Anda di halaman 1dari 30

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN

HAND HYGIENE DI RUANGAN PERAWATAN

LITERATUR REVIEW

Oleh
FEBRIYANTI UMAR

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020

i
No Aspek yang dinilai Bobot Kriteria Penilaian

1 Pendahuluan 10% Menjelaskan topik, tujuan, dan alat


yang digunakan untuk mengkritisi
jurnal. Memberikan deksripsi singkat
makalah dan deskripsi singkat jurnal
yang ditelaah secara spesifik dan
relevan.

2 Kritik Artikel 80% Deskripsi dan kritik jurnal/artikel


menggunakan alat kritik (tool yang
tepat)

3 Kesimpulan 10% Menyimpulkan makalah dan


menuliskan refleksi atas kritik jurnal

Analisa tidak logis:


pemilihan tool yang tidak
sesuai ide akan sudah
dipahami

Sangat koheren dan logis:


tool
Tepat ide bagus dan jelas

4 Pengurangan nilai 5% Nilai akan mendapatkan pengurangan


jika kriteria berikut tidak terpenuhi
1. Tidak mengikuti aturan
penulisan referensi dengan benar.
2. Penulisan bahasa Indonesia yang
tidak baik dan benar termasuk
tanda baca.

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL..................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN......................................................................ii
LEMBAR PENILAIAN .............................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
ABSTRAK.....................................................................................................v
A. PENDAHULUAN....................................................................................
1. Latar Belakang......................................................................................
2. Tujuan...................................................................................................
3. Outline...................................................................................................
B. METODE.................................................................................................
1. Design...................................................................................................
2. Kriteria dan Inklusi...............................................................................
3. Strategi Pencarian Literatur..................................................................
4. Metode Pengkajian Kualitas Jurnal......................................................
C. HASIL.......................................................................................................
D. PEMBAHASAN.......................................................................................
E. IMPLIKASI KEPERAWATAN
F. KESIMPULAN........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

3
ABSTRAK

Pendahuluan. Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air


mengalir memakai sabun maupun tanpa memakai sabun non antiseptik untuk
menghilangkan kotoran dan flora transien untuk menghindari kontaminasi silang
ada beberapa hal yang menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan
perawat melakukan Hand Hygiene diantaranya tidak tersedianya tempat cuci
tangan, maupun budaya kerja. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis dan
mensintesis bukti-bukti/literature tentang Faktor Budaya Kerja, sarana dan
prasarana terhadap pelaksanaan hand hygiene. Metode pencarian menggunakan
PICOT Framework di database: Ebscho, Sciencedirect, Pubmed, Proquest dan
Google Scholar, yang dibatasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir 2015-2020
didapatkan 7 Jurnal Internasional. Hasil Literatur menunjukkan bahwa bahwa
faktor budaya kerja, fasilitas kerja memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan cuci
tangan. Kesimpulan Adapun indikator budaya dalam pelaksanaan Hand hygiene
yaitu supervise kepala ruangan, tipe kepemimpinan dari kepala ruangan itu
sendiri. Fasilitas yang dapat mempengaruhi seseorang melakukan cuci tangan
adalah media poster, ataupun pengelolaan cairan antiseptic yang selalu tersedia,
adapun media lain yang mempengaruhi adalah tersedianya wastafel yang
lokasinya mudah terjangkau dan tidak jauh dari pasien

Kata Kunci : Nurse Work Culture and availability of facilities and Hand
Hygiene,

4
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Salah satu indikator mutu pelayanan adalah berupa Hospital-acquired

infections (HAI) atau infeksi nosokomial rumah sakit merupakan infeksi yang

terjadi selama menjalani prosedur perawatan dan tindakan setelah ≥ 48 jam dan

pada ≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas kesehatan (Pratama, 2015).Infeksi

nosokomial masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, karena dapat

mempengaruhi tingkat kematian. Menurut Center for Disease Control And

Prevention (CDC). Infeksi ini terjadi ketika ada interaksi antara pasien, petugas

perawatan, peralatan, dan bakteri (Pratama, 2015).

Prevalensi infeksi nosokomial di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3–

21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia terinfeksi

infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan

bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,

Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi

nosokomial. Prevalensi infeksi nosokomial paling banyak di Mediterania Timur

dan Asia Tenggara yaitu sebesar 11,8% dan 10,0% sedangkan di Eropa dan

Pasifik Barat masing-masing sebesar 7,7% dan 9,0% (WHO, 2002). Di Indonesia

yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6–16% dengan

rata-rata 9,8% (Nugraheni et al., 2012).

Kriteria infeksi nosokomial antara lain tidak ada tanda-tanda klinis dari

infeksi tersebut ketika mulai dirawat di rumah sakit, tidak sedang dalam masa

inkubasi dari infeksi tersebut ketika awal mulai dirawat di rumah sakit, sedang

5
dalam asuhan keperawatan rumah sakit, bukan merupakan sisa atau residual dari

infeksi sebelumnya tanda-tanda klinik infeksi timbul minimal setelah 72 jam sejak

mulai perawatan di rumah sakit karena jika infeksi terjadi sebelum 72 jam maka

masa inkubasi dari infeksi tersebut terjadi sebelum dirawat di rumah sakit.

Sehingga infeksi tersebut tidak berasal dari rumah sakit dan bukan merupakan

infeksi nosokomial.(Kuriawaty, 2015).

Pada tanggal 2 Mei 2007 WHO Collaborating Centre for Patient Safety

resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions”, Panduan ini

mulai disusun sejak tahun 2005 dengan mengidentifikasi dan mempelajari

berbagai masalah keselamatan pasien. Salah satu solusi tersebut adalah

peningkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

Peningkatan kebersihan tangan dapat dilakukan dengan patuh mencuci

tangan dan disinfeksi tangan. Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan

air mengalir memakai sabun maupun tanpa memakai sabun non antiseptik untuk

menghilangkan kotoran dan flora transien untuk menghindari kontaminasi silang.

Mencuci tangan secara higienis adalah membasahi tangan dengan air mengalir

dengan memakai sabun antiseptik, sedangkan disinfeksi tangan adalah

menggunakan cairan antiseptik atau alkohol tanpa mencuci tangan (Pratama,

2015).

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa ketika terjadi

peningkatan kepatuhan cuci tangan dari buruk (<60%) menjadi sangat baik (90%)

akan menurunkan angka HAI sebesar 24%. Penelitian oleh CDC dan yang lainnya

6
menemukan bahwa dokter dan perawat 60% gagal mencuci tangan sesuai waktu

yang dianjurkan pada waktu kontak dengan pasien dan melakukan prosedur. Hasil

dari perilaku ini menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial sebanyak 2.400.000

di Amerika setiap tahun dan mengeluarkan biaya $4.5 milyar hanya untuk

perawatan dan pengobatan (Comer, et al. 2010)

Menurut Zembover, Trick, Hacek, Noskin & Peterson bahwa ada beberapa

hal yang menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan perawat melakukan

Hand Hygiene diantaranya tidak tersedianya tempat cuci tangan, waktu yang

digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci tangan terhadap

kulit dan kurangnya pengetahuan terhadap standar. Sedangkan menurut Saefudin

(2006), tingkat kepatuhan untuk melakukan hand hygiene dipengaruhi oleh faktor

individu (jenis kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat

pendidikan, dan pengetahuan), faktor psikososial dan faktor organisasi

manajemen dalam hal ini budaya kerja itu sendiri

Menurut Lankford (2013), salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan

cuci tangan adalah fasilitas yang tersedia. Fasilitas adalah segala sesuatu yang

dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha.Sesuatu yang dapat

memudahkan dan melancarkan suatu usaha tersebut biasanya berupa benda-benda

atau uang

Hal ini ditunjang pada penelitian yang dilakukan oleh Nastiti 2017 bahwa

terdapat hubungan fasilitas dan hand hygiene dengan penerapan five moment pada

7
bidan dengan nilai p value 0.000. Ini memperlihatkan bahwa peranan fasilitas

sangat tinggi terhadap kepatuhan petugas kesehatan melakukan hand hygiene.

Hal lain yang mempengaruhi seseorang dalam mencuci tangan adalah

budaya kerja. Moeljono dalam Yusran assagaf (2012) mendefinisikan bahwa

budaya kerja adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan

norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah

laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan

integrasi internal.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ellies dkk 2014 tentang Penerapan Hand

Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit didapatkan bahwa

pengamatan kepatuhan hand hygiene perawat ruang rawat inap rumah sakit masih

rendah (35%).. Tingkat pengetahuan perawat sebagian besar (64%) masih kurang.

Faktor potensial yang berhubungan dengan kepatuhan hand hygiene adalah

pengetahuan perawat yang kurang, tidak adanya pelaksanaan audit hand hygiene

secara berkala yang lebih diketahui perawat, dan tidak ada supervisi kepala ruang

terhadap pelaksanaan hand hygiene di ruang rawat inap rumah sakit. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan hand hygiene pada perawat secara

umum masih rendah terutama pada fase sebelum kontak maupun tindakan.

Kurangnya pengetahuan, dan penguat dalam bentuk pengingat, audit, mekanisme

reward punishment menjadi akar masalah rendahnya kepatuhan hand hygiene. Ini

memperlihatkan bahwa pada dasarnya budaya kerja yang berada di dalam suatu

rumah sakit masih kurang.

8
Dari hasil kajian diatas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul topic

literature reviewe tentang pengaruh Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

Hand Hygiene di ruang perawatan

2. Tujuan

Untuk mengetahui Tinjauan literature tentang Faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan Hand Hygiene di ruang perawatan

3. Outline

Didalam Literature review ini akan disertakan pembasan mengenai beberapa

topic tentang :

1. Konsep Budaya Kerja

2. Konsep pelaksanaan Hand Hygiene

3. Konsep faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan hand hygigne

4. Mereview beberapa jurnal tentang Faktor Budaya Kerja dapat

mempengaruhi pelaksanaan Hand Hygiene di ruang perawatan

9
B. METODE
1. Jenis Penelitian

Kajian dalam pencarian literature menggunakan tekhnik kajian

Litterature Review. Dimana Literature Review ini menggunakan beberapa

jurnal penelitian yang relevan dengan Faktor Budaya Kerja, Faktor Fasilitas

dapat mempengaruhi pelaksanaan Hand Hygiene di ruang perawatan yang

diakses dari basis data berbahasa Inggris dan Indonesia (Ebsco Host,

PubMed, Science Direct, Google Scholar, Proquest) yang diterbitkan dari

tahun 2015 sampai tahun 2020. Dengan menggunakan beberapa kata kunci,

diantaranya : Nurse Work Culture and availability of facilities and Hand

Hygiene, referensi yang didapatkan kemudian dilakukan Screening

berdasarkan Kriteria Inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan. Hal ini

penelaah yakini dapat menjawab pertanyaan klinis penelitian yang telah

dibuat.

Topik yang digunakan dalam pencarian Literatur Review dengan

menggunakan metode Framework PICO, dimana P adalah Populasi, I

adalah Intervensi, C adalah Komparasi, O adalah Outcame.

Dengan pendekatan Framework PICO maka dapat diambil

kesimpulan bahwa Populasi adalah Perawat / Petugas Kesehatan,

Intervensi Fasilitas dan Budaya kerja, Comparasi Faktor-faktor yang

berada di dalam Budaya Kerja dan Fasilitas Kerja, Outcame adalah

pelaksanaan hand hygiene.

10
2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Inklusi

Dalam kajian Reviewer ini, kriteria inklusi diantaranya : Primary Source

(RCT, Cohort Retrospective Study), Dengan kriteria :

- Perawat / Petugas kesehatan yang berada di rumah sakit

- Semua Literatur tentang Hand Hygiene

- Semua literature tentang budaya kerja

- Semua literature tentang ketersediaan sarana

b. Ekslusi

- Penelitian dibawah tahun 2015

3. Strategi Pencaraian literatur

Topik yang digunakan dalam pencarian Literatur Review dengan

menggunakan metode Framework PICOT, dimana P adalah Populasi,

I adalah Intervensi, C adalah Komparasi, O adalah Outcame dan T

adalah Time.Reviewer mencari literature di perpusnas, dimana journal

ataupun artikel tersebut sudah terhubung dengan 33 journal

internasional. Ataupun mencari satu persatu di Ebsco Host, PubMed,

Science Direct, Google Scholar, Proquest Adapaun jumlah hasil yang

didapatkan pada Perpusnas Science proquest berjumlah 1492. Adapun

journal yang terseleksi dalam kategori Framework PICO berjumlah 31

Journal internasional. Sedangkan hasil akhir yang memenuhi kriteria

11
inklusi berjumlah 7 journal Dimana Ebsco berjumlah 1 Journal,

Popmad 3 Journal, Sciendirect berjumlah 2 Jurnal dan Scholar

berjumlah 1 Journal dan Ebsco berjumlah 1 Journal

Alur Pencarian Literature

I
Penelusuan yang dilakukan melalui kata kunci Nurse
D
E Work Culture and availability of facilities and Hand
N Hygiene, diakses pada tanggal 22 Agustus 2020 pada
T dabase Perpusnas yang sudah terhubung dengan 33
I journal internasional (Prequest, Ebssco, Pomad,
F Scien direct, American Journal dll)
I
K
A Hasil didapat terdapat 1492 journal internasioanl
S
I
Screening yang sesuai dengan sampel peneliti
S berjumlah 31 journal internasional
C
R
E Inklusi studi dalam penelitian berjumlah 6 jurnal
E Ebsco berjumlah 1 Journal,
N Popmad 3 Journal,
I Scholar 1 Journal.
N Sciendirect berjumalh 2 journal
G

12
C. Hasil

Adapun tabel karakteristik dapat dilihat di bawah ini :

Tabel 1. Karakteristik Journal


No Jurnal Tahun n %
1 Ebsco 2019 1 14.3
2 Pubmed 2017, 2019, 3 42.8
2020
3 Google Scholars 2019 1 14.3
4 Sciendirect 2017, 2018 2 28.6
Total 7 100

Dari hasil tabel memperlihatkan bahwa jurnal publikasi tentang hand

hygiene terbanyak di publikasi oleh NCBI Pubmed, dengan jumlah 3 journal

(42.8%)

Adapun variabel yang mempengaruhi pelaksanaan Hand hygiene dapat

dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Variabel yang mempengaruhi pelaksanaan Hand Hygiene


No Jurnal Variabel Jenis Penelitian n %
1 Pubmed Fasilitas Observational 1 14.28
study with a
descriptive cross-
sectional design,
2 Pubmed Non Randomized 1 14.28
Fasilitas Interventional
Design
3 EbscoHost Fasilitas Cross sectional 1 14.28
study combined
with
observational
with a survey.
4 Pubmed Budaya Kerja Cross Sectional 1 14.28
Design
5 Sciencedirect Fasilitas A cross-sectional 1 14.28
factorial survey

13
research study
6 Sciencedirect Budaya Kerja A mixed methods 1 14.28
design employed
interviews with
Islamic scholars,
nurses, doctors
and allied health
professionals,
followed by
survey.
7 Google Scholars Budaya Kerja A Randomized 1 14.28
Clinical Trial
Total 7 100

Dari hasil tabel memperlihatkan bahwa Fasilitas/ketersediaan sarana

adalah masalah utama dalam seseorang melakukan cuci tangan, terbukti dari hasil

jurnal publikasi didapatkan bahwa fasilitas menjadi masalaha sebesar 57.12%.

14
15
Dari hasil didapatkan bahwa terdapat 7 jurnal internasional tentang faktor budaya kerja dan faktor fasilitas yang dapat

mempengaruhi pelaksnaan hand hygiene, adapun hasil tabel dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel. 3 . Kajian jurnal tentang faktor budaya kerja dan faktor fasilitas yang dapat mempengaruhi pelaksnaan hand hygiene
No Penulis, Tahun dan Tujuan Metode Sampel Hasil
Judul
1 Tania Solango Bosi de Untuk mengevaluasi D : Observational Sampel dalam Hasil menunjukkan ketersediaan
Souza Magnago, et al. infrastruktur rumah study with a penelitian ini adalah fasilitas penunjang untuk
2019. Infrastructure for sakit dan pengetahuan descriptive cross- 16 koordintor dari 18 mencuci tangan belum memadai,
hand hygiene in a pimpinan tentang sectional design. ruangan yang berada poster terkait untuk promosi
teaching hospital. struktur unit untuk di rumah sakit. kebiasaan mencuci tangan belum
Brazil promosi kepatuhan V : Dependen maksimal. Terdapat kesenjangan
mencuci tangan. (Kepatuhan Mencuci fasilitas yang tersedia untuk
tangan) Independen perawat dan pasien, fasilitas
(Ketersediaan penunjang yang tersedia untuk
infrastruktur) perawat sering mendapat
perhatian lebih, sementara
I : Lembar Checklist beberapa fasilitas penunjang
ketersediaan diruangan pasien dalam kondisi
Fasilitas. rusak.

A : - (Descriptive)
2 Amos Nyamadzawo, et Untuk menjelaskan D : Non Randomized 86 perawat yang Terdapat peningkatan terhadap
al. 2020. Effect of pengaruh dari Interventional bekerja dirumah sakit, kepatuhan perawat dalam
Using Portable alcohol- penggunaan Alcohol- Design dengan kelompok mencuci tangan sebelum dan
based handrub on based Handrub perlakuan adalah setelah intervensi, kejadian
nurses hand hygiene portabel, terhadap V : Dependen mereka yang diberi risiko perawat sebagai agen

16
compliance and nasal kepatuhan perawat (Kepatuhan mencuci intervensi penggunaan penular S. Aureus mengalami
carriage of dalam mencuci tangan Tangan) Independen Alcohol-based penurunan yang signifikan.
Staphylococcus aureus dan penyebaran (Penggunaan ABHP/ handrub portabel Disimpulkan dalam penelitian
in a low-income health terhadap S. Aureus Fasilitas Cuci (n=72) dan kelompok ini bahwa, ketersediaan fasilitas
settings. Japan tangan) kontrol menggunakan penunjuang, menjadi salah satu
fasilitas yang faktor pendukung kepatuhan
I : Penilian tingkat sebelumnya perawat melaksanakan cuci
kepatuhan dengan digunakan, yaitu tangan. Sedangkan risiko
lembar observasi. sabun cair dan air perawat menularkan atau
mengalir (n=14) membawa S. Aureus, menurun
A: dikaitkan dengan adanya
peningkatan kepatuhan perawat
untuk mencuci tangan.
3 Otman & Jonker. 2019. Untuk D : Cross sectional 299 sampel yang Hasil menunjukkan bahwa
Hand hygiene among mengidentifikasi study combined with terdiri dari perawat tingkat kepatuhan mencuci
hospital staff; a survey tingkat kepatuhan observational with a dan dokter tangan masih rendah, tingkat
of knowledge, attitude, dengan protokol cuci survey. kepatuhan perawat lebih baik
and practice in a tangan oleh tenaga dibandingkan tenaga kesehatan
general hospital in kesehatan termasuk V : Dependen lain, hasil analisa menunjukkan,
Syria. Qatar pengetahuan, sikap, (Kepatuhan Mencuci bahwa ada korelasi yang
fasilitas dan praktik tangan) Independen signifikan antara pengetahuan,
tenaga kesehatan (Ketersediaan sikap, dan fasilitas. Analisis
Fasilitas) multivariat menunjukkan bahwa
kepatuhan yang buruk secara
I : lembar observasi, statistik terkait secara signifikan
quesioner dengan jenis kelamin laki-laki
pengetahuan dan (63,5%), staf tidak terlatih
sikap. (58,5%) dan tidak tersedianya

17
tempat cuci tangan (60,4%).
A : Analisis
Multivariat
4. Laurence Bernard. Untuk D : Cross Sectional Total 4.431 responden Rerata kebiasaan mencuci
2017. An exploratory menggambarkan Design yang berasal dari tiga tangan diperoleh dalam rentang
study of safety culture, budaya keselamatan lokasi 2 lokasi di yang baik, dipengaruhi oleh
biological risk dan manajemen risiko V : Dependen Canada dan satu budaya kerja, manajemen kerja
management and hand biologis serta (Kebiasaan Mencuci lokasi di Eropa. Yang dan kepemimpinan organisasi
hygiene of healthcare kebiasaan mencuci Tangan) Independen terdiri atas, Dokter, yang baik.
professionals. tangan petugas (Budaya Kerja) Perawat, Petugas Lab,
kesehatan profesional, Direktur, Ahli Biologi
serta menunjukkan I : Lembar observasi dan petugas kesehatan
keterkaitan antara lain.
ketiga faktor. A : Analisis
Deskriptive dan
ANOVA
5. Sheryl L. Chatfild. Et al Untuk mengukur D : A cross-sectional 466 responden. Yang Dalam meningkatkan kepatuhan
2017. Acute care tingkat respon dan factorial survey merupakan perawat dalam mencuci tangan sebanyak
nurses’ responses and rekomendasi perawat research study terdaftar dirumah 466 responden paling banyak
recommendations for dalam meningkatkan sakit. menyebutkan bahwa, faktor
improvement of hand kepatuhan mencuci V : Dependen yang dapat mempengaruhi
hygiene compliance. tangan. (Kepatuhan Mencuci kepatuhan menurut mereka
tangan) Independen adalah : Tujuan yang jelas,
(Budaya Kerja dan Supervisi pimpinan, Pemantauan
Fasilitas) secara elektronik, dan
penghargaan. Sedangkan secara
I : Lembar Observasi terbuka mereka juga
Kepatuhan, Lembar menyebutkan bahwa

18
observasi Fasilitas, ketersediaan alat dan bahan
Quesioner. penunjang seperti Alkohol cuci
tangan sangat mempengaruhi.
A : multilevel or
nested regression
models.
6. Ng Wai Khuan, et al. Untuk melihat adanya D : A mixed methods 349 responden, yang Pengaruh dari agama dan
2018. The influence of pengaruh dari agama design employed terdiri dari perawat, keyakinan sangat penting untuk
religious and cultural dan keyakinan interviews with dokter dan tenaga menjadi salah satu faktor
beliefs on hand hygiene terhadap kebiasaan Islamic scholars, kesehatan terkait determinan dalam kepatuhan
behaviour in the United cuci tangan pada nurses, doctors and lainnya. perawat dalam mencuci tangan.
Arab Emirates. pekerja kesehatan dan allied health Hasil menunjukkan bahwa
ulama di UAE. professionals, agama dan keyakinan
followed by survey. mempengaruhi penggunaan
alkohol untuk mencuci tangan,
V : Dependen dan kebiasaan mencuci tangan.
(Kebiasaan mencuci
tangan) Independen
(budaya)

7 Yew Fong lee, et al. Untuk D : A Randomized Adapun sampel dalam Petugas kesehatan merasakan
2019 Hand hygiene – menggambarkan Clinical Trial penelitian ini adalah bahwa metode pemberian contoh
social network analysis pengaruh agen petugas kesehatan oleh rekan sejawat, dan gaya
of peer-identified and perubahan melalui V : Dependen yang berada di rumah kepemimpinan yang
management-selected rekan kerja (PICA) (Kepatuhan mencuci sakit perawatan tersier menerapkan kepemimpinan
change agents. dan Agen perubahan tangan) Independen di malaysia (n=111) otoriter Situasional memiliki
Australia yang berasal dari (Budaya kerja) (PICA : n=56) pengaruh dalam perubahan
tingkat manajemen (MSCA : n=55) perilaku kepatuhan terhadap

19
(MSCA) pada I : Quesioner kebiasaan mencuci tangan,
kebiasaan mencuci Kepuasan. Lembar namun mereka menganggap
tangan, persepsi Observasi tingkat kepemimpinan otoritatif sebagai
tentang gaya kepatuhan. gaya yang paling diinginkan
kepemimpinan mereka untuk perbaikan kepatuhan
oleh teman sebaya, A : Korelasi perawat dalam mencuci tangan.
dan peran budaya
organisasi dalam
proses promosi
kebiasaan mencuci
tangan.

20
Adapun dari hasil deskripsi tabel tinjauan literature didapatkan hasil

bahwa : Tania, et al. (2019) melakukan penelitian untuk melihat ketersediaan

fasilitas apakah sesuai dengan kebutuhan atau tidak, dan peran serta koordinator

dalam menyiapkan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan dalam mencuci tangan.

Hasil menunjukkan ketersediaan fasilitas penunjang untuk mencuci tangan belum

memadai, perawat menggunakan cairan pencuci tangan berbasis alkohol yang

diletakkan di troli dan ditempatkan di dinding, 93.8% botol akan langsung diisi

kembali dengan alkohol saat kosong. Sementara itu, perawat menggunakan

persediaan alkohol milik pribadi yang dapat disimpan di kantong. poster terkait

untuk promosi kebiasaan mencuci tangan belum maksimal, yang hanya

ditempatkan di tempat yang tidak terlalu strategis, dinding perawatan pasien tidak

ditunjang dengan informasi mengenai cuci tangan. Terdapat kesenjangan fasilitas

yang tersedia untuk perawat dan pasien, fasilitas penunjang yang tersedia untuk

perawat sering mendapat perhatian lebih, sementara beberapa fasilitas penunjang

diruangan pasien dalam kondisi rusak

Amos Nyamadzawo, et al. 2020 melakukan penelitian untuk mengukur

tingkat kepatuhan perawat sebelum dan sesudah diberikan intervensi, penelitian

ini menggunakan Alcohol-based handrub portabel sebagai fasilitas baru untuk

menunjang kepatuhan perawat dalam mencuci tangan, dalam penelitian lokasi

penelitian adalah rumah sakit dengan pendapatan yang rendah, menurutnya,

ketersediaan fasilitas penunjang untuk mencuci tangan kurang menunjang, kondisi

ini menguak fakta bahwa kebiasaan mencuci tangan mempengaruhi risiko perawat

membawa bakteri S. Aureus. Dalam penelitian mengenai tingkat pengetahuan

21
perawat tentang mencuci tangan, rerata perawat memiliki tingkat pengetahuan

yang baik mengenai konsep cuci tangan terstandar WHO yang sesuai dengan

panduan enam langkah mencuci tangan dan lima momen dalam mencuci tangan,

namun kepatuhan mencuci tangan tidak sebanding dengan pengetahuan yang

dimiliki, hal ini berkaitan dengan ketersedian fasilitas untuk memudahkan perawat

melakukan cuci tangan. Hal lain yang ditemukan adalah, sebelum intervensi,

kebiasaan mencuci tangan ‘setelah terkena cairan tubuh pasien’ (p=0.637) dan

‘sebelum tindakan aseptik’ (p=0.439) menunjukkan angka yang tinggi sebelum

intervensi dan sampai setelah intervensi. Hasil analisa statistik menunjukkan

Terdapat peningkatan terhadap kepatuhan perawat dalam mencuci tangan sebelum

dan setelah intervensi dari 48.9% menjadi 67.7% (p<0.001) terutama mencuci

tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. , kejadian risiko perawat

sebagai agen penular S. Aureus mengalami penurunan yang signifikan 30.6%

menjadi 21% (p<0.031). Disimpulkan dalam penelitian ini bahwa, ketersediaan

fasilitas penunjuang, menjadi salah satu faktor pendukung kepatuhan perawat

melaksanakan cuci tangan. Sedangkan risiko perawat menularkan atau membawa

S. Aureus, menurun dikaitkan dengan adanya peningkatan kepatuhan perawat

untuk mencuci tangan.

Otman & Jonker (2018) hasil observasi terhadap kepatuhan dalam lima

momen mencuci tangan 1) terdapat 28.5% petugas kesehatan melakukan hand

hygiene sebelum kontak dengan lingkungan sekitar, 2) Terdapat 36.6% petugas

kesehatan melakukan hand hygiene setelah kontak dengan lingkungan sekitar, 3)

Terdapat 20.2% petugas kesehatan melakukan hand hygiene sebelum kontak

22
dengan pasien, 4) terdapat 46.8% petugas kesehatan melakukan hand hygiene

setelah kontak dengan pasien 5) terdapat 73.4% petugas kesehatan melakukan

hand hygiene setelah terkena cairan tubuh pasien. Hasil kuesioner menunjukkan

bahwa ada korelasi yang signifikan antara pengetahuan, sikap, dan fasilitas,

namun disisi lain kepatuhan dilaporkan buruk. Analisis multivariat menunjukkan

bahwa kepatuhan yang buruk secara statistik terkait secara signifikan dengan

jenis kelamin laki-laki (63,5%), staf tidak terlatih (58,5%) dan tidak tersedianya

tempat cuci tangan (60,4%).

Laurence Bernard (2017) mengaitkan kebiasaan mencuci tangan dengan

budaya keselamatan dan manajemen resiko biologis. Dimana menurutnya,

kebiasaan mencuci tangan dapat dipengaruhi oleh hal ini. Hasil menunjukkan

rerata kebiasaan mencuci tangan ada di rentang 35-77%, Adapun perapan hand

hygiene yang tinggi berada di Lokasi ketiga yaitu di Kanadian Health Care

Center. Hal ini dipengaruhi oleh budaya keselamatan yang ditunjang dengan,

tindak lanjut manajemen dengan nilai p value 0.005, umpan balik saat terjadi

insiden dengan nilai p value 0.005, supervisi pimpinan dengan nilai p Value

0.001, unit budaya pembelajaran dengan nilai p Value 0.001, dukungan pimpinan

senior dan tingginya tingkat keselamatan pasien ditempat kerja dengan nilai p

Value 0.001

Sheryl L. Chatfild. Et all (2017) memandang bahwa tugas perawat yang

senantiasa menjadi subjek penelitian tentang infeksi, dikarenakan tugasnya yang

harus bersentuhan dengan pasien dan cairan tubuh pasien. Untuk itu, perawat

semestinya memahami hal apa yang dapat memotivasi mereka untuk patuh dalam

23
mencuci tangan. Serangkaian penelitian dilakukan guna merangkum pendapat dari

perawat tentang apa saja faktor yang mempengaruhi peningkatan kepatuhan dalam

mencuci tangan. Sebanyak 466 responden paling banyak menyebutkan bahwa,

faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan menurut mereka adalah : Tujuan yang

jelas, Supervisi pimpinan, Pemantauan secara elektronik, dan penghargaan.

Sedangkan secara terbuka mereka juga menyebutkan bahwa ketersediaan alat dan

bahan penunjang seperti Alkohol cuci tangan sangat mempengaruhi.

Ng Wai Khuan, et al (2018). Melihat bahwa dalam Theory Planned of

Behavior, tidak menyebutkan secara spesifik pengaruh dari agama dan keyakinan

budaya terhadap kebiasaan mencuci tangan, menjadi perdebatan adalah

penggunaan alkohol untuk mencuci tangan, yang sebagaian agama

memandangnya sebagai sebuah larangan, dan hasil penelitian menunjukkan,

agama dan keyakinan budaya. mempengaruhi kebiasaan dalam mencuci tangan.

Yew Fong lee, et al. (2019) dalam penelitian membandingkan keefektifan

dari dua model pendekatan. Petugas kesehatan merasakan bahwa metode

pemberian contoh oleh rekan sejawat, dan gaya kepemimpinan yang menerapkan

kepemimpinan otoriter Situasional Penelitian ini mnunjukkan bahwa kedua

pendekatan memiliki pengaruh terhadap peningkatan kepatuhan dalam mencuci

tangan masing-masing (PICA : 48% menjadi 66%, MSCA : 50% menjadi 65%),

namun mereka berpendapat bahwa kepemimpinan otoritatif sebagai gaya yang

paling diinginkan untuk perbaikan kepatuhan perawat dalam mencuci tangan.

Namun penerapan PICA dianggap efektif, karena metode MSCA belum bisa

24
sepenuhnya diterapkan, karena perbedaan model kepemimpinan dan budaya kerja

di masing-masing organisasi.

C. PEMBAHASAN

Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan untuk

menyatakan kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO, 2009). Salah satu

cara untuk mencegah kontaminasi silang dari mikroorganisme sehingga dapat

menurunkan dan mencegah insiden kejadian infeksi nosokomial yaitu hand

hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan atau disinfeksi tangan merupakan.

Salah satu cara terpenting dalam rangka pengontrolan infeksi agar dapat

mencegah infeksi nosokomial yaitu dengan cara melaksanakan hand hygiene, baik

melakukan cuci tangan ataupun handrubbing (Mani, dkk, 2010).

Dari hasil kajian literature yang ada, diketahui bahwa budaya kerja merupakan

satu faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam melakukakan

cuci tangan. Dalam kajian ini penelitian tentang pengaruh budaya kerja dibahas

dalam penelitian yang dilakukan oleh Whai Khuan, Ramon, et all. (2018) yang

memperlihatkan bahwa faktor budaya kerja dapat berpengaruh terhadap

penerapaan hand hygiene five moment. Dimana ketika budaya telah melekat pada

diri seseorang ataupun tim petugas keseahatan akan menyebabkan perilaku positif

seseorang dalam melakukan Hand hygiene.

Selain itu sikap seseorang dalam melakukan hand hygiene. Dalam jurnal ini

indikator budaya dalam hal ini dilihat dari pespektif agama yang memilki

keterkaitan dalam hal kebersihan diri, sehingga secara tidak lansung petugas

kesehatan yang berada di Uni Emirat Arab memiliki perilaku mensucikan diri

25
sebelum melakukan tindakan. Hal ini telah tertuang dalam agama. Prinsip seperti

ini yang memberikan pengaruh sangat besar bagi petugas kesehatan ketika budaya

religi sebelum melakukan tindakan harus mencuci tangan dapat memberikan efek

besar pada perilaku petugas kesehatan dalam pelaksanaan di tempat kerja dalam

hal ini rumah sakit.

Hal ini sesui dengan teori yang dikemukakan oleh triguno 2012 bahwa budaya

kerja adalah Suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai

yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam

kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari

sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang

terwujud sebagai `kerja' atau `bekerja’. Peneliti beranggapan bahwa pengaruh

budaya kerja berperan dalam mempengaruhi perilaku, dimana, ketika perilaku

mencuci tangan menjadi bagian dari budaya kerja, maka akan menjadi suatu

kebiasaan.

Hal lain yang membuat sesorang tidak patuh dalam mencuci tangan selain

faktor budaya kerja adalah Supervisi pimpinan, dimana supervisi ataupun

pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan adalah hal yang menjadi point

utama dalam menanamkan kepatuhan seseorang untuk patuh dalam melakukan

kegiataan sehari hari, Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Bernard et all 2017 serta Chatfield et all 2017 bahwa faktor yang mempengaruhi

seseorang melakukan cuci tangan adalah faktor supervise maupun tipe pemimpin

dalam meorganisasi timnya yang berada di dalam ruangan.

26
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nursalam (2014) Supervisi

penting dilakukan dalam kaitannya dengan kepatuhan karena menurut Nursalam

di rumah sakit yang melaksanakan supervisi adalah kepala ruangan. Kepala

ruangan merupakan salah satu pelaksana dari supervisi dan juga sebagai ujung

tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan pelayanan kesehatan dirumah sakit,

serta berperan dalam mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik

keperawatan diruang perawatan. Peneliti berasumsi, bahwa, supervisi yang

dilakukan pimpinan dapat memacu perawat untuk lebih patuh dalam melakukan

cuci tangan.

Hal lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam melakukan

cuci tangan adalah dengan adanya fasilitas yang mendukung dengan penerapan

Hand Hygiene itu sendiri. Dimana ketika seseorang akan melakukan cuci tangan

maka dibutuhkan alat mendukung seperti Wastafel cuci tangan, Air kran yang

mendukung, APD yang lengkap, Hundrub yang selalu terisi. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Tania, Juliana, et all (2019) yang memperlihatkan

bahwa faktor sarana dan prasarana dapat berpengaruh terhadap penerapaan dalam

hand hygiene five moment dimana semakin bagus ataupun memadai sarana yang

berada dalam rumah sakit maka akan menyebabkan perilaku seseorang dalam

melakukan Hand hygiene.

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa ketersediaan sarana dan

fasilitas merupakan salah satu faktor yang memungkinkan seseorang untuk

melakukan suatu perilaku tertentu. Selain itu, perilaku kepatuhan seseorang dalam

27
menerapkan suatu program / kegiatan dipengaruhi faktor seperti ketersediaan alat

pelindung diri. DeJoy (2015).

Hal ini pun ditunjang oleh penelitian yang dilakukan oleh Cornelis 2018

bahwa kepatuhan yang buruk bagi petugas kesehatan dalam melakukan cuci

tangan dengan tidak tersedianya tempat cuci tangan. Penulis berpendapat bahwa

seseorang akan melakukan suatu tindakan apabila memiliki fasilitas ataupun

sarana yang memadai, ketika fasilitas memadai maka perawat akan disiplin dalam

melakukan cuci tangan seperti adanya SOP dalam melakukan cuci tangan yang

baik dan benar, ataupun media poster tentang melakukan cuci tangan bagi

pengunjung maupun petugas kesehatan, ataupun tempat mencuci tangan seperti

Wastafel maupun Hundrub itu sendiri.

Hal yang sama di dapatkan oleh Sheryl L. Chatfild. Et al 2017 bahwa dari

hasil observasi didapatkan ketidak patuhan pelaksanaan kegiatan kebersihan

tangan disebabkan karena media yang digunakan kurang memadai seperti

campuran air pada sabun yang terlalu banyak, tisu yang jarang tersedia, antiseptik

berbasis alkohol murni tidak tersesida sehingga menimbulkan bau yang

menyengat dan terasa panas ditangan serta lengket

D. IMPLIKASI KEPERAWATAN

Hasil kajian ini dapat memberikan konstribusi yang sangat besar bagi perawat

itu sendiri terutama dalam lefel manager keperaawatan seperti kepala ruangan,

ataupun ketua tim agar dapat memberikan ataupun menganalisis faktor yang dapat

memberikan kepatuhan yang tinggi kepada perawat dalam melakukan cuci tangan.

28
Seperti selalu memonitoring cairan antiseptic di dalam ruangan ketika telah habis,

ataupun melakukan fungsi pengawasan dalam hal ini supervise kepala ruangan

setiap bulan tentang evaluasi pencapaian perawat dalam melakukan cuci tangan.

E. KESIMPULAN

Hasil analisis artikel ilmiah diatas menunjukan bahwa dari ke 7 journal

bahwa faktor budaya kerja, fasilitas kerja memiliki pengaruh terhadap

pelaksanaan cuci tangan terhadap petugas kesehatan dalam hal ini adalah perawat.

Adapun indikator budaya kerja dalam pelaksanaan Hand hygiene yaitu supervise

kepala ruangan, tipe kepemimpinan dari kepala ruangan itu sendiri. Fasilitas yang

dapat mempengaruhi seseorang melakukan cuci tangan adalah media poster,

ataupun pengelolaan cairan antiseptic yang selalu tersedia, adapun media lain

yang mempengaruhi adalah tersedianya wastafel yang lokasinya mudah

terjangkau dan tidak jauh dari pasien.

29
DAFTAR PUSTAKA

Amos Nyamadzawo, et al. 2020. Effect of Using Portable alcohol-based handrub


on nurses hand hygiene compliance and nasal carriage of Staphylococcus
aureus in a low-income health settings. Japan

Faizin, A., & Winarsih. (2008). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Lama Kerja
Perawat dengan Kinerja Perawat di RSU Pandan Arang Kabupaten
Boyolali. Berita Ilmu Keperawatan, 1(3), 137–142Gibson, J.L.,
Ivancevich J. M., Donnelly, J. H,. 2010. Organisasi, Perilaku, Struktur,
proses. (N. Ardiani, Penerjemah). Jakarta : Binarupa Aksara. (Buku Asli
dipublikasikan 2009).

Laurence Bernard. 2017. An exploratory study of safety culture, biological risk


management and hand hygiene of healthcare professionals

Ng Wai Khuan, et al. 2018. The influence of religious and cultural beliefs on hand
hygiene behaviour in the United Arab Emirates.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan; Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Otman & Jonker. 2019. Hand hygiene among hospital staff; a survey of
knowledge, attitude, and practice in a general hospital in Syria. Qatar

Ramadhan, N,1 (2017). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Caring Dengan


Perilaku Caring Perawat Pada Pasien. Skripsi Ilmu Keperawatan.
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/709/1/ISNAENI%20NUR
%20RAMADHAN%20NI M.%20A11300970.pdf.

Sharon Lea Kurtz. 2018. Introduction of New Theory for Hand Hygiene
Surveillance: Healthcare Environment Theory

Sheryl L. Chatfild. Et al 2017. Acute care nurses’ responses and


recommendations for improvement of hand hygiene compliance

Sihem ben fredj, et al. 2020. Multimodal intervention program to improve hand
hygiene compliance: effectiveness and challenges.

Tania Solango Bosi de Souza Magnago, et al. 2019. Infrastructure for hand
hygiene in a teaching hospital. Brazil

Yew Fong lee, et al. 2019 Hand hygiene – social network analysis of peer-
identified and management-selected change agents. Australia

30

Anda mungkin juga menyukai