Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang sangat
padat, untuk mengatur tata hidup masyarakatnya yang sangat banyak inilah
Indonesia menganut sistem demokrasi berdasarkan pancasila. Tata hidup tersebut
terhimpun dalam batang tubuh pancasila yang berisi tentang hak dan tanggung
jawab setiap lapisan masyarakat sebagai warga Negara Indonesia. Oleh karena itu
diperlukan pengetahuan tentang tata hidup bernegara yang baik guna tercapainya
cita-cita nasional. Sehingga pendidikan sangat berperan penting dalam hal ini.
Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan dan kebiasaan
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui pengajaran, pelatihan ataupun penelitian. Pendidikan sering terjadi di
bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara ototidak. Untuk
mewujudkan cita – cita nasional tersebut, Pendidikan Kewarganegaraan menjadi
salah satu mata pelajaran yang diwajibkan dari tingkat Sekolah Dasar, menengah,
hingga Perguruan Tinggi. Hal ini dimaksudkan agar dapat memupuk karakter
siswa untuk memiliki rasa nasionalisme, juga membentuk karakter sosial dan
karakter bangsa sejak dini.  Karakter Bangsa adalah perilaku yang diharapkan
yang dimiliki oleh warga Negara sebagai cerminan dari Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan juga merupakan pondasi atau modal utama bagi 
seluruh bangsa Indonesia untuk dapat mempelajari, memahami, dan mencintai
setiap aspek dari Indonesia sendiri. Pada dasarnya karakter yang dibentuk oleh
pendidikan kewarganegaraan yaitu karakter bangsa, karakter yang dapat
mencerminkan to be good citizenship( menjadi warga negara yang baik ).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Education about, through, and for citizenship?
1.2.2 Bagaimana Learning democracy, in democracy, and for democracy?
1.2.3 Bagaimana Ruang Lingkup Pendiidkan Kewarganegaraan?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami Pendidikan tentang, melalui dan
untuk Kewarganegaraan.
1.3.2 Untuk mengetahui dan memahami mengenai Demokrasi.
1.3.3 Untuk mengetahui dan memahami mengenai Ruang Lingkup
Pendidikan Kewarganegaraan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis pada makalah ini yaitu mahasiswa dapat memahami
materi tentang Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi serta
Ruang Lingkupnya pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraann
yang dapat digunakan dan dipelajari oleh mahasiswa sebagai mata
kuliah pada Jurusannya.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Manfaat Teoritis pada makalah ini yaitu sebagai bahan kajian tentang
Pendidikan Kewarganegaraan dan Demokrasi serta Ruang Lingkupnya
yang dapat digunakan untuk menggali potensi mahasiswa dalam
memahami mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 EDUCATION ABOUT, THROUGH, AND FOR CITIZENSHIP


2.1.1 Pendidikan Tentang Kewarganegaraan
Istilah pendidikan kewarganegaraan telah diakui secara legal formal dalam
sistem pendidikan di Indonesia. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan
kewarganegaraan. Selanjutnya dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat
mata kuliah wajib umum yakni Kewarganegaraan. Sebelumnya dalam Undang –
undang lama yakni Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 39 menyatakan bahwa setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat pendidikan kewarganegaraan. Istilah pendidikan kewarganegaraan
merupakan terjemahan dari terminologi bahasa Inggris "citizenship education"
atau "civic education". Selain sebagai pendidikan kewarganegaraan, ada yang
menggunakan istilah "pendidikan kewargaan" (Azumardi Azra, 2003; HAR
Tilaar, 2007).
John J. Cogan dalam Citizenship Education for 21ST Century (1998)
menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan dianggap sebagai "kontribusi
pendidikan untuk pengembangan karakteristik – karakteristik dari seorang warga
negara". Selanjutnya ia membedakan 2 (dua) hal yaitu "citizenship education"
dan "civic education". Citizenship diartikan sebagai "the more inclusive term and
an encompases both thesein-school experience as well as ot of school or not
formal/informal learning which takes place in the family, the religious
organization, community organization, the media, ect which help to shape the
totaly of the citizen". Sementara Civic education sebagai "….the foundational
course work in school designed to prepare young citizens for an active role in
their communities in their adult lives.”
David Kerr dalam Citizenship Education: “An International Comparison
(1999) menyatakan Citizenship education sebagai process to encompass the
preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and in
particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning)in that
prepatory process”. Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam
rangka menyiapkan warga muda akan hak – hak, peran, dan tanggung jawabnya
sebagai warga negara. Sedangkan civic education adalah citizenship education
yang dilakukan melalui persekolahan.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa baik
“citizenship education” maupun “civic education” sama – sama merupakan bentuk
pendidikan yang ditujukan untuk membentuk karakter warga negara. “Citizenship

3
education” atau “Civic education” pada hakikatnya adalah pendidikan untuk
menjadi warga negara. Perbedaannya adalah “citizenship education” sebagai
pendidikan pembentukan karakter warga negara yang dapat dilakukan oleh
berbagai jalur dan lembaga sebagai keluarga, sekolah, komunitas, media, dan
sebagainya. Sedangkan “civic education” adalah pendidikan untuk pembentukan
karakter warga negara yang dilakukan melalui sekolah.
Dapat disimpulkan “citizenship education” sebagai pendidikan
kewarganegaraan dalam arti luas, sedangkan “civic education” adalah pendidikan
kewarganegaraan dalam arti sempit. Pendidikan kewarganegaraan menjadi
sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu negara, terlebih di negara demokrasi.
Internasional Commission of Jurist menyatakan bahwa salah satu syarat
pemerintahan yang demokratis dibawah Rule of law adalah adanya pendidikan
kewarganegaraan (Miriam Budiardjo, 2008). Di mana-mana diakui bahwa tugas
dasar pendidikan adalah menyiapkan generasi muda untuk mengemban tanggung
jawab mereka sebagai warga negara. Kebutuhan untuk menciptakan warga negara
yang berpengetahuan dan bertanggung jawab menjadi alasan utama dibalik
pembentukan sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional pada dasarnya
adalah pendidikan untuk membentuk warga negara. Pendidikan kewarganegaraan
tidak sekedar mempelajari fakta dan pranata bernegara tetapi juga mencakup
pembelajaran akan serangkaian disposisi, kebajikan dan loyalitas selaku warga
negara dalam praktek bernegara (Will Kymlika dalam Felix Baghi,2009).
Indonesia memiliki pengalaman yang kaya dengan praktik pendidikan
kewarganegaraan khususnya pendidikan kewarganegaraan yang diwujudkan
dalam bentuk mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah di perguruan tinggi.
Sejarah perkembangan pendidikan kewarganegaraan pada jenjang persekolahan di
Indonesia dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Kewarganegaraan tahun 1957.
b. Civics sebagai pengganti Kewarganegaraan tahun 1961.
c. Pendidikan Kewargaan Negara tahun 1968.
d. Pendidikan Moral Pancasila (PMP) tahun 1975 dan 1984.
e. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) tahun 1994.
f. Kewarganegaraan (civics) tahun 2004.
g. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tahun 2006.
h. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) tahun 2013.
Wujud pendidikan kewarganegaraan tersebut lebih pada perwujudan
sebagai mata pelajaran di sekolah atau pendidikan kewarganegaraan di tingkat
persekolahan (school civic education). Awal PKn di Indonesia muncul dengan
nama Civics, yakni dalam buku Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civics)
karangan Mr. Soepardjo, dkk yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan tahun 1960. Pelajaran tersebut dapat disebut Civics
karena dalam kata sambutan yang disampaikan menteri PP dan K saat itu yakni
Priyono, dikatakan "Buku ini barangkali dapat disebut dengan istilah Djerman

4
"Staatsburgerkunde", dengan istilah Inggris "Civics" atau dengan istilah Indonesia
"Kewarganegaraan". Akan tetapi karena isi buku ini agak luas, maka nama
"Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia "agaknya lebih tepat (Soepardo et al.,
1960).
Secara khusus tujuan mata pelajaran PKn yang berisikan keseluruhan dimensi
tersebut sehingga peserta didik mampu:
a. menampilkan karakter yang mencerminkan penghayatan, pemahaman, dan
pengamalan nilai dan moral Pancasila secara personal dan social
b. memiliki komitmen konstitusional yang ditopang oleh sikap positif dan
pemahaman utuh tentang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
c. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif serta memiliki semangat
kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila,
Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat
Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota
masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup
bersama dalam berbagai tatanan sosial kultural.
Dengan adanya surat keputusan tersebut maka mata kuliah Kewiraan
berganti nama menjadi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan mengemban misi pendidikan pendahuluan bela
negara sebagaimana kelanjutan dan misi pendidikan Kewiraan. Di samping itu
juga mengemban misi sebagai pendidikan kewarganegaraan, yaitu pendidikan
membekali mahasiswa dengan pemahaman tentang hubungan antara yang warga
negara dengan negara. Pendidikan Kewarganegaraan bersama dengan Pendidikan
Pancasila dan Agama termasuk kelompok Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) sebagai kurikulum inti yang sifatnya yang wajib diberikan
pada mahasiswa.
Pada tahun 2012 keberadaan pendidikan kewarganegaraan diperguruan
tinggi semakin ditegas dengan keluarnya Undang – Undang No 12 tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 35 ayat 3 Undang – Undang tersebut
menyatakan bahwa “kurikulum pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 wajib memuat mata kuliah : a) agama, b) Pancasila, c) Kewarganegaraan .
d) Bahasa Indonesia”. Dengan adanya Undang – Undang tersebut maka
pendidikan kewarganegaraan menjadi mata kuliah wajib untuk semua mahasiswa
baik jenjang diploma maupun sarjana di Indonesia. Yang dimaksud mata kuliah
kewarganegaraan adalah pendidikan yang mencakup Pancasila,UUD RI 1945,
NKRI dan Bhinneka tunggal ika untuk membentuk mahasiswa menjadi warga
negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Materi pokok atau
substansi kajian PKN tahun 2006 terdiri atas:

5
1. Hakikat PKN
2. Identitas Nasional
3. Integrasi Nasional
4. Konstitusi Negara
5. Kewajiban dan Hak
6. Demokrasi Indonesia
7. Penegakan Hukum
8. Wawasan Nusantara
9. Ketahanan Nasional
Meskipun isi pendidikan kewarganegaraan selalu mengalami perubahan
dan pembaharuan sejalan dengan perkembangan ilmu, bahkan tuntutan
kepentingan suatu komunitas politik, dalam hal ini kehidupan bernegara. Namun
demikian perubahan dan perkembangan tersebut diharapkan tetap dalam konteks
hakekat dan fungsi pendidikan kewarganegaraan di Indonesia yakni sebagai
pendidikan yang mengembangkan warga negara agar memiliki semangat
kebangsaan dan cinta tanah air, sebagaimana amanat Undang-Undang No. 2
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang No. 12
Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Merujuk pada baik pemikiran akademik maupun di jalur politik
kenegaraan, pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi dimaksudkan
sebagai pendidikan yang membekali mahasiswa agar semangat kebangsaan dan
cinta tanah air senantiasa dijadikan nilai dasar baik dalam bersikap dan bertindak
sesuai dengan bidang keahlian dan profesi yang kelak dijalaninya. Semangat
kebangsaan dideskripsikan sebagai cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya. Sedangkan cinta tanah air dideskripsikan sebagai cara berfikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa (Kemendiknas, 2010). Jadi, dengan belajar Pendidikan
Kewarganegaraan, mahasiswa sebagai calon sarjana diharapkan memiliki
semangat kebangsaan dan cinta tanah air dan bersedia mengimplementasikannya
sesuai dengan profesi yang akan ditekuninya di masa mendatang.

2.1.2 Pendidikan Melalui Kewarganegaraan


Menurut Margaret Stimman Branson dalam artikel berjudul “The Role of
Civic Education (1998)”, terdapat 3 (tiga) komponen utama yang perlu dikuasai
dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dikatakan sebagai berikut:
"There are three essential components: civic knowledge, civic skills, and civic
dispositions."
Pendidikan kewarganegaraan itu adalah pengetahuan kewarganegaraan
(civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan sikap
kewarganegaraan (civic dispositions). Civic knowledge terkait dengan isi atau

6
apa yang seharusnya warga negara ketahui. Civic skills merupakan keterampilan
apa yang seharusnya dimiliki oleh warga negara yang meliputi; keterampilan
intelektual dan keterampilan partisipasi. Sementara civic dispositions berkaitan
dengan karakter privat dan publik dari warga negara yang perlu dikembangkan
dan dipelihara dalam kehidupan bernegara.
Senada dengan pendapat di atas, Udin S. Winataputra (2001) menyatakan
bahwa yang menjadi jantungnya dan benang emas yang mengikat unsur – unsur
dalam membangun tatanan yang koheren dari semua subsistem pendidikan
kewarganegaraan adalah civic knowledge yakni: pengetahuan dan pemahaman
kewarganegaraan, Civic dispositions yaitu nilai, komitmen, dan sikap
kewarganegaraan dan Civic skills, yaitu perangkat keterampilan intelektual,
sosial, personal kewarganegaraan yang seyogianya dikuasai oleh setiap individu
warga negara. Ketiga komponen pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat
dengan sasaran pembentukan pribadi warga negara. Warga negara yang memiliki
pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang
percaya diri (civic confidence), warga negara yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang mampu (civic
competence), warga negara yang memiliki sikap dan keterampilan
kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang komitmen (civic
commitment), dan pada akhirnya warga negara yang memiliki pengetahuan, sikap
dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas dan
baik (smart and good citizens). Kesimpulannya pendidikan kewarganegaraan
mengembangkan 3 (tiga) komponen yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dan sikap
kewarganegaraan (civic dispositions) dalam rangka pembentukan warga negara
yang cerdas (smart and good citizens).

2.1.3 Pendidikan Untuk Kewarganegaraan


Fungsi pokok dari pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah
sebagai pendidikan kebangsaan (nationalistic education). Hal ini merujuk pada
pengertian pendidikan kewarganegaraan sebagai “….pendidikan yang membentuk
manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air" (Pasal 37
Undang-Undang No 20 Tahun 2003) dan "pendidikan…. yang membentuk
mahasiswa menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air. (Penjelasan atas Pasal 35 huruf c Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi).
Namun demikian, fungsi pencxzdidikan kewarganegaraan sebenarnya
tidak hanya sebagai pendidikan kebangsaan, tetapi juga bisa mengemban fungsi
pendidikan lainnya. Misalnya pendidikan kewarganegaraan yang diwujudkan
melalui pelajaran PKn berdasar Kurikulum 2006, mengemban berbagai fungsi
yakni sebagai pendidikan kebangsaan, pendidikan demokrasi, pendidikan bela

7
negara, pendidikan HAM, pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan
hidup, pendidikan hukum dan pendidikan anti korupsi.
Pendidikan kewarganegaraan yang diwujudkan melalui PPKN 2013
memuat fungsi sebagai pendidikan nilai dan karakter kewarganegaraan yang khas
Indonesia yakni karakter Pancasila. Pendapat lain menyatakan bahwa Pkn
memiliki sifat multidimensionalitas yang menjadikan bidang studi Pkn dapat
disikapi sebagai: pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan
nilai dan moral, pendidikan karakter kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan,
pendidikan hokum dan hak asasi manusia, dan pendidikan demokrasi (Sapriya,
2012).

2.2 LEARNING DEMOCRACY, IN DEMOCRACY AND FOR


DEMOCRACY
2.2.1 Hakikat Demokrasi dan Demokratisasi
Kata demokrasi dapat ditinjau dari dua pengertian yakni pengertian secara
bahasa atau etimologis dan pengertian secara istilah atau terminologis.

2.2.2 Pengertian Etimologis Demokrasi


Dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani
yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan
atau kekuasaan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos berarti
pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Merujuk pada pengertian etimologis ini, demokrasi adalah perihal
penyelenggaraan kekuasaan dalam sejarah kehidupan politik manusia. Kekuasaan
tertinggi dalam suatu Negara selanjutnya disebut kedaulatan berada di tangan
rakyat Negara yang bersangkutan. Gagasan demikian merupakan inti dari teori
kedaulatan rakyat, yang sekaligus menjadi latar belakang lahirnya demokrasi.
Penyelenggaraan demokrasi atau kedulatan rakyat bermula dari Yunani
Kuno yang dipraktikan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 SM – abad ke-
6M. demokrasi yang dipraktikan pada waktu itu adalah Demokrasi Langsung,
artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung
oleh seluruh rakyat. Hal ini dapat dilakukan karena Yunani pada waktu itu berupa
Negara kota yang penduduknya terbatas pada sebuah kota dan daerah sekitarnya,
meskipun ada keterlibatan seluruh warga,namun masih ada pembatas, misalnya
para anak, wanita dan para budak tidak berhak berpartisipasi dalam pemerintahan.
Jadi demokrasi atas dasar penyaluran kehendak rakyat ada dua macam :
a. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung adalah paham demokrasi yang mengikutsertakan setiap
warganegaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijaksanaan
umum dan undang-undang.

8
b. Demokrasi Tidak Langsung
Demokrasi tidak langsung adalah paham demokrasi yang dilaksanakan
melalui system perwakilan. Demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan biasanya dilaksanakan melalui Pemilu.

2.2.3 Pengertian Terminologis Demokrasi


Dari sudut terminology, banyak sekali definisi demokrasi yang dikemukakan
oleh beberapa ahli politik, yang masing-masing memberikan definisis dari sudut
pandang yang berbeda. Berikut oini beberapa definisi tentang demokrasi.
a. Menurut Haris Soche
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan
pemerintahan itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan
hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan
melindungi dirinya dari paksaan dan perkosaan orang lain atau badan yang
diserahi untuk memerintah.
b. Menurut Hennry B.Mayo
System politik demokratis adalah system yang menunjukkan bahwa
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjamin kebebasan politik.

Ada satu pengertian demokrasi yang dianggap paling popular diantara


pengertian yang ada. Yaitu pengertian demokrasi yang dikemukakan pada tahun
1863 oleh Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat ke-16, yang mengatakan
demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
(government of the people, by the people and for the people).
Pemerintahan dari rakyat berarti pemerintahan negara itu mendapat mandat
dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintah. Rakyat adalah pemegang
kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah
telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan bernegara
maka pemerintah tersebut sah. Seorang pemimpin seperti presiden, gubernur,
bupati, kepala desa, pemimpin politik yang telah dipilih oleh rakyat berarti ia telah
mendapat mandat secara sah dari rakyat. Pemerintahan yang dijalankan adalah
pemerintahan demokrasi sebab berasal dari mandat rakyat.
Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh
rakyat. Meskipun dalam praktik yang menjalankan penyelenggaraan bernegara itu
pemerintah tetapi orang-orang itu pada hakikatnya yang telah dipilih dan
mendapat dari rakyat. Selain itu pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan
negara itu diawasi oleh rakyat. Dalam negara demokrasi pemerintahan oleh
rakyat itu dijalankan oleh sekelompok orang yang disebut wakil rakyat, sebab
apabila semua rakyat menjalankan pemerintahan hal itu tidak mungkin bisa

9
dilakukan. Wakil rakyat inilah yang akan memilih dan menentukan pemerintah
negara sekaligus yang akan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan. Rakyat
secara tidak langsung melalui wakil-wakilnya membentuk pemerintahan dan
mengawasi jalannya pemerintahan. Inilah yang disebut dengan demokrasi tidak
langsung.
Pemerintah untuk rakyat berarti pemerintahan itu menghasilkan dan
menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan
kesejahteraan rakyat. Apabila kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan
sekelompok orang dan tidak berdasarkan kepentingan rakyat maka pemerintahan
itu bukan yang demokratis. Karena itu dalam negara demokrasi, pemerintah harus
berusaha sebaik mungkin agar kebijakan yang dikeluarkan adalah berasal dari
aspirasi rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Agar kebijakan itu aspiratif dan
untuk kepentingan rakyat maka pemerintah harus bertanggung jawab kepada
rakyat dan diawasi oleh rakyat.
Dalam demokrasi kekuasaan pemerintah di negara itu berada di tangan rakyat.
Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan di negara tersebut.
Pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
disebut pemerintahan demokrasi. Pemerintahan demokrasi dapat dinyatakan pula
sebagai sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat.
Secara substantif, prinsip utama dalam demokrasi ada dua (Maswadi Rauf, 1997),
yaitu:
a. Kebebasan/persamaan (freedom/equality), dan
b. Kedaulatan rakyat (people’s sovereignty)

Kebebasan dan persamaan adalah fondasi demokrasi. Kebebasan dianggap


sebagai sarana mencapai kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dan usaha
orang tanpa adanya pembatasan dari penguasa. Jadi bagian tak terpisahkan dari
ide kebebasan adalah pembatasan kekuasaan penguasa politik. Demokrasi adalah
sistem politik yang melindungi kebebasan warganya sekaligus memberi tugas
pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut. Demokrasi pada dasarnya
merupakan pelembagaan dari kebebasan.
Dengan konsep kedaulatan rakyat pada hakikatnya kebijakan yang dibuat
adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini
akan mencapai dua hal, pertama, kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan
kekuasaan dan kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas-tugas
pemerintahan.

2.2.4 PENDIDIKAN DEMOKRASI


a. Membangun Kultur Demokrasi
Berdasar pada uraian-uraian sebelumnya dapat kita ambil kesimpulan bahwa
system politik demokrasi suatu negara berkaitan dengan dua hal, yaitu institusi
(struktur) demikrasi dan perilaku (kultur) demokrasi. Meminjam analisis Gabriel

10
Almond dan Sidney Verba (1963) dalam buku yang berjudul “Civic Culture”,
bahwa kematangan budaya politik akan tercapai bila ada keserasian antara
struktur dengan kultur, maka membangun masyarakat demokratis berarti usaha
menciptakan keserasian antara struktur yang demokratis dengan kultur yang
demokratis. Masyarakat demokratis akan terwujud bila di negara tersebut terdapat
institusi demokrasi dan sekaligus berjalannya perilaku demokrasi.
Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada tersedianya lembaga-
lembaga politik demokrasi yang ada di negara. Suatu negara dikatakan negara
demokrasi bila di dalamnya terdapat lembaga-lembaga politik demokrasi.
Lembaga itu antara lain; pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab,
parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik, lembaga swadaya masyarakat, dan
media massa. Membangun institusi demokrasi berarti menciptakan dan
menegakkan lembaga-lembaga politik tersebut dalam negara.
Perilaku atau kultur demokrasi menunjuk pada berlakunya nilai-nilai
demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang
perilaku hidup baik keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi. Mengutip pendapatnya Henry B. Mayo, nilai-nilai demokrasi meliputi;
damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan, menghormati kebebasan,
memahami keanekaragaman, teratur, paksaan yang minimal dan memajukan ilmu.
Membangun kultur demokrasi berarti mengenalkan, mensosialisasikan dan
menegakkan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.
Ternyata membangun kultur demokrasi jauh lebih sulit daripada
membangun struktur demokrasi. Indonesia sendiri secara struktur dapat dikatakan
sebagai negara demokrasi terbukti dengan telah adanya lembaga-lembaga politik
demokrasi. Tetapi mengapa demokrasi sekarang ini cenderung pada sikap
kebebasan yang semakin liar, kekerasan, bentrokan fisik, konflik antara ras dan
agama, brutal, ancaman bom, terror, rasa tidak aman dan sebagainya. Jawabannya
adalah karena kultur demokrasi belum tegak di masyarakat. Boleh jadi negara
telah memiliki institusi demokrasi sedangkan masyarakat belum sepenuhnya
berperilaku demokratis. Institusi demokrasi yang tidak didukung perilaku
demokrasi jelas sangat membahayakan bagi kelangsungan demokrasi itu sendiri.
Kemungkinan yang terjadi adalah demokrasi akan jatuh pada anarkhi atau
demokrasi akan mengundang lawannya sendiri; tampilnya seorang diktator.
Jadi demokrasi tidak hanya memerlukan institusi, hukum, aturan ataupun
lembaga-lembaga negara lainnya. Demokrasi sejati memerlukan sikap dan
perilaku hidup demokratis masyarakatnya. Demokrasi ternyata memerlukan syarat
hidupnya yaitu warga negara yang memiliki dan menegakkan nilai-nilai
demokrasi.
Demokrasi adalah sebuah system politik sekaligus sebagai sikap hidup.
Tersedianya kondisi ini membutuhkan waktu lama, berat dan sulit. Oleh karena
itu secara substantif berdimensi jangka panjang, guna mewujudkan masyarakat
demokratis, Pendidikan demokrasi mutlak diperlukan.

11
2.2.5 Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi
supaya bisa diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi
adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh negara dan masyarakat untuk
memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati, mengamalkan
dan mengembangkan konsep, prinsip dan nilai demokrasi sesuai dengan status
dan perannya di masyarakat (Udin Winataputra, 2012).
Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat
berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan pada
generasi muda akan pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi.
Pengetahuan dan kesadaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal. Pertama,
kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak-
hak warga masyarakat itu sendiri, demokrasi adalah pilihan terbaik di antara yang
buruk tentang pola hidup bernegara. Kedua, demokrasi adalah sebuah leaening
process yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain. Ketiga,
kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai-
nilai demokrasi pada masyarakat (Zamroni,2001). Lebih lanjut dikatakan bahwa
Pendidikan didukung demokrasi harus mampu melahirkan manusia-manusia yang
demokratis. Tanpa manusia yang memegang teguh nilai-nilai demokrasi,
masyarakat yang demokratis hanya akan merupakan impian belaka (Zamroni,
2011).
Pada tahap selanjutnya Pendidikan demokrasi akan menghasilkan masyarakat
yang mendukung system politik yang demokratis. System politik demokrasi hanya
akan langgeng apabila didukung oleh masyarakat demokratis yaitu masyarakat
yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi serta berpartisipasi aktif mendukung
kelangsungan pemerintahan demokrasi di negaranya. Oleh karena itu setiap
pemerintahan demokrasi akan melaksanakan sosialisasi nilai-nilai demokrasi
kepada generasi muda. Kelangsungan pemerintahan demokrasi bersandar pada
pengetahuan dan kesadaran demokrasi warga negaranya. Pendidikan pada
umumnya dan Pendidikan demokrasi pada khususnya akan diberikan seluas-
luasnya bagi seluruh warganya. Sosialisasi nilai-nilai demokrasi melalui
Pendidikan demokrasi adalah bagian dari sosialisasi politik negara terhadap
warganya. Pendidikan formal dalam hal ini sekolah berperan penting dalam
melaksanakan Pendidikan demokrasi kepada generasi muda. System persekolahan
memiliki peran penting khususnya untuk kelangsungan system politik demokrasi
melalui penanaman pengetahuan, kesadaran nilai-nilai demokrasi. Pendidikan
demokrasi dapat saja merupakan pendidikan yang diintegrasikan kedalam
berbagai bidang studi, missal dalam mata pelajaran PKN dan sejarah atau
diintegrasikan kedalam kelompok ilmu sosial lainnya. Akan tepat bila pendidikan
demokrasi masuk dalam kelompok studi sosial. Dilain pihak pendidikan
demokrasi dapat pula dijadikan subject matter tersendiri sehingga merupakan

12
suatu bidang studi atau mata pelajaran. Misalkan dimunculkan mata pelajaran
civics yang masa lalu pernah menjadi mata pelajaran sekolah. Namun civics yang
sekarang hendaknya dipertegas dan dibatasi sebagai pendidikan demokrasi di
Indonesia.
Indonesia sesungguhnya memiliki pengalaman yang kaya akan pendidikan
demokrasi. Menurut Udin S.Winataputra, (2001) menyatakan b ahwa sejak tahun
1945 sampai sekarang instrument perundangan sudah menempatkan pendiidkan
demokrasi dan HAM sebagai bagian integral dari pendidikan nasional. Misalnya,
dalam usulan BP KNIP tanggal 29 Desember 1945 dikemukakan bahwa
“Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid menjadi warga Negara
yang mempunyai rasa tanggung jawab”, yang kemudian oleh Kementrian PPK
dirumuskan dalam tujuan pendidikan : “…untuk mendidik warga Negara yang
sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara dan
masyarakat” dengan ciri-ciri sebagai berikut: “Perasaan bakti kepada Tuhan ,
perasaan cinta kepada Negara, perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan,
perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan
kekuatannya, keyakinan bahwa orang menjadi bagian tak terpisahkan dari
keluarga dan masyarakat, keyakinan bahwa orang yang hidup bermasyarakat
harus tunduk pada tata tertib, keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama
derajatnya sehingga sesama anggota masyarakat harus saling menghormati,
berdasarkan rasa keadilan dengan berpegangan teguh pada harga diri, dan
keyakinan bahwa Negara memerlukan warga Negara yang rajin bekerja
mengetahui kewajiban, dan jujur dalam perkiraan dan tindakan” dari kutipoan
tersebut diatas dapat dilihat bahwa semua ide yang terkandung dalam butir
rumusan tujuan pendidikan nasional sesungguhnya merupakan esensi pendidikan
demokrasi dan HAM.
Sekarang ini banyak kalangan menghendaki Pendidikan Kewarganegaraan
baik sebagai mata pelajaran disekolah maupun mata kuliah di perguruan tinggi
mengembang misi sebagai pendidikan demokrasi. Tuntutan demikian tidak salah
oleh karena seacara teoritik, pendidikan kewarganegaraan adalah salah satu ciri
dari pemerintahan yang demokratis. International Commission Of Jurist sebagai
organisasi ahli hokum internasional dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965
mengemukakkan bahwa syarat dasar terselenggaranya pemerintah yang
demokratis dibawah Rule of Law ialah (Miriam Budiardjo, 1977).
a. Perlindungan Konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari
menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara procedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.
b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (Independent and impartial
tribunals).
c. Pimilu yang bebas.
d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi

13
f. Pendidikan kewarganegaraan (civic education).
Pendidikan demokrasi dalam arti luas dapat dilakukan baik secara informal,
formal dan nonformal. Secara Informal, pendidikan demokrasi bisa dilakukan
dilingkungan keluarga yang menumbuhkembangkan nilai-nilai demokrasi. Secara
Formal, pendidikan demokrasi dilakukan disekolah baik dalam bentuk intra dan
ekstrakurikuler. Sedangkan secara nonformal pendidikan demokrasi berlansung
pada kelompok masyarakat, lembaga swadaya, partai politik, pers dan lainnya.
Hal yang sangat penting dalam pendidikan demokrasi disekolah adalah
mengenai kurikulum pendiidkan demokrasi yang menyangkut dua hal yaitu
penataan da nisi materi. Penataan menyangkut pemuatan pendidik demokrasi
dalam suatu kegiatan kurikuler, apakah secara eksplisit dimuat dalam suatu mata
pelajaran ataukah disisipkan kedalam mata pelajaran umum. Merujuk pada prinsip
pemerintah yang demokratis dibawah Rule of Law, maka pendidikan
kewarganegaraan memegang posisi penting guna membangun kultur warga
Negara yang demokratis.
Selain masalah penataan, yang lebih penting lagi adalah masalah isi materi
dari pendidikan demokrasi. Agar benar-benar berfungsi sebagai pendidikan
demokrasi maka materinya perlu ditekankan pada empat hal yaitu asal usul
sejarah demokrasi dan perkembangan demokrasi, sejarah demokrasi di Indonesia,
jiwa demokrasi Indonesia berdasar Pancasila dan UUD 1945 dan masa depan
dmokrasi. Asal usul demokrasi akan membelajarkan akan membelajarkan anak
mengenai perkembangan konsep demokrasi dari mulai konsep awal sampai
sekarang menjadi konsep globat sekarang ini. Materi tentang demokrasi Indonesia
membelajarkan anak akan kelebihan, kekurangan serta bentuk ideal demokrasi
yang tepat untuk Indonesia. Materi masa depan demokrasi akan membangkitkan
kesadaran anak mengenai pentingnya demokrasi serta memahami tantangan
demokrasi yang akan muncul dimasa depan. Untuk menghindari terjadinya
indoktrinasi, mater- yang berisi doktrin Negara sedapat mungkin diminimalkan
diganti dengan pendekatan historis dan ilmiah serta dikenalkan dengan fakta yang
relevan.

2.3 RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan diatur dalam Permendiknas No.
22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Ruang Lingkup mata pelajaran PKn untuk pendidikan dasar dan menengah secara
umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara,
sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan
jaminan keadilan.

14
b) Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata
tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan
daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, system
hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
c) Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan
penghormatan dan perlindungan HAM.
d) Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai
masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga
negara.
e) Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan
dasar negara dengan konstitusi.
f) Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan
kecamatan,pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi
dan system politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat
madani, system pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
g) Pancasila, meliputi, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideology
negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan
nilainilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai
ideologiterbuka.
h) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan
organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
Berdasarkan ruang lingkup PKn di atas, diketahui bahwa materi yang ada dalam
PKn terdiri dari diantaranya tentang materi nilai-nilai, norma dan peraturanhukum
yang mengatur perilaku warga negara, sehingga diharapkan peserta didik dapat
mengamalkan materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari menjadi karakter
pribadi yang melekat pada setiap individu peserta didik.

15
BAB 3
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan “citizenship education” sebagai pendidikan
kewarganegaraan dalam arti luas, sedangkan “civic education” adalah pendidikan
kewarganegaraan dalam arti sempit. Pendidikan kewarganegaraan menjadi
sesuatu yang wajib dilakukan dalam suatu negara, terlebih di negara demokrasi.
Indonesia sendiri secara struktur dapat dikatakan sebagai negara demokrasi
terbukti dengan telah adanya lembaga-lembaga politik demokrasi. Jadi demokrasi
tidak hanya memerlukan institusi, hukum, aturan ataupun lembaga-lembaga
negara lainnya. Demokrasi sejati memerlukan sikap dan perilaku hidup
demokratis masyarakatnya. Demokrasi ternyata memerlukan syarat hidupnya
yaitu warga negara yang memiliki dan menegakkan nilai-nilai demokrasi. Ruang
lingkup dalam pendidikan kewarganegaraan tersebut mencakup beberapa aspek
yaitu : persatuan dan kesatuan, norma, HAM, kebutuhan warga Negara, Konstitusi
Negara, Kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi.

3.2 Saran
Sebagai warga Negara Indonesia terutama generasi muda hendaknya kita
memahami serta mengimplementasikan pelajaran pendidikan kewarganegaraan ini
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menumbuhkan semangat kebangsaan
dan cinta tanah air dan menjadikankan dasar baik dalam bersikap dan bertindak
sesuai dengan bidang keahlian dan profesi yang kelak dijalaninya dalam rangka
membentuk generasi muda yang cerdas (smart and good citizen).

16

Anda mungkin juga menyukai