AGAMA
ISLAM
(MEMBANGUN MASYARAKAT ISLAM MODERN)
MANUSIA DAN
KETUHANAN
Abstract Kompetensi
Dalam abad teknologi ultra modern Pada bab ini mahasiswa akan
sekarang ini, manusia telah membahas masalah keimanan dan
diruntuhkan eksistensinya sampai pengkajian kembali dalam masalah
ke tingkat mesin akibat pengaruh tersebut. Sebagian aspek keimanan
modernisasi. Roh dan kemuliaan mendapat perhatian dan pengkajian
manusia telah diremehkan begitu yang begitu intensif, sehingga mudah
rendah. Manusia adalah mesin yang didapat di tengah masyarakat. Aspek
dikendalikan oleh kepentingan yang akan dikaji dalam bab ini adalah
financial untuk menuruti arus hidup aspek kejiwaan dan nilai. Aspek ini
yang materialistis dan sekuler. belum mendapat perhatian seperti
Martabat manusia berangsur-angsur perhatian terhadap aspek lainnya.
telah dihancurkan dan Kecintaan kepada Allah, ikhlas beramal
kedudukannya benar-benar telah hanya karena Allah, serta mengabdikan
direndahkan. Modernisai adalah diri dan tawakal sepenuhnya kepada-
merupakan gerakan yang telah dan Nya, merupakan nilai keutamaan yang
sedang dilakukan oleh Negara- perlu diperhatikan dan harus
negara Barat Sekuler untuk secara diutamakan dalam menyempurnakan
sadar atau tidak, akan menggiring cabang-cabang keimanan.
kita pada kehancuran peradaban.
Tak sedikit dari orang-orang Islam
yang secara perlahan-lahan menjadi
lupa akan tujuan hidupnya, yang
semestinya untuk ibadah, berbalik
menjadi malas ibadah dan lupa akan
Tuhan yang telah memberikannya
kehidupan. Akibat pengaruh
modernisasi dan globalisasi banyak
manusia khususnya umat Islam
yang lupa bahwa sesungguhnya ia
diciptakan bukanlah sekedar ada,
namun ada tujuan mulia yaitu untuk
Pendidikan modern telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan
pengaruhnya telah sedemikian rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai
membina jiwa generasi mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar
pikir dan akal budi mereka”, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif
pendidikan modern. Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya
dan berusaha menyempurnakannya dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu
segera diambil tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang
bukan berasal dari ajaran spiritualitas Islam.
Seorang muslim yang paripurna adalah yang nalar dan hatinya bersinar, pandangan
akal dan hatinya tajam, akal pikir dan nuraninya berpadu dalam berinteraksi dengan Allah
dan dengan sesama manusia, sehingga sulit diterka mana yang lebih dahulu berperan
kejujuran jiwanya atau kebenaran akalnya. Sifat kesempurnaan ini merupakan karakter
Islam, yaitu agama yang membangun kemurnian akidah atas dasar kejernihan akal dan
membentuk pola pikir teologis yang menyerupai bidang-bidang ilmu eksakta, karena dalam
segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima
sebagai ajaran akidah yang benar dan lurus.
Pilar akal dan rasionalitas dalam akidah Islam tercermin dalam aturan muamalat dan
dalam memberikan solusi serta terapi bagi persoalan yang dihadapi. Selain itu Islam adalah
agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati yang dipenuhi dengan
keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu, egoisme, dan sikap ingin
menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika kehangatan spiritualitas yang
dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi
iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang sedang berjalan.
”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya
?”Perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri:
Dan Fir’aun berkata: ‘Wahai para pembesar hambaku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu
selain aku’.(QS. alQhashash ayat 38)
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai olehnya.
Al-ilah ialah: yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepadanya, merendahkan
diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika
berada dalam kesulitan, berdo’a, dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri,
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya
dan terpaut cinta kepadanya. (M. Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dipahami, bahwa Tuhan itu bisa berbentuk
apa saja, yang dipentingkan oleh manusia. Yang pasti ialah manusia tidak mungkin atheis,
tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Berdasarkan logika al-Qur’an setiap manusia pasti
mempunyai sesuatu yang dipertuhankannya. Dengan demikian, orang-orang komunis pada
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “Laa illaha illaa Allah”. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan suatu
penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan
dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, yang ada dalam hatinya hanya satu Tuhan yang
bernama Allah.
1. Pemikiran Barat
Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang didasarkan atas
hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat
penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori
evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula
dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson Smith,
Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut teori
evolusionisme adalah sebagai berikut:
a. Dinamisme
Manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh
dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda.
Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada
pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang
berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India). Mana adalah
kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu
dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia
dapat dirasakan pengaruhnya.
b. Animisme
Masyarakat primitif juga mempercayai adanya peran roh dalam hidupnya. Setiap benda
yang dianggap benda baik, mempunyai roh. Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai
sebagai sesuatu yang aktif sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap
sebagai sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang, rasa tidak senang, serta
c. Politeisme
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum cendekiawan. Oleh
karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan seleksi, karena tidak mungkin mempunyai
kekuatan yang sama. Lama-kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih
definitif (tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan,
namun manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. kepercayaan satu Tuhan untuk
satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat Nasional).
e. Monoteisme
Istilah Tuhan dalam Al-Quran digunakan kata ilaahun, yaitu setiap yang menjadi
penggerak atau motivator, sehingga dikagumi dan dipatuhi oleh manusia. Orang yang
mematuhinya di sebut abdun (hamba). Kata ilaah (tuhan) di dalam Al-Quran konotasinya
ada dua kemungkinan, yaitu Allah, dan selain Allah. Subjektif (hawa nafsu) dapat menjadi
ilah (tuhan). Benda-benda seperti : patung, pohon, binatang, dan lain-lain dapat pula
berperan sebagai ilah. Demikianlah seperti dikemukakan pada surat Al-Baqarah (2) : 165,
sebagai berikut:
Sebelum turun Al-Quran dikalangan masyarakat Arab telah menganut konsep tauhid
(monoteisme). Allah sebagai Tuhan mereka. Hal ini diketahui dari ungkapan-ungkapan yang
mereka cetuskan, baik dalam do’a maupun acara-acara ritual. Abu Thalib, ketika
memberikan khutbah nikah Nabi Muhammad dengan Khadijah (sekitar 15 tahun sebelum
turunya Al-Quran) ia mengungkapkan kata-kata Alhamdulillah. (Lihat Al-Wasith,hal 29).
Adanya nama Abdullah (hamba Allah) telah lazim dipakai di kalangan masyarakat Arab
sebelum turunnya Al-Quran. Keyakinan akan adanya Allah, kemaha besaran Allah,
kekuasaan Allah dan lain-lain, telah mantap. Dari kenyataan tersebut timbul pertanyaan
apakah konsep ketuhanan yang dibawakan Nabi Muhammad? Pertanyaan ini muncul
karena Nabi Muhammad dalam mendakwahkan konsep ilahiyah mendapat tantangan keras
dari kalangan masyarakat. Jika konsep ketuhanan yang dibawa Muhammad sama dengan
konsep ketuhanan yang mereka yakini tentu tidak demikian kejadiannya.
Jika kepada mereka ditanyakan, “Siapa yang menciptakan lagit dan bumi, dan
menundukkan matahari dan bulan?” Mereka pasti akan menjawab Allah.
Dengan demikian seseorang yang mempercayai adanya Allah, belum tentu berarti
orang itu beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Seseorang baru layak dinyatakan bertuhan
kepada Allah jika ia telah memenuhi segala yang dimaui oleh Allah. Atas dasar itu inti
konsep ketuhanan Yang Maha Esa dalam Islam adalah memerankan ajaran Allah yaitu Al-
Quran dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan berperan bukan sekedar Pencipta, melainkan
juga pengatur alam semesta.
Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan
atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok – pokok
kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-yu’manu – amanan yang berarti
percaya. Oleh karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam
hati.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal
perbuatan (al-Imaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan)
Istilah iman dalam al-qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang memberikan
corak dan warna tentang suatu yang diimani, seperti dalam surat an-Nisa’: 51 yang dikaitkan
dengan jibti (kebatinan/Idealisme) dan thaghut (realita/nasionalisme). Sedangkan dalam
surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu wallaziina aamanuu bil baathili.
Bathil berarti tidak benar menurut Allah.Sementara dalam surat al-Baqarah: 4 iman
dirangkaikan dengan kata ajaran yang diturunkan oleh Allah.
Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau ajarannya,
dikatakan sebagai iman haq, sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya dinamakan iman
bathil.
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan
cabang. Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasullah saw. Yang kita jadikan
kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, kebersihan sebagian dari
iman, cinta bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah sebagian dari iman,
menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang sengsara dan menderita,
itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang - cabang keimanan yang paling pokok adalah
keimanan kepada Allah SWT.
B. Wujud Iman
Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang
muslim berbuat amal soleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap
sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
keyakinannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Seseorang
dipandang muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah
muslim maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amal saleh. Apabila
tidak berakidah, maka segala perbuatannya dan amalnya tidak mengandung arti apa-apa.
Oleh karena itu, menjadi seorang muslim berarti meyakini dan menjalankan segala
sesuatu yang diajarkan dalam ajaran Islam.
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang
berkesinambungan. Pengaruh pedidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung
sangat berpengaruh terhadap iman seseorang.
1. Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha ilmu Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya (al-anfal : 2)
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekeja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah. (Ali
imran : 120, Al maidah: 12, al-anfal : 2, at-taubah: 52, Ibrahim:11)
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakn perintah-Nya. (al-anfal:
3, Al-mu’minun: 2, 7)
4. Menafkahkan rizki yang diterima di jalan Allah. (al-anfal: 3, Al-mukminun: 2, 7)
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan.(Al-
mukminun:3, 5)
6. Memelihara amanah dan menepati janji. (Al-mukminun: 6)
7. Bersungguh-sungguh di jalan Allah dan Suka menolong. (al-Anfal : 74)
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. (an-nur: 62)
2. 5. Implementasi Iman
Masa depan ditentukan oleh umat yang memiliki kekuatan iman yang dominan.
Generasi peloporpenyumbang di bidang pemikiran (aqliyah), dan pembaruan (inovator),
perlu dibentuk di era pembangunan.
Melibatkan generasi muda secara aktif menguatkan jalinan hubungan timbal balik
antara masyarakat serumpun di desa dalam tata kehidupan sehari-hari. Aktifitas ini
mendorong lahirnya generasi penyumbang yang bertanggung jawab, di samping antisipasi
lahirnya generasi lemah.
C. Arus Globalisasi
Globalisasi juga menjanjikan harapan dan kemajuan. Setiap Muslim harus ‘arif dalam
menangkap setiap pergeseran dan tanda-tanda perubahan zaman. Kejelian dalam
menangkap ruh zaman (zeitgeist) mampu men- jaring peluang-peluang yang ada, sehingga
memiliki visi jauh ke depan. Diantara yang menjanjikan itu adalah pertumbuhan ekonomi
yang pesat. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi alat untuk menciptakan kemakmuran
masyarakat.
Paradigma tauhid, laa ilaaha illa Allah, mencetak manusia menjadi ‘abid, hamba
yang mengabdi kepada Allah dalam arti luas, berkemampuan melaksanakan ajaran syar’iy
mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasul Allah, untuk menjadi manusia mandiri (self help),
sesuai dengan eksistensi manusia itu di jadikan.
Manusia pengabdi (‘abid) adalah manusia yang tumbuh dengan Akidah Islamiah
yang kokoh. Akidah Islamiah merupakan sendi fundamental dari dinul Islam, dan titik dasar
paling awal untuk menjadikan seorang muslim.
Apabila Akidah tauhid telah hilang, dapat dipastikan akan lahir prilaku fatalistis
dengan hanya menyerah kepada nasib sambil bersikap apatis dan pesimis. Sikap negatif ini
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang. Karena begitu
pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini
sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah sebagai wujud
pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering
lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya selalu menganjurkan jamaah untuk
selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan beragama
membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia
(ibadah).
Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim.
Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda
dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman
seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis
jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan
iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya,
karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah “percaya”, maka taqwa adalah satu-
satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang
beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat akan tetapi tidak merealisasikan
keimanannya dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi
segala laranganNya, dan dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya
dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat
agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun
dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam
kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi
kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal
tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan
taqwa sebagai wujud implementasi dari keimanannya.
Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta
adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus
digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini. Memulai untuk bertaqwa adalah
dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri
untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti
taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya
bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih”, menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
A. Problem Ekonomi
B. Problem Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan Westernisasi. Ini tidak lain
hanyalah kata lain dari penanaman nilai-nilai Barat yang menginginkan lepasnya ikatan-
ikatan nilai moralitas agama yang menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu
“berkiblat” kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok ukur
suatu kemajuan.
C. Problem Agama
D. Problem Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah pada corak
kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham positivisme
dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris, eksperimental, dan terukur lebih
ditekankan. Dengan kata lain sesuatu dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini.
Tentu apabila direnungkan kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk menguji
kebenaran agama yang kadang kala kita harus menerima kebenarannya dengan
menggunakan keimanan yang tidak begitu poluler di kalangan ilmuwan – ilmuwan karena
keterbatasan rasio manusia dalam memahaminya.
Perbedaan metodologi yang lain bahwa dalam keilmuan dikenal istilah falsifikasi.
Artinya setiap saat kebenaran yang sudah diterima dapat gugur ketika ada penemuan baru
yang lebih akurat. Sangat jauh dan bertolak belakang dengan bidang keagamaan.Jika anda
tidak salah lihat, maka akan banyak anda temukan banyak ilmuwan yang telah menganut
faham atheis (tidak percaya adanya tuhan) akibat dari masalah – masalah dalam bidang
keilmuan yang telah tersebut di atas.
Dalam abad teknologi ultra modern sekarang ini, manusia telah diruntuhkan
eksistensinya sampai ke tingkat mesin akibat pengaruh modernisasi. Roh dan kemuliaan
manusia telah diremehkan begitu rendah. Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh
kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang materialistis dan sekuler. Martabat
manusia berangsur-angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-benar telah
direndahkan. Modernisai adalah merupakan gerakan yang telah dan sedang dilakukan oleh
Negara-negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak, akan menggiring kita pada
kehancuran peradaban. Tak sedikit dari orang-orang Islam yang secara perlahan-lahan
menjadi lupa akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah, berbalik menjadi malas
ibadah dan lupa akan Tuhan yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh
modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya umat Islam yang lupa bahwa
sesungguhnya ia diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan mulia yaitu untuk
beribadah kepada Allah SWT.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita ukur dari modernnya
pakaiannya, perhiasan dan penampilan. Namun modern bagi umat Islam adalah modern
dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial
budaya, politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah, dan disertai terwujudnya
masyarakat yang adil, makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
I.9 Peran Iman dalam Menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan
beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau
Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat
mencegahnya. Sebaliknya jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu
kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan
demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang
memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda keramat,
mengikis kepercayaan pada khufarat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang
yang beriman adalah firman Allah surat Al Fatihah ayat 1-7
Dimana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu kendatipun kamu di
benteng yang tinggi lagi kokoh. ( alQuran Surat An Nisa 4: 78)
Rezeki memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang
melepaskan pendirian bahkan tidak segan-segan melepaskan prinsip,menjual
kehormatan,bermuka dua,menjilat dan memperbudak diri karena kepentingan materi.
Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah:
“Dan tidak ada satu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauhul mahfud”) (QS.Hud, 11:6)
Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan
kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan , hatinya
tentram(mutmainah), dan jiwanya tenang(sakinah), seperti dijelaskan firman Allah:
…..(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram (Ar-Ra’d,13:28)
“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahal yang lebih baik
dari apa yang mereka kerjakan.” (QS.An Nahl, 16:97)
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa pamrih ,
kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah
diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berfirman pada
firman Allah:
“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.”(QS. Al-An’aam, 6:162)
Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah membimbing
dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan demikian orang yang beriman
adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-
orang yang beruntung. (Al-Baqarah, 2:5)
Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis tubuh
manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.
Jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan azas moral dan ahklak,
merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak pernah ingat kepada
Allah, maka orang yang seperti ini hidupnya akan dikuasai oleh kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan menyebabkan tingginya hormon adrenalin dan persenyawaan kimia
lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap biologi tubuh serta
lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon dan kimiawi akan
mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme zat dalam tubuh manusia.
Pada waktu itulah timbullah gejala penyakit, rasa sedih, dan ketegangan psikologis, serta
hidupnya selalu dibayangi oleh kematian.
Daftar Pustaka