Anda di halaman 1dari 21

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA
Oleh : Angga Sulaiman Abdillah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Pendidikan kewarganegaraan sangat penting diterapkan dalam


dunia pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Dimana pendidikan
kewarganegaraan memiliki peranan yang strategis dalam mempersiapkan warga
Negara yang cerdas, bertanggung jawab dan beradab. Berdasarkan
rumusan “Civic International” (1995), disepakati bahwa pendidikan
demokrasi penting untuk pertumbuhan civic culture, untuk keberhasilan
pengembangan dan pemeliharaan pemerintahan demokrasi (Mansoer 2005).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional serta surat keputusan Direktur Jenderal Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional No 43/DIKTI/Kep/2006, tentang rambu-rambu
pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan
tinggi terdiri atas mata kuliah pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan
dan bahasa Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka kelompok mata
kuliah pengembangan kepribadian tersebut wajib diberikan di semua fakultas dan
jurusan diseluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Pada Hakekatnya pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan
terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan
kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa
dan negara.
Dengan adanya penyempurnaan kurikulum, mata kuliah pengembangan
kepribadian tersebut maka pendidikan kewarganegaraan memiliki paradigma baru
yaitu pendidikan kewarganegaraan berbasis pancasila. Dengan
demikian pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi saat ini dapat dijadikan
sebagai sintesis antara “civic education”, “democracy education”, serta
“citizenship eduation” yang berlandaskan filsafat pancasila serta mengandung
muatan identitas nasional Indonesia, serta muatan makna dari
pendidikan pendahuluan bela Negara (Mansoer 2005).
Hal ini berdasarkan kenyataan diseluruh Negara di dunia, bahwa
kesadaran demokrasi serta implementasinya harus senantiasa dikembangkan
dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional kenyataan dan pengalaman sejarah
bangsa tersebut , serta dasar-dasar kemanusiaan dan keberadaban. Oleh karena itu,
dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan para intelektual Indonesia
memiliki dasar kepribadian sebagai warga negara yangdemokratis, religius,
berkemanusiaan dan beradab.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah-masalah yang telah penulis


rumuskan:
1.     Bagaimana perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia?
2. Apakah tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia?
3.     Bagaimana perkembangan paradigma, landasan dan manfaat pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia?

1.3. Tujuan
 Adapun tujuan-tujuan dari pembuatan makalah ini, sebagai berikut:

1.   Untu mengetahui perkembangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia


dari awal pembuatannya.
2. Untuk menjelaskan tujuan pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi.
3.   Untuk menjelaskan mengenai dasar pemikiran pendidikan kewarganegaraan.
4.   Untuk menjelaskan apa saja yang melandasi diterapkannya pendidikan
kewarganegaran di tingkat perguruan tinggi.
5.   Untuk menjelaskan manfaat dari adanya pendidikan kewarganegaraan bagi
mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI


INDONESIA
 Sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Pada jaman Hindia Belanda di kenal dengan nama “Burgerkunde”. Pada
waktu itu ada 2 buku resmi yang digunakan, yaitu :

a.    Indische Burerschapkunde, yang di bicarakan dalam buku tersebut, masalah


masyarakat pribumi. Pengaruh barat, bidang sosial, ekonomi, hukum,
ketatanegaraan dan kebudayaan, masalah pertanian, masalah perburuhan.
Kaum menengah dalam industri dan perdagangan, terbentuknya dewan
rakyat, masalah pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara dan
angkatan laut.
b.    Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986: 8-9) karangan J.B. Vortman yang
dibicarakan dalam buku tersebut yaitu :Badan pribadi yang mengutarakan
masyarakat dimana kita hidup, obyek hukum dimana dib icarakan eigondom
eropah dan hak-hak atas  tanah. Masalah kedaulatan raja terhadap kewajiban-
kewajiban warga negara dalam perinta Hindia Belanda. Masalah Undang-
Undang, sejarah alat pembayaran dan kesejahteraaan

Adapun tujuan dari buku tersebut, yakni: agar rakyat jajahan lebih
memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga
diharapkan tidak menganggap pemerintah belanda sebagai musuh tetapi justru
memberikan  dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang
panjang.

Pada tahun 1932 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang


disetujui Volksraad, bahwa setiap ugru harus memiliki izin. Dalam
pertimbangannya adalah banyak guru sekolah partikelir bukanlah lulusan sekolah
guru, dan yang berhak mengajar  hanyalah lulusan sekolah guru. Sedangkan 
lewat pendidikan non-formal terutama dilakukan oleh para tokoh pergerakan
nasional yakni bung Karno dan Bung Hatta. Pelaksanaan pendidikan politik baik
yang dilakukan oleh guru-guru sekolah partikelir maupun yang dilakukan para
tokoh pergerakan nasional, pada prinsipnya dapat di nyatakan sebagai “cikal
bakal” pendidikan politik atau PKn di Jaman Indonesia merdeka.
 Sesudah Proklamasi kemerdekaan
Gambaran Nu’man Somantri (1976: 34-35), yakni :
a.    Kewarganegaraan (1957)
Isi pelajaran kewarganegaraan adalah membahas cara memperoleh dan
kehilangan kewarganegaraan.
b.   Civics (1961)
Isi civics banyak membahas tentang sejarah kebangkitan nasional . Uud,
pidato-pidato politik kenegaraan yang terutama diarahkan untuk “nation and
character building” Bangsa Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan civics
di America pada tahun-tahun setelah declaration of Independence Amerika
c.    Pendidikan Kewargaan  Negara (1968)
Diberlakukannya kurikulum 1975, PKn pada prinsipnya merupakan unsur
dari PMP. Lahirnya UU no.2 Tahun 1989 tentang SPN (Sistem Pendidikan
Nasional). menunjuk pasal 39 ayat 2, yang menentukan bahwa PKn bersama
dengan pendidikan Pancasila dan Pendidikan Agama harus di muat dalam
kurikulum  semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan maka PKn akan
mengalami perkembangan lagi.

Menurut Ali Emran (1976: 4) isi PKn meliputi :


1)    Untuk SD : pengetahuan Kewargaan negara, sejarah Indonesia, ilmu Bumi.
2)    Untuk SMP : Sejarah kebangsaan, kejadian setelah kemerdekaan, UUD 1945,
Pancasila, Ketetapan MPRs.
3)    Untuk SMA : Uraian pasal-pasal dari UUD 1945 yang dihubungkan dengan
tatanegara, sejarah, ilmu bumi dan ekonomi.

Tahun 1970 PKn difusikan ke dalam mata pelajaran IPS. Tahun 1972,
dalam seminar di Tawangmangu Surakarta, menetapkan istlah ilmu kewargaan
Negara (IKN) sebagai pengganti CIVICS, dan pendidikan Kewargaan Negara
(PKn) sebagai istilah civic Education.
Dengan demikian, IKN lebih bersifat teoritis dan PKn lebih bersifat
praktis antara keduanya merupakan kesatuan tak terpisahkan, karna
perkembangan PKn sangat tergantung pada perkembangan IKN.

d.    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Menurut Kurikulum


1994. Kurikulum 1994 mengintegrasikan antara pengajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dengan nama mata pelajaran PPKn.

3.      Perkembangan PKn pada masa transisi Demokrasi


Perkembangan PKn pada era Orde Baru, ternyata lebih ditentukan faktor
kepentingan untuk membangun negara (state Building) ketimbang untuk 
membangun bangsa (Nation Building). Hal tersebut di sebabkan karena :
1)      Kemerosotan nilai estetika dan moral para penyelenggara negara yang sudah
kehilangan semangat pengabdian, pengorbanan kejujuran dan keikhlasan.
2)      Hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat keadiland an
kebenaran.
3)      Fandalisme, paternalisme dan absolutisme
4)      Posisi dan peran ABRI lebih merupakan alat kekuasaan dari pada alat
negara untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat.

Kondisi di atas berpengaruh pada perubahan kurikulum PPKn dan


pelaksanaan pengajarannya di lapangan yang lebih menekankan untuk
mendukung status quo atau legitimasi dan pembenaran (justifikasi) berbagai
kebijakan rezim orba dari pada  untuk meningkatkan pemberdayaan warga Negara
dalam berhubungan dengan negara. Dalam era reformasi, tantangan PPKn
semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan
gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan
adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun
2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal
Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan
istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan.
Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih
memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral. 

Secara umum, berikut ini disebutkan secara kronologis sejarah timbulnya


pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Dalam tatanan kurikulum pendidikan
nasional terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengembanisasi demokrasi
di Indonesia, yakni :
1. Pendidikan kemasyarakatan yang merupakan integrasi negara , ilmu bumi, dan
kewarganegaraan ( 1954 )
2.  Civics ( 1957/1962 )
3.  Ditingkat perguruan tingi pernah ada mata kuliah Manipol dan USDEK,
Pancasila dan UUD 1945 ( 1960-an)
4.  Filsafat Pancasila ( 1970- sampai sekarang )
5.  Pendidikan kewarganegaraan civics dan hukum ( 1973 )
6.  Pendidikan moral atau PMP ( 1975 /1984 )
7.  Pendidikan kewiraan ( 1989-1990-an)
8.  Dan pendidikan kewarganegaraan ( 2000-sekarang)

Ada lagi Perkembangan ilmu Pendidikan Kewarganegaraan menurut sumber lain,


yaitu :
a.   Pendidikan Kewarganegaraan sebagai program kurikuler dimulai dengan
diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA (1962) yang
berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962).
b.  Dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah Civics dan pendidikan
kewargaan negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably).
-      Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara
Di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan
Civics (diterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara).
-      Kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewarganegaraan
Negara Berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945.
-      Kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang
berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945.
-      Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang
isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi,
pengetahuan kemasyarakatan dan asasi manusia.
c.  Pada kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila
sebagaimana diuraikan dalam pedoman Penghayatan dan Pengalaman
Pancasila atau P4.
d. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem
Pendidikan Nasional kemudian diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn.
e.  Tahun 1975/1976 muncul mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP)
yang visi dan misinya berorientasi pada value inculcationdengan muatan nilai-
nilai Pancasila dan UUD 1945. Berubahnya Pendidikan Kewargaan Negara
(PKN) menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) baik menurut Kurikulum
tahun 1975/1976 maupun Kurikulum tahun 1984 antara lain karena belum
berkembangnya paradigma civic aducation yang melandasi dan memadu
pengembangan kurikulum.
f.  Kemudian Kurikulum PMP 1984 menjadi Kurikulum Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) tahun 1994, akan tetapinuansa paradigmatik civic
education-nya juga belum terasa. Sepertinya pendidikan moral Pancasila yang
disampaikan melalui PPKn di sekolah dan penataran P-4 di berbagai lapisan
masyarakat nyaris tanpa bekas dan tanpa makna (meaningless).
g. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2
tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga
tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004
memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan
atau pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan
perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum
dan moral. 

B. DEFINISI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Dalam pandangan Demokratis, Pendidikan Kewarganegaraan adalah
suatu pendidikan yang bertujuan untuk memdidikan para generasi muda agar
mampu menjadi warga negara yang demokratis, berbudi pekerti luhur dan
berwawasan kebangasaan, dan partisipatif dalam pembelaan negara. Dalam hal ini
pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu alat pasif untuk membangun dan
memajukan sistem demokrasi suatu bangsa. Secara umum, pengertian
pendidikan kewarganegaraan dapat diartikan sebagai langkah demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak
demokratis.

Pandangan Pakar Tentang Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di
seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut
sering disebut sebagai civic education, Citizenship Education, dan bahkan ada
yang menyebutnya sebagai democrcy education. Tetapi pada umumnya pendapat
para pakar tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama.
Beberapa pandangan para pakar tentang pendidikan kewarganegaraan adalah
sebagai berikut:
1. Henry Randall Waite dalam penerbitan majalah The Citizendan Civics,
pada tahun 1886, merumuskan pengertian Civics dengan The sciens of
citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized
collections, the individual in his relation to the state. Dari definisi tersebut,
Civics dirumuskan dengan Ilmu Kewarganegaraan yang membicarakan
hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulan-perkumpulan
yang terorganisasi (organisasi sosial, ekonomi, politik) dan antara
individu- individu dengan negara.
2. Stanley E. Dimond berpendapat bahwa civics adalah citizenship
mempunyai dua makna dalam aktivitas sekolah. Yang pertama,
kewarganegaraan termasuk kedudukan yang berkaitan dengan hukum yang
sah. Yang kedua, aktivitas politik dan pemilihan dengan suara terbanyak,
organisasi pemerintahan, badan pemerintahan, hukum, dan tanggung
jawab
3. Edmonson (1958) mengemukakan bahwa civics adalah kajian yang
berkaitan dengan pemerintahan dan yang menyangkut hak dan kewajiban
warga negara.
4. Menurut Merphin Panjaitan, Pendidikan Kewarganegaraan adalah
pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda
menjadi warga negara yang demokrasi dan partisipatif melalui suatu
pendidikan yang dialogial. Sementara Soedijarto mengartikanPendidikan
Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk
membantu peserta didik untuk menjadi warga negara yang secara politik
dewasa dan ikut serta membangun sistem politik yang demokratis
5. Menurut Muhammad Numan Soemantri, Civic Education adalah
kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah.
Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat
menumbuhkan hidup dan prilaku yang lebih baik dalam masyarakat
demokrasi. Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang
menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-
syarat objektif untuk hidup bernegara
6. Menurut Azyumardi Azra, pendidikan kewarganegaraan, civics education
dikembangkan menjadi pendidikan kewargaan yang secara substantif tidak
saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar
akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, tetapi juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga
dunia, global society.
7. Soedijarto mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan
politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga
negara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun sistem
politik yang demokratis.
Dari definisi tersebut, semakin mempertegas pengertian civic education
(Pendidikan Kewarganegaraan) karena bahannya meliputi pengaruh positif
dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikan di luar
sekolah. Unsur-unsur ini harus dipertimbangkan dalam menyusun program
Civic Education yang diharapkan akan menolong para peserta didik
(mahasiswa) untuk:
a.    Mengetahui, memahami dan mengapresiasi cita-cita nasional.
b.    Dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung
jawab dalam berbagai macam masalah seperti masalah pribadi,
masyarakat dan negara.

C. FUNGSI DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


Menurut Branson (1999:7) tujuan civic education adalah partisipasi yang
bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik
tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn dalam
Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut:
 Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
Kewarganegaraan.
 Berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara
sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lain.
 Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan PKn yang dikemukakan oleh Djahiri (1994/1995:10) adalah


sebagai berikut :
1. Secara umum. Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan
pencapaian Pendidikan Nasional, yaitu : “Mencerdaskan kehidupan bangsa
yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuann dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
2. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan
perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat
ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku
yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat
Indonesia.

Sedangkan menurut Sapriya (2001), tujuan pendidikan Kewarganegaraan adalah :


Partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari
warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi
konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh
tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan
keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang
efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui
pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan
kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung
berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat. 

Tujuan umum pelajaran PKn ialah mendidik warga negara agar menjadi
warga negara yang baik, yang dapat dilukiskan dengan “warga negara yang
patriotik, toleran, setia terhadap bangsa dan negara, beragama, demokratis,
Pancasila sejati” (Somantri, 2001:279).

Fungsi dari mata pelajaran PKn adalah sebagai wahana untuk membentuk
warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan
negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD RI 1945.

Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja,
maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 1975:30), yang meliputi:
a) Ilmu pengetahuan, meliputi hierarki: fakta, konsep dan generalisasi teori.
b) Keterampilan intelektual:
1. Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang
kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan,
menganalisis, mensintesiskan, dan menilai;
2. Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan
bertanya dan mengetahuii masalah; (b) keterampilan merumuskan
hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan
menafsirkan dan menganalisis data, (e) keterampilan menguji
hipotesis, (f) keterampilan meruumuskan generalisasi, (g)
keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan.
c) Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung
soal-soal afektif, karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat
dijabarkan.
d) Keterampilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa dijabarkan dalam
keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan
kepada siswa untuk secara terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas
serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, 

Dufty (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam


tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan
dalam merumuskan: (a) konsep dasar, generalisasi, konsep atau topik PKn; (b)
tujuan intruksional, (c) konstruksi tes beserta penilaiannya.

Djahiri (1995:10) mengemukakan bahwa melalui PKn mahasiswa


diharapkan :
a) Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila
sebagai falsafah, dasar ideologi dan pandangan hidup negara RI.
b) Melek konstitusi (UUD NRI 1945) dan hukum yang berlaku dalam negara
RI.
c) Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir
diatas.
d) Mengamalkan dan membakukan hal-hal diatas sebagai sikap perilaku diri
dan kehidupannya dengan penuh keyakinan dan nalar.

Secara umum, menurut Maftuh dan Sapriya (2005:30) bahwa tujuan


negara mengembangkan Pendiddikan Kewarganegaraan agar setiap warga negara
menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang
memiliki kecerdasan (civics inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial,
maupun spiritual; memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civics
responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa PKn sebagai
program pengajaran tidak hanya menampilkan sosok program dan pola KBM
yang hanya mengacu pada aspek kognitif saja, melainkan secara utuh dan
menyeluruh yakni mencakup aspek afektif dan psikomotor. Selain aspek-aspek
tersebut PKn juga mengembangkan pendidikan nilai.

D.    MANFAAT DAN PERKEMBANGAN PARADIGMA SERTA


LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI INDONESIA

Manfaat yang bisa diperoleh dari mempelajari Civic Education adalah :

1. Civic Education tidak hanya sekadar melayani kebutuhan-kebutuhan warga


dalam memahami masalah-masalah sosial politik yang terjadi , tetapi lebih
dari itu. Ia pun memberikan informasi dan wawasan tentang berbagai hal
menyangkut cara-cara penyelesaian masalah . dalam kontek ini, civic
education juga menjanjikan civic knowledge yang tidak saja menawarkan
solusi alternatif, tetapi juga sangat terbuka dengan kritik (kontruktif).

2. Kedua, Civic education dirasakan sebagai sebuah kebutuhan mendesak karena


merupakan sebuah proses yang mempersiapkan partisipasi rakyat untuk
terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara
demokratis. Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan
menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan
publik. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran
dan membekali pengetahuana akan peran warga dalam masyarakat
demokratis. Guna membangun masyarakat yang demokratis diperlukan
pendidikan agar warganya dapat mengkritisi dan memahami permasalahan
yang ada.

   Kompetensi Dasar dan Tujuan Civic Education


Dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, kompetensi dasar atau
yang sering disebut kompetensi minimal terdiri dari tiga jenis, yaitu :

1. Kecakapan dan kemampuan penguasaan pengetahuan kewarganegaraan


( Civic Knowledge) yang terkait dengan materi inti Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) antara lain demokrasi, hak asasi manusia
dan masyarakat madani (Civil Society )
2. Kecakapan dan kemampuan sikap kewarganegaraan ( Civic Dispositions)
antara lain pengakuan kesetaraan, toleransi, kebersamaan, pengakuan
keragaman, kepekaan terhadap masalah warga negara antara lain masalah
demokrasi dan hak asasi manusia; dan
3. Kecakapan dan kemampuan mengartikulasikan keterampilan
kewarganegaraan ( Civil Skills) seperti kemampuan berpartisipasi dalam
proses pembuatan kebijakan publik, kemampuan melakukan kontrol terhadap
penyelenggara negara dan pemerintah.

Tujuan Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education)


berdasarkan keputusan Dirjen Dikti No. 43 /DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi dan misi dalam kompetensi
sebagai berikut :
1.      Visi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan
sumber nilai dan pedoman dalam pengembanan dan penyelenggaraan
program studi, guna mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya
sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan suatu realitas yang dihadapi,
bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memililki visi
intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta yanah air dan
bangsanya.
2.      Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk
membantu mahasiwa memantapkan kepribadiannya , agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengenbankan ilmu
pengetahuan , teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan
Paradigma pendidikan terkait dengan 4 (empat) hal yang menjadi dasar
pelaksanaan pendidikan, yaitu peserta didik, (mahasiswa), dosen, materi, dan
manajemen pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan, paling tidak terdapat dua
kutub paradigma pendidikan yang paradoksal, yaitu paradigma feodalistik dan
paradigma humanistik.
 Paradigma Feodalistik

Paradigma Feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga pendidikan


(Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan mempersiapkan peserta
untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu, peserta didik (siswa dan
mahasiswa), ditempatkan sebagai objek semata dalam pembelajaran,
sedangkan dosen sebagai satu-satunya sumber ilmu, kebenaran dan informasi,
berprilaku otoriter dan birokratis. Materi pembelajarn disusun secara rigid
sehingga memasung kreativitas peserta didik (mahasiswa) dan dosen.
Sementara itu, manajemen pendidikan termasuk manajemen pembelajaran
bersifat sentralistik, birokratis dan monolitik. Dalam penerapan strategi
pembelajarannya, sangat dogmatis, indoktrinatif dan otoriter. Paradigma
Feodalistik dalam praksis pendidikan telah berlangsung cukup lama dalam
dunia pendidikan nasional mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi.

 Paradigma Humanistik

Paradigma Humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta didik adalah


manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh
karena itu, dalam pandangan ini peserta didik (mahasiswa) ditempatkan
sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran, sementara dosen diposisikan
sebagai fasilitator dan mitra dialog peserta didik. Materi pembelajaran yang
disusun berdasarkan pada kebutuhan dasar (basic needs) peserta didik, bersifat
fleksibel, dinamis dan fenomenologis sehingga materi tersebut bersifat
kontekstual dan memiliki relevansi dengan tuntutan dan perubahan sosial.
Model materi pembelajaran tersebut mendorong terciptanya kelas
pembelajaran yang hidup (life classroom) yang dalam istilah Ace Suryadi
disebut dengan global classroom. Begitu juga manajemen pendidikann dan
pembelajarannya , menekankan pada dimensi desentralistik, tidak birokratis,
mengakui pluralitas dengan penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi
dan demokratis. Untuk itu, kelas pembelajaran Pendidikan Kewargaan, dalam
Istilah Udin S. Winataputra, diperlakukan sebagai laboratorium demokrasi
dimana semangat kewarganegaraan yang memancar dari cita-cita dan nilai
demokrasi diterapkan secara interaktif.

Mencermati arah perubahan dan penyempurnaan rambu-rambu


pelaksanaan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah ditetapkan oleh
Ditjen Dikti di atas, telah mengindikasikan mempergunakan paradigma
humanistik.

 Landasan Pendidikan Kewarganegaraan

1.       Landasan Ilmiah


a.      Dasar Pemikiran Kewarganegaraan
Setiap warga negara dituntut untuk dapat hidup berguna dan bermakna
bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi perkembangan dan
perubahan masa depannya. Untuk itu diperlukan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni (IPTEKS ) yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan, moral,
kemanusiaan dan budaya bangsa. Nilai-nilai dasar tersebut berperan sebagai
panduan dan pegangan hidup bagi setiap warga negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahasan Pendidikan Kewarganegaraan
meliputi hubungan antara warga negara dan negara, serta pendidikan pendahuluan
bela negara yang semua ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofis
bangsa. Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan ialah menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan prilaku cinta tanah
air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila.

Sebagai suatu pebandingan, di berbagai negara juga dikembangkan materi


Pendidikan Umum (General Education/Humanities) sebagai pembekalan nilai-
nilai yang mendasari sikap dan prilaku warga negaranya.
a.       Amerika Serikat : History, Humanity dan Philosophy
b.      Jepang : Japanese History, Ethics dan Philosophy
c.       Filipina : Philipino, Family Planning, Taxation and Land Perform, The
Philiphine New Constitution dan Study of Human Rights

Di beberapa negara dikembangkan juga bidang studi yang sejenis dengan


pendidikan kewarganegaraan, yaitu yang dikenal dengan sebutan Civics
Education.

2. Landasan Hukum
a. UUD 1945
1.    Pembukaan UUD 1945, khususnya pada alinea kedua dan keempat,
yang memuat cita-cita tujuan dan aspirasi bangsa Indonesia tentang
kemerdekaanya.
2.    Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa “segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”.
3.    Pasal 30 ayat (1) menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak
dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaaan negara “.
4.    Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa “ Tiap-tiapn warga negara berhak
mendapatkan pengajaran.
b.  Ketentuan MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis- garis besar haluan
Negara.
c.  Undang – undang No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok
pertahanan keamanan Negara Republik Indonesia ( Jo. UU No. 1 tahun
1988) :

1.    Dalam pasal 18 (a) disebutkan bahwa hak dan kewajiban warga


negara yang diwujudkan dengan keikutsertakan melalui pendidikan
pendahuluan Bela Negara sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam
sistem Pendidikan Nasional.
2.    Dalam pasal 19 (2) sebutkan bahwa pendidikan Pendahuluan Bela
Negara wajib diikuti oleh setiap warga negara dan dilaksanakan secara
bertahap. Tahap awal pada tingkat pendidikan dasar sampai pada
pendidikan menengah ada dalam gerakan kewiraan Pramuka. Tahap
lanjutan pada tingkat pendidikan tinggi ada dalam bentuk pendidikan.
d.   Undang – undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
dan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusuan kurikulum pendidikan tinggi dan
penilaian Hasil belajar Mahasiswa dan Nomor 45/U/2002 tentang
Kurikulum inti pendidikan Tinggi telah ditetapkan bahwa pendidikan
Agama, pendidikan bahasa dan pendidikan kewarganegaraan merupakan
kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian, yang wajib diberikan
dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi.

BAB III
KESIMPULAN
 KESIMPULAN
 Tujuan Perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan ( Civic Education)
berdasarkan keputusan Dirjen Dikti No. 43 /DIKTI/Kep/2006, tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah dirumuskan dalam visi dan misi dalam kompetensi
sebagai berikut :

1.      Visi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah merupakan sumber


nilai dan pedoman dalam pengembanan dan penyelenggaraan program studi, guna
mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya sebagai manusia
seutuhnya. Hal ini berdasarkan suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa
adalah sebagai generasi bangsa yang harus memililki visi intelektual, religius,
berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta tanah air dan bangsanya.
2.      Misi pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membantu
mahasiwa memantapkan kepribadiannya , agar secara konsisten  mampu
mewujudkan nilai nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengenbankan ilmub pengetahuan , teknologi dan
seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.

Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di


seluruh dunia, meskipun dengan berbagai istilah atau nama. Mata kuliah tersebut
sering disebut sebagai civic education, Citizenship Education, dan bahkan ada
yang menyebutnya sebagai democrcy education. Tetapi pada umumnya pendapat
para pakar tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
Ardi. 2012, Perkembangan PKn (Pendidikan Kewarganegarana).
http://hitamandbiru.blogspot.com/2012/07/perkembangan-pkn-pendidikan.html

Widya, Ratna. 2012, Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia.


http://widoiiwidiio.blogspot.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html
Ilham, Nurfadil. 2013, Pengertian, Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan. http://inflifestyle.blogspot.com/2013/09/pengertian-fungsi-
dan-tujuan-pendidikan.html

2012, Pengertian Pendidikan Kewargaegaraan. http://eki-


blogger.blogspot.com/2012/05/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan.html

Hendry. 2011, Pendidikan Kewarganegaraan. http://d-sun-


blog.blogspot.com/2011/03/pendidikan-kewarganegaan.html

Winarno, Narmoatmojo. Perkembangan Mutakhir Pendidikan Kewarganegaraan


diIndonesia.https://www.academia.edu/6165502/Perkembangan_mutakhir_Pendid
ikan_Kewarganegaraan_di_Indonesia

2013, Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education).


http://pasamantimurdotcom.wordpress.com/2013/05/07/paradigma-pendidikan-
kewargaan-civic-education/

Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Keawrganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Anda mungkin juga menyukai