Pendidikan Kewarganegaraan adalah terjemahan dari istilah asing civic education atau
citizenship education. Terhadap dua istilah ini, John C. Cogan telah membedakan dengan
mengartikan civic education sebagai “...the foundational course work in school designed to
prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives” (Cogan,
1999), atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga
negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya.
belajar di sekolah dan luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, organisasi
construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and
responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (through schooling, teaching
and learning) in that preparatory process". (Kerr, 1999). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa
pendidikan kewarganegaraan dirumuskan secara luas mencakup proses penyiapan generasi muda
untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus peran
pendidikan (termasuk didalamnya persekolahan, pengajaran, dan belajar) dalam proses
dengan istilah pendidikan kewarganegaraan (ditulis dengan menggunakan huruf kecil semua)
Dari pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa istilah citizenship education lebih luas
cakupan pengertiannya dari pada civic education. Dengan cakupan yang luas ini maka
citizenship education meliputi didalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus (civic
education). Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka menyiapkan warga
negara generasi muda akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, sedang
Sementara itu, berkaitan dengan konsep Pendidikan Kewargaan, Azra (dalam ICCE,
2003) memandang bahwa secara substantif istilah Pendidikan Kewargaan tidak saja mendidik
generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanannya dalam
konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah
warga dunia (global society). Dengan demikian, orientasi Pendidikan Kewargaan secara
substantif lebih luas cakupannya daripada Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini sejalan dengan
berkembang di lingkungan komunitas keilmuan. Domain kurikuler adalah konsep dan praksis
pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup pendidikan formal dan nonformal. Sedangkan
domain sosial kultural adalah konsep dan praksis Pendidikan Kewarganegaraan di lingkungan
masyarakat (Wahab dan Sapriya, 2011). Ketiga komponen tersebut secara koheren bertolak dari
esensi dan bermuara pada upaya pengembangan warga negara yang baik (good citizens), yang
adalah:
“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat”. Diharapakan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Rebuplik
Indonesia. Hakekat NKRI adalah negara kebangsaan modern”.
kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang mefokuskan pada pembentukan warganegara yang
memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
“PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan
dasar yang berkenan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan
pendahuluan bela negara menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.
membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural dan bahasa untuk menjadi warga
negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dilandasi oleh UUD 1945 (Sudjana, 2003).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk
mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap,
secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
yang meng-Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Karena itu,
program PKn memuat konsep-konsep umum ketatanegaraan, politik dan hukum negara, serta
teori umum yang lain yang cocok dengan target tersebut (Cholisin, 2000:18)
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah adalah
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
generasi muda (siswa) untuk menjadi warga negara yang memiliki pengetahuan, kecakapan, dan
nilai-nilai yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakatnya (Samsuri, 2011: 28).
“Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis
dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat”.
warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
Pendapat lain, Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik
dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenan dengan hubungan antar warga negara
dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara agar dapat
sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar
pada budaya bangsa yang diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk prilaku
dalam kehidupan sehari-hari para mahasiswa baik sebagai individu, sebagai calon guru/pendidik,
anggota masyarakat dan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Hakikat Pendidikan Kewarganegaran
adalah merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari
segi agama,sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD1945.
Pendidikan Kewarganegaraan dalam Kurikulum Nasional
tersebut telah mengalami pasang surut pemikiran. Sejak lahir kurikulum tahun 1946 di awal
Pada tahun ini mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan. Isi pokok materinya
meliputi cara memperoleh kewarganegaraan serta hak dan kewajiban warga negara. Selain
mata pelajaran Kewarganegaraan juga diperkenalkan mata pelajaran Tata Negara dan Tata
Hukum.
Pada tahun ini ini muncul mata pelajaran CIVICS yang isinya meliputi sejarah nasional,
Pada tahun ini telah terjadi pergantian mata pelajaran CIVICS menjadi Kewargaan Negara.
Penggantian ini atas usul menteri kehakiman pada masa itu, yaitu Dr. Saharjo, SH. Menurut
beliau penggantian ini bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik. Materi yang
diberikan menurut keputusan menteri P dan K no. 31/1967 meliputi Pancasila, Undang-
Pada tahun ini keluar kurikulum 1968 sehingga istilah Kewargaan Negara secara tidak resmi
1. Pengetahuan kewarganegaraan
2. Sejarah Indonesia
3. Ilmu bumi
1. Sejarah Indonesia
3. Kemasyarakatan
Pada tahun ini Badan Pengembangan Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
7. Pendidikan kependudukan
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan
misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini
merupakan mata pelajaran wajib untuk Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi.
Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan
Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan
Pada tahun ini mata pelajaran PMP diganti menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua
Kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut
materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar
konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan
menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba, 1967).
Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap
jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat
lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila
Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang
untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam
Sedangkan dalam kurikulum 1994 ruang lingkup Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) meliputi :
1. nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang diharapkan terwujud dalam
2. kehidupan ideologi politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan di negara
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan luas liputan,
kedalaman dan tingkat kesukaran materi pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan
diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004
Pada tahun ini keluar kurikulum baru yang bernama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Pendidikan Dasar dan Menengah secara umum meliputi aspek-aspek
sebagai berikut,
5. Konstitusi Negara
7. Pancasila
8. Globalisasi
mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa yang
diharapkan menjadi jati diri yang diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari
hari. Sebuah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi
agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD 1945.
yang sangat esensial dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang memiliki
keterampilan hidup bagi diri, masyarakat, bangsa dan negara. Numan Somantri (2001:166)
Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara
yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila
Berdasarkan uraian di atas mengenai fungsi PKn, maka penulis menyimpulkan bahwa
pembelajaran PKn diharapkan dapat memberikan kemudahan belajar para siswa dalam
pendidikan nasional, yang diwujudkan dalam integritas pribadi dan perilaku sehari-hari.
Menurut Branson (1999) tujuan civic education adalah partisipasi yang bermutu dan
bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian,
maupun nasional. Tujuan PKn dalam Depdiknas (2006) adalah untuk memberikan kompetensi
sebagai berikut :
a. Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu Kewarganegaraan.
b. Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan
c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan
Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995) adalah sebagai berikut :
a. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapaian Pendidikan
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan, kesehatan jasmani,
dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.”
b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku
yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara
yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia.
Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan
seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan
serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta
perbaikan masyarakat.
Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi warga negara
yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang patriotik, toleran, setia terhadap
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci
a. Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep, dan generalisasi teori.
1) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat,
2) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui
masalah; (b) keterampilan merumuskan hipotesis; (c) keterampilan mengumpulkan data; (d)
keterampilan menafsirkan dan mneganalisis data; (e) keterampilan menguji hipotesis; (f)
c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif,
karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat dijabarkan.
d. Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam keterampilan sosial
yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara terampil dapat
melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, Dufty
(Numan Somantri, 1975) mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci
dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar,
generalisasi, konsep atau topik PKn; (b) tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta
penilaiannya.
b. Melek konstitusi (UUD NKRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas.
d. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupannya
Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005) bahwa tujuan negara
mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara menjadi warga negara
yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang memiliki kecerdasan (civics
inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan
tanggung jawab (civics responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
a. Memberikan pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang Pancasila yang benar dan sah.
b. Meletakkan dan membentuk pola pikir yang sesuai dengan Pancasila dan ciri khas serta
watak ke-Indonesiaan.
d. Menggugah kesadaran anak didik sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia
untuk selalu mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai moral Pancasila tanpa menutup
kemungkinan bagi diakomodasikannya nilai-nilai laindari luar yang sesuai dan tidak
bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila terutama dalam menghadapi arus globalisasi dan
e. Memberikan motivasi agar dalam setiap langkah laku lampahnya bertindak dan berperilaku
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn sebagai program pengajaran
tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM yang hanya mengacu pada aspek
kognitif saja, melainkan secara utuh dan menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode,
sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material
maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh
suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah sudut pandang tertentu yang
dipilih untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material dari Pendidikan
Kewarganegaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan warganegara baik yang empirik
maupun yang nonempirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warganegara dalam
kesatuan bangsa dan negara. Sebagai objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan
antara warganegara dan negara (termasuk hubungan antar warganegara) dan segi pembelaan
negara.
Mata pelajaran PKn memiliki klasifikasi materi yang dirangkum dalam ruang lingkup
pembelajaran. Ruang lingkup pada materi mata pelajaran PKn sesuai Permendiknas No. 22
g. Pancasila.
h. Globalisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa materi pembelajaran pada mata pelajaran
PKn terangkum dalam ruang lingkup mata pelajaran PKn yang terdiri dari beberapa aspek,
meliputi: ruang lingkup persatuan dan kesatuan bangsa, ruang lingkup norma, hukum, dan
peraturan, ruang lingkup HAM (Hak Asasi Manusia), ruang lingkup kebutuhan dan konstitusi
negara, ruang lingkup kekuasaan dan politik, ruang lingkup pancasila, serta ruang lingkup
globalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Pengertian Civics menurut Henry Randall Waite adalah “The science of citizenship, the
relation of man, the individual, to man in organized collection, the individual in his relation to
the state”. Pengertian terjemahan umum pendidikan kewarganegaraan tersebut adalah ilmu
yang membicarakan hubungan antara manusia dengan manusia dalam perkumpulan
perkumpulan yang terorganisasi (organisasi social ekonomi, politik) dengan individu-individu
dan dengan negara.
Untuk perguruan tinggi, jurusan pendidikan kewarganegaraan pada awalnya menggunakan nama
jurusan Civic Hukum kemudian pada orde baru berubah menjadi Program Studi PMP-KN dan
saat ini banyak yang menggunakan Program Studi PPKn (PKn).
Saat ini terjadi perdebatan dan perbincangan di elit penentu kebijakan pendidikan di Indonesia
untuk menambahkan kembali kata Pancasila ke mata pelajaran PKn menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) kembali. Salah satu alasan adalah nilai-nilai pancasila
dalam diri peserta didik sudah mulai luntur, maka perlu menghadirkan kembali nilai Pancasila
dari sila pertama sampai dengan sila kelima kepada semua siswa. Rancangan ini masuk
kurikulum 2013 namun pelaksanaannya masih belum merata di Indonesia sampai tahun 2016 ini.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkaitan erat dengan peran dan kedudukan serta
kepentingan warganegara sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan sebagai
warga negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk mewujudkannya dalam
kehidupan sehari-hari. PPKn dapat sebagai upaya mengembangkan potensi individu sehingga
memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan
memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila yang merupakan
dasar negara dan sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia yang mengandung makna bahwa
dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan
nilai-nilai Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
1. Kewarganegaraan
2. Civics
Civics dapat diartikan sebagai ilmu kewarganegaraan yang mengatur hubungan orang-
orang, warga negara dengan organisasi yang paling kecil sampai dengan organisasi puncak yaitu
negara. Dijelaskan bahwa Civics membicarakan:
(d) bagaimana warganegara mengatur diri sendiri dan mengatur kepentingan umum dalam
bentuk partisipasi dan kerjasama.
Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau ilmu kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan
pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan
politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7).
3. Pendidikan Kewargaan Negara (1968)
Dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara
digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya :
4. PMP
Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan
dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan
missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini
merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata
pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya
Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975
(Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa
ituberorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)
Fungsi Etika
Fungsi etika adalah sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan
berbagai moralitas. Orientasi kritis diperlukan karena kita dihadapkan dengan pluralisme moral.
Etika bersifat lebih umum, konseptual, dan hanya berlaku dalam pergaulan (saat ada orang lain).
b. Pengertian Norma
Norma adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat atau
kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan, pandangan dan pengendali sikap dan tingkah
laku manusia.
Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat,
norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat
dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan ,
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang
dipaksakan oleh alat Negara
Fungsi Norma
Fungsi norma sosial dalam masyarakat secara umum sebagai berikut :
Norma merupakan faktor perilaku dalam kelompok tertentu yang memungkinkan seseorang
untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan akan dinilai orang lain.
Norma merupakan aturan , pedoman, atau petunjuak hidup dengan sanksi-sanksi untuk
mendorong seseorang, kelompok , dan masyarakat mencapai dan mewujudkan nilai-nilai sosial.
Norma-norma merupakan aturan-aturan yang tumbuh dan dan hidup dalam masyarakat
sebagai unsur pengikat dan pengendali manusia dalam hidup masyarakat.
c. Pengertian Nilai
Nilai pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, namun
bukan objek itu sendiri. Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, yang kemudian nilai dijadikan landasan, alasan dan motivasi dalam bersikap dan
berperilaku baik disadari maupuin tidak disadari. Nilai merupakan harga untuk manusia sebagai
pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bahasa Indonesia, 2000). Nilai
akan lebih bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus lebih di
kongkritkan lagi secara objektif, sehingga memudahkannya dalam menjabarkannya dalam
tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma hukum, norma agama, norma adat istiadat dll.
Ciri-ciri Nilai :
1. Bersifat abstrak yang ada dalam kehidupan manusia.
2. Memiliki sifat normative.
3. Berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung nilai.
d. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah
ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya, terjadi
sesuatu yang melanggar, pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji,
dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral keTuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral
ilmu, dan sebagainya.
Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai
aspeknya.
2. PENGERTIAN HIERARKHI NILAI.
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai
tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama
tingginya dan luhurnya.
Menurutnya nilai-nilai hirarki dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa
senang, menderita atau tidak enak,
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta
kesejahteraan umum,
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan
pengetahuan murni,
4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan modalitas nilai dari yang suci.
4. Demokrasi (sila Ke empat, kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaran perwakilan).
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau
sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh
hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan
siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi
memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
1. Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip
mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
2. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum
demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena
mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial (sila ke lima, Ke adilan sosial bagi seluruh Bangsa indonesia).
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas
masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak
boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-
agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan
yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar
ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di
semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
Pengertian Karakter
Dalam kehidupan sehari – hari, kita sering kali menyamakan istilah karakter dengan watak, sifat,
atau pun kepribadian. Padahal, jika dikaji secara mendalam arti kata karakter dengan watak atau
pun sifat tidaklah sama.
Lantas apa arti kata karakter itu? Pada dasarnya karakter merupakan akumulasi dari sifat, watak,
dan juga kepribadian seseorang. Selain pengertian ini, ada banyak sekali pengertian kata karakter
yang diungkapkan oleh para ahli seperti beberapa contohnya adalah sebagai berikut :
1. Maxwell
Menurut Maxwell, karakter jauh lebih baik dari sekedar perkataan. Lebih dari itu, karakter
merupakan sebuah pilihan yang menentukan tingkat kesuksesan.
2. Wyne
Menurut Wyne, karakter menandai bagaimana cara atau pun teknis untuk memfoukuskan
penerapan nilai kebaikan ke dalam tindakan atau pun tingkah laku.
3. Kamisa
Menurut Kamisa, pengertian karakter adalah sifat – sifat kejiwaan, akhlak, dan budi pekerti
yang dapat membuat seseorang terlihat berbeda dari orang lain. Berkarakter dapat diartikan
memiliki watak dan juga kepribadian.
4. Doni Kusuma
Menurut Doni Kusuma, karakter merupakan ciri, gaya, sifat, atau pun katakeristik diri seseorang
yang berasal dari bentukan atau pun tempaan yang didapatkan dari lingkungan sekitarnya.
5. W. B. Saunders
Menurut W. B. Saunders, karakter merupakan sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh
individu. Karakter dapat dilihat dari berbagai macam atribut yang ada dalam pola tingkah laku
individu.
6. Gulo W.
Menurut Gulo W. Pengertian karakter adalah kepribadian yang dilihat dari titik tolak etis atau
pun moral (seperti contohnya kejujuran seseorang). Karakter biasanya memiliki hubungan
dengan sifat – sifat yang relatif tetap.
7. Alwisol
Menurut Alwisol, karakter merupakan penggambaran tingkah laku yang dilaksanakan dengan
menonjolkan nilai (benar – salah, baik – buruk) secara implisit atau pun ekspilisit. Karakter
berbeda dengan kepribadian yang sama sekali tidak menyangkut nilai – nilai.
Karakter yang dimiliki oleh seseorang pada dasarnya terbentuk melalui proses pembelajaran
yang cukup panjang. Karakter manusia bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Lebih dari itu,
karakter merupakan bentukan atau pun tempaan lingkungan dan juga orang – orang yang ada di
sekitar lingkungan tersebut.
Karakter dibentuk melalui proses pembelajaran di beberapa tempat, seperti di rumah, sekolah,
dan di lingkungan sekitar tempat tinggal. Pihak – pihak yang berperan penting dalam
pembentukan karakter seseorang yaitu keluarga, guru, dan teman sebaya.
Karakter seseorang biasanya akan sejalan dengan perilakunya. Bila seseorang selalu melakukan
aktivitas yang baik seperti sopan dalam berbicara, suka menolong, atau pun menghargai sesama,
maka kemungkinan besar karakter orang tersebut juga baik, akan tetapi jika perilaku seseorang
buruk seperti suka mencela, suka berbohong, suka berkata yang tidak baik, maka kemungkinan
besar karakter orang tersebut juga buruk.
Karakter adalah watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian yang membedakan seorang individu
dengan individu lainnya. Atau karakter dapat di katakan juga sebagai keadaan yang sebenarnya
dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara dirinya dengan individu lain.
Dan yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah suatu sistem yang menanamkan nilai-
nilai karakter kepada seorang individu, yang meliputi: ilmu pengetahuan, kesadaran, kemauan
dan tindakan untuk dapat melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan YME, dirinya
sendiri, orang lain, lingkungannya maupun bangsa dan negaranya.
Individu yang berkarakter baik merupakan orang yang selalu berusaha untuk melakukan
berbagai hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya sendiri, lingkungannya, orang lain,
bangsa dan negaranya. Karakter yang baik berarti individu yang mengetahui tentang potensinya
sendiri dan memiliki nilai-nilai sebagai berikut ini:
Dalam hal ini yaitu nilai religius, merupakan tindakan seorang individu yang selalu diupayakan
berdasarkan dari nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agamanya.
Merupakan sikap yang selalu menghormati dan melaksanakan apa yang sudah menjadi hak orang
lain dan dirinya sendiri.
Merupakan sikap taat terhadap peraturan yang ada hubungannya dengan kepentingan umum atau
masyarakat.
Merupakan sikap menghormati, ramah dan berprilaku baik terhadap orang lain.
Merupakan sikap yang mengakui dan menghormati apa yang sudah dicapai oleh orang lain.
5. Demokratis
Merupakan sikap dan perilaku seseorang yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi.
1. Bersikap jujur.
Merupakan perilaku untuk menjadikan diri sendiri sebagai orang yang selalu dapat di percaya
dalam perkataan, tindakan, orang lain maupun terhadap dirinya sendiri.
Merupakan sikap maupun prilaku untuk melaksanakan kewajiban maupun tugas seperti yang
seharusnya dilakukan baik itu terhadap dirinya sendiri, lingkungan, negara dan lain-lain.
3. Selalu disiplin.
Merupakan sikap dan prilaku patuh terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku, dan
memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Merupakan sikap tidak mudah menyerah dan sungguh-sungguh baik itu dalam mencapai sesuatu,
menyelesaikan permasalahan dan lain-lain.
Merupakan sikap untuk selalu berupaya menerapkan pola hidup yang baik, supaya dapat
menciptakan kehidupan yang sehat dan juga selalu berupaya untuk menghindari pola hidup
buruk.
6. Percaya diri.
Merupakan sikap yang dimiliki oleh seorang individu yang percaya atau yakin akan
kemampuannya sendiri dalam mencapai sesuatu atau keinginannya.
7. Mandiri.
Merupakan sikap rasa ingin tahu yang tinggi atau selalau berupaya untuk mengetahui lebih luas
dari apa yang sudah dipelajari.
Merupakan cara berfikir dalam melakukan sesuatu sesuai dengan kenyataan dan logika untuk
menghasilkan hasil yang baru serta termutakir dari apa yang sudah dimiliki.
Merupakan sikap yang selalu mencegah kerusakan terhadap lingkungan, dan selalu berupaya
untuk memperbaikinya jika terjadi kerusakan pada lingkungan serta selalu menjaga kelestarian
alam.
2. Peduli sosial.
Merupakan sikap yang selalu memberi bantuan atau menolong orang lain yang memang sedang
membutuhkan bantuan.
Merupakan sikap yang menghormati dan menghargai keragaman budaya, agama, adat dan lain-
lain.
4. Nilai kebangsaan.
Merupakan sikap yang selalu mementingkan bangsa dan negaranya diatas kepentingan pribadi.
Sekian penjelasan yang dapat kami berikan tentang pengertian karakter, mohon maaf jika
terdapat beberapa kesalahan dan semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi teman – teman,
khususnya dalam menambah wawasan.
Istilah karakter dihubungkan dan dipertukarkan dengan istilah etika, ahlak, dan atau nilai dan
berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi positif, bukan netral. Sedangkan Karakter menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang
unik-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren
memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olahraga seseorang atau
sekelompok orang.
Karakter juga sering diasosiasikan dengan istilah apa yang disebut dengan temperamen yang
lebih memberi penekanan pada definisi psikososial yang dihubungkan dengan pendidikan dan
konteks lingkungan. Sedangkan karakter dilihat dari sudut pandang behaviorial lebih
menekankan pada unsur somatopsikis yang dimiliki seseorang sejak lahir. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan
(nature) dan lingkungan (nurture) dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang.
Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk
mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan
masyarakat dan ndividu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat
dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor
lingkungan.
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat peting karena
perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan karakter sangat ditentukan
oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan dan rekayasa lingkungan yang
mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum,
pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan
dapat dilakukan melalui strategi :
1. Keteladanan
2. Intervensi
3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4. Penguatan.
Pendidikan memang tak lepas dari makna dan definisi. Dalam dunia pendidikan banyak sekali
istilah-istilah yang dipakai dan memerlukan pembahasan mengenai hal definisi atau
pengertiannya. Pada blog pendidikan ini, Maswins for Educations, sebelum melangkah
membahas mengenai pengertian-pengertian istilah dalam dunia pendidikan, ada baiknya jika
terlebih dahulu membahas mengenai pengertian pendidikan itu sendiri.
Berikut adalah beberapa pengertian Pedidikan menurut Undang-Undang dan para ahli yang saya
kutip dari beberapa sumber :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
1. Pendidikan Menurut Carter V. Good
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku
yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh sesuatu
lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat mencapai kecakapan
sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tepat
didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya dan perasaannya.
‘’Education as power means copetent and strong enough to enable us,the majority of people,to
decide what kind of a world‘’. (Pendidikan sebagai kekuatan berarti mempunyai kewenangan
dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk menentukan suatu dunia yang macam apa
yang kita inginkan dan macam mana mencapai tujuan semacam itu).
Robert W. richey menyebutkan bahwa; The term “Education” refers to the broad funcition of
preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared
concem. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an
essential social activity by which communities continue to exist. In Communities this function is
specialzed and institutionalized in formal education, but there is always the education, out side
the school with which the formal process is related. (Istilah pendidikan mengandung fungsi yang
luas dari pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga
masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat. Jadi pendidikan
adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja.
Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada dan
berkembang. Di dalam masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi
dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses
pendidikan informal di luar sekolah).
Pilar – Pilar Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui
– nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini
yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter,
yaitu sebagai berikut :
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa yang anda
katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun
reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan negara.
2. Recpect (Respek)
Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk,
pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain,
damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
3. Responsibility (Tanggungjawab)
Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak –
mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.
4. Fairness (Keadilan)
Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka; mendengarkan orang
lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain
sembarangan.
5. Caring (Peduli)
Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan
orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam
urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati
otoritas, melindungi lingkungan hidup.
Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter & Nilai-nilai Pembentuk Karakter
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan
takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media
massa.
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai
pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini
merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada
saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the
existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai
yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
1. Jujur
2. Toleransi
3. Disiplin
4. Kerja keras
5. Kreatif
6. Mandiri
7. Demokratis
8. Rasa Ingin Tahu
9. Semangat Kebangsaan
10. Cinta Tanah Air
11. Menghargai Prestasi
12. Bersahabat/Komunikatif
13. Cinta Damai
14. Gemar Membaca
15. Peduli Lingkungan
16. Peduli Sosial
17. Tanggung Jawab
18. religius
(Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-
10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.)
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan pendidikan dapat
menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan nilai prakondisi yang
diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya
jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah
yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan
masing-masing. Di antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat
dimulai dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi
masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan santun.
Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah
lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta.
Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan
dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir,
dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak
mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui
pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan
karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik.
Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk,
memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi
dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan
mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik
akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya,
sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan
pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada
pilihan tersebut.
Suatu hari seorang anak laki-laki sedang memperhatikan sebuah kepompong, eh ternyata di
dalamnya ada kupu-kupu yang sedang berjuang untuk melepaskan diri dari dalam kepompong.
Kelihatannya begitu sulitnya, kemudian si anak laki-laki tersebut merasa kasihan pada kupu-
kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar bisa keluar dengan mudah.
Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera mengambil gunting dan membantu
memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya
si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana.
Tetapi kupu-kupu tersebut tidak dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Ternyata bagi seekor kupu-kupu yang sedang berjuang dari kepompongnya tersebut, yang mana
pada saat dia mengerahkan seluruh tenaganya, ada suatu cairan didalam tubuhnya yang mengalir
dengan kuat ke seluruh tubuhnya yang membuat sayapnya bisa mengembang sehingga ia dapat
terbang, tetapi karena tidak ada lagi perjuangan tersebut maka sayapnya tidak dapat
mengembang sehingga jadilah ia seekor kupu-kupu yang hanya dapat merayap. Itulah potret
singkat tentang pembentukan karakter, akan terasa jelas dengan memahami contoh kupu-kupu
tersebut. Seringkali orangtua dan guru, lupa akan hal ini. Bisa saja mereka tidak mau repot, atau
kasihan pada anak. Kadangkala Good Intention atau niat baik kita belum tentu menghasilkan
sesuatu yang baik. Sama seperti pada saat kita mengajar anak kita. Kadangkala kita sering
membantu mereka karena kasihan atau rasa sayang, tapi sebenarnya malah membuat mereka
tidak mandiri. Membuat potensi dalam dirinya tidak berkembang. Memandukan kreativitasnya,
karena kita tidak tega melihat mereka mengalami kesulitan, yang sebenarnya jika mereka
berhasil melewatinya justru menjadi kuat dan berkarakter.
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan komitmen dari
orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter. Butuh
upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia bertumbuh, cinta disini
jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses ini maka dampaknya bukan ke
anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak karakter sabar, toleransi, mampu
memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda, disiplin dan memiliki integritas terpancar
di diri kita sebagai orangtua ataupun guru. Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi
orangtua, guru dan anak jika kita komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu
butuh proses, mau jadi jelek pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia
disiplin untuk bersikap nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu
konsisten untuk tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
Karakter suatu bangsa merupakan aspek penting yang mempengaruhi pada perkembangan sosial-
ekonomi. Kualitas karakter yang tinggi dari masyarakat tentunya akan menumbuhkan keinginan
yang kuat untuk meningkatkan kualitas bangsa. Pengembangan karakter yang terbaik adalah jika
dimulai sejak usia dini. Sebuah ungkapan yang dipercaya secara luas menyatakan “ jika kita
gagal menjadi orang baik di usia dini, di usia dewasa kita akan menjadi orang yang bermasalah
atau orang jahat”.
Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang dewasa yang
bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak adalah sebuah strategi
investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak
berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan”.
Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk karakter anak adalah
sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan karakter pada periode ini akan memiliki
dampak yang akan bertahan lama terhadap pembentukan moral anak.
Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat,
seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan emosi pada masa anak-
anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi alkohol yang merupakan salah
satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa; perkembangan emosi dan sosial pada
anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan manusia selama hidupnya, misalnya reaksi
terhadap tekanan yang akan berdampak langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan
sosial yang tinggi pada orang dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan
perkembangan fisiknya.”
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar–
dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak yang tinggal di daerah
miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka.
Kondisi sosial-ekonomi yang rendah berkaitan dengan berbagai permasalahan, seperti
kemiskinan, pengangguran, tingkat pendidikan rendah, kehidupan bersosial yang rendah,
biasanya berkaitan juga dengan tingkat stres yang tinggi dan lebih jauh lagi berpengaruh
terhadap pola asuhnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di daerah
miskin 11 kali lebih tinggi dalam menerima perilaku negatif (seperti kekerasan fisik dan mental,
dan ditelantarkan) daripada anak-anak dari keluarga yang berpendapatan lebih tinggi.
Banyak hasil studi menunjukkan bahwa anak-anak yang telah mendapat pendidikan pra-sekolah
mempunyai kemampuan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang tidak masuk ke TK,
terutama dalam kemampuan akademik, kreativitas, inisiatif, motivasi, dan kemampuan sosialnya.
Anak-anak yang tidak mampu masuk ke TK umumnya akan mendaftar ke SD dalam usia sangat
muda, yaitu 5 tahun. Hal ini akan membahayakan, karena mereka belum siap secara mental dan
psikologis, sehingga dapat membuat mereka merasa tidak mampu, rendah diri, dan dapat
membunuh kecintaan mereka untuk belajar. Dengan demikian sebuah program penanganan
masalah ini dibutuhkan untuk mempersiapkan anak dengan berbagai pengalaman penting dalam
pendidikan prasekolah. Adalah hal yang sangat penting untuk menggerakkan masyarakat di
daerah miskin untuk mulai memasukkan anaknya ke prasekolah dan mengembangkan
lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk bersama-sama melakukan pendidikan karakter.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan lingkungannya.
Lengkapnya adalah :
Secara konseptual pendidikan disiplin ilmu ini memusatkan perhatian pada program pendidikan
disiplin ilmu politik, sebagai substansi induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini
berorientasi kepada pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan
kewarganegaraan. Dampaknya, secara akademis dalam lembaga pendidikan tinggi keguruan itu
pusat perhatian riset dan pengembangan cenderung lebih terpusat pada profesionalisme guru.
Sementara itu riset dan pengembangan epistemologi pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu
sistem pengetahuan, belum banyak mendapatkan perhatian. Disiplin ilmu pendidikan lebih
kepada pendidikan tentang ilmu pendidikan seperti misalnya fakultas ilmu pendidikan.
Sedangkan pendidikan disiplin ilmu mengacu kepada fakultas lainnya seperti pendidikan MIPA,
pendidikan IPS, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Bahasa, dan lain sebagainya.
Program pendidikan disiplin ilmu bidang studi ilmu sosial dirumuskan sebagai “program
pendidikan yang menyeleksi disiplin ilmu-ilmu social dan humaniora yang diorganisasikan dan
disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan” (hlm. 19, Dokumen ISPI, 1995).
Rumusan akademik tentang pendidikan disiplin ilmu/bidang studi tersebut bertujuan untuk
memberikan manfaat bagi pencapaian tujuan dan program pendidikan, khususnya untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi, karena pendidikan keguruan mempunyai fungsi
mengembangkan akademik tingkat perguruan tinggi dan harus dapat menerapkannya untuk
tingkat pendidikan dasar dan menengah, maka karakter pendidikan disiplin ilmu yang dibina
harus memperhatikan dan mempelajari segala sesuatu yang berkenan dengan sifat peserta didik,
kurikulum, buku pelajaran, serta sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menegah.
Sama halnya dengan disiplin ilmu pendidikan, pendidikan disiplin ilmu atau bidang studi harus
merujuk kepada tiga unsur disiplin ilmu, yakni;
1. A community of scholars who choose to call themselves by a particular name,
2. A body of thinking, speaking and above all, writing by these scholars, which consist of facta,
concepts, generalizations and theories,
3. A method of approach to knowledge, i.e process whereby these scholars acquire, organize, and
use their knowledge (Dufty, 1986:154)
Rujukan ketiga unsur disiplin ilmu tersebut hendaknya diikuti oleh masyarakat ilmiah ilmu
pendidikan yang melalui pendekatan syntactical structure dan conceptual structur menghasilkan
berbagai penelitian pendidikan. Pendidikan disiplin bidang studi merupakan suatu synthentic
discipline, baik dilihat dari perkembangan akademik IKIP maupun peningkatan mutu pendidikan
dasar dan menengah serta kemungkinan penugasan di luar bidang kependidikan sekalipun
(Wider mandate, Numan Somantri, 2001)
Disiplin ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu dituntut untuk berinteraksi dalam
keseluruhan jaringan ilmu, teknologi, dan seni demi pemecahan masalah pembangunan nasional.
Hal ini hanya dapat dilakukan apabila Disiplin Ilmu Pendidikan dan Disiplin Pendidikan ilmu
tidak terlalu melihat pendidikan secara mikro seperti prosese belajar mengajar di kelas,
melainkan harus meleburkan diri secara makro dan inter-serta trans-disipliner dengan berbagai
disiplin ilmu lainnya. Adapun ciri-ciri dari Pendidikan Disiplin Ilmu dalam banyak kepustakaan
dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Pendidikan Disiplin Ilmu adalah hasil rekayasa “intercross-, dan trans-discipliner” antara
Disiplin Ilmu Pendidikan dengan disiplin ilmu “murni” (di universitas) untuk tujuan pendidikan
dasar, menengah, dan Fakultas Pendidikan (bidang studi).
2. Pendidikan Disiplin Ilmu merupakan seleksi, adaptasi, modifikasi dari hubungan inter-
discipliner antara Disiplin Ilmu Pendidikan dan disiplin ilmu (universitas) yang diorganisasikan
dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. (NCSS).
3. Pendidikan Disiplin Ilmu “is conceive as the subject matter of the academic disciplines
somehow selected, simplifield, adapted, and modified for school instruction” (NCSS).
4. Pendidikan Disiplin Ilmu ada juga yang menyebutnya “middle studies” karena berdiri pada
dua disiplin ilmu, yaitu sains dan humaniora (Earl Johnson).
Selanjutnya menurut Numan Somantri (2001):
pendidikan Disiplin Ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin (baru) yang menyeleksi konsep,
generalisasi dan teori dari struktur disiplin-disiplin ilmu (universitas) dan Disiplin Ilmu
Pendidikan yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan. Karena tujuan akhir Pendidikan Disiplin Ilmu adalah tujuan pendidikan itu sendiri,
maka keterkaitan Pendidikan Disiplin Ilmu ini sangat luas di antaranya dengan agama, filsafat
ilmu, filsafat pancasila, sains, teknologi dan masalah-masalah social yang dihadapi.
Sebagai batang tubuh disiplin baru, Pendidikan Disiplin Ilmu tetap memiliki sifat-sifat disiplin
ilmu dan berinteraksi dengan disiplin ilmu pendidikan:
1. Pendidikan Disiplin Ilmu harus menciptakan “a community of scholars”.
2. Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a body of thinking, speaking, and above all,
writing by these scholars which consist of fact, concepts, generalizations, and theories”.
3. Pendidikan Disiplin Ilmu harus merupakan “a method of approach to knowledge, i.e a process
whereby these scholars acquire, organize, and use their knowledge” (Dufty, 1986).
Dalam forum komunikasi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Yogyakarta tahun
1991, dirumuskan tentang Disiplin Ilmu Soaial sebagai berikut:
Pendidikan Disiplin Ilmu Sosial adalah seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu social
yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan
pendidikan FPIPS dalam kerangka pencapaian tujuan nasional yang berdasarkan Pancasila,
sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berkaitan dengan hal di atas maka kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai bagian dari
pendidikan disiplin ilmu social, tidak terlepas dari konsep disiplin ilmu social itu sendiri,
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan disiplin ilmu social yang tidak tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan disiplin ilmu politik dan hukum yang juga bernaung di bawah
pendidikan disiplin ilmu sosial. Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bentuk kajian lintas-
bidang keilmuan ini pada dasarnya telah memenuhi kriteria dasar-formal suatu disiplin
(Dufty,1970; Somantri:1993) yakni mempunyai community of scholars, a body of thinking,
speaking, and writing; a method of approach to knowledge dan mewadahi tujuan masyarakat dan
warisan sistem nilai (Somantri:1993). Ia merupakan suatu disiplin terapan yang bersifat
deskriptif-analitik, dan kebijakan-pedagogis. Jika dilihat dari pandangan Kuhn (1970) secara
paradigmatik, pendidikan kewarganegaraan baru memasuki pre-paradigmatic phase atau proto
science. Untuk dapat menggapai statusnya sebagai normal science diperlukan berbagai penelitian
dan pengembangan lebih lanjut oleh anggota komunitas ilmiah “pendidikan kewarganegaraan”
sehingga dapat melewati proses artikulasi sosialisasi-pengakuan-falsifikasi-validasi-pengakuan
sebagai disiplin yang matured. Di samping itu, juga konsep pendidikan kewarganegaraan
digunakan sebagai nama suatu bidang kajian ilmiah yang melandasi dan sekaligus menaungi
pendidikan kewarganegaran sebagai program pendidikan demokrasi.
Sedangkan Ilmu Kewarganegaraan sebagai disiplin ilmu bertujuan untuk mengembangkan
konsep, teori mengenai peranan warga negara dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan kata lain
berkenaan dengan demokrasi politik yang meliputi hak dan kewajiban, kegiatan dasar manusia,
yang diorganisir secara ilmiah, pdagogis, dan psikologis. Sehingga dengan orientasi yang
fundamental tersebut, diharapkan terbentuknya warga negara yang baik dapat direalisasikan
secara optimal.
Dalam kajiannya sebagai salah satu dari pendidikan disiplin ilmu, istilah Pendidikan
Kewarganegaraan sering disamakan dengean Ilmu Kewarganegaraan. Namun sebenarnya,
Pendidikan Kewarganegaraan cakupannya lebih luas dari pada Ilmu Kewarganegaraan , terkait
dengan tujuan Pendidikan Kewarganegaraa yang merupakan disiplin ilmu sebagai bentuk
pembelajaran dari proses dan cara pembinaan terhadap warga negara menjadi warga Negara
yang baik dengan acuan disiplin ilmu dari Ilmu kewarganegaraan. karena antara Pendidikan
Kewarganegaraan dan Ilmu Kewarganegaraan adalah satu rangkaian disiplin ilmu yang saling
berkaitan maka diperlukan sebuah konsep dimana antara Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu
Kewarganegaraan saling mengisi satu sama lain. Sehingga terjalin hubungan konsep yang
berkesinambungan.
2. Unsur Epistimologi
Epistimologi pendidikan kewarganegaraan mencakup metodologi penelitian dan metodologi
pengembangan. Metodologi penelitian digunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui
metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Sedangkan metode pengembangan
digunakan untuk mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler yang relevan guna
mengembangkan aspek-aspek social-psikologis peserta didik dengan cara mengorganisasikan
berbagai unsur instrumental dan kontekstual pendidikan. Metode penelitian dan metode
pengembangan dapat pula diperlakukan secara terintegrasi sebagai kegiatan penelitian dan
pengembangan, seperti dalam bentuk kegiatan penelitian tindakan atau “action research”.
3. Unsur Aksiologi
Aksiologi pendidikan kewarganegaraan adalah berbagai manfaat dari hasil penelitian, hasil
pengembangan, dan/atau hasil penelitian dan pengembangandalam bidang kajian pendidikan
kewarganegaraan yang telah dicapai bagi kepentingan dunia pendidikan, khususnya bagi dunia
persekolahan dan pendidikan tenaga kependidikan. Salah satu contoh penting manfaat tersebut
adalah dikembangkannya berbagai model pembelajaran nilai yang merupakan salah satu misi
dari pendidikan kewarganegaraan.
Visi bahwa pendidikan kewarganegaraan bertujuan mewujudkan masyarakat demokratis
merupakan reaksi atas kesalahan paradigma lama yang masih menggunakan istilah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn sangat mencolok dengan misi mewujudkan sikap
toleransi, tenggang rasa, memelihara persatuan kesatuan, tidak memaksakan pendapat,
menghargai, dan lain-lain yang dirasionalkan demi kepentingan stabilitas politik untuk
mendukung pembangunan nasional.
Misi dari pendidikan kewarganegaraan dalam lingkup dunia pendidikan di sekolah dewasa ini
dapat disimpulkan dari bagian pendahuluan pada naskah Standar Isi mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Misi dari Pendidikan Kewarganegaraan dirangkum Winarno (2007:114-115)
sebagai berikut:
Berdasarkan praktik pendidikan selama ini Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia ternyata
tidak hanya menggambarkan misi sebagai pendidikan demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan
mengembangkan misi, sebagai berikut:
1) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti sesungguhnya
yaitu civic education. Berdasarkan hal ini, Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina dan
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan penerapan,
tugas, hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga negara dalam berbagai aspek
kehidupan bernegara. Misalnya pendidikan kewarganegaraan dimunculkan dalam pelajaran
civic (Kurikulum 1957/1962); Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan Integrasi Sejarah,
Ilmu Bumi, dan Kewarganegaraan (Kurikulum 1964); Pendidikan Kewarganegaraan Negara,
yang merupakan perpaduan Ilmu Bumi, Sejarah Indonesia, dan Civic (Kurikulum 1968/1969)
dan PPKn (1994).
2) Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan karakter. Dalam hal ini
Pendidikan Kewarganegaraan bertugas membina dan mengembangkan nilai-nilai bangsa yang
dianggap baik sehingga terbentuk warga negara yang berkarakter baik bagi bangsa bersangkutan.
Contoh: Pendidikan kewarganegaraan dimuatkan dalam pelajaran PMP (1975/1984), Pelajaran
PPKn (kurikulum 1994). Di perguruan tinggi diberikan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Filsafat Pancasila.
3) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan bela negara. Pendidikan kesadaran bela
negara sehingga dapat di andalkan untuk menjaga kelangsungan negara dari berbagai ancaman.
Contoh, diberikan mata kuliah Kewiraan di Perguruan tinggi.
4) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi (politik) pendidikan
kewarganegaraan mengembangkan tugas menyiapkan peserta didik menjadi warga negara yang
demokratis untuk mendukung tegaknya demokrasi negara. Dengan pendidikan
kewarganegaraan, akan ada sosialisasi, deseminasi, dan penyebarluasan nilai-nilai demokrasi
pada masyarakat.