Anda di halaman 1dari 53

EVIDENCE BASED PRACTICE

Penggunaan Triage Di Instalasi Gawat Darurat

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Dosen Pembimbing : Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep

KELOMPOK 4

Ahmad Maulana 201FK04004


Cecep Abdul Rohim 201FK04009
Devi Putri Mayang 201FK04013
Evania Prima Almira 201FK04016
Ila Purnama Sari 201FK04024
Indah Malihah 201FK04025
Lisna Widiyanti 201FK04032
Lusi Susanti 201FK04034
Maryna Octavia Sanggo 201FK04036
Mellydianti 201FK04038
Pramita Hotmarito S 201FK04045
Regi Trizadhifa Gahara 201FK04046

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat dan kehendak-Nya kami masih di beri kesempatan, kekuatan, serta pikiran

sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Evidence Based Practice :

Penggunaan Triage Di Ruang Instalasi gawat Darurat”.

Makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas pada stase Keperawatan

Gawat Darurat dan Kritis, selain itu untuk memahami dan mengetahui tentang

bagaimana evidence based practice penggunaan triage di ruang instalasi gawat

darurat.

Dalam makalah ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan

bantuan, dukungan, masukan, dan bimbingan kepada kami. Kami menyadari

bahwa makalah ini banyak kekurangan.

Dengan demikian kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan makalah ini dan semoga

bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Bandung, Februari 2021

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan................................................................................ 4
1.5 Batasan Masalah................................................................................... 5
BAB II KONSEP TEORI.................................................................................. 6
2.1 Definisi Triage......................................................................................... 6
2.2 Tujuan Triage.......................................................................................... 8
2.3 Prinsip Triage.......................................................................................... 9
2.4 Klasifikasi Triage.................................................................................. 14
2.5 Tipe Triase............................................................................................. 19
2.6 Proses Triase.......................................................................................... 19
BAB III EVIDENCE BASED PRACTICE.................................................... 26
3.1 Step 0................................................................................................... 26
3.2 Step 1................................................................................................... 26
3.3 Step 2................................................................................................... 26
3.4 Step 3................................................................................................... 29
3.5 Step 4................................................................................................... 44
3.6 Step 5................................................................................................... 51
3.7 Step 6................................................................................................... 53
BAB IV SIMPULAN........................................................................................ 54
4.1 Simpulan............................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 55

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak usia prasekolah merupakan anak dengan usia 3 sampai 6 tahun yang
memiliki kemampuan berinteraksi dengan sosial dan lingkungannya sebagai
tahap menuju perkembangan selanjutnya (Astarani, 2017). Pada masa ini
aktivitas anak yang meningkat menyebabkan anak kelelahan sehingga rentan
terhadap penyakit akibat daya tahan tubuh yang lemah hingga anak
diharuskan menjalani hospitalisasi (Alini, 2017). The National Centre for
Health Statistic memperkirakan bahwa 3-5 juta anak di bawah umur 15 tahun
menjalani hospitalisasi per tahunnya.
Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan tertentu yang
mengharuskan anak dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
yang menyebabkan perubahan psikis pada anak (Nikmatur, 2013). Peralatan
medis yang terlihat bersih dan prosedur medis dianggap anak menyakitkan
dan membahayakan karena dapat melukai bagian tubuhnya. Pada saat di
rumah sakit, anak dihadapkan pada lingkungan yang asing, orang-orang yang
tidak dikenal, dan gangguan terhadap gaya hidup mereka. Selain itu, saat anak
dirawat di rumah sakit, anak cenderung merasa ditinggal oleh orangtua dan
keluarganya, dan serta merasa asing dengan lingkungan (Terri & Susan,
2015).
Berdasarkan data Survey Kesehatan Nasional (SUSENAS) tahun 2014
jumlah anak usia prasekolah di Indonesia sebesar 20,72 % dari jumlah total
penduduk Indonesia, berdasarkan data tersebut diperkirakan 35 per 100 anak
menjalani hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan. Perasaan
cemas dapat timbul karena menghadapi hal baru dan belum pernah dialami
sebelumnya, rasa tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan.
Setiap anak yang di hospitalisasi akan menimbulkan respon negatif, kurang

1
informasi, kehilangan kebebasan dan kemandirian sehingga membuat kondisi
anak menjadi lebih buruk (Supartini, 2010).
Kecemasan yang terus menerus dapat menghasilkan hormon yang
menyebabkan kerusakan pada seluruh tubuh termasuk menurunkan
kemampuan sistem imun (Putra, 2011). Hal ini mengakibatkan pengobatan
yang harusnya mengobati penyakit tetapi malah menambah penyakit baru dan
menimbulkan trauma pada anak setiap diberikan tindakan medis. Di rumah
sakit anak akan berhadapan dengan petugas kesehatan yang tidak dikenali.
Anak harus menjalani prosedur yang tidak menyenangkan dan menimbulkan
rasa nyeri seperti disuntik dan diinfus. Anak menjadi tidak kooperatif saat
mendapatkan terapi di rumah sakit, anak menolak untuk berinteraksi dengan
petugas kesehatan, anak akan menunjukkan sikap marah, menolak makan,
menangis, berteriak-teriak, bahkan berontak saat melihat perawat atau dokter
datang menghampirinya. Anak beranggapan bahwa kedatangan petugas
kesehatan untuk menyakiti mereka. Situasi ini akan menghambat dan
menyulitkan proses terapi terhadap anak yang sakit (Andriana, 2013).
Faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah salah satunya usia dimana
usia dikaitkan dengan pencapaian perkembangan kognitif, pada anak
prasekolah belum mampu menerima dan mempersepsikan penyakit dan
pengalaman baru dengan lingkungan asing (Saputro, 2017). Ada beberapa
cara untuk menurunkan kecemasan anak selama hospitalisasi seperti bermain,
teknik distraksi audio visual, terapi touch and talk (Handajani, 2019).
Mengingat banyaknya dampak dari kecemasan pada anak usia prasekolah
dalam menghadapi hospitalisasi, maka diperlukan suatu media yang dapat
mengungkapkan rasa cemasnya, yaitu terapi bermain (Dayani, 2015).
Menurut Nikmatur (2013), banyak tindakan yang dapat mengurangi dampak
hospitalisasi, namun yang efektif adalah dengan terapi bermain. Saat bermain
anak dapat “Memainkan” perasaan dan permasalahannya, merasa penting,
dapat mengatur situasi dirinya. Situasi ini baik untuk anak yang sedang
cemas, sehingga rasa amannya terpenuhi. Orang tua yang mengajak anak ke
tempat bermain yang ada di ruangan dapat membantu anak beradaptasi

2
dengan lingkungan asing. Semakin sering bermain, ketakutan anak menjadi
menurun dan menimbulkan kesenangan yang membuat stress dan kecemasan
anak menurun (Handajani, 2019).
Permainan akan membuat anak terlepas dari ketegangan, kecemasan dan
stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat
mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan (Supartini, 2012). Terapi bermain
diyakini mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam diri, kecemasan,
frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah
laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak
yang sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah diajak kerjasama
ketika menjalani terapi. Terapi bermain dapat mengurangi kecemasan anak di
rumah sakit dengan membantu diri mereka sendiri menghadapi stres,
mengalihkan pikiran mereka dari rasa sakit dan kesepian, meningkatkan
intelektual dan perkembangan motorik. kreativitas, dan pengembangan fungsi
otak (Davidson, 2017).
Permainan yang sesuai dengan anak usia prasekolah adalah lilin yang
dibentuk, alat-alat mewarnai, puzzle sederhana, manik-manik ukuran besar,
bola, gunting menggunting (Handajani, 2019). Nikmatur (2013) menuturkan
jenis permainan anak yang tepat dilakukan oleh anak usia prasekolah seperti
assosiative play, dramatic play, cooperative play, pararel play, dan skill play.
Terapi bermain yang dapat di berikan kepada anak usia prasekolah yakni bisa
dengan mewarnai untuk menurunkan stress akibat kecemasan saat
hospitalisasi (Amallia, 2018).
Hal ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan Sri (2017) memberikan
terapi bermain mewarnai dengan sampel 20 anak usia prasekolah yang
dijadikan kelompok intervensi semuannya dan mendapatkan hasil setelah
dilakukan pretest-postest didapatkan dari hasil uji wilcoxon test yang
dilakukan dengan nilai p = 0,008, berarti nilai p lebih kecil dari α (0,05) yang
menunjukkan bahwa terapi bermain mewarnai dapat menurunkan tingkat
kecemasan anak usia prasekolah. Terapi bermain mewarnai ialah permainan

3
dimana anak usia dapat mengenal warna dan bentuk, melatih imajinasi anak,
dan memberikan anak kebebasan untuk berekspresi.
Kami mengambil terapi bermain mewarnai dikarenakan terapi bermain
mewarnai sederhana. Selain itu, dengan bermain mewarnai dapat membantu
perkembangan psikososial pada anak, meningkatkan hubungan anak dan
keluarga dengan perawat, meningkatkan imajinasi anak, bermain merupakan
alat komunikasi yang efektif antara perawat dan anak, dengan bermain dapat
memulihkan perasaan mandiri pada anak, dengan bermain anak merasa
senang dan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas,
takut, sedih, tegang, dan nyeri. Saat anak bermain, maka perhatiannya akan
teralihkan dari kecemasan dan meningkatkan motorik anak. Pemilihan terapi
bermain mewarnai juga karena tidak memerlukan tenaga yang berlebihan
sehingga anak dapat santai dan tidak mudah capek.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas kami merumuskan masalah


yaitu “Bagaimana Evidence Based Practice Penggunaan Triage di Ruang
Instalasi Gawat Darurat ?”

1.3 Tujuan Penulisan

Memenuhi tugas pada stase keperawatan gawat darurat dan kritis


mengenai evidance based practice penggunaan triage di ruang instalasi gawat
darurat.

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini sekiranya dapat menambah wawasan mengenai proses triage


di gunakan di ruang instalasi gawat darurat.

1.5 Batasan Masalah

4
Batasan masalah dalam makalah ini yaitu :
1. Memberikan pemahaman konsep teori dari triage.
2. Menampilkan tujuh tahapan dalam evidence based practice.
3. Memberikan beberapa referensi jurnal penggunaan triage di ruang IGD.
4. Memberikan pemahaman mengenai penggunaan triage di ruang Instalasi
Gawat Darurat.

5
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi Triage


Di Indonesia, istilah triage juga disebut triase. Kedua istilah tersebut
memiliki esensi yang sama, yaitu istilah untuk menyortir atau menggolongkan
pasien berdasarkan berat cedera dan untuk menentukan jenis perawatan
berdasarkan tingkat kegawatdaruratan trauma, penyakit, dan cedera
(Pusponegoro, 2010).
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan
suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan
prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).

2.2 Tujuan Triage


Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa.
Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat
kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan.
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan
lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem Triase dipengaruhi oleh:
a) Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
b) Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
c) Denah bangunan fisik unit gawat darurat

6
d) Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

2.3 Prinsip Triage


Kartikawati (2014) menuliskan setidaknya ada beberapa prinsip triage.
Prinsi-prinsip tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
No Prinsip Triage
1 Dilakukan cepat, singkat dan akurat.
2 Memiliki kemampuan merespons, menilai kondisi pasien yang sakit,
cidera atau sekarat.
3 Pengkajian dilakukan secara adekuat dan akurat.
4 Membuat keputusan berdasarkan dengan kajian
5 Memberikan kepuasan kepada pasien, bisa berupa perawatan secara
simultan, cepat, dan pasien tidak ada yang dikeluhkan
6 Perawat memberi dukungan emosional, baik kepada warga maupun
pasien
7 Menempatan pasien berdasarkan tempat, waktu dan pelayanan yang
tepat.

Hal terpenting bagi perawat ketika melakukan triage adalah melakukan


response time. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhasim (2015)
menyimpulkan bahwa meskipun banyak perawat yang mengerti tentang
prinsip triage hanya sedikit perawat yang tahu istilah response time. Response
time merupakan waktu tanggap terhadap pasien. Waktu tanggap yang
dilakukan seorang perawat terbatas, hanya 10 menit. Response time juga
dapat diartikan sebagai kecepatan melayani atau melakukan tindakan cepat
kepada pasien gawat darurat.

2.4 Klasifikasi Triage


Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan
pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup
keadaan umum pasien sert hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut

7
Comprehensive Speciality Standart, ENA tahun 1999, penentuan triase
didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain
pada factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur
pasien lewat system pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang
atau meningkat keparahannya.
a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan.
c. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan
oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan,
Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal
atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas keperawtan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Klasifikasi Keterangan
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya
cardiacarrest, penurunan kesadaran, trauma mayor
dengan perdarahan hebat
Gawat darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan
resusitasi maka ditindaklanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya : pasien kanker tahap lanjut, fraktur,
sickle cell dan lainnya
Gawat darurat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak
ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan
terapi definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor /

8
tertutup, otitis media dan lainnya
Gawat darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan/ asimptomatis. Misalnya penyakit
kulit, batuk, flu, dan sebagainya.

Klasifikasi berdasarkan Tingkat prioritas (Labeling)


Klasifikasi Keterangan
Prioritas 1 (MERAH) Mengancam jiwa atau fungsi vital,
perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup
yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu
gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan
jalan nafas, tension pneumothorak,
syok hemoragik, luka terpotong pada
tangan dan kaki, combutio (luka bakar
tingkat II dan III > 25 %
Prioritas 2 (KUNING) Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera ditangani
dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh : patah
tulang besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma
bola mata.
Prioritas 3 (HIJAU) Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan
dan pemindahan bersifat terakhir.

9
Contoh luka superficial, luka-luka
ringan.
Prioritas 4 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat
kecil, luka sangat parah. Hanya perlu
terapi suportif. Contoh henti jantung
kritis, trauma kepala kritis.

Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang
mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk
tersebut meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7. Diaforesis yang ekstern
8. Sianosis
9. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).

2.5 Tipe Triase


1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan sistem triase
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa
sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protokol
2. Tipe 2 : Cek Triase Cepat
a. a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregistrasi atau dokter

10
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan
utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama
3. Tipe 3 : Comprehensive Triase
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem kategori
c. Sesuai protokol

2.6 Proses Triase


Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage
harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan
melakukan pengkajian, misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di
brankar sebelumm mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat,
tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian
perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien
di area pengobatan yang tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan
khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa
memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap
pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap
60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau
gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru
dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).

11
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif
bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka
pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data
objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan
pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif
yang berasal langsung dari pasien (data primer)
Alur Dalam Proses Triase
1. Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2. Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna
:
a. Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong
segera. Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan
(RR<30x/menit), perdarahan internal, dsb.
b. Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.

12
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung
dipindahkan ke kamar jenazah

13
BAB III
EVIDENCE BASED PRACTICE

1.1Step 0 : Cultive a Sprit Of Inguiry

1. Bagaimana proses triase di ruang IGD ?


2. Bagaimana efektifitas dan penggunaan metode triage di ruang IGD ?

1.2Step 1 : Ask Clinical Questions In PICOT

P ( Problem / Population) : Pasien di Ruang IGD


I ( Intervention) : penilaian/ pengguanan trise di ruang IGD
C ( Comparison) : Emergency Severity Index (ESI), Canda Triage
Acuity Scale (CTAS), Australasian Triage Scale (Ats)
O ( Outcome) : ketepatan dalam penilaian triase
T ( Time) : 120 menit

1.3Step 2 : Search For The Best Evidence

Dari PICOT tersebut kami melakukan pengumpulan bukti – bukti dengan


pencarian jurnal secara online melalui situs google scholar (Google
Cendekia ) dengan menggunakan kata kunci “ Triase “ “ Efektifitas Triase “
kami menemukan 5.440 jurnal terkait dengan Triase dan terdapat 336 jurnal
terkain dengna efektifitas Triase. hanya 8 jurnal saja yang kami pilih. Adapun
kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebagai berikut : Kriteria inklusi :
1. Jurnal yang dipublikasikan dalam rentang waktu 2015 – 2020
2. Berbahasa Indonesia
3. Jurnal yang dipilih adalah jurnal yang membahas efektifitas Triasse
Kriteria Ekslusi :
1) Jurnal yang membahas penilaian Triase

14
2) Jurnal yang membahas efektifitas penilaian Triase pada ruangan istalasi
gawat darurat (IGD)
Adapun hasil jurnal yang di pilih sesuai kriteria inklusi dan eklusi
sebagai berikut :
1. Wibowo, Doni. (2020). Efektifitas penulisan dokumentasi triase
emergency severity index (esi) dengan canada triage acuty scale (ctas)
terhadap ketepatan prioritas trise pasien oleh mahasiswa ners stikes cahaya
bangsa di igd rsud ulin banjarmasin. Jurnal Kesehatan Indonesia. Vol x
(2).
2. Ariyani, Hana., & Rosidawati, Ida. (2020). Liteature review: penggunaan
triase emergency severity index (esi) di instalasi gawat darurat (igd).
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada : Jurnal Ilmu Keperawatan,
Analisis Kesehatan dan Farmasi. Vol 20 (2).
3. Sari, Dani, Masita., Hamid, Moh. Ali., & A. Ginanjar, Sasmito. (2020).
Efektifitas penggunaan sistem triage esi (emergency severity index)
terhadap respone time triage di instalasi gawat darurat. Universitas
Muhammadiyah Jember.
4. Bahari, Zaenab, Kartika., Suwaryo, Putra, Agina, Widiyaswara., &
Setyaningsih, Endah. (2019). Penerapan esi (emergency severity index)
terhadap response time pasien di igd pku muhammadiyah gombong.
University Research Colloqium.
5. Irawan, Deni., Hapsari, Woro., & Kurniawan, Yohan, Tedy. (2020). Efek
triage emergency severity index (esi) terhadap length of stay di instalasi
gawat darurat rsu islam harapan anda kota tegal. Jurnal Penelitian
Keperawatan. Vol 6 (1).
6. Bonoet, Sofiyanti, Normalinda., Harmayetty., & Hidayati, Laily. (2019).
Efektifitas penggunaan ats (australasian triage scale) modifikasi terhadap
response time perawat di instalasi gawat darurat. Jurnal Keperawatan
Medikal Bedah dan Kritis. Vol. 8 (1).
7. Atmojo, Joko, Tri., et.al. (2020). Australansian triage scale (ats) :
literature review. Journal of Borneo Holistic Health. Vol 3 (1).
8. Minggawati, Zustantria, Agustin., Faried, Achmad., & Priambodo, Ayu,
Prawesti. (2020). Comparison of four level modification triage with five
level emergency severity index (esi) triage based on level of accuracy and
time triase. Jurnal Keperawatan Padjajaran. Vol. 8 (1).

15
1.4Step 3: Critical appraise the evidance

Desain &
Judul, Penulis Tujuan
NO Penerbit Metode Partisipan Prosedur Hasil
(Tahun), Sumber Penelitian
Penelitian
1 Efektifitas Penulisan Jurnal Tujuan dari Penelitian ini Teknik Penulisan Penulisan
dokumentasi triase
Dokumentasi Triase Kesehatan penelitian ini menggunakan pengambilan dokumentasi triase
Emergency Severity
Emergency Severity Indonesia (The adalah untuk Metode Quasi sampel ini dilaksanakan ketepatan prioritas
triase pasien
Index (ESI) dengan Indonesia mempelajari Experimental menggunakan selama 4 minggu
disbanding dengan
Canda Triage Acuity Journal Of keefektifan triase menggunakan sampling tidak oleh mahasiswa Canada Triage
Acuaity Scale
Scale (CTAS) terhadap Health). Vol. Indeks uji Mann disengaja Profesi Ners
dengan nilai p value
Ketepatan Prioritas X No. 2 Maret Keparahan Whitney. dengan total 50 STIKES Cahaya 0.030. Penelitian ini
hanya melihat
Triase Pasien oleh 2020 Darurat yang sampel Bangsa dimulai
keefektifitas daru
Mahasiswa Ners dibahas dengan dokumentasi dari tanggal 20 dokumentasi triase
Emergency Severity
STIKES Cahaya Skala Ketajaman triase Indeks Agustus – 15
Index dengan
Bangsa di IGD RSUD Triase Kanada Keparahan September 2018. Canada Triage
Acuaity Scale
Ulin Banjamasin tentang Darurat Data dianalisis
Terhadap prioritas
keakuratan dan 50 sampel selama 2 bulan dari triase pasien
Doni Wibowo prioritas triase dokumentasi tanggal 02
(2020) pasien Canada Triage September – 31
Acuity Scale. Oktober 2019.

16
Instrumen
penelitian yang
diguanakan berupa
lembar observasi
dari guideline
triase modern
berbasis bukti
untuk untuk
menilai ketepatan
dalam menentukan
prioritas triase.
2 Efek Triage Emergency Jurnal Tujuan dari Penelitian ini Jumlah sampel Waktu penelitian Hasil analisa uji
Mann Whitney, nilai
Severity Index (ESI) Penelitian penelitian ini adalah dalam dilaksanakan pada
q 0,000<0,05. Ada
Terhadap Length Of Keperawatan adalah untuk penelitian penelitian ini tanggal 10 Maret pengaruh penerapan
Triage Emergency
Stay Instalasi Gawat Volume 6, No. mengukur Quasi adalah 110 sampai 12 April
Severity Index (ESI)
Darurat Rsu Islam 1, Januari "Triage Eksperimen responden yang 2018. Populasinya terhadap lama tinggi
di ED.
Harapan Anda Tegal 2020 Emergency Desain dibagi ke adalah pasien IGD
Deni Irwan, Woro Severity Index menggunakan dalam RSU Islam
Apsari, Yohan Tedy (ESI) Efek pada Post Test Only kelompok Harapan Anda

17
Kurniawan Durasi Menginap Non- perlakuan Tegal sebagai
di Departemen equivalent menggunakan kelompok
Darurat" Control Group triage perlakuan dan IGD
Design, teknik Emergency RSUD Kardinah
purposive Severity Index sebagai kelompok
sampling. (ESI) sebanyak kontrol. Sampel
55 responden ditentukan
dan kelompok berdasarkan
kontrol kriteria inklusi:
menggunakan semua pasien yang
responden datang ke IGD,
Triage klasik kriteria eksklusi:
55. semua pasien
maternal yang
datang ke IGD.
Besar sampel 110
sampel yang
terbagi menjadi 55
kelompok

18
perlakuan dan 55
kelompok kontrol.
Analisa bivariate
untuk
membuktikan
hipotesis penelitian
yaitu dengan
melihat ada
tidaknya efek
triage ESI terhadap
length of stay IGD
dilakukan uji
independent ttest.
3 Efektifitas Penggunaan Jurnal Tujuan dari Desain Populasi dan Teknik Berdasarkan hasil
Sistem Triage ESI universitas penelitian ini penelitian ini sampel yaitu pengumpulan data penelitian yang
(Emergency Severity muhammadiya adalah untuk adalah semua pasien penelitian dilakukan pada 162
Index) Terhadap h jember mengetahui penelitian yang datang ke menggunakan responden dengan
Response Time Triage keefektifan analitik instalasi gawat observasi SOP menggunakan triage
di Instalasi Gawat system Triase dengan desain darurat RSD triage konvensional

19
Darurat RSD dr. ESI (Emergency True dr. Soebandi menunjukkan hasil
Soebandi Jember Severity Index) Eksperiment jember. bahwa response
terhadap metode post Dengan jumlah time dengan nilai
Response time test only populasi 1734 rata-rata 06 menit
triage di instalasi control design. sehingga 62 detik yang mana
gawat darurat diperoleh hasilnya melebihi
RSD dr. jumlah sampel standart response
Soebandi sebanyak 324 time yang sudah di
Jember. orang. Untuk tetapkan oleh
pelaksanaan kementerian
triage kesehatan yaitu < 5
konvensional menit. Sehingga
berjumlah 162 metode triage
sampel dan konvensional tidak
pelaksanaan efektif digunakan di
triageESI Instalasi gawat
(Emergency darurat RSD dr.
Severity Index) Soebandi Jember.
berjumlah 162 Sedangkan hasil

20
sampel teknik penelitian pada 162
sampling pada responden dengan
penelitian ini menggunakan triage
dengan ESI (Emergency
menggunakan Severity Index)
simple random dengan jumlah rata-
sampling. rata responden 04
menit 30 detik. Nilai
ini lebih cepat dari
nilai standart
response time yang
ditentukan oleh
Depkes yaitu < 5
menit. Semakin
tinggi prioritas
kegawatan maka
semakin cepat
response time yang
didapatkan.

21
4 Australasian Triage Journal of Review ini Penelitian Sebanyak 5 Penelitian ini Sebanyak 60 artikel
Scale (Ats): Literature Borneo menjelaskan menggunakan artikel telah dilakukan dengan didapatkan
Review. Holistic pembagian literature memenuhi mencari dan pada pencarian
Health sistem triase review, kriteria untuk menseleksi awal, dengan
Joko Tri Atmojo, Volume 3 No. ATS, cara kerja, dengan dibahas lebih data dari beberapa menerapkan
Anggie Pradana Putri, 1. dan tingkat mencari dan lanjut. database kriteria inklusi dan
Aris Widiyanto, Rina keandalannya menseleksi diantaranya : ekslusi maka
Tri Handayani, pada unit gawat data PubMed, Science didapat 5 artikel
Aquartuti Tri darurat. dari beberapa Direct, Web of yang sesuai.
Darmayanti. database Science, Kesimpulan ATS
diantaranya : Springer Link dan merupakan triase
(2020)
PubMed, Cochrane yang terdiri dari 5
Science Database. kategori dengan
Direct, Web of Dengan waktu penentuan
Science, menggunakan kata kategori
Springer Link kunci: national dan penanganan
dan triage scale atau segera hingga batas
Cochrane australasian triage waktu
Database. scale atau Skala maksimal 120 menit

22
Triase Australia sejak kedatangan
atau pasien pada unit
Reliability and gawat darurat.
australasian triage ATS secara global
scale telah diterima
atau Validity and dengan nilai
australasian triage reliabilitas sedang
scale atau dimana reliabilitas
Guideline and ini
australasian triage lebih akurat untuk
scale. Penelitian dewasa lebih tinggi
dilakukan pada dari
bulan Oktober anak-anak.
2019.
5 Penerapan ESI The 10th Untuk Jenis Populasi Penelitian Hasil penelitian
(Emergency Severity University mengetahui penelitian penelitian dlakukan di IGD menunjukkan bahwa
Index) Terhadap Research pengaruh kuantitatif adalah seluruh rumah sakit PKU Response Time
Response Time Pasien Colloqium ketepatan metode quasi pasien IGD Muhammadiyah paling dominan
di IGD PKU 2019 Sekolah penerapan ESI eksperimen PKU Gombong dan pada kategori ESI 3
Muhammadiyah Tinggi Ilmu terhadap rancangan one Muhammadiya waktu penelitian sebanyak 46 pasien
Gombong Kesehatan response time group dengan h Gombong dilaksanakan (49,5%). Ketepatan

23
(2019) Muhammadiya pasien di IGD rancangan 1329 pasien Tanggal 13- 15 Triase pada kategori
h Gombong PKU yang perbulan. juni 2019. Metode tepat berjumlah 83
Muhammadiyah digunakan Sampel pengumpulan data pasien (89,2%),
Zaenab Kartika Gombong. One-Shot case sebanyak 93 diperoleh dariSedangkan
Baharim Putra Agina Study dengan teknik pasien datang di Response Time pada
Widyaswara pendekatan Accidental IGD dinilaikategori Cepat
cross sampling. ketapatan triaseberjumlah 77 pasien
sectional. Analisa data dan Response Time (82,8%) dengan
menggunakan dengan Instrumen rata-rata response
analisa penelitian Lembar time ESI 1 = 1
deskriptif dan observasi Triase menit, ESI 2 = 4,3
analisa bivariat ESI untuk menit, ESI 3 = 4.7
menggunakan mengukur menit, ESI 4 = 5,5
uji mann- ketapatan triase,menit, dan ESI 5 =
whitney sedangkan 6,1 menit.
Response Time Kesimpulan Ada
menggunakan Pengaruh Ketepatan
Lembar Observasi Penerapan triase
Response Time. Terhadap Response
Alat ukur lain Time Pasien Di IGD
berupa stopwatch PKU
swan, SOP triase Muhamamadiyah
ESI dan Aplikasi Gombong dengan
ESI Gombong. hasil (p=0.002 <
0.05)
6 Sofiyanti Normalinda Fakultas Tujuan dari Penelitian ini 28 responden SOP penerimaan Tidak ada hubungan
Banoet, Harmayetty, Keperawatan, penelitian ini menggunakan pasien baru dalam antara penggunaan
Laily Hidayati (2019), Universitas adalah untuk desain analitik memilah sesuai ATS modifikasi dan

24
Efektifitas Penggunaan Airlangga, melihat korelatif kategori atau label waktu tanggap
ATS (Australasian Surabaya, hubungan antara dengan pasien perawat dalam shift
Triage Scale) Indonesia penggunaan pendekatan pagi (p = 0,720),
Modifikasi terhadap Standar Operasi studi kasus. shift siang (p =
Response Time Perawat Prosedur (SOP) 0,866) dan shift
di Instalasi Gawat untuk menerima malam (p = 0,173).
Darurat pasien baru
menggunakan
ATS triage yang
dimodifikasi
dengan waktu
respons perawat
darurat.
7 Hana Ariyani, Ida Jurnal Penelitian ini Penelitian ini Peneliti Prosedur pada Hasil penelusuran
Rosidawati Kesehatan bertujuan untuk merupakan melakukan penelitian ini menggunakan kata
“Literature Review: Bakti Tunas menyajikan bentuk penelusuran ke Efektifitas kunci triase,
Penggunaan Triase Husada : dasar-dasar literature beberapa penulisan Emergency Severity
Emergency Severity Jurnal Ilmu sistem triase ESI review search engine dokumentasi triase Index, ESI dan IGD
Index (Esi) Di Instalasi Ilmu dan untuk terhadap di antaranya: ESI dan CTAS diperoleh 248
Gawat Darurat (IGD)” Keperawatan, meninjau artikel dengan Google scholar terhadap ketepatan artikel. 14 artikel
Analis beberapa tema triase (48.700- 98-29- prioritas triase yang memenuhi
Kesehatan dan literatur ESI di 11) dan pasien. kriteria
Farmasi mengenai topik IGD RS. pubmed (150- Hasilnya inklusi kemudian

25
Volume 20 ini. Artikel pada 13-3), dengan menunjukkan dilakukan review
Nomor 2 penelitian ini menggunakan bahwa triase ESI terhadap full text
Agustus 2020 berasal dari kata kunci: lebih efektif nya.
database triase, terjadap ketepatan
elektronik Emergency prioritas triase
Google Severity Index, pasien
Scholar dan ESI dan IGD dibandingkan
pubmed dengan CTAS
dimulai tahun dengan nilai p
2015 sampai value 0,030. Hasil
dengan 2020. penelitian ini
sesuai dengan
penelitian 26,
27 dan 16 bahwa
reliabilitas triase
ESI
sangat baik untuk
diimplementasikan
di

26
IGD Rumah Sakit
8 Comparison of Four- Faculty of Tujuan dari peneliti sampel 1. Ada dua Berdasarkan hasil
Level Modification Nursing penelitian ini menggunakan kegiatan triase kelompok, yaitu penelitian dapat
Triage with Five Level Universitas adalah untuk desain kuasi yang berjumlah kelompok diketahui
bahwa tidak ada
Emergency Severity Padjadjaran membandingkan eksperimental 38 pada kontrol adalah
perbedaan yang
Index (ESI) Triage keempat kuantitatif kelompok pasien dengan signifikan
Based on Level of triase level kontrol penilaian ditunjukkan dengan
Accuracy and Time modifikasi ATS dan 38 menggunakan penggunaan empat
Triase dan lima level kelompok empat tingkat level ATS
triase ESI intervensi, triase triase modifikasi
Zustantria Agustin berdasarkan menggunakan modifikasi ATS dengan lima level
Minggawati, Achmad ESI
akurasi dan teknik sedangkan
triase baik dari segi
Faried, triase waktu sampling kelompok akurasi dan panjang
Ayu Prawesti aksidental intervensi dari triase
Priambodo digunakan
metode triase
(2020) ESI lima
DOI : 10.24198/jkp tingkat. 
2. Pembelajaran
sampel adalah
kegiatan triase
dari 38 triase
studi yang
dilakukan oleh

27
15 perawat. 
3. Penelitian
instrumen
menggunakan
format
observasi
akurasi tingkat
dan triase waktu
ATStriase
modifikasi dan
format triase
ESI.
4. Analisis
univariat terdiri
dari frekuensi
distribusi
karakteristik
perawat, waktu
triase dan
akurasi,
digunakan
analisis bivariat
tes Mann-
Whitney. ESI
memiliki

28
keunggulan
validitas 0,68
(Christ,
Grossmann,
Winter,
Bingisser, &
Platz, 2010).
5.  Penelitian ini
disetujui oleh
komite etika
kedokteran
fakultas
Universitas
Padjadjaran
pada bulan
Oktober 2017.
6. Persetujuan
yang
diinformasikan
diberikan untuk
triase perawat
tentang judul,
tujuan, dan
keuntungan dari

29
penelitian ini.
7. Tingkat akurasi
dilakukan oleh
mengumpulkan
data dua
kali. Pertama,
perawat
menggunakana
triase dari empat
tingkat
modifikasi ATS
di 38 pasien. 
8. Kedua, perawat
yang sama
dilakukan triase
keluar
menggunakan
lima tingkat
triase ESI dan
triase empat
tingkat
modifikasi ATS
di 38 pasien
lainnya. 
9. Setiap penilaian

30
triase dilakukan
oleh perawat
juga didampingi
dengan
penilaian oleh
Standar Emas. 
10. Semua hasil
perawat
dibandingkan
dengan hasil
dari Standar
Emas. Ada tiga
hasil triase
akurasi, Triase
lebih, Triase
yang
diharapkan, dan
Sedang dalam
triase. 
11. Dalam triase
waktu, sebuah
triase penilaian
oleh perawat
dilakukan dua
kali digunakan

31
triase empat
tingkat
modifikasi ATS
dan triase lima
level ESI yang
sama
sabar. Kedua
sistem triase itu
dibandingkan
berapa lama
waktu yang
dibutuhkan

32
PEMBAHASAN

1. Efektifitas Penulisan Dokumentasi Triase Emergency Severity Index


(ESI) dengan Canda Triage Acuity Scale (CTAS) terhadap
Ketepatan Prioritas Triase Pasien oleh Mahasiswa Ners STIKES
Cahaya Bangsa di IGD RSUD Ulin Banjamasin
Penelitian ini adalah untuk mempelajari keefektifan triase Indeks
Keparahan Darurat yang dibahas dengan Skala Ketajaman Triase Kanada
tentang keakuratan prioritas triase pasien dengan judul Efektifitas
Penulisan Dokumentasi Triase Emergency Severity Index (ESI) dengan
Canda Triage Acuity Scale (CTAS) terhadap Ketepatan Prioritas Triase
Pasien oleh Mahasiswa Ners STIKES Cahaya Bangsa di IGD RSUD Ulin
Banjamasin.
CTAS mengklasifikasikan pasien dalam urutan: level 1, resusitasi;
level 2, darurat; level 3, mendesak; level 4, kurang mendesak; dan level 5,
tidak mendesak. Pedoman CTAS Merekomendasikan waktu untuk
penilaian yang dilakukan oleh perawat dan dokter berdasarkan indikator
pada setiap level triase.
Triase CTAS memiliki kelemahan yang akan membuat
perawat/dokter triase harus berfikir lebih kritis dan memakan waktu,
apalagi jika triase CTAS akan diterapkan di Indonesia dengan jumlah
kunjungan pasien ke tempat pelayanan gawat darurat yang tinggi.
Kelemahan tersebut seperti; triase CTAS tidak memiliki algoritma yang
seharusnya dapat membantu dengan cepat dan tepat dalam
mempertimbangkan prioritas triase berdasarkan hasil pengkajian. CTAS
hanya memiliki indikator-indikator pada setiap level/prioritas triase
berupa keluhan atau keadaan pasien. Kondisi tersebut yang
memungkinkan terjadinya kesalahan/ketidak tepatan dalam penentuan
prioritas triase pasien.
Triase ESI juga memiliki 5 level/prioritas keakutan yaitu level 1,
resusitasi; level 2, darurat; level 3, mendesak; level 4, kurang mendesak;

33
dan level 5, tidak mendesak. Menurut Kurniasari ada beberapa alasan
mengapa triase ESI lebih mudah diterapkan di Indonesia yaitu perawat
lebih mudah menilai prioritas/level triase dengan melihat kondisi
keparahan pasien, perawat lebih mudah ketika harus memikirkan
kebutuhan sumber daya apa saja yang dibutuhkan pasien. Sistem triase
ESI juga menggunakan skala nyeri 1-10 sama dengan yang secara umum
digunakan di Indonesia. Tidak adanya Batasan waktu bagi perawat atau
dokter untuk melakukan penanganan pada pasien diruang gawat darurat,
jadi penanganan tersebut menjadi fleksibel, dapat dilakukan sesegera
mungkin dengan mempertimbangkan prioritas triase, jumlah pasien.
Triase ESI memiliki algoritma yang jelas, simpel dan memiliki validitas
yang tinggi dalam menentukan prioritas triase pasien.
Perbedaan yang mendasar pada kedua sistem triase ESI dan CTAS
yaitu tentang ketersediaan algoritma. ESI memiliki algoritma yang sangat
jelas, detail, dan memiliki validitas tinggi dalam menentukan prioritas
triase pasien. ESI juga memiliki standar klasifikasi dalam penggunaan
sumber daya. Kebutuhan sumber daya sudah sangat jelas tertulis didalam
algoritma bahwa kebutuhan sumber daya diklasifikasikan berdasarkan
prioritas/level triase. Jenis-jenis sumber daya yang tertulis dalam sistem
triase ESI sudah ditetapkan dan digunakan sesuai kondisi pasien.
Algoritma dalam sebuah sistem triase menjadi faktor yang sangat
penting terhadap waktu dan ketepatan dalam penentuan prioritas triase,
karena dalam kondisi pasien gawat darurat seorang perawat atau dokter
harus melakukan triase dan memutuskan prioritas triase pasien dengan
cepat dan tepat mengingat pasien harus dilakukan penanganan dengan
segera, ditempat dan sumber daya yang tepat sesuai dengan kondisi
pasiennya, dengan itu maka manajemen kegawat daruratan pasien akan
berjalan dengan baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Tsu-Wang & Sen bahwa dengan adanya sistem triase yang optimal dan
memakai algoritma yang sistematis dapat menurunkan waktu tunggu
sampai 50%.

34
Perawat triase harus memiliki pengetahuan-pengetahuan dasar yang
sangat komprehensif seperti pengetahuan tentang pengkajian,
pemeriksaan fisik dan pengetahuan tentang kebutuhan sumber daya
pasien sesuai dengan kondisinya, sehingga perawat harus mendapatkan
pengetahuan tersebut sejak dalam proses pendidikan yaitu pada tahap
profesi ners, sehingga ketika lulus akan menjadi seorang ners yang
profesional dan siap untuk bekerja. Pengalaman bekerja menjadi salah
satu faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan yang dalam hal
ini dapat ditunjukan dengan kualitas dalam melakukan pelayanan
keperawatan gawat darurat khususnya proses triase. Pengalaman yang
cukup akan menjadikan seorang perawat lebih percaya diri, memiliki
wawasan yang luas, kecepatan dan ketepatan dalam menghasilkan sebuah
keputusan. Menurut Wibowo semakin lama bekerja, seorang perawat
triase akan mendapatkan banyak pengetahuan dan kemampuannya dalam
melakukan pengkajian, menganalisis masalah pasien berdasarkan
patofisiologi, menganalisis kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan
berdasarkan kondisi pasien sehingga hal tersebut akan berdampak pada
ketepatan penulisan dokumentasi triase
2. Efek Triage Emergency Severity Index (ESI) Terhadap Length Of
Stay Instalasi Gawat Darurat Rsu Islam Harapan Anda Tegal
Triage Emergency Severity Index (ESI) kategori 1, 2, 4, 5 dalam
penelitian ini memiliki waktu paling cepat dari pada kategori ESI 3 yang
memiliki waktu paling lama karena membutuhkan pemeriksaan yang
lebih mendalam untuk menentukan pasien di rawat inap atau cukup
dengan rawat jalan, dimana pada kategori ESI 1 pasien dalam kondisi
mengancam nyawa (henti jantung, hanti napas, sumbatan jalan napas)
yang harus segera mendapatkan tindakan life saving dan segera
ditransfers ke unit terkait (perawatan kritis), sedangkan kategori ESI 2
pasien dalam kondisi tidak boleh lama menunggu karena akan
menyebabkan kondisi berisiko (nyeri dada sampai perubahan kesadaran
secara cepat akibat sangat kesakitan dan tertekan). Pemakaian triage ESI

35
untuk kategori 4, 5 pasien mendapatkan pelaksanaan pemeriksaan pada
jalur cepat karena intervensi yang dilakukan tidak banyak (ESI 4) atau
tidak ada (ESI 5) sehingga dapat mengurangi kepadatan di ruang IGD
length of stay menjadi cepatKelebihan dari sistem triage ESI dapat
dijelaskan dalam Emergency Severity Index Handbook, salah satu
manfaat dari ESI adalah identifikasi cepat pasien yang membutuhkan
perhatian segera. Fokus triage ESI adalah pada pemilahan cepat pasien
dalam pengaturan sumber daya, dan pasien dipilah dengan cepat menjadi
lima kelompok dalam perbedaan klinis dan kebutuha.
Dalam penelitian ini pada triage Klasik length of stay cenderung lebih
lama, pasien pada kategori urgent terjadi penumpukan karena menunggu
untuk ditranfer dan menunggu petugas untuk mentranfers ke bagian unit
rawat inap sehingga berimbas pada ruang IGD yang padat serta
berpengaruh pada pelayanan pasien pada kategori emergency dan non
urgentkarena petugas medis disibukkan dengan kebutuhan dasar manusia
maupun pertanyaan- pertanyaan dari keluarga pasien mengenai
ketersediaan dan kesiapan ruangan pasien pada kategori pasien urgent.
Length of stay di IGD tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain kesibukan ruang IGD, jumlah tenaga medis
yang berdinas, dan ketersediaan ruangan. Pasien Triage Klasik dalam
penelitian ini kebanyakan akan masuk rawat inap sehingga pasien
menumpuk di IGD menunggu untuk dipundahkan ke ruang perawatan
karena pasien tidak dipilah ke dalam sumber daya. Nurse Media Journal
of Nursing 2016 dalam jurnal Triage process in Emergency Departments:
an Indonesian Study, tidak ada waktu tungguyang lama di Indonesia
dapat diasumsikan apakah proses triage efektif dan efisien atau hanya
proses cepat untuk segera meningkatkan jumlah pasien di ruang
perawatan.
Dalam penelitian ini Triage Emergency Severity Index (ESI) dapat
mengurangi Length of stay yang lebih lama sehingga dapat mengurangi
kepadatan di ruang IGD dari pada penggunaan sistem Triage

36
KlasikMazandaran University of Medical Sciences dalam jurnal yang
berjudul Effectiveness of Five-Level Emergency Severity Index Triage
System Compared With Three-Level Spot Check 2015 menyimpulkan
bahwa antara dua sistem triage, ESI lebih efektif daripada pemeriksaan
triage tiga level (Maleki et al., 2015).
3. Efektifitas Penggunaan Sistem Triage ESI (Emergency Severity
Index) Terhadap Response Time Triage di Instalasi Gawat Darurat
RSD dr. Soebandi Jember
Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui keefektifan sistem
Triase ESI (Emergency Severity Index) terhadap Response time triage di
instalasi gawat darurat RSD dr. Soebandi Jember dengan judul Efektifitas
Penggunaan Sistem Triage ESI (Emergency Severity Index) Terhadap
Response Time Triage di Instalasi Gawat Darurat RSD dr. Soebandi
Jember.
Triage merupakan cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan
terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan
ABC (Airway, dengan cervical spine control, Breathing dan Circulation
dengan kontrol pendarahan).
ESI atau Emergency Severity Index merupakan patokan yang dipakai
oleh Amerika untuk menentukan prioritas mengenai kegawat daruratan
pasien. Metode ESI (Emergency Severity Index) menentukan prioritas
penanganan awal berdasarkan sindrom yang menggambarkan keparahan
pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit gawat darurat yang
dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi spesialis
terkait, dan tindakan medik). Triage ESI (Emergency Severity Index)
dibagi menjadi 5 yaitu level 1 sampai dengan level 5. Kondisi pada level
1 dan 2 diperlukan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 162 pasien dengan
menggunakan triage konvensional menunjukkan hasil bahwa response
time dengan nilai rata-rata 06 menit 62 detik yang mana hasilnya
melebihi standart response time yang sudah di tetapkan oleh kementerian

37
kesehatan yaitu < 5 menit. Sehingga metode triage konvensional tidak
efektif di gunakan di Instalasi gawat darurat RSD dr. Soebandi Jember.
Sedangkan 162 responden pada triage ESI (Emergency Severity Index)
didapatkan hasil jumlah rata-rata response time 04 menit 30 detik. Nilai
ini lebih cepat dari nilai standart response tim eyang di tentukan oleh
Depkes yaitu < 5 menit. Semakin tinggi prioritas kegawatan maka
semakin cepat response time yang didapatkan sehingga mempercepat
pelayanan dan mengurangi tingkat mortalitas dan kecacatan lebih lanjut.
Sehingga dapat di simpulkan Berdasarkan tabulasi silang triage ESI
(Emergency Severity Index) terhadap response time triage menunjukkan
terdapat perbedaan response time pada waktu dilakukan triage ESI
(Emergency Severity Index) dan triage konvensional dengan nilai rata-
rata pada response time triage ESI (Emergency Severity Index) dengan
nilai rata-rata 04 menit 30 detik yang mana lebih cepat di banding dengan
response time triage konvensional dengan nilai rata-rata 06 menit 62
detik. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Independent T-Test
didapatkan ρ value0.01 hal ini berarti penggunaan sistem triage ESI
(Emergency Severity Index) efektif terhadap response time triage di
Instalasi gawat darurat RSD dr. Soebandi Jember. Penelitian tersebut
sejalan dengan penelitian Menurut habib (2016) mengatakan bahwa
metode triage dengan 5 kategori ini memiliki korelasi kuat dengan
pemakaian sumber daya unit gawat darurat, kebutuhan rawat inap dan
rawat intensif pasien gawat darurat, angka mortalitas, dan kesesuaian
waktu yang dibutuhkan untuk pertolongan segera pada pasien baru
dibandingkan dengan metode konvensional.
4. Australasian Triage Scale (Ats): Literature Review. Joko Tri Atmojo,
Anggie Pradana Putri, Aris Widiyanto, Rina Tri Handayani,
Aquartuti Tri Darmayanti. (2020)
Departemen gawat darurat diseluruh australia dan selandia baru
menggunakan triase dengan kategori ATS dimana kategori tersebut antara
lain: Merah (Kategori 1), Oranye (Kategori 2), Hijau (Kategori 3), Biru

38
(Kategori 4) dan Putih (Kategori 5) (Australasian College For
Emergency Medicine, 2016). Kategori 1 (Merah) merupakan kondisi yang
mengancam kehidupan atau memiliki risiko kecacatan dan membutuhkan
intervensi agresif segera dengan Response: Segera, serentak, penilaian
dan perawatan. Kategori 2 (Oranye) merupakan Kondisi pasien cukup
serius atau memburuk dengan sangat cepat sehingga ada potensi ancaman
terhadap kehidupan, atau kegagalan sistem organ, jika tidak dirawat
dalam waktu sepuluh menit setelah kedatangan atau nyeri yang sangat
parah dengan Response: Penilaian dan perawatan dalam 10 menit
(penilaian dan perawatan sering bersamaan). Kategori 3 (Hijau)
merupakan kategori yang berpotensi mengancam kehidupan kondisi
pasien dapat mengancam anggota tubuh, atau dapat menyebabkan
morbiditas yang signifikan, jika penilaian dan pengobatan tidak dimulai
dalam waktu tiga puluh menit dengan Response: Penilaian dan perawatan
dimulai dalam 30 menit. Kategori 4 (Biru) merupakan kategori yang
berpotensi serius, kondisi pasien dapat memburuk, atau hasil yang
merugikan dapat terjadi, jika penilaian dan pengobatan tidak dimulai
dalam satu jam setelah kedatangan di UGD. Mungkin membutuhkan
pemeriksaan dan konsultasi yang rumit dan / atau manajemen rawat inap
dengan Respone : Penilaian dan perawatan dimulai dalam 60 menit.
Kategori 5 (Putih) merupakan kategori Kurang mendesak, kondisi pasien
cukup kronis atau minor sehingga gejala atau hasil klinis tidak akan
terpengaruh secara signifikan dengan Respone : Penilaian dan perawatan
dimulai dalam 120 menit.
Kategori ATS juga sudah teruji keandalannya berdasarkan studi meta
analisis yang dilakukan (Ebrahimi, 2015) memberikan hasil yang
lebih meyakinkan yakni koefisien gabungan untuk ATS adalah 0,428
(95% CI 0,340-0,509) dimana reliabilitas untuk dewasa lebih tinggi dari
anak-anak. Dengan demikian, ATS telah menunjukkan tingkat keandalan
keseluruhan yang dapat diterima dalam departemen gawat darurat
(Atmojo,Widiyanto and Yuniarti, 2019).

39
5. Penerapan ESI (Emergency Severity Index) Terhadap Response
Time Pasien di IGD PKU Muhammadiyah Gombong
Instalasi Gawat Darurat disebut unit critical point rumah sakit karena
merupakan gerbang utama menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit,
pelayanan diberikan harus cepat dan tepat serta terhitung (Ningsih, 2015;
Suwaryo & Yuwono, 2018). Salah satu Indikator Mutu pelayanan klinis
di Instalasi Gawat Darurat adalah kemampuan menangani life saving
Respone Time.
Rumah sakit di Indonesia belum memiliki standar triase, dimana
masih menggunkan sitem triase klasik adopsi dari sistem triase bencana
yang tidak cocok diterapkan di rumah sakit modern mempertimbangkan
evidence based medicine atau kedokteran berbasis bukti (Australian
Government, 2009), Saat ini triase di rumah sakit lebih menerapkan triase
lima tingkat karena dianggap valid dan reliabel. Triase lima tingkat
tersebut antara lain CTAS, MTS, ATS, dan ESI (Christ et al., 2010).
Triase ESI adalah hasil algoritma stratifikasi yang cepat, dapat ditiru
dan relevan secara klinis untuk pengelompokan pasien ke dalam lima
tingkat berdasarkan keparahan, tindakan, dan sumber daya yang
dibutuhkan pasien (Gilboy et al., 2011). Triase ESI merupakan sebuah
triase yang valid dan reliabel jika dibandingkan dengan triase 3 tingkat
yang diterapkan di Iran (Maleki et al., 2015) ESI dalam konteks IGD
rumah sakit di Indonesia cocok diterapkan karena menggunakan skala
nyeri 1-10 yang biasa digunakan, ada thools sendiri untuk triase pasien
pediatri, perawat triase lebih mudah melihat keparah dibanding
bekerjasama dengan dokter dalam menegakan diagnosa. Response time
ESI sesuai katagori, ESI 1≤0 menit, ESI 2 ≤15 menit, ESI 3 ≤30 menit,
ESI 4 ≤60 menit, dan ESI 5 ≤120 menit. Ketiadaan ketentuan waktu
kapan pasien dijumpai dokter menambah daya pikat sistem triase ini
(Gilboy et al., 2011)
IGD Pku Muhammadiyah Gombong menjadi RS yang memeiliki
IGD level empat (tertinggi), yang tidak saja dilengkapi dengan rawat inap

40
sekalikus kemampuan memberikan pertolongan Emergency pra hospital.
IGD PKU Muhammadiyah Gombong memiliki fasilitas terdiri dari ruang
penerimaan, ruang tindakan dan ruang penunjang medis. Untuk ruang
tindakan terdiri dari Ruang VK, Ruang Isolasi, dan Ruang berdasarkan
warna triase yaitu merah, kuning dan hijau. Untuk ruang IGD triase hijau
Terdapat 4, terletak didepan pintu masuk, ruang triase kuning terdapat 10
ruang, dan triase merah ada 6 ruang. ruang triase IGD disesuaikan dengan
algoritma triase ESI dimana kategori triase ESI 1 letakan pada area
merah, kategori ESI 2 dan ESI 3 diletakan di area kuning, sedangkan
kategori ESI 4 dan ESI 5 diletakan di area Hijau.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Level triase ESI lebih dominan
pada kategori ESI 3 yang berjumlah 46 pasien (49,5%) dan triase ESI
kategori Tepat yang berjumlah 83 pasien (89,2%). Ketidaktepatan ESI
terjadi pada kategori ESI 2 dengan jumlah 2 (2,2%) dengan kasus triase
pediatrik indikator kesalahan Terjadi pada penilaian TTV suhu >39 0 C
anak usia 5 bulan dikategorikan ESI 2, padahal indikator triase TTV ESI
2 menyebutkan umur 0-28 hari dengan T >380 C dan Umur 1-3 bulan
dengan T >380C, sedangakan anak umur 3 bulan - 3 tahun dengan T
>390C masuk kategori ESI 3. Tidak Tepat triase juga terjadi pada
pengkategorian triase ESI 3 dengan jumlah 8 (8,7%) dengan kasus Luka
terbuka dan keluhan nyeri, kesalahan terjadi pada indikator TTV dan
penilaian nyeri. Pada kasus tersebut pasien dengan luka terbuka kaki,
dengan keluhan nyeri hebat dan ada perubahan TTV takikardi dan tensi
tinggi dikategorikan ESI 3, pada indikator triase 3 menyebutkan vital
sighn stabil sedangkan untuk Vital sighn tidak stabil dan skala nyeri >6
masuk kategori ESI 2.
Hasil penelitian menunjukan Respone Time pasien IGD berdasarkan
level triase ESI dominan pada kategori Cepat yang berjumlah 77 pasien
(82,8%). Response time pasien IGD pada kategori cepat 77 (82,8%),
sedangkan triase pada kategori sedang terjadi pada ESI 1 jumlah 16
(17,2%) dengan response time satu menit.

41
Hasil penelitian menunjukan Ketepatan Penerapan Seluruh Indikasi
Triase ESI terhadap Respone Time Pasien IGD. Diketahui nilai p 0.002 <
0.05. Dengan demikian hasil Uji Mann-Whitney menunjukan ada
pengaruh ketepatan penerapan triase ESI Terhadap Respone Time pasien
IGD di RS PKU Muhhamadiyah Gombong.
Diterapkannya triase dengan menggunakan ESI merupakan evaluasi
untuk penggunaan standar triase di IGD level empat rumah sakit modern
RS PKU Muhammadiyah Gombong yang harus menggunakan triase lima
tingkat yang tepat diterapkan dan sesuai dengan kondisi IGD, sarana
prasarana, SDM tenaga kesehatan dan indikator mutu pelayanan IGD,
dimana triase ESI mampu meningkatkan respone time terhadap pasien
IGD RS PKU muhammadiyah Gombong sehingga mengurangi waktu
tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan oleh petugas kesehatan pada
saat datang ke IGD PKU Muhammadiyah Gombong dan akan
meningkatkan mutu pelayanan IGD Rumah sakit dengan pemberian
pelayanan yang cepat dan tepat.
6. Efektifitas Penggunaan ATS (Australasian Triage Scale) Modifikasi
terhadap Response Time Perawat di Instalasi Gawat Darurat
Ruang instalasi gawat darurat (IGD) adalah gambaran krusial antara
layanan gawat darurat medis dan rumah sakit. Instalasi gawat darurat
menjadi pilihan akses rute utama ke sistem pelayanan kesehatan di rumah
sakit (Christ et al., 2010). Penumpukan pasien yang terjadi di IGD
dengan proses triase yang baik seharusnya tidak terjadi. Peran tim medis
gawat darurat dalam penilaian awal (triage) sangat penting untuk
memastikan bahwa pasien yang tepat berada ditempat yang tepat pada
waktu yang tepat dan bahwa tidak ada yang terlewatkan (Martin et al.,
2014).
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. W. Z. Johannes telah
menerapkan sistem triase dengan menggunakan sistem ATS
(Australasian Triage Scale) sejak tahun 2017. Sistem triase ini
dimodifikasi menjadi 3 bagian besar, yaitu untuk pasien kategori ATS

42
1dan 2 digabung menjadi pasien prioritas 1 berlabel merah, pasien yang
masuk kategori ATS 3 dan 4 digabung menjadi pasien prioritas 2 berlabel
kuning, sedangkan pasien kategori ATS 5 menjadi pasien prioritas 3
berlabel hijau. Semua pasien yang datang ke IGD RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes ditriase oleh perawat yang sudah ditentukan dalam jadwal dinas
per shift.
Kebutuhan akan response time yang tepat dan efesien sangat berperan
penting dalam setiap pengambilan keputusan mulai sejak awal pasien
datang hingga pasien dipindahkan dari IGD. Response time yang cepat
atau sesuai standar yang ada akan membantu perawat dalam memberikan
pelayanan yang tepat sesuai dengan jenis keluhan yang dialami oleh
pasien. Keterlambatan penanganan di IGD dapat mengakibatkan
kecacatan atau kematian. Studi yang dilakukan Maatilu (2014)
membuktikan response time perawat pada penanganan pasien gawat
darurat yang memanjang dapat menurunkan usaha penyelamatan pasien
dan terjadinya perburukan kondisi pasien.
Berdasarkan masalah yang ditemukan di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes peneliti ingin melihat keefektifan penggunaan ATS modifikasi
terhadap response time perawat di Instalasi Gawat Darurat RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang.
Berdasarkan hasil dari 28 responden perawat dengan penggunaan
ATS modifikasi didapatkan hampir setengah responden cukup sesuai
memiliki tingkatan response time yang cepat pada 9 orang (32,1%). Dari
hasil uji analisis statistik menggunakan Spearman Rho didapatkan
p=0,866> α ≤ 0,05 maka
hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara penggunaan ATS
modifikasi dan response time perawat dinas siang. Berdasarkan Tabel 9
dari 28 responden perawat dengan penggunaan ATS modifikasi
didapatkan hampir setengah responden cukup sesuai memiliki tingkatan
response time yang cepat pada 8 orang (27,6%). Dari hasil uji analisis
statistik menggunakan Spearman Rho didapatkan p=0,173> α ≤ 0,05

43
maka hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara penggunaan
ATS modifikasi dan response time perawat dinas malam.
Kesimpulan: Dari hasil penelitian tidak ada hubungan antara
penggunaan ATS dan waktu tanggap atau response time perawat dalam
shift pagi, siang dan malam. Penggunaan modifikasi ATS dan waktu
tanggap perawat yang tepat dan cepat ditemukan di dinas pagi. Ini
disebabkan oleh beberapa faktor baik dari perawat itu sendiri maupun dari
rumah sakit. Sebagian besar perawat tidak mendapatkan pelatihan triase
dan ini memengaruhi keterampilan perawat dalam menyortir pasien.
7. Literature Review: Penggunaan Triase Emergency Severity Index
(Esi) Di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Jumlah kunjungan pasien ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah
kunjungan ini dapat mengakibatkan terjadinya berbagai masalah baik bagi
pasien maupun bagi profesional kesehatan dan pihak Rumah Sakit. Salah
satu strategi untuk mengatasinya yakni dengan menerapkan sistem triase.
Sistem triase yang saat ini banyak digunakan di IGD adalah Emergency
Severity Index (ESI).
Instalasi gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu pintu masuk
utama pasien yang membutuhkan perawatan di Rumah Sakit (RS). IGD
adalah salah satu unit Rumah Sakit yang menyediakan pelayanan
kesehatan darurat. Terdapat beberapa alasan mengapa seseorang diantar
atau datang ke IGD. Selain disebabkan oleh penyakit, seseorang bisa
diantar atau datang ke IGD bisa karena mengalami trauma atau mungkin
kekerasan jumlah kunjungan IGD di dunia mengalami peningkatan
sekitar 30%. Sedangkan di dalam negeri menurut Menteri Kesehatan
Republik Indonesia bahwa jumlah kunjungan ke IGD di Indonesia adalah
4.402.205 pasien (13,3%) dari seluruh kunjungan ke Rumah Sakit Umum.
Dengan peningkatan jumlah ini maka akan menimbulkan kepadatan
(overcrowded) yang terjadi di IGD. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

44
bahwa masalah utama di IGD adalah kepadatan yang disebabkan
meningkatnya jumlah pasien yang diantar atau datang ke IGD.
Mengingat banyaknya dampak dari masalah yang diakibatkan oleh
kepadatan tersebut, maka diperlukan solusi untuk mengatasinya. Satu cara
untuk mengatasi kepadatan adalah dengan menerapkan triase. Triase
adalah proses pemilahan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko
mengalami kecacatan, atau berisiko mengalami perburukan kondisi
klinisnya apabila tidak segera mendapatkan penanganan medis, dan mana
pasien yang dapat menunggu atau ditunda penanganannya.
Dari beberapa metode triase yang saat ini banyak digunakan adalah
triase yang klasifikasinya menjadi lima kategori, salah satu di antaranya
adalah triase ESI. Triase ESI dikenal sangat simpel dan penggunaannya
tidak perlu menunggu dokter triase karena dapat dilakukan oleh seorang
perawat triase. Hal ini sesuai dengan pendapat dan penelitian bahwa
perawat harus mampu memahami dan melakukan metode triase ini
terhadap pasien yang datang ke IGD.
Penerapan triase ESI di IGD menunjukkan adanya pengaruh
ketepatan penerapan triase ESI terhadap response time pasien. Sistem
triase dengan klasifikasi 5 kategori menggunakan ESI memiliki tingkat
akurasi yang tinggi dan dapat memperkirakan outcome pasien secara
efektif. Hal tersebut menunjukan bahwa triase ESI dapat meningkatkan
akurasi triase di IGD karena pasien dengan resiko tinggi masuk ke dalam
kategori ESI 1 dan 2 meningkat setelah implementasi triase ESI. Triase
ESI ini ternyata dapat lebih bermanfaat jika dikombinasikan dengan
pemeriksaan lainnya. ESI ditambah dengan pemeriksaan Peak Expiratory
Flowmeter (PEF) tampak lebih akurat untuk melakukan triase pasien
dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dibandingkan hanya
menggunakan triase ESI saja.
8. Comparison of Four-Level Modification Triage with Five Level
Emergency Severity Index (ESI) Triage Based on Level of Accuracy
and Time Triase

45
Penelitian ini adalah untuk mempelajari Sistem triase di Indonesia. Di
indonesia sendiri belum ada standarisasi sehingga penggunaannya di
berbagai daerah sangat bervariasi. Di beberapa rumah sakit besar di
Indonesia yang mengadopsi triase ATS,Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo di Jakarta menggunakan modifikasi ATS yang disingkat
menjadi 3 tingkat. Rumah Sakit Karyadi Semarang juga mengubah ATS
ke 3 level berdasarkan warna kategori (merah, kuning, dan hijau). Hasan
RS Sadikin Bandung melakukan modifikasi ATS menjadi 3 kategori,
ringan, sedang, dan berat. Itu Hal serupa dilakukan RSUD Cibabat yang
mengadopsi ATS tetapi disingkat menjadi 4 tingkat
Berdasarkan hasil penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan
penggunaan triase empat tingkat modifikasi ATS dan triase lima tingkat
ESI dalam akurasi dan triase waktu. Namun berdasarkan sebaran datanya
dapat disimpulkan bahwa tingkat akurasinya dalam hasil triase ESI di
harapkan lebih besar triase dan yang lebih kecil di bawah triase dari pada
triase empat tingkat modifikasi ATS. Di bawah triase menyebabkan
waktu tunggu yang lama, risiko yang tidak terduga, meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Panjangnya waktu yang dibutuhkan oleh dua
triase tidak melebihi waktu standar oleh Kementerian Kesehatan (≤5
menit) (Departemen Kesehatan RI, 2011). ESI mudah digunakan karena
alurnya singkat, jelas, dan terstruktur dengan baik sederhana dalam
mengambil keputusan di setiap indikator kategori yang ada.

1.5Step 4 : mengintegritas bukti bukti

Dari 8 jurnal tersebut didapatkan bahwa Triase emergansi


severity index (esi) lebih tepat dalam penilaian triase di IGD.
Metode pengumpulan data diperoleh dari pasien datang di IGD dinilai ketapatan

triase dan Response Time dengan Instrumen penelitian Lembar observasi Triase

ESI untuk mengukur ketapatan triase, sedangkan Response Time menggunakan

46
Lembar Observasi Response Time. Alat ukur lain berupa stopwatch swan, SOP

triase ESI dan Aplikasi ESI Gombong SOP penerimaan pasien baru dalam

memilah sesuai kategori atau label pasien.

1.6Step 5 : Evaluation

Dari 8 jurnal yang dianalisis didapatkan hasil bahwa Emergency Severity


Index (ESI) lebih efektif dibandingkan dengan metode Triase Canda Triage
Acuity Scale (CTAS), Australasian Triage Scale (Ats).

Dari hasilnya bahwa

1.7Step 6 : Desemination

Desiminasi dilakukan untuk meng-share hasil EBP sehingga perawat dan

tenaga kesehatan yang lain mau melakukan perubahan bersama dan atau

menerima perubahan tersebut untuk memberikan pelayanan perawatan yang

lebih baik

1. Oral presentasi, melalui :


1) Podcast
2) Panel presentasi
3) Presentasi pada konferensi local, regional dan nasional
4) Small Group Presentation
5) Community Meeting
2. Organization Bazed & Professional Continue Meeting
3. Publikasi khalayak umum, seperti :
1) Publishing: laporan dalam jurnal dan News Latter Professional
2) Poster

47
48
BAB IV

PENUTUP

4.1Simpulan

49
DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, Joko, Tri., et.al. 2020. Australansian triage scale (ATS) : Literature
Review. Journal of Borneo Holistic Health. Vol 3 (1).

Kartikawati, Dewi. 2014. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta : Salemba Medika.

Nurhasim, Siswo dkk. 2015. Pengetahuan Perawat Tentang Respons Time dalam
Penanganan Gawat Darurat di Ruang Triage RSUD Karanganyar. Surakarta :
Stikes Kusuma Husada.

50

Anda mungkin juga menyukai