertian, tanda dan dan gejala risiko bunuh
gejala serta jenis diri dan jenis perilaku
perilaku bunuh diri bunuh diri yang dialami
pasien beserta proses
terjadinya
- Jelaskan cara-cara
merawat pasien risiko
bunuh diri
Setelah ….x SP 2
pertemuan keluarga - Latih keluarga
mampu : mempraktekkan cara
Merawat pasien dan merawat pasien dengan
mampu melakukan risiko bunuh diri
langsung cara - Latih keluarga melakukan
merawat pasien cara merawat langsung
kepada pasien risiko
bunuh diri
Setelah ….x SP 3
pertemuan keluarga - Bantu keluarga membuat
mampu : jadwal aktivitas di rumah
Membuat jadwal termasuk minum obat
aktivitas di rumah dan - Jelaskan follow up pasien
mampu melakukan setelah pulang
follow up
DAFTAR PUSTAKA
Medika.
Kusumawati dan Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika