Anda di halaman 1dari 70

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu penghasil ikan yang cukup besar

karena memiliki wilayah kelautan yang cukup luas dengan bentangan luas

laut mencapai kurang lebih 5,8 juta km² yang terdiri dari perairan kepulauan /

laut Nusantara 2,3 juta km², perairan teritorial 2,8 juta km², perairan

pedalaman dan kepulauan 2,7 km² Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dikelilingi

lebih 17.500 pulau dan panjang pantai 95.181 km. Terdapat perairan umum

di wilayah daerah seluas 0,54 juta km². Potensi ekonomi kelautan

diperkirakan mencapai Rp 7.200 triliun per tahun atau enam kali lipat dari

APBN 2011 1.299 trilliun. Namun konsumsi hasil perikanan masyarakat

Indonesia masih relatif rendah yaitu 21,7 kg/kapita/tahun. Oleh sebab itu,

Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan pada tahun 2015

konsumsi hasil perikanan menjadi 3721,7 kg/kapita/tahun (Indonesia

Maritime Institute, 2010).

Potensi sumber daya hayati di Indonesia sangatlah besar baik ditinjau

dari keanekaragaman jumlahnya maupun nilai ekonomisnya. Hal ini di tandai

dari luasnya perairan Indonesia yaitu kurang lebih dari 70% dari wilayahnya

yang ada memiliki peluang ekspor yang sangat besar di bidang perikanan,
2

salah satunya adalah Tuna. Salah satu faktor yang mendukung ekspor Tuna

adalah ketersediaannya yang melimpah di perairan Indonesia. Permintaan

konsumen akan bahan pangan yang bergizi semakin meningkat seiring

dengan perkembangan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya gizi

yang berimbang dalam pembentukan sumber daya manusia yang

berkualitas.

Tuna Steak Beku adalah produk yang dikelola dari tuna segar yang

telah mengalami perlakuan sebagai berikut : penerimaan, penyiangan,

pencucian, pembuatan loin, pengulitan dan perapihan, sortasi mutu,

pembentukan steak, pembungkusan, pembekuan secara cepat sehingga

suhu pusatnya maksimal -18°C, penggelasan, penimbangan, dan

pengepakan (SNI 01-4485.1-2006).

Untuk mendapatkan produk bermutu yang memiliki nilai ekonomis

tinggi, diantaranya adalah dengan menggunakan metode pembekuan. Upaya

pembekuan dilakukan untuk mempertahankan kesegaran produk terutama

dalam pemasarannya. Pembekuan atau penyimpanan beku (Cold storage)

adalah penyimpanan jangka panjang pada suhu rendah untuk

mempertahankan agar mutu produk tetap baik dan terjamin sehingga suplai

ikan tetap lancar (Kramlich, 1973).


3

Bakteri merupakan makhluk hidup yang sifatnya dapat memberikan

efek racun terhadap makanan hasil olahan seperti produk Tuna Steak Beku.

Munculnya beberapa penyakit dan kasus keracunan makanan yang

disebabkan oleh makanan dapat diakibatkan dari keadaan lingkungan yang

kurang baik, lingkungan fisik, kimia dan biologi. Salah satu cara untuk

mengetahui mutu dari setiap produk hasil perikanan ekspor maka harus di

lakukan pengujian seperti pengujian mikrobiologi. Contoh bakteri yang

sifatnya patogen yang banyak ditemukan pada produk olahan Tuna yaitu

Salmonella. Bakteri-bakteri ini jika dikonsumsi akan membahayakan

kesehatan manusia dan lingkungannya.

Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP)

Makassar, Sulawesi Selatan adalah salah satu instansi pemerintah yang

melakukan pengujian mutu yang salah satunya bidang mikrobiologi dan

mengeluarkan Health Certificate (HC) terhadap produk perikanan yang akan

diekspor.

Bakteri Salmonella adalah bakteri yang bersifat patogen dan paling

berbahaya bagi konsumen, sehingga dijadikan sebagai indikator keamanan

pangan. Hal inilah yang membuat penulis tertarik mempelajari lebih jauh

tentang tahap-tahap pengujian Salmonella dan bahaya yang ditimbulkan.

Oleh karena itu penulis mengambil judul “Pengujian Bakteri Salmonella


4

Pada Produk Tuna Steak Beku Di Balai Pembinaan Dan Pengujian Mutu

Hasil Perikanan (BPPMHP) Makassar,” karena jenis ini merupakan produk

yang paling sering dilakukan pengujian selama praktik.

B. Tujuan Dan Manfaat

1. Tujuan

Tujuan dilaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) yang dilakukan di

BPPMHP Makassar yaitu :

a. Untuk mengetahui standar mutu dan kelayakan produk Tuna Steak Beku

untuk ekspor.

b. Untuk mengetahui prosedur pengujian Salmonella dan memahami

metode yang digunakan dalam mengidentifikasi Salmonella pada

makanan.

c. Untuk mengetahui penyebab yang ditimbulkan oleh bakteri Salmonella

dan pencegahannya, khususnya pada saat mengkomsumsi makanan

yang mengandung Salmonella.


5

2. Manfaat

Manfaat dilaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) yang dilakukan di

BPPMHP Makassar yaitu :

a. Dapat memberikan jaminan keamanan pada produk Tuna Steak Beku

yang akan diekspor.

b. Memperoleh wawasan dalam melakukan uji mutu suatu produk hasil

perikanan khususnya pada produk Tuna Steak Beku.

c. Dapat mengetahui ciri dan karakteristik dari bakteri Salmonella serta cara

pencegahannya.
6

BAB II

PERSIAPAN

A. Rencana Kegiatan

Kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) akan dilaksanakan pada tanggal

01 Februari 2013 sampai 27 Mei 2013 di Balai Pembinaan dan Pengujian

Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) Makassar.

Adapun kegiatan yang akan dilaksanakan selama Praktik Kerja Lapang

(PKL) di BPPMHP Makassar pada pengujian Salmonella secara Mikrobiologi

yaitu mulai dari Pengenalan, Persiapan contoh, Pra pengkayaan,

Pengkayaan, Isolasi Salmonella, Uji pendugaan (TSI/LIA), Uji biokimia (Uji

Penegasan) dan Pewarnaan Gram. Sedangkan pengujian Salmonella

dengan menggunakan Test Kit yaitu mulai dari Penimbangan sampel,

Homogenisasi, Pemindahan sampel ke dalam mikroplate, Pencucian

menggunakan larutan Washing Buffer, Penambahan larutan Salmonella

Broth, Pencucian menggunakan larutan Washing Buffer, Penambahan

larutan Conjugate, Pencucian menggunakan larutan Washing Buffer,

Penambahan larutan Chromogen, Penambahan larutan Stop Solution dan

Pembacaan pada alat Elisa Reader.


7

B. Jadwal Kegiatan

Adapun jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan selama Praktik Kerja

Lapang (PKL) di Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan

dapat dilihat pada tabel 1.

Februari Maret April Mei


No Jenis Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pengenalan

2. Salmonella

3. Escherichia coli

4. ALT

5. Pengujian air/es

6. Vibrio cholera

7. Vibrio para

8. Staphylococcus

9. Kadar air

10 Kadar abu
.

11 Listeria
.

12 Histamin
8

13 Formalin
.

Tabel 1. Jadwal kegiatan di BPPMHP Makassar


C. Potensi Wilayah

Dalam era globalisasi, pembangunan perikanan dan kelautan Sulawesi

Selatan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dilihat dari adanya

peningkatan nilai ekspor yang berdampak pada devisa dan pendapatan asli

daerah.

Untuk meningkatkan volume ekspor produk perikanan dan jaminan

mutu produk perikanan, perlu adanya pemanfaatan sumber daya yang lebih

optimal melalui pengawasan mutu hasil perikanan yang dimulai dari pra

panen, panen, dan pasca panen yaitu meliputi penanganan, pengolahan,

pengepakan, hingga produk sampai ke konsumen yang ditunjang dengan

pengawasan oleh BPPMHP melalui pengujian laboratorium dengan

penerbitan sertifikat kesehatan, sehingga untuk dapat melakukan ekspor

pada suatu perusahaan harus mengirim permohonan pengambilan contoh ke

BPPMHP untuk dilakukan pengujian. Setelah BPPMHP melakukan pengujian

barulah diketahui apakah produk tersebut layak untuk ekspor.

Namun demikian, dilihat dari kondisi wilayah BPPMHP Makassar yang

tidak begitu mendukung, tempat BPPMHP berada jauh dari perusahaan


9

perikanan karena memang harus berada pada pemukiman dan tempat yang

tersendiri agar pada saat melakukan pengujian tidak ada gangguan seperti

keributan.

BAB III

PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan Praktik Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan selama 4

bulan mulai dari tanggal 01 Februari 2013 sampai 27 Mei 2013 di Balai

Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) Makassar, JL.

Prof. Ir.Sutami No. 23 Makassar Sulawesi Selatan.

Gambar 1. BPPMHP Makassar

B. Metode Pelaksanaan
10

Metode yang digunakan dalam Praktik Kerja Lapang (PKL) ini adalah

pengambilan data primer dan data sekunder.

1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

yang dilakukan dengan cara :

a. Observasi atau terlibat langsung dalam proses pengujian mutu ikan tuna

yang berhubungan dengan kegiatan mengidentifikasi bakteri Salmonella

meliputi sterilisasi, preparasi alat dan media, preparasi sampel,

pengkayaan, isolasi bakteri, pengamatan morfologi bakteri, uji biokimia,

dan pewarnaan gram, pengujian Salmonella menggunakan Test Kit.

b. Partisipasi aktif dan keikutsertaan dalam suatu kegiatan yang dilakukan

secara langsung di lapangan khususnya metode dan pengidentifikasian

bakteri Salmonella serta pemahaman dokumen di Balai Pembinaan dan

Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP).

c. Wawancara merupakan cara pengumpulan data dalam bentuk tanya

jawab atau diskusi dengan pembimbing teknis, staf pegawai, dan pihak-

pihak yang kompeten dibidangnya untuk memperoleh gambaran tentang

proses pengujian.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai laporan, studi

literatur dan pustaka yang menunjang untuk mendapatkan keterangan

ilmiah secara teoritis.


11

D. Keadaan Lokasi

1. Aspek Teknis

Lokasi Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP)

Makassar terletak didaerah dengan tekstur tanah datar dan terhindar dari

berbagai sumber pencemaran limbah dengan luas tanah 1.2 Ha yang

terdiri dari bangunan laboratorium 800 m², gedung administrasi / TU 270

m², gedung pengujian 540 m², dan selebihnya belum termanfaatkan.

2. Aspek Sosial

Apabila ditinjau dari aspek sosial, tingkat penerimaan masyarakat

terhadap BPPMHP Makassar cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari

masyarakat yang menyambut baik adanya BPPMHP Makassar dengan

menjalin kerjasama antara staf dengan masyarakat. Beberapa

masyarakat di sekitar lokasi dipekerjakan sebagai tenaga pembantu

sehingga dapat mengurangi pengangguran di sekitar lokasi BPPMHP

Makassar.

3. Aspek Ekonomi
12

Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Makassar

memiliki peranan penting yang cukup vital dalam menunjang keberhasilan

pembangunan perikanan. Dengan adanya BPPMHP Makassar, semua

produk perikanan yang akan diekspor sesuai persyaratan mutu, sehingga

dengan ekspor hasil perikanan akan menghasilkan sumber pendapatan

negara yang cukup besar.

D. Kegiatan-kegiatan

1. Tinjauan Umum Ikan Tuna

1.1. Klasifikasi Ikan Tuna

Ikan tuna adalah ikan pelagis besar yang menyebar di perairan yang

relatif dalam, memiliki sifat yang bergerak aktif dan sifat pergerakannya

dapat vertikal maupun kearah lainnya. Tuna akan memilih ruang hidup

sesuai dengan keinginannya, namun dalam keadaan darurat tuna akan

bergerak ke arah lingkungan yang sesuai.


13

Gambar 2. Ikan Tuna

Klasifikasi ikan tuna Menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub Phylum : Vertebrata

Class : Teleostei

Sub class : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Sub Ordo : Scromboidae

Family : Scromboidae

Genus : Thunnus

Species : Thunnus Albacores

Thunnus alalunga (Albacore)

                      Thunnus albacores (Yellowfin)

                      Thunnus macoyii (Southtern Bluefin)

                      Thunnus obesus (Big eye)

                                 Katsuwonus pelamis (Skip jack)

1.2. Morfologi Ikan Tuna


14

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti

cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek

dan terpisah dari sirip belakang, mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di

belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas,

sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari

penyokong menutup seluruh ujung hipural.

Badan ikan tuna berbentuk cerutu, hal ini memudahkan kecepatan

pergerakannya. Bagian belakang badan langsing, sedangkan bagian terlebar

terletak ditengah-tengah. Penampang lintang badan ikan tuna pada

umumnya berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Semua bagian

badannya ditutupi oleh sisik (kecuali jenis cakalang sama sekali tidak

mempunyai sisik) kecuali pada bagian dada yang mengeras.

Punggung berwarna biru tua kadang-kadang hampir hitam. Bagian

perut berwarna keputih-putihan. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik

kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya,

sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan

pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan,1983).

1.3. Standar Mutu Produk Akhir

Standar mutu produk Tuna Steak Beku sangat diperlukan demi

menjamin keamanan pangan terhadap konsumen. Adapun standar mutu


15

Tuna Steak Beku berdasarkan SNI 01-4485.1 2006, dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel.2 Standar Mutu Tuna Steak Beku

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu

a) Organoleptik,nilai Score 1-9 Minimal 7

maksimum

b) Cemaran mikroba

1) ALT,maks Koloni/gram Maksimal 5X105

2) Escherichia Coli, maks APM/gram Maksimal ≤3

3) Salmonella Per 25 gram Negatif

4) Vibrio Cholera Per 25 gram Negatif

c) Cemaran Kimia

1) Raksa ( HG ) Mg/kg Maksimal 1

2) Timbal ( Pb ) Mg/kg Maksimal 0,4

3) Histamin Mg/kg Maksimal 100

4) Cadmium ( Cd) Mg/kg Maksimal 0,1

d) Fisika :

1) Suhu pusat, maks °C -18°C

2) Bobot bersih Ekor Maksimal 0

Sumber : Dewan Standardisasi Nasional


16

Keterangan : ALT : Angka Lempeng Total, APM : Angka Paling Memungkinkan

2. Tinjauan Umum Salmonella

2.1. Sejarah Bakteri Salmonella

Bakteri Salmonella ditemukan pertama kali oleh Theobalth Smith pada

tahun 1885 saat meneliti penyakit pencernaan pada babi. Dengan

menggunakan mikroskop, Smith menemukan sekelompok bakteri berbentuk

batang yang menyebabkan kematian hewan ternak tersebut. Nama

Salmonella sendiri baru diberikan oleh Daniel Edward Salmon, rekan Smith

yang melakukan penelitian lebih lanjut terhadap jenis bakteri tersebut.

Salmon menyimpulkan bahwa bakteri Salmonella termasuk dalam genus

bakteri enterobakteria gram negatif, berbentuk batang, bisa bergerak bebas

dan menghasilkan hydrogen sulfide, serta menjadi penyebab timbulnya

penyakit “Salmonellosis” (Sukarta, 2008).


17

Gambar 3. Salmonella spp

2.2. Klasifikasi dan Morfologi Salmonella

Berikut adalah klasifikasi dari Bakteri Salmonella :

Kerajaan : Bakteri

Kelas : Gamma Proteobacteria

Order : Enterobacteriales

Keluarga : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : S. enterica (Anonim, 2009)

Menurut Yuasa, at. all (2003), mengatakan bahwa koloni bakteri

biasanya diamati 1-2 hari setelah diinkubasi dan setiap bakteri

memperlihatkan karakteristik koloni yang berbeda-beda. Kadangkala dapat

diduga genus atau spesies bakteri dari karakteristik koloni pada agar seperti

warna transparan, bentuk tipe koloni (teratur atau tidak teratur), adanya

kerumunan, kelompok dan produksi morfologi koloni bakteri masing-masing

genus.
18

Ciri-ciri morfologi Salmonella yaitu berbentuk batang, bakteri gram

negatif, tidak mencairkan gelatin, tidak melebar pada agar, banyak

karbohidrat yang dipecahkan dengan memproduksi asam dan gas, laktosa,

sucrose, dan salisin tidak dipecahkan, tidak memproduksi acetilmetil-

karbinol, tidak menghidrolisa urea, ditentukan dalam tubuh yang berdarah

panas pada hewan dan manusia, kadang-kadang pada reptil, biasanya

ditemukan pada makanan yang dimakannya, umumnya menghasilkan

hydrogen sulfide dan memanfaatkan ammonium sitrat dengan normal

(Buckle dkk, 1987).

2.3. Bahaya Bakteri Salmonella

Salmonella adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan

melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya Salmonella

menyebabkan penyakit pada organ pencernaan terutama pada binatang dan

manusia. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator

keamanan pangan. Artinya, karena semua serotip Salmonella yang diketahui

di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan

dianggap membahayakan kesehatan. Oleh karena itu berbagai standar air

minum maupun makanan mensyaratkan tidak ada Salmonella dalam 100 ml

air minum atau negatif Salmonella per 25 gram sampel makanan. Penyakit

yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonellosis (Sukarta, 2008).


19

Bakteri Salmonellosis adalah bakteri yang menular dengan kecepatan

luar biasa, dan bisa memperburuk dalam waktu yang sangat cepat.

Salmonellosis disebarkan kepada orang-orang dengan memakan bakteri

Salmonella yang mengkontaminasi dan mencemari makanan. Sumber dari

penyakit yaitu telur-telur mentah, daging mentah, sayur-sayur segar, sereal,

dan air yang tercemar. Ciri-ciri orang yang mengalami Salmonellosis adalah

diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam setelah memakan

makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah

demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Lingkungan yang menjadi

sumber organisme ini antara lain air, tanah, serangga, permukaan pabrik,

permukaan dapur, kotoran hewan, daging mentah, daging unggas, dan

makanan laut mentah (Roman C, 1996).

Ciri-ciri atau gejala orang yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella

setelah 24 jam -12 hari dengan ciri-ciri yaitu sakit kepala, pegal-pegal, diare,

kedinginan, pusing, pilek, dan dehidrasi. Gejala infeksi di pengaruhi oleh

Jumlah sel yang tertelan, daya tahan tubuh, umur dan kesehatan penderita,

spesies dan tipe Salmonella. Cara menghindari terinfeksi oleh bakteri

Salmonella pada bahan makanan yaitu mencuci telur sebelum dimasak,

memanaskan masakan sebelum dikonsumsi, teknik radiasi, menjaga sanitasi

alat-alat pengolahan, ruang pengolahan, lingkungan dan pekerjanya.


20

2.4. Metode Analisa

Metode analisa merupakan proses pembuktian atau konfirmasi

pengujian secara obyektif di laboratorium yang telah memenuhi persyaratan

yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Metode

analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri Salmonella

adalah metode analisa secara kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui

ada tidaknya suatu bakteri Salmonella dalam suatu makanan.    

Tujuan dari pengidentifikasian dalam uji suatu bakteri Salmonella pada

metode ini adalah untuk mengetahui mutu ataupun kualitas dari suatu produk

berdasarkan kemasan atau sifat mikrobiologinya. Pengujian mikrobiologi

pada sampel makanan akan selalu mengacu kepada persyaratan makanan

yang sudah ditetapkan.

3. Sanitasi ruangan Laboratorium

Kegiatan pembersihan ruangan laboratorium ini sangat diperlukan

untuk membebaskan peralatan-peralatan dari berbagai kotoran seperti debu,

serangga, dan lainnya. Peralatan-peralatan seperti inkubator, waterbath,

refrigerator, gelas ukur, autoclave, erlenmeyer, oven hendaknya dibersihkan

demi kelancaran dalam melakukan pengujian.

4. Sterilisasi Peralatan
21

Sebelum memulai pengujian, alat dan bahan dalam keadaan steril.

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan atau menghancurkan

semua bentuk kehidupan terutama mikroorganisme. Sterilisasi sangat

diutamakan baik alat-alat yang dipakai maupun medianya. Suatu alat atau

bahan dikatakan steril apabila alat atau bahan tersebut bebas dari mikroba

baik dalam bentuk vegetatif maupun spora. Spora pada bakteri Salmonella

dapat mati pada suhu 100°C. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang

tidak diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu kehidupan dan

proses yang sedang dikerjakan (Alcamo, I.E. 1984).

4.1. Sterilisasi Panas

Sterilisasi dengan panas merupakan metode yang relatif efisien.

Mikroorganisme dapat tumbuh pada berbagai temperatur, tetapi

pertumbuhannya dapat dihambat atau dihentikan bila suhu tumbuhnya

maksimum dinaikkan, maka akan terjadi perubahan molekul organiknya

sehingga mikroba tersebut akan mati (Alcamo, I.E. 1984).

4.1.1 Sterilisasi panas kering

Sterilisasi dengan udara panas (kering) digunakan alat yaitu oven (Hot

Air Sterilizer). Temperatur yang digunakan untuk alat ini umumnya 160°C

-180°C selama 2 jam. Sterilisasi dengan cara ini memerlukan waktu yang

lebih lama karena energi panas sulit menetrasi bahan yang disterilkan.
22

Sterilisasi ini bertujuan untuk mensterilkan alat-alat yang terbuat dari kaca

atau gelas seperti cawan petri, pipet, tabung reaksi, labu erlenmeyer, gelas

ukur, dan sebagainya (Alcamo, I.E. 1984).

Adapun prosedur dalam sterilisasi kering yang dilakukan di BPPMHP

yaitu :

1. Hubungkan stop kontak dengan tegangan arus listrik 220 volt.

2. Putar tombol pengatur temperatur sesuai dengan yang dikehendaki

160°C untuk sterilisasi kering.

3. Sesuaikan tombol pengatur waktu dengan lamanya pemakaian yakni 2-4

jam untuk sterilisasi kering.

4. Buka ventilasi untuk mempercepat pengeringan, bila mana ada bahan

yang disteril agak basah.

5. Menyusun alat pada pan/ plat yang tersedia.

6. Menutup alat dengan baik dan sempurna.

7. Tekan tombol pada posisi on dan lampu merah menyala.

8. Perhatikan dan periksa temperatur yang telah dicapai.

9. Sterilisasi selesai setelah lampu penunjuk warna kuning padam.


23

Gambar 4. Sterilisasi kering dalam oven

4.1.2 Sterilisasi panas basah

Sterilisasi panas basah adalah sterilisasi dengan uap air bertekanan,

merupakan cara yang paling banyak digunakan yaitu dengan menggunakan

autoclave (Volk and Wheeler, 1993). Autoclave ini bertujuan untuk

mensterilkan bahan yang akan digunakan seperi bahan uji (larutan), bahan

media tumbuh. Dalam sterilisasi ini, suhu yang digunakan yaitu 121°C

selama 15 menit.

Adapun tahapan dalam sterilisasi panas basah yang dilakukan di

BPPMHP yaitu :

1. Periksa banyaknya air yang akan dipergunakan sebagai bahan pemanas.

2. Hubungkan stop kontak dengan arus listrik tegangan AC 220 volt.

3. Menyusun bahan yang akan disteril di atas lempeng pemanas.

4. Sesuaikan pengatur waktu dan pemakaian seperti yang dikehendaki.

5. Tekan tombol pada posisi on, ditandai dengan lampu merah menyala.

6. Menutup alat dengan rapat setelah tombol uap air dan yakin bahwa

penutupan pada tekanan instalasi sudah sempurna.


24

7. Memeriksa temperatur dan tekanan yang dicapai setelah lampu penunjuk

berwarna hijau menyala untuk sterilisasi basah.

8. Operasikan alat setelah lampu hijau telah padam disertai bunyi alarm dan

tekanan tombol pada posisi off.

9. Setelah tekanannya turun, buka alat dengan perlahan-lahan sampai

temperatur berangsur-angsur turun dan keluarkan bahan yang telah steril.

(a) (b)
Gambar 5. (a) Media yang disteril (b) Autoclave

4.2. Sterilisasi dengan Filtrasi

Sterilisasi dengan filtrasi merupakan sterilisasi dengan cara

penyaringan. Sterilisasi ini bertujuan untuk mensterilkan bahan-bahan yang

mudah rusak karena panas khususnya fluida biologis seperti, enzim, vitamin,

dan antibiotika. Filtrasi cukup efektif untuk menyaring mikroorganisme dari

suatu cairan melalui kertas saring atau filter membran. Penyaringan dapat

dilakukan dengan mengalirkan cairan melalui suatu bahan penyaring yang


25

memiliki pori-pori cukup kecil untuk menahan mikroorganisme dengan

ukuran tertentu. saringan akan tercemar sedangkan cairan yang melaluinya

akan steril (Alcamo, I.E. 1984).

Membran filter yang digunakan terbuat dari selulosa asetat atau

polikarbonat. Tipe ini merupakan filter yang paling sering di gunakan. Filter

dilengkapi dengan berbagai ukuran pori, sehingga dapat menyaring bakteri

dengan berbagai ukuran. Filter membran dapat digunakan untuk menghitung

jumlah bakteri yang terdapat dalam pengujian air. Ukuran membran sangat

kecil yaitu 0,65 µm ± 0,03 µm (Alcamo, I.E. 1984).


26

Gambar 6. Sterilisasi dengan filtrasi menggunakan pompa


Vakum

5. Preparasi

Sebelum melakukan pengujian dilakukan tahap preparasi, dimana tahap

preparasi terdiri dari preparasi alat, preparasi media dan preparasi contoh.

5.1. Preparasi alat

Preparasi alat dimulai dari pencucian alat dengan menggunakan

detergen, lalu bilas dengan air bersih, dan aquadest, dan terakhir bilas

dengan alkohol 96% yang telah bercampur dengan aquadest. Aquadest

diperoleh dari hasil penyulingan atau filtrasi sehingga dapat dikatakan air

murni tanpa campuran apa pun. Alat-alat juga disterilisasi di oven untuk

beberapa jenis pengujian tertentu yang membutuhkan peralatan steril. Untuk

alat yang berisi media hasil pengujian harus terlebih dahulu disterilisasi pada

suhu 121°C selama 15 menit. Dalam melakukan sterilisasi alat dimasukkan

ke dalam autoclave dengan cara memiringkan tabung yang berisi agar,

supaya pada saat steril airnya akan keluar, setelah itu keluarkan kemudian

dicuci dengan air sabun lalu bilas dengan air bersih, selanjutnya bilas
27

dengan aquadest dan terakhir bilas dengan alkohol 96% yang telah

bercampur dengan aquadest.

Adapun peralatan yang digunakan antara lain :

1. Stomacher beserta plastik steril 10. Bunsen

2. Pipet 11. Autoclave

3. Cawan petri (petridish) 12. Gelas ukur

4. Tabung reaksi, rak tabung reaksi 13. Oven

5. Alat pengocok (Vortex) 14. Timbangan

6. Inkubator 35°C 15. pH meter digital

7. Waterbath 43°C 16. Spatula

8. Waterbath 42°C 17. Filter apparatus

9. Jarum inokulasi 18. Hot plate

5.2. Preparasi Media

Untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroba diperlukan

suatu substansi yang disebut media. Oleh sebab itu setiap media harus

memiliki nutrient media yang digunakan untuk menumbuhkan dan

mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunannya

dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Agar


28

mikroba dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di dalam media dan

pereaksi, maka diperlukan persyaratan tertentu yaitu bahwa di dalam media

harus terkandung semua unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan

dan perkembangan mikroba.

Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri

dari campuran zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk

pertumbuhannya. Persiapan media menjadi lebih mudah karena media yang

dipakai sudah jadi dan semua bahannya sudah terkandung dalam satu

media, tinggal menimbang, melarutkan dalam aquadest, menempatkan

dalam wadah yang sesuai, lalu sterilkan dalam autoclave.

Adapun media yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada

Tabel 3. Di bawah ini dan cara pembuatannya terdapat pada lampiran 1.

Tabel 3. Media Pengujian Salmonella

Media Pengujian Salmonella

1. Lactose Broth (LB) 12. Malonate Broth

2. Tetrathionate Broth (TTB) 13. Potassium Cyanide (KCN) Broth

3. Rappaport-vassilliadis (RV) medium 14. Lysine Decarboxylase Broth

4. Selenite Cystine Broth (SCB) 15. Motility Test Medium

5. Hectoen Enteric (HE) 16. MR-VP Broth

6. Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) 17. Phenol Carbohydrate Broth


29

7. Bismuth Sulfite Agar (BSA) 18. Purple Carbohydrate Broth

8. Triple Sugar Iron (TSI) 19. Simmon Citrate Agar (SCA)

9. Lysine Iron Agar (LIA) 20. Phenol Red Lactose

10. Urea Broth 21. Phenol Red Sucrose

11. Tryptone (tryptophane) Broth 22. Phenol Red Dulcitol

Adapun pereaksi yang digunakan dalam pengujian dan cara

pembuatannya terdapat pada Lampiran 2.

1. Larutan Brilliant Green Dye

2. Larutan Formalized Physiological Saline

3. Reagen Kovac’s

4. Indikator Methyl Red

5. Larutan physiological Saline 0,85%

6. Larutan Potassium Hydroxide

7. Reagen VP

8. Larutan 1 N Hydrochloric Acid

5.3. Preparasi Sampel

5.3.1. Penerimaan Sampel

Perusahaan perikanan atau eksportir mengajukan surat permohonan

pengambilan contoh produk perikanan dan permohonan untuk mendapatkan


30

sertifikat mutu hasil perikanan kepada Balai Pembinaan dan Pengujian Mutu

Hasil Perikanan (BPPMHP) agar produknya dapat diuji selambat-lambatnya

9 hari sebelum produk diekspor. Setelah pengajuan permohonan tersebut,

kepala Tata Usaha (TU) BPPMHP memberikan tugas kepada Petugas

Pengambilan Contoh (PPC) untuk melaksanakan pengambilan contoh sesuai

dengan permohonan dengan membawa surat tugas dari kepala Tata Usaha.

Sampel yang akan diuji diambil secara acak dari tempat penyimpanan

produk perusahaan sesuai prosedur pengambilan contoh yang berpedoman

pada Standar Nasional Indonesia (SNI 2326 : 2010). Setelah itu sampel

diterima dibagian tata usaha untuk dicatat tanggal penerimaan contoh dalam

pembukuan penerimaan contoh kemudian diserahkan ke bagian pengkodean

untuk diberi kode agar produk yang diuji tidak tertukar dengan produk dari

perusahaan yang lain.

Setelah menerima sampel dari sub bagian tata usaha, bagian

pengkodean membuat laporan pengambilan contoh dan memberikan kode

pada produk yang akan diuji. Untuk memudahkan pengkodean didasarkan

pada tanggal masuknya produk dan urutan masuknya produk. Selanjutnya

petugas penerimaan contoh dan pengkodean contoh melaporkan

penerimaan contoh kepada pemimpin manajer mutu yang kemudian

didisposisikan secara administratif kepada manajer teknis sekaligus

penyerahan contoh. Kemudian dilakukan pengujian sesuai dengan


31

permintaan pihak perusahaan seperti, pengujian Salmonella. Escherichia

Coli, Angka Lempeng Total (ALT), Vibrio Cholerae, Vibrio parahaemolyticus,

Staphylococcus, Listeria, pengujian air dan es. Pengujian tersebut harus

sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

5.3.2. Penimbangan sampel uji

Sampel yang telah diberi label dalam keadaan beku disimpan di talenan

besi yang telah dibersihkan dengan alkohol, kemudian diamkan selama 15

menit agar memudahkan dalam penimbangan. Dengan menerapkan teknik

aseptik, sampel diambil secara acak dan dipotong kecil-kecil, kemudian

timbang hingga berat masing-masing contoh yang akan diuji 25 gram.


32

Gambar 7. Penimbangan sampel


33

Gambar 8. Skema pengujian Salmonella secara mikrobiologi

6. Pengujian Salmonella secara Mikrobiologi

Prosedur analisa mikrobiologi pada pengujian Salmonella yang

dilakukan di BPPMHP Makassar adalah sebagai berikut :

6.1. Pra Pengkayaan

Setelah sampel ditimbang sebanyak 25 gram, masukkan ke dalam

plastik stomacher steril dan tambahkan 225 ml larutan Lactose Broth (LB)

kemudian homogenkan dengan menggunakan alat stomacher selama 30

detik, pindahkan larutan tersebut ke dalam botol BOD dan inkubasi selama

35°C ± 1°C selama 24 jam ± 2 jam.


34

Gambar 9. Pra pengkayaan

6.2. Pengkayaan

Mengocok perlahan-lahan contoh yang telah diinkubasi pada inkubator

dan dengan menggunakan mikropipet, mengambil masing-masing 1 ml

larutan contoh yang telah diinkubasi dan pindahkan ke dalam 10 ml

Tetrathionate Broth (TTB) dan 0,1 ml larutan contoh pindahkan ke dalam 10

ml Rappaport- Vassilliadis (RV) medium. Lakukan fiksasi panas sebelum dan

setelah pemindahan larutan.

Inkubasi Tetrathionate Broth (TTB) pada waterbath selama 24 jam ±2

jam pada suhu 43°C ± 0,2°C dan inkubasi Rappaport-Vassilliadis (RV)

medium selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 42°C ± 0,2°C pada waterbath

.
35

Gambar 10. Pengkayaan pada Salmonella

6.3. Isolasi Salmonella

mengocok tabung Tetrathionate Broth (TTB) dengan vortex sampai

homogen, dan dengan menggunakan jarum inokulasi mengambil 1 loop

larutan TTB yang telah diinkunbasi dan menggores ke dalam media Hectoen

Enteric(HE), xylose Lysine Desoxcholate (XLD), Bismuth Sulfite Agar (BSA).

Gores ke dalam media yang sama dengan mengambil 1 loop dari

tabung RV Broth lalu menggoreskan ke dalam media HE, XLD, dan BSA.

Inkubasi cawan yang berisi media HE, XLD, dan BSA selama 24 jam ± 2 jam

pada suhu 35°C ± 1°C, kemudian mengamati kemungkinan adanya koloni

Salmonella.
36

Gambar 11. Isolasi Salmonella

Pengamatan salmonella dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Pengamatan Morfologi Koloni Salmonella yang khas

Pengamatan morfologi koloni Salmonella yang khas (typical) adalah

pengamatan dengan cara mengambil koloni tunggal (koloni tersangka) dari

masing-masing media agar selektif setelah 24 jam ± 2 jam inkubasi.

Adapun koloni-koloni Salmonella yang khas (typical ) yaitu:

a. Pada media HE, koloni mempunyai ciri-ciri hijau kebiruan sampai biru tua

dengan atau tanpa titik hitam. Umumnya kultur Salmonella membentuk

koloni besar, dan hampir seluruh koloni terlihat warna hitam.

Gambar 12. HE yang positif


37

b. Pada media XLD, koloni mempunyai ciri-ciri berwarna merah jambu

(pink) dengan atau tanpa titik hitam. Umumnya kultur Salmonella

membentuk koloni besar atau hampir seluruh koloni berwarna hitam.

Gambar 13. XLD yang positif

c. Pada media BSA, koloni coklat, abu-abu, atau hitam dengan atau tanpa

titik hitam. Kadang-kadang metalik, media disekitar koloni berwarna coklat

kemudian berubah dengan makin lamanya inkubasi.

Gambar 14. BSA yang positif


38

2. Pengamatan Morfologi Koloni Salmonella yang tidak khas

Ciri-ciri Salmonella yang tidak khas (negatif) :

a. Pada media HE dan XLD agar, beberapa kultur Salmonella membentuk

koloni berwarna kuning dengan atau tanpa titik hitam.

b. Pada media BSA koloni yang tidak khas membentuk koloni berwarna hijau

dengan sedikit atau tanpa warna kehitaman disekitar media.

Gambar 15. Media HE, XLD, BSA yang negatif

6.4. Uji pendugaan Salmonella (TSI/LIA)

Mengambil 1 loop koloni tersangka (koloni yang diduga Salmonella) dari

masing-masing media selektif (HE, XLD,dan BSA) dengan menggunakan

jarum ose dan inokulasikan pada media Triple Sugar Iron (TSI) dengan cara

menggores pada agar miring dan menusuk pada agar tegak. Dari Triple

Sugar Iron (TSI), tanpa megambil koloni dan dengan menggunakan jarum
39

yang sama, inokulasikan pada media Lysine Iron Agar (LIA) dengan cara

menusuk agar terlebih dahulu kemudian gores pada agar miring. Inkubasi

TSI dan LIA pada inkubator selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C.

Gambar 16. Isolasi TSI/LIA

Koloni spesifik akan memberikan reaksi :

a. Pada media Triple Sugar Iron (TSI), kultur Salmonella memberikan

reaksi Alkalin (merah) pada agar miring dan asam (kuning) pada agar

tusuk dengan atau tanpa H2S, (warna kehitaman pada agar).

b. Pada media Lysine Iron Agar (LIA), kultur Salmonella yang tumbuh

memberikan reaksi alkalin (ungu) pada keseluruhan tabung dengan atau

tanpa H2S.
40

Gambar 17. TSI/LIA kanan (+) kiri (-)

Hasil reaksi biokimia Salmonella Sp pada TSI dan LIA dapat dilihat

pada Tabel.4 di bawah ini :

Tabel 4. Reaksi biokimia Salmonella Sp pada TSI dan LIA

Media Agar Miring Agar Tegak H2S

TSI Alkalin/k Asam/A +/-


( merah ) (kuning)

LIA Alkalin/k Asam/A +/-


(ungu ) (ungu)

Pengujian Salmonella akan dilanjutkan pada uji biokimia bila TSI agar

menghasilkan Alkalin/K (merah) pada agar miring dan asam (kuning) pada

agar tusuk, terdapat H2S dan tidak ada gas yang terbentuk dan pada LIA

menghasilkan Alkalin/K (ungu) pada keseluruhan tabung, terdapat H 2S dan

tidak ada gas. Dari hasil pengujian, pada sampel Tuna Steak Beku

dinyatakan positif Salmonella, kemudian dilanjutkan ke uji biokimia.

6.5. Uji Biokimia (Uji Penegasan)


41

Uji biokimia dilakukan jika tiga kultur TSI dari ketiga media selektif (HE,

XLD, dan BSA) yang digoreskan dari media Tetrathionate Broth (TTB) dan

Rappaport-VassIilliadis (RV) medium diduga positif. TSI yang menandakan

positif pada Salmonella kemudian dilanjutkan dengan uji Urea.

6.5.1. Uji urea

Pengujian ini dilakukan dengan cara menginokulasikan (memindahkan)

1 ose kultur dari masing-masing presumtif positif TSI agar miring ke dalam

media Urea Broth dengan menggunakan jarum ose, kemudian inkubasikan

selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C. Reaksi positif ditandai dengan

terbentuknya warna ungu menjadi merah, sedangkan reaksi negatif ditandai

dengan tidak terjadinya perubahan warna. Reaksi Salmonella untuk uji Urea

memberikan reaksi negatif (tidak terjadi perubahan warna) karena

Salmonella tidak dapat memakan kandungan atau nutrisi yang diperoleh dari

kadar Urea selama pertumbuhan, tetapi jika hasilnya memberikan reaksi

positif, maka bakteri yang terdapat pada media Urea bisa memakan nutrisi

pada Urea namun bakteri tersebut bukan Salmonella.


42

Gambar 18. Uji Urea Broth Kiri (-) kanan (+)

6.5.2. Phenol Red Dulcitol atau Purple Dulcitol Broth

Menginokulasikan 1 ose kultur dari TSI agar miring yang telah

diinkubasi selama 24 jam ke dalam media Phenol Red Dulcitol atau purple

Lactose Broth. Inkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C.

Mengamati setelah 24 jam, Reaksi yang terbentuk yaitu apabila positif,

media akan berubah warna menjadi asam (kuning) dan terbentuk gas dalam

tabung durham. Reaksi negatif, media tidak terjadi perubahan warna (media

tetap ungu).

Reaksi Salmonella untuk uji Phenol Red Dulcitol memberikan reaksi

positif yang ditunjukkan dengan warna asam (kuning) dan terbentuknya gas

pada tabung durham karena Salmonella memberikan reaksi negatif berarti

bakteri dalam media tidak bisa memproduksi Dulcitol sehingga media

berubah warna mejadi kuning disebabkan karena terdapatnya indikator

Bromcresol Purple dalam medium PBB. Dimana penambahan indikator ini

mengalami fermentasi karbohidrat jadi asam dan akhirnya indikator ini

berubah warna jadi kuning sehingga dapat dikatakan bukan Salmonella.


43

Gambar 19. Uji Dulcitol kanan (+) kiri (-)

6.5.3. Tryptone Broth (TB)

Dengan menggunakan jarum ose yang telah difiksasi, memindahkan 1

ose biakan dari TSI agar miring ke dalam media Tryptone Broth. Inkubasi

selama 24 jam ± 2 jam Pada suhu 35°C ±1°C.

6.5.3.1. Potasium Cyanida (KCN) Broth

Menginokulasikan 1 ose dari Tryptone Broth (TB) yang telah diinkubasi

selama 24 jam kedalam media KCN Broth. Tutup tabung rapat-rapat dan

melapisi dengan kertas parafilm agar tidak mudah terjadi penguapan.

Inkubasikan selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C tetapi amati
44

setelah 24 jam. Jika media memberikan reaksi positif ditunjukkan dengan

adanya pertumbuhan yang ditandai dengan adanya kekeruhan pada media

tetapi jika reaksinya negatif ditandai dengan tidak adanya kekeruhan (media

tetap bening). Reaksi Salmonella untuk uji KCN Broth yaitu negatif, tidak

ada pertumbuhan (kekeruhan) pada media karena Salmonella tidak dapat

memakan nutrisi pada media KCN tetapi jika reaksinya positif maka bakteri

pada media bisa memproduksi KCN namun bukan Salmonella

Gambar 20. Uji KCN Broth

6.5.3.2. Malonate Broth

Memindahkan 1 loop dari Tryptone Broth (TB) yang telah diinkubasi

selama 24 jam kedalam media Malonate Broth. Inkubasikan selama 48 jam

± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C, tetapi amati setelah 24 jam. Jika media

memberikan reaksi positif akan ditandai dengan perubahan warna dari hijau
45

menjadi biru tetapi jika reaksinya negatif, media akan tetap berwarna hijau.

Reaksi Salmonella untuk uji Malonate memberikan reaksi Variabel, bisa

negatif atau positif karena spesies Salmonella memiliki spesies yang

berbeda yaitu pada Salmonella arizonae memberikan reaksi yang positif

sedangkan pada Salmonella Enteritidis memberikan reaksi negatif.

Gambar 21. Uji Malonate kiri (+) kanan (-)

6.5.3.3. Uji Indol

Tryptone Broth (TB) yang telah diinkubasi selama 24 jam kemudian

tambahkan 0,2 ml – 0,3 ml Reagent kovacs’ untuk uji indol. Lalu mengamati

segera setelah penambahan reagen. Jika pada uji ini memberikan reaksi

positif ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media

dan jika reaksinya negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.

Reaksi Salmonella pada uji Indol memberikan reaksi negatif (tidak terbentuk

cincin merah pada permukaan media) karena pada media Tryptone Broth

yang kaya akan triptofan tidak dapat menghasilkan Indol tetapi jika reaksinya
46

positif Indol yang terbentuk akan berwarna merah dengan penambahan

reagen Kovach yang mengandung p-dimetilbenzaldehid.

Gambar 22. Uji indol kiri (+) kanan (-)

6.5.4. Uji Serologi Polyvalent Somatic (O)

Dengan menggunakan jarum ose, mengambil 1 loop kultur dari TSI

agar miring yang telah diinkubasikan selama 24 jam – 48 jam dan

meletakkan diatas gelas preparat, kemudian menetesi dengan larutan saline

0,85% steril. Letakkan 1 tetes Salmonella Polyvalent Somatic (O) Antiserum

disamping suspensi koloni. Campurkan kontrol dengan menggunakan larutan

saline dan Antiserum. memiringkan campuran tersebut ke kiri dan ke kanan,

dan mengamati segera pada latar belakang yang gelap. Jika reaksinya positif
47

akan terjadi penggumpalan pada larutan kultur dan tidak terjadi

penggumpalan pada larutan control tetapi jika reaksinya negatif maka tidak

terjadi penggumpalan baik pada larutan kultur maupun larutan kontrol.

6.5.5. Purple Lactose Broth

Pengujian ini dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 ose dari TSI

Agar miring yang telah diinkubasi selama 24 jam – 48 jam ke dalam phenol

red lactose atau purple Lactose Broth dengan menggunakan jarum ose.

Inkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C, tetapi amati setelah

24 jam. Jika hasilnya memberikan reaksi positif ditandai dengan terjadinya

pembentukan asam (kuning) dan gas pada tabung durham tetapi jika

reaksinya negatif maka media tetap berwarna ungu dan tidak terbentuk gas.

Reaksi Salmonella pada uji lactose memberikan hasil negatif

ditunjukkan dengan tidak terbentuknya gas pada tabung durham dan tidak

terjadi perubahan warna (ungu) karena Salmonella tidak dapat memproduksi

Lactose/memakan kandungan nutrisi pada media ini tetapi jika hasilnya

memberikan reaksi positif berarti bakteri ini bisa memproduksi Lactose

sehingga media berubah warna mejadi kuning disebabkan karena

terdapatnya indikator bromcresol purple dalam medium PBB. Dimana


48

penambahan indikator ini mengalami fermentasi karbohidrat jadi asam dan

akhirnya indikator ini berubah warna jadi kuning tetapi bukan Salmonella.

Gambar 23. Uji Lactose kiri (-) Kanan (+)

6.5.6. Purple Sucrose Broth

Menginokulasikan 1 ose dari TSI Agar miring yang telah diinkubasi

selama 24 jam – 48 jam kedalam Phenol red sucrose atau purple sucrose

Broth. Inkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C, tetapi amati

setelah 24 jam. Jika media ini memberikan reaksi positif ditandai dengan

terjadinya pembentukan asam (kuning) dan gas pada tabung durham tetapi

jika reaksinya negatif maka media tetap ungu dan tidak terbentuk gas.
49

Reaksi Salmonella untuk uji Phenol Red Sucrose Broth memberikan

hasil negatif, ditunjukkan dengan tidak terbentuknya gas pada tabung

durham dan warna tetap ungu karena Salmonella tidak dapat memproduksi

Sucrose/memakan kandungan nutrisi pada media ini tetapi jika hasilnya

memberikan reaksi positif berarti bakteri ini bisa memproduksi Sucrose

sehingga media berubah warna mejadi kuning disebabkan karena

terdapatnya indikator bromcresol purple dalam medium PBB. Dimana

penambahan indikator ini mengalami fermentasi karbohidrat jadi asam dan

akhirnya indikator ini berubah warna jadi kuning tetapi bukan Salmonella.

Gambar 24. Uji sucrose kiri (-) kanan (+)

6.5.7. Medium MR-VP

Dengan menggunakan jarum ose, mengambil 1 ose dari TSI Agar

miring dan memindahkan ke dalam media MR-VP Broth dan inkubasikan

selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C.

6.5.7.1. Uji Voges Proskauer (VP)


50

Memindahkan 1 ml MR-VP Broth yang telah diinkubasi selama 48 jam ±

2 jam pada suhu 35°C ± 1°C ke dalam tabung reaksi kecil yang steril dengan

menggunakan pipet steril 1 ml dan tambahkan 0,6 ml alphanaphtol dan

kocok. Tambahkan 0,2 ml larutan 40% KOH dan mengocok kembali. Amati

hasilnya setelah 4 jam. Jika media memberikan reaksi positif akan terjadi

perubahan warna menjadi merah tetapi jika reaksinya menunjukkan reaksi

negatif akan terjadi perubahan warna menjadi coklat. Reaksi Salmonella

pada uji VP memberikan reaksi negatif yaitu dengan perubahan warna

menjadi coklat karena pada saat penambahan KOH dan alphanaphtol tidak

terdapat asetoin (Asetil Metal Karbinol) yang merupakan senyawa pemula

terbentuknya Salmonella tetapi jika hsilnya memberikan reaksi positif berarti

terdapatnya asetoin yang ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi

merah namun bukan Salmonella.

Gambar 25. Uji vp kiri (+) kanan (-)

6.5.7.2. Uji Methyl Red (MR)


51

Menyiapkan MR-VP Broth yang telah diinkubasikan selama 48 jam ± 2

jam pada suhu 35°C ±1°C dan tambahkan 5 - 6 tetes indikator Methyl Red

kedalam media MR-VP yang telah diinkubasi selama 96 jam. Amati hasilnya

dengan segera. Jika reaksinya memberikan reaksi positif, ditandai dengan

terjadinya warna merah pada media tetapi jika reaksinya negatif akan

terjadinya warna kuning. Reaksi Salmonella untuk uji Methyl Red

memberikan reaksi positif, ditandai dengan warna merah menyebar ke

seluruh media karena dapat memakan nutrisi dan disertai penambahan

indikator Methyl Red yang dapat merubah warna media menjadi merah tetapi

jika reaksinya negatif berarti bakteri tidak dapat memakan nutrisi pada media

ini sehingga dapat dikatakan bukan Salmonella.

Gambar 26. Uji Methyl Red kiri (-) kanan (+)

6.5.8. Simmon Citrat Agar (SCA)


52

Pengujian ini dilakukan dengan cara memindahkan 1 ose dari TSI Agar

miring kedalam media Simmon Citrate Agar miring dengan cara menggores

agar miring. Inkubasikan selama 96 jam ± 2 jam pada suhu 35°C ± 1°C.

Reaksi positif ditandai dengan terjadinya pertumbuhan yang biasanya diikuti

dengan perubahan warna dari hijau menjadi biru. Reaksi negatif di tandai

dengan tidak ada atau sedikit sekali pertumbuhan dan tidak terjadi

perubahan warna. Reaksi Salmonella untuk uji SCA memberikan reaksi

Variabel bisa negatif atau positif karena spesies Salmonella memiliki spesies

yang berbeda yaitu pada Salmonella arizonae memberikan reaksi yang

positif sedangkan pada Salmonella Enteritidis memberikan reaksi negatif.

Gambar 27. Uji SCA kiri (-) kanan (+)

Hasil Uji Biokimia pada pengujian Salmonella dapat dilihat padaTabel.5

dapat dilihat di bawah ini :

Tabel 5.  Reaksi biokimia Salmonella

Hasil Reaksi Rea


No
Pengujian ksi
53

1 Glukosa (TSI) Tusukan kuning Tusukan merah +


2 Lysine Decarboxylase Tusukan ungu Tusukan ungu +
3 H2S (TSI dan LIA) Hitam Tidak hitam +
4 Urease ungu sampai merah Tidak ada perubahan -
5 Dulcitol kuning dan ada gas Warna ungu +
7 KCN Broth Pertumbuhan Tidak ada -
8 Malonate Broth Warna biru Tidak ada perubahan v
9
Uji Indol Permukaan merah Warna kuning -

Uji Serologi Polyvalent


10 penggumpalan Tidak ada +
Somatic (O)
Lactose Broth kuning dan ada gas
11 Tidak ada perubahan -
Warna kuning atau
12 Sucrose Broth Tidak ada perubahan -
ada gas
Uji Voges Proskauer Tidak ada perubahan
13 Merah muda -
(VP) warna
14 Uji Methyl Red (MR) Warna merah Warna kuning +
Tidak ada
Simmons Citrate agar Ada pertumbuhan,
15 pertumbuhan dan v
(SCA) warna biru
perubahan warna
Catatan:
a
, 90% atau lebih positif dalam 1 atau 2 hari;
, 90% atau lebih negatif dalam 1 atau 2 hari;
v, variable

Adapun kriteria pengujian non Salmonella dapat dilihat pada Tabel.6

Tabel 6. Kriteria untuk kultur non Salmonella

No pengujian Negatif Reaksi

1. Urease warna ungu sampai merah +

2. Uji Indol Warna merah pada permukaan +


54

3. KCN Ada pertumbuhan (keruh) +

4. Lactose Broth Warna kuning dan ada gas +

5. Sucrose Warna kuning dan ada gas +

6. VP Merah muda sampai merah +

7. Methyl Red Warna kuning menyebar -

7. Uji Morfologi (Pewarnaan Gram)

Pewarnaan gram yaitu suatu metode untuk membedakan spesies

bakteri menjadi dua kelompok besar, yaitu gram-positif dan gram-negatif

(Tamrin, Mangile erni, Sediati, 2005). Pewarnaan gram biasa juga disebut

pewarnaan deferensial. Adalah Christian Gram, seorang ahli bakteriologi

asal Denmark, menemukan suatu pewarnaan  bertingkat yang dinamakan

Pewarnaan Gram.

Pewarnaan gram memilahkan bakteri menjadi 2 kelompok, yaitu bakteri

gram positif dan gram negatif.  Bakteri gram positif berwarna ungu yang

disebabkan oleh kompleks warna crystal  violet tetap dipertahankan

meskipun diberi larutan pemucat. Sedangkan bakteri gram negatif berwarna

merah karena kompleks warna tersebut larut sewaktu pemberian larutan

pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah.

Perbedaan hasil dalam pewarnaan tersebut disebabkan perbedaan

struktur, terutama dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Penyebab


55

perbedaan pewarnaan gram dimungkinkan karena komposisi dinding sel

bakteri gram positif berbeda dengan bakteri gram negatif.  Dinding sel yang

lebih tebal pada bakteri gram positif menyusut oleh perlakuan alkohol karena

terjadi dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinding sel menutup sehingga

mencegah larutannya kompleks zat warna ungu (crystal violet) pada langkah

pemucatan. Sedangkan bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid yang

lebih tinggi pada dinding sel dan lipid tersebut dapat larut dalam alkohol.

7.1. Alat dan bahan :

a. Gelas preparat g. Larutan Safranin

b. Jarum ose h. Aquadest

c. Biakan bakteri (umur 24 jam) i. Alkohol

d. Larutan crystal violet j. Mikroskop

e. Larutan iodine k.Tissue (kertas hisap)

f. Botol pijit (air mengalir) l. spidol

Gambar 28. Media pewarnaan Gram


56

7.2. Prosedur kerja:

1. Membuat ulasan bakteri dengan mengambil dari TSI di atas kaca preparat.

Usahakan ulasan setipis mungkin. Fiksasi kaca preparat dengan cara

melewatkan di atas api (bunsen).

(a) (b)

Gambar 29. (a) Fiksasi (b) Pemindahan bakteri pada kaca


preparat

2. Mewarnai ulasan dengan memberi larutan crystal violet selama 1 menit,

miringkan kaca preparat untuk membuang kelebihan larutan lalu mencuci

sebentar dengan air mengalir.

(a) (b) (c)


57

Gambar 30. (a) Fiksasi panas (b) Pewarnaan dengan Crystal Violet
(c) Pencucian

3. Tiriskan kaca preparat dengan memiringkan sisi-sisi yang sempit di atas

kertas serap (tissue).

4. Tambahkan larutan iodine dan biarkan selama 1 menit lalu cuci dengan

air mengalir dan miringkan kaca preparat untuk membuang kelebihan

larutan.

5. Menambahkan alkohol 96%, tetes demi tetes selama 30 detik atau hingga

zat warna crystal violet tidak nampak lagi mengalir dari gelas preparat

kemudian cuci kembali dengan air mengalir.

(a) (b)

Gambar 31. (a) Penambahan larutan iodine (b) dan alkohol

6. Tambahkan larutan safranin pada kaca preparat dan diamkan selama 1

menit, kemudian cuci kembali dengan air mengalir.

7. Tiriskan kaca preparat, apabila warna merah pada kaca preparat masih

ada maka menunjukkan bakteri tersebut adalah bakteri gram negatif.


58

Bakteri gram positif berwarna biru dan bakteri gram negatif berwarna

merah.

(a) (b)

Gambar 32. (a) Pewarnaan dengan safranin (b) Hasil pewarnaan

7.3. Tahap pengamatan pada mikroskop

Salmonella pada pewarnaan gram dapat mengikat warna safranin

(merah) yang berbentuk batang pendek tanpa spora Sehingga dari hasil

pewarnaan gram dapat disimpulkan bahwa Salmonella termasuk gram

‘’negatif’’.
59

(a) (b)

Gambar 33. (a) Pengamatan pada mikroskop (b) Bakteri Gram Negatif

8. Pengujian Salmonella Dengan Test Kit

Pengujian ini menggunakan media Test Kit untuk lebih mempercepat

pengujian dengan menggunakan alat Elisa Reader. pengujian ini berguna

untuk mendeteksi, mengisolasi dan mengkonfirmasi bakteri Salmonella yang

terdapat pada suatu makanan.

Peralatan :

a. Stomacher dan plastik steril h. Autoclave

b. Inkubator 35°C i. Vortex

c. Micropippet j. pH meter

d. Multichannel Microtippette k. Spatula

e. Botol BOD (botol ) vol 20 ml l. Oven

f. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram m. Microtips

g. Elisa Reader, computer dan printer

Media dan Reagensia :

1.Buffered Peptone Water (BPW)

2.Aquadest
60

3.Test Kit Salmonella

Homogenasi
Pipet 100 µl sampel ke
Sampel 25 g +225 ml dalam mikroplate.
Buffered Peptone Water,

Tambahkan 250 µl bilas 300 µl larutan


Salmonella Broth , washing sebanyak 7 kali

bilas larutan washing Tambahkan 100 µl


300 µl sebanyak 5 kali larutan conjugate.

Tambahkan 100 µl Bilas larutan washing


larutan chromogen , 300 µl sebanyak 7 kali

Tambahkan 100 µl larutan Stop Solution ,


positif akan terjadi perubahan warna dari
biru ke kuning dan negatif akan tetap
berwarna biru
61

PEMBACAAN DENGAN ALAT


ELISA READER

Gambar 34. Alur proses pengujian Salmonella dengan Test Kit

8.1. Prosedur Kerja

1. Menimbang sebanyak 6 g contoh yang akan diuji, tambahkan 54 larutan

Buffeered Peptone Water (BPW) kemudian menghomogenkan sampel

menggunakan alat stomacher. Pindahkan sampel ke botol pengencer

(BOD).

2. Inkubasi selama 24 jam pada inkubator dengan suhu 35°C, lalu menguji

menggunakan Test Kit.


62

Gambar 35. Homogenisasi Contoh

8.2. Prosedur pengujian dengan Elisa :

1. Mempipet sebanyak 100 µl sampel beserta dengan control positif dan

control negatif kemudian memasukkan ke dalam mikroplate dan tutup

dengan tissue, inkubasi pada inkubator selama 30 menit dengan suhu

35°C.

2. Setelah proses inkubasi, bilas mikroplate dengan menggunakan larutan

washing sebanyak 300 µl 7 kali pengulangan dengan menggunakan

mikropipet. Usahakan pipet tidak menyentuh well pada mikroplate agar

tidak terkontaminasi dan hasil yang didapatkan juga lebih bagus.

(a) (b) (c)

Gambar 36. (a) Pipet sampel (b) Pemindahan ke dalam mikroplate


(c) inkubasi
63

3. Menambahkan 250 µl Salmonella Broth dengan menggunakan mikropipet

dan tutup dengan tissue lalu inkubasi selama 4 jam pada suhu 35°C.

4. Setelah inkubasi, bilas mikroplate dengan menggunakan larutan washing

sebanyak 300 µl 5 kali pengulangan.

Gambar 37. Penambahan Salmonella Broth

5. Menambahkan 100 µl larutan Conjugate dan tutup dengan Cover plate

lalu inkubasi selama 30 menit pada suhu 35°C.

6. Setelah inkubasi, buang larutan dalam mikroplate dan bilas dengan

larutan washing sebanyak 300 µl 7 kali pengulangan.

(a) (b) (c)


64

Gambar 38. (a) Larutan conjugate (b) penambahan ke dalam


mikroplate (c) pencucian

7. Menambahkan 100 µl larutan chromogen dengan menggunakan pipet

dan tutup dengan tissue lalu inkubasi selama 15 menit di ruang gelap.

(a) (b)

Gambar 39. (a) Pipet larutan Chromogen (b) Pemindahan ke dalam


mikroplate

8. Menambahkan 100 µl larutan stop solution kemudian letakkan mikroplate

dan tatakannya ke dalam alat elisa dan baca hasilnya segera, secara

visual yaitu jika positif akan terjadi perubahan warna dari biru ke kuning

dan jika negatif akan tetap berwarna biru.


65

(a) (b)
Gambar 40. (a) Pipet larutan Stop Solution
(b) Pemindahan ke dalam mikroplate

8.3. Pembacaan Pada Elisa Reader

Letakkan mikroplate dan tatakannya ke dalam alat elisa dan lakukan

pembacaan segera.

Cara kerja/pengoperasian alat Elisa Reader yaitu :

1. Nyalakan Elisa Reader dan computer

2 Pada computer, klik ridawin Exe (Software)

3. Select item Food and Feed

4. Klik open dan select Salmonella

5. Klik OK Setelah itu kotak dialog pada komputer akan terbuka, kemudian

a) Klik ridawin

b) Klik Salmonella

c) Klik file, lalu open

d) Klik assay

6. klik open, nama file, dan klik OK, maka akan muncul only Raw data

7. setelah itu beralih ke alat Elisa


66

a) Klik menu test lalu OK

b) Klik new test

c) Klik Salmonella, klik ok

d) Klik select all, klik start

8. Pada saat start diklik maka mikroplate yang diletakkan di Elisa Reader

akan diproses secara bolak balik sebanyak 3 kali.

a) Klik send untuk melihat hasilnya

b) Klik Result

c) Klik Default

d) Klik OK

9. Setelah itu akan muncul Id, kemudian Id tulis nama sampel dan kode

sampel misalnya Tuna Steak dengan kode 010503

10. Klik edit, lalu tulis kembali kode untuk membuat 3 hasil misalnya

A. 010503

B. 010503

C. 010503

11. Klik next/tanda segi, maka akan muncul kata pilihan yaitu print/tidak,

untuk itu pilih print untuk mendapatkan hasil

12. Selanjutnya pada Elisa pilih rida dan klik save maka hasilnya akan

tersimpan
67

Gambar 41. Elisa Reader

BAB IV

MASALAH DAN PEMECAHAN

A. Masalah

Beberapa masalah yang dihadapi dalam melakukan pengujian di

BPPMHP Makassar yang dapat menghambat pengujian yaitu:

1. Kurangnya persediaan air dan tidak adanya air mengalir sehingga

menghambat proses pengujian dan pencucian alat yang telah dipakai.

2. Sering turunnya daya listrik sehingga menghambat kegiatan pengujian di

BPPMHP Makassar.

3. Jumlah peralatan yang tidak seimbang dengan jumlah pengujian

sehingga analis yang akan menguji harus bergantian untuk menggunakan

alat tersebut.

4. Kurangnya kesadaran analis dalam melakukan pengujian di ruang

Laminary Air Flow (ruang steril) seperti tidak memakai sarung tangan,

masker sehingga dapat terkontaminasi dari udara terbuka.

B. Pemecahan
68

Tindakan yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut

agar pengujian dapat berjalan dengan lancar yaitu :

1. Ada baiknya dibuatkan sumur bor / pompa air sehingga air yang akan

dipakai selalu tersedia setiap ingin menguji dan memungkinkan pengujian

bisa berjalan dengan lancar.

2. Setiap satu tahun perlu adanya penambahan daya listrik agar pengujian

dapat berjalan dengan lancar.

3. Analis harusnya mengajukan permohonan kepada penyelia untuk

penambahan alat agar tidak menghambat pengujian.

4. Perlu adanya pelatihan setiap kali setahun agar tidak terjadi kesalahan

dalam melakukan pengujian.


69

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian Salmonella di Balai Pembinaan dan

Pengujian Mutu Hasil Perikanan (BPPMHP) Makassar, penulis dapat

menyimpulkan bahwa :

1. Mutu dari suatu produk ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme

terutama bakteri, semakin tinggi jumlah mikroorganisme maka akan

membahayakan bagi orang yang mengkonsumsinya.

2. Tahap pengujian Salmonella pada produk Tuna Steak Beku di BPPMHP

Makassar sudah sesuai dengan SNI yang meliputi tahap persiapan alat

dan bahan, tahap analisa (pra pengkayaan, pengkayaan, isolasi

Salmonella, Uji Pendugaan, uji biokimia, uji serologi, pewarnaan Gram)

\dan tahap pembacaan pada mikroskop.

3. Tahap pengujian Salmonella pada produk Tuna Steak Beku dengan

menggunakan Test Kit yaitu penimbangan sampel, homogenisasi,

pemindahan sampel ke dalam mikroplate, pencucian larutan dengan

menggunakan washing Buffer, penambahan larutan Salmonella Broth,

pencucian larutan dengan menggunakan washing Buffer, penambahan

larutan Conjugate, pencucian larutan dengan menggunakan Washing


70

Buffer, penambahan larutan Chromogen, penambahan larutan Stop

Solution, pembacaan alat elisa.

B. Saran

1. Dalam melakukan pengujian sebaiknya dilakukan dalam laminary Air Flow

(ruang steril) dengan menggunakan masker dan sarung tangan agar tidak

ada kontaminasi dari udara terbuka.

2. Diperlukan adanya ketelitian dan kehati-hatian agar hasil akhir yang

didapatkan benar-benar hasil pengujian dari sampel yang diuji.

Anda mungkin juga menyukai