Anda di halaman 1dari 167

BAB II

LATAR BELAKANG DIPERLUKANNYA PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI

2.1 Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan.


Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) atau Civics memiliki banyak
pengertian dan istilah serta pendapat para ahli di beberapa negara. Berikut ini
diuraikan pendapat dari beberapa para ahli.

John J.Cogan (dalam Winarno, 2014) membedakan antara civic education dan
citizenship education. Cogan menyatakan bahwa civic education adalah mata
pelajaran di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara khususnya
warga negara berusia muda, agar kelak dapat berperan aktif dalam masyarakat.
Sedangkan citizenship education memiliki pengertian yang lebih luas, mencakup
pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah seperti di lingkungan keluarga,
dalam organisasi kemasyarakatan dan lain-lain.

David Kerr (1999) menyatakan bahwa Citizenship atau Civic Education atau
Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas, mencakup proses penyiapan
generasi muda untuk mengambil peran dan tanggungjawab mereka sebagai
warganegara.

Istilah Civic Education oleh banyak ahli diterjemahkan menjadi Pendidikan


Kewarganegaraan atau Pendidikan Kewargaan. Istilah Pendidikan Kewargaan
disampaikan oleh Azyumardi Azra (penggagas pertama mata kuliah Civic Education
untuk Perguruan Tinggi Indonesia setelah berakhirnya Orde Baru atau sekitar tahun
1998). Pendapatnya bahwa Pendidikan Kewargaan memiliki dimensi dan orientasi
pemberdayaan warga negara melalui keterlibatan dosen dan mahasiswa dalam praktik
berdemokrasi langsung sepanjang perkuliahan. Titik utama dari Pendidikan
Kewargaan adalah mendidik generasi muda untuk menjadi warga negara Indonesia
yang kritis, aktif, demokratis, dan beradab dengan pengertian bahwa mereka sadar
akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Menurut Azra, Pendidikan Kewargaan adalah Pendidikan dengan

10
cakupan lebih luas dari pada Pendidikan Demokrasi dan Pendidikan HAM, karena
mencakup kajian dan pembahasan tentang banyak hal, seperti pemerintahan,
konstitusi, lembaga demokrasi, rule of law, hak dan kewajiban warga negara, proses
demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani,
sistem pemerintahan, administrasi publik, dan sistem hukum.

Istilah Pendidikan Kewarganegaraan juga diprakarsai oleh Zamroni, Muhammad N.


Somantri dan Udin S.Winataputra (dalam Komarudin Hidayat, et al, 2007). Zamroni
dkk berpendapat bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi
yang bertujuan untuk mempersiapkan warga negara berpikir kritis dan bertindak
demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa
demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak bisa didapat dari
masyarakat lain dan kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan
mentransformasikan nilai demokrasi di negara tersebut.

Menurut Somantri (dalam Rosyada, 2000), Pendidikan Kewarganegaraan ditandai


dengan tiga ciri utama. Ciri pertama Civic Education adalah kegiatan yang meliputi
seluruh program sekolah. Ciri kedua Civic Education adalah yang meliputi berbagai
macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih
baik dalam masyarakat demokratis. Adapun ciri ketiga Civic Education adalah
kegiatan dimana termasuk hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan
masyarakat, pribadi dan syarat obyektif untuk hidup bernegara.

Dari pendapat para ahli tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang menyelenggarakan
pendidikan kebangsaan, demokrasi, hukum, nasionalisme, multikultural disamping
kewarganegaraan guna mendukung terwujudnya warga negara yang sadar akan hak
dan kewajibannya, cerdas, terampil dan berkarakter sehingga akan mampu ikut serta
aktif dalam membangun negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan
bidang ilmu dan pengetahuan yang ditekuninya.

11
2.2 Landasan Ilmiah
Ada dua landasan ilmiah dari munculnya Pendidikan Kewarganegaraan. Kedua
landasan ilmiah tersebut adalah Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan dan
Rumpun Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan. Adapun penjelasannya sebagai
berikut :
a. Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan.
Setiap warga negara Indonesia dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermanfaat
bagi masyarakat, bangsa dan negara, serta diharapkan mampu mengantisipasi
setiap perkembangan, perubahan serta masalah yang terjadi. Untuk itu diperlukan
pembekalan secara keilmuan dan pengetahuan, teknologi dan seni yang
berlandaskan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral dan nilai-nilai budaya
bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai pedoman, panduan dan
pegangan hidup setiap warga negara dalam berkehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, yang meliputi hubungan antar warga negara, antara
warga negara dengan negara, dan kewajiban warganegara dalam melakukan bela
negara

b. Rumpun Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan.


Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan civic education ataupun
citizenship education dan dikenal hampir seluruh negara di dunia seperti :
1). Amerika Serikat dengan nama Civics atau Civic Education
2). Australia, dengan nama Civics dan Social Studies
3). Inggris dengan nama Citizenship Education
4). Singapura dengan nama Civic and Moral Education
5). Jepang yang dikenal dengan Terminology Social Studies, Living Experience
and Moral Education, yang berorientasi pada pengalaman, pengetahuan dan
kemampuan warga negara berkaitan dengan upaya untuk membangun
bangsanya

Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan banyak negara di dunia memiliki


peran strategis dalam mempersiapkan warga negara yang cerdas,
bertanggungjawab, berkeadaban, memiliki rasa nasionalisme dan siap melakukan
bela negara. Pada hakikatnya Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam

12
disiplin ilmu yang bersifat “Pengembangan Kepribadian” yang bertujuan untuk
mengembangkan sikap, perilaku, tindakan, dan disiplin peserta didik

Objek formal Pendidikan Kewarganegaraan, adalah :


1). Hubungan antar warga negara, hubungan antara warga negara dengan negara,
2). Cinta Tanah Air, dan
3). Pembelaan negara.

2.3 Landasan Hukum


Pendidikan Kewarganegaraan berdasarkan pada dua landasan hukum, yaitu UUD
1945 dan Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Uraian kedua landasan hukum tersebut adalah sebagai berikut :
a. UUD 1945
1) Pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan keempat memuat cita-cita, tujuan dan
aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaannya.
2) Pasal 27 UUD 1945, menyatakan bahwa :
a) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya,
b) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan, dan
c) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.

3). Pasal 28D ayat (3) menyatakan bahwa “ Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

4). Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.

5). Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran”.

b. Undang-undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara


1) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang
diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

13
2) Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diselenggarakan melalui :
a) Pendidikan Kewarganegaraan,
b) Pelatihan Dasar Kemiliteran secara wajib,
c) Pengabdian sebagai Prajurit TNI secara suka rela atau secara wajib, dan
d) Pengabdian sesuai dengan profesi.
3) Ketentuan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar
kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi, diatur dengan
undang-undang.

2.4 Landasan Historis


Landasan Historis Pendidikan Kewarganegaraan mencangkup lima hal. Kelima hal
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Secara historis Pendidikan Kewarganegaraan, sering berganti-ganti istilah.
Awalnya, Kewarganegaraan (1957) membahas cara memperoleh dan sebab-sebab
seseorang kehilangan kewarganegaraan. Diajarkan di SD, SMP dan SMA.
b. Civics (1961) membahas tentang Sejarah Kebangkitan Nasional, UUD 1945,
pidato-pidato politik kenegaraan, terutama diarahkan untuk “ nation and character
building” bangsa Indonesia
c. Pendidikan Kewarganegaraan (1968) berdasarkan Kurikulum 1968 berada dalam
kelompok pembinaan jiwa Pancasila untuk di SD maupun SMP
d. Pendidikan Moral Pancasila (PMP) Kurikulum 1975 bertujuan membentuk
warga negara Pancasila yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, kemudian di ubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKN) sesuai Kurikulum tahun 1994 yang selanjutnya disempurnakan pada
tahun 1999.
e. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan yang diajarkan di Perguruan Tinggi
awalnya disebut dengan nama Pendidikan Kewiraan, diselenggarakan sesuai
dengan Kurikulum Pendidikan tahun 1973/1974, yang kemudian mengalami
perubahan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan dengan mengacu pada :
1) UURI Nomor 30 Tahun 1982 tentang Pertahanan Keamanan Republik
Indonesia yang disempurnakan dengan UURI Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara.
2) UURI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
14
3) UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4) UURI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Nasional

2.5 Pancasila sebagai Nilai Dasar Pendidikan Kewarganegaraan dan Latar


Belakang Diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Dalam sub-bab ini akan dibahas Pancasila sebagai nilai dasar dan latar belakang
diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi.
a. Pancasila sebagai Nilai Dasar Pendidikan Kewarganegaraan
Pengertian nilai dasar difahami bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijadikan dasar
atau landasan, pedoman dan sumber orientasi para lulusan perguruan tinggi dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan bidang atau profesinya.

b. Latar Belakang Diperlukannya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan


Tinggi

Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menjadi salah satu mata


kuliah wajib disamping Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama dan Bahasa
Indonesia. Ada dua hal yang melatarbelakangi perlunya Pendidikan
Kewarganegaraan disajikan pada jenjang Pendidikan Tinggi, yaitu latar belakang
eksternal dan latar belakang internal. Berikut ini adalah uraian dari kedua hal
tersebut :

1) Latar belakang Eksternal


Karena adanya pengaruh globalisasi dan modernisasi saat ini, maka :
a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, misal
bidang informasi, telekomunikasi dan transportasi yang sangat cepat
menyebabkan dunia lebih transparan, dan global (tanpa batas, tidak lagi
mengenal batas-batas negara). Lalu lintas barang maupun tenaga kerja
antar negara tidak terelakkan lagi. Situasi semacam ini pasti akan
mempengaruhi kondisi dan struktur dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal inipun akan sangat memengaruhi pola pikir,
sikap dan perilaku atau tindakan masyarakat, mental, moral serta spiritual
bangsa Indonesia.

15
b) Kondisi yang diuraikan di atas dikhawatirkan membahayakan moral. Bisa
terjadi degradasi moral masyarakat Indonesia, apabila perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak disikapi secara bijak. Misalnya
perkembangan Internet, selain berdampak positif juga memiliki dampak
negatif. Contoh : banyaknya ujaran kebencian, hoax, perdagangan online,
yang tidak terkontrol, peredaran narkoba melalui jaringan internet,
penipuan berskala nasional dan internasional dan sebagainya.
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan menjadi perisai dari terpaan
hal-hal seperti diuraikan di atas. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
salah satu mata kuliah pengembangan kepribadian diharapkan dapat
menangkal hal-hal negatif tersebut, mengingat Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang menanamkan nilai-nilai
karakter yang diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c) Semakin kuatnya pengaruh Lembaga-lembaga Internasional terhadap
negara-negara, terutama negara berkembang di dunia. Banyak negara-
negara berkembang yang sangat tergantung pada lembaga-lembaga
internasional tersebut seperti ketergantungan negara miskin terhadap IMF
(International Monetary Fund). IMF atau Badan Bantuan Keuangan
Internasional merupakan organisasi dunia, bertugas mengatur sistem
keuangan internasional dan menyediakan pinjaman bagi negara yang
membutuhkan. Ketergantungan lain misal terhadap PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa) yang mengatur segala aspek kehidupan negara-negara
anggotanya di seluruh dunia.
d) Selain Lembaga-lembaga Internasional, negara-negara maju pun sangat
dominan dalam mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya, serta
pertahanan dan keamanan global seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman,
Rusia, Jepang, Cina, dan sebagainya. Bahkan Amerika Serikat seringkali
bertindak seakan dan mendapat julukan polisi dunia, dengan menjatuhkan
sanksi bagi negara-negara yang tidak sehaluan. Dengan demikian negara-
negara di dunia seakan terkotak-kotak seperti adanya Uni Eropa yang
membentuk Blok Negara-negara Eropa demi kepentingan perekonomian
mereka dengan adanya MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa). Hal yang
sama kita ketahui tentang ASEAN (Association of Southeast Asian Nation)
16
merupakan organisasi geopolitik dan ekonomi negara-negara Asia
Tenggara. Di Timur Tengah pun mereka bergabung dalam satu kelompok
negara-negara Islam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan lain-lain.
e) Selain itu banyak terjadi konflik kepentingan dalam negara sebagai akibat
pecahnya negara besar menjadi negara-negara kecil yang berbasis etnis,
agama, budaya dll. Seperti Uni Soviet yang semula sebagai pesaing
Amerika Serikat, sebagai negara Adikuasa pecah menjadi banyak negara-
negara kecil. Uni Soviet pecah menjadi lima belas negara kecil yaitu :
Armenia, Azerbaijan, Belarus, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgizstan,
Latvia, Lituania, Moldova, Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan
Uzbekistan.
Contoh lain Yugoslavia terpecah juga menjadi negara kecil seperti Bosnia,
Serbia, Montenegro yang berlandaskan etnis. Di Indonesia pun masih
banyak bermunculan upaya untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia, seperti di Papua ada Gerakan Papua Merdeka (GPM),
di Aceh ada Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan sebagainya.
Dikhawatirkan dengan banyaknya hal-hal seperti yang diuraikan di atas
akan bisa mengubah cara pandang, cara berpikir, cara bersikap dan
bertindak yang apabila tidak memiliki ketahanan diri akan menyebabkan
adanya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan.
f) Kondisi tersebut di atas harus disikapi dengan bijaksana khususnya
melalui pendidikan dan pengajaran kepada para generasi penerus dan
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat menangkal hal-hal negatif
tersebut sehingga dapat membangun rasa nasionalisme dan cinta tanah
air, setia terhadap bangsa dan negara Indonesia.

2) Latar Belakang Internal


a) Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang sudah dimulai sejak era
pra penjajahan, masa penjajahan, era perjuangan dan mempertahankan
kemerdekaan, hingga era pengisian kemerdekaan saat ini menimbulkan
kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya.
b) Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut diharapkan mampu ditanggapi
oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan
bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan nilai-nilai ini
17
dilandasi oleh tekad, jiwa dan semangat keebangsaan. Kesemuanya ini
tumbuh menjadi suatu kekuatan besar yang mampu mendorong proses
terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
c) Selain itu semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan saat
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dilandasi oleh
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keihlasan
untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai-nilai
perjuangan bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus terus dimiliki
oleh setiap warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu nilai-
nilai perjuangan bangsa terbukti masih relevan dalam memecahkan setiap
permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta sudah
terbukti keandalannya.
d) Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah nilai-nilai perjuangan yang
telah mengalami pasang surut sesuai dengan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
e) Semangat perjuangan bangsa saat ini cenderung mengalami penurunan
sampai pada titik kritis, seperti menipisnya nilai-nilai ke Indonesiaan
sesuai dengan dasar negara Pancasila yaitu nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan, nilai
Demokrasi Musyawarah dan nilai Keadilan sosial. Hal ini menimbulkan
konflik vertikal maupun horisontal sehingga dapat menyebabkan
terjadinya disintegrasi bangsa

Masalah-masalah di atas diharapkan dapat dipecahkan melalui Pendidikan


Kewarganegaraan. Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan adalah
Pendidikan yang dimkasudkan untuk mempersiapkan sumberdaya manusia
kedepan agar memiliki rasa nasionalisme dan cinta tanah air, cinta bangsa
dan negara Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa hal penting. Hal-


hal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan Kewarganegaraan sangat penting untuk diajarkan di
Perguruan Tinggi.

18
b. Selain itu secara yuridis Pendidikan Kewarganegaraan dilaksanakan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air serta bela negara.
c. Pendidikan Kewarganegaraan adalah program Pendidikan yang
berintikan demokrasi yang diperluas dengan sumber sumber
pengetahuan lainnya seperti masalah ketatanegaraan, konstitusi,
lembaga-lembaga negara , hak dan kewajiban sebagai warga negara,
hak asasi manusia, ketahanan nasional dan bela negara, hukum dan
rule of law , geopolitik dan geostrategi Indonesia.
d. Melalui pokok-pokok bahasan yang telah disebutkan di atas maka
diharapkan mahasiswa dapat hidup sebagai warganegara Indonesia
yang memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi, mampu bersikap demokratis, cinta
tanah air, dan bela negara.

19
BAB III

FILSAFAT PANCASILA

3.1 Pengertian Filsafat


Istilah Filsafat secara etimologis (ilmu tentang asal kata) merupakan padanan kata
Falsafah (Bahasa Arab) dan Philosophy (Bahasa Inggris). Selain itu kata filsafat yang
berasal dari Bahasa Yunani Philosophia, kata majemuk yang terdiri atas dua kata Philos
atau Philein yang berarti kekasih, sahabat, mencintai, dan kata Sophia yang berarti
kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan. (Harun Nasution, 1973)

Dengan demikian philosophia secara harfiah berarti mencintai kebijaksanaan, mencintai


hikmah atau mencintai pengetahuan. Cinta memiliki makna keinginan yang sungguh-
sungguh terhadap sesuatu, sementara kebijaksanaan dapat diartikan dengan kebenaran
yang sejati. Jadi filsafat dapat diartikan adanya keinginan yang sungguh sungguh untuk
mencari kebenaran yang sejati.

Secara praktis filsafat dapat diartikan sebagai alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat
berarti berpikir secara mendalam dan berpikir sampai ke akar-akarnya dengan sungguh-
sungguh tentang hakikat sesuatu.

Filsafat juga mempunyai arti sebagai ilmu, yaitu ilmu yang mengkaji segala sesuatu dari
sudut hakikat. Kata segala sesuatu menunjukkan bahwa objek kajian filsafat sangat luas
dan tidak hanya terbatas sejauh yang dijangkau oleh pikiran manusia atau akal. Kata
hakikat menunjukkan obyek formal atau unsur terdalam yang menyebabkan sesuatu itu
ada.

Filsafat juga disebut sebagai penetas ilmu pengetahuan atau yang melahirkan ilmu
pengetahuan. Artinya, ilmu pengetahuan yang ada sekarang ini dilahirkan oleh filsafat.
Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan tidak mencampuri urusan perkembangan ilmu
pengetahuan yang sudah ada (yang telah dilahirkannya). Bidang yang dikaji adalah
bidang yang berkaitan dengan nilai-nilai.

20
3.2 Cara Berpikir Filsafat

Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia.
Selama manusia hidup akan selalu berfilsafat. Selama manusia masih berpikir, maka
manusia akan selalu berfilsafat. Akan tetapi tidak semua proses berpikir itu adalah
berpikir filsafat.

Ciri-ciri berpikir filsafat ada tujuh macam. Ketujuh macam ciri tersebut diuraikan
sebagai berikut :

a. Radikal
Radikal berasal dari Bahasa Yunani, radix yang berarti akar. Jadi, berpikir sampai ke
akar-akarnya sampai pada hakikat, esensi atau sampai pada substansi yang dipikirkan.
Manusia yang berfilsafat, dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap
pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan inderawi.
Contohnya adalah sebagai berikut : Apabila kita memikirkan tentang kuda, maka kita
perlu mempertanyakan hal-hal sampai substansi yang paling dalam yang melibatkan
seluruh inderawi manusia seperti: kuda termasuk hewan apa ? Apa ciri-ciri kuda,
misalnya dimulai dari kaki kuda: apa kaki kuda punya kuku, apa guna kuku itu,
bagaimana bentuk kuku kuda sehingga dapat disimpulkan apa yang disebut kuda
dengan segala macam yang melekat pada kaki seekor kuda. Itu tadi baru sebatas
kaki kuda , belum lagi kepala kuda, badan kuda, dan lain-lain .
b. Universal
Maksud dari universal adalah berpikir secara umum atau berpikir tentang hal serta
proses yang bersifat umum. Contohnya adalah sebagai berikut : Kalau memikirkan
tentang alam semesta dalam lingkup Galaksi Bimasakti, maka yang dipikirkan bukan
hanya satu planet saja akan tetapi secara umum semua planet yang ada dalam Galaksi
Bimasakti tersebut. Jadi bukan hanya Bumi tapi ada planet-planet lainnya seperti
Mercurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus. Ini yang sudah
diketahui manusia. Tetapi mungkin saja masih ada planet lain yang belum terdeteksi
oleh manusia.
c. Konseptual
Maksud dari konseptual adalah hasil generalisasi dan abstraksi dari pengalaman
tentang hal-hal dan proses-proses individual. Berpikir secara kefilsafatan adalah tidak
berpikir yang berkaitan dengan perbuatan bebas yang dilakukan oleh orang lain. Akan

21
tetapi berpikir tentang apa yang dipikirkan dan tidak berkaitan dengan perbuatan-
perbuatan orang lain.
d. Koheren dan Konsisten
Maksud dari koheren dan konsisten adalah berpikir sesuai dengan kaidah-kaidah
secara runtut dari awal sampai akhir dan tidak mengandung kontradiksi.
e. Sistematik,
Maksud dari sistematik adalah saling berhubungan antar unsur. Pendapat-pendapatnya
harus saling berhubungan secara teratur, dari hal yang paling atas terus secara
berjenjang ke bagian bawah.
f. Komprehensif
Komprehensif berarti secara menyeluruh. Berpikir secara komprehensif adalah
berpikir filsafat yang berusaha menjelaskan segala sesuatu secara keseluruhan bukan
hanya sebagian- sebagian saja.
g. Bebas.
Bebas diartikan sebagai berpikir secara bebas dari prasangka-prasangka sosial,
historis, kultural dan religius. Namun demikian, berpikir secara bebas bukan berarti
sembarangan atau sesuka hati, namun berpikir dengan terikat kaidah-kaidah yang
telah ditentukan sesuai dengan disiplin diri.

3.3 Fungsi Filsafat


Setidaknya ada tiga fungsi filsafat. Ketiga fungsi yang dimaksud adalah :
a. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang bersifat fundamental atau mendasar dalam
kehidupan bernegara,
b. Mencari kebenaran yang bersifat substansi tentang hakikat negara, ide negara atau
tujuan bernegara, dan
c. Berusaha mendapatkan dan menjadi kerangka berbagai ilmu pengetahuan yang
berkait dengan kehidupan bernegara.

Secara umum, keseluruhan arti filsafat Pancasila dapat dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu arti produk dan arti proses. Filsafat dalam arti produk berarti sebagai
hasil dari aktivitas berfilsafat yang menghasilkan ilmu pengetahuan, teori, konsep,
hingga pandangan-pandangan tertentu, yang biasanya merupakan aliran-aliran tertentu
seperti rasionalisme, pragmatisme, materialisme dan sebagainya. Filsafat dalam arti
proses, berarti bentuk aktivitas berfilsafat dalam proses pemecahan suatu masalah

22
dengan menggunakan cara dan metode tertentu yang sesuai dengan obyeknya, sehingga
filsafat merupakan suatu sistem pengetahuan yang bersifat dinamis.

3.4 Cabang dan Aliran Filsafat


Sebagai suatu kajian ilmiah, filsafat memiliki cabang atau aliran yang secara tidak
langsung membangun kajian tentang filsafat itu sendiri. Cabang dan aliran tersebut
setidaknya ada lima yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Metafisika
Metafisika adalah studi tentang sifat yang terdalam dari suatu kenyataan atau suatu
keberadaan. Metafisika juga merupakan studi keberadaan atau realitas, atau ilmu yang
mempelajari penjelasan tentang asal mula suatu obyek. Metafisika sering disebut
sebagai disiplin filsafat yang terumit dan memerlukan daya abstraksi tinggi.
Bermetafisika membutuhkan energi intelektual yang sangat besar, sehingga tidak
semua orang berminat menekuninya.
b. Epistemologi
Epistemologi berarti ilmu tentang pengetahuan yang mempelajari asal muasal atau
sumber, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
c. Logika
Logika berarti ilmu kecakapan atau alat untuk berpikir secara lurus.
d. Etika
Etika (filsafat moral) dapat dimaknai sebagai objek material, etika adalah perilaku
atau tindakan manusia secara sadar dan bebas.
e. Estetika
Estetika (filsafat keindahan) merupakan kajian tentang keindahan.

3.5 Sistem Filsafat


Sistem filsafat merupakan kumpulan ajaran yang terkoordinasi, yang memiliki ciri
tertentu yang berbeda dari sistem lainnya. Misalnya sistem Ilmiah. Sistem filsafat harus
komprehensif, dalam arti tidak ada sesuatu hal yang berada di luar jangkauannya. Sistem
filsafat dikatakan memadai, apabila mencakup suatu penjelasan terhadap semua gejala.
Realitas yang dihadapi manusia sangat luas, mencakup segala sesuatu baik yang bisa
ditangkap dengan indera maupun yang hanya bisa ditangkap dengan akal. Ada realitas
yang bersifat spiritual yang tidak dapat ditangkap melalui indera, tetapi hanya bisa
dimengerti atau difahami dengan perantaraan akal. Mengingat jangkauan filsafat sangat
23
luas, suatu sistem filsafat mencakup pula pemikiran teoretis tentang realitas, baik itu
tentang Tuhan, alam, maupun manusia.

3.6 Pancasila Sebagai Suatu Sistem


Pancasila adalah sebuah sistem, dapat dimaknai bahwa sila-sila Pancasila merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Esensi seluruh sila-silanya merupakan
suatu kesatuan yang utuh.

Sistem adalah kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama


untuk suatu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Suatu sistem harus memenuhi lima persyaratan, yang mencakup :
a. Merupakan satu kesatuan,
b. Bersifat konsisten dan koheren, tidak saling bertentangan satu dengan lainnya,
c. Ada hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain,
d. Ada keseimbangan dalam kerjasama, dan
e. Semuanya mengabdi pada satu tujuan, yaitu tujuan bersama.

Pancasila dikatakan sebagai suatu sistem karena Pancasila terdiri atas bagian-bagian
(sila-sila) yang memiliki fungsinya sendiri-sendiri. Pancasila merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan (saling berhubungan) demi mencapai tujuan bersama yaitu suatu
masyarakat Indonesia yang adil, makmur berdasarkan Pancasila. Selain itu, sila-sila
Pancasila tersebut saling berkaitan satu dengan lainnya dan merupakan satu kesatuan atau
yang disebut Majemuk Tunggal. Artinya sila-sila Pancasila itu tidak dapat berdiri sendiri-
sendiri lepas satu dari lainnya. Dengan demikian, Pancasila bisa disebut telah memenuhi
syarat sebagai suatu sistem. Hal ini dapat dipahami karena syarat-syarat berikut sudah
terpenuhi, yaitu :

a. Adanya kesatuan dari kelima unsur sila-silanya, tidak bisa dipisahkan satu dengan
lainnya,
b. Adanya keteraturan dari sila-silanya, secara hierarkis konsisten dimana masing-
masing silanya berada dalam urutan tingkat yang runtut,
c. Adanya keterkaitan antara sila yang satu dengan yang lainnya sehingga merupakan
suatu kesatuan yang utuh, merupakan satu totalitas, saling berhubungan dan saling
ketergantungan antara sila yang satu dengan sila lainnya,

24
d. Adanya kerja sama antara sila yang satu dengan sila lainnya. Hal ini mutlak sebab
dasar filsafat negara harus merealisasikan tujuan negara, dan
e. Adanya tujuan bersama, dimana untuk mewujudkannya diperlukan adanya
pemerintahan yang stabil dan bebas korupsi.

Sebagai pandangan hidup bangsa, nilai-nilai Pancasila harus menjadi daya yang dinamis
dan diresapi serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai suatu sistem
yang saling berhubungan, dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Bersifat Organis
Organis artinya antara sila-sila dalam Pancasila saling berkaitan, saling berhubungan.
Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia
yang berhubungan dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, dengan sesama, dengan
masyarakat dan dengan bangsanya. Pemikiran tersebut berasal dari nilai- nilai yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri.
b. Bersifat Hierarkis
Hierarkis artinya urutan nilai sila-sila dalam Pancasila menunjukkan suatu rangkaian
tingkat keluasan isi (kuantitas) maupun sifatnya (kualitas) yang saling mengikat dan
mengisi.
c. Bersifat Piramidal
Piramidal maksudnya adalah urutan sila-sila dalam Pancasila disusun berdasarkan
urutan yang paling utama. Urutan dasar yaitu sila pertama menjadi dasar bagi sila-sila
lainnya dan memiliki cakupan paling luas.

Kesatuan sila-sila dalam Pancasila sebagai suatu sistem yang bersifat organis, hierarkis
dan berbentuk piramidal adalah bahwa hakikat adanya Tuhan adalah kausa prima atau
penyebab pertama. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang ada, termasuk manusia, ada
karena diciptakan oleh Tuhan, atau manusia itu ada sebagai akibat adanya Tuhan (sila
pertama). Adapun manusia adalah sebagai subjek/pendukung pokok adanya negara,
karena negara adalah lembaga kemanusiaan. Dengan kata lain negara adalah sebagai
persekutuan hidup bersama yang anggotanya adalah manusia (sila kedua). Negara ada
sebagai akibat adanya manusia yang bersatu (sila ketiga), sehingga terbentuklah
persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat pada hakikatnya merupakan
unsur negara disamping wilayah dan pemerintah yang berdaulat. Rakyat merupakan
totalitas individu-individu yang beragam sehingga sering terjadi pertentangan.

25
Pertentangan harus diselesaikan dengan cara musyawarah untuk mufakat (sila keempat).
Jika musyawarah telah mencapai kata mufakat, maka akan tercipta suatu keadilan (sila
kelima).

Jadi jelas bahwa sila pertama sampai dengan sila ke lima yang terkandung dalam
Pancasila itu saling mengisi, saling bekerjasama, saling mengkualifikasi dan saling
berhubungan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan landasan utama bagi sila-sila
lainnya, meliputi dan menjiwai sila-sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bentuk Piramidal dari sila-sila dalam Pancasila dapat dilihat pada Gambar 3.1 :

1 ……………………..2, 3, 4, 5

1 ………………… 2 ……………………….. 3, 4, 5

2, 1 ………………… 3 ………………………….. 4, 5

3 2 1 ………………… 4 ……………………………. .5

4 3 2 1 ………………. 5

Gambar 3.1 Bentuk Piramida Sila-sila Pancasila

Pada Gambar 3.1 di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut :

a. Sila pertama meliputi dan menjiwai sila ke dua, ke tiga, ke empat, ke empat,
b. Sila ke dua diliputi dan dijiwai sila pertama, serta meliputi dan menjiwai sila ke tiga,
ke empat dan ke lima,
c. Sila ke tiga diliputi dan dijiwai sila pertama dan ke dua, serta meliputi dan menjiwai
sila ke empat dan ke lima,
d. Sila ke empat diliputi dan dijiwai sila sila pertama, ke dua, dan ke tiga serta meliputi
dan menjiwai sila ke lima, dan
e. Sila ke lima diliputi dan dijiwai sila pertama, ke dua, ke tiga, ke empat dan tidak
meliputi dan menjiwai sila lainnya, akan tetapi sila ke lima ini merupakan hasil dari
pelaksanaan sila pertama, ke dua, ke tiga dan ke empat.

26
Adapun jika digambarkan sebagai bentuk Piramidal terbalik, bentuknya adalah sebagai
berikut :

Sila 1
--------------------------------------------
Sila 2
----------------------------
Sila 3
---------------
Sila 4
---------
Sila 5

Gambar 3.2 Bentuk Piramidal Terbalik.

Pada Gambar 3.2 terlihat bahwa Pancasila yang terdiri atas 5 (lima) sila, pada hakikatnya
merupakan sistem filsafat. Hal itu dikarenakan setiap sila pada hakikatnya merupakan
suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang bulat dan utuh.

Ditinjau dari segi kedudukan Pancasila sebagai filsafat negara, sebagai moralitas negara
dan sebagai ideologi negara, maka dapat dilihat bahwa sila-sila dalam Pancasila itu
saling berhubungan satu dengan lainnya, meskipun masing-masing sila memiliki
fungsinya sendiri. Adapun, jika ditinjau dari keseluruhan sila-sila Pancasila, maka dapat
disusun suatu sistem yang berjenjang, mulai dari sila pertama sampai dengan sila yang
kelima. Sila yang lebih dahulu memiliki cakupan yang lebih luas. Oleh sebab itu,
sifatnya lebih umum dari sila yang berikutnya. Dan sila yang terakhir (sila ke lima)
merupakan pengkhususan dari sila-sila sebelumnya.

Drs. Moh. Yamin (dalam Kaelan, 2016) menyatakan bahwa Pancasila itu masing-masing
silanya saling kait mengait, merupakan suatu kesatuan pandangan yang menyeluruh.
Kelima silanya tersusun secara harmonis, oleh sebab itu maka Pancasila merupakan
benar-benar suatu sistem filsafat.

27
Pancasila mencakup tiga masalah hidup manusia yang merupakan nilai-nilai hidup
kemanusiaan yang meliputi prinsip sebagaimana seharusnya manusia bersikap terhadap
Tuhan, terhadap diri sendiri dan terhadap sesama mahluk hidup, dan terhadap alam
lingkungannya.

Ruslan Abdulgani (Tokoh Nasional Republik Indonesia), (dalam Kaelan, 2010),


menyatakan bahwa di dalam Pancasila tercakup filsafat hidup dan cita-cita luhur bangsa
Indonesia, tentang hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama
manusia, hubungan manusia dengan sesama bangsa, hubungan manusia dengan tanah
airnya, dan hubungan manusia dengan harta benda. Semua itu saling kait mengait satu
dengan yang lainnya dan tertempa dalam satu kesatuan dasar filsafat.

Dengan demikian, lima sila dalam Pancasila merupakan bagian atau unsur yang harus
ada untuk adanya Pancasila. Oleh karena itu, kelima sila atau kelima dasar atau kelima
unsur itu merupakan unsur-unsur yang mutlak ada. Apabila salah satu dari sila-sila itu
ditiadakan, maka bukanlah Pancasila lagi.

Berdasarkan uraian di atas, Pancasila sudah memenuhi syarat untuk dapat disebut suatu
sistem kefilsafatan. Pancasila merupakan hasil pemikiran para pendiri bangsa Indonesia
secara mendalam yang diambil dari bumi Indonesia, secara sistematik dan menyeluruh
berdasarkan kenyataan yang ada. Dengan demikian, Pancasila merupakan cerminan atau
pandangan bangsa Indonesia dalam menghadapi realitas yang ada, karena dalam
Pancasila secara tegas tercermin pandangan bangsa Indonesia tentang Tuhan, Manusia,
Persatuan, Rakyat, dan Adil.

3.7 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup, Dasar Negara, dan Dasar Ideologi
Pancasila dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu sebagai Pandangan Hidup, Sebagai Dasar
Negara, dan sebagai Dasar Ideologi. Berikut ini disajikan uraian masing-masing hal
tersebut.
a. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjung sebagai suatu pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah suatu tolak ukur
kebaikan yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam
hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapai dalam hidup manusia.

28
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut, adalah
suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan. Pandangan hidup berfungsi
sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan pribadi, maupun dalam
interaksi antar manusia, dalam masyarakat serta alam sekitarnya.

Sebagai mahluk individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial, manusia tidak mungkin
akan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh sebab itu untuk mengembangkan
potensi kemanusiaannya, ia akan senantiasa memerlukan orang lain. Dalam
pengertian inilah, manusia senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial
yang lebih luas, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan
bangsa dan lingkungan negara yang merupakan lembaga -lembaga masyarakat utama
yang diharapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan
demikian dalam kehidupan bersama di suatu negara membutuhkan suatu tekad
kebersamaan. Cita-cita yang ingin dicapai bersumber pada pandangan hidupnya
tersebut.

Dalam pengertian ini, proses perumusan pandangan hidup masyarakat, dituangkan


dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan hidup
bangsa ini dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara.
Pandangan hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional) dan
pandangan hidup negara dapat disebut sebagai ideologi negara.

Pancasila sebelum dirumuskan sebagai dasar negara serta ideologi negara, nilai-
nilainya telah terdapat dalam adat istiadat bangsa Indonesia, budaya serta agama
sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada
masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa
yang telah ada sejak jaman Sriwijaya, Majapahit, Sumpah Pemuda 1928 yang
kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang-sidang
BPUPKI, Panitia Sembilan serta sidang-sidang PPKI yang kemudian ditentukan dan
disepakati sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dalam pengertian inilah maka
ditentukan Pancasila sebagai pandangan hidup negara dan sekaligus sebagai ideologi
negara.

29
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa terkandung didalamnya konsepsi dasar
mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran yang terdalam dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut harus dijunjung tinggi oleh
warganya dan dilaksanakan dalam hidup sehari-hari. Selain itu, Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupakan asas pemersatu bangsa yang bhineka namun tetap
tunggal ika.

Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, Pancasila merupakan cita-cita
moral bangsa. Cita-cita moral bangsa tersebut memberikan pedoman dan kekuatan
rohaniah bagi bangsa Indonesia untuk berperilaku luhur dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

b. Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


Dalam kedudukan sebagai Dasar Negara, Pancasila sering disebut sebagai Dasar
Filsafat Negara atau Ideologi Negara. Dalam pengertian ini, Pancasila merupakan
suatu dasar nilai dan norma untuk mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain
Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Dengan
demikian, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila
merupakan sumber kaidah hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara
Republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah dan
pemerintahan negara.

Pancasila Sebagai Dasar Negara merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum. Hal tersebut merupakan suatu sumber nilai,
norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara dan menguasai hukum dasar
baik yang tertulis (UUD) maupun yang tidak tertulis (Konvensi). Sebagai Dasar
Negara, Pancasila memiliki kekuatan mengikat secara hukum.

Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum di
Indonesia, Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu dalam Pembukaan
UUD 1945. Pancasila kemudian dijelmakan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-
pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945. Pada akhirnya
30
dikonkretkan dan dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif
lainnya.

Sebagai Dasar Negara, Pancasila berfungsi sebagai dasar untuk mengatur


pemerintahan negara, yang meliputi bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan keamanan (hankam).

Pengertian Pancasila sebagai Dasar Negara, tercantum dalam alinea IV Pembukaan


UUD 1945 yang merupakan landasan Konstitusional… yang berbunyi … Maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susuan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pengertian kata “… dengan berdasar kepada …” secara yuridis Pancasila memiliki


makna sebagai dasar negara, walaupun dalam kalimat terakhir Pembukaan UUD 1945
tidak tercantum secara eksplisit kata Pancasila. Namun demikian kata, “... dengan
berdasar kepada ...” memiliki makna Dasar Negara Republik Indonesia adalah
Pancasila. Hal ini sesuai dengan apa yang telah diputuskan dalam sidang-sidang
BPUPKI bahwa Dasar Negara Indonesia disebut Pancasila. Seperti juga telah
diketahui, bahwa dalam upaya pembentukan negara Indonesia, tujuan utama
dirumuskannya Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Perlu diketahui bahwa Pembukaan UUD 1945 di dalamnya memuat nilai-nilai


Pancasila, mengandung empat pokok pikiran. Keempat pokok pikiran yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
1) Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara
persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, mengatasi segala faham golongan maupun perseorangan (sila ke
tiga)
2) Pokok pikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban
31
mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh warga negara, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial (sila ke lima)
3) Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat,
berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Hal ini
menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan
di tangan rakyat (sila ke empat)
4) Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara bedasarkan atas KeTuhanan
Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini
mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua
agama dalam pergaulan hidup bangsa dan negara (sila pertama dan kedua)

Keempat pokok pikiran tersebut dikonkretisasikan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang
selanjutnya dijabarkan ke dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan
serta hukum positif di bawahnya seperti : Undang-undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu),
Keputusan Presiden (Kepres) dan lain-lain.

c. Pancasila sebagai Dasar Ideologi


Ideologi adalah suatu kumpulan gagasan, ide-ide, keyakinan, kepercayaan yang
memberi arah tingkah laku dalam kehidupan manusia. Ideologi Negara adalah suatu
kumpulan dari ide-ide, gagasan-gagasan, keyakinan, kepercayaan dari nilai-nilai yang
memberi arah dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan negara. Ideologi
Nasional adalah suatu kumpulan ide-ide, gagasan-gagasan, keyakinan, kepercayaan,
nilai-nilai, norma-norma yang memberi arah dalam pengaturan penyelenggaraan
pemerintahan negara ditambah pandangan hidup bangsa. Ideologi Bangsa adalah
suatu sistem atau pola pikir dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang digerakkan oleh
tekad untuk mengubah keadaan yang tidak diinginkan menuju ke keadaan yang
diinginkan (konseptual) yang harus diwujudkan.

Pancasila sebagai Dasar Ideologi Terbuka


Pengertian Ideologi dalam kehidupan bangsa merupakan inti dasar kehidupan bangsa
yang memberikan landasan keyakinan, semangat, jiwa dan motivasi bagi seluruh
32
sistem kenegaraan dan kebudayaan bangsa. Ideologi terbuka berarti ideologi yang
dapat berinteraksi dengan perkembangan jaman, tidak menutup diri. Ideologi tersusun
atas tiga unsur, yaitu pandangan hidup, norma, nilai, dan moral.

Jadi, ideologi adalah suatu pandangan hidup atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam yang dimiliki dan dipegang teguh oleh masyarakat, tentang bagaimana cara
yang sebaiknya mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang secara moral dianggap benar dan adil.

Pandangan hidup cenderung diikat oleh nilai, norma dan moral yang menjadi
pembimbing tingkah laku. Norma adalah kaidah (aturan yang pasti, patokan, dalil)
yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi dalam berbuat, bertingkahlaku
agar tertib, teratur dan aman atau dengan kata lain Norma adalah perwujudan perilaku
spontan untuk melakukan hal-hal yang baik. Nilai adalah sifat, keadaan atau kualitas
dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan, lahir dan batin. Nilai juga berarti hasil
menilai atau hasil pertimbangan baik atau buruk terhadap sesuatu yang kemudian
digunakan sebagai dasar atau alasan (motivasi) untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Nilai adalah juga sesuatu yang berharga, berasal dari budi,
memperkaya batin dan mengarahkan sikap dan tingkah laku. Moral adalah ajaran
tentang hal yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia.

33
BAB IV

IDENTITAS NASIONAL

4.1 Hakikat Bangsa


Sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, manusia pada hakikatnya memiliki kodrat
sebagai mahluk individu dan sekaligus sebagai mahluk sosial. Sedangkan bangsa pada
hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia tersebut dalam
merealisasikan harkat dan martabat kemanusiaannya. Hal ini berdasarkan ungkapan
bahwa manusia tidak mungkin hidup menyendiri, sehingga manusia akan senantiasa
memerlukan orang lain (homo socius).

Suatu bangsa bukan merupakan perwujudan kehendak atau kepentingan individu yang
diikat dengan perintah berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dilakukan oleh negara-negara Liberal. Demikian juga, suatu bangsa bukanlah suatu
totalitas kelompok masyarakat yang meniadakan hak-hak individu sebagaimana yang
terjadi pada bangsa Sosialis Komunis. Oleh karena itu, pernyataan bangsa Indonesia
tidak mendasarkan pada pernyataan kemerdekaan individu sebagaimana negara liberal
dan bukan pula merupakan suatu pernyataan bangsa komunal sebagaimana dilakukan
oleh kalangan Sosialis Komunis.

Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa “... Kemerdekaan adalah hak
segala bangsa …”. Pernyataan tersebut merupakan penyataan universal tentang hak
kodrat manusia sebagai bangsa dan sebagai manusia yang merealisasikan sebagai
mahluk individu sekaligus sebagai mahluk sosial.

4.2 Teori Tentang Bangsa


Ada tiga teori utama yang membahas tentang bangsa. Ketiga teori tersebut adalah
Teori Hans Kuhn, Teori Kebangsaan, dan Teori Ernest Renan. Berikut ini ulasan
secara singkat dari masing-masing teori tersebut :
a. Teori Hans Kuhn
Sebagai seorang antropolog, Hans Kuhn mengemukakan teorinya tentang bangsa.
Bahwa bangsa terbentuk karena adanya persamaan bahasa, ras, agama, peradaban
34
atau budaya, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan
berkembang dari unsur-unsur serta akar budaya yang terbentuk melalui suatu proses
sejarah.

b. Teori Kebangsaan
Teori Kebangsaan mendasarkan pada ras, bahasa serta agama. Teori Kebangsaan
saat ini sudah tidak berlaku lagi, dan tidak mendapat tempat di kalangan bangsa-
bangsa di dunia. Contoh, Yugoslavia semula adalah sebuah negara besar pada saat
dipimpin oleh Yosef Broz Tito yang menganut faham sosialis. Namun ketika Tito
meninggal dunia, negara ini terpecah belah menjadi beberapa negara kecil seperti
Serbia, Kroasia, Herzegovina yang berupaya membangun bangsa berdasarkan
kesamaan ras, bahasa dan agama. Banyak tantangan dari negara-negara lainnya.
Montenegro, Slavia, sebagai pecahan dari Yugoslavia mencoba membuat negara
sendiri dengan landasan dasar ras, bahasa dan agama, tetapi tidak berhasil.
Demikian juga Israel, yang ingin membangun negara Zionis Raya berdasarkan ras
Yahudi, mendapat tantangan keras dari negara-negara lain kecuali Amerika Serikat.
Sebaliknya, seperti Amerika Serikat yang terdiri atas berbagai ras, agama, bahasa
serta warna kulit yang berbeda ternyata masih tetap berdiri kokoh sampai saat ini.
Dengan demikian teori ini sudah tidak relevan.

c. Teori Ernest Renan


Harkat bangsa atau “nation” ditinjau secara ilmiah oleh Ernest Renan, seorang ahli
Perancis. Tahun 1982, Renan melakukan kajian ilmiah tentang bangsa berdasarkan
Psikologi Etnis. Setelah mengadakan tinjauan historis tentang pertumbuhan
masyarakat manusia zaman purba, zaman pertengahan sampai abad XIX tentang
bentuk pergaulan hidup serta timbul tenggelamnya berbagai bangsa, sampailah pada
suatu kesimpulan tentang prinsip-prinsip bangsa sebagai berikut :
1) Bangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerohanian,
2) Memberikan ruang dimana bangsa itu hidup. Sedangkan manusia
membentuk jiwanya,
3) Bangsa adalah suatu solidaritas yang besar, dan

35
4) Bangsa adalah suatu hasil sejarah. Namun karena sejarah berkembang terus,
maka kemudian menurut Renan, bahwa bangsa bukan sesuatu yang abadi, dan
wilayah serta ras bukanlah suatu penyebab timbulnya bangsa.

Selanjutnya Ernest Renan menegaskan bahwa ada tiga faktor yang membentuk
jiwa bangsa yaitu 1) Kejayaan dan kemuliaan masa lampau, 2) Suatu keinginan
hidup bersama baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang, dan 3)
Penderitaan bersama. Ketiga faktor tersebut secara bersama-sama mencakup lima
aspek, yang diuraikan sebagai berikut :

a) Le Capital Social atau suatu modal sosial bagi pembentukan dan pembinaan
faham kebangsaan. Akan tetapi yang terpenting adalah bukan apa yang
berakar di masa silam, akan tetapi apa yang harus dikembangkan di masa
yang akan datang.
b) Persetujuan bersama pada saat sekarang, yaitu suatu musyawarah untuk
mencapai suatu kesepakatan bersama.
c) Keinginan untuk hidup bersama pada saat sekarang, yaitu suatu musyawarah
untuk mencapai suatu kesepakatan bersama.
d) Keinginan untuk hidup bersama dengan kesediaan untuk berani memberikan
suatu pengorbanan. Oleh karena itu, apabila suatu bangsa ingin hidup terus,
maka kesediaan untuk berkorban harus terus dikembangkan.
e) Pemungutan suara menjadi suatu syarat mutlak bagi hidupnya suatu bangsa
dan pembinaan bangsa.

4.3 Pengertian Negara


Ada dua pengertian dari negara. Pertama Negara adalah suatu organisasi dari
sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu
wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib
dan keselamatan mereka. Negara dalam arti suatu organisasi bersifat statis. Kedua
Negara adalah suatu perserikatan yang melaksanakan pemerintahan melalui hukum
yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa dalam upaya penertiban
sosial. Negara dalam arti suatu perserikatan bersifat dinamis.

36
4.4 Teori Terbentuknya Negara
Ada dua macam teori yang mengungkap terbentuknya sebuah Negara. Kedua teori
tersebut adalah Teori Kuno dan Teori Modern.
a. Teori Kuno
Teori Kuno dapat dibedakan menjadi tiga teori, yaitu :
1) Teori Hukum Alam, pemikiran pada masa Plato dan Aristoteles :
Kondisi alam, dimana manusia bertempat tinggal adalah di bumi, bukan di
planet lain. Kondisi alam ini sangat memungkinkan manusia berkembang biak.
Karena makin besar jumlahnya, saling berkelompok dan bekerjasama maka
terbentuk negara.
2) Teori Ketuhanan (Islam, Kristen dan segala agama) bahwa segala sesuatu
adalah ciptaan Tuhan. Termasuk negara, adalah juga ciptaan Tuhan.
3) Teori Perjanjian (Thomas Hobbes), manusia menghadapi kondisi alam dan
menghadapi hukum alam. Barang siapa yang kuat maka dia yang menang, dan
barang siapa yang lemah akan musnah. Cenderung ada kelompok yang
musnah apabila tidak mengubah pola hidupnya. Untuk itu mereka yang lemah
melakukan pendekatan dan berupaya melakukan perjanjian dengan mereka
yang kuat. Dengan demikian terbentuk kelompok besar, yang akan semakin
berkembang dan menjadi bangsa serta tinggal di suatu negara.

b. Teori Modern:
Proses terbentuknya negara di zaman modern dapat dibedakan menjadi empat
sebab. Keempat sebab tersebut adalah sebagai berikut.
1) Penaklukan
Dalam hal ini tentunya ada negara yang berkuasa dan ada negara yang
dikuasai baik dijajah maupun ditaklukkan. Sebagai contoh Malaysia ada
dibawah jajahan Inggris (Commonwealth). Australia juga ada dalam jajahan
Inggris. Untuk diketahui, Inggris adalah Penjajah yang paling santun dan
manusiawi (Daliman, 2001).

2) Peleburan
Ada negara yang awalnya terpisah, kemudian ada kebijakan melebur menjadi
satu negara. Misal awalnya ada Jerman Barat dan Jerman Timur kemudian

37
lebur menjadi satu yaitu Negara Jerman. Vietnam Utara dan Vietnam Selatan,
lebur menjadi Vietnam.

3) Pemisahan Diri
Ada negara yang awalnya merupakan negara besar, kemudian karena konflik
atau permasalahan internal yang muncul dilakukan kebijakan pemisahan diri.
Sebagai contoh Uni Soviet , yang awalnya sebagai negara Adi Kuasa dan
pesaing Amerika Serikat, kemudian pecah menjadi lima belas negara-negara
kecil, yaitu 1) Armenia, 2) Azerbaijan, 3) Belarus, 4) Estonia, 5) Georgia, 6)
Kazakhtan, 7) Kirgizstan, 8) Latvia, 9) Lituania, 10) Moldova, 11) Rusia, 12)
Tajikistan, 13) Turkmenistan, 14) Ukraina, dan 15) Uzbekistan.

4) Pendudukan atas negara yang belum ada pemerintahan sebelumnya.


Contohnya, diawali adanya Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Industri
adalah perubahan yang sangat cepat terkait industri yang awalnya dilakukan
secara manual menjadi menggunakan mesin. Tidak semua warga Inggris
dapat mengikuti perubahan teknologi yang sangat cepat tersebut. Namun
Inggris adalah contoh satu negara yang sangat santun. Warga tidak melakukan
demonstrasi atau kemarahan yang berlebihan. Mereka mencari solusi damai.
Mereka yang merasa tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi
berkumpul dengan damai dan meninggalkan Inggris dengan Kapal untuk
mencari suatu lokasi yang belum ada pemerintahan resmi. Sebagai nakhoda
adalah Columbus dan Amerigo Vespucci. Kapal merapat di suatu daratan
yang ditemukan oleh Amerigo Vespucci yang selanjutnya disebut Amerika
dan ternyata kelak menjadi suatu Benua. Penduduk asli Amerika saat itu
adalah Bangsa Indian, belum memiliki pemerintahan yang sah dan diakui
dunia. Bangsa Indian memiliki banyak suku bangsa, antara lain suku Astec,
Maya, Sioux, Apache dan lain-lain. Suku yang paling berkuasa adalah Suku
Apache dengan Pemimpinnya Winnetou. Winnetou mati-matian melawan
pendudukan Inggris, namun berakhir kalah. Riwayat perjuangan heroik
dimuat dalam cerita berjudul Winnetou yang diterbitkan secara berseri. Itu
adalah contoh pendudukan atas negara yang belum ada pemerintahan
sebelumnya.

38
4.5 Unsur Negara
Secara umum, unsur negara ada empat, meliputi adanya wilayah, penduduk,
pemerintahan yang berdaulat serta pengakuan negara lain. Keempat unsur tersebut
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Bersifat konstitutif
Dalam negara tersebut terdapat 1) wilayah yang meliputi udara, darat dan perairan
(dalam hal ini unsur perairan tidak mutlak karena ada negara yang bersifat
kontinental atau negara daratan, yaitu negara yang tidak memiliki lautan), 2)
rakyat, penduduk atau masyarakat dan 3) pemerintahan yang berdaulat.
b. Bersifat deklaratif
Sifat ini ditunjukkan oleh adanya tujuan negara, undang undang dasar, utamanya
adalah 4) pengakuan dari negara lain, baik secara de facto maupun de jure.

4.6 Bentuk Negara dan Proses Bangsa yang Menegara


a. Bentuk Negara
Suatu negara dapat berbentuk Negara Kesatuan (Unitary State). Sebagai contoh
adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Suatu negara dapat berbentuk
Negara Serikat (Federation State). Sebagai contoh adalah Amerika Serikat.

b. Proses Bangsa yang Menegara


Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran tentang bagaimana
semangat terbentuknya suatu bangsa, dimana sekelompok manusia yang berada di
dalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa tersebut. Negara merupakan
organisasi yang mewadahi bangsa. Merasakan pentingnya keberadaan negara
sehingga timbul kesadaran dan semangat untuk mempertahankan tetap tegak dan
utuhnya negara melalui bela negara. Upaya ini akan dapat dilaksanakan dengan
baik, apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindakan atau perilaku bangsa yang
bersemangat, yang berbudaya serta memotivasi keinginan seluruh bangsa untuk
membela negaranya.

39
4.7 Asal-Usul Bangsa Indonesia
Nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Asia Tengah. Prosesnya terjadi sejak
tahun 2000 SM sampai dengan tahun 500 SM (dari zaman Neolithicum sampai zaman
Perunggu) (Von Heine G, dalam Purwanti, 2016). Pada masa itu terjadi migrasi
penduduk purba dari wilayah Yunan (Cina Selatan) ke daerah-daerah di Asia bagian
selatan termasuk wilayah kepulauan Indonesia. Hal tersebut terjadi karena adanya
bencana alam hebat atau adanya perang antar suku bangsa yang dahsyat. Daerah
kepulauan di Asia bagian selatan ini oleh Sejarawan Belanda Von Heine Geldern
disebut Austronesia yang berarti Nesos (atau pulau) yang terletak di Austro (diselatan
Australia). Austronesia mencakup wilayah yang sangat luas, meliputi pulau-pulau di
Malagasi/Madagaskar (sebelah barat) sampai pulau Paskah (sebelah Timur) dan dari
Taiwan (sebelah utara) sampai Selandia Baru (sebelah selatan).

Pendapat Von Heine Geldern, dalam Purwanti (2016), dilatarbelakangi penemuan


banyak peralatan manusia purba berupa batu beliung berbentuk persegi di seluruh
wilayah Indonesia, meliputi Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Peralatan
manusia purba yang ditemukan di Indonesia ini sama persis dengan peralatan manusia
purba di wilayah Asia lainnya, seperti Myanmar, Vietnam, Malaysia dan Kamboja
terutama sekitar wilayah Yunan.

Menurut Von Heine Geldern, dalam Purwanti (2016), manusia purba dari Yunan
tersebut bermigrasi dengan membawa pula bentuk-bentuk kebudayaan perunggu
seperti kapak perunggu, kapak sepatu dan lain-lain dari daratan Dong Son. Pendapat
Von Heine Geldern ini didukung oleh hasil penelitian Johan Hendrik Caspar Kern
pada tahun 1899, dalam Purwanti (2016), yang membahas 113 bahasa daerah di
Indonesia. Dari penelitian Johan Hendrik Caspar Kern ini disimpulkan bahwa kesemua
bahasa daerah tersebut awalnya bersumber pada satu rumpun bahasa yang dinamai
Bahasa Austronesia.

Berdasarkan bukti sejarah diketahui bahwa untuk menyeberangi lautan, nenek moyang
bangsa Indonesia sudah menggunakan perahu bercadik yaitu perahu yang terbuat dari
kayu dengan penyeimbang di kiri dan kanannya. Mereka adalah pelaut tangguh dan
pemberani, karena berhasil mengarungi lautan yang bergelombang tinggi hanya

40
dengan menggunakan perahu bercadik. Nenek moyang bangsa Indonesia diberi nama
dengan sebutan Melayu Indonesia.

4.8 Asal-Usul Nama Indonesia


Istilah Indonesia berasal dari kata Indus (Bahasa Latin) yang berarti Hindia dan Nesos
(Bahasa Yunani) yang berarti pulau. Sedangkan Nesia adalah bentuk jamak dari
Nesos yang berarti pulau-pulau. Dengan demikian Indonesos berarti pulau-pulau di
(Lautan) Hindia.

Indonesia dikenal juga dengan istilah Nusantara. Nusa adalah pulau atau kepulauan.
Antara adalah di tengah atau diapit dua benda yaitu Benua Asia di sebelah utara dan
Benua Australia di sebelah selatan. Selain itu juga diapit Samudera Hindia di sebelah
barat dan Samudera Pasifik di sebelah timur. Posisi ini dikenal dengan Posisi Silang.
Masih banyak lagi nama nama yang diberikan bagi Indonesia pada zaman dahulu
seperti Dwipantara (kepulauan tanah seberang), Suwarnadwipa (pulau emas yaitu
Sumatera sekarang) dan lain-lain.

Istilah Indonesia untuk pertama kali ditemukan oleh seorang etnolog Inggris bernama
James Richardson Logan pada tahun 1850 dengan penelitiannya yang berjudul The
Ethnology of India Archipelago. Logan akan meneliti India namun yang ditemui
adalah bangsa yang Archipelago. Archi berarti penting Pelagos berarti lautan. Jadi,
yang ditemui ternyata bukan bangsa India yang cenderung memiliki banyak daratan
namun suatu bangsa yang menganggap lautan itu penting atau suatu negara kepulauan
yang disebut Indonesos atau Indonesia.

Pada tahun 1862 istilah Indonesia digunakan oleh orang Inggris bernama Maxwell
dalam karangannya berjudul The Island of Indonesia dan sejak saat itulah nama
Indonesia seringkali digunakan untuk menyebut pulau-pulau yang berada dibawah
khatulistiwa ini. Selanjutnya Adolf Bastian dari Jerman (1884) memperkenalkan nama
Indonesia lebih menyolok dengan judul buku “Indonesien, Oder die Insel Des
Malayischen Archipels” yang diterbitkan di Leipzig.

41
Para Pemuda Persatuan Mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda yang
tidak hanya belajar tetapi juga memperjuangkan persatuan dan kesatuan penduduk di
kepulauan ini segera mengambil alih nama Indonesia dan memberikan makna politik.
Dengan demikian, Indonesia tidak hanya sekedar nama yang di gunakan para Ilmuan
atau para peneliti saja, melainkan menjadi nama suatu kesatuan sosial, kesatuan politik
dan suatu bangsa yang baru. Organisasi yang pertama menggunakan kata Indonesia
adalah Perhimpunan Indonesia yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia di
negeri Belanda pada tahun 1908. Selanjutnya semakin populer pada tahun 1928 saat
Kongres Pemuda di Jakarta dan selanjutnya tetap digunakan nama Indonesia untuk
tanah air tercinta ini.

4.9 Identitas Nasional


a. Hakikat dan Pengertian Identitas Nasional
Identitas adalah sebuah ungkapan nilai-nilai budaya suatu bangsa yang bersifat
khas dan yang membedakannya dengan bangsa bangsa lain. Kekhasan yang
melekat pada sebuah bangsa banyak dikaitkan dengan sebutan Identitas Nasional.
Istilah identitas nasional atau identitas bangsa melahirkan tindakan kelompok
yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau gerakan yang diberi atribut
tambahan yaitu nasional, berarti seluruh bangsa.

Menurut Chamim (2019) identitas nasional dapat juga diartikan sebagai jati
diri nasional atau jati diri bangsa atau kepribadian nasional. Selain itu menurut
Kaelan (2010), istilah identitas nasional secara teminologis adalah suatu ciri yang
dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut
dengan bangsa lain. Selanjutnya Kaelan (2010) menyatakan bahwa identitas
nasional pada hakikatnya adalah manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri khas dan dengan
ciri khas itu suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Namun demikian proses pembentukan identitas nasional bukan sesuatu yang
sudah selesai, akan tetapi sesuatu yang terus berkembang dan kontekstual
mengikuti perkembangan zaman.

42
Sifat identitas nasional yang relatif dan kontekstual, mengharuskan setiap
bangsa untuk selalu kritis terhadap identitas nasionalnya, untuk selalu
menyegarkan pemahaman dan pemaknaan terhadap jati dirinya. Identitas nasional
merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan
fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Artinya, identitas nasional yang sudah disepakati tidak bersifat kaku, akan tetapi
bersifat fleksibel atau bisa menyesuaikan diri dengan perubahan. Suatu pertanyaan
reflektif sebaiknya ditujukan kepada identitas nasional khas yang selama ini
melekat pada bangsa Indonesia, seperti : benarkah kita bangsa yang ramah atau
benarkah kita bangsa yang santun dan agamis ? Hal ini perlu terus dilakukan
dalam rangka menggali, menemukan identitas nasional Indonesia baru sesuai
dengan perkembangan yang ada saat ini antara lain indentitas baru yang
demokratis, toleran dan anti kekerasan.

b. Hakikat dan Pengertian Identitas Nasional


1) Identitas Cultural Unity atau identitas kesukubangsaan, merujuk pada bangsa
dalam pengertian kebudayaan . Cultural unity disatukan oleh adanya kesamaan
ras, suku, agama, adat dan budaya, keturunan dan daerah asal. Unsur-unsur ini
menjadi identitas kelompok bangsa yang bersangkutan sehingga bisa dibedakan
dari bangsa lainnya. Setiap anggota cultural unity memiliki kesetiaan atau
loyalitas tinggi kepada identitasnya. Identitas seperti ini biasa disebut identitas
kelompok atau identitas primordial yang memiliki ikatan emosional yang kuat
dan dapat melahirkan solidaritas yang erat.
2) Identitas Political Unity atau identitas kebangsaan, merujuk pada bangsa
dalam pengertian politik, yaitu bangsa dan negara. Identitas kebangsaan
bersifat buatan, sekunder, etis dan nasional. Beberapa bentuk identitas nasional
adalah bahasa nasional, lambang negara, semboyan nasional, ideologi, bendera
dan sebagainya.

c. Identitas Nasional
Secara umum ada beberapa unsur yang terkandung dalam Identitas Nasional,
Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :

43
1) Pola Perilaku adalah gambaran perilaku yang terwujud dalam kehidupan
sehari-hari, misalnya adat istiadat, budaya dan kebiasaan seperti ramah-
tamah, hormat kepada orang yang lebih tua, gotong-royong merupakan salah
satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan budaya.
2) Lambang-lambang adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi
negara. Lambang-lambang ini biasanya dinyatakan dalam undang-undang,
misalnya : bendera, lambing negara, bahasa dan lagu kebangsaan.
3) Alat-alat Perlengkapan adalah sejumlah perangkat atau alat-alat
perlengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan, berupa : bangunan
(seperti bangunan candi, masjid, gereja dan rumah), peralatan teknologi misal
teknologi bercocok tanam (seperti subak, cangkul, parang, celurit), pakaian
adat, dan lain-lain.
4) Tujuan yang ingin dicapai. Bersumber dari tujuan yang bersifat dinamis dan
tidak tetap. Seperti budaya unggul, prestasi di bidang tertentu sebagai bangsa
yang mendiami sebuah negara, tujuan bersama bangsa Indonesia, seperti yang
tertuang dalam pembukaan UUD 1945, yaitu kecerdasan dan kesejahteraan.

4.10 Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional


Ada lima unsur Pembentuk Identitas Nasional. Kelima unsur yang dimaksud diuraikan
sebagai berikut :
a. Sejarah
Menurut catatan sejarah sebelum menjadi sebuah negara bangsa Indonesia pernah
mengalami masa kejayaan yang gemilang, Dua kerajaan Nusantara, yaitu kerajaan
Majapahit dan Sriwijaya, dikenal sebagai pusat kerajaan Nusantara yang
pengaruhnya menembus batas teritorial dimana dua kerajaan tersebut berdiri.
Kebesaran kedua kerajaan Nusantara tersebut sangat membekas pada semangat
perjuangan bangsa Indonesia di abad berikutnya saat bangsa asing menjajah
Indonesia. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah telah
menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur
pembentuk Identitas Nasional Indonesia.

44
b. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk Indentitas Nasional meliputi 3
(tiga) unsur, yaitu : akal budi, peradaban dan pengetahuan.
1) Akal budi bangsa Indonesia dapat dilihat pada sikap ramah tamah dan sopan
santun kepada sesama.
2) Unsur peradaban, tercermin dari keberadaan negara Pancasila sebagai nilai
bangsa Indonesia yang majemuk.
3) Sebagai bangsa maritim, keandalan bangsa Indonesia dalam membuat kapal
pinisi merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki
bangsa lain di dunia.

c. Suku Bangsa
Suku Bangsa merupakan identitas bangsa Indonesia. Namun demikian lebih dari
sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup
bersama dalam kemajemukan merupakan unsur lain yang harus terus
dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat
dilihat pada keberadaan lebih dari ribuan kelompok suku yang mendiami pulau
besar dan kecil, beragam bahasa, agama, budaya.

d. Agama
Agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah Indonesia, Dengan
kata lain, keberagaman agama dan keyakinan di Indonesia tidak hanya dijamin
oleh konstitusi negara, tetapi juga merupakan suatu rahmat Tuhan Yang Maha Esa
yang harus tetap dipelihara dan disyukuri. Mensyukuri nikmat kemajemukan
dapat dilakukan dengan sikap dan tindakan toleransi, tidak memaksakan
keyakinan dan tradisi kelompok mayoritas maupun minoritas kepada kelompok
lain. Toleransi harus terus dipelihara dan dikembangkan.

e. Bahasa
Bahasa Indonesia adalah salah satu Identitas Nasional Indonesia yang penting,
karena Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah. Kedudukan Bahasa Indonesia
sebagai Bahasa Penghubung (Lingua Franca) dari kelompok etnis yang mendiami
Nusantara, memberikan nilai indentitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.

45
Peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928 yang menyatakan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan bangsa Indonesia, telah memberikan nilai tersendiri bagi
pembentukan identitas nasional, sebagai pemersatu dan pembangkit semangat
nasionalisme Indonesia. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah perbedaan
dalam kebhinekaan yang ada di masyarakat Indonesia, tidak menjadi penghalang
bagi terwujudnya bangsa yang bersatu padu dan bersama-sama dalam upaya
mencapai cita-cita nasional.

4.11 Unsur-Unsur Pembentuk Identitas Nasional


Dalam sejarah berdirinya negara-negara di dunia, Bangsa Indonesia memiliki ciri khas
yaitu mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk negara
modern. Nilai-nilai tersebut berupa adat istiadat, kebudayaan dan nilai nilai religius
yang kemudian dikristalisasi menjadi suatu sistem nilai yang disebut Pancasila yang
telah memenuhi syarat sebagai Identitas Nasional.

Dalam upaya membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara, bangsa
Indonesia mendasarkan pada pandangan hidupnya yaitu Pancasila. Berdasarkan ciri
khas proses dalam membentuk suatu negara, bangsa Indonesia mendirikan negara yang
memiliki karakteristik, ciri khas tertentu, yaitu keanekaragaman sifat dan karakternya
yaitu negara persatuan, suatu negara kebangsaan serta suatu negara yang bersifat
integralistik.

a. Faham Negara Persatuan


Bangsa dan negara Indonesia terdiri atas berbagai macam unsur yang
membentuknya, yaitu : suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, adat-istiadat,
golongan serta agama yang secara keseluruhannya merupakan suatu kesatuan. Oleh
karena itu negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila sebagai suatu
negara persatuan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu Negara
Persatuan, Republik yang berkedaulatan Rakyat.

46
Hal ini ditegaskan dalam pokok pikiran pertama : “… Bahwa Negara Indonesia
adalah Negara Persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia”.

Hakikat Negara Persatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan
suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat (terdiri atas
berbagai macam etnis, suku bangsa, golongan, kebudayaan serta agama), wilayah
yang terdiri atas beribu-ribu pulau yang sekaligus memiliki sifat dan karakter yang
berbeda-beda pula. Oleh karena itu negara persatuan merupakan satu negara, satu
rakyat, satu wilayah dan tidak terbagi-bagi seperti halnya Negara Serikat. Satu
pemerintahan, satu tertib hukum nasional, satu bahasa serta satu bangsa yaitu
Indonesia.

Pengertian Negara Persatuan Indonesia lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam
Pembukaan UUD 1945 yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II
No.7 bahwa Bangsa Indonesia mendirikan negara Indonesia yaitu negara yang
mengatasi segala macam golongan dan paham perseorangan. Jadi negara persatuan
bukanlah negara yang berdasarkan individualisme sebagaimana diterapkan di
negara-negara Liberal, yang hanya merupakan ikatan individu saja. Demikian juga
bukan negara yang berdasarkan kelas atau Komunisme yang hanya mendasarkan
pada satu golongan saja.

Negara persatuan adalah negara yang melindungi seluruh warganya yang terdiri
atas berbagai macam golongan serta faham yang berbeda-beda. Negara persatuan
pada hakikatnya mendasarkan pada sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus
sebagai mahluk sosial. Oleh karena itu negara persatuan adalah negara yang
memiliki sifat persatuan, sifat kebersamaan, negara yang berdasarkan kekeluargaan,
tolong menolong, gotongroyong atas dasar keadilan sosial dan kemanusiaan yang
adil dan beradab.

b. Faham Negara Kebangsaan


Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia, adalah mahluk Tuhan
Yang Maha Esa yang memiliki sifat kodrat sebagai mahluk individu (yang memiliki

47
kebebasan) dan juga sebagai mahluk sosial (yang senantiasa membutuhkan orang
lain). Oleh karena itu dalam upaya merealisasikan harkat dan martabatnya secara
sempurna maka manusia membentuk suatu persekutuan yang disebut bangsa yang
hidup dalam suatu wilayah tertentu serta memiliki tujuan tertentu.

Menurut Moh.Yamin, dalam Kaelan (2010), untuk merintis terbentuknya bangsa


Indonesia yang modern, yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan, dilakukan
melalui tiga fase, yaitu :
Pertama : Negara Kebangsaan Zaman Sriwijaya
Kedua : Negara Kebangsaan zaman Majapahit
Kedua zaman negara kebangsaan tersebut disebut sebagai negara
kebangsaan lama.

Ketiga : Negara Kebangsaan Modern menurut susunan kekeluargaan berdasar


atas KeTuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan
beradab.

c. Faham Negara Integralistik


Pancasila sebagai asas kerohanian bangsa dan negara Indonesia, pada hakikatnya
merupakan suatu asas kebersamaan, asas kekeluargaan, serta asas religius. Dalam
pengertian inilah maka bangsa Indonesia dengan keanekaragamannya membentuk
suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa merdeka. Bangsa Indonesia
membentuk persekutuan hidup dengan mempersatukan keanekaragaman yang
dimilikinya dalam satu kesatuan integral yang disebut negara Indonesia.

Mr. Soepomo pada Sidang Pertama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha


Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 31 Mei 1945 mengusulkan faham
integralistik, karena dalam kenyataan obyektifnya, faham negara Indonesia berakar
pada budaya bangsa yang berbeda dengan faham integralistik bangsa-bangsa lain,
seperti yang dikembangkan oleh Spinoza, Adam Muller dan Hegel. Bangsa
Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga,
kelompok-kelompok, golongan, suku bangsa yang hidup dalam suatu wilayah yang
terdiri atas beribu-ribu pulau yang memiliki kekayaan budaya beraneka ragam.
Keseluruhannya merupakan satu kesatuan integral baik lahir maupun batin.

48
Kesatuan integral bangsa dan negara Indonesia ini dipertegas kembali dalam pokok
pikiran pertama yaitu “… negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tanah
tumpah darah Indonesia…”.

Bangsa Indonesia merupakan jelmaan dari sifat kodrat manusia sebagai individu
dan mahluk sosial, yang saling tergantung satu dengan lainnya, bukan secara total
sebagai mahluk individu atau secara total sebagai mahluk sosial. Hubungan yang
terjalin tersebut menunjukkan bahwa manusia Indonesia merupakan suatu totalitas
mahluk individu dan mahluk sosial. Dalam pengertian ini faham integralistik
memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan integral dari
unsur- unsur yang membentuknya. Negara mengatasi semua golongan, semua
bagian-bagian yang membentuk negara. Negara tidak memihak pada satu golongan
tertentu sebagai golongan terbesar. Negara dan bangsa Indonesia melindungi semua
unsur yang membentuk menjadi negara kesatuan.

Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan keseluruhan.


Setiap anggota, bagian, lapisan, kelompok dan golongan dalam masyarakat
memiliki tempat, fungsi dan kedudukan masing-masing yang diakui, dihormati,
dihargai. Faham ini beranggapan bahwa setiap unsur merasa berkewajiban terhadap
terciptanya keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama.

Faham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan asas kebersamaan


hidup, keselarasan dan hubungan antar individu maupun masyarakat, tidak
memihak yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas maupun minoritas.
Didalamnya terkandung nilai kebersamaan, kekeluargaan, kebhinekaan, nilai
religius dan keselarasan.

Dengan demikian, rincian yang terkandung dalam faham integralistik adalah :


1) Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral,
2) Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan
lainnya,
3) Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat
yang organis,

49
4) Paling penting dalam kehidupan bersama adalah persatuan bangsa secara utuh,
5) Negara tidak memihak pada suatu golongan tertentu,
6) Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat,
7) Negara tidak hanya menjamin kepentingan seseorang atau golongan tertentu
saja,
8) Negara menjamin kepentingan manusia Indonesia seluruhnya sebagai satu
kesatuan integral, dan
9) Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan
yang tidak bisa dipisahkan.

4.12 Bhineka Tunggal Ika


Meskipun bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki
karakter, kebudayaan, adat istiadat, bahasa serta agama yang beraneka ragam, namun
keseluruhannya merupakan suatu kesatuan serta persatuan negara dan bangsa
Indonesia. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia dikukuhkan
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.66 tahun 1951, tanggal 17 Oktober 1951 dan
dimuat dalam Lembaran Negara No.II tahun 1951 yang juga memuat Lambang
Negara, Bangsa, Burung Garuda, Pancasila lengkap dengan seloka Bhineka Tunggal
Ika.

Hakikat makna Bhineka Tunggal Ika memberikan pengertian bahwa meskipun bangsa
dan negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang memiliki adat
istiadat, kebudayaan dan karakter yang berbeda-beda, memiliki agama yang berbeda-
beda dan terdiri dari beribu-ribu pulau, namun keseluruhannya merupakan suatu
persatuan bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan bukan sesuatu yang harus
dihilangkan, karena perbedaan yang ada itu merupakan bawaan kodrat manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Namun demikian perbedaan itu untuk
dipersatukan dalam suatu negara kebersamaan, negara kekeluargaan yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

50
4.13 Integrasi Nasional
Integrasi Nasional adalah upaya menyatukan seluruh unsur suatu bangsa dengan
pemerintah dan wilayahnya. Mengintegrasikan berarti membuat atau
menyempurnakan dengan jalan menyatukan unsur-unsur yang semula terpisah-pisah
atau tercerai-berai menjadi satu kesatuan.

Menurut Howard Wriggins, dalam Jimmy Hasoloan (2016), integrasi berarti penyatuan
bangsa-bangsa yang berbeda dari suatu unsur masyarakat dan dipadukan menjadi suatu
keseluruhan yang lebih utuh. Atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang
banyak menjadi satu bangsa. Jadi menurutnya, integrasi bangsa adalah peralihan dari
banyak masyarakat kecil menjadi satu masyarakat besar.

Myron Weiner (1971) merangkum integrasi dalam lima definisi, yaitu :


a. Integrasi menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial,
membangun rasa kebangsaan dengan cara menghapus kesetiaan pada ikatan yang
lebih sempit.
b. Integrasi menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional
pusat di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok
kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.
c. Integrasi menunjuk pada masalah yang menghubungkan antara pemerintah dengan
yang diperintah. Mendekatkan perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada
kelompok elit dengan massa.
d. Integrasi menunjuk adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang
diperlukan demi mencapai tujuan bersama.
e. Integrasi menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan yang
diterima demi mencapai tujuan bersama.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa integrasi merupakan proses


penyatuan dengan menghubungkan berbagai kelompok budaya dan sosial yang
beragam dalam satu wilayah, kemudian dibentuk suatu wewenang, kekuasaan
nasional pusat yang selanjutnya bertujuan membangun rasa kebangsaan dengan cara
menghapus kesetiaan pada ikatan-ikatan yang lebih sempit menjadi bersifat nasional.

51
Menurut Sunyoto Usman (1998), suatu kelompok dapat terintegrasi apabila :
1) Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang
dapat dijadikan rujukan bersama.
2) Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus memiliki anggota dari
berbagai kesatuan sosial lain, sehingga menghasilkan loyalitas ganda dari
anggota masyarakat kecil terhadap berbagai kesatuan sosial lainnya termasuk
kesatuan nasional.
3) Masyarakat akan saling ketergantungan diantara unit-unit sosial yang terhimpun
di dalamnya dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya.

4.14 Pentingnya Integrasi Nasional dalam Negara yang Plural


Seperti diketahui Negara Indonesia adalah sebuah negara yang plural atau majemuk.
Masyarakat pluralistis artinya kondisi geografis dan sosial budaya lebih banyak
mewarnai corak kehidupan bangsa Indonesia. Pada prinsipnya, setiap ada masyarakat
yang pluralistis harus diterapkan juga konsep pluralisme. Konsep plurarisme yaitu
konsep yang timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi ketika setiap individu
mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu lainnya, maka lahirlah konsep
pluralisme.

Dalam konsep pluralisme itulah bangsa Indonesia yang beraneka ragam mulai dari
suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh. Bukti
pluralisme Indonesia dapat dilihat dari adanya berbagai macam suku bangsa, seperti
Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Dayak, dan masih banyak lainnya. Adapun
jumlahnya lebih dari 300 suku bangsa dengan bahasa dan identitas budayanya masing-
masing.

Selain itu masing-masing suku bangsa memiliki wilayah kediaman sendiri yang
mulanya merupakan daerah tempat kediaman nenek moyang mereka (pada umumnya
dinyatakan melalui mitos yang meriwayatkan asal-usul suku bangsa tersebut).
Anggota masing masing suku bangsa cenderung memiliki identitas tersendiri sebagai
anggota suku bangsa tersebut, sehingga dalam keadaan tertentu mereka mewujudkan
rasa solidaritas atau kesetiakawanan diantara anggota suku bangsa tersebut.
Keberagaman suku seperti diuraikan di atas adalah keberagaman adat istiadat, budaya

52
dan bahasa daerah. Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki adat istiadat,
budaya dan bahasanya masing-masing, yang berbeda satu dengan lainnya dan yang
sekarang dikenal dengan sebutan adat istiadat, budaya dan bahasa daerah. Kebudayaan
suku bangsa selain terdiri atas nilai-nilai dan norma-norma tertentu, juga terdiri atas
kepercayaan-kepercayaan tertentu, pengetahuan tertentu, serta sastra dan seni yang
diwariskan dari generasi ke generasi yang bebeda antara satu suku bangsa dengan
suku bangsa lainnya.

Disamping keberagaman suku-suku bangsa, di Indonesia juga terdapat kelompok


warga masyarakat yang biasa disebut “ warga peranakan “ seperti peranakan Cina,
Arab, India dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini pun memiliki kebudayaannya
sendiri yang tidak sama dengan budaya suku-suku bangsa asli di Indonesia. Biasanya
mereka hidup berkelompok di satu wilayah tertentu yang biasa disebut dengan
Kampung Cina, Kampung Arab, dan sebagainya. Keberagaman suku-suku bangsa di
Indonesia terutama disebabkan oleh keadaan geografis Indonesia yang merupakan
negara kepulauan atau negara maritim (sekitar 17.000 pulau besar dan kecil tersebar
di daerah khatulistiwa) yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa.

Keberagaman lainnya adalah keberagaman dalam agama. Agama yang diakui


pemerintah adalah Agama Islam (sebagai agama dengan penganut terbanyak), Kristen
(Protestan dan Katholik), Hindu, Budha dan Kong Hu Chu. Keberagaman Agama di
Indonesia terutama merupakan hasil pengaruh letak geografis Indonesia yaitu diantara
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia serta diantara dua benua (benua Asia dan
Benua Australia). Dengan keberagaman atau kemajemukan yang dimiliki bangsa
Indonesia, di waspadai bahwa bangsa Indonesia juga menyimpan konflik yang cukup
besar. Fanatisme terhadap apa yang dimiliki suku bangsanya seperti fanatisme
terhadap suku, agama, ras, golongan ataupun daerah tempat tinggal mereka akan dapat
memicu timbulnya konflik yang berkepanjangan. Konflik yang disebabkan oleh hal-
hal tersebut akan mengganggu ketenteraman, kestabilan di bidang politik, ekonomi,
sosial dan budaya yang berdampak memburuknya suasana dalam proses persatuan dan
kesatuan bangsa.

53
Sepanjang sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, sering terjadi
adanya gejolak kedaerahan berupa tuntutan untuk memisahkan diri seperti kasus di
Aceh (Gerakan Aceh Merdeka), Papua (Gerakan Papua Merdeka) dan Ambon
(Konflik Antar Agama) dan lain-lain. Konflik tersebut dapat memicu disintegrasi
bangsa yang bertujuan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konflik-konflik yang terjadi sebenarnya adalah konflik antara masyarakat dengan
pemerintah yang merupakan ekspresi ketidak puasan terhadap kebijakan pemerintah
pusat yang diberlakukan di daerah.

Selain konflik seperti di atas, seringkali terjadi konflik yang berlatar belakang
keagamaan, kesukuan, antar kelompok atau golongan yang timbul dalam bentuk
kerusuhan, perang antar suku (seperti di Papua), pembakaran rumah rumah ibadah dan
lain-lain. seperti halnya kasus Poso, Sampit, Ambon, Lombok dan lain-lain. Juga
terjadi konflik horizontal baik faktor kesukuan atau etnis, biasanya merupakan
akumulasi ketidak puasan atau ketersinggunggan antar suku, etnis, agama, ekonomi
dan sebagainya. Sebenarnya kalau ditelaah dengan lebih mendalam, pluralisme
seharusnya tidak perlu untuk dipertentangkan, akan tetapi dijadikan kekuatan yang
bisa menjelma menjadi identitas nasional bangsa yang kuat, karena semua bentuk
perbedaan atau kemajemukan itu sudah dipersatukan ke dalam suatu wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat yang terintegrasi merupakan kondisi yang diperlukan bagi sebuah negara
untuk membangun dan mencapai tujuan nasionalnya. Pertentangan atau konflik akan
banyak menimbulkan kerugian (madharat) dibandingkan dengan maslahatnya Banyak
kerugian yang akan diderita, baik fisik, moril dan materiil, seperti kerusakan sarana
dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental
spiritual seperti timbulnya perasaan cemas, takut, bahkan mungkin juga tekanan
mental yang berkepanjangan yang sangat merugikan sampai pada kerugian jiwa. Disisi
lain banyak pula potensi sumberdaya yang dimiliki negara seperti sumber pendapatan
Pajak, yang seharusnya digunakan untuk pembangunan harus dikorbankan untuk
membiayai dan menyelesaikan konflik. Dengan demikian, negara yang senantiasa
diwarnai konflik akan sangat sulit untuk bisa mewujudkan kemajuan yang di cita-cita
kan.

54
Salah satu tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
IV, yaitu .. memajukan kesejahteraan umum … Kesejahteraan umum akan dapat
dicapai apabila keuangan negara sehat atau negara memiliki cukup dana untuk
membiayaai seluruh kegiatan yang diperlukan guna mencapai tujuan negara tersebut.
Salah satu sumber keuangan negara yang sehat adalah dari sumber-sumber penerimaan
pajak Penerimaan pajak merupakan sumber dana bagi negara untuk dapat membiayaai
pembangunan yang di cita-citakan.

Satu hal yang perlu disadari bahwa integrasi masyarakat di satu sisi membawa potensi
integrasi, tetapi di sisi lain masyarakat pun membawa potensi konflik atau
pertentangan. Solusi yang terbaik adalah masyarakatlah yang harus bisa menyikapi
dengan arif dan bijaksana, dan masyarakat harus mampu meredam dan meminimalkan
konflik yang mungkin timbul.

55
BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

5.1 Pendahuluan
Negara sebagai suatu entitas adalah abstrak. Hal yang tampak adalah unsur-unsur
negara, yang berupa rakyat, wilayah dan pemerintah yang berdaulat. Rakyat yang tinggal
di wilayah suatu negara menjadi penduduk dari negara yang bersangkutan. Warga negara
adalah bagian dari penduduk suatu negara. Warga negara mempunyai hubungan dengan
negaranya. Kedudukan sebagai warga negara menciptakan hubungan berupa peranan,
hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik. Pemahaman yang baik mengenai
hubungan antara warga negara dengan negara, sangat penting untuk mengembangkan
hubungan yang harmonis, konstruktif, produktif dan demokratis, yang pada akhirnya
pola hubungan yang baik antara warga negara dengan negara dapat mendukung
kelangsungan hidup bernegara.

Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan adalah penting. Ada tiga hal yang
dapat menjadi alasan pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan (Hamdan Mansur, 1997),
yaitu :

a. Mahasiswa mengetahui hubungan antara warga negara dengan negara yang terdiri
dari hubungan emosional, hubungan fungsional dan hubungan formal,

b. Cinta tanah air yang terdiri tiga unsur, yaitu mensyukuri apa yang di peroleh dalam
hidup dan kehidupan, menjaga agar negara tetap aman dan waspada terhadap segala
sesuatu yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa, dan

c. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sehingga mahasiswa menjadi manusia


Indonesia yang handal.

5.2 Konsep Warga Negara dan Penduduk


Seseorang diakui sebagai warga negara adalah berdasarkan peraturan perundangan
negara yang bersangkutan, yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan status
kewarganegaraan seseorang. Setiap negara memiliki aturan perundangan sesuai dengan
sejarah dan tradisi yang berlaku di negara tersebut.

56
Warga Negara adalah terjemahan dari kata Bahasa Inggris Citizens yang berarti
warga negara, petunjuk dari sebuah kota, sesama warga negara, sesama penduduk, orang
setanah air, bawahan atau kawula. Warga negara bisa pula mengandung arti peserta,
anggota atau warga dari suatu organisasi, perkumpulan. Warga negara adalah warga atau
anggota dari organisasi yang bernama negara. Pengertian lain menyatakan, bahwa warga
negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah. Dalam UURI No. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa
Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 mengatur siapa saja yang termasuk warga negara
Republik Indonesia. Pasal tersebut dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga
negara Republik Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain, misalnya peranakan Cina, Arab, India atau peranakan bangsa lain yang
bertempat tinggal di Indonesia. Selain itu di persyaratkan pula untuk mengakui Indonesia
sebagai tanah airnya, bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara.

Pada pasal 26 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa penduduk adalah warganegara
Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Berdasarkan pengertian
warga negara dan penduduk ini dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan antara warga
negara dan penduduk. Warga negara memerlukan penetapan, pengesahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan agar disahkan sebagai warga negara, sedangkan
penduduk tidak perlu penetapan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Warga
negara sudah pasti penduduk tetapi penduduk belum tentu warga negara. Dalam pasal 26
ayat (3) UUD 1945 disebutkan hal-hal mengenai menjadi warganegara dan penduduk
diatur dengan undang-undang.

Dapat disampaikan bahwa rakyat lebih merupakan konsep politis. Rakyat menunjuk
kepada orang-orang yang berada di bawah suatu pemerintahan dan tunduk kepada
pemerintahan itu. Istilah rakyat biasanya dilawankan dengan istilah penguasa. Penduduk
adalah orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara dalam kurun waktu
tertentu. Orang yang berada di suatu wilayah negara dapat dibedakan menjadi penduduk
dan non penduduk. Adapun penduduk negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan
57
orang asing atau bukan warga negara. Gambar 5.1 menyajikan deskripsi dari Penghuni
Negara.

Asli / Pribumi

Warga Negara

Keturunan/
peranakan
Penduduk

Orang Asing

Penghuni Negara

Non Penduduk

Gambar 5.1 Penghuni Negara

5.3 Kewarganegaraan
Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan
adanya hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negaranya. Menurut
Penjelasan Undang-undang RI No. 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia. Istilah kewarganegaraan (Baso, 2018) memiliki arti keanggotaan yang
menunjukan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan
diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya
kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut
Undang-undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala
ikhwal yang berhubungan dengan negara.
a. Pengertian Kewarganegaran dapat di bagi menjadi dua, yaitu dalam arti yuridis dan
sosiologis, serta dalam arti formal dan material. Adapun penjelasannya sebagai
berikut :

58
1) Kewarganegaraan dalam arti Yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum
antara orang dengan negara yang menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu bagi
orang-orang yang berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Adanya
ikatan hukum antara orang dengan negara ditandai dengan Surat Penyataan Bukti
Kewarganegaraan. Sebagai tindak lanjut tentang bukti kewarganegaraan, sesuai
Keputusan Presiden (Keppres) nomor 56 tahun 1996 tentang Bukti
Kewarganegaraan pasal 4 butir 2 berbunyi, bagi warga negara Republik Indonesia
untuk kepentingan tertentu cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP),
Kartu Keluarga (KK) atau Akta Kelahiran. Namun saat ini ada juga hal yang
perlu diketahui bahwa selain KTP, KK, dan Akta Kelahiran harus juga memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi mereka yang sudah berpenghasilan
tetap.

2) Kewarganegaraan dalam arti Sosiologis. Ditandai bukan dengan ikatan hukum,


akan tetapi dengan ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan,
ikatan nasib, ikatan sejarah, ikatan tanah air, yang lahir dari penghayatan warga
negara sendiri. Dari sisi kewarganegaraan dalam arti sosiologis, seseorang dapat
dipandang sebagai warga negara sebab adanya ikatan emosional. Tingkah laku,
dan penghayatan hidup serta semangat yang dilakukannya menunjukkan orang
tersebut sudah seharusnya menjadi warga negara dari negara yang bersangkutan.

Dari sudut pandang kewarganegaraan, dalam arti Yuridis, seseorang bisa dikatakan
tidak memenuhi kewarganegaraan yuridis karena tidak memiliki bukti ikatan hukum
antara dirinya dan negara. Sedangkan kalau dari sisi kewarganegaraan dalam arti
sosiologis ada hal yang belum terpenuhi, yaitu persyaratan yuridis yang merupakan
ikatan formal orang tersebut dengan negara. Namun di sisi lain, terdapat orang yang
memiliki kewarganegaraan yuridis, yang tidak memiliki kewarganegaraan sosiologis.
Orang tersebut memiliki tanda ikatan hukum dengan negara tetapi yang bersangkutan
tidak memiliki ikatan emosional dan penghayatan yang baik sebagai warga negara.
Jadi, bisa saja seseorang hanya menjadi warga negara secara yuridis akan tetapi secara
sosiologis belum memenuhi. Idealnya seorang warga negara harus memiliki
persyaratan yuridis dan sosiologis sebagai anggota dari suatu negara.

59
Kewarganegaraan dalam arti Formal merujuk pada tempat kewarganegaraan dalam
sistematika hukum. Masalah kewarganegaraan berada dalam ranah hukum publik.
Sedangkan Kewarganegaraan dalam arti Material, merujuk pada akibat hukum
dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.
Kewarganegaraan seseorang mengakibatkan orang tersebut memiliki pertalian hukum
serta tunduk pada hukum negara yang bersangkutan. Orang yang sudah memiliki
kewarganegaraan suatu negara tidak akan dapat diperlakukan sewenang-wenang oleh
suatu kekuatan atau kesewenangan negara lain. Negara lain tidak berhak
memperlakukan kaidah-kaidah hukum negaranya kepada orang yang bukan warga
negaranya.

5.4 Kedudukan Warga Negara dalam Negara


Sebagai anggota dari sebuah negara, warga negara merupakan unsur penting sebuah
negara. Warga negara memiliki ikatan dan hubungan dengan negara. Hubungan antara
warga negara dengan negara dalam bentuk hak dan kewajiban. Sebaliknya, negarapun
memiliki hak dan kewajiban negara kepada warga negaranya (hubungan timbal balik
yang sederajat).

Hubungan dan kedudukan warga negara ini bersifat khusus, sebab hanya mereka
yang menjadi warga negaralah yang memiliki hubungan timbal balik dengan negaranya.
Orang orang yang tinggal di wilayah negara, tetapi bukan warga negara dari suatu negara
tidak memiliki hubungan timbal balik dengan negara tersebut.

Sistem kewarganegaraan merupakan ketentuan atau pedoman yang digunakan dalam


menentukan kewarganegaraan seseorang. Pada dasarnya terdapat tiga sistem yang secara
umum digunakan untuk menentukan kriteria siapa-siapa saja yang dapat menjadi warga
negara, yaitu kriteria yang didasarkan atas kelahiran dan naturalisasi. Gambar 5.2
menyajikan hubungan Sistem Kewarganegaraan dengan unit-unit di dalamnya.

60
IUS SANGUINIS
KELAHIRAN

IUS SOLI

SISTEM KESATUAN HUKUM


KEWARGANEGARAAN PERKAWINAN

PERSAMAAN

PERMOHONAN

NATURALISASI
DIBERIKAN

Gambar 5.2 Sistem Kewarganegaraan

a. Sistem Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran


Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang, dikenal dengan 2
(dua) asas kewarganegaraan yaitu Ius Soli, dan Ius Sanguinis. Kedua istilah ini
berasal dari Bahasa Latin Ius berarti hukum, dalil atau pedoman. Soli berasal dari
kata Solum yang berarti negeri, tanah atau daerah. Sanguinis berasal dari kata
Sanguis yang berarti cairan darah. Dengan demikian Ius Soli berarti Pedoman
Kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah kelahiran atau
kewarganegaraan seseorang ditentukan atas dasar tempat dimana dia dilahirkan.
Sedangkan Ius Sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan darah
atau keturunan dari ibu dan bapaknya, atau kewarganegaraan seseorang
ditentukan berdasarkan keturunannya.

b. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Perkawinan


Ada dua asas sistem Kewarganegaraan, yaitu asas kesatuan hukum dan asas
persamaan derajat. Pertama Asas persamaan (kesatuan) hukum didasarkan atas
pandangan bahwa suami isteri adalah suatu ikatan yang tidak terpecah sebagai
inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan kehidupan bersama, suami isteri
perlu mencerminkan suatu kesatuan yang utuh, termasuk dalam masalah
kewarganegaraan. Dalam asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan
isteri adalah sama dan satu. Kedua Asas persamaan derajat berasumsi, bahwa
suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami
atau isteri, keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri

61
kewarganegaraan. Jadi mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti halnya
sebelum mereka berkeluarga.

c. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi


Walaupun tidak dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem
kelahiran ataupun sistem perkawinan, seseorang masih mungkin mendapatkan
status kewarganegaraan melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi.
Syarat-syarat dan prosedur pewarganegaraan di berbagai negara tidak sama,
disesuaikan menurut kebutuhan dan tergantung dari situasi dan kondisi negara
masing-masing.

Dalam proses pewarganegaraan kita mengenal pewarganegaraan aktif dan


pewarganegaraan pasif. Pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan
hak opsi untuk memilih atau mengajukan permohonan untuk menjadi
warganegara. Kemudian dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau
diwarganegarakan oleh sebuah negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga
negara sebuah negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak
repudiasi yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan atau
pewarganegaraan tersebut.

5.5 Warga Negara Indonesia


Untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia, pemerintah mengatur dalam
UUD 1945, sebagai berikut :
a. Individu yang menjadi warga negara ialah orang orang bangsa Indonesia asli dan
orang orang bangsa lain yang disahkan dengan undang undang sebagai warga
negara Indonesia,
b. Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia, dan
c. Hal-hal mengenai warga negara dan peduduk diatur dengan undang-undang.

Dalam penjelasan umum Undang-Undang RI no. 62 Tahun 1958 tentang


Kewarganegaraan, ada tujuh cara untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia,
yaitu :

62
a. Karena kelahiran,
b. Karena pengangkatan,
c. Dikabulkan permohonannya,
d. Karena pewarganegaraan,
e. Karena perkawinan,
f. Karena mengikuti ayah dan atau ibunya, dan
g. Karena pernyataan.

Selanjutnya dalam Undang-undang RI no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan


Indonesia, ditentukan, siapa-siapa yang menjadi warga negara Indonesia, berdasarkan
empat asas :

a. Asas Ius Sanguinis,


b. Asas Ius Soli terbatas,
c. Asas Kewarganegaran tunggal, dan
d. Asas Kewarganegaraan ganda terbatas.

Dalam undang-undang tersebut, pada dasarnya tidak mengenal adanya


kewarganegaraan ganda ataupun tanpa kewarganegaraan. Namun kewarganegaraan
ganda yang diberikan kepada anak-anak, merupakan suatu pengecualian. Dalam
undang-undang ini terdapat lima belas cara untuk mendapatkan kewarganegaraan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan UU RI no : 12 Tahun 2006 Warga Negara Indonesia dapat dilihat dari


beberapa aspek. Aspek yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau


berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum undang-undang tersebut berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia.
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara
Indonesia.
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing.
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing
dan ibu warga negara Indonesia.

63
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara
asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia.
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia.
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing
yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum si anak berusia 18 tahun atau belum kawin.
i. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir
tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui.
k. Anak yang lahir di luar wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.
l. Anak yang lahir di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia, sebelum
mengucapkan sumpah atau janji setia.

5.6 Pewarganegaraan
Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang-orang untuk memperoleh status
kewarganegaraan Republik Indonesia, melalui permohonan. Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh seseorang (pemohon), apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin,
b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat selama 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling
singkat selama 10 (sepuluh) tahun tidak berturut turut,
c. Sehat jasmani dan rohani,
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan UUD 1945,
64
e. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara selama 1 tahun atau lebih,
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak lagi menjadi
berkewarganegaraan ganda,
g. Mempunyai pekerjaan dan atau berpenghasilan tetap,
h. Membayar uang pewarganegaraan ke kas negara, dan
i. Bersedia mengucapkan sumpah atau janji setia.

5.7 Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia


Warga negara merupakan anggota negara yang mempunyai kedudukan yang sangat
penting terhadap negaranya. Warga Negara memiliki hubungan hak dan kewajiban yang
bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Secara teori status warga negara, meliputi peranan pasif, aktif, negatif dan positif.
Berikut ini diuraikan masing-masing peran tersebut :
a. Peranan pasif adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan perundang
undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya kepatuhan dalam membayar pajak.
b. Peranan aktif merupakan aktivitas warga negara untuk terlibat (berpartisipasi)
serta mengambil bagian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, terutama dalam hal yang berkait dengan keputusan-keputusan publik.
c. Peranan positif, merupakan aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan dari
negara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
d. Peranan negatif merupakan aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan
negara dalam persoalan pribadi.

Dalam konteks Indonesia, hak warga negara terhadap negaranya telah diatur dalam
UUD 1945 dan berbagai peraturan pemerintah lainnya yang merupakan jabaran dari hak-
hak umum yang telah digariskan dalam UUD 1945. Hak-hak dan kewajiban warga
negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945, dapat
diuraikan sebagai berikut :

a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, yang berbunyi: Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, pasal 27
ayat (2) yang merupakan asas Keadilan Sosial dan Kerakyatan.
b. Hak membela negara yang berbunyi : Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara. Selain itu ada pula pasal yang menyatakan bahwa

65
tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
c. Hak berpendapat, berserikat dan berkumpul yang berbunyi : Kemerdekaan berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.
d. Hak kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya,
yang berbunyi : Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masinng-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya
itu.
e. Hak untuk mendapatkan pengajaran, yang tercantum dalam dua ayat, yang berbunyi :
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan undang-undang”.
f. Hak untuk mengembangkan dan memajukan Kebudayan Nasional Indonesia, yang
berbunyi : “Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia, dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
g. Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial yang berbunyi :
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan,
2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai negara,
3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, dan
4) Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasarkan asas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional. Ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini diatur
dalam undang-undang.
h. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial, yang berbunyi : Fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh negara.

Selanjutnya dalam UUD 1945 juga tercantum kewajiban warga negara terhadap negara
Indonesia. Kewajiban warga negara dapat berupa hal-hal sebagai berikut :

66
a. Kewajiban menaati hukum dan pemerintahan yang berbunyi : “segala warga negara
bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada
kecualinya”,
b. Kewajiban membela negara seperti tercantum dalam uraian di atas, dan
c. Kewajiban dalam upaya pertahanan dan keamanan negara seperti yang telah diuraikan
di atas.

Hak-hak warga negara yang tertuang dalam UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
dinamakan Hak Konstitusional warga negara. Dengan demikian maka setiap warga
negara memiliki Hak Konstitusional sebagaimana yang ada dalam UUD 1945. Setiap
warga negara berhak menggugat apabila ada pihak-pihak yang berupaya membatasi atau
menghilangkan hak-hak konstitusionalnya. Prinsip utama dalam penentuan hak dan
kewajiban warga negara adalah terlibatnya warga dalam setiap perumusan kebijakan
negara tentang hak dan kewajiban tersebut, sehingga warga sadar dan menganggap hak
dan kewajiban tersebut sebagai bagian dari kesepakatan mereka.

Disamping menjadi warga negara Indonesia, setiap penduduk diharapkan memiliki


karakteristik yang bertanggungjawab dalam menjalankan hak dan kewajibannya.
Karakteristik adalah sejumlah sifat baik atau perilaku baik yang harus dimiliki oleh
warga negara Indonesia sehingga akan timbul suatu identitas yang mudah dikenali
sebagai warga negara Indonesia.

Ada sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia yang diharapkan. Berikut
ini adalah sifat dan karakter yang di maksud :

a. Memiliki rasa hormat dan tanggungjawab, seperti : sikap dan perilaku sopan santun,
ramah tamah dan melaksanakan semua tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan
nilai dan norma yang berlaku,
b. Bersikap kritis. Sifat ini adalah sikap dan perilaku yang berdasarkan atas data dan
fakta yang valid (sah) serta argumentasi yang akurat. Sifat kritis diperlukan untuk
menyaring informasi, waspada terhadap aktivitas yang mungkin akan merugikan
dirinya merugikan masyarakat ataupun negara, seperti menyebar luaskan berita
bohong atau membuat ujaran kebencian dan lain-lain,
c. Bersikap terbuka. Sifat dan perilaku yang transparan serta terbuka sangat dianjurkan
sejauh masalah tersebut tidak bersifat rahasia. Keterbukaan akan dapat mencegah

67
pelanggaran atau penyimpangan dan mampu membangun sikap mental positif dan
profesional,
d. Rasional. Sikap dan perilaku berdasarkan rasio atau akal pikiran yang sehat,
e. Adil. Sikap dan perilaku menghormati dan menghargai persamaan derajat dan
martabat kemanusiaan, dan
f. Jujur. Sikap dan perilaku yang berdasarkan atas data dan fakta yang sah, tidak
dimanipulasi, ditambah atau dikurangi.

Selain hak dan kewajiban warga negara, dalam UUD 1945 Hasil Amandemen telah
dicantumkan pula hak asasi manusia. Hak asasi manusia perlu dibedakan dengan hak dan
kewajiban warga negara. Hak warga negara merupakan hak yang dicantumkan dalam
Konstitusi Negara. Hak-hak ini muncul karena adanya ketentuan undang-undang yang
berlaku bagi orang yang berstatus sebagai warga negara. Hak asasi manusia, umumnya
merupakan hak-hak yang sifatnya mendasar yang melekat dengan keberadaannya
sebagai manusia. Hak asasi manusia tidak diberikan oleh negara tetapi harus dijamin
keberadaannya oleh negara.

5.8 Hak dan Kewajiban Negara atau Pemerintah


Seperti halnya seorang warga negara yang memiliki hak dan kewajiban, maka
negara pun memiliki hak dan kewajiban atas warga negaranya. Ada hak dan kewajiban
negara kepada warga negaranya, ada pula hak dan kewajiban warga negara terhadap
negaranya (timbal balik).

a. Hak Negara atau Pemerintah


Hak Negara atau Pemerintah meliputi tiga hal, yatu :
1) Menciptakan peraturan dan perundang-undangan yang dapat mewujudkan
ketertiban dan keamanan bagi seluruh rakyat Indonesia,
2) Melakukan monopoli terhadap sumberdaya yang menguasai hajat hidup orang
banyak, dan
3) Memaksa setiap warga negara untuk taat pada hukum yang berlaku termasuk taat
dalam melakukan pembayaran pajak penghasilannya.

68
b. Kewajiban Negara atau Pemerintah
Kewajiban Negara atau Pemerintah sebagaimana tersebut dalam tujuan negara pada
Pembukaan UUD 1945 dan kewajiban negara menurut undang-undang yang berlaku,
meliputi banyak hal, yaitu :
1) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2) Memajukan kesejahteraan umum,
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa,
4) Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan
keadilan sosial,
5) Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan
kepercayaannya,
6) Membiayai Pendidikan, khususnya Pendidikan Dasar,
7) Mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan Nasional,
8) Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
belanja negara dan belanja daerah,
9) Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan menjunjung tinggi nilai-
nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan
umat manusia,
10) Memajukan kebudayaan Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat serta memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya,
11) Menghormati dan memelihara Bahasa Daerah sebagai kekayaan kebudayaan
nasional,
12) Menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak,
13) Menguasai bumi, air dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat,
14) Memelihara fakir miskin dan anak terlantar,
15) Mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan,
dan
16) Bertanggungjawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.

69
Tujuan negara tercantum pada Alinea IV Pembukaan UUD 1945, adalah sebagai
berikut :

“... kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
keTuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwaki'lan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”.

70
BAB VI

NEGARA DAN KONSTITUSI

Secara umum Negara dan Kostitusi adalah merupakan dua Lembaga yang tidak
bisa dipisahkan satu dengan lainnya, terlebih lagi setelah abad pertengahan yang ditandai
dengan munculnya ide demokrasi. Dapat dikatakan bahwa tanpa konstitusi, suatu negara
tidak mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasar sebuah negara.

Dasar-dasar penyelenggaraan negara didasarkan atas konstitusi sebagai hukum


dasarnya. Penyelenggaraan bernegara Indonesia juga didasarkan atas suatu konstitusi.
Hal ini bisa dicermati dari kalimat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang
berbunyi :

… Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia


yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang - undang Dasar Negara Indonesia.

6.1 Arti dan Fungsi Konstitusi


1. Arti Konstitusi
Konstitusi adalah seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang
bagaimana pemerintah diatur dan dijalankan. Karena aturan atau hukum yang terdapat
dalam konstitusi itu mengatur hal-hal yang sangat mendasar dari sebuah negara,
konstitusi disebut juga sebagai hukum dasar sebuah negara yang dijadikan sebagai
pegangan dalam penyelenggaraan bernegara.

2. Fungsi Konstitusi
a. Konstitusi berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak
warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini disebut konstitusionalisme yang
oleh Carl Joachim Friedrich (dalam buku Kemristekdikti, Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, 2016) dijelaskan sebagai gagasan
71
bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh
dan atas nama rakyat, tetapi dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan
akan dapat menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu
tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah

b. Konstitusi juga berfungsi untuk :


1) Membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan
kekuasaannya tidak sewenang wenang terhadap rakyatnya,
2) Memberi suatu kerangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicita-
citakan,
3) Menjadi landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem
ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warganegaranya, dan
4) Menjamin hak asasi warga negaranya.

Negara yang berlandaskan pada suatu konstitusi dinamakan Negara


Konstitusional (Constitutional State). Akan tetapi untuk dapat dikatakan secara
ideal sebagai Negara Konstitusional, konstitusi negara tersebut harus memenuhi
sifat atau ciri-ciri Konstitusionalisme. Jadi, negara tersebut harus pula menganut
gagasan tentang kostitusionalisme. Konstitusionalisme merupakan ide, gagasan,
faham atau konsep yang berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi
agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang atau otoriter.

Seperti diketahui bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang terdiri
atas unsur-unsur Rakyat (penduduk), Wilayah, dan Pemerintah. Pemerintah adalah
unsur negara. Pemerintah menyelenggarakan dan melaksanakan tugas demi
terwujudnya tujuan bernegara. Di negara Demokrasi, pemerintah yang baik adalah
pemerintah yang menjamin sepenuhnya kepentingan rakyat serta hak-hak dasar
rakyat. Disamping itu pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya perlu dibatasi
agar kekuasaan itu tidak disalahgunakan, tidak sewenang-wenang serta benar benar
untuk kepentingan rakyat. Kekuasan perlu dibatasi karena kekuasaan itu cenderung
untuk disalahgunakan. Seorang filsuf Inggris Lord Acton mengemukakan bahwa :
Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely.

72
Upaya mewujudkan pemerintahan yang menjamin hak-hak dasar rakyat serta
kekuasaan yang terbatas itu, dituangkan ke dalam suatu aturan bernegara yang
umumnya disebut konstitusi (hukum dasar atau Undang-undang Dasar Negara).
Konstitusi atau Undang-undang Dasar Negara, mengatur dan menetapkan
kekuasaan negara sedemikian rupa sehingga kekuasaan pemerintahan negara
berjalan efektif untuk kepentingan rakyat serta tercegah dari penyalahgunaan
kekuasaan. Konstitusi dianggap sebagai jaminan yang paling efektif bahwa
kekuasaan pemerintahan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak dasar rakyat tidak
dilanggar.

6.2 Konstitusionalisme, Negara Konstitusional dan Kekuasaan Negara Sebelum dan


Sesudah Amandemen UUD 1945
1. Konstitusionalisme
Arti Konstitualisme sudah dikemukakan di bagian sebelumnya. Namun perlu
diketahui bahwa tidak semua negara yang berdasar pada konstitusi memiliki sifat
konstitusionalisme. Dalam gagasan konstitusionalisme, Undang-undang Dasar
sebagai Lembaga, mempunyai fungsi khusus yaitu menentukan dan membatasi
kekuasaan di satu pihak dan di pihak lain menjamin hak-hak asasi warga negara. Jadi,
di dalam gagasan, ide, faham konstitusionalisme, isi dari konstitusi negara bercirikan
dua hal pokok, yaitu :
a. Konstitusi harus bisa membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa agar tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap warganya, dan
b. Konstitusi menjamin hak-hak dasar dan kebebasan warga negaranya.

Konstitusi atau Undang-undang Dasar dianggap sebagai perwujudan dari hukum


tertinggi yang harus ditaati oleh semua baik oleh para penguasa maupun rakyatnya.

2. Negara Konstitusional
Setiap negara memiliki konstitusi sebagai hukum dasar, namun tidak semua
negara memiliki Undang-undang Dasar. Inggris merupakan negara konstitusional,
meskipun tidak memiliki Undang-undang Dasar. Konstitusi Inggris terdiri atas
berbagai aturan pokok yang timbul dan berkembang dalam sejarah bangsa tersebut.
Konstitusi Inggris tersebar dalam beberapa dokumen, seperti Magna Charta (1215),
Bill of Right (1689), dan Parliament Act (1911). Konstitusi dalam hal seperti ini

73
memiliki pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang Dasar. Pengertian
Undang-undang Dasar hanya meliputi Konstitusi Tertulis saja. Selain itu masih ada
yang disebut Konstitusi Tidak Tertulis (Konvensi) yang tidak tercakup dalam
Undang-undang Dasar.

Pemerintahan yang berdasarkan atas sistem Konstitusi (Hukum Dasar) tidak


bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan
bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi
yang dengan sendirinya juga dibatasi oleh ketentuan-ketentuan hukum lain yang
merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perpu), dan lain-lain. Dengan
demikian, sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum. Dengan
landasan kedua sistem, yaitu sistem negara hukum dan sistem konstitusional,
diciptakan sistem mekanisme hubungan dan mekanisme hukum antar Lembaga-
lembaga negara yang akan dapat menjamin terlaksananya pencapaian cita-cita
nasional.

6.3 Kekuasaan Negara Sebelum dan Sesudah Amandemen


1. Sistem kekuasaan negara tertinggi sebelum amandemen dinyatakan dalam
penjelasan Undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut :

Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan bernama MPR (Majelis


Permusyawaratan Rakyat) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Majelis ini
menetapkan Undang Undang Dasar dan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara
(Wakil Presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi.
Sedangkan Presiden harus menjalankan Haluan Negara menurut Garis-garis Besar
yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, harus tunduk
dan bertanggungjawab kepada Majelis (sebagai Mandataris), Presiden wajib
menjalankan putusan-putusan Majelis.

74
Namun menurut UUD 1945 hasil Amandemen 2002, kekuasaan tertinggi berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Hal ini berarti telah
terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara.

MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) menurut Undang-undang Dasar 1945 hasil


Amandemen hanya memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD, melantik
Presiden dan Wakil Presiden yang telah dipilih secara langsung oleh Rakyat, serta
memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sesuai masa jabatan atau apabila
melanggar Konstitusi. Kedudukan Presiden menjadi sejajar dengan atau berada
disamping MPR dan bukan berada di bawah MPR

2. Kekuasaan Presiden atau Kepala Negara Menurut UUD 1945.


a. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara Tertinggi di Samping Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kekuasaan Presiden menurut UUD 1945 sebelum dilakukan Amandemen
adalah di bawah MPR atau mandataris MPR. Artinya, Presiden ialah
Penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi. Dalam menjalankan
Pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggungjawab berada di tangan Presiden.
Berdasarkan hasil Amandemen, saat ini Presiden merupakan penyelenggara
Pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih
langsung oleh rakyat. Dengan demikian, Presiden bukan lagi sebagai Mandataris
MPR.
b. Presiden Tidak Bertanggungjawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sistem ini menurut UUD 1945 sebelum dan sesudah Amandemen sama
menegaskan bahwa Presiden adalah DPR. Presiden harus mendapat persetujuan
DPR untuk membentuk Undang-undang dan untuk menetapkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Oleh karena itu, Presiden harus
bekerjasama dengan Dewan. Akan tetapi, Presiden tidak bertanggungjawab
kepada Dewan. Artinya, kedudukan Presiden tidak tergantung pada Dewan.

3. Kekuasaan Kepala Negara Tidak tak Terbatas.


Sistem ini tidak secara eksplisit dicantumkan dalam UUD 1945 hasil amandemen, dan
masih sesuai dengan penjelasan UUD 1945.

75
Menurut UUD 1945 hasil amandemen, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh
rakyat secara langsung. Dengan demikian, dalam sistem kekuasaan kelembagaan
negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR, akan tetapi sejajar dengan
DPR dan MPR. Hanya apabila Presiden melanggar Undang-undang dan Undang-
undang Dasar 1945, maka MPR dapat melakukan impeachment (proses penjatuhan
dakwaan terhadap seorang pejabat) atas usul DPR. Sidang impeachment dilakukan
oleh Mahkamah Konstitusi. Adapun hasil pembuktianya, harus diserahkan kepada
MPR untuk dapat mengambil keputusan yang baik dan benar.

Impeachment berasal dari kata to impeach mengandung dua definisi, yaitu


suatu dugaan dakwaan atau panggilan pertanggungjawaban. Jadi, impeachment adalah
proses penjatuhan dakwaan oleh sebuah badan legislatif secara resmi terhadap
seorang pejabat. Jika istilah tersebut disandingkan dengan presiden, maka tujuan hal
itu adalah proses pendakwaan terhadap dugaan perbuatan pelanggaran hukum yang
harus dipertanggungjawabkan oleh Presiden tersebut. Impeachment adalah proses
awal menuju pemakzulan atau turun tahta (Rizky Putra Zulkarnain, Jawa Pos, 2019).

Proses Impeachment tidak selalu diakhiri dengan pemakzulan. Apabila unsur


dugaan itu terbukti, maka hukumannya adalah “ removal from office” atau
pemakzulan Presiden dari jabatannya. Pemakzulan menurut KBBI (Kamus Besar
Bahasa Indonesia) berasal dari kata makzul yang berarti berhenti memegang jabatan
atau turun tahta. Hamdan Zoelva (2011) mengemukakan makzul berasal dari bahasa
Arab, azala yang berarti 1) isolate, set apart, separate, segregate, atau seclude, dan 2)
dismiss, discharge, recall, atau remove (from office).

Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, Presiden


bukan “diktator”. Artinya, kekuasaan Presiden tidak tak terbatas. Presiden tidak
dapat membubarkan DPR ataupun MPR, karena anggota DPR dan MPR adalah hasil
pilihan rakyat. Selain itu Presiden harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh
suara Dewan.

76
6.4 Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Menurut Penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang
berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat Negara Hukum
hanya dapat ditunjukkan apabila alat-alat perlengkapannya bertindak menurut dan terikat
kepada aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang
dikuasai untuk mengadakan aturan-aturan itu.

Ciri-ciri Suatu Negara Hukum adalah :

a. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam


bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan,
b. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak
memihak, dan
c. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat
difahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

Pancasila sebagai Dasar Negara mencerminkan bahwa jiwa Bangsa Indonesia


harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya. Ketentuan ini
menunjukkan bahwa di Indonesia dijamin adanya perlindungan Hak-hak Asasi Manusia
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum, dan bukan atas kemauan seseorang yang
menjadi dasar kekuasaannya. Dengan demikian, menjadi suatu kewajiban bagi setiap
penyelenggara negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan
Pancasila yang selanjutnya melakukan Pedoman peraturan-peraturan pelaksanaan.
Disamping itu sifat hukum yang berdasarkan Pancasila, hukum memiliki fungsi
pengayoman agar cita-cita luhur Bangsa Indonesia tercapai dan terpelihara. Namun
demikian, untuk menegakkan hukum demi keaslian dan kebenaran, perlu adanya
badan-badan Kehakiman yang kuat yang tidak mudah dipengaruhi oleh Lembaga-
lembaga lainnya.

Tugas Negara saat ini adalah mengembalikan peranan hukum, pembersihan


aparat penegak hukum, memperbaiki seluruh aturan hukum dan perundang-undangan
atas dasar Pancasila. Sebagai Negara Hukum Indonesia harus menjamin bahwa
Demokrasi dan perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dapat diwujudkan.

77
6.5 UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara dan Ketentuan Diadakannya UU Dasar
Negara
1. UUD 1945 sebagai Konstitusi Negara
Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang untuk pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18
Agustus 1945. Dalam Tata Susunan Peraturan Perundang-undangan Negara, UUD
1945 merupakan tempat yang tertinggi. Menurut jenjang norma hukum, UUD 1945
adalah Aturan Dasar / Pokok Negara yang berada di bawah Pancasila, sebagai norma
dasarnya.

UUD 1945 terdiri atas dua bagian, yaitu Pembukaan dan bagian Pasal-pasalnya
sesuai dengan hasil Amandemen UUD 1945 pasal 2 Aturan Tambahan Naskah UUD
1945. Bagian Pembukaan, pada umumnya, berisi pernyataan luhur dan cita-cita bagsa
Indonesia. Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian penting dalam Konstitusi
Negara, yang berisi empat Alinea sebagai pernyataan luhur Bangsa Indonesia. Selain
berisi pernyataan Kemerdekaan, Pembukaan UUD 1945 juga berisi cita-cita dan
keinginan bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu .. mencapai masyarakat yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Setiap alinea Pembukaan UUD 1945
memiliki makna dan cita-cita tersendiri, namun semuanya adalah sebagai satu
kesatuan.

Alinea pertama :

“… Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan


oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan…”

Alinea pertama ini berisi pernyataan objektif adanya penjajahan terhadap


Indonesia. Kalimat selanjutnya adalah pernyataan subjektif yang menyatakan bahwa
penjajahan harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.

Adapula yang berpendapat bahwa dalam alinea pertama ini terkandung suatu
pengakuan tentang nilai “hak kodrat” yang tertulis dalam kalimat : “… bahwa
kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa ...” yang artinya bukan hak individu saja.

78
Sifatnya sebagai hak kodrat, bermakna bersifat mutlak dan asasi. Sifatnya sebagai hak
kodrat, bermakna bersifat mutlak dan asasi dan hak tersebut merupakan hak moral
juga. Bagi penjajah yang merampas kemerdekaan bangsa lain harus memberikan hak
kemerdekaan yang merupakan wajib kodrat dan wajib moral, karena sifatnya yang
mutlak dan asasi tersebut. Pelanggaran atas hak kemerdekaan tersebut, tidak sesuai
dengan hakikat manusia (perikemanusiaan) dan hakikat adil (perikeadilan) dan
penjajahan itu harus dihapuskan.

Deklarasi kemerdekaan atas seluruh bangsa di dunia yang terkandung dalam


alinea pertama tersebut adalah merupakan suatu pernyataan yang bersifat universal.
Oleh karena itu, pernyataan tersebut merupakan prinsip bagi bangsa Indonesia dalam
pergaulan internasional dalam merealisasikan Hak Asasi Manusia sebagai individu
maupun sebagai mahluk sosial yaitu manusia dalam kesatuannya sebagai sebuah
bangsa.

Alinea kedua :

”...dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia, telah sampailah


kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa, mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur…”

Alinea ini berisi pernyataan bahwa perjuangan yang telah dilakukan oleh bangsa
Indonesia telah mampu menghasilkan kemerdekaan, yang bebas dari penjajah. Akan
tetapi, kemerdekaan bukanlah suatu tujuan akhir perjuangan. Kemerdekaan adalah
jembatan menuju terwujudnya masyarakat yang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
Hal inilah yang harus tetap diperjuangkan dan hal ini menjadi tugas generasi saat ini
untuk memperjuangkannya.

Pengertian negara yang merdeka adalah negara yang bebas dari kekuasaan
bangsa lain, dapat menentukan nasibnya sendiri. Artinya, Indonesia menjadi suatu
bangsa dan negara yang bebas dari kekuasaan dan campur tangan bangsa lain.

79
Alinea ketiga :

“… Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh
keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakanb dengan ini kemerdekaannya…”

Alinea ini mengandung makna bahwa adanya motivasi spiritual bangsa


Indonesia. Artinya, kemerdekaan Indonesia diyakini bukan hanya sebagai hasil
perjuangan dan keinginan luhur bangsa semata, akan tetapi juga atas berkat Rakhmat
Allah Yang Maha Kuasa.

Pernyataan Proklamasi pada alinea ketiga Pembukaan UUD 1945, menunjukkan


bahwa antara Pembukaan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 merupakan satu
kesatuan. Namun, Proklamasi 17 Agustus 1945 perlu diikuti dengan suatu tindak
lanjut, yaitu membentuk negara dan dalam hal ini dirinci dalam Pembukaan UUD
1945. Pernyataan Proklamasi yang tercantum dalam alinea ketiga tidak bisa
dilepaskan dari pernyataan pada alinea kesatu dan kedua, sehingga alinea ketiga
merupakan titik kulminasi yang pada akhirnya dilanjutkan pada alinea keempat, yaitu
tentang pendirian negara Indonesia.

Pengakuan nilai religius dalam pernyataan “… Atas berkat Rahmat Allah Yang
Maha Kuasa …” mengandung makna, bahwa negara Indonesia mengakui nilai-nilai
religius bahkan merupakan suatu Dasar Negara (Sila pertama) sehingga
konsekuensinya merupakan dasar dari hukum positif negara maupun dasar moral
negara. Secara filosofis bangsa Indonesia mengakui, bahwa manusia adalah mahluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga kemerdekaan dan negara Indonesia
disamping merupakan hasil jerih payah perjuangan bangsa Indonesia adalah rahmat
dari Allah Yang Maha Kuasa.

Pengakuan nilai moral yang terkandung dalam pernyataan “… didorongkan oleh


keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas ...”. Hal ini
mengandung makna bahwa negara dan bangsa Indonesia mengakui nilai-nilai moral
dan hak-hak kodrat untuk segala bangsa. Demikian pula, nilai-nilai moral dan nilai
kodrat merupakan asas bagi kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Kalimat
“…maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya…” merupakan

80
pernyataan kembali Proklamasi, dimaksudkan sebagai penegasan dan rincian lebih
lanjut dari naskah Proklamasi 17 Agustus 1945.

Alinea keempat.

“… Kemudian daripada itu untuk membentuk pemerintahan Negara


Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada KeTuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Setelah dalam alinea pertama, kedua dan ketiga dijelaskan tentang alasan dasar,
serta hubungan langsung dengan kemerdekaan, maka dalam alinea keempat sebagai
kelanjutan berdirinya negara Republik Indonesia, dirinci lebih lanjut tentang prinsip-
prinsip serta pokok-pokok kaidah pembentukan pemerintahan negara Indonesia
seperti dalam kalimat “…Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia…”. Hal ini dimaksudkan dalam pengertian sebagai
penyelenggara keseluruhan aspek kegiatan negara dan segala kelengkapannya.

Pembukaan UUD 1945 mengandung Pokok-Pokok Pikiran yang Merupakan


Pancaran dari Pancasila dan Prinsip-prinsip Kenegaraan, yaitu :

a. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan,
b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
c. Negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas asas kerakyatan dan
permusyaratan/perwakilan, dan
d. Negara berdasar atas KeTuhan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.

81
Dalam alinea keempat terkandung tujuan negara yaitu tujuan khusus dan tujuan
umum :

a. Tujuan khusus melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah darah
Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
.. Realisasi dari tujuan khusus ini berhubungan dengan politik dalam negeri
Indonesia
b. Tujuan umumnya adalah “…dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Artinya,
realisasi tujuan umum ini berhubungan dengan politik luar negeri Indonesia, yaitu
di antara bangsa-bangsa di dunia ikut melaksanakan suatu ketertiban dunia yang
berdasarkan pada prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

2. Ketentuan Diadakannya Undang-undang Dasar Negara

“... Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu


Undang-undang Dasar Negara Indonesia …”

Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum. Negara yang bersifat Konstitusional. Adalah suatu keharusan bagi negara
Indonesia untuk mengadakan Undang-undang Dasar Negara dan ketentuan ini yang
merupakan sumber hukum bagi adanya Undang-Undang Dasar 1945.

6.6 Bentuk Negara dan Bentuk Pemerintahan


1. Bentuk Negara
“… yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat …”

Dalam anak kalimat ini dinyatakan bahwa bentuk negara Indonesia adalah
Republik yang berkedaulatan rakyat. Negara adalah dari, oleh, dan untuk rakyat.
Dengan demikian maka hal ini merupakan suatu norma dasar negara bahwa
kekuasaan adalah di tangan rakyat.

82
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk susunan negara Indonesia, adalah kesatuan
bukan serikat atau federasi. Dasar penetapan ini tertuang dalam pasal 1 ayat (1) UUD
1945 yang menyatakan “…Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang
berbentuk Republik…”

Negara kesatuan adalah negara yang bersusunan tunggal, suatu bentuk negara
yang tidak terdiri atas negara-negara bagian atau negara yang di dalamnya tidak
terdapat daerah yang bersifat negara. Di dalam negara kesatuan kekuasaan mengatur
seluruh daerahnya ada di tangan Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat inilah yang pada
tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu yang terjadi di dalam
negara. Dalam negara kesatuan hanya terdapat seorang Kepala Negara, satu UUD
negara yang berlaku untuk seluruh warga negaranya, satu Kepala Pemerintahan dan
satu Parlemen (Badan Perwakilan Rakyat).

Pemerintah dalam negara kesatuan memiliki kekuasaan untuk mengatur seluruh


urusan pemerintahan dalam negara tersebut. Dalam praktiknya, kekuasaan untuk
mengatur seluruh urusan pemerintahan negara tersebut dapat dijalankan melalui dua
asas, yaitu dengan asas sentralisasi dan asas desentralisasi. Negara kesatuan dengan
asas sentralisasi artinya kekuasaan pemerintahan itu dipusatkan pada pemerintah
pusat. Pemerintah pusat mengatur dan mengurus segala urusan pemerintahan di
seluruh wilayah negara itu. Dalam negara kesatuan dengan asas desentralisasi
terdapat kekuasaan yang melepas dan menjauh dari kekuasaan yang ada di pusat.
Kekuasaan itu berada di daerah. Negara kesatuan dengan asas desentralisasi
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah yang ada di wilayah negara
tersebut. Daerah tersebut menjadi otonom. Artinya, daerah memiliki kekuasaan dan
wewenang sendiri untuk mengelola penyelenggaraan pemerintahan di daerah tersebut.

Negara Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam


penyelenggaraan kekuasaannya. Hal ini tertuang pada pasal 18 UUD 1945, yang
berbunyi :
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan
daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi,

83
Kabupaten dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.
b. Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota mengurus dan mengatur
sendiri urusan pemerintahan, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
c. Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
d. Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah
Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis melalui
pemilihan umum.
e. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan
Pemerintah Pusat antara lain adalah urusan Agama, Luar Negeri dan Pertahanan
dan Keamanan Negara.
f. Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah (Perda) dan
Peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
g. Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di atur dalam
Undang-undang.

2. Bentuk Pemerintah
UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk Pemerintahan Indonesia adalah
Republik, bukan Monarki atau Kerajaan. Dasar penetapan ini tertuang dalam
pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “…Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik…”

Berdasarkan pasal tersebut, Kesatuan adalah bentuk Negara sedangkan


Republik adalah bentuk Pemerintahan

Secara teoretis ada dua klasifikasi bentuk Pemerintahan di Era Modern, yaitu
Republik dan Monarki atau Kerajaan. Perbedaan ini didasarkan pada cara penunjukan
dan pengangkatan Kepala Negara. Bentuk Pemerintahan Republik, apabila
pengangkatan Kepala Negara melalui pemilihan, sedangkan Kerajaan, pengangkatan
Kepala Negara melalui pewarisan sacara turun menurun.

84
Bentuk Negara Indonesia pernah mengalami perubahan yaitu dari Negara
Kesatuan menjadi Negara Serikat, yang terjadi antara Desember 1949 sampai dengan
Agustus 1950. Bangsa Indonesia telah sepakat bahwa bentuk Negara-nya adalah
Kesatuan dan bentuk Pemerintahannya adalah Republik. Hal ini telah dituangkan
dalam pasal 37 ayat (5) naskah UUD 1945 hasil amandemen ke empat yang
menyatakan khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan.

6.7 Ciri-ciri Sistem Parlementer, Pemerintahan Presidentil, Kelebihan dan


Kekurangan Pemerintahan Presidentil
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945, Indonesia menganut sistem
Pemerintahan Presidentil. Secara teoritis sistem Pemerintahan dibagi ke dalam dua
klasifikasi, yaitu sistem Pemerintahan Parlementer dan sistem Pemerintahan Presidentil.
Klasifikasi ini didasarkan atas hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Sistem Pemerintahan disebut Parlementer, apabila ada eksekutif sebagai pelaksana
kekuasaan mendapat pengawasan langsung dari Badan Legislatif. Sedangkan sistem
Pemerintahan disebut Presidentiil, apabila Badan Eksekutif berada di luar pengawasan
langsung Badan Legislatif.

Sistem Parlementer memiliki sejumlah ciri. Ciri-ciri yang dimaksud adalah


sebagai berikut.
a. Badan Legislatif atau Parlemen adalah satu-satunya Badan yang anggotanya dipilih
langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum. Parlemen memiliki kekuasaan
besar sebagai Badan Perwakilan dan Lembaga Legislatif
b. Anggota Parlemen terdiri atas orang-orang dari Partai Politik yang memenangkan
Pemilihan Umum. Partai Politik yang menang dalam Pemilihan Umum memiliki
peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di Parlemen.
c. Pemerintah atau Kabinet terdiri atas para Menteri dan Perdana Menteri sebagai
pemimpin Kabinet. Perdana Menteri dipilih oleh Parlemen untuk melaksanakan
kekuasaan Eksekutif. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif berada pada Perdana
Menteri sebagai Kepala Pemerintahan.

85
d. Kabinet bertanggungjawab kepada Parlemen dan dapat bertahan selama mendapat
dukungan mayoritas anggota Parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu
parlemen dapat menjatuhkan Kabinet apabila mayoritas anggota Parlemen
menyampaikan mosi tidak percaya kepada Kabinet.
e. Kepala Negara tidak sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Kepala Negara
adalah Presiden, namun Kepala Negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan.
Presiden atau Raja hanya sebagai simbol kedaulatan dan keutuhan negara.
f. Sebagai imbangan, Kepala Negara dapat membubarkan Parlemen. Dengan
demikian maka Presiden atau Raja atas saran Perdana Menteri dapat membubarkan
Parlemen, selanjutnya diadakan kembali Pemilihan Umum untuk membentuk
Parlemen baru.

Dalam sistem pemerintahan Presidentil, Badan Eksekutif dan Legislatif


memiliki kedudukan yang independen. Kedua Badan tersebut tidak berhubungan
secara langsung seperti dalam sisten Pemerintahan Parlementer. Kedua badan tersebut
dipilih oleh Rakyat secara terpisah.

Sistem Pemerintahan Presidentil memiliki sejumlah ciri. Ciri-ciri yang


dimaksud adalah sebagai berikut.
a. Penyelenggara negara berada di tangan Presiden. Presiden adalah Kepala Negara
dan sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh Parlemen
tetapi dipilih langsung oleh Rakyat.
b. Kabinet (Dewan Menteri) dibentuk oleh Presiden. Kabinet bertanggungjawab
kepada Presiden dan tidak kepada Parlemen (Legislatif).
c. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Parlemen, karena Presiden tidak dipilih
oleh Parlemen tetapi oleh Rakyat secara langsung.
d. Presiden tidak dapat membubarkan Parlemen karena anggota Parlemen dipilih
oleh Rakyat secara langsung dalam Pemilihan Umum.
e. Parlemen memiliki kekuasaan Legislatif dan sebagai Lembaga Perwakilan.
Anggota Parlemen dipilih oleh Rakyat.
f. Presiden tidak berada di bawah pengawasan langsung Parlemen.

86
Berdasarkan uraian di atas, sistem Pemerintahan berkaitan dengan keberadaan
Lembaga Eksekutif dan Legislatif serta hubungan antara kedua Lembaga tersebut.
Secara teoretis sistem Pemerintahan Presidentil memiliki kelebihan dan kelemahan.

a. Sistem Pemerintahan Presidentil memiliki sejumlah kelebihan, yaitu :


1) Badan Eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung kepada
Parlemen,
2) Masa jabatan Badan Eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu (masa
jabatan Presiden adalah lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya dalam dua
kali masa jabatan),
3) Penyusunan Program Kerja Kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu
masa jabatannya, dan
4) Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan eksekutif.
b. Sistem Pemerintahan Presidentil memiliki sejumlah kekurangan, yaitu :

1) Kekuasaan Eksekutif di luar pengawasan langsung Legislatif, sehingga dapat


menciptakan kekuasaan mutlak,

2) Sistem pertanggungjawabannya kurang jelas, dan

3) Pembuatan keputusan/kebijakan publik umumnya hasil tawar menawar antara


Eksekutif dan Legislatif, sehingga akan terjedi keputusan tidak tegas dan
memakan banyak waktu lama.

Untuk meminimalkan atau mencegah kekuasaan Presiden agar tidak


cenderung mutlak, diadakan pengawasan atas kekuasaan Presiden serta penguatan
Lembaga DPR (Parlemen) sehingga mengimbangi kekuasaan Presiden. Untuk itu, ada
ketentuan yang telah dituangkan dalam UUD 1945, seperti :

a. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR, apabila
Presiden telah melanggar UUD dan melakukan tindak pidana korupsi,
b. Dalam mengangkat pejabat negara, Presiden harus berkonsultasi atau meminta
pertimbangan dan atau persetujuan DPR,
c. Dalam mengeluarkan kebijakan tertentu, Presiden perlu pertimbangan dan atau
persetujuan DPR, Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi,

87
d. Parlemen (DPR) diberi kekuasaan lebih besar dalam hal membentuk Undang-
undang (meskipun DPR juga perlu berkonsultasi dengan Presiden) dan hak
budget (anggaran), dan
e. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki hak Yudicial Review
(Peninjauan Perundang-undangan).
Dengan adanya mekanisme tersebut, antar Lembaga negara akan terjadi saling
mengendalikan dan mengimbangi, sehingga kekuasaan suatu Lembaga negara tidak
berada di atas kekuasaan Lembaga lainnya. Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah
Check and Balances (Pengendalian dan Perimbangan). Sistem Politik yang dianut
Indonesia adalah sistem Demokrasi, sesuai pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :
“…Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang
dasar…”.

6.8 Dasar Filsafat Negara dan Tujuan Pembukaan UUD 1945


1. Dasar Filsafat Negara
“…Dengan berdasar kepada KeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.

2. Tujuan Pembukaan UUD 1945 :


a. Alinea pertama : Untuk mempertanggungjawabkan bahwa pernyataan
kemerdekaan sudah selayaknya, karena berdasarkan atas hak kodrat yang bersifat
mutlak dari moral bangsa Indonesia untuk merdeka.
b. Alinea kedua : untuk menetapkan cita-cita bangsa Indonesia yang ingin dicapai
dengan kemerdekaan, yaitu terpeliharanya secara sungguh-sungguh kemerdekaan
dan kedaulatan negara, kesatuan bangsa, negara dan daerah atas keadilan hukum
dan moral bagi diri sendiri dan pihak lain serta kemakmuran bersama yang
berkeadilan.
c. Alinea ketiga : Untuk menegaskan bahwa Proklamasi Kemerdekaan menjadi
permulaan dan dasar hidup kebangsaan bagi seluruh orang Indonesia yang luhur
dan suci dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

88
d. Alinea keempat : Untuk melaksanakan segala sesuatu itu dalam perwujudan
dasar-dasar tertentu yang tercantum adalah alinea keempat Pembukaan UUD
1945 sebagai ketentuan, pedoman dan pegangan yang tetap dan praktis yaitu
dalam realisasi hidup bersama dalam suatu negara yang berdasarkan Pancasila.

Alinea keempat ini merupakan tindak lanjut dari alinea sebelumnya


Isi yang terkandung dalam alinea keempat ini merupakan konsekuensi logis atas
kemerdekaan, yaitu meliputi pembentukan pemerintahan negara yang meliputi
empat prinsip negara yaitu :
1) Tentang Tujuan Negara,
2) Tentang hal diadakannya UUD Negara,
3) Tentang hal Bentuk Negara, dan
4) Tentang Dasar Filsafat Negara
Semua hal tersebut telah diuraikan di atas.

89
BAB VII

DEMOKRASI INDONESIA

Sejak digulirkannya Reformasi tahun 1998, wacana, pemikiran dan gerakan


demokrasi terus berkembang. Demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Sistem pemerintahan dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal
mula kekuasaan negara, sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk
mewujudkan cita-citanya. Suatu pemerintahan dari rakyat, harus sesuai dengan filsafat
hidup rakyat negara tersebut. Bagi rakyat Indonesia filsafat hidup bangsa kita adalah
filsafat Pancasila dan inilah dasar filsafat Demokrasi Indonesia.

Hampir seluruh negara di dunia meyakini Demokrasi sebagai tolok ukur dari
keabsahan politik. Keyakinan bahwa kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan
Pemerintah menjadi landasan bagi tegaknya sistem politik demokrasi.

Pada saat ini hampir seluruh negara di dunia mengakui, bahwa sistem
pemerintahannya adalah Demokrasi. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat diletakkan pada
posisi penting, walaupun secara operasional implikasinya di berbagai negara tidaklah
sama. Tidak ada satu negarapun yang ingin dikatakan bahwa negaranya adalah sebagai
negara yang tidak demokratis atau negara otoriter. Ada sejumlah faktor yang
memengaruhi pelaksanaan demokrasi di suatu negara, antara lain ideologi, latar belakang
sejarah, kondisi sosial budaya, tingkat kemajuan ekonomi dan lain sebagainya.

7.1 Hakikat Demokrasi


Kata Demokrasi dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu pengertian secara bahasa
atau etimologis dan pengertian secara istilah atau terminologis.

a. Pengertian secara Etimologis


Demokrasi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan
cratos yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa demos dan
cratos bararti Pemerintahan Rakyat atau Kekuasaan Rakyat (Budi Yuliardi,2018).

90
Konsep Demokrasi lahir dari Yunani Kuno yang dipraktekkan dalam hidup
bernegara antara abad ke IV SM s/d abad ke VI M. Demokrasi yang dipraktekkan saat
itu adalah demokrasi langsung. Artinya, hak rakyat untuk membuat keputusan-
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh rakyat atau warga negara.
Hal ini dapat dilakukan karena pada saat itu masih berupa negara kota yang
penduduknya hanya sekitar 100.000 (seratus ribu) orang saja, dan tidak seluruh warga
dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan-keputusan, karena masih dikurangi
lagi, anak-anak dan wanita, serta para budak yang tidak berhak berpartisipasi dalam
pemerintahan. Pemerintahan di Yunani terdiri atas ratusan Polis. Polis adalah suatu
kesatuan masyarakat yang mampu mencukupi kebutuhan sendiri warganya. Karena
mandiri, Rajapun memberikan layanan informasi menyeluruh kepada segenap warga
Polis melalui Kurir Raja yang selalu bergegas dan berlari berkeliling ke seluruh Polis
untuk menyampaikan warta kerajaan secara berkala. Keadaan tersebut selain
merupakan demokrasi langsung, juga merupakan awal inspirasi olah raga dunia dan
saat ini dilestarikan menjadi Lari Marathon.

Namun, dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk, demokrasi langsung


seperti diuraikan di atas, tidak mungkin lagi dapat dilaksanakan. Ada beberapa alasan
yang dapat dikemukakan, yaitu :

1) Tidak ada tempat yang dapat menampung jumlah warga yang cukup banyak
jumlahnya,

2) Untuk melakukan musyawarah dengan jumlah warga yang banyak, tidak


mungkin dapat dilaksanakan dengan baik,

3) Hasil persetujuan secara bulat dengan mufakat, sulit dicapai, karena sulit
memungut suara dari jumlah warga yang banyak, dan

4) Masalah yang dihadapi negara semakin kompleks dan rumit, sehingga


membutuhkan orang-orang yang secara khusus bekerja dalam penyelesaian
masalah.

Untuk menghindari kesulitan-kesulitan tersebut dan agar hak rakyat tetap sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi, dibentuklah sebuah badan yang disebut Badan
Permusyawaratan Rakyat. Badan inilah yang menjalankan demokrasi. Namun pada

91
prinsipnya, rakyat tetap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, sehingga mulai
dikenal adanya istilah Demokrasi tidak langsung atau Demokrasi Perwakilan.

Jadi, demokrasi atas dasar penyaluran kehendak rakyat ada dua macam, yaitu :

1) Demokrasi langsung yaitu faham demokrasi yang mengikutsertakan setiap


warga negaranya dalam permusyawaratan untuk menentukan kebijakan
umum dan undang-undang, dan
2) Demokrasi tidak langsung adalah faham demokrasi yang dilaksanakan
melalui sistem perwakilan.

b. Pengertian secara Terminologis


Dari sudut terminologis, banyak definisi Demokrasi yang dikemukakan oleh para
ahli. Masing-masing memberikan definisi sesuai dengan sudut pandang yang
berbeda. Diantara sekian banyak definisi demokrasi, ada definisi yang sangat
popular, yaitu dari Abraham Lincoln pada tahun 1863 yang menyatakan Demokrasi
adalah Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Government of the
people, by the people and for the people).

1) Pemerintahan dari Rakyat

Pemerintahan dari rakyat berarti pemerintahan negara tersebut mendapat


mandat dari rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat adalah
pemegang kedaulatan dan kekuasaan tertinggi dalam negara Demokrasi.
Apabila pemerintahan telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin
penyelenggaraan bernegara, maka pemerintahan tersebut sah.

Seorang pemimpin seperti Presiden, Gubernur, Bupati / Walikota dan


pemimpin-pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat secara langsung. Artinya,
mereka telah mendapat mandat secara sah dari rakyat.

2) Pemerintahan oleh Rakyat

Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh


rakyat, meskipun dalam prakteknya yang menjalankan penyelenggaraan
bernegara itu pemerintah. Tetapi orang-orang itu pada hakikatnya yang telah
dipilih dan mendapat mandat dari rakyat. Pemerintahan oleh rakyat berarti

92
pemerintahan negara itu diawasi oleh rakyat. Dalam negara Demokrasi,
pemerintahan oleh rakyat itu dijalankan oleh sekelompok orang yang disebut
Wakil Rakyat, sebab apabila semua rakyat menjalankan pemerintahan hal itu
tidak mungkin bisa dilakukan. Wakil Rakyat inilah yang akan memilih dan
menentukan Pemerintah Negara sekaligus yang akan mengawasi
penyelenggaraan pemerintahan. Rakyat secara tidak langsung melalui Wakil-
wakilnya membentuk pemerintahan dan mengawasi jalannya Pemerintahan.
Inilah yang disebut dengan istilah demokrasi tidak langsung.

3) Pemerintahan untuk Rakyat

Pemerintahan untuk rakyat berarti pemerintahan itu menghasilkan dan


menjalankan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk kepentingan dan
kesejahteraan rakyat. Apabila kebijakan-kebijakan yang dihasilkan hanya
untuk kepentingan sekelompok orang/ golongan dan tidak berdasarkan
kepentingan dan kesejahteraan rakyat, maka pemerintahan itu bukan
pemerintahan demokratis. Oleh karena itu, dalam negara Demokratis,
Pemerintahan harus berusaha agar kebijakan-kebijakan yang dibuat, berasal
dari aspirasi rakyat dan demi kepentingan rakyat. Agar kebijakan-kebijakan itu
aspiratif dan demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, maka pemerintah
harus bertanggungjawab kepada rakyat dan diawasi oleh rakyat. Dalam
Demokrasi, kekuasaan pemerintahan di negara itu berada di tangan rakyat.
Rakyat adalah pemegang kekuasaan tertinggi. Pemerintahan yang
menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebut
pemerintahan demokrasi. Pemerintahan demokrasi dapat dinyatakan juga
sebagai sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat.

7.2 Prinsip-prinsip Demokrasi


1. Prinsip-prinsip Demokrasi Teori Pertama
Ada empat prinsip yang menandakan suatu negara atau lembaga di Indonesia
menerapkan demokrasi. Keempat prinsip yang dimaksud adalah Persamaan,
Menghargai Nilai-nilai Luhur Manusia, Menghormati Hak-hak Sipil dan Kebebasan,
dan Fair Play atau Permainan yang Adil.

93
Penjelasan dari keempat prinsip yang dimaksud diuraikan sebagai berikut :
a. Persamaan
Prinsip persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda-bedakan
dalam memperoleh akses dan kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai
dengan potensi dirinya. Semua orang itu sama derajat dan hak-haknya, sehingga
harus diperlakukan sama. Layanan tidak ada keberpihakan, semua diberi
pelayanan sesuai dengan porsinya. Misalnya layanan di suatu lembaga telah
mengharuskan antri dengan baik dan dipanggil sesuai nomor urut, maka prinsip
persamaan sudah dilaksanakan. Contohnya adalah antrian di bank, puskesmas,
poliklinik, layanan di kantor BPJS, kantor Layanan Pajak dan sebagainya
cenderung terlaksana dengan baik (mudah, ramah, cepat) dan selesai dengan
tuntas.

b. Menghargai Nilai-nilai Luhur Manusia


Layanan ini sebagai cerminan negara menghargai nilai luhur manusia, misal
layanan di Mass Rapid Transit (MRT), Light Rapid Transit (LRT), Trans Jakarta
dan sebagainya yang menyiapkan kursi prioritas untuk mereka yang membawa
bayi, anak-anak, ibu hamil, mereka yang lanjut usia, mereka yang sakit dan
mereka yang berkebutuhan khusus. Diharapkan para penumpang yang masih
muda, kuat, sehat merelakan tempat duduknya bagi golongan yang di
prioritaskan.

c. Menghormati Hak Sipil dan Kebebasan


Kebebasan di negara demokrasi diutamakan. Apabila terjadi beda pendapat
maka hak sipil atau pendapat seseorang dihargai dan tidak memaksakan
keputusan dengan kekerasan, tidak mengutamakan militer bersenjata. Apabila
ada demonstrasi dari penduduk atau dari warga, maka tidak harus disikapi
pemerintah dengan kekerasan, atau militer tidak dikedepankan. Lebih
diutamakan adanya solusi secara persuasif dengan musyawarah untuk mufakat.
Contoh yang berlawanan adalah kejadian di lapangan Tiananmen (China)
dimana mahasiswa (sipil) akan memberikan saran dengan duduk rapi di lapangan
tersebut, namun disikapi oleh Pemerintah China yang diktator dengan menggilas
ratusan mahasiswa dengan kendaraan berat militer (James A.R Miles, 2000)

94
d. Fairplay atau Permainan yang Adil
Kalau tidak mau “dicubit” jangan “mencubit” . Ingat hukum sebab akibat,
misalnya :
1) Apabila ada illegal logging, maka balasannya adalah banjir besar.
2) Seseorang yang melakukan kecurangan, meski secara diam-diam, Allah
Maha Mengetahui. Maka suatu ketika perbuatan yang kurang baik akan
mendapat balasan berlipat ganda. Balasan tidak harus kepada yang
bersangkutan , namun bisa menimpa keluarga, orang tua atau keturunannya.
3) Seseorang yang melakukan kebaikan meski sedikit, maka akan dibalas
Allah berlipat ganda pula. Termasuk balasan kebaikan untuk orang tua,
lingkungan, keluarga dan keturunannya.

Demokrasi adalah perwujudan konsep Kedaulatan Rakyat.


Perwujudan lain dari konsep Kedaulatan Rakyat adalah pengawasan oleh
rakyat, karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati para penguasa.
Betapapun niat baik penguasa, tetapi apabila mereka tidak menghiraukan
kontrol Rakyat, maka ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu :

1. Kebijakan yang dibuat pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat


dan lebih buruk lagi yaitu, kebijakan itu korup dan hanya demi
kepentingan para penguasa saja, dan
2. Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya,
sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri
jalannya organisasi negara dijamin. Namun demikian implementasi
demokrasi di setiap negara tidaklah sama.

2. Prinsip-prinsip Demokrasi Teori ke Dua


a. Kebebasan atau Persamaan
Kebebasan dianggap sebagai sarana untuk mencapai kemajuan dengan
memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dari
penguasa. Demokrasi adalah sistem politik yang melindungi kebebasan warganya
sekaligus memberikan tugas kepada pemerintah untuk menjamin kebebasan
tersebut.
95
Persamaan merupakan sarana penting untuk kemajuan orang. Dengan prinsip
persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda-bedakan dalam memperoleh
akses dan kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan potemnsi dirinya.
Demokrasi berasumsi bahwa semua orang itu sama derajat dan hak-haknya,
sehingga harus diperlakukan sama.

b. Konsep Kedaulatan Rakyat


Pada hakikatnya kebijakan yang dibuat adalah kehendak / aspirasi rakyat dan untuk
kepentingan rakyat. Mekanisme ini untuk mengurangi penyalahgunaan kekuasaan
dan terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas-tugas pemerintahan. Perwujudan
lain dari konsep Kedaulatan Rakyat adalah pengawasan oleh rakyat, karena
demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati para penguasa. Betapapun niat baik
penguasa, tetapi apabila mereka tidak menghiraukan kontrol/ kendali Rakyat, maka
ada dua kemungkinan buruk yang terjadi, yaitu : 1) Kebijakan yang dibuat
pemerintah tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan lebih buruk lagi, dan 2)
kebijakan itu korup dan hanya demi kepentingan para penguasa saja.

Demokrasi memiliki arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab


dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi
negara dijamin. Namun demikian, implementasi demokrasi di setiap negara
tidaklah sama.

7.3 Demokrasi sebagai Suatu Sistem Politik


Saat ini demokrasi dipahami tidak hanya sebagai suatu bentuk pemerintahan tetapi
juga sebagai suatu sistem politik yang cakupannya lebih luas. Henry B.Mayo, dalam
Kaelan (2010), menyatakan bahwa Demokrasi sebagai sistem politik, merupakan suatu
sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan secara berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya
kebebasan politik. Dikatakan bahwa sistem politik sebagai demokratis, sejauh para
pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan

96
umum yang adil, jujur dan secara berkala. Dalam sistem ini para calon bebas bersaing
untuk memperoleh suara dan semua penduduk dewasa berhak memberikan suaranya.

Sistem politik dewasa ini dibedakan menjadi dua, yaitu sistem politik demokrasi
dan sistem politik non demokrasi. Dalam sistem politik demokrasi, pemerintahan
melaksanakan sistem demokrasi sedangkan yang termasuk ke dalam sistem politik non
demokrasi adalah pemerintahan yang Otoriter, Totaliter, Diktator, Rezim Militer,
Monarki Absolut dan Komunis. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa prinsip
kediktatoran adalah lawan dari prinsip demokrasi.

Sukarna, dalam Kaelan (2016), menyampaikan gagasan tentang prinsip Sistem Politik
Demokrasi sebagai berikut :
a. Pembagian kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif merupakan badan yang
berbeda (tidak berada dalam satu badan),
b. Bentuk Pemerintahan Konstitusional,
c. Pemerintahan berdasar atas hukum,
d. Pemerintahan mayoritas,
e. Musyawarah untuk mufakat,
f. Pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil,
g. Multi partai,
h. Manajemen terbuka,
i. Kebebasan pers,
j. Pengakuan terhadap minoritas,
k. Pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia,
l. Peradilan yang bebas dan tidak memihak,
m. Pengawasan terhadap administrasi negara,
n. Kebijakan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan,
o. Jaminan atas kebebasan individu dalam batas-batas tertentu,
p. Konstitusi / UUD, dan
q. Penyelesaian masalah secara damai dan musyawarah bukan dengan kompromi.

Kebalikan dari prinsip demokrasi adalah prinsip kediktatoran yang berlaku dalam
sistem politik otoriter/ totaliter (prinsip non demokrasi). Ciri-ciri prinsip ini adalah :

97
a. Pemusatan kekuasaan : Lembaga Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif menjadi satu,
yang dilaksanakan oleh satu Lembaga,
b. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusi tetapi berdasarkan kekuasaan,
c. Prinsip negara kekuasaan ditandai dengan supremasi kekuasaan dan ketidaksamaan
di depan hukum,
d. Pembentukan pemerintahan tidak atas dasar musyawarah, akan tetapi melalui
dekrit,
e. Pemilihan umum tidak bebas, tidak demokratis. Pemilihan umum dilaksanakan
hanya untuk memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah negara,
f. Terdapat hanya satu partai (partai yang memonopoli kekuasaan),
g. Manajemen tertutup,
h. Menekan dan tidak mengakui hak minoritas,
i. Tidak adanya kebebasan berpendapat, baik secara individu maupun kelembagaan,
j. Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia,
k. Badan peradilan dapat diintervensi oleh penguasa,
l. Tidak ada kontrol terhadap administrasi maupun birokrasi,
m. Menggunakan kekerasan dalam penyelesaian masalah,
n. Banyak doktrin, dan
o. Tidak ada kebebasaan mengeluarkan pendapat, yang ada hanya rasa takut kepada
penguasa.

7.4 Demokrasi sebagai Sikap Hidup


Perkembangan saat ini menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami
sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik saja. Akan tetapi, demokrasi juga berarti
sebagai sikap hidup atau pandangan hidup yang demokratis. Pemerintahan atau sistem
politik demokrasi tidak mungkin akan dapat tumbuh dan berkembang dengan sendirinya,
akan tetapi dibutuhkan usaha nyata dari setiap warga negara maupun penyelenggara
negara untuk berperilaku demokratis dalam mendukung pemerintahan atau sistem politik
demokrasi. Perilaku demokratis terkait dengan nilai-nilai demokrasi, yaitu perilaku yang
senantiasa berlandaskan nilai-nilai demokrasi.

Menjadi demokratis membutuhkan norma dan rujukan praktis dari negara-negara


yang telah maju dalam berdemokrasi. Menurut cendekiawan muslim Nurcholis Madjid

98
pandangan hidup demokratis dapat bersandar pada bahan-bahan yang telah berkembang,
baik secara teoretis maupun pengalaman praktis di negara-negara yang demokrasinya
telah mapan. Ada enam norma atau unsur pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat yang
demokratis (A.Ubaedillah dan Abdul Rozak, 2010).

Keenam Unsur Pokok tersebut diuraikan sebagai berikut :

Pertama adalah kesadaran akan pluralisme. Kesadaran akan kemajemukan


menghendaki tanggapan dan sikap positif terhadap kemajemukan secara aktif.
Pengakuan akan kenyataan perbedaan harus diwujudkan dalam sikap dan perilaku
menghargai dan menghormati beragam pandangan sikap orang dan kelompok lain
sebagai bagian dari kewajiban warga negara dan negara untuk menjaga dan melindungi
hak orang/kelompok lain untuk diakui keberadaannya.

Kedua adalah musyawarah. Makna dan semangat musyawarah , mengharuskan adanya


keinsyafan dan kedewasaan warga negara untuk secara tulus menerima kemungkinan
untuk melakukan negosiasi dan kompromi-kompromi sosial dan politik secara damai dan
bebas dalam setiap keputusan bersama. Semangat musyawarah menuntut agar setiap
orang menerima kemungkinan terjadinya “partial functioning of ideals” yaitu pandangan
dasar bahwa belum tentu dan tidak harus, seluruh keinginan atau pikiran seseorang /
kelompok akan diterima dan dilaksanakan sepenuhnya. Konsekuensi dan prinsip ini
adalah tidak memaksakan kehendak atau kesediaan untuk menerima pandangan/pendapat
yang berbeda melalui jalan musyawarah secara aman dan damai.

Ketiga adalah cara harus sejalan dengan tujuan. Norma ini menekankan bahwa hidup
demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara harus sejalan dengan tujuan.
Demokrasi pada hakikatnya tidak hanya sebatas pelaksanaan prosedur-prosedur
demokrasi saja (pemilu, aturan-aturan main) tetapi harus dilakukan secara santun dan
beradab, yakni melalui proses demokrasi yang dilakukan tanpa paksaan, tekanan dan
ancaman dari dan oleh siapapun, akan tetapi dilakukan secara suka rela, dialogis dan
saling menguntungkan.

Keempat adalah norma kejujuran dalam permufakatan. Suasana masyarakat


demokratis dituntut untuk menguasai dan menjalankan seni permusyawaratan yang jujur
dan sehat untuk mencapai kesepakatasn yang memberi keuntungan bagi semua pihak
(win-win solution) Karena itu faktor ketulusan dalam upaya bersama merupakan hal yang
99
sangat penting dalam membangun tradisi demokrasi. Musyawarah yang baik dan benar
hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau kelompok memiliki pandangan
positif terhadap perbedaan pendapat dengan orang lain.

Kelima adalah kebebasan nurani, persamaan hak dan kewajiban. Pengakuan akan
kebebasan nurani (freedom of conscience), persamaan hak dan kewajiban bagi semua
(egalitarianism) merupakan norma demokrasi yang harus diintegrasikan dengan sikap
percaya pada itikad baik orang dan kelompok lain. (trust attitude). Norma ini akan
berkembang dengan baik apabila ditopang oleh pandangan positif dan optimis terhadap
sesama. Sebaliknya pandangan negatif dan pesimis terhadap manusia dengan mudah
akan melahirkan sikap dan perilaku curiga dan tidak percaya kepada orang lain. Sikap
dan perilaku ini akan sangat berpotensi melahirkan sikap enggan untuk saling terbuka,
saling berbagi untuk kemaslahatan bersama atau untuk melakukan kompromi dengan
pihak yang berbeda pandangan/pendapat.

Keenam adalah trial and error (coba-coba) dalam berdemokrasi. Demokrasi


bukanlah sesuatu yang sudah selesai dan siap untuk dilakukan. Akan tetapi demokrasi
merupakan sebuah proses tanpa henti. Dalam kondisi seperti ini maka demokrasi
membutuhkan percobaan-percobaan dan kesediaan semua pihak untuk menerima
kemungkinan ketidakpastian, ketidaktepatan, atau kesalahan dalam praktek
berdemokrasi.

Untuk meminimalkan unsur-unsur negatif, partisipasi warga negara mutlak


diperlukan. Namun demokrasipun membutuhkan ketegasan dan dukungan pemerintah
untuk menjaga dan mengembangkan demokrasi. Contohnya adalah Pemerintah harus
bisa tegas terhadap mereka yang bertindak anarkis terhadap warga negara lainnya.

Dalam negara demokrasi alat keamanan negara adalah satu-satunya aparat hukum
yang berwenang atas ketertiban umum. Demokrasi tidak datang, tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya, akan tetapi perlu ditanamkan, difahami dan dilaksanakan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti bahwa sikap
dan perilaku demokrasi itu harus menjadi pola dan pandangan hidup warganegaranya
dalam kehidupan sehari-hari.

100
7.5 Demokratisasi
Selain kata demokrasi. Dikenal juga istilah demokratisasi, yang berarti penerapan
kaidah-kaidah, aturan-aturan atau prinsip-prinsip demokrasi dalam setiap kegiatan politik
kenegaraan. Tujuan demokratisasi adalah terbentuknya kehidupan politik yang bercirikan
demokrasi. Pengertian demokratisasi merujuk pada proses perubahan menuju pada
sistem pemerintahan yang lebih demokratis.
a. Tahapan dalam Proses Demokratisasi
Ada empat tahap proses demokrasi, yaitu :

1) Tahap pertama adalah pergantian dari penguasa non demokratis ke penguasa


demokratis,

2) Tahap kedua adalah pembentukan lenbaga-lembaga demokrasi dan tertib politik


demokrasi,

3) Tahap ketiga adalah konsolidasi politik demokrasi, dan

4) Tahap keempat adalah praktik demokrasi sebagai budaya politik demokrasi.

Selanjutnya menurut Samuel Huntington, dalam Kaelan (2016), proses demokratisasi


itu melalui tiga tahapan penting, yaitu :

1) Pengakhiran rezim non demokratis,

2) Pengukuhan rezim demokratis, dan

3) Konsolidasi rezim demokratis.

b. Ciri-ciri Demokratisasi
Ciri-ciri demokrasi ada tiga, yaitu :

1) Berlangsung secara evolusioner, bertahap dan membutuhkan waktu yang cukup


lama,

2) Proses perubahan secara persuasif, karena demokratisasi bukan paksaan,


kekerasan atau dengan tekanan. Prosesnya melalui musyawarah dengan
melibatkan seluruh warga negara. Sikap pemaksaan, kekerasan dan perusakan
bukan merupakan sikap dan perilaku yang demokratis, dan

101
3) Proses yang tidak pernah selesai. Demokratisasi merupakan proses yang
berlangsung terus menerus bersinambungan.

7.6 Nilai-nilai (Kultur) Demokrasi Menurut para Ahli :


Ada sejumlah ahli yang menyampaikan nilai-nilai demokrasi. Berikut adalah pendapat-
pendapat ahli yang dimaksud.

1. Henry B.Mayo menyatakan ada delapan nilai demokrasi, yaitu :

a. Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela,


b. Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam masyarakat yang selalu
berubah,
c. Pergantian penguasa dengan teratur,
d. Sesedikit mungkin menggunakan paksaan,
e. Pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman,
f. Penegakan keadilan,
g. Memajukan ilmu pengetahuan, dan
h. Pengakuan dan penghormatan terhadap kebebasan.

2. Zamroni menyatakan bahwa kultur demokrasi terdiri atas hal-hal berikut :

a. Toleransi,
b. Kebebasan mengemukakan pendapat,
c. Menghormati perbedaan,
d. Memahami keanekaragaman dalam masyarakat,
e. Terbuka dan komunikasi,
f. Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan,
g. Percaya diri,
h. Mandiri,
i. Saling menghargai,
j. Mampu mengekang diri,
k. Kebersamaan, dan
l. Keseimbangan.

102
3. Nucholis Madjid menyatakan ada tujuh norma atau pandangan hidup demokratis,
yaitu :

a. Kesadaran akan pluralisme,


b. Prinsip musyawarah,
c. Adanya pertimbangan moral,
d. Permufakatan yang jujur dan adil,
e. Pemenuhan segi-segi ekonomi,
f. Kerjasama antar warga, dan
g. Pandangan hidup demokrasi sebagai unsur yang menyatu dengan sistem
Pendidikan.

Masih banyak lagi pendapat para pakar tentang budaya (kultur) demokratisasi
sesuai dengan para ahli dan sudut pandang masing-masing. Namun, di pahami bahwa
nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi harus menjadi sikap dan perilaku serta
budaya yang dimiliki serta dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

7.7 Perkembangan Demokrasi di Indonesia


Sejalan dengan berkembangnya pengertian dan paham serta asas demokrasi yang
dianut oleh suatu negara, maka dalam perkembangannya saat ini, demokrasi tidak hanya
meliputi bidang pemerintahan saja, tetapi juga meliputi bidang-bidang ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan/keamanan.

Indonesia pernah menggunakan istilah Demokrasi Terpimpin yang makna


sesungguhnya (semula) dimaksudkan sebagai demokrasi sesuai dengan sila-sila yang ada
dalam Pancasila. Namun, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan dan
penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang berakibat terjadi stagnasi dalam
menjalankan demokrasi atau pemerintahan yaitu diwarnai adanya kultus individu
terhadap pemimpin negara serta tidak berfungsinya DPR/MPR seperti diamanatkan oleh
UUD 1945. Puncaknya adalah terjadinya tragedi G-30S-PKI pada tanggal 30 September
1965.

103
Sejalan dengan perkembangan jaman, dengan lahirnya apa yang dikenal dengan
sebutan Orde Baru di tahun 1966. Demokrasi Terpimpin mulai ditinggalkan dan diganti
dengan istilah Demokrasi Pancasila. Ini sesuai dengan tekad Orde Baru untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan Orde
Reformasi pada tahun 1998, dapat diungkap bahwa semboyan Orde Baru, hanyalah
semboyan politik saja. Mengapa dapat dinyatakan demikian? karena dalam praktiknya
tidak bermuara pada pemberdayaan kedaulatan rakyat, melainkan diarahkan demi
memperkuat kedudukan dan melindungi kepentingan-kepentingan segelintir pejabat atau
penguasa saja.

a. Demokrasi Pancasila.
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang dijiwai dan disemangati
oleh sila-sila Pancasila. Paham Demokrasi Pancasila bersumber pada kepribadian
bangsa dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang diwujudkan dalam ketentuan-
ketentuan sesuai dengan misi dan makna Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945
yang dijabarkan kedalam segenap ketentuan dan peraturan perundang-undangan
pelaksanaannya.

Dasar dari Demokrasi Pancasila adalah Kedaulatan Rakyat sebagaimana


dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “…Kedaulatan adalah
ditangan Rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Asasnya
tercantum dalam sila ke empat yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.

Berdasarkan asas tersebut, rakyat ditempatkan sebagai subjek demokrasi.


Artinya, rakyat (keseluruhan) berhak ikut serta secara aktif menentukan keinginan-
keinginannya dengan berperanserta secara aktif untuk mencapai tujuan nasional,
memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di DPR dan menentukan Pimpinan
Nasional yang akan memimpin rakyat dalam upaya pencapaian tujuan nasional
tersebut.

104
Demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan dari rakyat. Dalam hal ini
rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam
pemerintahan untuk mewujudkan cita-citanya.

Suatu pemerintahan dari rakyat, harus sesuai dengan falsafah hidup rakyatnya
dan falsafah hidup rakyat Indonesia adalah Pancasila. Inilah yang menjadi dasar
falsafah demokrasi di Indonesia. Demokrasi di Indonesia tertuang dalam UUD 1945.
Selain mengakui adanya kebebasan dan persamaan hak demokrasi juga mengakui
adanya perbedaan serta keanekaragaman, mengingat Indonesia adalah Bhineka
Tunggal Ika, berdasar pada moral Persatuan, Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil
dan beradab.

Secara filosofis, Demokrasi Indonesia mendasarkan rakyat sebagai asal mula


kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara. Rakyat merupakan
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai mahluk individu dan sekaligus sebagai
mahluk sosial. Oleh karena itu, dalam pengertian demokrasi, kebebasan individu
harus diletakkan dalam kerangka tujuan bersama, bukan hanya mendasarkan pada
kebebasan individu dan juga bukan pada demokrasi kelas. Kebebasan individu yang
diletakkan demi tujuan kesejahteraan bersama ini, menurut para pendiri negara
disebut sebagai asas kebersamaan, asas kekeluargaan akan tetapi bukan nepotisme.
Secara umum dalam sistem pemerintahan yang demokratis, mengandung unsur-unsur
yang dianggap paling penting dan mendasar, yaitu :
a. Keterlibatan warganegara dalam pembuatan keputusan-keputusan politik,
b. Tingkat persamaan tertentu di antara warganegara,
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan digunakan oleh
warganegara,
d. Suatu sistem perwakilan, dan
e. Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut, ciri sistem demokrasi adalah ide bahwa


warganegara harus terlibat dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan politik,
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui wakil-wakil pilihan mereka.
Ciri lain yang tidak boleh diabaikan adalah adanya keterlibatan atau partisipasi

105
warga negara baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pemerintahan
negara. Dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, akan selalu
ditemui adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen
tegaknya demokrasi.

Supra Struktur Politik, meliputi Lembaga-lembaga negara seperti Lembaga


Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Di Indonesia Lembaga-lembaga negara atau alat
perlengkapan negara, berdasarkan UUD 1945, terdiri atas :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
b. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
c. Presiden dan Wakil Presiden,
d. Mahkamah Agung, dan
e. Badan Pemeriksa Keuangan.

Adapun Infra Struktur Politik suatu negara terdiri atas komponen-komponen


berikut :
a. Partai politik,
b. Golongan-golongan (yang tidak berdasarkan hasil Pemilu),
c. Golongan Penekan (LSM, Mahasiswa, Buruh dan lain-lain),
d. Alat-alat Komunikasi Politik (organisasi di bawah partai politik), dan
e. Tokoh-tokoh Politik, Agama, Budayawan dan lain-lain.

Dalam sistem demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur dan


Infra Struktur politik, dapat dilihat dalam proses pembentukan kebijakan umum
atau proses menetapkan keputusan politik. Di Indonesia, baik Pemerintah maupun
DPR memiliki kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang, akan tetapi harus
dibahas dan disetujui bersama. Artinya, adanya keseimbangan antara prakarsa
pemerintah dan partisipasi aktif rakyat atau warganegara dalam hal pengambilan
keputusan politik.

106
b. Ketentuan-ketentuan yang Berkaitan dengan Demokrasi Menurut UUD 1945
Hasil Amandemen 1999 – 2002
1) Konsep Kekuasaan
Kekuasaan ditangan Rakyat : Alinea IV Pembukaan UUD 1945 “…maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu, dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”

Pokok pikiran ketiga dalam Pembukaan UUD 1945 “…negara yang


berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan...”

UUD 1945 pasal 1 ayat (2) “…kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan menurut Undang-Undang Dasar…”. Berdasarkan ketentuan tersebut
dikemukakan bahwa dalam negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan
tertinggi atau kedaulatan tertinggi adalah di tangan rakyat dan realisasinya
diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara. Perlu diketahui bahwa sebelum
Amandemen UUD 1945 dilakukan, pasal ini berbunyi “…kekuasaan tertinggi
dilakukan oleh MPR”.

2) Pembagian Kekuasaan
Pembagian Kekuasaan sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, adalah :
a. Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden, pasal 4 ayat (1),
b. Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden, DPRdan DPD, pasal 5
ayat (1), pasal 19 dan pasal 22,
c. Kekuasaan Yudikatif didelegasikan kepada Mahkamah Agung pasal 24
ayat (1), dan
d. Kekuasaan Inspektif atau Pengawasan didelegasikan kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan DPR, pasal 20 a ayat (1), DPR melakukan
pengawasan terhadap Presiden selaku penguasa Eksekutif.

Hasil Amandemen UUD 1945 menghapuskan Lembaga Dewan Pertimbangan


Agung (DPA) sebagai pemegang kekuasaan Konsultatif, karena fungsinya

107
dianggap tidak jelas. Pada dasarnya Presiden selaku pemegang kekuasaan
Eksekutif membentuk kelompok penasehat Presiden sesuai dengan kebutuhan.

3) Pembatasan Kekuasaan
Pembatasan kekuasaan menurut UUD 1945, melalui proses atau mekanisme
lima tahunan. Hal ini dapat dilihat dalam :

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “…Kedaulatan di tangan rakyat…” Kedaulatan


politik rakyat dilaksanakan melalui Pemilu untuk membentuk DPR dan MPR
setiap 5 (lima) tahun sekali.

MPR memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD, melantik Presiden dan


Wakil Presiden, serta dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden atas
usul DPR apabila memang benar-benar melanggar hukum, seperti
Penghianatan terhadap Negara, Korupsi, Penyuapan, Tindak Pidana
Berat, Perbuatan Tercela dan Tidak Lagi Memenuhi Persyaratan, dengan
mekanisme :

Usul pemberhentian dapat diajukan oleh DPR kepada MPR dengan


terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
yang akan memeriksa, mengadili dan memutuskan, apakah benar
Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum
berat.

Pasal 7 menyatakan “…Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama


5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama,
hanya untuk satu kali masa jabatan”.

Pasal 20a ayat (1) berbunyi “…DPR memiliki fungsi pengawasan…” Artinya,
DPR melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dijalankan
oleh Presiden dalam jangka waktu 5 tahun”.

108
4) Konsep Pengambilan Keputusan.
Konsep Pengambilan Keputusan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran III “…Oleh karena itu, sistem
negara yang terbentuk dalam UUD 1945 harus berdasar atas kedaulatan
rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan…”.
b. Keputusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak.
c. Hal ini berarti bahwa keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai
asasnya. Artinya keputusan diambil sejauh mungkin diusahakan dengan
musyawarah untuk mencapai mufakat. Namun demikian, apabila mufakat
itu tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan keputusan berdasarkan
suara terbanyak.

5) Konsep Partisipasi
Konsep Partisipasi diuraikan dalam tiga pasal, yaitu :
a. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “…Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
b. Pasal 28 UUD 1945 berbunyi “…Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang”, dan
c. Pasal 30 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “...Tiap-tiap warganegara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.

6) Konsep Pengawasan
Uraian atas konsep pengawasan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 … Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan
dilakukan menurut Undang-undang Dasar, artinya : Rakyat memiliki
kekuasaan tertinggi namun dilaksanakan dan didistribusikan berdasarkan
UUD. Sebelum Amandemen, kekuasaan tertinggi adalah MPR, sebagai
penjelmaan kekuasaan rakyat. Dengan adanya Amandemen, kekuasaan
MPR menjadi terbatas yaitu, hanya : mengubah UUD, melantik Presiden
dan Wakil Presiden dan memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden
sesuai masa jabatannya atau apabila melanggar UUD.

109
b. Anggota MPR dipilih melalui Pemilu berarti, setiap anggota MPR juga
menjadi anggota DPR, yang mengawasi tindakan-tindakan Presiden.

7) Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 Hasil Amandemen.


Menurut UUD 1945 hasil Amandemen, Indonesia adalah Negara yang
berdasarkan atas hukum dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka, artinya
segala tindakan harus berdasarkan atas hukum dan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Pengertian negara hukum, baik dalam
arti fomal, yang melindungi seluruh warga dan seluruh tumpah darah, juga
berarti negara hukum material, yaitu negara harus bertanggungjawab atas
kesejahteraan dan kecerdasan seluruh warganya.

Ciri Negara Hukum adalah adanya Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi
yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi
dan kebudayaan. Peradilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan atau kekuatan
lain dan tidak memihak. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa
ketentuan hukumnya dapat difahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam
melaksanakannya.

Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan pada sistem konstitusi


(hukum dasar) tidak bersifat absolut. Sistem ini memberikan penegasan bahwa
cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi,
yang berarti ketentuan-ketentuan hukum sebagai produk konstitusional, seperti
Ketetapan MPR, UU dan lain-lain.Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan
rakyat dan dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Dasar.. Baik Presiden
maupun anggota MPR dipilih oleh rakyat dalam Pemilu yang dilaksanakan
setiap 5 tahunan. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang
tertinggi disamping MPR dan DPR.

Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR. Artinya, segala tindakan


Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR, karena DPR mempunyai fungsi
pengawasan. Kedudukan Presiden tidak tergantung kepada DPR. Menteri

110
Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggungjawab
kepada DPR, tetapi kepada Presiden.

Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Artinya, Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung. Dengan demikian, dalam sistem
kelembagaan negara, Presiden tidak lagi merupakan Mandataris MPR, bahkan
sejajar dengan DPR dan MPR. Namun demikian, apabila Presiden melanggar
UUD maupun UU, maka MPR dapat melakukan impeachment, atas usul DPR.

Meskipun Kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada DPR, negara


bukan diktator (kekuasaannya tidak tak terbatas). Presiden tidak dapat
membubarkan DPR maupun MPR, Presidenpun harus memperhatikan dengan
sungguh-sungguh suara DPR. Jadi dalam sistem ini kebijakan atau tindakan
Presiden dibatasi dengan adanya pengawasan yang efektif dari DPR.

111
BAB IX

HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUM

9.1 Pengantar
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan terjemahan dari “human right “ (hak
manusia). Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai
pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang
bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Hak adalah sesuatu yang kalau
dilakukan tidak boleh dilarang kecuali dibatasi oleh hukum dan etika. (Koesparmono
Irsan, 2008). Selain itu A Hamid S Attamimi, dalam Koesparmono (2008), menyatakan
bahwa istilah “Hak Asasi Manusia” telah salah kaprah dengan memasukkan kata asasi di
dalamnya. Memang semestinya cukup dengan istilah “hak-hak manusia” sebagai
terjemahan “human rights” atau “mensen rechten”. Kata asasi berasal dari pengertian
“fundamental” dalam istilah “leges fundamentalist” yang berarti “hukum dasar”,
sedangkan kata “dasar” disamaartikan dengan “asasi” sehingga terjadi kemungkinan
tafsir kata sifat “yang dasar” kemudian menjadi “yang asasi”. Apabila Human Rights
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, maka padanannya adalah hak manusia.
Namun, di Indonesia Human Rights menjadi Hak Asasi Manusia. Hal itu bermula dari
kata hak dasar yang terdapat dalam UUD 1945. Dasar berarti asasi. Di Indonesia human
rights secara salah kaprah diartikan menjadi Hak Asasi Manusia.

Istilah yang digunakan para penyusun UUD 1945 bukan hak manusia yang dalam
bahasa Inggris disebut “human rights”, melainkan hak dasar yang dalam bahasa Inggris
disebut “basic rights” dan dalam bahasa Belanda “grondrechten” serta dalam bahasa
Jerman “grundrechte”. Antara human rights dan basic rights terdapat perbedaan yang
cukup mendasar. Human rights merupakan perlindungan terhadap seseorang dari
penindasan oleh negara atau bukan negara. Sementara basic rights merupakan
perlindungan seseorang warga negara atau penduduk dari penindasan negara. Artinya,
konsep human rights lebih luas cakupannya apabila dibandingkan dengan basic rights.

Beberapa ahli mendefinisikan HAM dari berbagai sudut pandang masing-masing.


Demikian pula, setiap negara yang berdaulat pada dasarnya mempunyai latar belakang
115
sejarah yang berbeda-beda. Dengan demikian, perkembangan HAM pun tidak sama.
Meskipun dari segi pengertian, Hak Asasi Manusia dimanapun sama, namun asas dan
penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sangat
berbeda. Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh perbedaan latar belakang
budaya, ideologi yang dianut, dan nilai-nilai yang digunakan di masing-masing negara.

Pada zaman Yunani Kuno (428-348 M), Plato telah menyatakan kepada
warganya bahwa kesejahteraan bersama akan tercapai apabila setiap warganya
melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. Inggris dikenal sebagai peletak
dasar-dasar HAM, dengan tokohnya John Locke. Negara lain yang juga terkenal dengan
“perjuangan” untuk memperoleh HAM (Human Right) adalah Amerika Serikat.

Dalam akar kebudayaan Indonesiapun pengakuan dan penghormatan tentang hak


asasi manusia telah berkembang. Misalnya, dalam masyarakat Jawa dikenal dengan
sebutan “Hak Pepe”, yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh “Penguasa”.
Hak ini untuk mengemukakan pendapat dengan cara berjemur di terik matahari di tengah
lapangan (di depan kerajaan di wilayah Jawa pasti ada lapangan atau alun-alun dalam
bahasa Jawa). Warga yang minta keadilan akan duduk diantara dua pohon beringin besar
yang ditanam di tengah lapangan tersebut. Warga akan melakukan pepe, yaitu berjemur
terus sampai penguasa memberikan kesempatan untuk menghadap dan menyampaikan
maksud dan tujuannya.

Puncak perkembangan perjuangan Hak Asasi Manusia, yaitu ketika Human Right
secara resmi dirumuskan dalam Declaration of Independence pada tanggal 4 Juli 1776.
Deklarasi Amerika Serikat tanggal 4 Juli 1776 itu menyatakan bahwa seluruh umat
manusia dikaruniai Tuhan YME beberapa hak yang tetap dan melekat pada dirinya.
Perumusan Hak Asasi Manusia secara resmi kemudian menjadi pokok Konstitusi Negara
Amerika Serikat dan mulai diberlakukan pada tanggal 4 Maret 1789

Perjuangan Hak Asasi Manusia, sebenarnya telah diawali oleh Perancis, sejak
Jean Jacques Rousseau. Perjuangan itu memuncak dalam Revolusi Perancis pada tahun
1780, yang berhasil menetapkan Hak Asasi Manusia dalam Declaration des Droits
L’Homme et du Citoyen yang ditetapkan oleh Assemblée Nationale Perancis tahun 1791

116
dan dimasukkan ke dalam Konstitusi Perancis. Semboyan Revolusi Perancis, yang
terkenal adalah Liberte (Kemerdekaan), Egalite (Kesamarataan), dan Fraternite
(Kerukunan/persaudaraan). Menurut Konstitusi Perancis, HAM adalah hak yang dimiliki
manusia menurut kodratnya, yang tidak bisa dipisahkan dengan hakikat seseorang
sebagai manusia.

Pada awal abad ke 20, Franklin Delano Roosevelt (Presiden Amerika Serikat)
memformulasikan empat macam Hak Asasi Manusia, yang terkenal dengan sebutan
“The Four Freedom“, yaitu Freedom of Speech (kebebasan menyampaikan pendapat),
Freedom of Religion (kebebasan beragama), Freedom from Fear (kebebasan dari rasa
takut), dan Freedom from Want (kebebasan dari kemelaratan). Hal tersebut menjadi
inspirasi keluarnya Universal Declaration of Human Right (UDHR) atau Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada
tahun 1948. Sedangkan deklarasi Bangsa Indonesia tentang HAM sudah dimuat dalam
Pembukaan UUD 1945, pada alinea 1 yang menyatakan : “… Kemerdekaan adalah hak
segala bangsa …”. Dengan demikian, deklarasi tentang HAM di Indonesia telah
diakomodasi terlebih dahulu dalam UUD 1945 sejak tanggal 18 Agustus 1945.

9.2 Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia ( HAM )


1. Ada beberapa Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM). Berikut ini dimaksudkan
pengertian tentang HAM:

a. Menurut Koentjoro (1976), Hak Asasi adalah hak-hak yang dimiliki manusia
menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sebagai manusia
ciptaan Tuhan YME. Pernyataan ini mengandung arti “… hak dasar yang
dimiliki oleh pribadi manusias yang merupakan anugerah Tuhan YME yang
dibawa sejak dilahirkan”.

b. Menurut Dardji Darmodihardjo, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar atau
pokok yang dibawa sejak lahir, dan hak dasar ini menjadi dasar hak dari
kewajiban-kewajiban lainnya.

c. Menurut Padmo Wahjono, Hak Asasi adalah hak yang memungkinkan orang
hidup berdasarkan suatu harkat dan martabat tertentu (beradab).

117
Timbulnya istilah Hak Asasi Manusia adalah pada tahun 1950 saat Muhammad
Yamin menerjemahkan human rights menjadi hak asasi manusia. Soenarko
menterjemahkan human rights menjadi hak-hak manusia. Koentjoro menggunakan
istilah hak-hak dasar, yang kemudian berubah menjadi Hak Asasi Manusia.
Marbangun Hardjowirogo dalam bukunya menggunakan istilah hak-hak manusia.
Dengan demikian, masih banyak ketidak sesuaian istilah dalam menerjemahkan
human rights.

Sejarah Indonesia mencatat bahwa para pembentuk negara dengan gigih


memperdebatkan Hak Asasi Manusia dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI.
Dalam perdebatan tersebut, Bung Hatta dengan kawan-kawan menghendaki agar
HAM dimasukkan dalam konstitusi, sementara di pihak lain seperti Soepomo
menolaknya. Muhammad Yamin menghendaki ada jaminan bahwa HAM
dicantumkan secara eksplisit. Hal ini perlu dilakukan agar negara yang akan
dibangun tidak menjadi negara kekuasaan atau dengan kata lain negara harus diberi
rambu-rambu. Kenyataanya, beberapa pasal dalam UUD 45 sebelum Amandemen
memberi jaminan HAM pada setiap warga negara Indonesia antara lain pasal 28
pasal 33 dan pasal 34 yang merupakan keberhasilan kelompok Bung Hatta untuk
mengakomodasi Hak Asasi Manusia

Sebelum menelaah teori tentang HAM, pada bagian berikut akan dikenalkan
sumber-sumber yang menjadi latar belakang HAM. Pertama adalah Hukum Alam
(nature law). Hukum Alam merupakan satu konsep dari prinsip-prinsip umum
moral sistem keadilan dan berlaku untuk semua umat manusia. Teori hukum alam
mengemukakan bahwa hukum tersebut mencakup faktor-faktor yang tidak dapat
diganggu gugat yang bersifat universal. Hukum Alam tersebut juga diaplikasikan
dalam masyarakat tertentu menjadi hukum positif yang berlaku bagi manusia atau
human law. Thomas Aquinas dalam bukunya The Human Theologia secara teoretis
membedakan hukum dalam empat macam tipe (Koesparmono, 2008) :

1. Hukum Abadi pada hakikatnya identik dengan akal Tuhan, sebagai pedoman
yang abadi tentang kebijaksanaan Tuhan dalam mengatur seluruh ciptaanNya.

2. Hukum Alam menggambarkan suatu refleksi dari akal keTuhanan. Hal ini bisa
dipikirkan oleh manusia. Misal bumi itu bulat.

118
3. Hukum KeTuhanan pada asasnya dimaksudkan sebagai wahyu dari Tuhan yang
dijelmakan dalam kitab-kitab suci umat beragama.

4. Hukum Manusia yang dibuat oleh akal manusia untuk mengatur kepentingan
manusia tetapi bersumber dari hukum alam.

2. Hakikat Hak Asasi Manusia


a. UURI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memuat hakikat HAM.
Pada pasal 1 ayat (1) dinyatakan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan YME
dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
b. Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945
Dalam UUD 1945 HAM sudah terkandung pada pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945, alinea 1 “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa “. Hal
ini berarti pengakuan atas hak kebebasan / kemerdekaan dari segala bentuk
penjajahan / penindasan oleh bangsa lain.

Pada alinea II : dinyatakan “… mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu


gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur…”. Hal ini menegaskan pengakuan atas hak orang di bidang politik
berupa kedaulatan dan bidang ekonomi berupa kemakmuran dan keadilan .

Pada alinea III : disebutkan “… atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa”.
Yang diteruskan dengan kata- kata “… supaya berkehidupan dan kebangsaan
yang bebas ...”. Hal ini mengandung pengertian “… pengakuan atas anugerah
Tuhan YME, sekaligus pula pengakuan terhadap hak manusia untuk memeluk
agama”.

Pada alinea IV dinyatakan tujuan negara, yaitu “… melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
119
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Hal ini mengandung
arti: “...bahwa negara berkewajiban untuk melindungi hak-hak asasi
warganegaranya demi kesejahteraan bersama baik secara jasmaniah maupun
rohaniah”. Di dalam UUD 1945 Banyak terdapat perubahan tentang HAM setelah
dilakukan amandemen (Bab 28 A sampai dengan J tentang Hak Asasi Manusia)
ditambah lagi telah diundangkan pula UURI No 39 tahun 1999 tentang HAM.
Selain Hak Asasi Manusia dalam UURI No. 39 tahun 1999 terkandung pula
kewajiban dasar manusia, yaitu kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan
maka tidak memungkinkan untuk terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia.
Disiplin karena waktu dalam pembayaran pajak sudah ada alokasi waktu,
misalnya pembayaran PBB, STNK, BPKP, Pajak Penghasilan dan sebagainya.

Hak-hak Asasi Manusia dalam UURI No 39 tahun 1999 yang terdiri atas 195
pasal tersebut, meliputi sepuluh hak besar yang meliputi banyak hak, misalnya
disebutkan hak untuk hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak
mengembangkan diri, hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak
atas rasa aman, hak atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak
wanita dan hak anak. Demi tegaknya hak asasi setiap orang, diatur pula
kewajiban dasar manusia, yaitu kewajiban untuk menghormati hak asasi orang
lain.

Dengan diundangkannya UURI No. 39 tahun 1999 tersebut, bangsa Indonesia


telah memasuki era baru, terutama dalam menegakkan masyarakat yang
demokratis yang melindungi hak asasi manusia. Diharapkan generasi mendatang
yang demokratis akan diwarnai dengan kesadaran akan kewajibannya, misalnya
kesadaran membayar pajak. Kedisiplinan membayar pajak pada akhirnya akan
membentuk budaya warga negara yang sadar dan taat dalam menjalankan
kewajibannya termasuk ketaatan dalam membayar pajak.

c. Pengakuan HAM oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).


Pada tanggal 10 Desember 1948, PBB telah berhasil merumuskan naskah yang
dikenal dengan The Universal Declaration of Human Rights (UDHR) sebagai
berikut :

120
Pasal 1 piagam ini berbunyi “Sekalian orang dilahirkan merdeka dan mempunyai
martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan
hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”. Deklarasi itu
melambangkan komitmen moral dunia internasional pada hak asasi manusia serta
merupakan pedoman dan standar negara-negara anggota organisasi PBB untuk
dituangkan dalam konstitusi negara masing-masing.

Universal Declaration of Human Right diumumkan sebagai suatu standar


pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara. Sebanyak
21 pasal dalam deklarasi tersebut berisi tentang hak-hak sipil dan politik yang
meliputi hak atas perlindungan yang sama dan tidak pandang bulu, perlindungan
hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi, serta partisipasi
politik. Selanjutnya pasal 22 sampai dengan pasal 27 menciptakan hak-hak baru.
Pasal-pasal ini mengemukakan hak atas tunjangan ekonomi dan sosial, seperti
jaminan sosial sebagai suatu standar bagi kehidupan yang layak dan pendidikan.
Hak-hak ini menegaskan, bahwa sesungguhnya semua orang mempunyai hak atas
pelayanan-pelayanan dari negara.

Ada sejumlah hal yang menonjol dalam Deklarasi Universal HAM. Hal-hal
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hak Asasi Manusia adalah hak,
b. Hak-hak ini dianggap bersifat universal yang dimiliki oleh manusia,
c. HAM dianggap ada dengan sendirinya, dan tidak bergantung pada pengakuan
dan penerapannya di dalam sistem adat atau sistem hukum di negara-negara
tertentu,
d. HAM dipandang sebagai norma-norma yang penting, meski tidak seluruhnya
bersifat mutlak, dan
e. Hak-hak ini mengimplikasikan kewajiban bagi individu maupun pemerintah.

Doktrin tentang Hak Asasi Manusia sedunia ini sekarang telah diterima secara
universal, sebagai “ a moral, political, legal framework”, dan sebagai guideline
dalam membangun dunia yang lebih damai dan bebas dari ketakutan, penindasan
serta perlakuan tidak adil. Negara-negara di dunia sudah meratifikasi deklarasi ini,
121
yang disesuaikan dengan kondisi serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku di negara masing-masing, termasuk Indonesia. Ratifikasi adalah
memasukkan unsur HAM ke dalam perundang-undangan nasional dari negara
peserta.

d. Hasil Sidang Majelis Umum PBB tahun 1966.


Walaupun Universal Declaration of Human Right (UDHR) sudah dikukuhkan
dan diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB, hal tersebut masih belum bisa
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya terutama dalam hal kasus penindasan yang
terjadi di berbagai negara. Sebagai contoh adalah di Myanmar, Palestina dan lain-
lain. Oleh karena itu, PBB terus mengupayakan dan memperjuangkan penegakan
HAM negara-negara di seluruh dunia.

Hasil Sidang Umum PBB tahun 1966 menghasilkan beberapa Piagam yang
berkaitan dengan Hak Asasi Manusia. Piagam-piagam yang dimaksud adalah
a. The International on Civil and Political Rights, yaitu tentang hak sipil dan
politik,
b. The International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights, yaitu
syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem demokrasi ekonomi, sosial dan
budaya, dan
c. Optional Protocol, yang berisi adanya kemungkinan seorang warganegara
yang mengadukan pelanggaran HAM kepada The Human Rihgts Committee
PBB setelah melalui upaya pengadilan di negaranya.

Dalam rangka menekan terjadinya pelanggaran HAM, negara-negara di dunia


sepakat memperjuangkan HAM dengan mengadakan suatu deklarasi tentang
perlindungan HAM. Perjuangan HAM secara global ini mencapai puncaknya
dengan ditetapkannya Deklarasi HAM sedunia seperti telah diuraikan di atas.
Dalam perspektif regional, perjuangan HAM di Indonesia dimulai dari Sidang
BPUPKI dan PPKI pada saat menyusun UUD 1945 yang membicarakan tentang
hak dasar manusia, yang kemudian menerapkan tujuh belas pasal dalam UUD
1945. Seperti hak untuk hidup layak, setiap warga negara memiliki hak
berpendidikan, hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, hak memeluk
agama dan lain-lain.

122
Namun demikian, masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap HAM
di Indonesia, seperti antara lain Kasus Marsinah, Kasus Munir , Kasus Wartawan
Udin, Kasus Semanggi, kasus Tanjung Priok dan masih banyak lagi. Masih
banyaknya pelanggaran HAM di Indonesia menurut Budi Yuliardi (2018)
dikarenakan dua hal, yaitu :

a. Menurunnya pengamalan nilai-nilai sosial budaya Pancasila dalam


masyarakat, dan
b. Sistem politik di Indonesia yang belum benar-benar demokratis.

Menurunnya pengamalan nilai budaya atau nilai-nilai Pancasila dalam


masyarakat, sejalan dengan masuknya nilai-nilai budaya asing yang berakar dari
individualism dan liberalism yang berkembang cepat di Indonesia. Hak Asasi
Manusia akan terancam apabila terjadi kebebasan yang tidak terkendali,
kebebasan yang berlebihan dan kebebasan yang tidak seimbang dengan kewajiban
asasinya

9.3 Prinsip-prinsip Rule of Law


1. Rule of Law
Rule of Law dapat diartikan sebagai “ aturan (rule) dan hukum (law)”. Konsep Rule of
Law dikaitkan dengan negara, yang dalam tata pemerintahannya menggunakan aturan
hukum. Aturan hukum tersebut dibentuk untuk menjaga ketertiban masyarakat yang
tertuang dalam konstitusinya. Friedman (1959) membedakan pengertian Rule of Law
menjadi dua, yaitu :
a. Pengertian secara formal (in the formal sense) atau kekuasaan umum yang
terorganisasi, dan
b. Pengertian secara hakiki atau materiil (ideological sense) penegakan aturan
hukum yang baik atau buruk.

Rule of Law terkait erat dengan keadilan, sehingga Rule of Law harus menjawab
keadilan yang dirasakan oleh masyarakat atau bangsa. Rule of Law merupakan suatu
legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak
personal dan otonom. Rule of Law merupakan doktrin dalam hukum yang mulai
muncul pada abad 19, bersamaan dengan lahirnya negara konstitusi dan demokrasi.
Kehadiran rule of Law dapat dikatakan sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara
123
absolut yang telah berkembang sebelum kelahiran Rule of Law ini. Rule of Law
merupakan konsep tentang Common Law, dimana segenap lapisan masyarakat dan
negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang
dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law
dan bukan rule by the man.

Ada tidaknya rule of the law dalam suatu negara, ditentukan oleh kenyataan, apakah
rakyatnya benar-benar merasakan keadilan. Dalam arti, rakyat mendapatkan
perlakuan yang adil, baik antar sesama warganegara maupun perlakuan dari
pemerintah. Oleh karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu
negara merupakan kaidah-kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi
masyarakat. Rule of the law oleh sebagian besar pakar disamakan dengan konsep
negara hukum. Secara terminologis negara hukum adalah negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara
berdasar hukum menempatkan hukum sebagai suatu hal yang tertinggi (supreme).
Supremasi hukum tidak boleh mengabaikan tiga ide dasarnya, yaitu keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Pemerintahan dalam negara hukum harus
konstitusional, artinya ada pembatasan kekuasaan dan ada jaminan atas hak dasar
warganegaranya.

2. Prinsip-prinsip Rule of Law


Konsep rule of the law tidak dapat dipisahkan dengan konsep negara hukum. Namun
demikian, negara yang menganut sistem rule of the law harus memiliki prinsip yang
jelas. Menurut Dicey, dalam Kaelan (2007), ada tiga unsur fundamental dalam rule of
the law. Ketiga unsur yang dimaksud adalah :

a. Supremasi aturan-aturan hukum, tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang.


Artinya, seseorang hanya boleh dihukum apabila dia memang melanggar hukum,

b. Kedudukan yang sama dihadapan hukum. Hal ini berlaku bagi masyarakat biasa
maupun pejabat negara, dan

c. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang dan keputusan-


keputusan pengadilan.

Konsep negara dengan sistem rule of the law yang dikembangkan oleh masing-
masing negara memiliki sejumlah ciri. Ciri-ciri yang dimaksud adalah sebagai
124
berikut 1) Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung
persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan budaya, 2)
Pengadilan yang bebas dari pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak
memihak, 3) Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan
hukumnya dapat difahami dan dilaksanakan serta aman dalam pelaksanaannya, 4)
Supremasi hukum (menjunjung tinggi hukum), 5) Pembagian kekuasaan (division
of power) demi kepastian hukum, dan 6) Pemilihan umum yang bebas.

9.4 Korelasi Demokrasi dengan Negara Hukum.


Perkembangan paham kerakyatan tidak bisa dilepaskan dari paham negara
hukum, sebab pada akhirnya hukumlah yang mengatur dan membatasi kekuasaan negara
atau pemerintah. Untuk menghindari agar penggunaan kewenangan tidak disalahgunakan
dan agar tetap dalam batas-batas hukum, maka hukum administrasi menjadi sangat
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu asas penting dari suatu negara
hukum adalah asas legalitas. Secara substansial asas legalitas tersebut menghendaki agar
setiap badan atau lembaga atau pejabat bertindak berdasarkan undang-undang. Tanpa
dasar undang-undang, badan atau lembaga atau pejabat tidak berwenang melakukan
suatu tindakan yang dapat mengubah atau mempengaruhi keadaan hukum warga
masyarakat. Asas legalitas, berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan gagasan negara
hukum. Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk undang-undang dan berbagai
keputusan mendapatkan persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin
memperhatikan kepentingan rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan harus didasarkan pada undang-undang
dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-
undang.

125
BAB X

POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL

10.1 Pengertian Politik

Arti pertama kata politik secara etimologi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu
Polisteia. Polisteia dari kata Polis yang berarti kesatuan masyarakat yang mampu
mengurus dirinya sendiri, atau mampu berdiri sendiri dan teia yang berarti urusan. Jadi,
arti Polisteia adalah suatu urusan yang terkait dengan kesatuan masyarakat yang mampu
mengurus dirinya sendiri. Polis-polis tersebut merupakan kesatuan masyarakat di Yunani
masa lalu.

Arti politik yang kedua, adalah dalam konteks politics. Politics adalah suatu
rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, upaya, cara, dan alat yang digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki. Arti politik yang kedua ini sangat sering
ditemui dalam praktik para pejabat negara. Mereka ada dalam kaitannya dengan
Penggunaan segala jalan, segala cara, dan segala alat untuk mencapai tujuan mereka.
Para pejabat yang cenderung berbuat demikian disebut Politikus.

Sedangkan arti ketiga politik adalah kebijaksanaan atau policy. Policy adalah
penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin
terlaksana suatu usaha cita-cita atau keinginan atau keadaan yang di kehendaki. Jadi
dalam arti kebijaksanaan titik beratnya adalah adanya proses, yaitu penggunaan
pertimbangan, menjamin terlaksananya suatu usaha, dan pencapaian cita-cita yang di
kehendaki. Jadi, Politik dalam artian ini adalah tindakan dari satu individu atau satu
kelompok individu mengenai satu masalah atau keseluruhan masalah dari masyarakat
atau negara dengan menggunakan proses (Lemhanas, 2005). Kebijaksanaan yang sudah
dipertimbangkan dianggap lebih menjamin terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau
tujuan yang dikehendaki dengan baik. Politik dalam arti ketiga ini seharusnya digunakan
oleh para politikus untuk menuju ke tingkat sebagai negarawan dalam mengabdikan diri
bagi bangsa dan negara. Politics dan policy dapat memiliki hubungan yang erat dan
timbal balik. Politics memberikan asas, prinsip, jalan, arah dan keadaannya, sedangkan
policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, arah tersebut sebaik-
baiknya. Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan negara dan cara
126
melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu memerlukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan, pembagian atau alokasi sumber-sumber
yang ada. Dalam kebijakan umum, pengaturan maupun alokasi sumber-sumber yang ada
memerlukan kekuasaan dan wewenang (authority). Kekuasaan dan wewenang sangat
berperan penting dalam pembinaan kerjasama dan penyelesaian konflik yang mungkin
muncul dalam proses pencapaian tujuan.

Dengan demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan Negara,


Kekuasaan, Pengambilan Keputusan dan distribusi atau alokasi sumber-sumber
(Sumarsono, 2005) . Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Negara
Negara merupakan suatu organisasi dalam satu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Boleh dikatakan negara merupakan bentuk
masyarakat dan organisasi politik yang paling utama dalam suatu wilayah yang
berdaulat.
2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah
laku orang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginannya. Dalam arti politik, hal
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kekuasaan itu diperoleh, bagaimana
mempertahankannya, dan bagaimana melaksanakannya.
3. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah aspek utama politik. Dalam pengambilan keputusan
perlu diperhatikan dua hal, yaitu siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa
keputusan itu dibuat. Jadi, politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana
umum. Keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara.
4. Kebijakan Umum
Kebijakan (policy) merupakan suatu keputusan yang diambil oleh seorang atau
kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan itu. Dasar
pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin
dicapai secara bersama pula, sehingga perlu ada rencana yang mengikat yang
dirumuskan dalam kebijakan-kebijakan oleh pihak yang berwenang.

127
5. Distribusi
Distribusi atau alokasi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam
masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting. Ia harus dibagi secara
adil. Politik membicarakan bagaimana pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara
mengikat.

10.2 Pengertian Strategi

Strategi berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Strategia atau strategos yang berarti “the
art of the General “ atau seni seorang Panglima, atau perang di atas peta, yang biasanya
digunakan dalam peperangan. Umumnya, Panglima yang berpangkat Jenderal
memetakan terlebih dahulu lokasi yang akan dikuasai, teknik, taktik, kriteria, kualitas,
dan jumlah pasukan yang akan dikerahkan dan sebagainya. Setelah perencanaan matang,
baru dilaksanakan penyerangan ke wilayah tersebut. Proses ini mengawali munculnya
penjajahan di masa lalu. Karl von Clausewitz (1780-1931) dalam Lemhannas (2005)
berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk
memenangkan peperangan, sedangkan peperangan itu merupakan kelanjutan dari politik.

Dalam abad modern sekarang ini, penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada
konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas
di segala bidang. Dengan demikian, strategi tidak hanya menjadi monopoli bidang
militer, akan tetapi sudah meluas ke segala bidang kehidupan. Strategi pada dasarnya
merupakan seni dan ilmu menggunakan dan mengembangkan kekuatan (ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.

10.3 Politik dan Strategi Nasional

Politik Nasional adalah kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk


mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, Politik Nasional adalah
asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional
untuk mencapai tujuan nasional. Strategi Nasional disusun terkait pelaksanaan Politik
Nasional, misalnya, strategi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Jadi,

128
Strategi Nasional adalah cara melaksanakan Politik Nasional dalam mencapai sasaran
dan tujuan yang ditetapkan oleh Politik Nasional.

Politik Nasional memiliki empat sasaran. Keempat sasarab yang dimkasud adalah
sebagai berikut :

a. Politik Dalam Negeri yang diarahkan untuk mengangkat, meninggikan dan


memelihara harkat, derajat dan potensi rakyat Indonesia yang pernah mengalami
kehinaan dan kemelaratan akibat penjajahan menuju sifat-sifat bangsa yang
terhormat dan dapat dibanggakan.
b. Politik Luar Negeri yang bersifat bebas aktif yaitu anti imperialism dan
kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, mengabdi pada kepentingan
nasional dan amanat penderitaan rakyat serta diarahkan pada pembentukan
solidaritas antar bangsa.
c. Politik Ekonomi yang bersifat swasembada/swadaya yang berarti tidak
mengisolasi diri (pernah dilakukan India semasa pemerintahan Mahatma Gandhi),
tetapi diarahkan pada peningkatan taraf hidup dan daya kreasi rakyat Indonesia
sebesar-besarnya.
d. Politik Pertahanan Keamanan yang bersifat defensif aktif yang diarahkan pada
pengamanan dan perlindungan bangsa dan negara, serta usaha-usaha nasional dan
penanggulangan segala macam tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan.
(Lemhanas, 2005).

10.4 Dasar Pemikiran Penyusunan Politik dan Strategi Nasional

Penyusunan Politik dan Strategi Nasional perlu memahami pokok-pokok pikiran


yang terkandung dalam sistem Manajemen Nasional yang berlandaskan Ideologi
Pancasila dan UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Landasan
pemikiran dalam sistem Manajemen Nasional ini sangat penting sebagai kerangka acuan
dalam penyusunan politik dan strategi nasional, karena di dalamnya terkandung dasar
negara, cita-cita nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia.

1. Penyusunan Politik dan Strategi Nasional

Menurut UUD 1945 Politik dan Strategi Nasional disusun berdasarkan sistem
kenegaraan. Pendapat yang muncul pada tahun 1985 menyatakan bahwa jajaran
129
Pemerintah dan Lembaga-lembaga yang tersebut dalam UUD 1945 merupakan
“Supra Struktur Politik“, yaitu MPR, DPR, Presiden , MA dan BPK. Sedangkan
badan-badan yang ada dalam masyarakat disebut “Infra Struktur Politik“ seperti
Partai Politik, Organisasi Kemasyarakatan, Media Massa, dan Kelompok
Kepentingan ( Interest Group).

Baik Supra Struktur Politik maupun Infra struktur Politik yang terdapat dalam
sistem Ketatanegaraan, masing-masing saling memengaruhi serta mempunyai
kemampuan untuk mengendalikan pihak lain. Maka dari itu, Supra Struktur Politik
dan Infra Struktur Politik harus dapat bekerjasama dan memiliki kekuatan yang
seimbang. Penjelasannya adalah sebagai berikut.

Mekanisme penyusunan politik dan strategi nasional, di tingkat supra struktur


politik diatur oleh Presiden, dibantu oleh Dewan-Dewan yang dibentuk, seperti
Dewan Stabilitas Ekonomi Nasional, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dan
Dewan-dewan lain yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres).
Proses penyusunan politik dan strategi nasional di tingkat suprasistem politik diatur
oleh Presiden, sesuai dengan Visi dan Misi Presiden yang disampaikan pada saat
pelantikan dan pengambilan sumpah dan janji Presiden dan Wakil Presiden di
depan Sidang Paripurna MPR.

Visi dan Misi yang dijadikan Politik dan Strategi dalam menjalankan pemerintahan
dan melaksanakan pembangunan adalah selama 5 tahun. Seperti diketahui, sesuai
dengan hasil Amandemen UUD 1945, kedudukan Presiden tidak lagi sebagai
Mandataris MPR, karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh
Rakyat. Sebelumnya politik dan strategi nasional mengacu pada Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan oleh MPR.

Dalam proses penyusunan Politik Nasional, penyelenggara negara harus


melakukan pembinaan terhadap semua lapisan masyarakat dengan mencantumkan
sasaran masing-masing sektor atau bidang-bidang pembangunan. Di era Reformasi
saat ini, rakyat memiliki peran penting dalam mengawasi jalannya politik dan
strategi nasional yang dibuat dan dilaksanakan Presiden.

130
2. Pembagian Kekuasaan

Pembagian Kekuasaan berdasar Hasil Amandemen UUD 1945 meliputi Kekuasaan


Eksekutif, Kekuasaan Legislatif, Kekuasaan Yudikatif, dan Kekuasaan Inspektif.
Adapun penjelasan singkatnya sebagai berikut :

1) Kekuasaan Eksekutif didelegasikan kepada Presiden (pasal 4 ayat (1) UUD


1945).

2) Kekuasaan Legislatif didelegasikan kepada Presiden dan DPR (Dewan


Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

3) Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada MA (Mahkamah Agung).

4) Kekuasaan Inspektif, didelegasikan kepada BPK (Badan Pemeriksa


Keuangan dan DPR. DPR melakukan Pengawasan terhadap Presiden selaku
Penguasa Eksekutif.

Dalam UUD 1945 hasil Amandemen, tidak ada kekuasaan


Konsultatif yang awalnya didelegasikan kepada DPA (Dewan Pertimbangan
Agung). DPA dihapus atau ditiadakan karena dianggap tidak efektif lagi.
Presiden dapat membuat dewan-dewan atau tim yang sifatnya ad hoc. Setelah
tugasnya selesai dewan atau tim ini langsung dibubarkan.

3. Tingkat Penentu Kebijakan

Tingkat Penentu Kebijakan meliputi Tingkat Penentu Kebijakan Puncak, Tingkat


Penentu Kebijakan Umum, Tingkat Penentu Kebijakan Khusus, Tingkat Penentu
Kebijakan Teknis, dan Tingkat Penentu Kebijakan di Daerah. Adapun
penjelasannya sebagai berikut.

a. Tingkat Penentu Kebijakan Puncak

Hal dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), meliputi


Kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan mencakup
penentuan UUD (Masalah Politik Makro). Selain MPR, Presiden sebagai
Kepala Negara, termasuk Penentu Kebijakan Nasional, seperti Kewenangan
dalam upaya keselamatan negara, dengan mengeluarkan Dekrit, penyusunan

131
dan pemberlakuan UU, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu), UU, Keputusan Presiden (Kepres).

b. Tingkat Penentu Kebijakan Umum

Merupakan tingkat kebijakan di bawah tingkat kebijakan Puncak yang


lingkupnya menyeluruh secara nasional, berisi masalah-masalah makro
strategis, guna mencapai cita-cita dan tujuan Nasional dalam situasi dan
kondisi tertentu, berupa :

1) Undang-undang yang kekuasaan pembuatannya ada pada Presiden


dengan persetujuan DPR, Peraturan Pemerintah Penggantu Undang-
Undang (Perpu) dalam hal kegentingan yang mendesak,

2) Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengatur pelaksanaan Undang-undang


yang wewenang penerbitannya berada di tangan Presiden,

3) Keputusan atau Instruksi Presideni (Keppres atau Inpres) yang berisi


kebijakan-kebijakan penyelenggaraan pemerintahan yang wewenang
pengeluarannya berada di tangan Presiden, dalam rangka pelaksanaan
kebijakan nasional dan perundang-undangan yang berlaku, dan

4) Dalam keadaan tertentu dapat pula dikeluarkan Maklumat Presiden.

c. Tingkat Penentu Kebijakan Khusus

Kebijakan Khusus merupakan penggarisan terhadap suatu Bidang Utama


(Major Area) Pemerintahan. Kebijakan ini merupakan penjabaran Kebijakan
Umum untuk merumuskan strategi, administrasi, sistem dan prosedur dalam
bidang utama tersebut.

Wewenang Kebijakan Khusus berada di tangan Menteri, berdasarkan


kebijakan pada tingkat di atasnya. Hasilnya dirumuskan dalam bentuk
Peraturan Menteri, Keputusan Menteri atau Instruksi Menteri dalam bidang
pemerintahan yang diserahkan dan dipertanggungjawabkan kepada Menteri.
Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat mengeluarkan Surat Edaran Menteri.

132
d. Tingkat Penentu Kebijakan Teknis

Kebijakan Teknis meliputi penggarisan dalam satu sektor dari bidang utama
dalam bentuk Prosedur serta Teknis untuk mengimplementasikan rencana,
program dan kegiatan. Wewenang pengeluaran kebijakan teknis ini berada
pada Pimpinan Departemen dan Pimpinan Lembaga Non Departemen.

Hasil Penentuan Kebijakan dirumuskan dalam bentuk Peraturan, Keputusan


atau Instruksi Direktur Jenderal Departemen atau Pimpinan Lembaga Non
Departemen dalam sektor masing-masing yang diserahkan dan
dipertanggungjawabkan kepadanya.

Isi dan jiwa Kebijakan Teknis ini, harus sesuai dengan kebijakan di atasnya
dan harus bersifat Pengaturan Pelaksanaan baik secara teknis maupun
administratif. Peraturan, Keputusan dan atau Instruksi Direktur Jenderal atau
Pimpinan Lembaga Non Departemen (Kementerian) lazimnya merupakan
Pedoman Pelaksanaan.

Dalam Tata Laksana Pemerintahan, Sekretaris Jenderal sebagai Pembantu


Utama Menteri, bertugas mempersiapkan dan merumuskan Kebijakan Khusus
Menteri dan sebagai Pemimpin Rumah Tangga Kementerian. Selain itu
Inspektur Jenderal dalam suatu Kementrian berkedudukan selaku Pembantu
Utama Menteri dalam penyelenggaraan pengendalian Kementerian, selain juga
memiliki wewenang untuk mempersiapkan Kebijakan Khusus Menteri

e. Tingkat Penentu Kebijakan di Daerah

Ada dua macam Kekuasaan dalam pembuatan aturan. Pertama adalah


Wewenang penentuan pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Pusat di Daerah,
berada di tangan Gubernur (Kepala Daerah Tingkat I) dalam kedudukannya
sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerahnya masing-masing. Sedangkan bagi
Daerah Tingkat II, kewenangan berada di tangan Bupati atau Wallikota.
Perumusan hasil kebijakan tersebut dikeluarkan dalam bentuk Keputusan dan
Instruksi Gubernur untuk Wilayah Propinsi dan Keputusan serta Instruksi
Bupati atau Walikota untuk wilayah Kabupaten dan Kotamadya. Kedua
adalah Kepala Daerah berwenang mengeluarkan Kebijakan Pemerintah

133
Daerah dengan Persetujuan DPRD. Kebijakan tersebut berbentuk Peraturan
Daerah (Perda) Kepala Daerah Tingkat I atau Kepala Daerah Tingkat II.

10.5 Sistem Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 (Kaelan, 2010)

Ada dua sistem Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 yang meliputi
hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis. Penjelasan kedua sistem tersebut
adalah sebagai berikut.

1. Hukum Dasar Tertulis (Undang-Undang Dasar)

Pengertian Hukum Dasar meliputi dua macam, yaitu Hukum Dasar tertulis (Undang-
Undang Dasar) dan Hukum Dasar tidak tertulis (Konvensi). Karena sifatnya tertulis
maka rumusan Undang-undang Dasar itu tertulis dan tidak mudah berubah. Menurut
ECS.Wade dalam bukunya “Constitutional Law “ menyatakan, bahwa Undang-
undang Dasar menurut sifat dan fiungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan
kerangka dan tugas-tugas pokok dari Badan-Badan Pemerintahan suatu Negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja Badan-badan tersebut. Jadi, pada prinsipnya
mekanisme dan dasar dari setiap sistem Pemerintahan diatur dalam Undang-undang
Dasar. Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan
menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-undang Dasar
dapat dipandang sebagai Lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Undang-undang Dasar menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini


bekerjasama dan menyesuaikan diri satu dengan lainnya. Dalam Penjelasan UUD
1945 disebutkan bahwa UUD 1945 bersifat singkat dan supel. Hal ini mengandung
beberapa makna, yang diuraikan sebagai berikut :

a. Telah cukup apabila UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
garis-garis besar instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain penyelenggara
negara untuk menyelnggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.
b. Sifatnya yang supel (elastis) dimaksudkan, bahwa kita harus senantiasa ingat
bahwa masyarakat itu harus terus berkembang seiring dengan perkembangan
jaman. Sehubungan dengan itu maka jangan kita tergesa-gesa memberikan bentuk

134
kepada pikiran-pikiran yang masih berubah/berkembang. Memang sifat aturan
tertulis itu mengikat, oleh karena itu makin supel sifatnya maka semakin baik,
agar tidak ketinggalan jaman
Sifat Undang-undang Dasar mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. Oleh karena sifatnya tertulis, maka rumusannya jelas. Merupakan hukum dasar
positif yang mengikat Pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun
mengikat bagi setiap warganegara,
b. Bersifat singkat dan supel, memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus
dikembangkan sesuai dengan perkembangan jaman, serta memuat hak-hak
asasi manusia,
c. Memuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-ketentuan yang dapat dan
harus dilaksanakan secara konstitusional, dan
d. UUD 1945 dalam tertib Hukum Indonesia merupakan Peraturan Hukum
Positif yang tertinggi, disamping itu sebagai alat kontrol terhadap norma-
norma hukum positif yang lebih rendah dalam hierarki tertib hukum di
Indonesia.

2. Hukum Dasar yang Tidak Tertulis (Konvensi).

Konvensi adalah Hukum Dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun sifatnya
tidak tertulis. Konvensi memiliki sejumlah sifat. Sifat-sifat yang dimaksud adalah :

a. Merupakan kebiasaan yang berulang-ulang dan terpelihara dalam praktek


penyelenggaraan negara,
b. Tidak bertentangan dengan UUD dan berjalan sejajar,
c. Diterima oleh seluruh rakyat, dan
d. Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan
dasar yang tidak terdapat/tercantum dalam Undang-undang Dasar.

Apabila Konvensi dikehendaki untuk menjadi aturan tertulis, maka yang berwenang
memutuskannya adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan rumusannya
bukan merupakan suatu hukum dasar setingkat UUD, tetapi hanya sebagai suatu
Ketetapan Majelis saja.

135
Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945 hasil Amandemen

Sistem Pemerintahan Indonesia sesuai dengan UUD 1945 hasil Amandemen, dibagi
atas tujuh kunci pokok. Ketujuh kunci pokok yang dimaksud adalah sebagai berikut.

a. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum. Negara Indonesia tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal ini mengandung arti, bahwa negara
termasuk di dalamnya Pemerintahan dan Lembaga-lembaga Negara lainnya,
dalam melaksanakan tindakan-tindakannya harus dilandasi oleh Peraturan Hukum
atau harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas sistem ini tidak bersifat
absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa
cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi yang
dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan hukum lain, yang merupakan
produk konstitusional, seperti Ketetapan MPR, Undang-undang dll.
c. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD.
d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang tertinggi disamping
MPR dan DPR.
e. Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, namun Presiden harus
mendapatkan persetujuan DPR dalam hal membentuk Undang-undang,
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
f. Menteri Negara adalah Pembantu Presiden. Menteri Negara tidak
bertanggungjawab kepada DPR tetapi kepada Presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

136
BAB XI

WAWASAN NUSANTARA

11.1 Pengertian Wawasan Nusantara

Setiap bangsa memiliki wawasan nasional yang merupakan visi bangsa yang
bersangkutan menuju masa depan yang lebih baik. Kehidupan berbangsa di suatu
negara memerlukan konsep dan cara pandang atau wawasan nasional yang bertujuan
untuk menjamin kelangsungan hidup dan keutuhan bangsa, wilayah serta jati diri
bangsa tersebut. Indonesia memiliki konsep wawasan nasional yang dikenal dengan
nama Wawasan Nusantara.

Istilah Wawasan Nusantara (Lemhannas, 2005), sebagai suatu konsep


wawasan nasional Indonesia, berasal dari dua kata, yaitu Wawasan dan Nusantara.
Wawasan berasal dari kata wawas yang berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan
inderawi. Sedangkan kata mawas berarti memandang, meninjau, atau melihat. Jadi,
wawasan berarti cara pandang atau cara tinjau. Istilah Nusantara berasal dari kata
nusa dan antara. Nusa berarti kepulauan atau pulau-pulau dan antara berarti di
tengah dua benda, atau diapit oleh dua hal. Istilah Nusantara dipakai untuk
menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang
terletak di antara Samudera Pasifik di sebelah timur dan Samudera Indonesia atau
Samudera Hindia di sebelah barat. Indonesia juga di tengah Benua Asia (sebelah
utara) dan Benua Australia (sebelah selatan). Posisi ini disebut Posisi Silang karena
bila dihubungkan dengan garis maya akan ada gambaran garis maya yang saling
bersilangan.

Posisi silang merupakan posisi yang menimbulkan proses akulturasi yang


menjadi bangsa Indonesia sebagaimana dewasa ini, baik sosial, religi, bahasa maupun
budaya. (Lemhannas, 2005). Posisi silang hanya memberikan dua kemungkinan bagi
bangsa yang berdaulat. Pertama adalah membiarkan diri sendiri terus-menerus
menjadi objek dan lalu lintas kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh dari luar
yang melintasi kedudukan kita, dengan setiap kali menyandarkan dan
menggantungkan diri kepada kekuatan atau pengaruh yang terbesar pada suatu waktu.
Kedua adalah ikut serta mengatur lalu lintas kekuatan-kekuatan dan pengaruh-
137
pengaruh tersebut dalam arti ikut memainkan peranan sebagai subyek. Alternatif yang
kedua ini menuntut kemampuan menciptakan kekuatan sentrifugal.

Kunci bagi hal tersebut di atas ialah kemampuan untuk mentransformasikan


kekuatan-kekuatan dan pengaruh-pengaruh dari luar menjadi kekuatan nasional yang
dikendalikan dan digunakan sebagai kekuatan-kekuatan sentrifugal. Kekuatan di sini
dimaksudkan sebagai kekuatan yang berisikan sifat-sifat fisik dan mental yang tidak
ekspansif.

Dengan demikian, Wawasan Nusantara memiliki arti cara pandang bangsa


Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD
1945. Hal ini sesuai dengan posisi geografi wilayah Nusantara yang menjiwai
kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Berdasarkan
istilah tersebut, secara umum Wawasan Nasional berarti cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide yang dijabarkan dari dasar
filsafat dan sejarah bangsa sesuai dengan posisi dan kondisi geografis untuk mencapai
tujuan dan cita-cita nasionalnya.

Wawasan Nusantara berperan membimbing bangsa Indonesia dalam


menyelenggarakan kehidupannya serta sebagai rambu-rambu dalam perjuangan
mengisi kemerdekaannya. Seperti yang sudah dikemukakan, dibagian sebelumnya,
Wawasan Nasional adalah cara pandang setiap bangsa. Indonesia juga memiliki
Wawasan Nasional. Nasional berarti kebangsaan. Wawasan Nasional Indonesia
disebut Wawasan Nusantara. Wawasan Nusantara Indonesia dilandasi oleh falsafah
Pancasila dan adanya konsep geopolitik. Kehidupan suatu bangsa dan negara akan
selalu dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis. Oleh karena itu,
wawasan harus mampu memberikan inspirasi kepada suatu bangsa dalam menghadapi
berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan strategis apabila
bangsa dan negara itu ingin tetap bertahan hidup (survive).

Secara terminologis, pengertian Wawasan Nusantara menurut pendapat para pakar,


adalah :

a. Menurut Wan Usman, (dalam Sumarsono, 2005) Wawasan Nusantara adalah cara
pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai suatu negara
kepulauan dengan segala aspek kehidupan yang beragam.

138
b. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1998 Wawasan Nusantara adalah
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah
dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Menurut Lemhannas (2005), Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan
bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Ada tiga faktor utama yang memengaruhi perjuangan suatu bangsa untuk dapat
berjuang mewujudkan cita-citanya (Sumarsono, 2005). Tiga faktor tersebut adalah :

a. Bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup,


b. Jiwa, tekad dan semangat manusia atau masyarakatnya, dan
c. Lingkungan sekitarnya.

Wawasan Nusantara sebagai cara pandang juga mengajarkan bagaimana pentingnya


membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara
dalam mencapai tujuan dan cita-citanya. Dengan demikian, Wawasan Nusantara
merupakan penjabaran dari nilai cinta tanah air dengan segala aspek kehidupan di
dalamnya yang merupakan satu kesatuan dalam bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan negara.

11.2 Konsep Wawasan Nusantara

Pancasila sebagai landasan adanya Wawasan Nusantara mengandung arti bahwa


Wawasan Nusantara menggugah kesadaran segenap komponen bangsa, para
pemimpin bangsa, profesional, para pakar dan cendekiawan serta penyelenggara
pemerintahan baik di pusat maupun daerah untuk memandang dengan persepsi yang
sama tentang tujuh landasan yang membangun konsep Wawasan Nusantara.
Ketujuh landasan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

139
1. Konsep Persatuan dan Kesatuan
Konsep ini mengandung arti bahwa segenap komponen bangsa bersatu meskipun
bangsa Indonesia beragam dan majemuk serta hidup di wilayah kepulauan yang
tersebar.
2. Konsep Bhineka Tunggal Ika
Konsep ini mengajak segenap komponen bangsa bahwa keanekaragaman suku,
etnis, agama, spesifikasi daerah merupakan realitas yang harus didayagunakan
untuk memajukan bangsa dan negara ini.
3. Konsep Kebangsaan
Konsep ini mengajak segenap komponen bangsa untuk memiliki persepsi yang
sama tentang kebangsaan Indonesia. Bahwa bangsa Indonesia lahir karena adanya
kehendak segenap komponen bangsa yang terdiri dari kelompok-kelompok
masyarakat yang heterogen dan majemuk untuk bersatu, memiliki latar belakang
sejarah yang sama, memiliki cita-cita dan tujuan untuk hidup bersama dan dalam
wilayah yang sama sebagai satu kesatuan ruang hidup yaitu Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
4. Konsep Negara Kebangsaan
Konsep ini menggugah kesadaran segenap komponen bangsa untuk memiliki
persepsi yang sama tentang konsep negara kebangsaan, dan mengedepankan
prinsip satu kesatuan wilayah
5. Konsep Negara Kepulauan
Konsep ini mengajak segenap komponen bangsa untuk memiliki persepsi yang
sama tentang negara kepulauan, yaitu sebagai kawasan laut yang dipenuhi dengan
pulau-pulau, sehingga wilayah laut harus dipandang sebagai media pemersatu
bangsa bukan sebagai pemisah.
6. Konsep Geo Politik
Konsep ini mengajak segenap komponen bangsa untuk memiliki persepsi yang
sama tentang konstelasi geografi Indonesia yang strategis, berada di posisi silang,
di antara dua Benua dan dua Samudera, dengan sumber kekayaan alamnya yang
memiliki potensi sangat besar. Apabila bangsa Indonesia mampu maka pasti bisa
memanfaatkannya. Sebaliknya akan menjadi potensi kerawanan apabila bangsa
Indonesia tidak mampu merawat dan menjaganya.

140
7. Kondisi Obyektif Geografi Nusantara
Konsep ini merupakan gambaran rangkaian pulau-pulau yang tersebar dan
terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis.
Kondisi ini merupakan keunikan Indonesia dan Indonesia memiliki karakteristik
yang berbeda dari negara lain.

11.3 Landasan Wawasan Nusantara

Landasan Wawasan Nusantara terdiri dari Landasan Idiil dan Landasan Konseptual
(Sumarsono, 2005). Penjelasan kedua landasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Landasan Idiil Wawasan Nusantara

Menurut landasan ini, Pancasila adalah ideologi dan dasar negara yang
dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila mencerminkan nilai
keseimbangan, keserasian, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, kebersamaan
dan kearifan dalam membina kehidupan nasional. Pancasila sebagai filsafat,
ideologi bangsa dan dasar negara , mempunyai kekuatan hukum yang mengikat
para penyelenggara negara dan seluruh rakyat Indonesia.

Pencerminan Pancasila tentang konsep Wawasan Nusantara tercermin


dalam sila yang ke 3 yaitu Persatuan Indonesia. Sila ini mengandung arti bangsa
Indonesia lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibanding
kepentingan sendiri dan golongan. Kepentingan masyarakat luas lebih
diutamakan dibanding kepentingan perseorangan dan golongan

2. Landasan Konseptual Wawasan Nusantara

Berdasarkan Landasan Konseptual Wawasan Nusantara, Undang-undang


Dasar 1945 merupakan konstitusi dasar yang menjadi pedoman pokok dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bangsa Indonesia menyadari
bahwa bumi, air dan dirgantara di atasnya serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Seluruh potensi yang ada itu dipergunakan secara terpadu,
seimbang, serasi, selaras serta adil.

141
11.4 Hakikat, Kedudukan dan Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara

Hakikat, Kedudukan dan Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara dapat


diuraikan sebagai berikut :

1. Hakikat Wawasan Nusantara

Hakikat Wawasan Nusantara adalah keutuhan dan kesatuan wilayah nasional,


persatuan bangsa dan kesatuan wilayah yang satu dan utuh. Apabila ditinjau dari
aspek sosial budaya, maka Bangsa Indonesia sangat beragam dan apabila ditinjau
dari sisi kewilayahan bercorak nusantara. Namun demikian, hal tersebut harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, baik dari tinjauan secara
geografi, politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan dan keamanan.

Menurut Hasnan Habib, dalam Winarno 2013 (1970). Inti pokok Wawasan
Nusantara adalah :

a. Kebulatan wilayah nasional, yang termasuk satu kesatuan bangsa, satu tujuan
dan tekad perjuangan, dan satu kesatuan hukum,
b. Satu kesatuan sosial budaya,
c. Satu kesatuan ekonomi, dan
d. Satu kesatuan Peratahanan Keamanan (hankam).

2. Kedudukan Wawasan Nusantara.

Kedudukan Wawasan Nusantara adalah sebagai Visi Bangsa Indonesia dalam


mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya. Visi bangsa sesuai dengan konsep
Wawasan Nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu
dan utuh. Kedudukan Wawasan nusantara sebagai salah satu konsepsi
ketatanegaraan republik Indonesia dapat dilihat pada bagan sebagai berikut
(Winarno, 2013). Gambar 11.1 menyajikan Pembangunan Nasional dalam
Ketatanegaraan Republik Indonesia.

142
Pancasila / Pembukaan UUD 1945
Landasan Idiil
UUD 1945
Landasan Konstitusional
Wawasan Nusantara
Landasan Visional
Ketahanan Nasional
Landasan Konsepsional
Dokumen Rencana Pembangunan
Landasan Operasional

Pembangunan Nasional
Gambar 11.1 Paradigma Ketatanegaraan Republik Indonesia

3. Latar Belakang Konsepsi Wawasan Nusantara

Dari segi sejarah, bangsa Indonesia menginginkan menjadi suatu bangsa yang
bersatu dengan wilayah yang satu dan utuh, ada dua hal yang mendasarinya, yaitu
1) Bangsa Indonesia pernah mengalami kehidupan yang pahit sebagai bangsa yang
terjajah dan terpecah belah, dan 2) Bangsa Indonesia pernah mengalami
perpecahan wilayah yang dibuat oleh penjajah Belanda.

Sejarah mencatat bahwa Selama 350 tahun bangsa Indonesia dijajah Belanda dan
ditambah tiga setengah tahun dijajah bangsa Jepang. Selama masa penjajahan,
Bangsa Indonesia merasakan dan mengalami penderitaan, kesengsaraan,
kemiskinan, dan kebodohan.

Penjajah juga menciptakan perpecahan dengan politik pecah belah (devide et


impera), sehingga terjadilah perpecahan kerena orang Indonesia justru melawan
bangsanya sendiri. Seperti diketahui, setiap perjuangan melawan penjajah, pasti
ada pahlawan dan juga ada penghianat bangsa, sehingga bangsa Indonesia terpecah
belah.

11.5 Historis Yuridis

Secara historis wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda yang dikenal
dengan sebutan Hindia Belanda. Wilayah Hindia Belanda yang berbentuk kepulauan
merupakan wilayah yang terpisahkan oleh laut bebas. Karena itu, Belanda sengaja
menggunakan ketentuan bahwa batas wilayah laut teritorial Hindia Belanda adalah
selebar 3 mil laut sepanjang pantai saat laut surut , sesuai dengan Territoriale Zee en
143
Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO) tahun 1939. Artinya, batas wilayah setiap
pulau yang ada di wilayah Hindia Belanda adalah 3 mil dari daratannya saat laut
surut. Berarti perairan atau laut yang berada di wilayah yang jaraknya lebih dari 3 mil
laut adalah lautan di luar wilayah teritorial . Hal ini berarti juga bahwa perairan di luar
3 mil itu menjadi perairan bebas dan berlaku sebagai perairan internasional. Gambar
11.2 menyajikan Wilayah laut Negara kepulauan berdasarkan Territoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO).

Gambar 11.2 Wilayah Laut Negara Kepulauan


berdasarkan Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO)

Sebagai bangsa yang terjajah dan terpecah belah serta memiliki wilayah yang
terpisah-pisah, kondisi tersebut jelas merupakan suatu kerugian yang sangat besar.
Keadaan seperti ini tidak mendukung upaya bangsa Indonesia dalam mewujudkan
bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat serta dalam upaya mewujudkan bangsa yang
adil makmur seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV.

Berdasarkan sejarah yang telah diuraikan di atas, bangsa Indonesia berupaya


mengembangkan konsepsi-konsepsi tentang visi bangsa, yaitu sebagai suatu bangsa
yang bersatu dalam satu wilayah yang utuh dan konsepsi itu dirumuskan dalam
Wawasan Nusantara. Untuk bisa keluar dari keadaan sebagai bangsa yang terjajah
dan terpecah, dibutuhkan semangat kebangsaan. Semangat kebangsaan ini melahirkan
visi sebagai suatu bangsa yang bersatu. Tumbuhnya semangat kebangsaan ini
144
melahirkan ideologi bagi perjuangan bangsa Indonesia yang puncaknya adalah
Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Munculnya semangat kebangsaan Indonesia diawali dengan era Kebangkitan


Nasional, yaitu munculnya berbagai oraganisasi perjuangan yang bergerak di bidang
ekonomi, pendidikan dan organisasi perjuangan lainnya. Semangat kebangsaan ini
bergelora dengan adanya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dan dari
sinilah semangat kebangsaan berlanjut dan kemudian melahirkan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia.

Perkembangan semangat Kebangsaan dapat dikategorikan kedalam tiga kurun waktu


(Marsono, 2013). Tiga kategori tersebut adalah :

a. Jaman Perintis tahun 1908 dengan berdirinya pergerakan nasional Budi Utomo,
b. Jaman Penegas tahun 1928 yaitu dengan Sumpah Pemuda Indonesia, dan
c. Jaman Pendobrak tahun 1945 yang ditandai dengan Proklamasi Kemerdekaan
Bangsa Indonesia.

Adanya Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengubah banyak hal,


Bangsa Indonesia yang semula terpecah belah, beralih menjadi bangsa yang bersatu
dan merdeka.Upaya untuk menjadikan wilayah Indonesia sebagai wilayah yang utuh
terus dilakukan dan baru pada tahun 1957 terjadi perubahan pada wilayah teritorial
Indonesia. Perdana Menteri Indonesia, Ir.H. Juanda pada tanggal 13 Desember 1957
mengeluarkan pernyataan bermuatan internasional yang selanjutnya dikenal dengan
Deklarasi Juanda 1957.

Deklarasi mengenai wilayah perairan Indonesia itu berbunyi :

“Bahwa segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-


pulau yang termasuk negara Indonesia, dengan tidak memandang luas atau
lebarnya, adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan negara
Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional
yang berada di bawah kedaulatan mutlak negara Indonesia”.

Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan dengan atau mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia.

145
Penentuan batas landas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis maya
yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau terluar negara
Republik Indonesia. Teori garis maya yang menghubungkan titik terluar dari pulau-
pulau terluar dari suatu negara kepulauan disebut Point to Point Theory atau teori
dari titik ke titik. Luas laut Teritorial Indonesia yang semula dua juta km² menjadi
seluas lima juta km². Gambar 11.3 menunjukan Wilayah Laut Negara Kepulauan
berdasarkan Point to Point Theory.

Gambar 11.3 Wilayah Laut Negara Kepulauan


Berdasarkan Point to Point Theory

Gasasan Wawasan Nusantara bertolak dari konsepsi negara kepulauan (archipelagic


state concept) . Konsepsi negara kepulauan awalnya dikemukakan pada tanggal 13
Desember 1957 dalam bentuk Deklarasi Juanda yang menyatakan bahwa 1) bentuk
geografi Indonesia sebagai suatu negara kepulauan mempunyai sifat dan corak
tersendiri, 2) menurut sejarah sejak dulu kala, kepulauan Indonesia merupakan suatu
kepulauan, dan 3) batas laut territorial yang temaktub dalam TZMKO 1939 memecah
keutuhan territorial Indonesia, karena membagi wilayah daratan Indonesia dalam
bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri.
146
Ketentuan-ketentuan di atas akan diatur selekas-lekasnya dengan undang-undang.

Adapun tujuan Deklarasi Juanda adalah :

a. Perwujudan bentuk wilayahg negara Republik Indonesia yang satu dan utuh,
b. Penentuan batas-batas wilayah negara Indonesia disesuaikan dengan asas negara
kepulauan, dan
c. Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang leboih menjamin keselamatan dan
keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Deklarasi Juanda dikukuhkan dalam Undang-undang RI No. 4 / PRP tahun 1960


tentang Perairan Indonesia yang berisi tiga poin utama, yaitu :

a. Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman


Indonesia,
b. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut dari point to point theory,
dan
c. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam
dari garis dasar.

Deklarasi Juanda tahun 1957 tersebut melahirkan Konsepsi Wawasan


Nusantara, dimana laut tidak lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai
penghubung atau pemersatu. Wawasan Nusantara dibangun dari konsepsi
kewilayahan, dan Negara Indonesia adalah satu kesatuan wilayah yang berciri
Nusantara. Undang-undang mengenai perairan Indonesia selanjutnya diperbaharui
dengan Undang-undang RI No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Deklarasi
Juanda terus diperjuangkan dalam forum Internasional, agar pengakuan Indonesia atas
wilayah territorial tersebut mendapat pengakuan Internasional.

Melalui perjuangan panjang, sejak diundangkan pertama kalinya pada tahun 1957 dan
diperbaharui pada tahun 1996, maka Konperensi PBB tanggal 30 April 1982 tentang
Hukum Laut, menerima Deklarasi Indonesia tentang Batas Lintas Perairan tersebut.
Berdasarkan Konvensi Hukum Laut ( The United Nations Convention on the Law of
the Sea atau UNCLOS tahun 1982, diakui Asas Negara Kepulauan (Archipelago
State) dan berdasarkan Undang-undang RI No. 17 tahun 1985 Indonesia meratifikasi
hasil Konvensi Hukum Laut PBB tersebut. Gambar 11.4 menyajikan Wilayah Laut
Negara Kepulauan Berdasarkan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE).
147
Gambar 11.4 Wilayah Laut Negara Kepulauan
Berdasarkan Zona Ekonomi Esklusif (ZEE)

Batas luas wilayah laut negara kepulauan 12 mil sepanjang point to point theory
ternyata masih dirasakan belum cukup. Oleh karena itu, pada tanggal 21 Maret 1980
Pemerintah Indonesia mengawali dengan mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) yang lebarnya 200 mil yang diukur dari point to point theory. Pengumuman
pemerintah Indonesia tersebut didorong oleh adanya tiga faktor. Pertama adalah
Semakin terbatasnya ikan dunia. Kedua adalah pembangunan Nasional Indonesia.
Dengan di ketemukannya sumber minyak yang ternyata banyak terdapat di wilayah
laut lepas maka di temukan bahwa sumber daya alam tersebut dalam batas wilayah
200 mil dari pangkal laut suatu negara kepulauan. Ketiga adalah Zona Ekonomi
Eksklusif sebagai rezim hukum internasional makin banyak negara yang
mengeluarkan kesepakatan tentang Zona Ekonomi Eksklusif.

Atas dasar undang-undang Undang-undang RI No: 1 tahun 1973 diperkuat dengan


Pengumuman tentang Zona Ekonomi Eksklusif (21 Maret 1980) maka di sepakati hal-
hal sebagai berikut :
148
a. Lebar Zona Eksklusif Indonesia adalah 200 mil diukur dari garis pangkal laut
wilayah Indonesia,
b. Hak berdaulat untuk menguasai kekayaan sumber alam di Zona Ekonomi
Eksklusif, dan
c. Lautan di Zona Ekonomi Eksklusif tetap merupakan lautan bebas untuk pelayaran
Internasional.

ZEE Indonesia diajukan dalam Konferensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 di
Jamaika. Hampir seluruh negara perserta Konferensi menyetujui usul Indonesia
tersebut. Kemudian pada tahun 1983 Pemerintah Indonesia mengukuhkannya melalui
Undang-undang RI No. 5 tahun 1983.

Selain berdasar pada ZEE, Indonesia sebagai negara kepulauan diijinkan


memberlakukan Teori Landas Kontinen. Landas Kontinen adalah suatu negara
berpantai meliputi dasar laut dan tanah terletak di luar laut teritorialnya sepanjang
merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya. Jarak 200 mil laut garis pangkal
dari mana batas teritorial di ukur, atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350
mil, atau tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam
2500 m. (Hamdan Mansur, 1997). Pemerintah Indonesia menganggap perlu untuk
mengamankan sumber daya alam yang terdapat dalam wilayah laut nasionalnya. Hal
ini dilakukan mengingat eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dilandas
kontinen sudah dapat dilakukan dengan adanya kemajuan teknologi. Untuk itu pada
tanggal 17 Februari 1969 pemerintah Indonesia mengeluarkan deklarasi tentang
Landas Kontinen dengan pertimbangan sebagai berikut Petama adalah Segala
sumber mineral dan sumber kekayaan alam lainnya yang terdapat pada dasar laut dan
tanah dibawahnya (di Landas Kontinen) merupakan milik Indonesia. Kedua, hal ini
bila terkait dengan landas kontinen yang berbatasan dengan negara lain, maka
pemerintah Republik Indonesia bersedia berunding dengan negara yang bersangkutan
untuk menetapkan garis batas sesuai prinsip hukum dan keadilan. Ketiga, Pemerintah
Indonesia dapat mengeluarkan izin untuk mengadakan eksplorasi dan produksi
minyak serta gas bumi. Selain itu, ada dimunculkan ijin untuk eksploitasi sumber-
sumber mineral ataupun kekayaan alam lainnya (Lemhannas, 2005).

149
Meskipun banyak terdapat negara kepulauan, Negara Kesatuan Republik Indonesia
memiliki keunikan tertentu. Keunikan dan heterogenitas Indonesia adalah :
a. Indonesia adalah negara kepulauan / maritim dengan jumlah pulau sekitar 17.500
pulau yang tersebar di khatulistiwa,
b. Luas wilayahnya 5,192 juta km2 dengan rincian, daratan seluas 2.027 juta km2
dan luas lautan 3.166 juta km2 atau 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan,
c. Jarak dari utara ke selatan 1.888 km dan jarak dari timur ke barat 5.110 km,
d. Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera atau Posisi Silang,
e. Indonesia terletak tepat di garis khatulistiwa,
f. Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim
hujan,
g. Indonesia menjadi pertemuan dua jalur pegunungan, yaitu Mediterania dan
Pasifik,
h. Berada pada 6 derajat Lintang Utara – 11 derajat Lintang Selatan, 95 derajat Bujur
Barat – 141 derajat Bujur Timur,
i. Indonesia wilayah yang subur dan semua pulaunya bisa dihuni,
j. Kaya akan flora dan fauna serta sumber alam lainnya, dan
k. Memiliki etnik yang sangat banyak, kebudayaan yang sangat beragam dengan
jumlah penduduk yang cukup besar.

Posisi dan kondisi Indonesia tersebut merupakan posisi dan kondisi yang sangat
strategis, karena dapat membuka peluang untuk dimanfaatkan oleh bangsa lain
dengan cara memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Disamping itu posisi dan
kondisi wilayah seperti Indonesia tersebut akan sangat mudah untuk disusupi atau
diinfiltrasi, karena Indonesia adalah negara kepulauan, dimana banyak celah yang
terbuka.Secara positif keunikan wilayah Indonesia itu seharusnya menjadi modal
utama untuk memperkuat bangsa menuju tujuan dan cita-citanya. Dalam upaya itulah
Indonesia mengembangkan Konsepsi Wawasan Nusantara berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

150
BAB XII
GEOPOLITIK

12.1 Pengertian Geopolitik

Geopolitik secara etimologis berasal dari kata geo yang berarti bumi. Tidak
terlepas dari pengaruh letak serta kondisi geografis bumi, maka angkasa diatas bumi
tempat warga negara dari suatu negara menjalankan kehidupan adalah milik negara
tersebut. Geopolitik diartikan sebagai ilmu penyelenggaraan negara dimana setiap
kebijakannya harus dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah atau tempat
tinggal suatu bangsa. Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara
faktor-faktor geografi, strategi dan politik suatu negara, dan untuk implementasinya
diperlukan strategi yang bersifat nasional.

Istilah geopolitik pertama kali digunakan oleh Frederich Ratzel sebagai Ilmu
Bumi Politik (Political Geography) yang kemudian dikembangkan oleh Rudolf
Kjellen menjadi Geographical Politics yang kemudian menjadi Geopolitics. Berikut
ini diuraikan dua teori-teori yang terkait dengan geopolitik.

1. Teori Geopolitik Frederich Ratzel (1844-1904)

Ratzel berpendapat bahwa negara mirip mahluk organisme yang hidup dan
berkembang biak. Negara identik dengan ruang yang ditempati oleh sekelompok
masyarakat (bangsa). Pertumbuhan negara dengan masyarakat yang menghuni
mirip dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang hidup yang cukup,
agar dapat tumbuh dengan sehat. Makin luas ruang hidup, maka negara akan
semakin bertahan, kuat dan maju. Oleh karena itu, jika negara ingin tetap hidup
dan berkembang, maka dibutuhkan perluasan wilayah sebagai ruang hidup
masyarakatnya. Teori ini dikenal dengan teori biologis. Makin banyak penduduk
suatu negara, maka perlu perluasan negara. Teori ini mengawali adanya
penjajahan atau kolonialisme untuk memperluas wilayah suatu negara.

2. Teori Geopolitik Rudolf Kjellen (1864 – 1922)

Teori ini menyatakan bahwa negara adalah mahluk organisme dan bukan hanya
mirip. Negara adalah satuan dan sistem politik yang menyeluruh yang meliputi

151
bidang geopolitik, demo politik, ekonomo politik dan sosio politik. Sebagai
organisasi yang hidup maka negara harus mampu mempertahankan dan pemimpin
mampu mengembangkan dengan melakukan perluasan wilayah atau ruang
hidupnya. Batas negara menurut teori ini bersifat sementara, tidak statis karena
bisa diperluas. Strategi yang dilakukan adalah dengan membangun kekuatan, baik
di darat, laut dan udara. Dalam materi geopolitik ini hanya akan membahas faktor
geografi dan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak menganut
paham perluasan wilayah atau ekspansionisme.

12.2 Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia

Konsepsi Wawasan Nusantara dibangun atas geopolitik bangsa Indonesia.


Bangsa Indonesia memiliki pandangan sendiri mengenai wilayah yang dikaitkan
dengan politik atau kekuasaan. Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional
dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik bangsa Indonesia. Salah
satu kepentingan Nasional Indonesia adalah menjadikan bangsa dan wilayah
Indonesia senantiasa satu, utuh, dan tidak terpecah belah. Kepentingan Nasional
merupakan uraian lanjut dari cita-cita nasional, tujuan nasional maupun visi nasional.

Cita-cita Nasional bangsa Indonesia adalah mewujudkan negara Indonesia


yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur seperti yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea II. Tujuan Nasional bangsa Indonesia seperti yang
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, salah satunya adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Visi Nasional
Indonesia menurut TAP MPR No.VII/MPR/2001 adalah terwujudnya masyarakat
Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju,
mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara.

12.3 Paham Geopolitik Bangsa Indonesia

Paham Geopolitik Bangsa Indonesia dirumuskan dalam Konsepsi Wawasan


Nusantara. Bagi Bangsa Indonesia geopolitik merupakan pandangan baru dalam
mempertimbangkan faktor-faktor geografis wilayah negara untuk mencapai tujuan
nasional. Untuk Indonesia, geopolitik adalah kebijakan dalam rangka mencapai tujuan
nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis negara berdasarkan ilmu
pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografi tersebut. Secara geografis Indonesia

152
memiliki ciri khas, yaitu diapit dua samudera dan dua benua, serta terletak dibawah
Geostationary Satelite Orbit (GSO). Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua
per tiga nya merupakan perairan, sehingga disebut sebagai negara maritim.

Wilayah negara Indonesia dituangkan secara yuridis dalam pasal 25A UUD
1945 hasil amandemen IV yang berbunyi : “… Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-
batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang”. Atas dasar konstitusi itulah
Indonesia mengembangkan paham geopolitik Nasionalnya, yaitu Wawasan
Nusantara.

Sebelumnya, Wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda yang


dulunya disebut Hindia Belanda. Wilayah bekas jajahan Belanda itulah yang menjadi
wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, yang merupakan ruang hidup
bangsa Indonesia yang harus tetap disatukan dan dipertahankan. Tidak ada keinginan
bangsa Indonesia untuk melakukan ekspansi guna menambah ruang hidupnya seperti
yang tertuang dalam teori geopolitik Ratzel dan Kjellen di atas. Bangsa Indonesia
tidak akan mengembangkan dirinya sesuai dengan teori ekspansionisme.

Berdasarkan fakta geografis dan sejarah inilah, Wilayah Indonesia dengan


segala apa yang ada di dalamnya dipandang sebagai suatu kesatuan pandangan yang
satu dan utuh, atau Wawasan Nusantara. Hal ini adalah konsepsi geopolitik
Indonesia, yaitu Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya (yang serba beragam dan bernilai strategis) mengutamakan persatuan
dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam
setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.

12.4 Unsur Dasar dan Perwujudan Konsepsi Wawasan Nusantara

1. Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara

Ada tiga unsur dasar konsepsi Wawasan Nusantara. Ketiga unsur yang dimaksud
adalah sebagai berikut :

a. Wadah adalah tempat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara


meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan dan penduduk
dengan aneka ragam budaya.

153
b. Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta
tujuan nasional yang telah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk
itu maka bangsa Indonesia harus mampu mencipkatan persatuan dan kesatuan
dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional.
c. Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi yang terdiri dari tata
laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat
dan mentalitas yang baik bangsa Indonesia, sedangkan tata laku lahiriah
tercermin dalam tindakan, perbuatan dan perilaku bangsa Indonesia.

Hal ini mencerminkan identitas, integritas, jati diri dan kepribadian bangsa
Indonesia. Adapun keseluruhannya adalah berdasarkan kekeluargaan dan
kebersamaan yang memiliki rasa bangga, cinta tanah air, sehingga akan
menumbuhkan nasionalisme yang tinggi di semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Perwujudan Wawasan Nusantara

Wawasan Nusantara adalah Wawasan Nasional yang bersumber dari Pancasila


sebagai landasan Idiil dan UUD 1945 sebagai landasan Konstitusional. Hakikat
Wawasan Nusantara adalah kesatuan bangsa, keutuhan wilayah Indonesia. Cara
pandang bangsa Indonesia tersebut mencakup sejumlah hal yang diuraikan
sebagai berikut :

a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik


Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik meliputi hal-
hal sebagai berikut :
1) Bahwa keutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya
merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan mitra
seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa Indonesia,
2) Bahwa bangsa Indonesia yang bhineka dalam hal suku, budaya, agama dll
yang beraneka ragam harus merupakan satu kesatuan bangsa yang utuh
dalam arti yang seluas-luasnya,
3) Secara psikologis bangsa Indonesia harus merasa satu, sepenanggungan,
sebangsa dan setanah air serta mempunyai satu tekad dalam upaya
mencapai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia,
154
4) Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah dan ideologi bangsa dan
negara yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju
tujuannya, dan
5) Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam
arti hanya ada satu hukum yang digunakan untuk kepentingan nasional.

b. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Ekonomi


Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Ekonomi meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1) Bahwa kekayaan wilayah Nusantara adalah modal dan milik bersama
bangsa Indonesia, dan
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh
daerah tanpa meninggalkan ciri khas yang dimiliki daerah dalam
mengembangkan ekonominya.

c. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya


Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
meliputi :
1) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu. Perikehidupan bangsa harus
merupakan kehidupan yang serasi, tingkat kemajuan masyarakat yang
sama, merata dan seimbang dan keselarasan dengan tingkat kemajuan
bangsa, dan
2) Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak
ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi
modal dan landasan perkembangan budaya bangsa dan hasilnya dapat
dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.

d. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan


Keamanan
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan
Keamanan meliputi :

155
1) Bahwa ancaman terhadap satu daerah, pada hakikatnya merupakan
ancaman bagi seluruh bangsa dan negara, dan
2) Bahwa tiap-tiap warganegara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dalam pembelaan negara.

Wawasan Nusantara mengajarkan perlunya kesatuan sistem politik, sistem


ekonomi, sistem sosial, sistem budaya dan sistem pertahanan keamanan dalam
lingkup Nasional Indonesia. Atas dasar hal di atas, dapat disimpulkan bahwa
setiap kekayaan yang ada di satu wilayah tanah air, merupakan kekayaan
Indonesia yang harus dapat dikelola dengan baik demi kemaslahatan/ hajat hidup
bangsa. Sebaliknya kemiskinan di satu wilayah hendaknya dipandang sebagai
kemiskinan seluruh bangsa Indonesia yang harus dapat diatasi oleh seluruh
wilayah secara bersama.

12.5 Batas Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Berdasarkan UU RI No.6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Negara


Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara Kepulauan. Dalam Negara
Kepulauan diterima asas bahwa segala perairan disekitar, diantara dan yang
menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dengan tidak memperhitungkan luas atau lebarnya
merupakan bagian integral dari wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pernyataan dalam UU RI No.6 tahun 1996 tersebut didasarkan atas fakta


sejarah dan cara pandang bangsa Indonesia, bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 secara geografis
adalah Negara Kepulauan. Kedaulatan Negara Republik Indonesia di perairan
Indonesia, meliputi laut territorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman serta
dasar laut dan tanah dibawahnya termasuk sumber kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya. Berdasarkan hak tersebut, maka wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, meliputi tanah (daratan) dan air (lautan) serta udara diatasnya.

156
a. Wilayah Daratan

Wilayah daratan adalah daerah di permukaan bumi dalam batas-batas tertentu dan
di dalam tanah permukaan bumi. Untuk menentukan batas wilayah daratan,
biasanya dilakukan bersama dengan negara-negara yang berbatasan daratan.
Batas-batas dapat dibuat dengan sengaja atau dapat pula ditandai dengan benda-
benda alam, seperti gunung, hutan atau sungai. Indonesia memiliki wilayah
daratan yang berbatasan dengan negara tetangga, seperti Malaysia (Serawak dan
Sabah), Brunai Darusalam, Papua Nugini, Timor Leste.

b. Wilayah Perairan

Wilayah perairan Indonesia meliputi Laut Teritorial Indonesia, Perairan


Kepulauan dan Perairan Pedalaman. Laut Teritorial Indonesia diawali pada masa
penjajahan. Wilayah awal adalah jalur laut selebar tiga mil laut sepanjang pantai
saat laut surut. TZMKO diukur dari garis pangkal setiap kepulauan Indonesia.
Dengan demikian terdapat kantung laut bebas. Kantung laut bebas adalah wilayah
laut di antara pulau-pulau suatu negara kepulauan di luar batas 3 mil laut. Di
wilayah kantung laut bebas tersebut kapal-kapal asing bebas berlayar sehingga
berbahaya bagi negara kepulauan yang bersangkutan.

Untuk itu, Perdana Menteri Juanda berjuang di dunia Internasional


memperjuangkan batas wilayah laut suatu negara kepulauan. Hasilnya adalah
Deklarasi Juanda tahun 1957 yang mana disepakati bahwa wilayah laut suatu
negara kepulauan adalah 12 mil laut dari point to point theory. Selanjutnya
Konferensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 di Jamaica memutuskan secara
aklamasi perluasan batas wilayah laut suatu negara kepulauan dari 12 mil menjadi
200 mil . Kesepakatan tersebut dinamakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Perairan Kepulauan Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi
dalam garis pangkal lurus kepulauan, tanpa memperhatikan kedalaman atau
jaraknya dari pantai. Sedangkan Perairan pedalaman Indonesia adalah wilayah
sebelah darat atau pada sisi darat atau sebelah dalam dari garis pangkal pantai.
Pada wilayah ini suatu negara pantai juga mempunyai kedaulatan penuh (Hamdan
Mansur, 1997). Penentuan batas perairan khususnya yang berbatasan dengan

157
negara tetangga dilakukan dengan perjanjian bilateral, seperti dengan Malaysia,
Singapura, Filipina.

c. Wilayah Udara

Wilayah udara adalah wilayah yang berada di atas wilayah daratan dan lautan
(perairan) suartu negara.

1) Namun demikian, banyak pendapat yang berbeda, dari para ahli, seperti :

a. Teori Udara Bebas.

(1) Kebebasan ruang udara tanpa batas.


Ruang udara dapat dipergunakan oleh siapapun.
(2) Kebebasan ruang udara terbatas, terbagi menjadi dua :
a) Negara kolong (negara bawah, subjacent state berhak mengambil
tindakan tertentu untuk memelihara keamanan dan keselamatannya.
Pada waktu damai hubungan udara internasional adalah bebas,
sedang di waktu perang, pertempuran udara hanya di perkenankan
apabila kehancuran akibat perang udara terhadap barang dan orang
tidak lebih besar daripada perang di darat atau di laut.
b) Negara kolong hanya berhak terhadap wilayah atau zona terirotial
tertentu.

b. Teori Negara Berdaulat di Udara

Indonesia telah menyatakan bahwa wilayah NKRI di dirgantara terdiri


dari ruang udara dan antariksa termasuk Orbit Geo Stasioner yang
jaraknya ±36.000 km. Istilah ruang udara masih sering menimbulkan
salah pengertian mengenai batas jarak ketinggian ruang udara dimana
negara itu memiliki kedaulatan. Pengukuran tinggi ruang udara yang
berada di bawah kedaulatan suatu negara di ukur dari permukaan laut
ataukah dari titik tertinggi dari wilayah negara tersebut.

Teori-teori yang ada menyatakan bahwa kedaulatan ruang udara suatu


negara harus terbatas. Ada tiga teori yang dapat kita pelajari, ketiga teori
yang dimaksud adalah sebagai berikut :

158
1) Teori Keamanan : Negara mempunyai kedaulatan di udara, dibatasi
kemampuan negara untuk menjaga keamanannya. Pada tahun 1901
ditentukan dengan batas ketinggian 1500 m dan pada tahun 1910,
diubah menjadi 500m saja.

2) Teori Penguasaan Cooper (Cooper’s Control Theory) : Pada tahun


1951 Cooper menyatakan kedaulatan ruang udara di suatu negara
ditentukan oleh kemampuan negara yang bersangkutan untuk
menguasai ruang udara yang ada diatas wilayahnnya secara fisik
dan ilmiah. Dalam teori ini dirasakan kurang adil karena suatu
negara yang memiliki ilmu yang tinggi terkait penguasaan ruang
udara akan lebih leluasa menguasai ruang udara setinggi mungkin
termasuk ruang udara di atas negara yang kurang memiliki
kemampuan penguasaan.

3) Teori Udara Schachter : Schachter menyatakan, wilayah udara


hendaknya sampai pada ketinggian dimana udara masih cukup
mampu mengangkat atau mengapungkan balon udara dan pesawat.
Ketinggian tersebut sekitar 30 mil dari permukaan bumi.

d. Kedaulatan Udara di atas Negara Kesatuan Republik Indonesia


Sampai saat ini Indonesia belum berhasil menentukan batas udara Indonesia,
karena masing-masing negara masih berbeda pendapat. Akibatnya, ruang udara
masih dinyatakan bebas untuk siapapun. Dengan demikian, di atas udara
Indonesia terus dipenuhi oleh satelit-satelit dari berbagai negara, terutama negara
yang kuat di bidang penguasaan udara atau teknologi angkasa, yang
memanfaatkan udara diatas Indonesia. Dengan dalih sebagai satelit komunikasi,
yang mungkin saja ada satelit yang terus mengintai kehidupan bangsa Indonesia
dari atas udara negara kita, negara-negara maju menempatkan satelit-satelitnya di
ruang udara atas wilayah Indonesia. Sinyal di Indonesia dianggap sangat bagus
dan kuat karena berada di garis khatulistiwa. Hal ini terbukti bahwa siapa yang
kuat penguasaan udara maka mereka dapat menguasai udara di atas negara lain.

159
Wawasan Nusantara perlu diimplementasikan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, setiap warga negara
Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk :
a. Mengerti, memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban warganegara,
sehingga akan terbentuk kesadaran bahwa dirinya adalah seorang warganegara
Indonesia yang cinta tanah air Indonesia, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
serta menghargai dan menghormati kebhinekaan segenap masyarakatnya,
b. Mengerti, memahami dan menghayati bahwa di dalam upaya mencapai tujuan
nasional bangsa Indonesia, dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara,
diperlukan adanya konsepsi Wawasan Nusantara, dalam mewujudkan persatuan
dan kesatuan bangsa dalam mencapai cita-cits dan tujuan nasional, seperti
dimanatkan dalam Pembukaan UUD 945, dan
c. Wawasan Nusantara harus dapat meningkatkan Ketahanan Nasional sehingga
terjamin keberlanjutan dan peningkatan pembangunan dalam rangka mencapai
cita-cita dan tujuan nasional Indonesia.

160
BAB XIII

KETAHANAN NASIONAL

13.1 Arti dan Konsepsi ketahanan Nasional

1. Arti Ketahanan Nasional

Secara etimologis istilah ketahanan berasal dari kata dasar tahan yang
berarti tahan penderitaan, tabah, kuat, dapat menguasai diri, dan tidak mengenal
menyerah (Lemhannas, 2005). Ketahanan memiliki makna perihal tahan dan kuat,
perihal keteguhan hati dan perihal ketabahan. Nasional artinya bangsa yang
menegara, yang memiliki penduduk dan memiliki pemerintahan nasional yang
berdaulat. Dengan demikian arti ketahanan nasional secara harfiah adalah perihal
tahan, kuat, keteguhan hati, ketabahan dalam memperjuangkan kepentingan
nasional suatu bangsa yang menegara. Tanda suatu bangsa yang menegara adalah
semangat untuk bela negara.

Konsep ketahanan nasional merupakan konsep khas Indonesia yang muncul


pada awal tahun 1960 sehubungan dengan adanya ancaman yang dihadapi bangsa
Indonesia, yaitu meluasnya pengaruh komunisme dari Uni Soviet (sekarang Rusia)
dan Cina. Banyak negara di Asia yang menjadi negara komunis baru, seperti Laos,
Vietnam, Kamboja bahkan sampai ke Thailand, Singapura, Malaysia, dan bahkan
sampai pula ke Indonesia. Pada tahun 1965 Partai Komunis Indonesia (PKI)
melakukan Gerakan yang cenderung akan mengubah dasar negara kita yang
terkenal dengan Pemberontakan G 30 S PKI. Pemberontakan tersebut akhirnya
dapat diatasi/ditumpas. Kejadian ini memengaruhi para pemikir militer Indonesia
yang terus mengadakan pengamatan dan kajian atas kejadian tersebut.

Pada tahun 1968 pemikiran tersebut dilanjutkan oleh Lembaga Pertahanan


Nasional (Lemhannas). Kesiapan menghadapi tantangan dan ancaman itu harus
diwujudkan dalam bentuk ketahanan bangsa yang terdiri dari unsur-unsur Ideologi,
Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Pertahanan Keamanan.

161
Pada tahun 1969 lahir istilah Ketahanan Nasional, dengan rumusan
sebagai berikut :

Ketahanan Nasional adalah keuletan dan daya tahan bangsa yang


mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional yang ditujukan
untuk menghadapi segala ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup
negara dan bangsa Indonesia.

Kemudian pada tahun 1972 diperluas menjadi hakikat Tantangan, Ancaman,


Hambatan dan Gangguan (TAHG) dan saat itu konsepsi Ketahanan Nasional
diperbarui sebagai :

Kondisi dinamis suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang
mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional di dalam
menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan
baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak
langsung yang membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup
bangsa.

2. Konsepsi Ketahanan Nasional

Konsepsi Ketahanan Nasional untuk pertama kali dimasukkan ke dalam Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) pada tahun 1973 dengan TAP MPR No. IV/MPR/1973,
selanjutnya rumusan TAP MPR yang sama digunakan dalam GBHN sampai tahun
1988. Dalam GBHN tahun 1993 terjadi perubahan rumusan mengenai Konsep
Ketahanan Nasional, yang dirumuskan sebagai Kondisi Dinamis yang merupakan
integrasi dari kondisi aspek kehidupan bangsa dan negara.

Konsepsi Ketahanan Nasional dalam GBHN 1998 adalah rumusan terakhir. Mulai
tahun 1999 tidak ada lagi GBHN, karena Presiden bukan lagi sebagai Mandataris
MPR dan dipilih langsung oleh Rakyat, sehingga program pembangunan disusun
berdasarkan visi dan misi Presiden pada saat pelantikan untuk jangka waktu 5 tahun
ke depan.

162
Sebagai suatu Konsepsi yang pernah dipergunakan dalam kehidupan bernegara, kita
perlu juga mengetahui isi konsepsi tersebut dalam GBHN tahun 1998, sebagai
berikut :

a. Untuk tetap memungkinkan berjalannya Pembangunan Nasional yang selalu


harus menuju ke tujuan yang ingin dicapai dan agar dapat secara efektif
dielakkan dari tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang timbul baik
dari luar maupun dari dalam, maka Pembangunan Nasional diselenggarakan
melalui pendekatan Ketahanan Nasional yang mencerminkan keterpaduan
antara segala aspek kehidupan nasional bangsa secara utuh dan menyeluruh
(Pendekatan Ketahanan Nasional sebagai Metode)
b. Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis yang merupakan integrasi dari
kondisi tiap aspek kehidupan bangsa dan negara. Pada hakikatnya Ketahanan
Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat
menjamin kelangsungan hidup menuju kejayaan bangsa dan negara,
Berhasilnya Pembangunan Nasional akan meningkatkan Ketahanan Nasional,
selanjutnya Ketahanan Nasional yang tangguh akan mendorong Pembangunan
Nasional. (Pendekatan Ketahanan Nasional sebagai Kondisi)
c. Ketahanan Nasional meliputi ketahanan Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial
Budaya dan Pertahanan Keamanan, dengan penjelasan (Pendekatan
Ketahanan Nasional sebagai Doktrin). Dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Ketahanan Ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang
berlandaskan keyakinan akan kebenaran Ideologi Pancasila yang
mengandung kemampuan untuk menggalang dan memelihara persatuan dan
kesatuan Nasional, kemampuan menangkal masuknya ideologi asing, serta
menghalangi masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa.
2) Ketahanan Politik, adalah kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia yang
berlandaskan demokrasi politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang
mengandung kemampuan memelihara sistem politik yang sehat dan
dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas dan
aktif.
3) Ketahanan Ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang
berlandaskan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila yang mengandung

163
kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta
kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing
yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata.

4) Ketahanan Sosial Budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa,


dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila yang mengandung
kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya
manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju
dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi, seimbang serta
kemampuan menangkal pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
5) Ketahanan Pertahanan Keamanan adalah kondisi daya tangkal bangsa yang
dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang mengandung
kemampuan memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara yang
dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan
mempertahankan kedaulatan negara serta menangkal segala bentuk
ancaman.

Pada wujud rumusan pertama, Ketahanan Nasional sebagai pendekatan


metode, dimaksudkan bahwa konsepsi ini digunakan sebagai strategi atau cara dalam
melaksanakan pembangunan. Konsepsi Ketahanan Nasional pada rumusan pertama
ini menggambarkan adanya keterpaduan dan saling ketergantungan antar unsur
ketahanan nasional. Pemikiran demikian merupakan pemikiran kesisteman yang
berciri komprehensif integral, secara menyeluruh merupakan kebulatan yang utuh.

13.2 Wujud Rumusan dan unsur Ketahanan Nasional

Wujud rumusan pertama adalah Ketahanan Nasional merupakan Geostrategi-nya


Bangsa Indonesia. Sedangkan pada wujud rumusan kedua, yaitu Ketahanan Nasional
sebagai Kondisi yang dinamis, yang merupakan integrasi dari tiap aspek kehidupan
bangsa dan negara.

Aspek-aspek kehidupan bangsa dicerminkan pada unsur-unsur Ketahanan Nasional


Indonesia yang dikenal dengan istilah gatra atau aspek. Ada delapan Gatra atau Asta
Gatra yang terdiri atas Tri Gatra atau tiga aspek statis dan Panca Gatra atau lima gatra

164
yang meliputi aspek dinamis. Tri Gatra terdiri atas Aspek Geografi, Demografi dan
Sumber Daya Alam, sedangkan Panca Gatra terdiri dari Aspek Ideologi, Politik,
Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan (Ipoleksosbudhankam). Pada
wujud rumusan kedua ini akan tampak, apakah Ketahanan Nasional kita kuat atau
lemah. Kuat lemahnya Ketahanan Nasional Indonesia diukur dari kondisi tiap aspek
atau unsur Ketahanan Nasional tersebut. Integrasi dari kondisi setiap aspek/unsur ini
yang akan menggambarkan kondisi Ketahanan Nasional Indonesia.

a. Pada wujud rumusan ketiga, yaitu Ketahanan Nasional sebagai Doktrin Dasar
Nasional Indonesia, menggambarkan kondisi ideal bidang-bidang pembangunan.
Kondisi ideal ini menjadi arah, acuan, ukuran sekaligus sebagai ujian, apakah
pembangunan dan penyelenggaraan bernegara Indonesia yang dijalankan, mampu
mencapai ukuran yang ideal atau tidak. Wujud rumusan ketiga ini sifatnya
normatif.

Ketahanan Nasional memiliki sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud, dapat


diuraikan sebagai berikut :

1) Ketangguhan adalah kekuatan yang menyebabkan seseorang atau sesuatu


dapat bertahan, kuat menderita atau dapat menanggulangi beban yang
dipikulnya.
2) Keuletan adalah usaha secara giat dengan kemampuan yang keras dapat
menggunakan kemampuan tersebut untyuk mencapai tujuan.
3) Identitas adalah ciri khas suatu bangsa atau negara dilihat secara keseluruhan
(holistik). Negara dilihat dalam pengertian sebagai suatu organisasi masyarakat
yang dibatasi oleh wilayah dengan penduduk, sejarah, pemerintahan dan
tujuan nasional serta dengan peran internasionalnya.
4) Integritas adalah kesatuan menyeluruh dalam kehidupan nasional suatu
bangsa, baik unsur sosial maupun alamiah, baik yang bersifat potensial
maupun fungsional.
5) Tantangan adalah hal atau sesuatu dari luar diri, tidak konsepsional yang
bersifat menggugah kemampuan.
6) Ancaman adalah hal atau sesuatu dari luar diri, konsepsional, yang bersifat
mengubah atau merombak kebijaksanaan, dan umumnya bermuatan kriminal
dan atau politis.

165
7) Hambatan adalah hal atau sesuatu yang berasal dari diri sendiri atau dari dalam
diri, tidak konsepsional dan bersifat atau bertujuan melemahkan.
8) Gangguan adalah hal atau sesuatu yang berasal dari luar diri, tidak
konsepsional dan bersifat dan bertujuan melemahkan.

13.3 Aspek Ketahanan Nasional dan Wujud Keberhasila Ketahanan Nasional

Aspek Kekuatan Nasional mencakup sejumlah unsur-unsur kekuatan Nasional, di


Indonesia disebut dengan istilah Gatra. Gatra dapat juga diartikan sebagai aspek. Dalam
Ketahanan Nasional pemikiran tentang Gatra dirumuskan dan dikembangkan oleh
Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Unsur-unsur kekuatan Nasional Indonesia,
dikenal dengan nama Asta Gatra, atau delapan aspek yang terdiri atas Tri Gatra atau
tiga aspek dan Panca Gatra atau lima aspek

Tri Gatra adalah aspek-aspek statis atau aspek alamiah (tangible) yang terdiri dari :
Penduduk, Sumberdaya alam dan Wilayah. Dikatakan statis karena
perubahannya memakan waktu lama.

Panca Gatra adalah aspek-aspek dinamis atau sosial kemasyarakatan (intangible) yang
terdiri atas ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan
(Ipoleksosbudhankam). Dikatakan dinamis karena dalam waktu sangat singkat
bisa terjadi perubahan yang bermakna

Kondisi kehidupan Nasional merupakan cerminan Ketahanan Nasional yang mencakup


aspek-aspek yang telah diuraikan di atas. Kondisi ini harus ada dalam semua aspek
kehidupan berlandaskan Pancasila (sebagai landasasan idiil), UUD 1945 (sebagai
landasan Konstitusional) dan Wawasan Nusantara (sebagai Landasan Visional).

Untuk mewujudkan Ketahanan Nasional yang berhasil, maka setiap warganegara


Indonesia harus :

1. Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang
disertai keuletan dan ketangguhan tanpa kenal menyerah dan mampu
mengembangkan kekuatan Nasional dalam rangka menghadapi segala tantangan,
ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang baik dari luar maupun dari dalam,
untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta
pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.

166
2. Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek-aspek Ideologi,
Politik, Ekonomi, Sosial Budsaya dan Pertahanan Keamanan, sehingga setiap
warganegara Indonesia dapat menangkal pengaruh-pengaruh tersebut.

Apabila setiap warganegara Indonesia memiliki semangat perjuangan bangsa, sadar


serta peduli terhadap pengaruh yang timbul, serta dapat menangkal pengaruh tersebut,
maka Ketahanan Nasional Indonesia, pasti akan bisa berhasil diwujudkan

13.4 Asas – asas dan Sifat Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional meliputi sejumlah asas. Asas-asas yang dimaksud dapayt


diuraikan sebagai berikut :

a. Asas kesejahteraan dan keamanan


Asas ini merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan wajib dipenuhi. Dalam
kehidupan nasional berbangsa dan bernegara unsur kesejahteraan dan keamanan
ini merupakan tolok ukur mantap tidaknya ketahanan nasional suatu negara.
b. Asas komprehensif integral (menyeluruh terpadu)
Ketahanan Nasional mencakup seluruh aspek kehidupan yang berkaitan dalam
bentuk persatuan dan kesatuan dan perpaduan secara selaras, serasi dan seimbang
c. Asas mawas diri ke dalam dan mawas diri ke luar
Proses ini saling berkaitan, berhubungan dan berinteraksi antar aspek dalam
kehidupan nasional. Hal ini tentu tidak terlepas dari adanya dampak baik yang
positif maupun negatif. Mawas diri ke dalam bertujuan menumbuhkan sifat dan
kondisi kehidupan nasional berdasarkan nilai-nilai kemandirian dan dalam rangka
meningkatkan kualitas kemandirian bangsa. Mawas diri ke luar dilakukan dalam
rangka mengantisipasi, menghadapi dan mengatasi dampak lingkungan strategi
luar negeri. Hal ini juga diperlukan untuk berperan dalam kehidupan internasional
dan dalam rangka menumbuhkan kesadaran bahwa kehidupan nasional tidak
bebas dari ketergantungan pada kehidupan internasional. Untuk tetap menjamin
kepentingan nasional, kehidupan nasional harus tetap mampu mengembangkan
kekuatan nasional agar mempunyai daya tangkal dan daya tawar dalam
bernegosiasi dengan kepentingan negara lain atau dunia internasional sehingga
bisa melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.

167
d. Asas kekeluargaan
Asas ini berisi sikap-sikap hidup yang diliputi keadilan, kebersamaan, kesamaan,
gotongroyong, tenggangrasa dan tanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam hidup dengan asas kekeluargaan ini, perlu
diakui adanya perbedaan agar tidak terjadi konflik yang bersifat merusak atau
destruktif.

Ketahanan Nasional terdiri atas sejumlah sifat. Sifat-sifat yang dimaksud diuraikan
sebagai berikut :

a. Mandiri
Mandiri berarti percaya akan kemampuan dan kekuatan sendiri dan tidak mudah
menyerah, tidak tergantung kepada pihak lain. Sifat ini merupakan prasyarat
untuk menjamin kerjasama.
b. Dinamis
Dinamis berarti tidak tetap, naik turun, tergantung situasi dan kondisi bangsa dan
negara serta lingkungan strategisnya. Dinamika ini orientasinya ke masa depan
dan dalam kondisi yang lebih baik.
c. Wibawa
Keberhasilan pembinaan pertahanan nasional yang berlanjut dan
berkesinambungan, dalam rangka meningkatkan kekuatan dan kemampuan
bangsa. Dengan ini diharapkan bangsa Indonesia memiliki harga diri dan
diperhatikan oleh bangsa lain sesuai dengan kualitas yang dimilikinya. Atas dasar
pemikiran tersebut maka apabila semakin tinggi tingkat pertahanan nasional,
maka akan semakin rtinggi pula wibawa negara dan bangsa serta pemerintah
sebagai penyelenggara kehidupan nasional.
d. Konsultasi dan kerjasama
Hal ini dimaksudkan adanya saling menghargai dengan mengandalkan pada
kekuatan moral dan kepribadian bangsa. Hubungan kedua belah pihak perlu
diselenggarakan secara komunikatif, sehingga ada keterbukaan dalam melihat dan
menilai kondisi masing-masing. Dalam hubungan ini tidak ada hasrat untuk
saling menguasai dan mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik saja.

Sekarang ini sebagai pengganti GBHN adalah Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional (PPJMN), yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program

168
Presiden pada saat pelantikan. Dengan mendasarkan pengertian Ketahanan Nasional
sebagai kondisi dinamis, bangsa yang ulet dan tangguh dalam menghadapi berbagai
ancaman, konsepsi ini masih tetap relevan untuk kajian ilmiah, karena bentuk ancaman
di era modern ini semakin luas dan komplek. Ancaman yang sifatnya non fisik dan non
militer saat ini semakin banyak dan beragam. Hal ini sangat mempengaruhi ketahanan
nasuna ional Indonesia. Contohnya adalah datangnya kemarau panjang hingga
kekeringan, datangnya cuaca ekstrem sehingga ada banjir bandang, adanya Pandemi
Covid-19 di seantero dunia termasuk di Indonesia akan sangat memengaruhi ketahanan
pangan bangsa. Dengan demikian, Ketahanan Nasional masih sangat diperlukan dan
tetap relevan untuk digunakan sebagai dasar konsepsi guna mencapai cita-cita dan
tujuan bangsa yang ingin dicapai.

Inti ketahanan Indonesia pada dasarnya berada pada tataran mentalitas bangsa
Indonesia sendiri, terutama dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 yang terus
bergerak maju, Dalam hal ini, konsep ketahanan tidak hanya ketahanan nasional tetapi
sebagai konsepsi ketahanan yang berlapis, yaitu ketahanan individu, ketahanan
keluarga, ketahanan daerah, ketahanan regional dengan berbagai aspeknya, seperti
ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, ketahanan budaya dan lain-lain.

13.5 Esensi dan Urgensi Bela Negara

Terdapat hubungan erat antara ketahanan nasional dan bela negara. Bela negara
merupakan perwujudan warga negara dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan
ketahanan nasional bangsa Indonesia. Keikutsertaan warga negara dalam upaya
menghadapi dan menanggulangi ancaman, terhadap ketahanan nasional, dilakukan
dalam wujud bela negara.

Pasal 27 ayat 3 UUD 1945, menyatakan “... Setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan negara ...” artinya bela negara bukanlah monopoli
militer tetapi bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara.

Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD 1945 tersebut dapat dikemukakan bahwa
usaha pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Indonesia.
Hal ini memiliki konsekuensi bahwa setiap warga negara berhak dan wajib untuk turut
serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga
perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku lainnya.

169
Selain itu setiap warga negara dapat turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara
sesuai dengan kemampuan dan potensi dirinya masing-masing.

Dalam UURI No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat (1)
disebutkan bahwa. . . Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela
negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. . .

Dalam bagian penjelasan tentang UU ini dinyatakan bahwa upaya bela negara
adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Upaya bela negara selain sebagai
hak dan kewajiban, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara, yang
dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab serta rela berkorban dalam
pengabdian kepada negara dan bangsanya.

Bela Negara dapat dibedakan baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik,
bela negara berkaitan dengan cara memanggul sejata, menghadapi serangan atau agresi
musuh. Bela negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
Pengertian ini sama dengan bela negara dalam arti militer. Secara non fisik bela
negara berarti segala upaya untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
menanamkan kecintaan kepada tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa
dan negara termasuk penanggulangan ancaman. Pengertian ini sama dengan bela negara
secara non militer.

Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan baik dari dalam maupun dari luar negeri
yang dinilai membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara,
membahayakan kelangsungan hidup dan keselamatan segenap bangsa.

Menurut UURI no:3 tahun 2002, tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga
negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota TNI
dan Pelatihan Dasar Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan dasar kemiliteran
diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih). Ratih terdiri dari berbagai
unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan
Sipil ( Hansip), Mitra Babinsa, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP).

170
Bela Negara secara non fisik dapat diselenggarakan melalui Pendidikan
kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi. Pendidikan Kewarganegaraan
diberikan dengan maksud menanamkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar
menjadi warga negara yang handal.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat dilaksanakan melalui jalur formal sekolah dan


Perguruan Tinggi dan jalur non formal (sosial kemasyarakatan). Berdasarkan hal
tersebut diatas, maka keterlibatan warga negara dalam bela negara secara non fisik
dapat dilakukan dengan berbagai bentuk dan sepanjang waktu, dengan beberapa cara
sebagai berikut :

a. Mengikuti Pendidikan Kewarganegaraan baik melalui jalur formal maupun non


formal,
b. Melaksanakan kehidupan berdemokrasi dengan menghargai perbedaan
pendapat dan tidak memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah
bersama,
c. Pengabdian yang tulus kepada lingkungan sekitar dengan cara menanam,
memelihara dan melestarikan lingkungan,
d. Berkarya nyata untuk kemanusiaan, demi memajukan bangsa dan negara,
e. Berperan aktif menanggulangi ancaman terutama ancaman non militer seperti
menjadi Relawan pada saat datang bencana, misalnya banjir, longsor, gempa
bumi, gunung meletus, tsunami dan lain-lain,
f. Mengikuti kegiatan mental spiritual agar dapat menangkal pengaruh budaya
asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, dan
g. Taat membayar pajak yang merupakan hak dan kewajiban bagi seluruh warga
negara. Pajak adalah sumber pembiayaan negara agar ketahanan ekonomi
Indonesia tetap terjaga.

171
BAB XIV

GEO STRATEGI

14.1 Pengantar

Manusia dan bumi merupakan dua unsur yang tidak dapat dipisahkan. Setelah
manusia membentuk kelompok dan membentuk kumpulan bangsa, kemudian manusia
itu menyatakan bahwa tanah (bumi) yang dipijaknya sebagai tempat tinggal yang
kemudian disebut negara. Mengingat manusia dan tempat tinggalnya tidak dapat
dipisahkan, perebutan ruang atau wilayah pasti akan terjadi, akibat sifat manusia
yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya. Perebutan
ruang/wilayah ini akan dapat menimbulkan konflik antar manusia atau antar individu,
keluarga, masyarakat dan negara, baik secara fisik maupun secara non fisik.

Untuk dapat mempertahankan ruang atau wilayah hidupnya dalam konteks


kehidupan berbangsa dan bernegara, suatu bangsa harus memiliki kesatuan cara
pandang yang dikenal dengan wawasan nasional dari masing-masing bangsa.
Sedangkan wawasan nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara. Dalam
rangka mempertahankan ruang, suatu wilayah dan eksistensi sebuah bangsa,
diperlukan pemahaman yang baik tentang geopolitik dan perlu
mengimplementasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Implementasi
dari geopolitik memerlukan suatu strategi khusus atau cara, metode secara khusus
agar tujuan yang ingin dicapai dapat diwujudkan secara maksimal. Implementasi
geopolitik ini disebut geostrategi.

Geostrategi berasal dari Bahasa Yunani, geo berarti bumi, bisa juga geos yang
berarti ruang, wilayah (geografi) dan strategos yang berarti strategi atau cara atau
metode. Menurut Kaelan dan Ahmad Zubaidi (2007), geostrategi bisa diartikan
sebagai metode atau aturan-aturan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan melalui
proses pembangunan yang memberikan arahan tentang bagaimana membuat strategi
pembangunan dan keputusan yang terukur guna mewujudkan masa depan yang lebih
baik, lebih aman dan bermartabat. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa
geostrategi merupakan cara atau metode dalam memanfaatkan kondisi geografi untuk

172
menentukan kebijakan, tujuan dan sarana negara dalam rangka menentukan tujuan
nasional dan tujuan politik.

Teori tentang Geostrategi yang dikembangkan oleh Sir Halford Mackinder (1861
– 1945) (dalam Lemhannas, 2005) seorang Guru Besar Geografi dari Universitas
London. Teori Mackinder saat ini digunakan oleh negara-negara maju maupun
negara-negara berkembang (Budi Juliardi, 2014). Sementara itu, Geostrategi
Indonesia dikatakan sebagai suatu cara atau metode dalam memanfaatkan segenap
kondisi geografi negara Indonesia dalam menentukan kebijakan, arahan serta sarana
dalam mencapai tujuan seluruh bangsa dengan berdasarkan asas kemanusiaan dan
keadilan sosial (Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa geostrategi Indonesia diperlukan dalam rangka mempertahankan
integritas bangsa, mengingat kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia sangat
rawan terjadinya disintegrasi.

Menurut Heri Herdiawanto dan Jumanta (2010), tujuan Geostrategi diarahkan untuk:

a. Menegakkan hukum dan ketertiban,


b. Terwujudnya kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
c. Terselenggaranya pertahanan dan keamanan negara,
d. Terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial, dan
e. Tersedianya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasikan diri.

14.2 Ketahanan Nasional Sebagai Geostrategi Indonesia.

Geostrategi Indonesia diwujudkan dalam rumusan Ketahanan Nasional (Tannas)


Istilah Ketahanan Nasional dalam Bahasa Inggris dapat disebut sebagai national
resilience. Dalam terminologi Barat, yang semakna dengan Ketahanan Nasional
adalah national power atau kekuatan nasional. Teori national power telah banyak
dikembangkan oleh para ilmuwan dari berbagai negara yang menjelaskan tentang
beberapa unsur yang harus dipenuhi oleh suatu negara agar memiliki kekuatan
nasional. Namun setiap negara memiliki cara atau metode sendiri-sendiri dalam
penerapannya sesuai dengan dinamika lingkungan posisi strategis, kondisi sosial
masyarakatnya., budaya dan aspek lainnya, sehingga pendekatan yang digunakan
setiap negarapun berbeda-beda. Demikian juga halnya, konsepsi Ketahanan Nasional

173
Indonesia memiliki unsur-unsur yang mencakup Asta Gatra dan pendekatannya
menggunakan pendekatan Asta Gatra.

Ketahanan Nasional Indonesia adalah kondisi dinamis suatu bangsa (Indonesia).


Ketahanan Nasional berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi
segala macam tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang
datangnya dari luar maupun dari dalam negeri yang langsung maupun tidak
langsung , yang membahayakan integritas, identitas dan kelangsungan hidup
bangsa dan negara serta membahayakan perjuangan dalam mewujudkan tujuan
nasional Indonesaia

Dengan demikian, Ketahanan Nasional Indonesia itu berisi keuletan dan


ketangguhan dalam rangka menghadapi tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan
dalam mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa dan negara yang merdeka.
Keuletan berasal dari kata ulet yang berarti liat, kuat dan tidak mudah patah. Jadi
keuletan adalah kekuatan diri, masyarakat, dan bangsa yang menunjukkan
kemampuan menahan dampak lingkungan untuk diatasi. Ketangguhan berasal dari
kata tangguh yang berarti kuat dan sukar dikalahkan, kokoh dan tidak lembek. Jadi
ketangguhan adalah kualitas diri, masyarakat dan bangsa yang menunjukkan kekuatan
atau kekukuhan

Ancaman merupakan segala bentuk tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok atau bangsa terhadap bangsa lain yang bersifat destruktif
(menghancurkan) yang bertujuan untuk 1) mengacaukan, 2) menghancurkan, dan 3)
menggantikan sistem-sistem yang ada, Contohnya adalah infiltrasi, penyusupan,
terorisme, demo anarkis dan lain-lain.

Dari uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa terdapat dua kubu yang saling berhadapan
apabila membicarakan tentang konsep ketahanan nasional Indonesia terkait
geostrategi. Kubu yang pertama berisi keuletan dan ketangguhan bangsa Indonesia
dalam menjaga, mempertahankan dan mengembangkan berbagai macam kekuatan
nasional bangsa Indonesia, seperti, kekayaan alam, demografi dan lain-lain. Keuletan
dan ketangguhan bangsa Indonesia ini diharapkan juga dapat menjaga dan
mempertahankan berbagai aspewk kehidupan bangsa, baik ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya agar tidak dihancurkan oleh bangsa lain.
174
Kubu yang kedua adalah sumber-sumber masalah yang terdiri dari Tantangan,
Ancaman, Hambatan dan Gangguan (TAHG) yang bisa datang dari luar seperti
(teroris dan kolonialisme maupun yang datang dari dalam negeri seperti gerakan
separatisme atau paham yang ingin memisahkan diri dari NKRI. TAHG bisa bersifat
langsung seperti penjajahan fisik di masa kolonialisme dan bisa bersifat tidak
langsung seperti penjajahan semu melalui alat-alat teknologi yang dapat merusak
moral bangsa yang cenderung berasal dari luar negeri. Kedua kubu ini akan selalu
berhadapan satu dengan lainnya dan akan selalu bertentangan. Apa bila kubu pertama
(keuletan dan ketangguhan) mampu mengatasi kubu kedua (sumber TAHG), maka
identitas, integritas dan kelangsungan hidup bangsa Indonesia akan tetap terjaga.
Sebaliknya, apabila kubu pertama (keuletan dan ketangguhan) tidak mampu
menguasai kubu kedua (sumber TAHG), maka identitas, integritas dan kelangsungan
hidup bangsa Indonesia akan terancam keberadaannya.

Berdasarkan uraian di atas maka ketahanan nasional Indonesia Terkait geostrategi


memang diharapkan dapat menjaga integritas bangsa dari berbagai macam ancaman
yang datang dari manapun demi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Selain itu,
ketahanan nasional Indonesia diharapkan akan mampu menjaga negara agar menjadi
negara yang kuat, tangguh dan ulet dengan keutuhan masyarakat Indonesia yang
majemuk dan rentan akan perpecahan.

Geostrategi Indonesia yang diwujudkan dalam konsep ketahanan nasional Indonesia,


memiliki dua sifat pokok, yaitu :

a. Bersifat daya tangkal yaitu, berupaya untuk menangkal segala bentuk tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan terhadap identitas, integritas dan eksistensi
atau kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia, dan
b. Bersifat pengembangan, yaitu pengembangan potensi kekuatan bangsa dalam
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan sehingga
kesejahteraan rakyat dapat dicapai.

14.3 Konsep Asta Gatra dalam Ketahanan Nasional Indonesia

Setiap negara memerlukan aspek-aspek kehidupan nasionalnya, Akan tetapi


aspek kehidupan suatu negara akan berbeda dengan aspek kehidupan negara lainnya.
Di Indonesia aspek aspek ketahanan nasional disebut dengan Asta Gatra atau delapan
175
aspek Asta Gatra merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam menentukan
strategi kebijakan

Konsep Kertahanan Nasional memandang bahwa aspek-aspek yang ada dalam


delapan aspek kehidupan ini tidak terpisah satu dengan lainnya, akan tetapi
merupakan satu kesatuan utuh, dimana aspek yang satu akan selalu berhubungan erat
dengan aspek lainnya. Secara keseluruhannya merupakan satu bentuk yang
menimbulkan daya tahan nasional. Gambar 14.1 menyajikan Konsep Asta Gatra yang
terdiri dari Tri Gatra atau aspek statis dan Panca Gatra atau aspek dinamis.

Aspek Alamiah (Tri Gatra) Geografi


Demografi
Sumber Daya Alam
Asta Gatra

Aspek Sosial Kemasyarakatan Ideologi


(Panca Gatra) Politik
Ekonomi
Sosial Budaya
Pertahanan Keamanan

Gambar 14.1 Konsep Asta Gatra terdiri dari Tri Gatra dan Panca Gatra

1. Aspek Tri Gatra atau Aspek Alamiah atau Aspek Statis

a. Geografi
Posisi Indonesia yang berada pada posisi silang dunia, sehingga menjadi sebuah
wilayah yang sangat strategis. Ini merupakan kekuatan bangsa Indonesia. Akan
tetapi dibalik kekuatan itu, posisi Indonesia yang strategis mengandung TAHG,
salah satunya ialah rawan terhadap penjajahan dari bangsa asing yang ingin
menguasai wilayah yang strategis tersebut.

176
b. Demografi
Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar terbanyak keempat di dunia
setelah China, India dan Amerika. Hal tersebut merupakan kekuatan bagi
Indonesia karena Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar. Akan tetapi
dibalik kekuatan ini juga ada ancaman yang dapat berakibat pada jumlah / tingkat
pengangguran yang tinggi yang akan dapat menyebabkan terjadinya kerawanan
sosial (tindak kriminal yang semakin meningkat).
c. Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang melimpah merupakan kekuatan bagi Indonesia. Akan
tetapi disamping kekuatan ada juga ancamannya. Hal ini mengingat profesi
sumber daya manusia Indonesia masih rendah, dan masih belum mampu atau
masih kurang handal dalam mengelola sumber daya alam yang ada. Akibatnya
banyak sumber daya alam yang dikuasai asing atau dikelola oleh perusahaan asing
karena belum ada ahlinya.

2. Aspek Panca Gatra Atau Aspek Sosial Kemasyarakatan atau Aspek Dinamis

a. Ideologi
Ketahanan Ideologi adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang berlandaskan
keyakinan dan kebenaran ideologi Pancasila yang mengandung kemampuan untuk
menggalang dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan
menangkal ideologi asing serta nilai nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa. Ancaman yang dihadapi oleh ideologi bangsa Indonesia adalah ideologi
liberalisme di selatan ( Australia dan Selandia Baru ) dan di utara ideologi
Komunis China, Korea Utara dan negara komunis baru seperti Vietnam.

b. Politik
Ketahanan Politik adalah kondisi kehidupan politik Indonesia yang berlandaskan
demokrasi politik, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Politik Indonesia
mengandung kemampuan memelihara sistem politik yang sehat dan dinamis serta
kemampuan menerapkan politik luar negari yang bebas dan aktif. Politik
demokrasi Pancasila yang dianut bangsa Indonesia berhadapan dengan politik
demokrasi liberal di selatan dan politik demokrasi rakyat di utara.

177
c. Ekonomi
Ketahanan Ekonomi adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang
berlandaskan demokrasi ekonomi dan berdasarkan Pancasila yang mengandung
kemampuan memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta
kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang
tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan merata. Ancaman
ekonomi Indonesia adalah ekonomi kapitalis di selatan dan ekonomi sosialis di
utara.
d. Sosial Budaya
Ketahanan Sosial Budaya adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa
Indonesia yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila yang
mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial
budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepadsa
Tuhan Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan
sejahtera dalam kehidupan yang selaras dan seimbang serta kemampuan
menangkal budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional
Indonesia. Ancaman yang dialami oleh Indonesia adalah kehidupan sosial budaya
yang berhadapan dengan kehidupan sosial budaya yang bersifat individualisme di
selatan dan kehidupan sosial budaya yang bersifat sosialisme di utara.
e. Pertahanan Keamanan
Antara kekuatan maritim atau kekuatan lautan di selatan dan kekuatan kontinental
atau kekuatan daratan di utara. Ketahanan pertahanan dan keamanan adalah
kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat
yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan keamanan
negara yang dinamis mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta
kemampuan mempertahankan kedaulatan negara serta menangkal segala bentuk
ancaman. Indonesia lebih memprioritaskan pertahanan dan keamanan dalam
bidang maritim dan kontinental mengingat kondisi wilayah Indonesia yang
berupa kepulauan yang sangat terbuka serta terdapat pula daratan yang sangat luas
untuk pulau-pulau di sebelah Barat. Sedangkan pulau-pulau di sebelah timur kecil
kecuali Papua. Ancaman yang dihadapi adalah kekuatan pertahanan dan
keamanan (hankam) kita berhadapan dengan hankam yang memfokuskan pada

178
kekuatan kontinental di utara dan pertahanan keamanan yang lebih memfokuskan
pada kekuatas maritim di selatan.

Dengan demikian, Aspek Asta Gatra merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan agar terehindar dari berbagai macam
Tantangan, Ancaman, Hambatan Dan Gangguan (TAHG).

179

Anda mungkin juga menyukai