Anda di halaman 1dari 40

PORTOFOLIO INTERNSIP

SIROSIS HEPATIS

Oleh:
dr. Anak Agung Mas Wira Ashari

Pembimbing
dr. Ahmad Basyiruddin, Sp.PD

Pendamping Internsip:

dr. Guntur Sugiharto, MM.Kes

dr. Dasit Riyadi

RSUD Dr. Haryoto Lumajang


2020
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. M.I
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 26 tahun
Status : Belum menikah
Suku/Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Sumbersuko, Lumajang
Pekerjaan : Pegawai Swasta
No. Rekam Medik : 34.72.87
Tanggal MRS : 11 Maret 2020
Pemeriksaan : 11 Maret 2020

I. KELUHAN UTAMA
Muntah darah berwarna hitam

II. ANAMNESIS
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS. Dr. Haryoto pada tanggal 11 Maret 2020
dengan keluhan utama muntah darah berwarna hitam sejak 30 menit sesaat
sebelum dibawa ke igd.. Pasien mengeluh muntah darah berwarna merah
dengah bercak-bercak hitam kental sebanyak satu kali dalam kira-kira
sebanyak 200 cc. Sebelum muntah darah pasien mengaku badannya keluar
keringat dingin lalu diikuti rasa mual dan pusing berkunang-kunang.
Kemudian, dilanjutkan dengan muntah darah dan seketika pasien merasakan
berdebar-debar dan lemas, tetapi pasien merasakan nafsu makannya
normal. Pasien mengatakan setelah muntah mualnya menjadi berkurang
dan keluhan muntahnya berkurang apabila diberi obat propanolol. Pasien
juga mengeluh perut terasa begah/kembung dan nyeri sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan badannya sumer-sumer,
lemas, letih, lesu dan pusing 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. BAB
hitam disangkal, warna BAB kuning, BAK normal bewarna kuning.

Ketika ditanya bulu ketiak rontok atau tidak, pasien mengaku tidak
memperhatikan namun axilla tidak terlihat folikel rambut jadi diduga rontok.
Pasien juga menambahkan bahwa rambut ketiaknya tidak tumbuh lagi. Pasien
menyangkal demam, pusing, mata kuning, gatal, kesemutan, sesak napas, nyeri
dada, batuk, mimisan, gusi berdarah, perut membesar, sakit ketika kencing,
pembengkakan di tangan, kaki, dan di alat kelamin. Pasien rutin kontrol tiap bulan
di poli penyakit dalam RS. Dr. Haryoto.

B. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mengaku didiagnosis terkena penyakit kuning di puskesmas pada
tahun 2009 ketika masih SMA dengan keluhan badan dan mata kuning
semua, pusing dan lemas lalu diberikan obat, pasien berhenti mengonsumsi
obat ketika pasien merasa sudah sehat. Pasien mengaku didiagnosis Sirosis
Hepatis, Varises Esofagus dan Hepatitis B saat dilakukan usg dan endoskopi
tahun 2019 di RS. Dr. Haryoto, dengan keluhan awal mata kuning dan muntah
darah serta perut membesar. Setelah itu pasien rajin kontrol di poli penyakit dalam
RS. Dr. Haryoto setiap bulannya. Pasien mengaku diberikan propranolol 3x1
tablet dan spirononolaton 3x1 tablet untuk penyakitnya oleh dokter.
Tidak ada riwayat asma, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit
ginjal maupun hipertensi. Tidak ada riwayat alergi.

C. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal orang tua pasien menderita penyakit kuning yang
sama seperti pasien. Tidak ada hipertensi, diabetes mellitus, ataupun riwayat
penyakit jantung dan stroke.

D. Riwayat Psikososial

Pendidikan terakhir : SMA

Pekerjaan : Pegawai Swasta


Perkawinan : Belum Menikah

Tempat tinggal : Sumbersuko, Lumajang, ventilasi rumah baik,


minum air isi sumur, serumah 3 orang

Kebiasaan : Pasien sering minum minuman berenergi


hemaviton dan extrajoss. Riwayat konsumsi alcohol dan jamu
disangkal, riwayat menggunakan obat suntik/narkoba disangkal , tidak
pernah bertatto, riwayat seks bebas disangkal, riwayat merkokok
disangkal.

E. Riwayat Nutrisi

Umumnya, pasien makan 3 kali sehari dengan porsi yang sedang. Dengan
komposis karbohidrat, protein hewani, protein nabati, lemak sayuran
sedang, dan buah-buahan sedikit. Berat badan pasien tidak mengalami
penurunan, nafsu makan pasien normal.

F. Anamnesis Sistem (ROS)


Umum : demam-, lemah badan+

Kulit : kering-, hiperpigmentasi+, vitiligo- ,gatal-


Kepala : pusing +, nyeri kepala - , trauma kepala –

Mata : Katarak -, icterus - , anemia +, fotofobi -

Telinga : Gangguan pendengaran -, sekret -, nyeri -, Telinga


berdenging-

Hidung dan sinus : Perdarahan - , sering pilek -, bersin -, buntu


hidung-

Mulut : Perdarahan gusi -, sariawan -, suara sengau-

Leher : Kaku leher -, struma -, pembesaran kelenjar -

Jantung : Nyeri dada -, berdebar -, orthopnea -, sesak -

Paru : Asma -,batuk-, batuk darah -,dahak-, sesak-


Alat pencernaan : Mual +, muntah -, muntah darah +, melena-,
gangguan menelan -, nyeri perut +, sebah +, konstipasi-, diare -, nafsu
makan menurun+, perubahan kebiasan BAB -, perdarahan rektum -

Saluran kencing : Poliuria -, nyeri kencing -, panas -, kencing batu -,


kencing kecoklatan seperti teh -, nyeri pinggang -, dysuria -, hematuria -,
retensio urin -

Alat kelamin : Sekret -, pembengkakan -

Alat gerak : Nyeri sendi -, edema-, luka -, low back pain-

Sistem saraf : Kejang -, kebas -, lumpuh -, tremor –

Psikiatri : gelisah -, cemas -, gangguan memori –

Endokrin : Nafsu makan berkurang-, penurunan berat badan -,


keringat banyak -, banyak minum -, banyak makan
-.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Keadaan : Lemah
Kesadaran : Compos mentis, GCS 4-5-6
Suara bicara : Normal
Expresi wajah : Normal
Status mentalis : Baik
Personal hygine : Baik
Postur : astenik
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 164 cm
BMI : 16,73 kg/ m2
Tek.darah : 130/60 mmHg, berbaring, lengan kanan
Nadi : 84 kali per menit, teratur, kuat angkat
Pernafasan : 22 kali per menit
Suhu axiler : 36.9°C
Saturasi oksigen : 99%
Gizi : kesan kurang
Kulit : edema - , akral hangat kering pucat

B. Kepala Leher
 Jugular Venous Pressure
Tidak didapatkan peningkatan
 Umum
Anemia (+), icterus (-), cyanosis (-), dyspnea (-)
 Mata
Alis: normal Sclera: normal
Bola mata: normal Pupil: bulat, isokor, reflex cahaya +
Kelopak: normal Lensa: normal
Konjungtiva: anemis Visus: normal

 Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal
Can.audit.ext : normal
Pendengaran : normal
 Hidung
Penyumbatan : tidak ditemukan penyumbatan
Daya penciuman : normal
 Mulut
Bibir : tidak ada tanda sianosis
Gusi : tidak didapat perdarahan
Lidah : tidak kotor, tidak membesar
Mukosa : pucat
Palatum : pucat, tidak hyperemia
Bau mulut: tidak ada
 Leher
Kel.limfe : tidak didapatkan pembesaran
Trakea : di tengah
Tiroid : tidak didapatkan pembesaran kelenjar
Vena Jugularis : tidak didapatkan distensi
Arteri Carotis : teraba pulsasi
Retraksi : tidak ada

C. Thorax
 Umum
Bentuk : normal, retraksi interkostal -,
Payudara : simetris, gynecomastia -
Kulit : spider naevi -, vena kolateral -
Axilla : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, tidak
berambut (bulu rontok)

 Paru
Depan Belakang
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
INSPEKSI

Simetris √ √ √ √
Bentuk

Pergerakan Simetris √ √ √ √

Jarak sela iga Simetris √ √ √ √


Pemakaian otot -
napas bantu
PALPASI

Trachea Di tengah

Pergerakan Simetris √ √ √ √
+ + + +
Fremitus raba sama + + + +
+ + + +
Nyeri di epigastrium -
PERKUSI
Sonor Sonor Sonor Sonor
Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Nyeri ketok - - - -

Kronig isthmus Normal


ICS V mid clavicular line dextra
Batas paru hati

AUSKULTASI
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Suara amforik - - - -

Suara gesek pleura - - - -


Mediastinum (crunching) - - - -
Suara bisik - - - -

Suara Percakapan
Bronkofoni/Egofoni - - - -
- - - -
Ronkhi - - - -
- - - -
Wheezing - - - -

 Jantung
Inspeksi Iktus: tak tampak
Pulsasi jantung : tak tampak
Palpasi Iktus: teraba, di ICS V di midclavicular line sinistra
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan: di ICS IV, linea parasternal dextra
Pinggang jantung: ICS III, parasternal line sinistra
Batas kiri: ICS V, midclavicular line sinistra
Auskultasi S1, S2: tunggal, murmur -, gallop -, ekstrasistole -
D. Abdomen
Inspeksi Bentuk: flat
Umbilicus: normal
Kulit: normal
Auskultasi Bising usus: positif normal
Perkusi Tympani
Palpasi Turgor normal, tonus normal
Undulasi (-)
Murphy sign (-)
Hepar tidak teraba
Splenomegaly teraba Hacket II, Schuffner II
Bruit abdominal –
Vena kolateral –
Nyeri tekan (+) di semua regio
Ginjal tak teraba.
Nyeri ketok ginjal (-)

E. Inguinal – Genitalia – Anus


Genitalia tidak dapat dievaluasi, namun tidak ada keluhan.
Rectal touche (-)

F. Extremitas
Atas Akral hangat kering pucat, CRT < 2 detik
Sendi: tidak didapatkan nyeri sendi
Kuku: normal
Jari: tidak didapat kelainan
Edema: tidak didapatkan
Eritema palmaris + di palmar
Spider naevi -
Axilla tidak berbulu, tidak ada pembesaran KGB
Flapping tremor -
Bawah Sendi: tidak ada nyeri
Kuku: normal
Jari: tidak didapat kelainan
Edema –

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium Darah (11/3/20)
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan satuan
Hematologi
Hemoglobin 6,3 14-18 g/dl
Eritrosit 3,25 4,5-6,5 Juta/cmm

Leukosit 5.190 3500-10.000 u/l


Hematokrit 19 40-54 %
Trombosit 148.000 150.000-450.000 /ul
LED 66 0-5/ jam
Faal Hati
SGOT 87 37 mU/ml
SGPT 74 40 mU/ml
Faal Ginjal
Ureum 20,80 10-20 mg/dl
Kreatinin 1,41 0,8-1,5 mg/dl
Asam Urat 2,7 3,1-7.9 mg/dl
Lemak dan GD
Glukosa Darah 110 63-115 mg/dl
Sewaktu
Serum Elektrolit
Kalium 3,9 3,5-5,2 ISE
Natrium 137 135-146 ISE
Chlorida 103 94-111 ISE

b. HBsAg Rapid Test (25 Agustus 2019)


Reaktif
c. Chest X-Ray (25
Agustus 2019)
- Cor : ukuran kesan normal, conus pulmonalis menonjol
- Pulmo: tampak perhilar haziness di kedua lapang paru, densitas lapang
paru kanan tampak lebih tinggi dibanding kiri
- Trakea di tengah
- Sinus phenicocostalis kanan kiri tajam
- Tampak scalloping hemidiafragma kanan: hemidiafragma kiri tampak baik
- Tulang-tulang tampak baik
- Soft tissue tak tampak kelainan
Kesan: saat ini cor dan pulmo tak tampak kelainan

d. USG abdomen (5 September 2019)


 Hepar: permukaan irregular, VH/VP berkelok, echoparenchym meningkat
kasar, nodul/cyste/abses (-)
 Lien: ukuran sedikit membesar, nodul/cyste/abses (-)
 Scanning pancreas: ukuran normal, parenchym homogeny, klasifikasi (-)
 GB: ukuran normal, tak tampak penebalan dinding,tak tampak
batu/kista/massa
 Ginjal kanan: ukuran normal, intensitas echo parenkim tampak normal,
batas echo cortex tampak jelas, tak tampak ectasis system pelviocalyceal,
tak tampak batu/massa/kista
 Ginjal kiri: ukuran normal, intensitas echo parenkim tampak normal, batas
echo cortex tampak jelas, tak tampak ectasis system pelviocalyceal, tak
tampak batu/massa/kista
 Buli: terisi cukup cairan, tak tampak penebalan dinding, tak tampak
penebalan dinding, tak tampak massa/batu
 Prostat: ukuran normal, tak tampak kalsifikasi/massa
 Tampak cairan bebas abdomen
 Tak tampak massa/nodul KGB
 Kesan:
Early Cirrohosis Hepatis
Ascites
Saat ini GB/Ginjal kanan kiri/Buli/prostat tak tampak kelainan

e. Gastroskopi (29 Agustus 2019)


 Esophagus: Varices Gr.II-III, CRS+
 LES: Varices Gr II-III, CRS
 Fundus: Mukosa edema
 Corpus: Mukosa edema, Mazaic +
 Anthrum: Mukosa erosi
 Pylorus: Mukosa normal
 Bulbus: Mukosa normal
 Duodenum: Mukosa normal
 Kesan:
Varices esofagus grade II-III
Gastropathy Portal Hypertension

V. Analisis

SUBJEKTIF

 Muntah darah hitam


 Mual
 Pusing berkunang-kunang saat muntah darah
 Berdebar-debar saat muntah darah
 perut terasa begah/kembung dan nyeri sejak 3 hari SMRS
 Sumer-sumer, lemas, letih, lesu dan pusing 1 minggu SMRS
 Riwayat MRS karena sakit kuning/hepatitis B kronis-sirosis hepatis
varises esofagus
 Riwayat MRS karena berak hitam dan muntah darah hitam
 Riwayat perut membesar berisis cairan
 Riwayat psikososial minuman berenergi hemaviton dan extrajoss

OBJEKTIF

 KU: lemah
 Gizi: kurang
 Konjungtiva anemi
 Mukosa dan palatum pucat
 Rambut axilla rontok
 Nyeri tekan (+) di semua regio
 Splenomegaly H2 S
 Akral pucat
 Eritema palmaris
 Hb :6,3 g/dL↓
 RBC 2.15 x 106 /µL↓
 HCT 19 % ↓
 PLT 148 x 103/µL↓

 SGOT 87 mU/ml

 SGPT 74 mU/ml

 HBsAg Rapid Test: Reaktif


 USG Abdomen: Sirosis hepatis disertai Ascites
 Endoscopy: VE grade II-III, Gastropathy Portal Hypertension
VI. Diagnosis
Hematemesis + Sirosis Hepatis Child A + Anemia + Hepatitis B Kronik

VII. Planning
a. Terapi:
 Non medikamentosa:
- Bed rest
- Edukasi keluarga mengenai penyakit, tatalaksana dan komplikasi
penyakit
 Medikamentosa:
- Pasang NGT è evaluasi hematemesis
- Maintenance PZ 1000 cc/hari
- Inj Omeprazole4x40mg iv
- Inj. Asam Traneksamat 3x500 (k/p) iv
- Transfusi PRC 1 kolf/hari s/d Hb ≥8
- Syr Lactulosa 3x1 C
- Propranolol 3x10mg PO
- Furosemide 40mg-0-0 PO
- Spironolactone100-100-50 mg PO
- Diet Hati 1700kkal/hr

b. Monitoring : tanda vital, gejala klinis. tanda pendarahan, produksi


urine, rekasi post transfuse, tanda-tanda EH

VIII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Sirosis hepatis adalah fase lanjut dari penyakit hati kronis yang
menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif,
ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regeneratif. Sirosis hepatis ditandai oleh proses keradangan difus menahun pada
hati, nekrosis sel hati, usaha regenerasi dan proliferasi jaringan ikat difus
(fibrosis) di mana seluruh kerangka hati menjadi rusak disertai dengan bentukan-
bentukan regenerasi nodul.6,8,9,13,14 Sirosis hepatis pada akhirnya dapat
mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan pada kasus lanjut, menyebabkan
kegagalan fungsi hati secara bertahap.7
Secara klinis, sirosis hati dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
gejala klinisnya belum nyata dan dekompensata yang gejala dan tanda klinisnya
sudah jelas. Sirosis hati kompensata sendiri merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan klinis, untuk
membedakan hanya melalui biopsi hati.4

Gambar 2.1 Sirosis Hepatis (www. tanyadokteranda.com)


II. Epidemiologi
Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan
infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya
laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat
di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di
Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819
(4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.4
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun1
Insidensi penyakit ini disebutkan sangat meningkat sejak perang dunia II,
sehingga merupakan sebagai penyebab kematian paling menonjol. Peningkatan ini
sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis virus yang meningkat, namun lebih
bermakna karena asupan alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan
satu-satunya penyebab terpenting sirosis.7

III. Etiologi
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat
alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B
maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan
penyebab yang tidak diketahui (10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis
hepatis antara lain: 1,4,9
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol (alcoholic cirrhosis)
3. Kelainan metabolik, misalnya: hemokromatosis, penyakit Wilson,
nonalkoholik steato hepatis, dan lain-lain
4. Kholestasis berkepanjangan (baik intra maupun ekstrahepatik)
5. Obstruksi vena hepatica, misalnya sindrom Budd-chairi
6. Gangguan autoimun, misalnya hepatitis autoimun
7. Toksin dan obat-obatan, misalnya : methotrexate, amiodaron, arsenik, dan
lain-lain
8. Kriptogenik

IV. Anatomi dan Histologi Hepar


Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau
kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar
kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan
fungsi yang sangat kompleks.5 Hepar menempati daerah hipokondrium dextra
tetapi lobus sinistra dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan
dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti
bentuk dari batas costa dextra. Batas atas hepar berada sejajar dengan spatium
intercostalis V dextra dan batas bawahnya menyerong ke atas dari costa IX
dextra ke costa VIII sinistra. Hepar secara anatomis hepar terdiri dari lobus
dextra yang berukuran lebih besar dan lobus sinistra yang berukuran lebih kecil.
Lobus dextra dan sinistra dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Pada daerah
antara ligamentum falciforme dengan kandung empedu di lobus kanan dapat
ditemukan lobus quadratus dan lobus caudatus yang tertutup oleh vena cava
inferior dan ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hepar sendiri terbagi
lagi dalam 8 segmen berdasarkan aliran cabang pembuluh darah dan saluran
empedu yang dimiliki oleh masing-masing segmen.7,15 Permukaan hepar diliputi
oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang
melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan
peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan
seluruh organ , bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis,
membentuk rangka untuk cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu.
Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat masuknya vena porta dan arteri
hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatika.5
Gambar 2.2 Anatomi hepar (www.doctorology.net)

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatika dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika
keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk
ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena
akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari
hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena
mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini
mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh
limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel
hepar dan setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler
hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut
vena interlobular7.
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari
saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem
arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang
lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang membentik lamina
hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian
tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika. Pembuluh-
pembuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami
deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang
telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam
septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan
septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak arterior kecil mengalir
langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak ke septum
interlobularis7.

Gambar 2.3 Pembuluh darah pada hepar (www. enjoylongerhealth.com)

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar,
sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang
bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel
Kuppfer dan sel Stellata yang berbentuk seperti bintang16.
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen
vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri
hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan
oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting
kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan
langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga
tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan
penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki
sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan
disebelahnya16.
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari
hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam
dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting
dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau
perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan
aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan
kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor
kunci pembentukan fibrosis di hepar16.
Gambar 2.4 Histologi hepar (www. ekskresi.co.cc)

V. Fisiologi Hepar

Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dan memiliki fungsi yang
kompleks (Tabel 2.1)17.

Tabel 2.1 Fungsi Utama Hepar


Pembentukan dan sekresi empedu
Metabolisme nutrient dan vitamin
- Glukosa dan gula lain
- Asam amino
- Lipid (asam lemak, kolesterol, lipoprotein)
- Vitamin yang larut dalam lemak
- Vitamin yang larut dalam air
Inaktivasi beberapa zat
- Toxin
- Steroid
- Hormon lainnya
Sintesis protein plasma
- Albumin
- Faktor pembekuan
- Protein steroid-binding dan hormone-binding lainnya
Imunitas
- Sel Kupffer

Hepar juga merupakan organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat
penampungan darah yang bermakna di saat volume darah berlebihan dan mampu
menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga
merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang
tinggi, saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke
sistem yang lain, mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah
tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi
metabolisme yang dilakukan oleh hepar adalah10 :

 Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar


melakukan fungsi sebagai berikut :
o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
o Glukoneogenesis
o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara
metabolisme karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah
normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil
kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian
mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah
rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
 Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme
lemak antara lain :
o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh
yang lain
o Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein
o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80%
kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu
yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut
dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh.
Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein.
Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur
intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel.

 Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam


metabolisme protein adalah sebagai berikut :
o Deaminasi asam amino
o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan
tubuh, dikeluarkan lewat urin dan feses
o Pembentukan protein plasma (protrombin, fibrinogen, faktor
pembekuan V, VI, IX dan X)
o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino, termasuk mensintesis albumin dan globulin
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain
yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto
yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang
akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa
tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk
menggantikan oksigen keto.
 Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai
kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama
diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan
pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin
A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara
normal

 Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung


sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung
dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu,
bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan
dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di
dalam sel hepar sampai diperlukan.

 Metabolism steroid, yaitu terkait inaktivasi dan sekresi aldosteron,


glukokortikoid, estrogen, progesterone, dan testosteron.

 Detoksikasi sehingga toxin yang masuk ke tubuh dapat disekresi lewat


ginjal.

Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang
rendah. Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar
setiap menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri
hepatika dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27 persen dari
sisa jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena porta yang mengalir ke dalam hepar
adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam vena hepatika yang
mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal ini
menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid hepar normalnya
sangat rendah namun memiliki aliran darah yang tinggi. Namun, jika sel-sel
parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang
akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah, sehingga sangat
menghambat darah porta melalui hepar. Proses ini terjadi pada sirosis hepatis.
Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan besar yang
berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba-
tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran darah
porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan
hipertensi portal. 10

VI. Patofisiologi Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat.
Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama
lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi.
Tahap akhir penyakit kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :11
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut
lebar yang menggantikan lobulus.
2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan
ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)
hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).
3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.
Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian
sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya
berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan
regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis,
hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran
porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis,
kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua
bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi
pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini
pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan
pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi,
beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein
antara hepatosit dan plasma akan sangat terganggu.11,12
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal, sel stelata
mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses ini berjalan terus maka fibrosis
akan terus berjalan di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
digantikan jaringan ikat.4

Ikterus Metabolisme Perubahan Palmar eritema


KERUSAKAN HEPAR
Bilirubun Metabolisme Angioma
Steroid Ginecomastia

Varises
Hipertensi Sintesis Volume Darah
Esofagus
Portal Albumin Inaktifasi aldosteron & ADH

Splenomegali
Tekanan Aldosteron & ADH
Onkotik
Tekanan
Hidrostatik

Na & Retensi
Cairan
Ascites
Edema
Gambar 2.5 Proses dalam patofisiologi sirosis hepatis

VII. Klasifikasi
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 1,4
1. Mikronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3
mm.
2. Makronodular
Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3
mm.
3. Campuran
Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang
terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm.

Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas : 1,4


1. Sirosis Hepatis Kompensata
Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis Hepatis Dekompensata
Dikenal dengan active cirrhosis hepar, dan stadium ini biasanya gejala-
gejala sudah jelas, misalnya asites, edema dan ikterus.

VIII. Diagnosis
1. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis yaitu stadium kompensata, sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain sehingga
kebetulan memeriksakan faal hepar. Keluhan subjektif baru timbul bila
sudah ada kerusakan sel-sel hati, umumnya berupa:4,6
 Penurunan nafsu makan dan berat badan
 Mual
 Perasaaan perut kembung
 Perasaan mudah lelah dan lemah, kelemahan otot terjadi akibat
kekurangan protein dan adanya cairan dalam otot.
 Kegagalan parenkim hati ditandai dengan protein yang rendah,
gangguan mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan
hormonal (eritema palmaris, spider nevi, ginekomastia, atrofi
testis, dan gangguan siklus haid)
 Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, terjadi pada
proses aktif dan sewaktu-waktu dapat jatuh ke koma hepatikum
jika tidak dirawat intensif.
 Hipertensi portal (tekanan sistem portal > 10 mmHg), ditandai
splenomegali, ascites, dan kolateral. Dan umumnya, penderita akan
dirawat inap karena adanya penyulit seperti perdarahan saluran
cerna atas akibat pecahnya varises esophagus, asites yang hebat,
serta ikterus yang dalam.

Tabel 2.2 Gejala Kegagalan Fungsi Hepar & Hipertensi Portal


9
Kegagalan Fungsi Hepar Hipertensi Portal
- Ikterus - Varises esophagus/gaster
- Spider naevi - Splenomegali
- Ginekomastia - Ascites
- Hipoalbumin dan - Haemoroid interna
malnutrisi kalori protein - Caput medusa
- Bulu ketiak rontok - Pelebaran vena kolateral
- Ascites
- Eritema Palmaris
- “white nail”

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis
hepatis antara lain4 :
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat
aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau
ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi.
AST lebih meningkat dibanding ALT. Namun, bila enzim ini normal,
tidak mengenyampingkan adanya sirosis hepatis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan
ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya
meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan
meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang
selanjutnya menginduksi immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor
koagulan akibat sirosis
g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya
hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta
untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta,
pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma
hati pada pasien sirosis.

Tabel 2.3 Diagnosis Sirosis Hepatis


9
Pemeriksaan Hasil yang mungkin didapat
1. Anamnesis Lesu, BB turun, anoreksia-dispepsia,
nyeri perut, sebah, ikterus (BAK coklat
dan mata kuning), perdarahan gusi,
perut membuncit, libido menurun,
konsumsi alkohol, riwayat kesehatan
yang lalu (sakit kuning, dll), riwayat
muntah darah dan feses kehitaman.
2. Pemeriksaan Fisik - Keadaan umum & nutrisi
- Tanda gagal fungsi hati
- Tanda hipertensi portal
3. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah Tepi Anemia, leukopenia, trombositopenia,
PPT
 Kimia Darah Bilirubin, transaminase (hasil
bervariasi), alkaline fosfatase, albumin-
globulin, elektroforesis protein serum,
elektrolit (K, Na, dll) bila ada ascites
 Serologi - HBsAg dan anti HCV
- α FP
4. Endoskopi saluran cerna atas Varises, gastropati
5. USG/CT scan Ukuran hati, kondisi v. Porta,
splenomegali, ascites,dll
6. Laparoskopi Gambaran makroskopik visualisasi
langsung hepar
7. Biopsi hati Dilakukan bila koagulasi
memungkinkan dan diagnosis masih
belum pasti

IX. Komplikasi pada Sirosis Hepatis


Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut
berbagai macam komplikasi sirosis hati9 :
1. Hematemesis melena oleh karena pecahnya varises esophagus/cardia
2. Ascites permagna
3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai
yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi
sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri
abdomen serta demam4.
4. Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatri akibat
disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur kemudian berlanjut
sampai gangguan kesadaran dan koma4. Ensefalopati hepatic terjadi
karena kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun
(NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal dari pemecahan protein oleh bakteri
di usus. Oleh karena itu, peningkatan kadar NH3 dapat disebabkan oleh
kelebihan asupan protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan
alkalosis. Berikut pembagian stadium ensefalopati hepatikum:

Tabel 2.4 Pembagian stadium ensefalopati hepatikum


Stadium Manifestasi Klinis
0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya
ingat, konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi.
1 Gangguan pola tidur
2 Letargi
3 Somnolen, disorientasi waktu dan tempat, amnesia
4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri.

5. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan


fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa
adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.

X. Penatalaksanaan pada Sirosis Hepatis


Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresifitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, serta pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi
progresi kerusakan hati. Bila tidak terdapat koma hepatikum, berikan diet yang
mengandung protein 1gr/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.4
1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :
 Menghentikan penggunaan alkohol dan bahan atau obat yang
hepatotoksik
 Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat
menghambat kolagenik
 Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif
 Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai
konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.
 Pada penyakit hati non alkoholik, menurunkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis
 Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi
utama. Lamivudin diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan
3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.
 Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan
dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800-
1000 mg/hari selama 6 bulan
Diberikan antifibrotik, dalam hal ini lebih mengarah untuk keradangan
dan tidak terhadap fibrosis. Diberikan Interferon untuk mengurangi
aktivitas sel stelata, kolkisin untuk antiradang dan cegah pembentukan
kolagen, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam
penelitian.
2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites
 Tirah baring
 Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari
 Diuretic : spironolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic
bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa
edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi
dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)
 Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter),
diikuti dengan pemberian albumin.

Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)9
Diberikan antibiotik golongan cephalosporin generasi III seperti
cefotaxime secara parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima
hari/evaluasi cairan ascites ulang. Pengobatan selanjutnya berdasar
hasil kultur dan tes kepekaan antibiotik cairan ascites. Obat pilihan
yang sering dipakai:
- Ceftriaxone
- Kombinasi amoksisilin-as. Klavulamat
- Ciprofloxacin
Sedangkan untuk profilaksis terhadap PBS ulang (terutama jika
albumin < 1g/dl):
- Norfloksasin 400 mg/hari, jangka panjang
- Ciprofloxacin 750 mg/1x/minggu
- Cotrimoxazole 2x2 gr/5 hari/minggu

Varises Esofagus
 Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat
penyekat beta (propanolol)
 Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau
ligasi endoskopi

Ensefalopati Hepatik
 Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia
 Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia
 Diet rendah protein 0,5 gr/kgBB/hari, terutama diberikan
yang kaya asam amino rantai cabang

Sindrom Hepatorenal
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR.
Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat
perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif,
parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.
 Pada sirosis hepatis yang berat dapat dilakukan transplantasi hepar.

XI. Prognosis
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain
yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi.4
Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C
berturut-turut 100%, 80%, dan 45%.4
Tabel 2. Klasifikasi Sirosis dengan Skor Child-Turcotte-Pugh
Kriteria Klinis dan Nilai*
Biokimia 1 2 3
Bilirubin (mg/dl) < 2,0 2,0-3,0 > 3,0
Albumin (g/dl) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8
Ascites - Ringan-Sedang Berat atau refrakter
terhadap diuretik
Ensefalopati - Stadium I/II Stadium III/IV
Waktu Protrombin#
Perpanjangan <4 4-6 >6
INR <1,7 1,7-2,3 >2,3

* Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, kelas A (5-6 poin) mengindikasikan


penyakit hati least severe, kelas B (7-9 poin) mengindikasikan penyakit hati
moderately severe dan kelas C (10-15 poin) mengindikasikan most severe.
# Hanya salah satu. Pemanjangan waktu protrombin atau INR yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi, S.M. 2003. Sirosis hati. USU digital library Fakultas Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Dalam USU: Medan.
2. Suyono,dkk. 2006. Sonografi Sirosis Hepatis di RSUD Dr. Moewardi.
3. Raymon, T.C. & Daniel, K.P. 2005. Cirrhosis and its complications in
Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Edition. Mc-Graw Hill:
USA.
4. Nurdjanah, S. 2006. Sirosis hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 4. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI:
Jakarta.
5. Amiruddin, R. 2006. Fisiologi dan Biokimia Hati dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UI: Jakarta.
6. Konthen, P.G. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag./SMF Ilmu
Penyakit Dalam. Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo:Surabaya.
7. Lindseth, G.N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.
Dalam Patofisiologi Sylvia A.Price et.al. Edisi 6. EGC: Jakarta.
8. Siregar, G.A. 2001. Cirrhosis Hepatis pada Usia Muda. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Medan.
9. Setiawan, P.B., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo:
Surabaya.
10. Hall & Guyton. 2004. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC: Jakarta
11. Kumar V., Cotran R.S., & Robbins S.L. 2004. Hati dan saluran empedu
dalam Robbins Buku Ajar Patologi 7th Edition Volume 2. EGC: Jakarta.
12. Taylor CR. 2011. Cirrhosis. [serial on line].
http://emedicine.medscape.com/article/366426-overviewm. [9 maret 2020]
13. Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
14. Fauci, A.S. et all. 2008. Cirrhosis and its complications in Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th Edition. Mc-Graw Hill: USA
15. Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan,
Panggul, Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. EGC: Jakarta
16. Junqueira, L.C.,et all. 1997. Histologi Dasar. EGC: Jakarta
17. Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai