Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Singkat Pendidikan Kewarganegaraan di Prancis

Di Perancis, Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) secara tradisional telah


menjadi salah satu agenda politik yang penting, disebabkan oleh kebutuhan untuk
mengkonsolidasikan dukungan nasional bagi Republik Ketiga (Third Republic) ketika
demokrasi dikembalikan pada tahun 1871.

Pendidikan Kewarganegaraan pada Sistem Pendidikan di Prancis

Pendidikan kewarganegaraan bukanlah subyek akademik konvensional. Subyek-subyek lain,


seperti sejarah dan geografi, memperlengkapinya dengan referensi kultural dan saintifik.
Pendidikan kewarganegaraan mengambil arti penuhnya ketika ia dihubungkan dengan
kehidupan sekolah, dan khususnya ketika berkenaan dengan aturan-aturan pemerintah yang
mengatur hak-hak pelajar dan dewan sekolah lanjutan atas.

Perbandingan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dengan Prancis

Pendidikan kewarganegaraan Indonesia zaman Orde Baru (1966-1998) kurang, bahkan tidak
merefleksikan cita sipil yang demokratis. Anggapan selama ini adalah bahwa kekeliruan itu
bersumber pada otoritas negara (state agents) melalui indoktrinisasi politik yang berlebihan,
misalnya melalui Penataran P4 yang banyak dilakukan untuk memaksakan visi dan misi
pemerintah kepada rakyat, juga pada pembungkaman masyarakat demi kesejahteraan semu
akan dukungan terhadap keputusan pemerintah. Setelah pelengseran rezim otoriter, yakni
ketika indoktrinisasi sudah tidak terdengar lagi, timbul harapan besar bahwa kehidupan
berbangsa akan semakin demokratis. Di era ‘reformasi’, wacana kewarganegaraan baru
meletakkan pengakuan atas hak-hak warganegara sebagai isu sentral dalam masyarakat
pluralis yang demokratis. Atau dengan kata lain, perjuangan dan pemerolehan hak sipil, hak
asasi manusia dan keadilan sosial dan politik diyakini akan lebih mudah dicapai. Upaya itu
diwujudkan, misalnya, melalui amendemen Undang Undang Dasar 1945 dan keinginan untuk
merevitalisasi Pancasila. Di era ‘transisi demokrasi’ bangsa Indonesia dihadapkan pada
pelbagai fenomena yang mempengaruhi kewarganegaraannya, seperti rasionalisme ekonomi,
etika sosial, pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi, degradasi lingkungan, lokalisme
demokratis, dan multikulturalisme. Semua masalah yang disebut belakangan ini merupakan
tantangan berat dalam revitaslisasi cita sipil, khususnya melalui pendidikan
kewarganegaraan.
Pada saat “kewarganegaraan (civics)” disiapkan sebagai suatu mata pelajaran pada sekolah
menengah pada tahun 1970, Kementerian Pendidikan menggambarkan tujuan inti Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai berikut:

1. to develop an awareness and understanding of Japan as a nation and the principle of


sovereignty (Untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman tentang Jepang sebagai
sebuah negara dan prinsip kedaulatan)

2. to develop a concept of local community and the state and ways in which the individual
can contribute to the work of the community and the state (Untuk mengembangkan suatu
konsep tentang masyarakat lokal dan negara serta cara bagaimana setiap individu dapat
berkontribusi dalam satu pekerjaan di masyarakat dan negara)

3. to appreciate rights and responsibilities and duties of the individual in the community and
wider society (Untuk menghargai hak dan tanggungjawab serta tugas dari individu dalam
suatu komunitas dan masyarakat yang lebih luas)

4. to develop an ability to act positively in relation to rights and duties (untuk


mengembangkan kemampuan untuk bertindak secara positif dalam hubungan antara hak dan
kewajiban)

Pengertian Kewarganegaran

Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata “Civis” ini
dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau
kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic
Education, Pendidikan Kewarganegaraan.

Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam rangka
“mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of
Americanization”. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa
yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu
diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics
membicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara dan Civics
merupakan bagian dari ilmu politik.

Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu


dijadikan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa
di Perguruan Tinggi untuk program diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri
maupun swasta.

Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan
bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajin memuat a) Pendidikan
Pancasila, b) Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana
tersebut di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan
nengara, serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen DIKTI
no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).

Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini bagi suatu
Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam kurikulum
pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional Commission of Jurist
yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa pemerintahan suatu
negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis manakala ada jaminan
secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di antaranya adalah Pendidikan
Kewarganegaraan atau ”Civic Education”. Hal ini dapat dimaklumi, karena dengan
dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka selenggarakan, diharapkan warga
negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan warga negara yang baik (smart and
good citizen), yang mengetahui dan menyadari sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga
negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung jawab akan kewajiban dirinya terhadap
keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian diberikannya Pendidikan
Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki jiwa dan semanagt
patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.

Pengertian

Merupakan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, materi kewiraan di samping membahas


tentang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN), juga membahas tentang hubungan
warga negara dengan negara. Sebutan kewiraan kemudian diganti dengan Pendidikan
Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewrganegaraan (dahulu Pendidikan Kewiraan) adalah materi perkuliahan yang


menyangkut pemahaman tentang persatuan dan kesatuan, kesadaran warga negara dalam
bernegara, hak dan kewajiban warga negara dalam berbangsa dan bernegara, serta pendidikan
bela negara ( SK Dirjen Dikti no.267/Dikti/2000).

Keputusan Dirjen Dikti no.267/Dikti/2000. Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan


pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) masuk dalam Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK).

Tujuan

Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti no.267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


mencakup :

Tujuan Umum

Memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenal hubungan


antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN) agar
dapat menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.

Tujuan Khusus

Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur
dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara republik Indonesia yang terdidik dan
bertanggungjawab.

1. Agar mahasiswa memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan


bermasayarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis
dan bertanggungjawab yang berlandaskan Pancasila, Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.

2. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa.

3. Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa bangsa dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Keputusan Dirjen Dikti no.267/Dikti/2000

Pendidikan Kewarganegaraan meliputi pokok-pokok pembahasan sebagai berikut :

Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan yang terdiri dari hak dan kewajiban warga negara,
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara, Demokrasi Indonesia, Dan Hak Asasi Manusia.

Wawasan Nusantara, yang meliputi Ketahanan Nasional dan Politik Strategi Nasional.

Rumpun Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan dapat disejajarkan dengan civics education. Pendidikan


Kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar bidang) yang mencakup ilmu hukum, politik,
filsafat, sosiologi, ekonomi pembangunan, administrasi negara dan sejarah perjuangan
bangsa.

Landasan Ilmiah

Dasar pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan adalah bahwa warga negara dituntut untuk
hidup berguna dan bermakna bagi negara dan bangsanya serta mampu mengantisipasi
perkembangan dan perubahan masa depannya. Untuk diperlukan pengetahuan, tekhnologi
dan seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, moral dan budaya bangsa sebagi panduan
dan pegangan hidup setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara warga negara dan negara,
serta pendidikan pendahuluan bela negara yang berpijak pada nilai-nilai budaya bangsa.

Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan


kesadaran bernegara serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan
kebudayaan bangsa.

Indonesia

Sebutan Indonesia telah tercantum sejak dulu dalam berbagai tulisan dan peristiwa, antara
lain :

• J.R. Logan dalam “Journal of the Indian Archipelago dan East Asia” tahun 1850.
• Sir W.E. Maxwell dalam bukunya tentang rumpun Melayu yang dalam kata
pembukanya menggunakan istilah “Indonesia”.

• Adolf Bastian, seorang etnolog, dalam bukunya “Indonesien Order Die Inseln des
Malaysichen Archipels” tahun 1884.

• Awal abad XX mahasiswa Indonesia di Belanda menyebut dirinya “Perhimpunan


Indonesia”.

• Tahun 1928 kata “Indonesia” dipakai sebagai sebutan tanah air dan bangsa
menggantikan sebutan “Nederlandsh Dost Indie”.

• Pada proklamasi 1945, Indonesia menjadi nama resmi negara dan bangsa ini sampai
sekarang.

Hak dan Kewajiban Warga Negara

Syarat-syarat berdirinya negara merdeka adalah adanya wilayah, rakyat dan pemerintah yang
berdaulat. Warga negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu
dalam hubungannya dengan negara. Dalam hubungannya antara warga negara dan negara,
warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya warga negara
juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara.

Hak dan kewajiban warga negara yang diatur dalam UUD’45 tercantum dalam pasal 27 – 31.

Asas-asas Kewarganegaraan

Asas ius-sanguinis dan asas ius-soli

Asas ius-sanguinis adalah asas keturunan atau hubungan darah, artinya bahwa
kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh orang tuanya. Asas ius-soli adalah asas daerah
kelahiran, artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya.

Bipatride dan apatride

Bipatride (dwi kewarganegaraan) timbul apabila menurut peratutan dari dua negara terkait,
seseorang diaggap sebagai warga negra dua negara tersebut. Apatride (tanpa
kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan kewarganegaraan seseorang tidak diakui
sebagai warga negara manapun.
Hak dan kewajiban Bela Negara

Pengertian

Bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu
dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa
dan bernegara.

Wujud dari usaha bela negara

Kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan
kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan wilayah
Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD ’45.

Asas demokrasi dalam pembelaan negara

Berdasarkan pasal 27 ayat (3) UUD ’45, bahwa usaha bela negara merupakan hak dan
kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan asas demokrasi. Asas demokrasi dalam
pembelaan negara mencakup dua arti :

1. Bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang
pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD ’45 dan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara,
sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

Motivasi dalam pembelaan negara

1. Pengalaman sejarah perjuangan Republik Indonesia

2. Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis

3. Keadaan penduduk (demografis) yang besar

4. Kekayaan sumberdaya alam

5. Perkembangan kemajuan IPTEK

6. Kemungkinan timbulnya bencana alam

Hak Asasi Manusia


Pengertian

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
kodratnya. Hak Asasi Manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebebasan, hak
milik, dan hak-hak dasar lain yang melekat pada diri pribadi manusia dan tidak dapat
diganggu gugat oleh orang lain.

Tap MPR nomor XVII/MPR/1988

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrat,
universal dan abadi sebagai Anugrah Tuhan YME.

Sejarah timbulnya HAM

Diperjuangkan pertama kali sekitar abad-13 di Inggris lewat Magna Charta (1215), Petition
of Rights (1628) dan Bill of Rights (1689). Perkembangan demokrasi di Inggris tidak lepas
dari pemikiran para filsuf, antara lain :

• Thomas Hobbes (1588-1679) yang memaparkan tentang homo homini lupus

• John Locke (1712-1778) yang memaparkan life, liberty and property yang
mempengaruhi Declaration of Independence Amerika Serikat 4 Juli 1776.

• Montesquieu, yang memaparkan Trias Politica yang memisahkan unsur eksekutif,


legislatif dan yudikatif dalam pemerintahan.

• JJ. Rousseau yang memaparkan Du Contrat Social di mana beliau beranggapan negara
dilahirkan bebas dan tidak dapat dibelenggu oleh manusia lain termasuk raja.

HAM di Indonesia

Sejak kemerdekaan sampai sekarang di Indonesia telah berlaku tiga UUD dalam 4 periode,
yaitu :

1. Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Berlaku UUD ’45 di mana butir-
butir HAM hanya tercantum beberapa saja.

2. Periode 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950. Berlaku konsistusi RIS.

3. Periode 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Berlaku UUDS 1950. Baik konstitusi
RIS maupun UUDS ’50 hampir bulat-bulat mencantumkan isi deklarasi HAM dari PBB.
4. Periode 17 Agustus 1950 sampai sekarang. Berlaku UUD ’45 secara yuridis formal,
HAM tidak lagi lengkap seperti deklarasi HAM PBB (pasal 27, 28, 29, 30, 31).

Awal orde baru panitia MPRS menyusun Rancangan Piagam HAM serta hak dan kewjiban
warga negara yang akhirnya mengalami kebuntuan dalam pembahasanya dalam sidang
MPRS 1968. MPR hasil Pemilu 1972 bahkan sama sekali tidak mengagendakan HAM dalam
pembahasan sidang-sidangnya. Awal reformasi, sidang istimewa MPR 1998 salah satu
ketetapannya berisi piagam HAM.

Wawasan Nusantara

Pengertian

• Setiap bangsa mempunyai wawasan nasional yang merupakan visi bangsa menuju
masa depan.

• Wawasan nasional bertujuan untuk menjamin kelangsungan hidup dan keutuhan


bangsa dan wilayah serta jati diri bangsa.

• Wawasan nasional Bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara.

Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjaua atau penglihatan.
Wawasan berarti cara pandang, cara tinjau, atau cara melihat. Nusantara, asal katanya ‘nusa’
berarti pulau dan ‘antara’ yang berarti diapit di antara dua hal. Nusantara menggambarkan
kesatuan wilayah, perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara Benua
Asia dan Benua Australia.

Wawasan Nusantara berarti cara pandang Bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan
berdasarkan Pancasila dan UUD ’45 serta sesuai dengan geografi wilayah Nusantara yang
menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasional.

Peran wawasan nusantara

• Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan

• Untuk menumbuhkan rasa tanggungjawab atas pemanfaatan lingkungan

• Untuk melindungi kepentingan nasional

• Hubungan internasional dalam upaya untuk turut menegakkan ketertiban dunia.


Hakekat wawasan nusantara adalah persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.

Konsepsi tentang wilayah lautan

Perkembangan hukum laut internasional dikenal beberapa konsepsimengenai pemilikan dan


penggunaan wilayah laut sebagai berikut :

• Res nulius, laut tidak ada yang memilikinya

• Res communis, laut milik masyarakat dunia, karena itu tidak dapat dimiliki masing-
masing negara.

• Res leberian, wilayah laut bebas untuk semua bangsa

• Mare clausum (the right and dominition of sea), laut sepanjang pantai yang dimiliki
suatu negara sejauh yang dapat dikuasai dari darat (lebih kurang 3 mil).

• Archipelogic State Principles (Asas Negara Kepulauan), konvensi PBB tentang


hukum laut.

Geopolitik

Geopolitik diartikan oleh Frederich Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (political
geography), kemudian dikembangkan oleh sarjana Swedia Rudolf Kjellen (1864-1922) dan
seorang ilmuan Jerman Karl Haushofer (1869-1964) yang akhirnya menjadi geographical
politic yang disingkat menjadi geopolitik. Perbedaan keduanya terletak pada titik perhatian
dan tekanannya apakah pada geografi ataukah politik. Ilmu bumi politik (political geography)
mempelajari fenomena geografi dari aspek politik sedangkan geopolitik mempelajari
fenomena politik dari aspek geografi. Geopolitik pengertiannya baru tumbuh sekitar abad XX
sebagai ilmu penyelenggara negara di mana setiap kebijakan dikaitkan dengan masalah-
masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal warga negara bersangkutan. Menurut
Rudolf Kjellen organisme harus memiliki intelektual, sistem politik harus meliputi geopolitik,
ekonomi, politik dan sosiopolitik. Ekspansionisme dilakukan untuk mempertahankan dan
mengembangkan negara. Negara harus diperkuat dengan meningkatkan kekuatan kontinental
dan maritim. Sementara di sisi lain Haushofer berpendapat ekspansionisme mengandung
ajaran rasialis.

Geopolitik Bangsa Indonesia


Geopolitik Bangsa Indonesia didasarkan atas nilai KeTuhanan dan kemanusiaan yang luhur
sesuai pembukaan UUD’45. Yang pada intinya :

• Bangsa Indonesia cinta damai tapi lebih cinta kemerdekaan

• Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan dan menolak ekspansionisme

Dalam menjalin hubungan internasional Bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan
(nasionalisme) yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolah chauvinisme.
Bangsa Indonesia terbuka dalam menjalin hubungan kerjasama antar bangsa yang saling
menolong dan saling menguntungkan.

Geostrategi

Politik dapat dimaknai upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai
dengan tujuan dan keinginan yang bersangkutan.Geostrategi adalah politik dalam
pelaksanaan senia atau ilmu yang digunakan untuk membina atau mengelola sumber daya
yang dimiliki dalam rencana dan tindakan. Dapat di contohkan sebagai berikut :

Pertimbangan geostrategi Indonesia bahwa negara ini terletak pad posisi silang yang
mempengaruhi berbagai aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosil-budaya dan
hankam.

Perwujudan Kepulauan Nusantara

Sebagai satu kesatuan politik :

• Kesatuan wilayah nasional

• Satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti seluas-luasnya

• Secara psikologis, sebangsa dan setanah air

• Pancasila, falsafah dan ideologi bangsa

• Kehidupan politik berdasar Pancasila dan UUD ‘45

• Satu kesatuan sistem hukum nasional

• Ikut menciptakan ketertiban dunia

• Politik luar negri bebas aktif


Sebagai satu kesatuan ekonomi :

• Kekayaan wilayah Nusantara adalah modal dan milik bersama bangsa

• Tingkat perkembangan ekonomi seimbang di seluruh daerah

• Kehidupan ekonomi digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

Sebagai satu kesatuan sosial dan budaya :

• Tingkat kemajuan masyarakat yang sama

• Budaya Indonesia pada hakekatnya satu, corak ragam budaya menggambarkan


kekayaan bangsa.

Sebagai satu kesatuan pertahanan keamanan :

• Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya adalah
ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara

• Tiap-tiap waraga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam
pertahanan dan keamanan negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.

Artikel Terkait

Study

• 5 langkah sederhana memulai cerita

• Marketing Produk Baru Tanpa Budget Promosi

• Cara Menghitung Bunga Bank

• langkah-langkah SEM

• Varians

• Skala Pengukuran Statistik

• Hakekat Statistik


Inggris misalnya sejak 1997 telah melakukan program pendidikan kewargaan yang mereka
namakan democratic citizenship yang diadakan oleh lembaga pendidikan warga negara
demokratis, the Education for Democratic Citizenship (EDC).

Program serupa dijumpai pula di Amerika, Kanada, Australia dan sejumlah negara Eropa
dengan nama yang berbeda namun memiliki kesamaan tujuan yakni bagaimana menjadikan
demokrasi sebagai kultur dan mekanisme bermasyarakat warganegara mereka. Civic
education bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah pendidikan ”demokrasi” Indonesia itu dirumuskan dalam bermacam model dan
nama.

Model pertama dikenal dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang diajarkan
sejak 1975. Mata pelajaran ini kemudian pada 1994 diganti dengan pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sedangkan untuk jenjang perguruan tinggi
pendidikan kewargaan tersebut di kenal dengan nama mata kuliah pendidikan Kewiraan dan
Pancasila.

Sayangnya bila dikaitkan dengan realitas sosial-politik sekarang ini, agenda nasional
pendidikan kewarganegaraan itu lebih tepat dikatakan telah mengalami kegagalan. Tindakan
tidak demokratis dengan cara kekerasan masih banyak dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat.

Politik pengerahan massa akar rumput masih dominan dijadikan modus politik oleh sebagian
elit politik. Perilaku serupa terjadi pula di kalangan generasi muda dalam bentuk tawuran
sesama pelajar dan bentrokan fisik antara aparat keamanan dengan mahasiswa. Kenyataan
seperti ini merupakan salah satu indikator kegagalan dari pendidikan kewarganegaraan yang
selama ini dilakukan.
Bertolak dari kenyataan tersebut dan peluang memanfaatkan era transisi menuju demokrasi
seperti saat ini, reformasi pendidikan kewargaan nasional sudah mendesak dilakukan.

Sebagaimana banyak kalangan menilai, bahwa dalam konteks wacana global tentang
demokrasi dan trend civic education serta semangat reformasi di Indonesia, kedua model
pendidikan kewarganegaraan nasional di atas dianggap kurang sejalan lagi dengan dua
tuntutan refromasi yakni penegakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Mempertimbangkan peran strategis mahasiswa sebagai penggerak demokratisasi, reformasi


substantif dan metodologis pendidikan kewarganegaraan mendesak dilakukan tarhadap mata
kuliah pendidikan Kewiraan dan Pancasila di perguruan tinggi. Hal ini penting dilakukan
mengingat mahasiswa sebagai komponen vital dari gerakan reformasi merupakan aset paling
potensial dan strategis bagi proses transformasi demokrasi Indonesia kini dan mendatang.

Menurut Azyumardi Azra (2001), setidaknya terdapat tiga faktor mengapa pendidikan
kewarganegaraan nasional dalam beragam bentuknya mengalami kegagalan. Pertama,
menyangkut substantif, PPKn, mata kuliah Pancasila dan Kewiraan tidak disiapkan sebagai
materi pendidikan demokrasi dan kewargaan. Kedua, menyangkut strategi pembelajaran mata
pelajaran dan kedua Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) bersifat indoktrinatif, regimentatif,
monologis dan tidak partisipatif.

Ketiga, ketiga subjek tersebut lebih bersifat teoritis daripada praksis. Walhasil hasil
pembelajaran ketiga model pendidika kewargaan produk Orde Baru itu lebih tepat
dianalogikan dengan ungkapan klasik ”jauh panggang dari api” ; kurang menyentuh realitas
yang berkembang di masyarakat lokal maupun internasional.

Kebijakan Baru Semangat Lama

Kebijakan nasional terbaru tentang pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah


Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas N0. 267/DIKTI/Kep/2000.
Keputusan ini lahir sebagai respon pemerintah terhadap perkembangan situasi politik pasca
kejatuhan Orde Baru.

Namun patut disayangkan, sekalipun keputusan ini lahir di era reformasi, tetapi secara
substansial belum menampakkan pergeseran paradigma hubungan antara negara dan
warganegara secara signifikan. Masih kuatnya semangat pendekatan keamanan (security
approach) dapat dicermati pada bunyi pasal 5 keputusan tersebut.

Menurut pasal tersebut materi pendidikan kewarganegaraan meliputi empat pokok bahasan
yaitu: pengantar pendidikan kewarganegaraan, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan
politik dan strategi nasional. Sekalipun materi demokrasi dan HAM dijadikan salah satu
unusr dari pokok bahasan yang pertama, nampaknya sampai saat ini pihak pemerintah belum
merealisasikannya dengan sungguh-sungguh dalam bentuk kurikulum yang sejalan dengan
tuntutan reformasi dan penegakan HAM.

Kuatnya paradigma lama yang lebih mengedapankan kontrol negara (state) atas warga negara
dalam keputusan itu dapat pula dicermati pada pernyataan pasal 7 tentang evaluasi belajar
MKDU yang sudah diperbaharui itu. Menurut pasal tersebut, evaluasi belajar dinyatakan
dengan kalimat, ”dilakukan dengan cara yang memungkinkan terdeteksinya perkembangan
sikap tingkah laku mahasiswa”. Dari redaksi pasal ini nampaknya nuansa militeritsik masih
begitu kental bersembunyi dibalik kebijakan tersebut.

Pendidikan Kewarganegaraan Model Baru

Usaha sosialisasi demokrasi di Indonesia melalui jalur pendidikan formal nampaknya masih
membutuhkan jalan panjang. Reformasi orientasi pendidikan kewarganegaran sudah
semestinya dilakukan baik peraturan, paradigma, materi maupun pelaksanannya di lapangan.
Orientasi pendidikan kewarganegaraan yang bertujuan untuk mengembangkan sikap
demokratis dan daya kritis peserta didik selayaknya di jadikan common plat-form para
pengambil kebijakan pendidikan nasional. Kesamaan pandangan ini selanjutnya dapat
ditungkan kedalam penyusunan kurikulum yang sejalan dengan semangat dan tuntutan
demokrasi.

Dalam tataran reformasi metodologi pengajarannya, pendekatan belajar yang berpusat pada
mahasiswa (learner-centered) sudah waktunya di terapkan pada perkuliahan mata kuliah
pendidikan kewarganegaraan mendatang. Menurut Jhon Dewey, tokoh pendekatan belajar ini,
mazhab pendekatan ini memusatkan perhatian pada kemampuan analisis mahasiswa terhadap
pengetahuan dan pemahaman yang mereka miliki, dan (dosen) mengarahkannya untuk
belajar mandiri dan bertanggung jawab terhadap apa yang mereka pelajari.

Sealur dengan pendekatan ini, pembelajaran pendidikan kewargaan mestilah berlangsung


dalam suasana demokratis. Selama perkuliahan berlangsung dosen dituntut mampu
menciptakan suasana kelas yang dinamis, kritis dan menyenangkan.

Pandangan selama ini bahwa dosen sebagai satu-satunya sumber pengetahuan sudah
waktunya ditinggalkan. Pemahaman kadaluarsa ini harus segera diubah melalui pembelajaran
yang demokratis dimana dosen berperan sebagai fasilitator dan pemacu atau motivator
dinamika kelas. Untuk mewujudkan ini semua, rasa empati terhadap beragam pandangan
mahasiswa merupakan sesuatu yang harus dimiliki dosen atau siapa saja yang peduli dengan
pendidikan demokrasi.

Bersandar pada pendekatan pengajaran di atas, pengembangan pendidikan kewarganegaraan


di tingkat perguruan tinggi mendatang diharapkan mampu menjadikan kampus sebagai rahim
bagi lahirnya civic cultur dan persemaian masyarakat beradab (civilized citizen). Tentunya
semangat ini harus diawali oleh keprihatinan semua pihak, khususnya praktisi pendidikan
akan nasib dan masa depan demokrasi di negeri ini.

• Diposkan oleh Guruh Yoga Komara pada pukul 14.19

• Label: Makalah PKn


• 0 komentar:

• Poskan Komentar

• Link ke posting ini

• Buat sebuah Link

• Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

• Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Anda mungkin juga menyukai