Anda di halaman 1dari 78

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG KEWAJIBAN DAN HAK SUAMI

ISTERI YANG ENGGAN HIDUP SERUMAH (STUDI KASUS DI DESA


GERSEMPAL KECAMATAN OMBEN KABUPATEN SAMPANG)

SKRIPSI

Oleh
Achmad Mawardi
NIM. 20160702010009

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA
2021
ABSTRAK
Achmad Mawardi, 2021. Tinjauan Hukum Islam Tentang Kewajiban Dan Hak
Suami Isteri Yang Enggan Hidup Serumah (Studi Kasus Di Desa Gersempal
Kecamatan Omben Kabupaten Sampang), Skripsi, Program Studi Hukum
Keluarga Islam, Fakultas Syariah, IAIN Madura, Pembimbing: Dr. Erie
Hariyanto, S.H., M.H.
Kata kunci: Kewajiban, hak suami isteri, enggan hidup serumah

Kewajiban dan hak dalam berkeluarga merupakan sebuah tanggung jawab


yang harus dilaksanakan oleh pasangan suami isteri supaya tercipta sebuah
hubungan keluarga yang harmonis, serta tidak terjadi sebuah keretakan dalam
keluarga yang menyebabkan perceraian. Praktek t/menggan untuk hidup serumah
bagi pasangan suami isteri yang mempunyai masalah merupakan praktek yang
sudah dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Gersempal.
Kebiasaan masyarakat Desa Gersempal praktek seperti ini boleh dilakukan ketika
dalam pasangan tersebut mempunyai masalah, baik itu masalah dari segi
perekonomian yang tidak stabil atau tidak mempunyai pekerjaan (pemasukan)
sama sekali, seolah-oah praktek seperti ini sudah menjadi cara atau syarat
terhadap keutuhan dalam berumah tangga.
Berdasarkan hal tersebut, maka ada dua permasalahan yang menjadi kajian
pokok dalam penelitian ini, yaitu: pertama, Bagaimana praktek pemenuhan
kewajiban dan hak suami istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal
Kecamatan Omben Kabupaten Sampang. Kedua Bagaimana Pandangan hukum
islam tentang pemenuhan kewajiban dan hak suami istri yang enggan hidup
serumah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang. Penelitian
ini menggunakan metode pendekatan studi kasus dengan jenis penelitian normatif
kualitatif yang bersifat penelitian lapangan (field reserch). Teknik pengumpulan
data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Sumber data penelitian yang digunakan yaitu sumber data
primer dan sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, dalam pemenuhan
Kewajiban Dan Hak Suami Isteri Yang Enggan Hidup Serumah tidak seperti
penerapan sebagaimana yang sudah ditentukan dalam syariat islam pada
umumnya. Dimana dalam penerapan kwajiban dan hak bagi suami isteri di Desa
Gersempal tidak ada keharusan untuk memenuhi kewajiban dan hak bagi suami
isteri yang terhambat oleh masalah ekonomi, Kedua, maskipun praktek
tersebut secara pandangan hukum Islam tidak diatur secara jelas baik dalam
al-Qur’an maupun As-sunnah itu tetap dianjurkan dan dilaksanakan secara
turun temurun, Karena hal ini merupakan sebuah bentuk usaha yang dilakukan
oleh masyarakat supaya tidak terjadi keretakan dalam keluarga yang
menyebabkan perceraian.

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMAPUL...................................................................................…i
HALAMAN JUDUL.........................................................................................…i
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................…ii
ABSTRAK.........................................................................................................…i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................…i
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Judul Penelitian.......................................................................................…4
B. Konteks Penelitian..................................................................................…4
C. Fokus Penelitian....................................................................................…7
D. Tujuan Penelitian..................................................................................…7
E. Kegunaan Penelitian.............................................................................…7
F. Definisi Istilah.......................................................................................…8
BAB II KAJIAN PUSTAKA................................................................................9

A. Kajian Teoritik...........................................................................................…9
a.Definisi Perkawinan.............................................................................…9
b.Penegrtian Kewajiban Dan Hak Suami Isteri.........................................10
c.Hak Dan Kewajiban Isteri......................................................................12
d.Hak Dan Kewajiban Suami ...................................................................18
e.Kajian Penelitian Terdahulu...................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................26

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian.................................................................26


B. Kehadiran Peneliti.......................................................................................27
C. Lokasi Penelitian.........................................................................................27
D. Sumber Data................................................................................................28
E. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................29

ii
F. Teknik Analisis Data....................................................................................30
G. Pengecekan Keabsahan Data.......................................................................31
H. Tahap-Tahap Penelitian...............................................................................33
BAB IV PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Desa................................................................................................41
B. Paparan Data.............................................................................................41
C. Temuan Penelitian....................................................................................50
D. Pembahasan..............................................................................................53
BAB V PENUTUP...............................................................................................73
A. Kesimpulan..............................................................................................73
B. Saran.........................................................................................................74
DAFTAR RUJUKAN.........................................................................................75
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.........................................................76
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................77
RIWAYAT HIDUP............................................................................................78

iii
HALAMAN PENGESAHAN
Proposal Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang Kewajiban
Dan Hak Suami Isteri Yang Enggan Hidup Serumah (Studi Kasus Didesa
Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang)”, yang disusun Oleh
Achmad Mawardi, NIM: 20160702010009, telah diuji dan direvisi serta
dinyatakan layak untuk dilanjutkan penelitiannya menjadi Skripsi.

Pamekasan, 06 Mei 2021


Mengetahui,

Dosen Pembimbing Dosen penguji

Busahwi M.Pd.I
Dr. Erie Hariyanto S.H. M.H NIP. 2003038501
NIP. 197905302002121001

iv
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Manusia sebagai mahluk sosial, merupakan fitrah manusia untuk hidup

berkelompok, memiliki ketergantungan, dan saling membutuhkan orang lain.

Segala sesuatu didunia ini teercapai dengan pasangan masing-masing, laki-laki

berpasagan dengan perempuan, dan juga sebaliknya. Dengan dasar ini manusia

dapat hidup rukun dan damai. Hidup rukun dan damai ini dalam islam diatur

melalui ketentuan-ketentuan hukum tata cara hidup berumah tangga yang diikat

oleh tali pernikahan atau perkawinan.

Al-Quran menyatakan pernikahan atau perkawinan sangat dianjurkan

kepada hamba-Nya yang beriman dan telah memenuhi syarat untuk melaksanakan

perkawinan, dalam rangka untuk memperoleh ketenagan dan ketentraman,

terdapat dalam surat Al-Ruum (30):21

‫ومن أياته ان خلق لكم من انفسكم أزوجالتسكنوا أليهاوجعل بينكم مودةورمحة ان يف ذلك‬
‫آليت لقوم يتفكرون‬
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa
tentram kepadanya,dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”.1

Perkawinan juga merupakan suatu ibadah yang sangat mulia. Dengan


menikah seseorang akan mendapatkan pahala, serta dapat menjaga dirinya dari
hal-hal yang diharamkan, dan akan mendapatkan ketentraman dan kebahagian.
Maka tak heran jika Rasulallah SAW. Sangat menganjurkan kepada para remaja
yang cukup usia untuk menikah, sebab pada masa itu merupakan masa tumbuh

1
Depertemen Agama RI, Al-Quram dan terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 70.
2

dan suburnya dorongan seksual sebagai indikator pubertas. Seseorang


dikhawatirka akan menumpahkan hasrat biologisnya terhadap hal-hal yang
diharamkan. Mengenai hal itu nabi bersabda:

‫يامعشر الشباب من استطاع منكم البأة فليتزوج ومن مل يستطع فعليه بالصوم فانه له وجاء‬
Artinya: “Wahai para pemoda, barang siapa diantara kalian mampu untuk
menikah maka hendaklah ia menikah. Sebab menikah itu lebih dapat
menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Namun barang siapa tidak
mampu maka hendaklah ia berpuasa. Sebab puasa adala pemutus syahwat”.
(HR. Imam Bukhari).2

Pernikahan adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau

embiro bangunan masyarakat yang sempurna, pernikahan itu bukan saja

merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga

dan keturunan, tetapi juga dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan

antara suatu kaum dan kaum lain dan perkenalan itu akan menjadi jalan interalasi

antara satu kaum dengan yang lain. Pernikahan juga merupakan suatu perjanjian

antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh kehidupan rumah tangga. sejak

mangadakan perjanjian melalui akad, kedua belah pihak telah terikat, dan sejak

itulah mereka mempunyai kewajiban dan hak, yang tidak mereka miliki

sebelumnya.3

Meskipun demikian hal tersebut masih tidak dipatuhi oleh sebagian warga

yang terdapat di di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang.

Sebagaimana dalam pra penelitian yang saya lakukan terdapat suatu Permasalahan

mengenai mengenai praktek pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri yang

enggan hidup serumah, dan dari hasil wawancara yang saya lakukan kepada

Bapak fahruddin selaku warga di di Desa Gersempal Kecamatan Omben

2
Muslim Bin Al-Hallaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-jami’ Al-sahih juz 2, (Bairut: Dar Al-Ihya’
Turast Al-Araby, 2007), hlm, 128.
3
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), hlm. 11.
3

Kabupaten Sampang yang enggan hidup serumah dengan isterinya, ketika saya

bertanya kepada beliau: Bagaimana pendapat bapak tentang kewajiban dan hak

suami isteri setelah bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan

isterinya?. Beliau menuturkan bahwa setiap seseorang setelah melakukan akad

dalam perkaperkawinan mereka mempunyai tanggung jawab yang harus dipenuhi,

akan tetapi bagi mereka yang tidak mampu menafkahi atau mempuyai masalah

dengan keluarga maka mereka berhak untuk tidak serumah dengannya.4

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Apa akibat atau alasan warga desa

gersempal khususnya bapak selaku suami yang enggan hidup serumah?. Dengan

tegas beliau menjawab, kalok itu saya ikut sesepuh kami mas, dimana alasan

sesepuh kami mereka berhak untuk tidak serumah agar dalam keluarga teresebut

tidak terus menerus berada dalam masalah suapaya menenangkan fikiran terlebih

dahulu. Jadi bagi mereka yang mempunyai masalah dan memutuskan untuk tidak

serumah dengan keluarganya, insya Allah beberapa hari atau beberapa bulan

kedepan akan tercipta hubungan keluarga yang harmonis lagi, dan kebiasaan ini

terbukti dn sudah banyak dilakukan oleh warga desa gersempal sejak dahulu

sampai sekarang. ucap bapak fahruddin tersebut.

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: untuk anda sediri

bagaimana proses terjadinya pernikahan bapak dan apa permasalahannya sehinnga

bapak enggan hidup serumah dengan iserinya?. Lalu beliau tersenyum dan

mengatakan, saya menikah karena Tangkepen mas, dan untuk permasalahannya

karena faktor ekonomi saya yang tidak cukup untuk menafkahi isteri saya, dimana

4
Wawancara Pendahuluan Dengan Bapak Fahruddin, Di Di Desa Gersempal Kecamatan Omben
Kabupaten Sampang, Hari Selasa, Jam 13 Wib Tanggal 19-Maret-2019
4

pada saat itu saya masih bellum punya pekerjaan jadi saya memutuskan untuk

sementara waktu untuk tidak tinggal bersamanya.

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Terus sejak kapan dan sampai

berapa hari bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

Beliau mengatakan, saya tidak tinggal serumah dengan isteri saya setelah 3

minggu dari pernikahan, dimana pada waktu itu saya tidak punya pekerjaan

sehingga tidak bisa menafkahi isteri saya, Karena begini mas, didaerah isteri saya

itu jika sisuami tidak mempunyai pekerjaan maka selalu menjadi pembicaraan

atau dikucilkan oleh keluarga-keluarga lain oleh kerena itu saya memutuskan

untuk tidak serumah dengan isteri untuk sementara waktu. Dan saya kembali

hidup bersama dengan isteri saya kurang lebi 2 bulan setelah saya memutuskan

untuk tidak serumah dengannya.

Melihat keadaan di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten

Sampang tersebut sebagaimana dalam pra penelitian yang saya lakukan terdapat

suatu permasalahan mengenai pemenuhan kewajiaban dan hak dalam menjalin

hubungan susami istri, dimana dari salah satu pasangan tersebut ada yang enggan

hidup serumah. pasangan suami isteri tersebut enggan hidup serumah dikarenakan

faktor perekonomian, sehingga mereka sebagai pasangan suami isteri tidak ada

yang saling memenuhi kewajiban dan haknya masing-masing.

Berdasarkan fakta yang ditemui di Desa Gersempal dalam pemenuhan

kewajiban dan hak dalam berkeluarga masih belum bisa melaksanakan, yakni;

suami tidak melaksanakan kewajiban terhadap istrinya, dan tidak memenuhi hak-

hak istrinya, dan begitupun sebaliknya, istri juga tidak melaksanakan kewajiban

terhadap suaminya dan tidak memenuhi hak-hak suaminya. di Desa Gersempal


5

ada empat kartu keluarga (KK) yang tidak melaksanakan atau memenuhi

kewajjiban dan hak didalam berkeluarga.

Melihat kenyataan tersebut, penulis tertarik ingin meneliti mengenai

kehidupan keluarga yang sama-sama tidak melaksankan kewajiban dan tidak

memenuhi haknya, maka dari itu karna latar belakang diatas, penulis memilih

judul tentang “Tinjauan hukum islam tentang kewajiban dan hak suami istri

yang enggan hidup serumah” (Studi Kasus Di Desa Gersempal Kecamatan

Omben Kabupaten Sampang).

B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana praktek pemenuhan kewajiban dan hak sumi istri yang enggan

hidup serumah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten

Sampang?

2. Bagaimana Pandangan hukum islam tentang pemenuhan kewajiban dan hak

suami istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal Kecamatan

Omben Kabupaten Sampang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui praktek pemenuhan kewajiban dan hak sumi istri yang

enggan hidup serumah di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten

Sampang.

2. Untuk Mengetahui Pandangan hukum islam tentang kewajiban dan hak

suami istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal Kecamatan

Omben Kabupaten Sampang.


6

D. Manfaat Penelitian

Bagian ini menjelaskan tentang pentingnya sebuah penelitian, baik

kegunaan ilmiah maupun kegunaan sosial. Kegunaan ilmiah pada pengembangan

ilmu pengetahuan, sedangkan kegunaan sosial diarahkan sebagai suatu usaha dan

tahapan dalam memecahkan masalah sosial.5 Penelitian kali ini diharapkan dapat

memberikan nilai guna bagi:

1. Peneliti

Hasil penelitian ini akan menjadi pengalaman bagi peneliti yang akan

memperluas gagasan dan pengetahuan pemikiran. Hal ini khususnya tentang

hal yang menyangkut dengan penelitian ini sehingga nantinya dapat

menerapkan ilmu yang di dapat baik selama melakukan proses penelitian

ataupun selama perkuliahan.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini akan memberikan suatu kontribusi dalam upaya

meningkatkan pengertian dan pemahaman masyarakat mengenai kewajiban

dan hak suami isteri yang enggan hidup serumah khususnya yang terjadi didesa

gersempal Kac. Omben Kab. Sampang

3. IAIN Madura

Penelitian ini untuk dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan IAIN

Madura agar dapat dijadikan sebagai penambah pembendaharaan tulisan karya

ilmiah serta dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa

dalam penulisan karya ilmiah dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini.

5
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah(Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2012), hlm. 19.
7

E. Definisi Operasional

Terdapat beberapa istilah pada proposal ini yang perlu dijelaskan agar

terdapat kesamaan penafsiran dan meghindari kekaburan makna, sehingga tercipta

pemahaman yang sama antara pembaca dan peneliti. Adapun istilah-istilah

tersebut adalah:

1. Hak dalam perkawinan adalah sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap

orang yang telah melakukan akad untuk menjalin hubungan suami isteri.

2. Kewajiban dalam perkawinan adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh

pasangan suami isteri dengan rasa penuh tanggung jawab agar mendapatkan

haknya, atau sebaliknya, suami isteri harus melakukan kewajiban karena

menadapatkan haknya.

3. Suami adalah salah seseorang pelaku dalam pernikahan yang berjenis

kelamin pria yang berikrar, berucap janji untuk memper isteri wanitanya.

4. Isteri adalah salah seseorang pelaku dalam pernikahan yang berjenis

kelamin wanita yang menjadi pendamping bagi suami dalam menjalankan

kehidupan berumah tangga.

5. Enggan Serumah ini adalah pasangan yang tidak mempunyai keinginan

untuk hidup bersama dalam satu tempat tinggal (enggan hidup serumah)

dalam hal ini terjadi di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten

Sampang dimana kewajiaban dan hak suami isteri tidak terlakasana karena

faktor ekonomi yang tidak mencukupi.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang saya lakukan berjudul “Tinjauan Hukum Islam Tentang

Kewajiban Dan Hak Suami Isteri Yang Enggan Hidup Serumah (Studi Kasus
8

Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang)” penelitian ini

tentunya tidak akan lepas dari berbagai penelitian dari berbagai penelitian

trdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan referensi.

Pertama skripsi Fatahillah habbyy6 mahasiswa fakultas syariah dan

hukum jurusan Ahwal Al-syakhsiyah yang berjudul “Tinjauan hukum islam

tentang perkawinan yang tidak bertanggung jawab antara pasangan suami

isteri yang sah (studi kasus di desa kalisari natar lampung selatan)” yang

ditulis pada tahun 2018, dalam sekeripsi tersebut dijelaskan mengenai

perkawinan yang sah akan tetapi tidak ada tanggung jawab dari pihak suami,

seperti halnya tidak menafkahi isteri atau anak-anaknya. Sementara dalam

penelitian yang peneliti kaji lebih memfokuskan pada praktek dalam cara

melaksanakan tanggung jawab sebagai suami isteri yang enggan hidup

serumah.

Persamaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada sangat pentingnya

pemenuhan rasa tanggung jawab suami isteri dalam membangun rumah tangga

yang rukun dan sakinah mawaddah warohmah. sedangkan perbedaan penelitian

ini dengan penelitian penulis yaitu pada praktek pemenuhan hak dan kewajiban

suami isteri yang enggan hidup serumah, sedangkan pada penelitian ini terletak

pada tidak terpenuhinya hak dan kewajiban atau tidak ada rasa tanggung jawab

dalam keluarga.

6
Fatahilah Habibi Tinjauan hukum islam tentang perkawinan yang tidak bertanggung jawab
antara pasangan suami isteri yang sah (studi kasus di desa kalisari natar lampung
selatan),Lampung, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung,
2018
9

Kedua Skeripsi Siti nur anisah7 mahasiswa fakultas syari’ah yang

berjudul “hak dan kewajiban serta relasi suami isteri keluarga hasil

perjodohan perspektif gender)”, yang ditulis pada tahun 2020, dalam sekeripsi

tersebut dijelaskan mengenai hak dan kewajiban suami isteri dalam keluarga

hasil perjodohan. Sementara dalam penelitian yang peneliti kaji lebih

memfokuskan pada praktek dan pandangan hukum islam tentang hak dan

kewajiban suami isteri yang enggan hidup serumah.

Persamaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada pemenuhan rasa

tanggung jawab suami isteri dalam membangun rumah tangga, selain itu

persamaan skripsi di atas dengan penelitian yang akan diteliti penulis, bahwa

sangat pentingnya dalam pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri dalam

membangun rumah tangga. sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian

penulis yaitu pada praktek pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri dalam

pandangan hukum islam, sedangkan pada penelitian ini lebih fokus pada

perspektif gendernya tidak pada penerapannya.

BAB II
7
Muhammad fahrudin “keseimbangan hak dan kewajiban suami isteri menurut pemikiran imam
al-nawawi dalam membentuk keluarga sakinah persepektik bimbingan konseling keluarga,
Fakultas Dakwah, Institut Islam Negeri Walisongo Semarang, 2007
10

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritik

1. Definisi Perkawinan

Perkawinan adalah sebuah akad yang menghalalkan pergaulan dan

membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

yang bukan mahram.8 Pernikahan juga merupakan suatu ibadah yang dianggap

luhur, sakral, mengikuti sunah rasul dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan,

rasa tanggung jawab serta mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus

diindahkan.9

Setelah terjadinya ikatan pernikahan yang sah, kedua belah pihak baik laki-

laki maupun perempuan menjadi sebuah kesatuan, mereka hidup bersama, saling

mendukung, bahkan diperbolehkan melakukan sesuatu yang awalnya dilarang

oleh agama (jika belum menikah) maka setelah menikah hal terssebut justru

menjadi halal bahkan dikatagorikan sebagai ibadah.10

Ikatan pernikahan juga melahirkan hak-hak baru bagi kedua belah pihak

yang sebelumnya tidak ada, hak dan kewajiban te.rsebut bertujuan merumuskan

keluarga bahagia, tanpa adanya subordinasi, marginalisasi ataupun pemiskinan

terhadap hak dan kewajiban salah satu pihak baik suami maupun isteri.

Kewajiban-kewajiban baru tersebut diantaranya kewajiban seorang suami untuk

memberikan nafkah kepada isterinya, dan kewajiban isteri untuk taat pada

suaminya.11

8
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001), hlm. 9
9
Jurnal Living Hadis, Vol. 2 Nomor 1, Mei, 2017; p-ISSN: 2528-756; e-ISSN: 2548-4761, hlm. 6
10
Nurul Afifah, Hak Suami Isteri Perspektif Hadis, jurnal living hadis, vol. 2, No, 1, 2017, hlm.8
11
Subaidi, Konsep Nafkah Menurut Hukum Perkawinan Islam, jurnal studi hukum islam, vol. 1,
No, 2, 2014, hlm. 158
11

2. Pengertian Kewajiban dan Hak Suami Istri

Hak adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, kata hak

berasal dari bahsa arab haqqun yang memiliki berbagai makna, diantaranya hak

yang berarti ketetapan atau kewajiban, hal ini sesuai dengan firman Allah swt

dalam Q.S. al-anfal: 8

‫ليحق احلق و يبطل الباطل و لو كره اجملرمون‬


Artinya: “Agar allah menetapkan yang hak (islam) dan membatalkan yang
batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak
menyukai.”12

Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang mesti dilakukan seseorang

terhadap orang lain. Dalam hubungan susami istri dalam rumah tangga suami

mempunyai hak dan begitupula istri juga mempunyai hak, kewajiban timbul

karena hak yang melekat pada subyek hukum.13

Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga suami memiliki hak begitu

pula istri juga memiliki hak, dibalik itu suami memilliki beberapa kewajiban

begitupula istri juga memiliki beberapa kewajiban, adanya hak dan kewajiban

suami istri dalam kehidupan rumah tangga dapat dilihat dalam beberapa ayat

dalam Al-Quran, terdapat dalam potongan surat Al-Baqarah (2): 228.

‫وهلن مثل الذي عليهن باملعروف وللرجال عليهن درجة و اهلل عزيز حكيم‬
Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah maha
perkasa lagi maha bijaksana”.

Terkait hak dan kewajiban suami istri terdapat dua hak, yaitu kewajiban

yang bersifat materil dan kewajiban yang bersifat immaterial. Bersifat materil

12
Depertemen Agama RI, hlm. 787
13
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan, Islam Diindonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007),
hlm. 159
12

berarti kewajiban zahir atau yang merupakan harta benda. Sedangkan kewajiban

yang bersifat immaterial adalah kewajiban batin seseorang suami terhadap istri.14

Pemenuhan kewajiban dan hak secara proporsional merupakan pokok

keberlangsungan perkawinan, karna dengan hal ini terciptalah keharmonisan

dalam melangkah bersama. Maka dari itu kedua belah pihak harus selalu sadar

posisi. Sehingga tidak terjadi tumpang tindih atas apa yang seharusnya

dilaksanakan bersama.

3. Hak dan Kewajiban Istri


Menjadi seorang istri yang berhasil, harus mampu merebut hati suaminya

dan menjadi sumber kesenangan baginya. Istri juga harus mendorong suaminya

untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan menghindarkannya dari

perbuatan dosa. Sikap yang baik dan menyenangkan merupakan sesuatu yang

penting dikalangan semua orang pada umumnya dan dikalangan pasangan suami

istri khusunya kerena pasangan harus hidup bersama dan membangun kehidupan

yang saling berhubungan.15

Dalam Islam, mengurus suami mempunyai posisi yang penting. Hal ini telah

disejajarkan dengan jihad atau perang suci di jalan Allah. Imam Ali a.s

menyatakan bahwa “Jihad seorang istri adalah mengurus suaminya dengan baik.

Sayed Sabiq berpendapat bahwa perempuan salehah merupakan istri yang menjadi

perhiasan yang baik, subur dan melahirkan anak. Dapat dikatakan perempuan

yang salehah adalah orang yang mampu melaksanakan agama dan berpegang

teguh dengan perinsip-perinsip agama islam.16

Allah swt. telah menciptakan perempuan untuk mengandung, melahirkan,

14
Mahmudah, Keluarga Muslim (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), hlm.223.
15
Wawan Susetya, Merajut Cinta Benang Pernikahan, (Tulung Agung, Republika, 2007) hlm. 7.
16
Ibid, hlm. 15-16.
13

mendidik, dan memperhatikan anak-anaknya. Lebih dari itu, perempuan memiliki

kelebihan kasih sayang. Oleh karena itu, kasih sayang perempuan lebih besar dan

lebih kuat daripada kasih sayang laki-laki. Sebagaimana pula ketetapan

perempuan dalam rumah untuk melaksanakan tugas-tugas rumah dan sedikit

bergaul dengan masyarakat. Allah menjadikan kecakapan dan ketrampilan hidup

wanita lebih minim dibandingkan dengan ketrampilan laki-laki.17 Adapun hak-hak

istri terhadap suami antara lain:

1) Menafkahi istrinya yaitu memberi makan minum, tempat tinggal menurut cara

yang baik.

2) Memberinya kenikmatan yaitu suami wajib menggauli istrinya meski cuma

sekali dalam setiap empat bulan. Jika ia tidak mampu memberikan layanan

yang memadai baginya.

3) Menginap di rumahnya semalam dalam setiap empat malam bagi suami yang

berhalangan menginap dirumahnya setiap malam dan ini juga merupakan

keputusan pada zaman pemerintahan Umar bin Khatab r.a.

4) Suami disunahkan untuk mengijinkan istrinya menjenguk saudaranya

(mahrom) yang lagi sakit atau mahrom yang meninggal dunia atau juga

mengunjungi sanak kerabatnya, jika tidak memberatkan suaminya.

5) Istri berhak mendapatkan jatah yang adil dari suaminya, jika suaminya itu

beristri lebih dari satu.18

Sedangkan kewajiban istri terhadap suami yaitu: Antara lain:

1. Taat kepada suami

Ketaatan kepada suami adalah suatu kewajiban, karena itu Allah SWT. Berfirman
17
Abdul Aziz Muhammad Azam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarata:
Amzah, 2014), hlm. 222.
18
Ibid. hlm. 223
14

dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat, 34

‫فإن أطعنكم فالتبغوعليهن سبيال إن اهلل كان عليا كبريا‬


Artinya: “Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.”19

Dalam bentuk ketaatan kepada suami yang akan mendatangkan kebahagiaan

dan agar hubungan tetap harmonis adalah meminta izin, maksudnya yaitu

seorang istri tidak boleh keluar dari rumah kecuali setelah memperoleh izin

dari suami, karena dalam hal ini ada penghormatan kepadanya dan iffah

(menjaga kehormatan diri).20

Berpuasa juga harus memperoleh izin dari suami terlebih dahulu, maksudnya

puasa di sini yaitu puasa sunnah, bukan puasa wajib. Ketaatan kepada suami

adalah wajib dan terkadang suami butuh bersenda gurau atau berhubungan intim

secara spontan. Sedangkan istri yang berpuasa sehari atau dua hari, dan istri yakin

bahwa suaminya bepergian jauh karena urusan pekerjaan selama seminggu atau

sebulan misalnya, maka istri tidak harus meminta izin, karena suaminya tidak ada

bersamanya. Rasulullah Bersabda:

‫ال تصوم املرءةوبعلهاشاهداالبإدنه‬


Artinya: “Seorang istri tidak boleh berpuasa ketika suaminya berada di
sisinya, kecuali dengan izinnya.”21

Kewajiban untuk taat kepada suami hanya dalam hal-hal yang dibenarkan

agama, bukan dalam hal kemaksiatan kepada Allah SWT. Jika suami

memerintahkan istri untuk berbuat maksiat, maka ia harus menolaknya.22 Dalam


19
Depertemen Agama RI, hlm 65.
20
Yusuf Abu Hajjaj, Menjadi Istri yang Sukses dan Dicintai, (Jakarta: Prenada Media, 2007),hlm
207.
21
Mohammad Ali As-Shabuni, Syarhul Muyassar, Sohih Bukhori (Bairut: Maktabah Ashriyah,
2016). hlm 30.
22
Tihami dan Sohari Sahrani, fiqh munakahat, kajian fiqh nikah lengkap, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, persada, 2009) hlm. 159.
15

al-Quran, Allah SWT menjelaskan bahwa istri harus bisa menjaga dirinya, baik

ketika berada di depan maupun di belakang suaminya, dan ini merupakan salah

satu ciri istri yang salehah. Firman Allah SWT. dalam Al-Quran surat An-Nisa

ayat, 34

‫فاالصلحت قنتات حفظات للغيب مبا حفظ اهلل‬


Artinya: “Sebab itu perempuan yang salehah, ialah yang taat kepada Allah
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara”.23

Dalam ayat tersebut adalah istri dapat menjaga dirinya ketika suami

tidak ada dan tidak berbuat khianat kepada suami, baik mengenai diri maupun

harta bendanya. Hal Ini merupakan kewajiban tertinggi bagi seorang istri terhadap

suami24

2. Tidak Durhaka kepada Suami

Rasulullah SAW. menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang

memasukkan wanita ke dalam neraka adalah kedurhakaannya kepada suami

dan tidak syukur kepada kebaikan suami. Dari Ibnu Abbas r.a bahwa

Rasulullah bersabda: “Aku melihat dalam neraka, sesungguhnya mayoritas

penghuni neraka adalah kaum wanita, karena mereka menentang perintah

suaminya.”25

Rasulullah telah memberi peringatan kepada kaum wanita yang menyalahi

kepada suaminya, dalam sabdanya yaitu:

‫إددعا الرجل إمرءته إالفرشه فأبت فبات غضبان عليه لعنتها املالئكة حىت تصبح‬
Artinya: “Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidurnya, tetapi
ia tidak mau datang, suami semalaman murka atasnya, maka malaikat
melaknat kepadanya sampai pagi.” 26

23
Depertemen Agama RI, hlm 65.
24
Tihami dan Sohari Sahrani, hlm.160.
25
Sayyed Hawwas, hlm. 224.
16

3. Memelihara kehormatan dan harta suami

Keinginan untuk dihormati adalah sesuatu yang wajar, menghormati dan

menghargai suami tidak akan membuat istri rendah, tetapi ini akan

memberikan tenaga dan dorongan untuk berjuang demi mencapai kehidupan yang

lebih baik.27

Ketika suami berbicara, istri tidak boleh memotongnya. Apabila berbicara

kepadanya harus dengan sopan. Saat suami mengetuk pintu, istri harus berusaha

untuk membukakannya dengan tersenyum dan wajah yang gembira. Berhati-hati

agar tidak menghinanya, jangan menyalahinya, jangan mengabaikannya, dan

jangan memanggilnya dengan julukan yang tidak baik.28

Di antara hak suami kepada istri adalah tidak memasukkan seseorang

ke dalam rumahnya melainkan dengan izinnya, kesenangannya mengikuti

kesenangan suami. Jika suami membenci seseorang karena kebenaran atau

karena perintah syara’ maka istri wajib mengikutinya.29

4. Berhias untuk suami

Seorang istri salihah yang mencintai suaminya akan berusaha merawat

kecantikannya untuk menyejukkan pandangan mata suami, sehingga tidak

memandang wanita yang bukan haknya. Istri berhias ketika di rumah, dan tidak

melakukannya ketika keluar rumah. Di saat seorang istri berada disampingnya

suami, istri bisa memakai parfum yang mengharumkan penciuman suami. 30

Faktor yang membuatnya lebih cantik ialah perhiasan, pakaian yang

26
Imam Ibn Al-Jauzi, Sohih Bukhori Ma-a Kasyfil Miskil Juz 4 (Lebanon Dar Al-Kotob Al-
Ilmiyah 2005). hlm 116.
27
Ibrahim Amini, Bimbingan untuk Kehidupan Suami Istri, (Bandung: Al-Bayan, 1997) hlm. 24
28
Ibid, hlm. 25.
29
Sayyed Hawwas, hlm. 225.
30
M. Ffauzil adzim, kado pernikahan untuk istriku, (yogyakarta: mitra pustaka, 1998), hlm. 327
17

beraneka ragam, wajah yang dirias dan sesuai dengan keinginan suami. Jangan

sampai suami melihat atau merasakan sesuatu yang tidak disukainya, seperti

kotoran, bau yang tidak sedap, maupun suatu kelalaian di luar pengetahuannya.31

Sekalipun bersolek itu sesungguhnya lebih merupakan kebutuhan bagi

wanita, akan tetapi tidak boleh berlebihan dan jangan dijadikan sebagai alat

untuk kepentingan tertentu, merasa diri lebih pandai dari suaminya.

Sesungguhnya kesederhanaan dan ketulusan lebih merupakan suatu kebaikan. 32

Dan berhias bagi seorang istri untuk suaminya juga termasuk perbuatan yang

mempunnyai nilai ibadah. Demikian juga bagi suami, sunnah berhias bagi istrinya

sekalipun ada perbedaan antara berhias bagi laki-laki dan berhias bagi wanita.33

5. Menjadi patner suami

Allah telah mewajibkan suami bertempat tinggal bersama istri secara

syar’i di tempat yang layak bagi sesamanya dan sesuai dengan kondisi ekonomi

suami, dan istri wajib menyertainya di tempat tinggal tersebut. 34 Jika tidak ada

tempat tinggal secara syar’i misalnya tempat tinggal yang tidak layak bagi istri

dan tidak mungkin terpenuhi hak-hak yang dimaksud dari pernikahan seperti

yang lain sehingga mencegah terwujudnya pergaulan pernikahan, atau tempat

tinggal kosong, tidak dilengkapi alat-alat rumah tangga, atau dikhawatirkan

keamanan jiwa dan hartanya, atau tetangga yang tidak baik dan tidak mungkin

berdamai. Jika dalam kondisi tersebut, maka istri tidak wajib menetap di dalam

tempat tinggal.35 Suami boleh pindah tempat tinggal bersama istrinya ke mana

pun yang dikehendaki selama tidak bermaksud menyakiti istri. Sebagaimana

31
Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado Perkawinan, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008) hlm.122.
32
Ibd. Hlm 122-1123
33
M. Ffauzil adzim, kado pernikahan untuk istriku, hlm.328
34
Sayyed Hawwas, hlm. 229
35
Ibid, hlm. 230
18

firman Allah dalam Al-Quran surat At-Talak ayat: 6

‫اسكنو هن من حيث سكنتم من وجدكم والتضآروهن لتضيقو عليهن‬


Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka.36

Istri wajib mengikuti kepergian suami selama terdapat maslahat dan suami

akan membuktikannya di daerah atau negeri yang dituju sebagaimana di

negeri sendiri. Jalannya juga aman, baik terhadap jiwa, harta, dan kehormatan,

kecuali jika istri mempersyaratkan pada saat akad agar suami tidak membawa

pindah.37

4. Hak Dan Kewajiban Suami

Pernikahan merupakn tiang keluarga yang teguh dan kokoh. Di

dalamnya terdapat hak-hak dan kewajiban yang sakral dan religius. Seseorang

akan merasa adanya tali ikatan suci yang membuat tinggi sifat kemanusiaannya,

yaitu ikatan ruhani dan jiwa yang membuat ketinggian derajat manusia dan

menjadi mulia daripada tingkat kebinatangan yang hanya menjalin cinta sahwat

antara jantan dan betina. Bahkan hubungan pasangan suami istri sesungguhnya

adalah ketenangan jiwa, kasih sayang, dan cinta.38

Islam mewajibkan seorang suami untuk memberikan hak-haknya terhadap

istrinya. Suami harus menghormati keinginan istri, mewujudkan kehidupan yang

tenang dan nikmat sebagaimana yang diinginkan. Istri juga harus menghormati

suaminya, menggantikan suami dalam usaha dan pemberiannya, membantu

suaminya dari berbagai kesusahan dan kekacauan. Istri juga tidak boleh

36
Tim penerjamah Dapertemen agama RI, hlm. 207
37
Sayyed Hawwas,hlm. 230
38
Ibid, hlm. 40
19

menentang ucapan suaminya dan merendahkannya.39

Adapun hak-hak suami terhadap istri yaitu:

1. Ditaati istrinya dalam kebaikan. Istrinya wajib mentaati dalam hal

yangbukan maksiat kepada Allah dan dalam kebaikan. Istri tidak wajib

mentaati suaminya dalam hati yang tidak sanggup dikerjakannya atau hal-

hal yang menyusahkannya.

2. Istri wajib menjaga harta suam inya, wajib menjaga kehormatannta dan tidak

boleh keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya.

3. Istri wajib menyerahkan dirinya kepada suaminya, kapan saja suaminya

ingin menggaulinya. Karena menggauli merupakan salah satu haknya.

4. Istri wajib berpergian dengan suaminya jika suaminya menghendakinya.

5. Jika seorang istri ingi berpuasa sunnah dan suami berada di rumah maka ia

wajib minta izin terlebih dahulu kepada suaminya.40

Sedangkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi suami terhadap

istrinya, antara lain yaitu:

1. Nafkah

Nafkah menjadi tanggungjawab suami sejak mendirikan kehidupan rumah

tangga. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT. Dalam Al-Quran surat

At-Talak ayat: 6

‫لينفق ذوسعة من سعته و من قدر عليه رزقه فلينفق مما ا تاه اهلل اليكلف اهلل نفسا اال ما اتاها‬
‫سيجعل اهلل بعد عسر يسرا‬
Artinya “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan

39
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Amzah, 2010),hlm 143-144
40
Ibid, hlm. 151
20

kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah


kesempitan.41

Kata nafkah untuk istri mempunyai arti yang berbeda-beda. Ada yang

mengartikan bahwa nafkah itu cukup memberi uang, pakaian, dan tempat tinggal.

Ada pula ulama yang mengartikan bahwa suami harus menyediakan makanan siap

santap dan pakaian siap pakai, rumah yang terpisah dari rumah orang tuanya,

sampai pada menyediakan sabun, minyak dan keperluan lainnya. Dalam kitab

Fiqh al-Wadhih karangan Mahmud Yunus dijelaskan bahwa pengertian nafkah

tidak hanya memberikan uang, tapi suami harus menyediakan barang jadi. Di

jelaskan pula, apabila suami tidak sanggup melaksanakan hal tersebut, maka

wajib bagi suami menyediakan pembantu untuk menanganinya.42

Secara umum di Indonesia nafkah diartikan dua hal yaitu nafkah lahir

berupa materi atau kebutuhan pangan, papan, dan sandang; dan nafkah batin

yaitu berupa kebutuhan psikologis atau dapat diartikan dengan kebutuhan

seksual.43

Beberapa pendapat mengatakan tentang kapan waktunya suami

memberikan nafkah kepada istrinya. Dalam kitab Bidayah al-Mujtahid

karangan Ibn Rusyd menjelaskan bahwa suami memberikan nafkah saat

bepergian jauh, sedangkan menurut jumhur ulama, suami tetap wajib member

nafkah. Sementara menurut Abu Hanifah, suami tidak wajib memberi nafkah

kecuali ada keputusan penguasa. Dalam hal kapan mulainya wajib nafkah, ulama

juga berbeda pendapat. Imam Malik berpendapat, nafkah baru wajib apabila

suami telah menggauli istrinya.44


41
Dapertemen Agama RI, hlm. 87.
42
Istiadah, Pembagian Kerja Rumah Tangga Dalam Islam, (Jakarta: LKAJ, 1999) hlm. 37.
43
Ibid, hlm. 38.
44
Ibid, hlm. 45
21

Dalam hal ini perlu ditekankan ajaran mengenai nafkah bukanlah suatu

izin untuk mendominasi atau menindas perempuan. Banyak orang yang

menyalah artikan makna nafkah. Ada anggapan apabila perempuan telah

menjadi istri, maka hal itu sudah menjadi milik suami karena suami telah

membiayai kehidupannya sehari- hari. Dengan demikian, sah bagi suami untuk

memperlakukan perempuan sekehendak hatinya. Pemberian dan nafkah

bukanlah “izin” untuk menjadikan istri sebagai “pelacur” dan “budak”

sekaligus.45

2. Mahar

Mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajib dalam pernikahan.

Sesuatu yang wajib itu kalimat yang bersifat umum, mencakup harta dan

manfaat, karena sesuatu yang ada nilainya atau harganya sah dijadikan

mahar.46

Allah mewajibkan suami memberikan mahar kepada istri itu sesuai dengan

fitrahnya sebagai pemimpin bagi keluarga dan bertangggung jawab terhadapnya.

Mahar merupakan hak-hak istri yang harus dipenuhi oleh seorang suami, mahar

juga dapat disebut kewajiban tambahan yang Allah berikan kepada seorang

suami ketika mendapatkan kedudukan dalam pernikahan.47

3. Mengajari istri

Mengajari istri merupakan kewajiban bagi seorang suami dalam hal

mempelajari hukum-hukum agama seperti halnya ilmu haidl (menstruasi),

shalat dan ilmu-ilmu lain yang perlu diketahui oleh seorang istri. Hal ini

mengingat bahwa seorang kepala keluarga wajib berusaha menjaga keluarganya


45
Istiadah, Pembagian Kerja,,,.hlm. 39
46
Sayyed Hawwas, 175
47
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, hlm.174
22

dari siksa neraka, seperti firman Allah dalam Al-Quran surat At-Tahrim ayat: 6

‫يا أيها الذين أمنوا قو أنفسكم و أهلكم نار‬


Artinya: “Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka”.48

Maka yang pertama kali harus dilakukan ialah mengajari istrinya tentang

akidah Islam agar dapat menghapus segala bid‟ah (penyimpangan dalam agama)

yang pernah menyelinap dalam hatinya. Suami juga harus mengajari istri agar

takut dengan hukum-hukum Allah apabila istri menganggap enteng dalam

urusan-urusan agama.49

Pendidikan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yaitu tentang masalah-

masalah agama akan mendorong istri untuk beribadah dengan benar,

membuat dirinya tahu akan hak-hak istri terhadap suami dan hak-hak suami

terhadap istri. Dengan demikian, istri akan mampu melakukan ibadah dengan

baik dalam rangka mencari keridhaan Allah dan sebagai bentuk ketaatan kepada

suaminya.50 Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran surat Toha

ayat: 132

‫وأمر أهلك بالصالة واصطرب عليها‬


Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.”51

Suami harus bersabar dalam mengajari istri dan dijelaskan dengan pelan-

pelan (bertahap), dan hendaknya sabar dalam mengahadapi orang yang butuh

penjelasan lebih sehingga istri dapat memahami dengan benar dan mudah. Dalam

hal ini suami mendapatkan pahala yang besar.52


48
Tim penerjamah Dapertemen agama RI, hlm. 209
49
Al-Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, hlm. 102
50
Yusuf Abu Hajjaj, Menjadi Istri yang Sukses dan Dicintai, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hlm.
211
51
Tim penerjamah Dapertemen agama RI, hlm. 132
52
Yusuf Abu Hajjaj, Menjadi Istri yang Sukses dan Dicintai, hlm.211
23

Apabila suami bisa atau mampu dan bersedia mengajari, maka istri tidak

perlu keluar rumah untuk bertanya kepada para ulama. Demikian pula jika suami

bersedia mewakili istrinya dalam bertanya kepada para ulama‟. Akan tetapi,

jika suami tidak bersedia maka dibolehkan, bahkan diwajibkan bagi seorang

istri keluar rumah untuk keperluan itu. Suami akan berdosa jika melarangnya

dalam keadaan seperti itu.53

Apabila istri telah cukup mengetahui hal-hal yang wajib atas dirinya, maka

tidak boleh keluar rumah, misalnya untuk menghadiri pengajian atau pelajaran

tambahan (yakni yang bukan fardlu) kecuali atas kerelaan atau seizin suaminya.

Dan jika istri tersebut mengabaikan salah satu di antara hukum-hukum haidh dan

istiḥadhoh, sedangkan suami tidak juga mengajarinya, maka keduanya ikut

menanggung dosa.54

4. Memimpin dengan ketegasan dan keramahan

Seorang suami dianjurkan supaya bersikap lemah lembut dan tidak segan-

segan bersenda-gurau. Melakukan hal itu sewajarnya saja, sementara suami

juga harus tetap mempertahankan wibawanya dan menunjukkan ketidak

senangannya akan segala kemungkaran yang dilakukan istri. Suami tidak boleh

membiarkan istrinya melakukan hal-hal yang dilarang agama.55

5. Pergaulan yang baik

Seorang suami hendaknya menggauli istri dengan baik, karena hal itu

merupakan aturan Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran

surat An-Nisak ayat: 19

53
Al-Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, hlm. 102
54
Ibid,.103.
55
Ibid,104
24

:‫كثريا‬ ‫وعاشروهن باملعروف فان كرهتموهن فعسى ان تكرهوا شيا و جيعل اهلل له خريا‬
Artinya: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak.”56

Perlakuan yang patut dan baik terhadap istri maksudnya yaitu bersabar

dalam menanggung gangguan darinya serta memperlakukannya dengan

kelembutan dan mudah memaafkan istri yang sedang marah.57 Wajib

hukumnya bagi seorang suami untuk mencampuri istrinya, minimal sekali

pada masa sucinya, jika ia mampu untuk itu. Apabila suami tidak melakukan

hal itu, maka sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah. Demikian menurut

pendapat Ibnu Hazm. Sedangkan Imam Ahmad menetapkan hal itu

dengan batas maksimal empat bulan.58

BAB III

METODE PENELITIAN

56
Dapertemen Agama RI, Putra, 1989), hlm. 203
57
M. Abdul Ghoffar. Fiqh wanita, (jakarta: pustsaka Al-kautsar, 2007) hlm. 416
58
Ibid, hlm 417
25

A. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara menggambarkan yang akan ditempuh

atau digunakan oleh peneliti untuk melaksanakan suatu kegiatan penelitian dalam

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam rumusan masalah atau

fokus penelitian.59Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini

ada dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif.60

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian dikenal dua pendekatan, yaitu pendekatan

secara kuantitatif dan pendekatan secara kualitatif. Adapun pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana sesuai

dengan namanya, secara harfiah penelitian kualitatif adalah penelitian yang

temuan-temuannya tidak diperoleh melalui proses kuantifikasi, perhitungan

statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka.

Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan kualitas, nilai atau makna yang

terdapat dibalik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan

dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.61

Penggunaan pendekatan ini mempermudah peneliti dalam menemukan

fenomena-fenomena yang berkembang di Desa Gersempal, sehingga akan

mengantarkan validitas suatu data guna menyimpulkan suatu problematika, karena

peneliti bertatap muka langsung dengan elemen-elemen yang bersangkuatan.

Sedangkan jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian lapangan (field

59
Wahidmurni, Pemaparan Metode Penelitian Kuantitatif, UIN Maulana Malik Ibrahim, (Juli,
2017), hlm.1.
60
Pupu Saeful Rahmat, Penelitian Kualitatif, Jurnal Equilibrium, 9 (Januari, 2009), hlm.1.
61
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik (Jakarta: Bumi Aksara, 2004),
hlm.82.
26

reserch), yaitu peneliti mendekatkan diri dengan subyek yang diteliti serta lebih

peka dan lebih menyesuaikan diri terhadap pengaruh fenomena yang ada

dilapangan.

2. Kehadiran Peneliti

Untuk penelitian kulitatif, kehadiran peneliti lapangan merupakan sesuatu

yang mutlak diperlukan. Dalam penelitian kulaitatif, peneliti bertindak sebagai

pengumpul data utama.62 Selain untuk menjalin kekerabatan dengan informan bagi

peneliti juga penting untuk mengetahui situasi dan kondisi di lapangan. Dalam hal

ini, peneliti juga harus mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat

penelitiannya terutama terhadap informan untuk memperoleh data yang

diinginkan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga

kehadiran peneliti dilapangan mutlak diperlukan untuk memperoleh informasi

secara langsung agar mendapat informasi yang nyata sesuai fakta, sehingga tidak

ada data yang sifatnya dibuat-buat karena tujuan keberadaan peneliti ditempat

yang akan diteliti sebagai pengumpul data. Dalam penelitian ini, peneliti sudah

diketahui statusnya sebagai peneliti sehingga informan tidak merasa canggung

untuk memberikan informasi terkait penelitian. Semakin lama peneliti ada

dilapangan maka akan semakin banyak serta semakin akurat pula data yang akan

dikumpulkan oleh peneliti.

3. Lokasi Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, langkah awal yang harus ditempuh oleh

peneliti adalah menentukan atau memilih lokasi yang akan dijadikan objek dalam
62
Lexy J.Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.14.
27

penelitiannya. Lokasi yang dipilih sebagai objek penelitian dalam penelitian ini

adalah Desa gersempal Kecamatan omben Kabupaten Sampang. Lokasi ini dipilih

dengan berbagai pertimbangan, seperti adanya suatu kemenarikan bahan

penelitian atau fakta di lapangan untuk dilakukan penelitian, terutama yang

menjadi konteks permasalahannya, yaitu mengenai tinjauan hukum islam tentang

kewajiban dan hak suami isteri yang enggan hidup serumah di desa ini (Desa

Gersempal Kecamatan omben Kabupaten sampang).

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian merupakan subjek dari mana data diperoleh.

Adapun sumber data yang diperoleh dengan menggunakan wawancara disebut

dengan informan, sedang apabila diperoleh dengan cara observasi maka sumber

datanya berupa objek yang diamati, dan apabila menggunakan dokumentasi maka

sumber datanya adalah dokumen atau catatan.63 Adapun sumber data dalam

penelitian ini adalah:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung di

lapangan oleh peneliti. Adapun informan dalam penelitian ini adalah para

suami dan istri yang enggan hidup serumah. Alasan dipilihnya informan ini

adalah karena mereka dapat memberikan keterangan yang jelas dan valid

mengenai pernikahan dalam masa iddah tersebut. Selain dua informan yang

telah disebut peneliti juga melibatkan informan pendukung lainnya, seperti

mertua, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Adapun alasan dipilihnya

informan pendukung dalam penelitian ini adalah karena mereka memiliki

63
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2006),hlm.129.
28

kompetensi/pemahaman kaitannya dengan pandangan elite agama

tentangpernikahan dalam masa iddah.

b. Data Sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber yang

sudah ada. Data tersebut peneliti peroleh dari buku-buku dan laporan

penelitian terdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini berupa literatur-

literatur yang berkaitan tinjauan hukum islam tentang kewajiban dan hak

suami isteri yang enggan hidup serumah.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan langkah yang utama dalam

penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah memperoleh data. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan prosedur pengumpulan data berupa

wawancara, observasi dan dokumentasi.

a. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan

untuk memperoleh informasi.64 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara

dengan pasangan suami isteri yang enggan hidup serumah tersebut diantaranya

denagn bapak mabru dan ibu khoriyah, bapak Ridhoi dan ibu fatimah, bapak

holil dan ibu phutiyeh, Bapak ibrahim dan ibu zahroh istri, dan salah satu

tokoh masyarakat di desa gersempal tentang pernikahan yang enggan hidup

serumah. Yang mana dari bebarapa pasangan suami isteri tersebut mulai dari

sejak pertama menikah ada yang tinggal dirumah mertuanya, dan ada yang

lansung kos disurabaya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semi

terstruktur. Dimana peneliti lebih bebas dalam pelaksanaannya, karena dengan


64
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, hlm. 139.
29

jenis wawancara ini peneliti dapat mengemukakan permasalahan secara

terbuka dan pertanyaan dapat diajukan secara tidak berurutan.

b. Pengamatan (Observasi)

Observasi adalah adalah metode atau cara-cara menganalisis dan

mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan

melihat atau mengamati individu atau kelompok.65 Observasi merupakan

pengamatan langsung terhadap fakta yang ada di lokasi yang akan diteliti yang

meliputi kegiatan pengamatan dan perhatian terhadap suatu objek dengan

menggunakan seluruh panca indra. Dalam observasi diusahakan mengamati

keadaan yang wajar dan yang sebenarnya tanpa tanpa usaha yang sengaja

untuk mempengaruhi, mengatur, atau memanipulasikannya.

Jenis observasi yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah

observasi non-partisipan, artinya peneliti tidak terlibat dalam permasalahan

yang diteliti, melainkan hanya sebagai pengamat independen, karena peneliti

tidak ikut andil, hanya sebagai peneliti saja. Dalam observasi ini, peneliti

mengamati mengenai tinjauan hukum islam terhadap praktek kewajiban dan

hak suami isteri yang enggan hidup serumah tersebut.

6. Teknik Analisis Data


Analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan,

mengelompokkan, member kode/tanda, dan mengkategorikannya sehingga

diperoleh suatu temuan berdasarkan focus permasalahan yang ingin dijawab.

65
Lexy J.Moleong ,Metodologi penelitian kualitatif, hlm. 186.
30

Miles danHuberman mengemukakan 3 tahapan yang harus dikerjakn dalam

menganalisis data penelitian kualitatif, yaitu:66

a. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu

perlu dicatat secara teliti dan lebih rinci. Makin lama peneliti ada dilapangan

maka makin banyak pula data yang akan di dapat, lebih kompleks dan rumit.

Untuk itu perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya, dan membuang yang tidak

diperlukan.67 Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan

data. penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, dan sejenisnya, yang paling digunakan dalam penyajian

data adalah uaraian, yaitu dengan teks yang bersifat naratif sehingga dengan

penyajian data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi,

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan

66
Imam Gunawan, Metode penelitian kualitatif: Teori dan Praktik hlm.149.
67
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010),
hlm.247.
31

Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan

awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, 68 dan berubah apabila tidak

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya tetapi apabila kesimpulan yang dilakukan pada tahap awal

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali

kelapangan mengumpulkan data maka kesimpulan kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel dan dapat di uji dengan

pengecekan keabsahan data.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Untuk dapat mengecek keabsahan temuan dari data-data yang diperoleh di

lapangan maka peneliti merasa perlu mengemukakan teknik-teknik yang

dilakukanpeneliti dalam mengukur keabsahan temuan tersebut.

a. Perpanjang Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.

Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi

memerlukan yang cukup dalam pengumpulan data dilapangan karena waktu

akan berpengaruh pada temuan penelitian baik pada kualitas maupun

kuantitas.69

b. Ketekunan Pengamatan

Bertujuan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi

yang relevan dengan persoalan atau masalah yang sedang dicari kemudian

68
Ibid, hlm.252.
69
Lexy J.Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.327.
32

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci dan berkesinambungan

terhadap faktor-faktor yang menonjol.70

c. Triangulasi

Triangulasi yang digunakan dalam penellitian ini adalah dengan

memanfaatkan sumber lainnya. Sumber yang lain itu maksudnya sebagai

pembanding terhadap data yang telah ditemukan peneliti dapat

membandingkan dengan berbagai sumber, metode, atau teori.71 Dalam

penelitian ini menggunakan triangulasi dengan sumber data yang berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif.

d. Uraian Rinci

Data yang diperoleh diuraikan secara rinci, sehingga pembaca dapat

mengerti dan mengetahui temuan-temuan yang dihasilkan peneliti.72 Uraian

rinci ini lebih ditekankan pada fokus penelitian yang dibuat peneliti dalam

studi ini.

8. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap yang dilakukan oleh penelitian yang ditempuh oleh peneliti

adalah dengan cara mengkategorikan kedalam tiga tahapan yaitu, tahap pra

penelitian, tahap penelitian, dan tahap penyusunan laporan.

a. Tahap Persiapan

Tahapan ini dilakukan oleh peneliti sebelum terjun kelapangan, yang

terdiri dari menyusun rancangan penelitian, pemilihan data, memilih lapangan


70
Lexy J.Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, hlm.329.
71
Ibid, hlm.330.
72
Ibid, hlm.338.
33

penelitian, mempelajari keadaan lapangan penelitian dan menyiapkan

perlengkapan yang dibutuhkan dalam penelitian.

b. Tahap Pelaksanaa n

Dalam tahapan ini peneliti sudah berada dilapangan untuk mendapatkan

data sebanyak mungkin dengan cara mengikuti prosedur pengumpulan data

yang telah disusun sebelumnya.

c. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah Tahapan penyusun

laporan penelitian ini yang menyusun semua data yang telah diperoleh di

lapangan baik bersumber dari responden maupun hasil pengamatan dalam

bentuk laporan tertulis.

BAB IV

PAPARAN DATA, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


34

A. Profil Desa Gersempal

Dalam paparan data ini peneliti akan mengemukakan data dari hasil

penelitian yang diperoleh selama penelitian berlangsung, paparan data ini

merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian. Oleh karena itu,

dalam bab ini peneliti akan menggambarkan hasil temuan di lapangan yang

berlokasi di Desa Gersempal Kecamatan Omben. Sebelum membahas fokus

penelitian, perlu kiranya dipahami terlebih dahulu mengenai profil Desa

Gersempal untuk mendapatkan gambaran yang utuh dari adanya tujuan

penelitian.

Profil dari lokasi penelitian merupakan suatu yang sangat penting yang

harus diketahui sebelum melakukan penelitian. Hal ini bertujuan untuk

mendukung kelancaran dalam pelaksanaan penelitian, sehingga penelitian

berjalan lancar sesuai apa yang diinginkan. Adapun lokasi penelitian yang

diambil oleh peneliti adalah Desa Gersempal. Sehubung dengan penelitian ini,

maka yang perlu diketahui adalah profil yang berkaitan dengan Desa

Gersempal.

Desa Gersempal adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan omben

yang berada di dusun banyu umbul. Dengan luas wilayah 8,87 km atau 6,25.

Secara garis besar Desa gersempal tinggi dari permukaan laut yaitu 08/70.

Masyarakat Desa Gersempal dapat dikatakan masyarakat yang berkembanag.

Hal tersebut bisa dilihat dari berbagai kegiatan yang masih tetap dilaksanakan

oleh masyarakat Desa gersempal berdasarkan kebiasaan yang dilakukan secara

turun menurun seperti, adanya jamiyah muslimin pada setiap malam selasa dan

jum’at, dan jamiyah muslimat pada setiap hari minggu dan rabu, yang
35

mengundang salah satu ustadz dipondok pesantren darul ulum untuk memeberi

pencerahan (mauidhoh) kepada para jam,iyah, Dari adanya tradisi jam,iya-an

tersebut masyarakat bisa banyak mengambil pelajaran.73

1. Monografi Desa Gersempal

Adapun monografi Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten

Sampang, sebagai berikut:

a. Nama Desa : Gersempal

b. Nomor Kode Pos : 69291

c. Kecamatan : Omben

d. Kabupaten/Kota : Sampang

e. Propinsi : Jawa Timur

f. Batas Wilayah

1) Sebelah Utara : Pasar Ganding (Kecamatan Omben)

2) Sebelah Timur :Onongan (Kecamatan Omben)

3) Sebelah Selatan : Tengket (Kecamatan Omben)

4) Sebelah Barat : Murtapa (Kecamatan Omben)

g. Orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan)

1) Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 55,1 Km

2) Jarak dari Ibukota Kabupaten : 39,0 Km

3) Jarak dari Ibukota Provinsi : 18,5 Jam

h. Jumlah Penduduk

1) Laki-laki : 2. 150 orang

2) Perempuan : 2. 420 orang

73
Dokumen Desa Kepala Desa Bunten Timur Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang (25
April 2021)
36

3) Jumlah : 4. 570 orang

i. Kepala Keluarga : 1. 324 KK

j. Pekerjaan/Mata Pencaharian

1) Karyawan : 98 orang

2) Pegawai Negeri Sipil : 9 orang

a) TNI/Polri : 7 orang

b) Wiraswasta/Pedagang : 90 orang

3) Petani : 357 orang

4) Buruh Tani : 112orang

5) Peternak : 112 orang

6) Nelayan : 8 orang

7) Pekerja Tambak Garam : - orang

8) Jumlah Penduduk Menurut Agama

a) Islam : 4. 570 orang

b) Kristen : - orang

c) Hindu : - orang

d) Budha : - orang

k. Jumlah penduduk yang cacat

1) Tunarungu : 3 orang

2) Tunawicara : - orang

3) Tunanetra : 3 orang

4) Tunadaksa : 3 orang74

2. Potensi

74
Ibid.
37

Berbagai potensi yang terdapat di Desa Gersempal Kecamatan Omben

Kabupaten Sampang, sebagai berikut:

a. Sosial Keagamaan

Masyarakat Desa Gersempal mayoritas beragama Islam, meski ada

beberapa adat yang masih dilakukan oleh masyarkat Desa Gersempal, namun

rutinitas keagamaanya juga tetap dilakukan setiap malam jum’at dan malam

selasa .Sedangkan rutinitas keagaaman yang dilakukan oleh kaum laki-laki

baik itu pemuda maupun orang tua yaitu membaca yasinan, tahlilan dan

setelahnya diisi dengan ngaji fikih yang biasa disampaikan oleh ustadz

dipondok pesantren darul ulum, sedangkan rutinitas keagamaan yang dilakukan

oleh ibi-ibu yaitu yasinan, sholawatan. Dan pada satu bulan sekali ada

penyampaian mauidhoh (ceramah agama) yang biasa di isi oleh pimpinan

pondok pesantren darul ulum putri.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan satu hal penting dalam memajukan

kesejahteraan utamanya pada peningkatan perekonomian suatu daerah.semakin

tinggi tingkat pendidikan suatu daerah akan semakin meningkat kesejahteraan

masyarakat. Mayoritas di Desa Gersempal setelah meluluskan SD lebih

meneruskan ke pondok pesantren dan juga tidak sedikit sedikit yang

meneruskan pendidikan yang lebih jenjang seperti kuliah.

3. Keadaan Ekonomi

Secara umum mata pencaharian masyarakat Desa geresempal dapat

teridentifikasi kedalam beberapa sector yaitu pertanian, jasa/perdagangan,


38

industry dan lain-lain. Berdasarkan data yang ada, masyarakat yang bekerja

disektor pertanian berjumlah 406 orang, yang bekerja disektor jasa berjumlah

178 orang, yang bekerja disektor industry 167 orang, dan yang bekerja disektor

lain-lain berjumlah 1.559 orang. Dengan demikian jumlah penduduk yang

mempunyai mata pencaharian berjumlah 2,944 orang. Berikut ini adalah tabel

jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian.75

Dengan melihat data diatas maka angka pengangguran di Desa

gersempal masih cukup rendah. Berdasarkan data lain yang menyatakan

jumlah penduduk usia 20-55 yang belum bekerja berjumlah 176 orang dari

jumlah angkatan kerja sekitar 1,956 orang.

Untuk menemukan informasi lebih mendalam mengenai pemenuhan

hak dan kewajiban suami siteri yang enggan hidup serumah. Maka dari itu

peneliti melakukan pengamatan dilapangan (obsevasi), dokumentasi, serta

wawancara dengan pelaku, wali, warga, tokoh masyarakat dan tokoh agama di

Desa Gersempal untuk menggali informasi mengenai penerapan kewajiban dan

hak suami isteri yang enggan hidup serumah.

Dari penjelasan diatas, maka wawancara terkait kewajiban suami isteri

yang enggan hidup serumah:

Pada bagian ini akan ditemukan data-data yang diperoleh dari lapangan

baik berupa hasil wawancara, pengamatan (observasi), maupun dokumentasi

lainnya yang merupakan hasil penelitian ini. Data hasil penelitian tersebut

dapat dipaparkan sebagai berikut:

B. Paparan Data

75
ibid.
39

1. Praktek pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri yang enggan

hidup serumah desa gersempal kecamatan omben kabupaten samapng.

Dalam sub sub ini penelti akan menguraikan dan memaparkan hasil

cacatan lapangan yang di peroleh dari dua metode pengumpulan data, yaitu

wawancara dan observasi/ pengamatan. Hal ini akan di deskripsiskan

mengenai Pemenuhan kewajiban dan hak terehadap suami isteri yang

enggan hidup serumah di desa gersempal kecamatan omben kabupaten

samapng.

Berikut hasil wawancara dengan Bapak Mabrur salah satu kepala

rumah tangga yang tidak melakukan pemenuhan kewajiban dan hak terhadap

isterinya di Desa Gersempal yang sudah memberikan izin kepada peneliti

untuk memberikan keterangan tentang hak dan kewajiban bagi suami isteri

selaku pasangan suami isteri yang enggan hidup serumah, penjelasannya

sebagai berikut:

“Sebenernya begini kak, terkait kewajiban dan hak suami isteri itu
sangat penting sekali terhadap keutuhan dan keharmunisan dalam
keluarga, oleh karena itu suami maupun isteri sama-sama
mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang harus dipenuhi,

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada bapak mabrur, bagaimana

cara bapak memenuhi hak dan kewajibannya terhadap isterinya?

“Ya karena pada saat ini saya masih belum siap serumah dengan
isteri saya, jadi untuk pemenuhan kewajiban dan hak terhadap isteri,
saya sebagai suami masih bellum bisa memenuhi hal tesebut secara
utuh kak, ya,,tiada lain kak karena faktor ekonomi saya yang pada
saat ini tidak cukup untuk menafkahi isteri saya, jadi saya
memutuskan untuk sementara waktu untuk tidak tinggal bersamanya
terlebih dahulu”.
40

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: apakah selama dalam

masa enggan hidup serumah bapak mabruru tidak pernah menemui isterinya?

“Soal itu kak, ketika saya in gin sekali bertemu dengan isteri saya dan
kebetulan saya mempunyai sedikit rejeki, saya pergi kerumah mertua
untuk menemui isteri saya sekaligus memberikan uang kepadaya supaya
dijadiakan tambahan belanja terhadap apa yang dia inginkan”.

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: untuk bapak mab rur

sediri bagaimana proses terjadinya pernikahan bapak dan apa

permasalahannya sehinnga bapak enggan hidup serumah dengan iserinya?

“Lalu beliau tersenyum dan mengatakan, saya menikah karena Tangkepen


mas, dan untuk permasalahannya karena faktor ekonomi saya yang tidak
cukup untuk menafkahi isteri saya, dimana pada saat itu s aya masih
bellum punya pekerjaan ja di saya memutuskan untuk sementara waktu
untuk tidak tinggal bersamanya”.

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Terus sejak kapan dan sampai

berapa hari bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

“kalau itu saya tidak tinggal serumah dengan isteri saya setelah 3 minggu
dari pernikahan, dimana pada waktu itu saya tidak punya pekerjaan
sehingga tidak bisa menafkahi isteri saya, oleh kerena itu saya
memutuskan untuk tidak serumah dengan isteri untuk sementara waktu.
Dan insya allah saya akan kembali hidup bersama dengan isteri secepatnya
setelah nanti saya sudah mempunyai pekerjaan dan pemasukan yang
sekiranya bisa menafkahi isteri saya dengan sempurna”.76

Senada dengan yang di sampaikan oleh ibu khoriyah selaku isteri dari

bapak mabrur mengenai kewajiban dan hak suami isteri:

“begini mas, “Setahu saya mas kewajiban dan hak suami isteri itu ketika
seseorang sudah melakukan sebuah akad dalam perkawinan yaitu suami
isteri harus memenuhi kebutuhan mereka, harus saling melengkapi satu
sama lain ”.

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada ibu khoiriyah, bagaimana

cara ibu memenuhi hak dan kewajibannya terhadap terhadap suaminya?

76
Wawancara dengan bapak Mabrur, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 27 April 2021.
41

“Untuk pemenuhan kewajiban dan hak terhadap suami saya, sementara


waktu ini saya dan suami masih tidak saling memenuhi kewajiban dan hak
tersebut, yang menjadi alasan bagi saya akan tidak adanya pemenuhan
kewajiban dan hak dalam berkeluarga, yaitu karena faktor ekonomi suami
saya yang sangat rendah sehingga untuk kebutuhan sehari hari saja masih
ngutang mas,jadi karena faktor tersebut suami saya memutuskan untuk
sementara waktu saya disuruh tinggal dirumah ibu saya sendiri mas”.

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: apakah selama dalam

masa enggan hidup serumah ibu khoiriyah tidak pernah menemui suaminya?

“Dengan tegas ibu khoiriyah menjawab, kalok soal itu pernah lah mas,
suami saya menemui saya itu ketika dia mempunyai uang, dia pergi
menemui saya dirumah kadanag 2 minggu dan kadang kala satu bulan dan
paling lama itu mas satu bulan sekali, dan ketika bertemu dengan saya
dirumah, suami saya pasti memberikan uang pada saya, akan tetapi jumlah
uang yang diberikan oleh suami saya itu tidak netap, kadang seratus ribu
dan kadang dua ratus ribu”.

Terus saya menanyakan kembali kepada ibu khoiriyah: ibu sediri

bagaimana proses terjadinya pernikahan ibu dan apa permasalahannya

sehinnga ibu tidak hidup serumah dengan suaminya?

“Lalu beliau tersenyum dan mengatakan, saya menikah karena Tangkepen


mas, dan untuk permasalahannya karena faktor ekonomi suami saya yang
sangat rendah sehingga untuk kebutuhan sehari hari saja masih ngutang
mas,jadi karena faktor tersebut suami saya memutuskan untuk sementara
waktu saya disuruh tinggal dirumah ibu saya sendiri mas.”

Lalu saya bertanya lagi kepada ibu khoiriyah: Terus sejak kapan dan

sampai berapa hari suami ibu memutuskan untuk tidak tinggal serumah

dengan ibu?

“kalau tidak salah saya tidak tinggal serumah dengan suami saya setelah 3
minggu dari pernikahan, dimana pada waktu itu suami saya benar-benar
tidak punya pekerjaan sama sekali sehingga dia tidak bisa memberikan
uang belanja atu tidak bisa memenuhi terhadap kebutuhan sahari-hari, oleh
kerena itu suami saya memutuskan untuk tidak serumah dengan saya untuk
sementara waktu.” 77

77
Wawancara dengan Ibu khoiriyah, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 27 April 2021.
42

Dari pemaparan bapak mabrur dan ibu khoiriyah bahwa pemenuhan

hak dan kewajiban dalam berkeluarga itu sangat penting, namun disini bapk

mabrur terhambat dalam masalah perekonomian, dimana sumber pemasukan

(perekonomian) bapak mabrur sangat rendah sekali sehingga bapak mabrur

tidak bisa mencukupi kebutuhan istirinya, karena dengan adanya problem

tersebut bapak mabrur memutuskan untuk sementara waktu tidak bisa tinggal

satu ruma dengann isterinya.

Tidak hanya itu peneliti juga menyakan kepada bapak Ridhoi tentang

hak dan kewajiban bagi pasangan suami isteri, beliau selaku suami yang

enggan hidup serumah, beliau menuturkan bahwa:

“Menurut saya mas, kewajiban dan hak suami isteri itu merupakan sebuah
tanggung jawab yang harus sama-sama dilaksanakan oleh pasangan suami
isteri tersebut, seperti halnya suami wajib menafkahi dan menjaga isterinya
dengan baik begitupun sebaliknya isteri mempunyai kewajiaban harus taat
pada suami, akan tetapi hal tersebut berlaku bagi pasangan suami isteri
yang sudah melakukan hubungan badan (jima’).

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada beliau, bagaimana cara

bapak memenuhi hak dan kewajibannya terhadap isterinya?

“Ya begini mas, untuk pemenuhan kewajiban dan hak terhadap isteri, saya
sebagai suami masih bellum bisa memenuhinya mas, ya,,tiada lain mas
karena keterbatasan saya dalam mencari nafkah (masih tidak punya
pekerjaan) jadi saya memuhon pada orang tua supaya saya tidak tinggal
bersama isteri saya sampai saya betul betul bisa menafkahinya, . Karena
begini mas, didaerah isteri saya itu (gersempal) jika sisuami tidak
mempunyai pekerjaan maka selalu menjadi pembicaraan atau dikucilkan
oleh keluarga-keluarga lain, jadi karena saya masih kurang siap untuk
menghadapi hal teresebut jadi saya memutuskan untuk tidak satu rumah
terlebih dahulu dengan isteri saya”.

Terus saya bertanya lagi kepada beliau: apakah selama dalam masa

enggan hidup serumah bapak tidak pernah menemui isterinya?

“Soal itu mas, dari saat saya tidak serumah lagi dengan isteri saya sampai
sekarang, saya menemui isteri hanya dua kali dan itupun karena ada
43

selamatan mantan ipar dan seribu harinya bapak mertua isteri saya, jadi
seandainya tidak ada acara tersebut saya tidak akan kesana mas, sampai
saya punya pekerjaan maskipun dengan gaji yang sedikit yg penting bisa
menafkahinya”.

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: untuk beliau

bagaimana proses terjadinya pernikahan beliau dan apa permasalahannya

sehinnga bapak enggan hidup serumah dengan iserinya?

“Begini mas, pada awalnya saya menikah itu karena ada paksa-an dr orang
tua, dimana pada saat itu saya masih baru lulus sekolah (MA) Madrasah
Aliyah, Jadi karena keterbatasan saya dalam mencari nafkah (masih tidak
punya pekerjaan) jadi saya memuhon pada orang tua supaya saya tidak
tinggal bersama isteri saya sampai saya betul betul bisa menafkahinya”.

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Terus sejak kapan bapak

memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

“saya tidak tinggal serumah dengan isteri saya setelah akad, dimana pada
waktu sebelum terjadi penikahan saya memuhon kepada orang tua supaya
saya tidak tinggal bersama isteri saya sampai saya mempunyai pemasukan
dan Al-hamdulillah orang tua saya menyetujuinya, setelah itu orang tua
saya langsung bermusyawarah dengan mertua terkait apa yang saya
minta”.78

Senada dengan yang di sampaikan oleh ibu fatma selaku isteri dari bapak
ridhoi

“Sebenernya saya dan keluarga saya hanya ikut dengan apa yang diminta
oleh suami saya, dimana pada saat itu saya dan ridhoi (suami saya) dipaksa
untuk menikah secepat mungkin, ya kami menikah karena Tangkepen mas
Jadi saya dipaksa oleh orang tua dan keadaan, karena hal tersebut kami
dinikahkan, akan tetapi hanya sebuah akad saja. Setelah akad tersebut suami
saya meminta untuk tidak satu rumah terlebih dahulu sampai beliau punya
pekerjaan setidaknya bisa punya penghasilan maskipun sedikit katanya”. 79

Dari pemaparan bapak ridhoi senada dengan pemaparan ibu fatimah,

disini bapak ridhoi dan ibu fatimah menuturkan bahwa bapak ridhoi dan ibu

78
Wawancara dengan Rido’i, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 28 April 2021..
79
Wawancara dengan Ibu fatma, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 28 April 2021.
44

fatimah ingin sekali berkumpul ada dalam satu keluarga bersamanya akan

tetapi karena faktor ekonomi yang masih bellum bisa mandiri sehingga tidak

ada sumber pemasukan sama sekali, jadi karena faktor tersebut bapak ridhoi

meminta kepada orang tuanya dan mertuanya untuk tidak satu rumah dengan

isterinya sementara waktu sampai beliau punya pekerjaan setidaknya bisa

punya penghasilan maskipun sedikit katanya, karena didaerah isterinya bapak

ridhoi jika sisuami tidak mempunyai pekerjaan maka menjadi pembicaraan

atau dikucilkan oleh keluarga-keluarga lain.

Wawancara selanjutnya Di sampaikan juga oleh bapak mude’i selaku

kepala keluarga Yang enggan hidup serumah beliau menuturkan mengenai

kewajiban dan hak suami isteri bahwa:

“Begini conk, Mengenai kewajiban dan hak suami isteri, setau saya cong
keduanya (suami isteri) wajib melaksanakan atau memenuhi kewajiban
hak masing-masing dimana suami wajib menafkahi lahir dan batin dan
memenuhi kebutuhan rumah tangga, begitu juga dengan istri wajib
melayani dengan sepenuh hati kepada suami dan anak-anaknya”.

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada bapak mude’i, bagaimana

cara bapak memenuhi hak dan kewajiban terhadap isterinya?

Ya seperti ini conk, untuk pemenuhan kewajiban dan hak dalam


berkeluarga pada saat itu saya tidak memenuhi sama sekali conk, ya
sebetulanya pada saat itu saya sangat menyesal sekali karena telah tidak
memenuhi apa yang menjadi kewajiban saya terhadap isteri dan anak-anak
saya”.

Terus saya bertanya kembali kepada beliau: apakah selama dalam masa

enggan hidup serumah bapak tidak pernah menemui isterinya?

“selama tiga bulan conk, saya tidak hidup serumah denga isteri dan anak
saya dan selama tiga bulan tersebut saya tidak menemui isteri dan anak
saya sama sekali, jadi terkait dengan hak dan kewajban saya selaku suami
terhadap isteri dan anak tidak memenuhinya begitujuga sebalikya isteri
saya juga tidak memenuhi kewajibannya terhadap saya, jadi dalam waktu
45

tiga bulan tersebut sama-sama saling tidak memenuhi kewajibaan dan


haknya masing”.

Terus saya melanjutkan pertanyaan kembali kepada beliau: bagaimana

proses terjadinya pernikahan bapak dan apa permasalahannya sehinnga bapak

enggan hidup serumah dengan isterinya?

“Saya menikah karena kemauan saya sendiri, dimana pada awalnya saya
bertemu dengan isteri saya diwaktu saya lagi bermain kerumah temen
diprobolinggo setelah beberapa bulan kemudian saya memutuskan untuk
langsung menikahinya, akan tetapi tidak lama kemudian ya,,kurang lebih
dua tahun saya pisah rumah dengan isteri saya selama tiga bulan dimana
saat itu saya tidak ada sumber pemasukan sama sekali, itupun saya mas
hanya merepotkan isteri saya. Kok bisa? Ya, karena kerjaan saaya tiap
harinya hanya menyabung ayam mas, mungkin karena kerjaan saya tiap
harinya seperti itu isteri dan anak saya tidak betah tinggal satu rumah
dengan saya.”

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Terus sejak kapan dan sampai

berapa hari bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

“Saya conk tidak serumah dengan isteri saya sejak saat saya melakukan
kebiasaan yang aneh-aneh sepertihalnya menyabung ayam, dimana pada
saat itu setiap harinya saya hanya melakukan kebiasan tersebut, ya karena
kerjaan saya setiap harinya seperti itu isteri dan anak saya tidak betah
tinggal satu rumah dengan saya, jadi selama tiga bulan saya tidak tinggal
serumah dengan isteri, dan pada saat itu conk saya sangat merasa bersalah
terhadap isteri saya jadi setelah itu conk saya memutuskan untuk merubah
kebiasaan dan mulai mencari kerja supaya isteri saya bisa betah lagi
tinggal bersama saya kemabli dan al-hamdulillah sampai hari ini kami bisa
hidup bersama dan rukun kembali dengan isteri dan kedua anak saya ini
conk”. 80

Senada dengan yang di sampaikan oleh ibu Aini selaku isteri dari bapak
Mude’i

“begini mas, kan setiap seseorang ketika sudah melakukan akad dalam
pernikahan maka orang tersebut mempunyai hak dan dan kewajiban yang
harus dipenuhi, baik itu suami maupun isteri kedua-duanya wajib
melaksanakan terhadap apa yang sudah menjadi kewajibannya masing-
masing.

Wawancara dengan bapak Mude’i, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
80

Hari jumat, jam 20:00 WIB Tanggal 29 April 2021.


46

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada ibu Aini, tentang

bagaimana cara ibu memenuhi hak dan kewajibannya terhadap terhadap

suaminya?

begini mas, kalok soal pemenuhan kewajiban dan hak terhadap suami saya
pada saat itu saya tidak memenuhi sama sekali mas, ya sebetulanya pada
saat itu saya sangat kesal sekali terhadap suami saya, karena saya melihat
kerjaan tiap harinya hanya perhatian sama ayamnya mas, ya,, dia tiap
harinya hanya senang menyabung ayang dia tidak mau tau terhadap
kebutuhan rumah tangga.

Terus saya bertanya kembali kepada ibu Aini : apakah selama dalam

masa enggan hidup serumah ibu tidak pernah menemui suaminya?

“selama suami saya itu tidak mencari saya kerumah selama itu pula saya
tidak beertemu dengan isteri saya, dan kayaknya selama tiga bulan mas,
saya tidak hidup serumah denga suami saya dan selama tiga bulan tersebut
suami saya tidak memberi uang sepeserpun pada saya maupun anaknya
dan anak saya sama sekali, jadi terkait dengan hak dan kewajban saya jadi
dalam waktu tiga bulan tersebut sama-sama saling tidak memenuhi
kewajibaan dan haknya masing karena pada saat itu kami tidak saling
memberi kabar apa lagi bertemu”.

Setelah itu saya bertanya kembali kepada ibu ainia: untuk ibu sediri

bagaimana proses terjadinya pernikahan ibu dan apa permasalahannya

sehinnga enggan enggan hidup serumah dengan suaminya?

“Kalau soal proses pernikahan saya mas yaitu saya menikah karena juga
kemauan saya sendiri bukan karena perjodohan atau palah mas, akan tetapi
dalam keluarga saya tidak lama kemudian ya,,kurang lebih dua tahun saya
pisah rumah dengan isteri saya selama tiga bulan dimana saat itu saya
tidak betah tinggal dengan suami saya ya,, tiada lain mas karena suami
saya tidak mau tau terhadap keadaan dan kebutuhan dalam keluarga oleh
karena itu memutuskan untuk pulang kerumah ibu saya diprobolinggo
mas,

Lalu saya bertanya lagi kepada ibu aini: Terus sejak kapan dan sampai

berapa hari bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

“Saya mas tidak serumah dengan suami saya saat suami saya tidak
memperhatikan keadaan kami mas parahnya lagi dia disetiap harinya
hanya menyabung ayam, dimana pada saat itu setiap harinya saya hanya
47

melakukan kebiasan tersebut, ya karena kerjaan saya setiap harinya seperti


tidak peduli terhadap kebutuhan keluarga saya tidak betah tinggal satu
rumah dengannya, dan al-hamdulillah sampai hari ini kami bisa kembali
bersama lagi dan rukun kembali dengan suami dan kedua anak saya ini
mas”.81

Berdasarkan apa yang diperoleh peneliti dari hasil wawarcara

informan di atas, bahwa dalam keluraga tersebut tidak bisa satu rumah karena

faktor dari sisuami dimana bapak Mude’i selaku kepala kelurga tidak

bertanggung jawab sama sekali terhadap isteri dan anaknya, jadi karena hal

teresbut ibu aini selaku isteri dari bapak Mude’i memutuskan untuk tidak

tinggal bersama suami sampai suaminya benar-benar bisa bertanggung jawab

dalam berkeluarga.

Selanjutnya peneliti menanyakan tentang kewajiban dan hak bagi

pasangan suami isteri kepada Bapak besan selaku warga di Desa gersempal

yang melakukan prakatek pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri yang

enggan hidup serumah.

“Sebenernya begini conk, mengenai kewajiban dan hak suami isteri itu
sangat penting sekali terhadap keutuhan dan keharmunisan dalam
membangun rumah tangga, oleh karena itu ketika seseorang telah menikah
maka kedua pasangan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan,

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada bapak besan, bagaimana cara

bapak memenuhi hak dan kewajibannya terhadap isterinya?

“ya begini conk, kalau pemenuhan kewajiban dan hak saya terhadap
isteri pada saat itu kalau pemenuhan nafkah dhohir al-hamdulillah masih
terlaksana maskipun tidak seperti sebelum-sebelumnya akan tetapi untuk
pemenuhan nafkah batin, saya masih belum bisa memenuhi setiap saat,
karena pada saat ini saya masih belum bisa pergi kerumah mertua sampai
peermasalahan ini selesai, namun kadang-kadang isteri saya pergi
kerumah diamana saya tinggal, ya tiada lain untuk meminta nafkah batin
kepada saya conk.
81
Wawancara dengan Ibu Aini, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang, Hari
Senin, jam 16:00 WIB Tanggal 11 Januari 2020.
48

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: untuk bapak sediri

bagaimana proses terjadinya pernikahan bapak dan apa permasalahannya

sehinnga bapak enggan hidup serumah dengan iserinya?

“Saya menikah karena kesepakatan antara keluarga (perjodohan)


istilahnya itu matoah anak dan memang benar conk pada saat itu saya
masih kurang bertanggung jawab terhadap isteri dan anak saya, dimana
sebelumnya saya sudah dua tahun hidup bersama dengan isteri dan anak
saya dirumah mertua. Akan tetapi untuk sementara waktu itu saya tidak
bisa tinggal serumah bersamanya karena faktor ketidak harmonisan saya
dengan mertua, dimana pada saat itu saya selalu disinggung oleh mertua
karena saya di PHK dari pekerjaan jadi saya kurang lebih selama tiga
bulan tidak mempunyai pemasukan sama sekali, ya,,,karena faktor tersebut
saya selalu disinggung (nyracam maloloh) oleh mertua, oleh karena itu
saya memutuskan untuk tidak serumah dengannya.

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Terus sejak kapan dan sampai

berapa hari bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

Saya cong memutuskan untuk tidak serumah dengan isteri saya setelah
saya disinggung terus oleh mertua dan hidup bersama kembali setelah tiga
bulan saya tidak akur dengan mertua saya dan juga karena faktor saya
masih sayang terhadap anak dan isteri saya maka dari itu kembali lagi
hidup bersama dengan isteri dan anak akan tetapi kami tidak serumah lagi
dengan mertua, ya,,karena permasalahan tersebut kami bersabar hidup
dikontrakan yang kecil disurabaya”.82

Setelah itu peneliti melanjutkan pertanyaam mengenai kewajiban dan

hak suami isteri kepada ibu karromah selaku isteri dari bapak besan:

“Begini conk, Mengenai kewajiban dan hak suami isteri, itu conk
keduanya (suami isteri) wajib melaksanakan atau memenuhi kewajiban
haknya, dimana sorang suami mempunyai kewajiban menafkahi lahir dan
batin dan memenuhi kebutuhan rumah tangga, begitu juga dengan istri
mempunyai kewajiban melayani dengan sepenuh hati kepada suami dan
anak-anaknya”.

Lalu saya melanjutkan pertayaan lagi kepada ibu karomah, bagaimana

cara ibu memenuhi hak dan kewajibannya terhadap terhadap isterinya?

Wawancara dengan bapak Besan, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
82

Tanggal 29 April 2021.


49

“Begini mas, bukannya saya dan suami saya tidak mau memenuhi apa
yang sudah menjadi kewajiban bagi kami berdua, akan tetapi karena ada
permasalahan yang tidak bisa kami selesaikan dengan cepat jadi bentuk-
bentuk kewajiban dan hak kami dalam beerkeluarga masih tidak terlaksana
seperti sebelum-sebelumnya, akan tetapi kalau soal nafkah batin kadang-
kadang saya pergi kerumah suami saya diamana dia tinggal, ya tiada lain
untuk meminta nafkah batin kepadanya”.

Terus saya melanjutkan pertanyaan kembali kepada ibu karomah: untuk

ibu karomah sediri bagaimana proses terjadinya pernikahan bapak dan apa

permasalahannya sehinnga bapak enggan hidup serumah dengan iserinya?

“Saya menikah karena perjodohan kalok disini istilahnya itu matoah dann
alasan kami dulu tidak serumah ya,,karena suami saya tidak akur dengan
ibu saya, yaitu karena ibu saya sering ngomel kepada suami saya, ibu saya
sering ngomel kepadanya dikarenakan suami saya tidak mempunyai
penghasilan yang cukup terhadap saya dan anak saya, dikarenakan ibu
saya sering ngomel terus terhadapnya maka suami saya tidak betah tinggal
dirumah, dia langsung pulang kerumahnya sendiri. Akan tetapi sebelum
suami saya pergi dari rumah dia mengajak saya dan anak saya untuk
bersamanya akan tetapi ibu saya melarang keras saya untuk pergi bersama
suami saya”.

Lalu saya bertanya lagi kepada beliau: Terus sejak kapan dan sampai

berapa hari bapak memutuskan untuk tidak tinggal serumah dengan isterinya?

“Ya begini cong, suami saya memutuskan untuk tidak serumah dengan
saya setelah dia diomelin terus oleh ibu saya dan al-hamdulillah bisa hidup
bersama kembali setelah tiga bulan suami saya tidak akur dengan ibu saya,
dan juga karena faktor dia mungkin masih sayang terhadap anak-
anaknya”.83

Berdasarkan apa yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara informan

di atas, bahwa bapak Besan dan isterinya tidak bisa satu rumah karena faktor

ekonomi. Dimana pada saat bapak besan kurang lebih selama satu bulan tidak

mempunyai pekerjaan atau tidak ada sumber pemasukan sama sekali

mertuanya selalu berkomentar (nyracam maloloh). Terhadapnya.

Wawancara dengan Ibu Karomah, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
83

Tanggal 29 April 2021.


50

Peneliti melanjutkan pertanyaan kepada Bapak ihyak selaku mertua

dari salah satu pasangan yang melakukan praktek pemenuhan kewajiban dan

hak suami isteri yang enggan hidup serumah di Desa gersempal kecamatan

omben kabupaten sampang. Bagaimana pendapat bapak tentang kewajiban dan

hak terhadap keluarga anak bapak yang sekarang menantu bapak masih enggan

hidup serumah dengan isterinya?, berikut penjelasannya:

“Untuk urusan keluarga anak saya cong, baik itu kewajiban maupun
haknya, saya tidak ikut campur, semuanya terserah mereka. Akan tetapi
Begini cong, terhaadap apa yang dialami oleh anak dan menantu saya
sekarang tentang tidak adanya pemenuhan kewajiban dan hak dalam
berkeluaga, itu tidak ada masalah (tak arapah), malahan itu diperbolekan
oleh sesepuh kami, dan itupun hal tersebut sudahh mulai dari dulu cong,
alasan bagi sesepuh kami itu cong, suapaya mereka bisa menenangkan
fikiran terlebih dahulu sambil lalu suaminya cari-cari pekerjaan supaya
bisa menafkahi isteri dan anaknya secara utuh (makle tak maloloh
ngampong ka mattoanah maloloh).84

Peneliti terus menanyakan kepada Bapak ihyak selaku mertua dari

salah satu pasangan yang melakukan praktek pemenuhan kewajiban dan hak

suami isteri yang enggan hidup serumah tersebut, Apakah praktek seperti itu

tidak menyebabkan terjadinya perceraian atau tidak adanya keharmonisan

dalam keluarga?.

“Dengan tegas beliau menjawab Insyaallah tidak, karena begini cong


dalam praktek seperti ini sebelumnya ada kesepakatan dalam keluarga,
baik itu keluarga saya sendiri maupun keluarga menantu, dimana jika
pasangan suami isteri ada yang tidak betah tinggal dirumah mertuanya
ataupun sisuami tidak bisa memenuhi nafkah isterinya, maka mereka
berhak untuk memutuskan tidak serumah sementara waktu, ya,agar
dalam keluarga teresebut tidak terus menerus berada dalam masalah dan
suapaya bisa menenangkan fikiran terlebih dahulu”.

Berdasarkan apa yag diperoleh peneliti dari hasil wawancara informan

di atas, untuk kewajiban dan hak didalam keluaga anaknya, mertua tidak ikut

Wawancara dengan bapak Ihyak, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
84

Tanggal 30 April 2021.


51

campur sama sekali terserah mereka berdua, dan untuk kewajiban dan haknya

yang mana sekarang masih tidak terlaksana karena faktor mereka tidak

serumah itu tidak jadi masalah, karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan

mulai sejak dahulu.

Dalam penelitian ini tokoh masyarakat di Desa Gersepal Kecamatan

Omben Kabupaten Sampang ini sangat diperlukan untuk mengetahui

bagaimana pandangan hukum Islam tentang pemenuhan kewajiban dan h ak

sumi istri yang enggan hidup serumah. Dari penjelasan di atas maka

wawancara terkait pandangan hukum Islam tentang pemenuhan kewajiban

dan hak sumi istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal

Kecamatan Omben Kabupaten Sampang ini peneliti melakukan wawancara

kepada tokoh Agama dan tokoh Masyarakat, terlebih dahulu peneliti

malakukan wawancara kepada bapak ibrahim selaku kepala kantor urusan

agama (KUA) Kecamatan Omben Kabupaten dengan pertanyaan bagaimana

pandangan bapak tentang kewajiban dan hak suami isteri dalam agama islam?

“Begini nak mengenai kewajiban dan hak suami istri didalam al-qur’an
dan hadis itu sudah banyak dijelaskan bahwasannya suami maupun istri,
keduanya dituntut untuk saling melaksanakan kewajibannya masing-masing
dengan baik, di samping ada kewajiban masing-masing pihak, di sisi lain juga
ada kewajiban yang menjadi tanggung jawab bersama suami dan istri. Dan
kewajiban masing-masing pihak ini hendaknya jangan dianggap sebagai
beban, namun dianggap sebagai tanggung jawab yang harus dilaksanakan.”85

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: bagaimana pandangan

bapak Mengenai praktek pemenuhan kewajiban dan hak sumi istri yang

enggan hidup serumah yang sekarang sudah menjadi kebiasaan di Desa

Gersempal?

85
Wawancara dengan bapak Ibrahim, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
02 Mei 2021.
52

Dengan tegas beliau menjawab, bahwa untuk praktek penerapan


kewajiban dan hak suami isteri bagi yang enggan hidup serumah di Desa
Gersempal menurut saya itu masih kurang tepat dengan apa yang sudah
dijelaskan dalam al-qur’an maupun hadis, dan dikompilasi hukum islam
(HKI) sudah sangat jelas nak tentang hak dan kewajiban suami isteri, salah
satunya disana disebutkan bahwa suami isteri memikul kewajiban yang luhur
untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, karena pada dasarnya antara
kewajiban dan hak suami istri merupakan suatu yang timbal balik, yakni apa
yang menjadi kewajiban suami merupakan hak bagi istri, dan apa yang
menjadi kewajiban istri merupakan hak bagi suami, baik suami maupun istri,
keduanya dituntut untuk saling melaksanakan kewajiban masing-masing
dengan baik.

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: apakah dari pihak

kantor urusan agama (KUA) kecamatan omben tidak ada tim penyuluh

kepada masyarakat?

Kalok tim penyuluh dari kantor urusan agama (KUA) kecamatan


omben nak, itu ada 2 tim penyuluh dan untuk program penyuluhan kepada
masyarakat kami melaksanakan satu bulan satu kali tiap desa, mungkin
karena keterbatasan waktu dari tim penyuluh, tim penyuluh langsung
menanyakan terkait keadaan masyarakat kepada kepala desa masing-masing,
jadi untuk sosialisasi langsung kepada masyarakat itu jarang dilakukan.

Selanjutnya Peneliti terus menanyakan kepada ustad Bahri selaku tokoh

agama dan mudin yang Ada di Dusun banyu umbul Desa gersempal yaitu

sebagai berikut;

“Kalau menurut saya kewajiaban dan hak suami isteri wajib


dilaksanakan oleh keduanya, sebagaimana yang telah banyak dijelaskan
dalam al-quran dan kitab-kitab bahwa kewajiban seorang suami harus
memberikan nafkah kepada isterinya, dan kewajiban isteri harus taat pada
suaminya. Akan tetapi terkait pemenuhan keajiban dan hak suami isteri yang
tidak terelaksana bagi yang enggan hidup serumah seperti halnya pelaksanaan
yang sudah terjadi di Desa gersempal ini menurut saya tidak ada
peermasalahan dalam penerepannya, karena praktek seperti ini tiada lain
hanya ingin memberikan dampak positif bagi pasangan suami isteri tersebut,
supaya keluarga teresebut tidak terus menerus berada dalam masalah dan
kebingungan, suapaya bisa menenangkan fikiran dahulu dan insya Allah
53

beberapa hari atau beberapa bulan kedepan akan tercipta hubungan keluarga
yang harmonis seperti yang mereka impikan.86

Pemaparan dari ustad bahri diatas bahawa kewajiban dan hak suami

isteri itu wajib dilaksanakan oleh keduanya, akan tetapi bagi mereka yang

enggan hidup serumah karena alasan ada masalah dalam keluarga, maka

kedua pasangan tersebut tidak mempunyai keharusan untuk saling memenuhi

kewajiban dan haknya masing-masing dengan dalih supaya keluarga

teresebut tidak terus menerus berada dalam masalah dan kebingungan,

suapaya bisa menenangkan fikiran terlebih dahulu.

Senada pernyataan yang disampaikan ustad bahri diatas dengan yang

disampaikan ustad majid salah satu tokoh agama sekaligus kepala Desa

Gersempal yang pemaparannya sebagai berikut;

Sepengetahuan saya cong setiap seseorang setelah melakukan akad


dalam perkaperkawinan mereka mempunyai tanggung jawab yang harus
dipenuhi, akan tetapi bagi pasangan suami isteri yag tidak memenuhi
kewajiban dan hak masing-masing tanpa adanya permasalahan seperti halnya
dari segi pemenuhan nafkah (ekonomi) mereka mampu atau tidak
mempunyai masalah dengan keluarga maka mereka tidak boleh meningalkan
kewajiban mereka sebagai suami isteri.

Terus saya menanyakan kembali kepada beliau: bagaimana pandangan

ustad Mengenai praktek tidak adanya pemenuhan kewajiban dan hak sumi

istri yang enggan hidup serumah yang sekarang sudah menjadi kebiasaan di

Desa Gersempal ini pak?

Begini cong, didalam pernikahan ini kan tidak lepas dari yang namanya
masalah, dan yang jelas masalah yang paling banyak dalam keluarga itu
masalah ekonomi, sehingga banyak dari keluarga yang ekonominya kurang
bagus itu tidak haromis malahan banyak terjadi keretakan atau perceraian
dalam keluarga tersebut, maka dari itu supaya tidak terjadi perceraian di desa
gersempal ini menerapkan sebuah kebiasaan seperti bagi pasangan suami

Wawancara dengan Ust. Bahri di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
86

Tanggal 04 Mei 2021.


54

isteri yang tidak mampu menafkahi atau mempuyai masalah dengan keluarga
atau masalah ekonomi maka mereka berhak untuk tidak serumah dengannya,
jadi maskipun mereka untuk sementara waktu tidak saling memenuhi hak
dam kewajibannya itu tidak jadi masalah dan malahan itu dianjurkan oleh
sesepuh kami, karena cara seperti itu merupakan jalan keluar bagi keluarga
yang mempunyai masalah.87

Berdasarkan apa yag diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan ustad

majid di atas, bahwa kewajiban dan hak dalam keluaga merupakan sebuah

tanggung jawab yang harus dipenuhi, Akan tetapi bagi mereka yang tidak mampu

menafkahi atau mempuyai masalah dengan keluarga maka mereka berhak untuk

tidak serumah dengannya, dan kedua pasangan suami isteri tersebut tidak

mempunyai keharusan untuk saling memenuhi kewajiban dan haknya

sebagaimana umumnya. supaya dalam keluarga teresebut tidak terus menerus

berada dalam masalah, , karena cara seperti itu merupakan jalan keluar bagi

keluarga yang mempunyai masalah.

B. Temuan Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi tersebut

maka dapat di temukan hasil temuan peneliti tentang praktek pemenuhan

kewajiban dan hak sumi istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal

Kecamatan Omben Kabupaten Sampang yaitu:

a. Praktek pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri di Desa Gersempal

sanagat jauh beda dengan pelaksanaan kewajiban dan hak suami isteri

pada unumnya.

87
Wawancara Dengan Ustad Majid, di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
04 Mei 2021.
55

b. Praktek pemenuhan kewajiaban dan hak suami isteri Di Desa

Gersempal terhambat oleh masalah ekonomi.

c. Tidak adanya dampingan khusus dari kelurga atau tetangga terdekaat

dalam setiap permasalahan yang terjadi.

d. Kurangnya koordinasi bagi suami isteri yang mempunyai masalah

terhadap para tokoh agama.

e. Kurangnya sosial kepada masyarakat dari tim penyuluh kantor

urusan agama (KUA).

f. Kurangnya Support dari orang terdekat dalam memberikan semangat

akan sangat pentingnya terhadap pemenuhan kewajiaban dan hak suami

isteri.

C. Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan mencoba untuk memaparkan hasil

penelitian yang telah kami lakukan di Desa Gersempal Kecamatan Omben

Kabupaten Sampang:

1. Praktek pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri yang enggan

hidup serumah desa gersempal kecamatan omben kabupaten samapng.

Perkawinan adalah sebuah pintu gerbang menuju bangunan rumah

tangga, dan salah satu dari tujuan perkawinan adalah agar suami-istri dapat

hidup serumah dengan mawadah wa rahmah. Kehidupan berumah tangga

sangat ditentukan oleh hubungan suami istri sebagai unsur utama.

Kebahagian, ketentraman, kedamaian atau sebaliknya dalam suatu rumah

tangga sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh pola interaksi antara


56

keduanya, oleh sebab itu apabila hak dan kewajiban terpenuhi, maka

dambaan suami istri dalam kehidupan berumah tangga akan terwujud karena

didasari rasa cinta dan rasa kasih sayang, seperti halnya hukum yang

berlaku di Indonesia nafkah dibebankan kepada suami untuk menghidupi

keluarganya, inilah yang disebut hak istri. Sedangkan kewajiban istri adalah

mengurus rumah tangga dengan sebaik baiknya.

Oleh karena itu apa bila laki-laki dan perempuan telah sepakat untuk

menjalani hidup bersama dalam ikatan suci pernikahan, maka keduanya

mempunyai hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dan dilaksanakan,

namun dalam pelaksanaannya, banyak sekali ketimpangan yang terjadi

dalam pemenuhan hak dan kewajiban antara suami dan isteri, dimana

permasalahan yang seperti ini sudah menjadi kebiasaan di Desa Gersempal.

Dari hasil obeservasi atau wawancara yang kami dapat bahwa dalam praktek

pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri didesa tersebut banyak yang

tidak sesuai dengan ajaran yang sudah ditetapkan dalam syari’at islam,

didesa gersempal tesebut hal-hal yang terjadi mengenai kewajiban dan hak

suami isteri bagi yang enggan hidup serumah sudah menjadi kebiasan. oleh

sebab itu di perlukan arahan dan sosialisasi dari pemerintah setempat atau

tokoh masyarakat setempat untuk membimbing mereka yang akan menikah,

supaya nanti ketika kedua pasangann tersebut sudah menikah, pasangan

tersebut bisa bertanggung jawab terhadap apa yang sudah menjadi

kewajiban bagi mereka didalam berkeluarga.

Jumlah penduduk Desa Gersempal kecamatan Omben Kabupaten

Sampang adalah sebanyak 1. 324 KK. Namun jumlah penduduk pasangan


57

suami isteri yang pernah enggan hidup serumah adalah 164 pasangan, dan

jumlah pasangan suami istri yang saat ini enggan hidup sereumah adalah 7

pasangan. Dalam penelitian ini diambil sebanyak 4 responden dari

keseluruhan jumlah pasangan yang enggan untuk hidup serumah untuk

diwawancarai tentang praktek dalam cara melaksanakan kewajiban dan

haknya sebagai pasangan suami isteri yang enggan untuk hidup serumah.

Table Pasangan Suami Isteri Yang Enggan Hidup Serumah

Pasangan Proses Keadaan Pemenuhan Tempat


Suami isteri perkawinan ekonomi nafkah tinggal
sekarang
Bapak Perjodohan/ Tidak nafkah Dirumah
mabrur Tangkepen mempunyai zhahir tidak orang tuanya
dengan ibu pekerjaan tetap, nafkah
khoiryah atau batin tidak
penghasilan
terpenuhi
sama sekali

Bapak ridoi Paksa-an Tidak Tidak Dirumah


dan ibu mempunyai terpenuhi orang tuanya
fatma pekerjaan
atau
penghasilan
sama sekali
Bapak Kemauan Tidak Tidak Dirumahnya
mude’i dan sendiri mempunyai terpenuhi sendiri
ibu aini pekerjaan
atau
penghasilan
sama sekali

Bapak Kemauan Mempunyai Nafkah Kontrakan


besan dan sendiri pekerjaan dzahir dan
ibu dan nafkah batin
karomah penghasilan terpenuhi

Dari keempat responden yang diwawacarai, dapat dilihat bahwa

pasangan suami isteri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal

Kecamatan Omben Kabupaten Sampang bahwa para pasangan suami isteri


58

yang bisa menyebabakan tidak terlaksananya kewajiban dan haknya masing-

masing disebabkan karena terhambat oleh masalah ekonomi. Dimana ekonomi

atau pemasukan dari pasangan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhannya dan

ada juga yang tidak mempunyai pekerjaan sama sekali sehingga untuk

menafkahi isterinya tidak cukup,88 oleh karena itu pasangan tersebut boleh

untuk tidak serumah semetara waktu, suapaya mereka bisa menenangkan

fikiran terlebih dahulu sambil lalu suaminya mencari pekerjaan supaya bisa

menafkahi isteri dan anaknya secara sempurna serta bisa menciptakan keluarga

yang sakinah mawadah warahmah.

Di samping karena terhambat oleh masalah ekonomi suami isteri yang

tidak saling memenuhi kewajiban dan hak sebagaimana mestinya juga karena

Kurangnya Support dari orang terdekat dalam memberikan semangat akan

sangat pentingnya terhadap pemenuhan kewajiaban dan hak suami isteri., dari

observasi yang dilakukan oleh peneliti di Desa gersempal bahwa keluarga atau

tatangga didesa tersebut tidak ada yang salimg mensupport untuk memberikan

semangat akan sangat pentingnya terhadap pemenuhan kewajiaban dan hak

suami isteri, akan tetapi mereka selalu mengucilkan dan membicarakan (gibah)

pasangan tersebut.

Mengenai tidak adanya pemenuhan kewajiban dan hak bagi suami isteri

yang enggan hidup serumah selain kurangnya Support dari orang terdekat juga

karena Tidak adanya dampingan khusus dari kelurga atau tetangga terdekat

dalam setiap permasalahan yang terjadi, seperti yang kita ketahui bersama

bahwa hak dan kewajiban suami isteri meliputi, hak menafakai dan

88
Wawancara Dengan Bapak Mabrur di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 04 Mei 2021.
59

memperlakukan deng an baik bagi suami dan juga suami isteri wajib saling

cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin

yang satu kepada yang lain, oleh sebab itu mengenai pelaksanaan atau

kewajiban dan hak yang terdapat di desa Gersempal mertua tidak ikut campur

akan hal tersebut89.

Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak ikhyak selaku mertua dari

suami isteri yang enggan hidup serumah di desa Gersempal Kecamatan Omben

Kabupaten Sampang bahwasannya untuk kewajiban dan hak didalam keluaga

anaknya ataupun adanya masalah dalam pasangan suami isteri tersebut mertua

tidak ikut campur sama sekali terserah mereka berdua, dan untuk kewajiban

dan haknya yang sampai sekarang masih tidak terlaksana karena faktor mereka

tidak serumah itu tidak jadi masalah, karena hal tersebut merupakan jalan

keluar yang memberikan dampak positif bagi pasangan yang didalamnya

mengalami keretakan, dan praktek seperti ini sudah menjadi kebiasaan mulai

dari sejak dulu (turun temurun).

2. Pandangan hukum islam tentang praktek pemenuhan kewajiban dan hak

suami istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal Kecamatan

Omben Kabupaten Sampang

Hak adalah sesuatu yang harus didapat dari orang lain, sedangkan

kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukankan dan sudah menjadi keharusan.

Hak dan kewajiban dalam agama Islam diibaratkan seperti suatu lembaga yang

berdiri diatas kerjasama antara dua orang. Seorang suami dan istri yang sepakat

untuk membina rumah tangga, maka beban dari keduanya harus dilaksanakan

Wawancara Dengan Bapak Ihyakdi Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
89

Tanggal 30 April 2021.


60

secara bersama. Maka suami dibebani sebagai kepala rumah tangga yang harus

siap menyediakan sandang pangan dan papan. Berbeda dengan istri yang tidak

dibebankan tugas seperti suami, karena tugas istri hanya mengurus dan mengatur

rumah tangga dengan sebaikbaiknya, perbedaan ini adalah wujud dari keadilan

antara suami dan istri.

Dalam agama islam hak dan kewajiban di dalam suatu perkawinan

merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, merupakan dua sisi yang menyatu,

dimana ada hak dan kewajiban yang melekat pada sisi sebaliknya, hak dan

kewajiban merupakan suatu yang universal, satu ciptaan yang Maha Sempurna.

Ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri

didalam perkawinan diantaranya, Q.S Al-Baqarah ayat 228:

‫وهلن مثل الذي عليهن باملعروف وللرجال عليهن درجة و اهلل عزيز حكيم‬
Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah maha
perkasa lagi maha bijaksana”. 90

Dalam terjalinnya hubungan suami istri, ayat ini menunjukkan bahwa istri

mempunyai hak dan kewajiban terhadap suami, sebagaimana pula suami pun

mempunyai hak dan kewajiban terhadap istri, keduanya dalam keadaan seimbang,

bukan sama. Dengan demikian, tuntunan ini menuntut kerja sama yang baik,

pembagian kerja yang adil antara suami istri walau tidak ketat, sehingga terjalin

kerja sama yang harmonis antara keduanya, bahkan seluruh anggota keluarga.

Mengenai kewajiban dan hak bagi suami isteri dalam agama islam pada

prinsipnya tidak memberi beban tanggung jawab yang melebihi kemampuan

90
Departemen Agama RI, hlm. 137
61

hambanya. Begitu juga dalam hubungannya dengan tanggung jawab suami isteri

dalam rumah tangga, dimana syāri’ menetapkan kewajiban-kewajiban yang

wajib dilaksakan tidak melebihi kemampuannya masing-masing pihak. Hal ini

dapat dipahami dari kewajiban nafkah suami terhadap isteri, dimana

pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi keuangan seorang suam i, atau

dalam istilah lain dengan cara yang ma’rūf.

Berbeda halnya dengan apa yang sudah diterapkan dan menjadi kebiasaan

mengenai kewajiban dan hak bagi sumi isteri di Desa Gersempal, dimana dalam

praktek tersebut tidak ada keharusan untuk melaksanak kewajiban dan hak bagi

suami isteri yang enggan hidup serumah, karena dalam pelaksanaannya penduduk

setempat memandang benar, bahwa praktek tersebut terdapat jalan keluar

didalamnya, hal ini berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan dari informan

yang telah diwawancari oleh peneliti, menurut ustad bahri selaku tokoh agama

dan mudin di Desa Gersempal didalam praktek pemenuhan kewajiban dan hak

sumami isteri yang enggan hidup serumah merupakan sebuah usaha yang

didalamnya terdapat dampak positf atau jalan keluar bagi mereka yang

mempunyai masalah, diantaranya adalah:

1) Supaya keluarga tersebut tidak terus menerus berada dalam masalah.

2) Supaya didalam keuarga tersebut tidak ada yang merasa terbabani terhadap apa
yang sudah menjadi kewajibannya.

3) Supaya keluarga tersebut bisa menenangkan fikiran terlebih dahulu.

4) Dan bagi suami yang masih tidak mempunyai pekejaan supaya mencari
pekerjaan terlebih dahulu agar bisa menafkahi isteri dan anaknya secara
sempurna.
62

Pelaksanaan seperti ini sudah menjadi salah satu kebiasaan masyarakat

Desa Gersempal yang tidak bisa di pisahkan. Praktek seperti ini hanya

merupakan sebuah usaha yang dilakukan masyarakat Desa di Desa Gersempal

sebagai penolak dari hal-hal yang negative sepertihalnya terjadinya perceraian

dalam hubungan keluarga(suami isteri).91

Mengenai kewajiban dan hak suami isteri yang enggan hidup serumah di

Desa Gersempal yang samapai saat ini masih tetap direalisasiakan, hal ini

disampaikan oleh ustad majid selaku tokoh agama dan kepala desa Gersempal

bahwasannya pelaksanaan penerapan kewajiban dan hak bagi suami suami

isteri yang enggan hidup serumah ini tidak bisa di pisahkan dari kehidupan

masyarakat Gersempal. Seperti halnya pelaksanaan jika didalam keluarga

tersebut suami tidak mampu memenuhi kewajibannya maka tidak ada

masalah, dan kedua pasangan suami isteri tersebut tidak mempunyai

keharusan untuk saling memenuhi kewajiban dan haknya sebagaimana

umumnya. supaya dalam keluarga teresebut tidak terus menerus berada dalam

masalah dan supaya tidak terjadi keretakan apa lagi perceraian dalam

keluarga.92

Maskipus demikian alasan atau pandangan terhadap hal tersebut tidak bisa

dijadikan sandaran atau patokan terus menerus karena sejatinya kewajiban dan

hak dalam berumah tangga merupakan tanggung jawab yang wajib

dilaksanakan oleh pasangan suami isteri tersebut, seperti pemaran yang sudah

disampaikan oleh bapak ibrahim selaku kepala kantor urusan agama (KUA)

91
Wawancara Dengan Ustad Bahri Di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 04 Mei 2021
92
Wawancara Dengan Ustad Majid Di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang,
Tanggal 04 Mei 2021
63

kecamatan omben, beliau menuturkan bahwa kewajiban dan hak suami istri

didalam al-qur’an dan hadis ataupun kompilasi hukum islam (KHI) sudah

banyak dijelaskan dan diatur sebaik mungkin, sebagaimana dalam kompilasi

hukum islam (HKI) bagian kesatu pasal 77 disebutkan mengenai kewajiban

dan hak suami isteri bahwasannya:

1) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah


tangga yang sakinah, mawaddan dan rahmah yang menjadi sendi dasar
dari urusan masyarakat.

2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-


anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.

4) Suami isteri wajib memelihara kehormatannya

5) Jika suami atau melalaikan kewajibannya masing-masing dapat


mengajukan gugatan kepada pengadilan agama.93

Al-qur’an dan hadis juga menjelaskan bahwasannya suami maupun istri,

keduanya dituntut untuk saling melaksanakan kewajibannya masing-masing

dengan baik, seperti halnya suami wajib memberiakan nafkaf kepada

isterinysa dan isteri wajib taat (tidak durhaka) kepada suaminya:

Sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah SWT. Dalam Al-Quran

surat At-Talak ayat: 6

‫لينفق ذوسعة من سعته و من قدر عليه رزقه فلينفق مما تاه اهلل اليكلف اهلل نفسا اال ما اتاها‬
‫سيجعل اهلل بعد عسر يسرا‬
Artinya “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut

93
Pasal 77, Kompilasi Hukum Islam (Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan).
64

kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi


nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.94

Sebagaimana dalam hal ini dijelaskan oleh Sayyid Quthb bahwa, Allah

memerintahkan para suami dalam ayat tersebut untuk memenuhi kebutuhan

nafkah keluarganya sesuai dengan kemampuannya. Ia mengatakan: Sebagaimana

yang Allah perincikan tentang ukuran nafkah, yaitu mudah, saling menolong dan

adil, suami tidak boleh zalim, dan istri tidak boleh keras dan ngotot. Barangsiapa

yang diperluaskan rezekinya oleh Allah, hendaklah ia memberikan infak sesuai

dengan keluasannya, baik perihal tempat tinggal, nafkah kehidupan. Dan barang

siapa yang disempitkan rezekinya, maka tidak ada dosa baginya, karena Allah

tidak menuntut seseorang untuk memberikan nafkah melainkan sesuai dengan

anugerah yang diberikan Allah kepadanya.95

Oleh karena itu rosulullah memberi peringatan kepada kaum wanita

yang tidak taat atau durhaka kepada suaminya, seperti halnya

membangkang atau memaksa suaminya diluar batas kemampuan suaminya.

Sebagai mana yang disampaikan rosulullah kepada wanita yang tidak taat

pada suaminya, dalam sabdanya yaitu:

‫إددعا الرجل إمرءته إالفرشه فأبت فبات غضبان عليه لعنتها املالئكة حىت تصبح‬
Artinya: “Jika seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidurnya, tetapi
ia tidak mau datang, suami semalaman murka atasnya, maka malaikat
melaknat kepadanya sampai pagi.” 96

Dalam redaksi ayat atau hadis di atas, bahwasannya para fuqoha (mufakat

94
Dapertemen Agama RI, hlm. 87.
95
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: di Bawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2004), Jilid 22, hlm. 175
96
Imam Ibn Al-Jauzi, Sohih Bukhori Ma-a Kasyfil Miskil Juz 4
65

ulama) tidak ada perbedaan pendapat terhadap apa yang sudah menjadi hak dan

kewajiban pasangan suami isteri tersebut, jumhur ulama mengatakan bahwa

sannya apabila suami itu memang kaya hendaklah ia memberi nafkah sesuai

kekayaannya. Sedangkan bagi yang sedang mengalami kesulitan, maka

semampunyalah tanpa harus memberi lebih dari itu, dan sama sekali tidak ada

keharusan melihat kaya-miskinnya pihak istri. Artinya, kalau suaminya miskin,

sedang istrinya dari keluarga orang-orang kaya yang bisa hidup serba

berkecukupan sandang-pangannya, maka dia sendirilah yang harus mengeluarkan

hartanya untuk mencukupi dirinya, kalau dia punya. Kalau tidak, maka istrinya itu

tidak boleh memaksa (durhaka) kepada suaminya, dalam artian isteri harus

bersabar atas rezeki yang diberikan oleh Allah kepada suaminya. Karena Allah lah

yang menyampaikan dan melapangkan rezeki itu.97

Dari penjelasan seperti telah dikemukakan diatas, dapat dipahami bahwa

dalam hubungan suami isteri masing-masing mereka memiliki hak-hak yang

seimbang dengan kewajiban yang mereka pikul, hal ini mengingat hubungan

suami isteri merupakan hubungan mutual yang sifatnya saling membantu dan

mengunntungkan. Ketika hak-hak tersebut telah terpenuhi secara baik, maka

tujuan perkawinan yang sakinah, mawaddah, warahmah akan diperoleh oleh

pasangan tersebut, akan tetapi jika kewajiban dan haknya itu tidak terpenuhi maka

akan menimbulkan masalah sosial yang sangat berat. Apalagi diperparah dengan

timbulnya penyelewengan suami atau isteri (perselingkuhan), kenakalan anak-

anak dan lain sebagainya98. Rasulullah mengingatkan dalam suatu hadis

97
Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqih Wanita, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1981), hlm. 469
98
Bastiar, pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri mewujudkan rumah tangga sakinah, jurnal
ilmu syariah, perundang-undangan dan hukum ekonomi syariah: vol 1 hal: 91, 2017
66

‫اية املنافق ثالث اذا حدث كذب و اذا وعد اخلف و اذا اؤمتن خان‬
Artinya: jika sesungguhnya Rasulullah Saw. telah bersabda, tanda tanda
orang munafik ada tiga perkara, yaitu apabila bercakap dia berbohong, apa
bila berjanji dia mengingkari dan apabila dia diberi amanah dia
menghianati”, (HR. Bukhari).99

Hadis tersebut memberikan pettunjuk bahwa dalam satu keluarga jika tidak

ada tanggung jawab, tidak adanya kepercayaan serta banyaknya kedustaan dalam

keluarga, maka hal tersebut menjadi pertanda bahwa suatu keluarga tersebut sudah

mengalami krisis kepercayaan dan tanggung jawab sehingga akan mengarah pada

kerekan rumah tangga. Dengan demikian, menurut peneliti, usaha yang dilakukan

oleh masyarakat Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang benar

ada penyimpangan dari ajaran agama Islam, Walaupun praktek tersebut

memberikan dampak positif dan memberikan bukti terhadap penerapan praktek

tersebut, dimana dalam penerapannya terbukti bahwa fakta yang ada dilapangan

jika sepasang suami isteri mempunyai masalah dan praktek tersebut dilaksanakan

maka tidak terjadi perceraian. Namun sebaliknya pasanagan suami isteri yang

mempunya masalah yang tidak menerapkan praktek tersebut maka rentan

terjadinya perceraian.

99
Abdullah Ibn Abdil Muhsin At-Turky, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Juz 14, hlm 314
67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. pemenuhan kewajiban dan hak sumi istri yang enggan hidup serumah

di Desa Gersempal Kecamatan Omben Kabupaten Sampang

praktek pemenuhan kewajiban dan hak suami isteri di Desa

Gersempal banyak yang tidak sesuai dengan ajaran yang sudah ditetapkan

dalam syari’at islam, dan didesa gersempal tersebut hal-hal yang terjadi

mengenai kewajiban dan hak suami isteri bagi yang enggan hidup serumah

sudah menjadi kebiasan, sebagaimana contoh dimana dari salah satu

pasangan tersebut ada yang enggan hidup serumah. sehingga mereka

sebagai pasangan suami isteri tidak mempunyai keharusan untuk saling

memenuhi kewajiban dan haknya masing-masing.

b. Pandangan hukum islam tentang pemenuhan kewajiban dan hak suami

istri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal Kecamatan

Omben Kabupaten Sampang

Di pandang secara hukum Islam praktek tidak adanya keharusan

terhadap pemenuhan kewajiban dan hak bagi suami isteri yang enggan

hidup serumah ini ini adalah bid’ah sayyiah karena tidak ada dasar hukum

yang mengatur secara jelas baik dalam al-Qur’an maupun sunnah.


68

B. SARAN

1. Untuk masyarakat Desa Gersempal agar tidak menjadi kebiasaan


terhadap tidak adanya pemenuhan kewajiban dan hak dalam berkeluarga
sehinnga bisa merasakan indahnya kehidupan berumah tangga yang
sakinah mawaddah warohmah

2. Untuk peneliti, hasil penelitian ini sangat terbatas. Hal ini dikarenakan
faktor keterbatasan ruang lingkup subjek penelitian, masalah, tujuan, dan
materi yang digunakan. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai
pihak sangat diharapkan oleh penyusun demi kesempurnaan penelitian
yang penyusun lakukan.

3. Untuk pemerintah dan tokoh masyarakat agar memberikan arahan dan


sosialisasi untuk membimbing mereka yang akan menikah, supaya nanti
ketika kedua pasangann tersebut sudah menikah pasangan tersebut bisa
bertanggung jawab terhadap apa yang sudah menjadi kewajiban bagi
mereka didalam berkeluarga

4. Peneliti selanjutnya agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data
dasar atau referensi untuk penelitian selanjutnya tentang pemenuhan
kewajiban dan hak suami isteri yang enggan hidup serumah.
69

DAFTAR RUJUKAN

1. Buku

Abdul, Aziz muhammad azam, abdul wahhab sayyed hawwas, fiqh munakahat,
jakarata: amzah, 2014.

Abidin, Slamet. Fiqih Munakahat. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.

Abu hajjaj, Yusuf, Menjadi Istri yang Sukses dan Dicintai, jakarta: prenada
media, 2014.

Al-Hajjaj Muslim Bin Al-Qusyairi An-Naisaburi, Al-jami’ Al-sahih juz 2, bairut:


dar al-ihya’ turast al-araby, 2007.

Ali As-Shabuni, Mohammad Syarhul Muyassar, Sohih Bukhori Bairut: Maktabah

Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga, Jakarta: Amzah, 2010.

Anam, syahrul Dkk, kado untuk sang tunangan, pp. Mambaul ulum bata-bata,
majelis musyawaroh kutubuddiniyah, 2010.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


PT.Rineka Cipta, 2006.

Ashriyah, 2016

Azam, Abdul Aziz muhammad, abdul wahhab sayyed hawwas, fiqh munakahat,
jakarata: amzah, 2014

Departemmen Agama RI. Al-quran terjemah indonesia jakarta: sari agung, 2002

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi
Aksara, 2004.

Huzaimah t. Yanggo, fiqih perempuan kontemporer, jakarta: al-mawardi prima,


2001

Ibn Al-Jauzi Imam Sohih Bukhori Ma-a Kasyfil Miskil Juz Lebanon Dar Al-Kotob
Al-Ilmiyah, 2005

Isa al-Tirmidi, ben Muhammad. Al-Jami’ al-sahih Sunan al-Tirmidi, Jilid II.
Lebanon, 2011.

Mahmudah, keluarga muslim surabaya: bina ilmu, 1984


70

7
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2011.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2012.

Saebani, Beni Ahmad, Fiqih Munakahat 2, Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001

Saebani,Beni Ahmad Fiqih Munakahat 1, Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.

Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta,


2010.

Susetya, Wawan, merajut cinta benang pernikahan, tulung agung, republika, 2007

Tihami dan , sahrani, sohari fiqh munakahat, kajian fiqh nikah lengkap, jakarta:
PT Raja Grafindo, 2009

Tim penerjamah Dapertemen agama RI, Al-quram dan terjemahnya semarang:


toha putra, 1989

Wawancara Pendahuluan Dengan Bapak Bahruddin, Didesa Gersempal


Kecamatan Omben Kabupaten Sampang, Hari Selasa, Jam 13.00 Wib
Tanggal 19-Maret-2019

2. Jurnal

Afifah, Nurul, hak suami isteri perspektif hadis, jurnal living hadis, vol. 2, No, 1,
2017.

Halimah B, konsep mahar (maskawi ) dalam tasir kontemporer, jurnal al-risalah,


volume 15, no. 2. hlm. 15

Jurnal Living Hadis, Vol. 2 Nomor 1, Mei, 2017; p-ISSN: 2528-756; e-ISSN:
2548-4761.

3. Skiripsi

Fatahilah Habibi Tinjauan hukum islam tentang perkawinan yang tidak


bertanggung jawab antara pasangan suami isteri yang sah (studi kasus
di desa kalisari natar lampung selatan),Lampung, Fakultas Syariah Dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018.

Muhammad fahrudin “keseimbangan hak dan kewajiban suami isteri menurut


pemikiran imam al-nawawi dalam membentuk keluarga sakinah
persepektik bimbingan konseling keluarga, Fakultas Dakwah, Institut
Islam Negeri Walisongo Semarang, 2007.
71

4. Undang-undang

Undang-Undnag Republik Indonesi Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan


Dan Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2016.
72

LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa yang anda ketahui tentang hak dan kewajiban suami isteri?

2. Bagaimana praktek pemenuhan kewajiban da hak suami isteri yang enggan hidup
serumah didesa gersempal kecamatan omben kabupaten sampang?

3. Bagaimanakah menurut anda mengenai praktek yang tepat akan pemenuhan


kewajiban dan hak suami isteri yang enggan hidup serumah?

4. Apakah praktek seperti ini sudah menjadi turun temurun dalam keluarga yang
enggan hidup serumah?

5. Apakah anda selaku suami sudah melaksanakan kewajiban dan haknya?

6. Apakah anda selaku isteri sudah melaksanak kewajiban dan haknya?

7. Mengapa anda selaku pasangan suami isteri bisa enggna hidup serumah?

8. Bagaiamana pandangn hukum islam tentang pemenuhan kewajiban dan hak yang enggan
hidup serumah?

9. Bagaimanakah pandang hukum islam tentang suami isteri yang enggan hidup serumah?

10. Bagaimanakah hukum islam mengatur cara pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri
yang enggan hidup serumah?

11. Bagaimana Pandangan hukum islam tentang pemenuhan kewajiban dan hak

suami istri yang enggan hidup serumah didesa gersempal kecamatan omben

kabupaten sampang?
73

PEDOMAN OBSERVASI

Dalam pengamatan (observasi) agar lebih mendukung kebenaran data yang

peneliti peroleh melalui wawancara, maka peneliti akan melakukan pengamatan

(observasi) terhadap beberapa hal dibawah ini:

1. Mengamati lingkungan dan keadaan mengenai praktek pemenuhan

kewajiban suami isteri yang enggan hidup serumah di Desa Gersempal

Kecamatan Omben Kabupaten Sampang.

Anda mungkin juga menyukai