Anda di halaman 1dari 2

A.

Pendekatan PPKn

Inovasi pembelajaran PPKn dalam komponen pendekatan harus selalu dilakukan oleh semua praktisi
pendidikan khususnya dosen atau tenaga pendidik. Salah satu tindakan itu adalah pergeseran dalam
penerapan pendekatan pembelajaran PKn dari pendekatan yang berorientasi pada tujuan da nisi kea rah
yang lebih menekankan pada proses bahkan sekarang telah bergeser pada kompetensi. Gagasan ini
dimaksudkan agar melalui pendidikan kewarganegaraan dapat terbentuk warganegara yang lebih
mandiri dalam memahami dan mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi serta mengambil
keputusan-keputusan yang terbaik bagi dirinya, lingkungan dan masyarakatnya.

Kemapuan ini telah dirangkum menjadi tiga sasaran pembelajatan PKn yang dikenal pula sebagai
orientasi tujuan pembelajaran PKn untuk pembetukan warga negara yang demokratis, ialah membentuk
warga negara yang baik dan cerdat, partisipatif, dan bertanggung jawab.

Penekanan pada proses dan kopetensi akan lebih menjajikan kenberhasilan daripada yang menekankan
pada hasil. Oleh karena itu, keterampilan bagi warga negara dalam membuat atau mengambil
keputusan perlu dilatihkan terus menerus agar warga negara memiliki keterampilan dalam
mengembangkan berbagai alternatif untuk sampai pada pembuatan keputusan yang tepat. Untuk itu
pendekatan-pendekatan yang bersifat desentralisasi atau pemberian hak kewenangan kepada tenaga
pendidik dalam kerangka otonomi pendidikan sangat baik bagi sekolah tinggi sebagai satuan pendidikan
maupun individu tenaga pendidik. Hal ini sudah seharusnya dilaksanakan, dalam semua mata pelajaran
dan secara khusus dalam pendidikan kewarganegaraan. Kondisi semacam itu, harus pula diciptakan di
lingkungan masyarakat sehingga tidak terjadi kesenjangan penerapan nilai-nilai dan moral antara apa
yang disampaikan di sekolah dengan apa yang terjadi dalam lingkungan keluarga dan masyarakat
sebagaimana terjadi dewasa ini. Penekanan perubahan sebagaimana dikemukakan tersebut, terutama
menyangkut pendekatan dalam pembelajaran PKn pada skala mikrobmaupun pendekatan dalam arti
yang lebih luas.

Langka nyata lainnya adalah menciptakan kondisi dan kondisi yang memungkinkan warga negara
mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya yang diwujudkan dalam interaksi edukatif di dalam
kelas dengan suasana dialogis yang konstruktif, suasana dialogis hanya mungkin diwujudkan melalui
upaya keterbukaan dan kebebasan yang menjadi ciri utama dari era globalisasi dan informasi yang
dihadapi oleh setiap bangsa dan bahkan warga negara. Suasana itu juga harus dapat memberi
kemungkinan interaktif dan reflektif antara tenaga pendidik dan peserta didik.

Dengan orientasi tujuan dan pendekatan seperti tersebut, maka sudah selyaknya pabila pendekatan
yang digunakan dalam proses pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas beralih oerientasi dari
faculty psychology kepada field psycology. Aliran faculty psycology, yang berkembang sejak akhir abad
ke-19, berpendapat bahwa pembentukan warga negara yang baik dapat ditempuh dengan cara melatih
peserta didik berfikir melalui menghafal, mengarahkan, dan menasehati secara teratur dengan isi pesan
yang baik. Aliran ini telah berkembang di Amerika Serikat sekitar awal abad ke-20 yang selanjutnya
mendapat kritik dari para ahli lain, yang tidak setuju apabila membelajarkan civic education hanya
dengan cara menasehati, menghafal dan mengarahkan tanpa ada kesempatan dialog secara interaktif
dan kreatif antara peserta didik dan tenaga pendidik atau peserta didik dan peserta didik.

Pihak yang mengkritik terhadap aliran

Anda mungkin juga menyukai