Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pancasila Sebagai sistem filsafat

3
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ?


2. Apa hakikat Pendidikan Kewarganegaraan?
3. Apa tujuan mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan?
4. Apa fungsi Pendidikan Kewarganegaraan ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


2. Mengetahui hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
3. Memahami tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
4. Memahami fungsi Pendidikan Kewarganegaraan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat pendidikan kewarganegaraan


1. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Pendidikan Kewarganegaraan apabila dilihat dalam kepustakaan asing memiliki dua istilah teknis
yakni civic education dan citizenship education. Cogan (1999:4) mempertegas perbedaan pengertian
civic education dengan citizenship education. Civic education diartikan sebagai “...the foundational
course work in school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in
their adult lives” atau suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan
warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Sedangkan
“citizenship education” atau “education for citizenship” dipandang sebagai “…the more inclusive term
and encompasses both these in-school experiences as well as out-of-school or „non-formal/informal‟
learning which takes place in the family, the religious organization, community organizations, the
media etc, which help to shape the totality of the citizen”. Artinya, “citizenship education” atau
“education for citizenship” merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah
dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam
organisasi kemasyarakatan, dan dalam media yang membantunya untuk menjadi warga negara
seutuhnya. Oleh karena itu Cogan (1999:5) menyimpulkan citizenship education merupakan suatu
konsep yang lebih luas di mana civic education termasuk bagian penting di dalamnya. Istilah civic
education, ternyata lebih cenderung digunakan dalam makna yang serupa untuk mata pelajaran di
sekolah yang memiliki tujuan utama mengembangkan siswa sebagai warga negara yang cerdas dan
baik. Sedangkan citizenship education lebih cenderung digunakan dalam visi yang lebih luas untuk
menunjukkan instructional effects dan nurturant effects dari keseluruhan proses pendidikan terhadap
pembentukan karakter individu sebagai warga negara yang cerdas dan baik. Dengan demikian, dapat
disebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan merupakan ujung tombak bagi pembentukan generasi
muda sebagai warga negara yang baik. Hal tersebut senada dengan pendapat Kerr (1999) yang
menyatakan bahwa: Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation
of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education
(through schooling, teaching, and learning) in that preparatory process atau, “citizenship or civics
education (Kerr, 1999:17) Berkaitan dengan hal tersebut, Winataputra (2001) menyatakan bahwa
pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu tubuh atau sistem pengetahuan yang memiliki:
(a) ontologi civic behavior dan civic culture yang bersifat multidimensional (filosofis, ilmiah,
kurikuler, dan sosial kultural);
(b) epistemologi research, development, and diffusion dalam bentuk kajian ilmiah dan pengembangan
program kurikuler, prilaku dan konteks sosial kultural warga negara, serta komunikasi akademis,
kurikuler, dan sosial dalam rangka penerapan hasil kajian ilmiah dan pengembangan kurikuler dan
instruksional dalam praksis pendidikan demokrasi untuk warga negara di sekolah dan masyarakat;
(c) aksiologi memfasilitasi pengembanga body of knowledge sistem pengetahuan atau disiplin
pendidikan kewarganegaraan; melandasi dan memfasilitasi pengembangan dan pelaksanaan
pendidikan demokrasi di sekolah dan luar sekolah; dan membingkai serta memfasilitasi
berkembangnya koridor proses demokratisasi secara sosial kultural dalam masyarakat.

Lebih lanjut, Winataputra (2001:146-149) dalam disertasinya menegaskan bahwa fokus PKn merujuk
kepada tujuan kurikuler yang secara operasional dapat dilihat dari rumusan tujuan pembelajaran civic
education dari Center for Civic Education (1994:4) sebagai berikut:
1) Promote increased understanding of American constitutional democracy and its fundamental values
and principles;

5
2) Develop the skills necessary to participate as informed, effective, and responsible citizens;
3) Increase willingness of students to use democratic procedures when making decisions and managing
conflicts. Tujuan civic education tersebut pada dasarnya bermuara kepada gagasan mengenai warga
negara ideal yang tampil sebagai pengambil keputusan yang cerdas dan bernalar. Untuk itu diperlukan
“Knowledge” atau pengetahuan dan wawasan, “Beliefs: Civic Virtues” atau kepercayaan berupa
kebajikan warga negara, dan “Skills: Civic Participation” yakni keterampilan partisipasi sebagai warga
negara. Untuk masing-masing kemampuan tersebut Secara paradigmatik maka dapat dikatakan bahwa
sistem PKn memiliki tiga komponen, yakni
(a) kajian ilmiah pendidikan ilmu kewarganegaraan; (b) program kurikuler PKn; dan (c) gerakan
sosialkultural kewarganegaraan, yang secara koheren bertolak dari esensi dan bermuara pada upaya
pengembangan pengetahuan kewarganegaraan, nilai dan sikap kewarganegaraan, dan keterampilan
kewarganegaraan. Apabila dilihat secara filosofis, sosio-politis dan psikopedagogis, pendidikan
kewarganegaraan memegang misi suci (mission sacre) untuk pembentukan watak dan peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menjadikan manusia
sebagai warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Winataputra dan Budimansyah,
2007:156). Hal tersebut dapat ditelusuri dari rumusan pasal 3 UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang secara imperatif menggariskan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Secara khusus “Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air” (Penjelasan Pasal 37 ayat (1)).Dalam
konteks itu pendidikan kewarga negaran pada dasarnya merupakan pendidikan kebangsaan atau
pendidikan karakter bangsa. Semua imperatif atau keharusan itu menuntut perlunya penghayatan baru
kita terhadap pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu konsep keilmuan, instrumentasi, dan praksis
pendidikan yang utuh, yang pada gilirannya dapat menumbuhkan “civic intelligence” dan “civic
participation” serta “civic responsibility” sebagai anak bangsa dan warga negara Indonesia yang
mampu mengembangkan rasa nasionalisme yang tinggi. Muhamad (2011), Zainul (2011), Kaelan
(2004), Endang (2009), menyatakan bahwa tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan adalah
membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang tahu hak dan kewajibannya serta
bertanggungjawab.

2. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan tinggi

Perkembangan PKn di perguruan tinggi dimulai dengan mata kuliah Manipol dan USDEK,
Pancasila dan UUD 1945 (1960-an), Filsafat Pancasila (1970), Pendidikan Kewiraan (1989-1990-
an),dan berkembang menjadi Pendidikan Kewarganegaraan sampai sekarang.Pendidikan Kewiraan
terlalu condong atau lebih berorientasi kepada aspek bela negara dalam konteks memenuhi kebutuhan
pertahanan.Pengembangan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai kemasyarakatan, penyadaran tentang
ketaatan pada hukum, serta disiplin sosial bukanlah tujuan Pendidikan Kewiraan.Metode pengajaran
yang diterapkan juga tidak ada bedanya dengan Pendidikan Pancasila, yang nilai Intinya hanyalah
proses indoktrinasi yang hanya memenuhi aspek kognitif, sedangkan aspek sikap dan perilaku belum
tersentuh.Pendidikan Kewarganegaraan yang dulu dikenal dengan Pendidikan Kewiraan adalah materi
perkuliahan yang menyangkut pemahaman tentang persatuan dan kesatuan, kesadaran warga negara
dalam bernegara, hak dan kewajiban warga negara dalam berbangsa dan bernegara.Sebagaimana yang
tertuang dalam Keputusan Ditjen Dikti No. 267/DIKTI/2000 bahwa pengembangan materi perkuliahan
tersebut dengan sendirinya juga dikembangkan kemampuan kepribadian dan kemampuan intelektual
dalam bidang politik, hukum, kemasyarakatan, filsafat dan budaya. Mata kuliah Pendidikan
6
Kewarganegaraan serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara merupakan salah satu komponen yang
tidak dapat dipisahkan dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam
susunan kurikulum inti perguruan tinggi yang merupakan mata kuliah wajib untuk diambil setiap
mahasiswa pada jenjang perguruan tinggi. Dalam pasal 37 Ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa. Begitu pula sebagaimana
terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun
1989 terdapat dalam Pasal 39 Ayat (2) yang mengamanatkan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang
pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan
Agama. Di dalam penjelasan undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan antar warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar
menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
pada jenjang pendidikan tinggi pendidikan pendahuluan bela negara diselenggarakan antara lain
melalui pendidikan kewiraan. Oleh karena itu, istilah Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum
pendidikan tinggi adalah Pendidikan Kewiraan, hal tersebut berdasarkan pada Surat Keputusan
Bersama Mendikbud dan Menhankam No. 061/U/1985 dan Kep/0002/II/1985 bahwa Pendidikan
Kewiraan dimasukan ke dalam kelompok Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) pada semua perguruan
tinggi di Indonesia.

3. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan diberikan di Perguruan Tinggi

Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003: “Pendidikan kewarganegaraan


dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air”
a. Visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi (Menurut SKep Dirjen Dikti No.
38/DIKTI/Kep./2002 )
Sumber nilai dan Pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa,
untuk mengembangkan kepribadiannya selaku warga negara yang berperan aktif.
 Menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani
b. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi ( Menurut SKep Dirjen Dikti No.
38/DIKTI/Kep./2002). Membantu mahasiswa selaku warga negara, agar mampu :
 Mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa indonesia,
 Mewujudkan kesadaran berbangsa dan bernegara,
Menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan.
c. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi (Menurut SKep Dirjen Dikti No.
38/DIKTI/Kep./2002) Agar mahasiswa :
 Memiliki motivasi menguasai materi pendidikan kewarganegaraan
Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan serta
kepentingannya, sebagai individu, anggota keluarga/masyarakat dan warga negara yang terdidik.
Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah kaidah nilai berbangsa dan bernegara
` untuk menciptakan masyarakat madani.

A. Pengertian pendidikan menurut para ahli diantaranya :

7
1. Menurut UU sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencanna untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya ,masyarakat,bangsa dan Negara.
2. Menurut Carter v.Good(1997)
Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang
berlaku dalam masyarakatnya.
3. Menurut Godfrey Thomson(1977)
Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan yang tetap di
dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan perasaannya.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan mengandung tujuan yang ingin
dicapai, yaitu membentuk kemampuan individu mengembangkan dirinya yang kemampuan –
kemampuan dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang
individu, maupun sebagai warga negara dan warga masyarakat.

B. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut UU Sisdiknas no.20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1, bahwa Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.

Dan istilah kewarganegaraan merupakan terjemah dari “civic” yang merupakan mata pelajaran
sosial yang bertujuan membina dan mengembangkan anak didik agar jadi warga negara yang baik.
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang dilakukan atas dasar pancasila sebagai
wasilah (sarana) dalam menumbuhkan, mengembangkan, dan melestarikan nilai-nilai luhur (al-
akhlaqul karimah) atau yang disebut dengan istilah “pendidikan karakter bangsa” yang dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Atau bisa dikatakan bahwa Hakikat diajarkannya
Pendidikan Kewarganegaraan yaitu mata pelajaran yang terfokus pada pembentukan diri yang
beragam dari berbagai suku, agama, budaya, sosial bahasa, serta usia agar menjadi warga negara yang
cerdas, taat hukum, terampil, serta berkarakter yang dilandasi oleh pancasila dan UUD 1945.

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan juga dapat dikatakan sebagai upaya sadar dan terencana
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral
bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam membela negara, demi kelangsungan
kehidupan dan kejayaan bangsa serta negara.Sehingga dapat mencerdaskan bangsa, menumbuhkan
kepercayaan terhadap jati diri serta moral bangsa, komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan Hak
Asasi Manusia dalam kehidupannya.

2.1.1 sumber historis, Sosiologis, dan politik

8
Untuk memahami pendidikan kewarganegaraan di Indonesia, pengkajian dapat dilakukan secara
historis, sosiologis, dan politis.Secara historis, pendidikan kewarganegaraan dalam arti substansi
telah dimulai jauh sebelum Indonesia diproklamasikan sebagai negara merdeka. Dalam sejarah
kebangsaan Indonesia, berdirinya organisasi Boedi Oetomo tahun 1908 disepakati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional karena pada saat itulah dalam diri bangsa Indonesia mulai tumbuh kesadaran
sebagai bangsa walaupun belum menamakan Indonesia. Setelah berdiri Boedi Oetomo, berdiri pula
organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan lain seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah, Indische
Party, PSII, PKI, NU, dan organisasi lainnya yang tujuan akhirnya ingin melepaskan diri dari
penjajahan Belanda. Pada tahun 1928, para pemuda yang berasal dari wilayah Nusantara berikrar
menyatakan diri sebagai bangsa Indonesia, bertanah air, dan berbahasa persatuan bahasa
Indonesia.Pada tahun 1930-an, organisasi kebangsaan baik yang berjuang secara terang-terangan
maupun diam-diam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri tumbuh bagaikan jamur di musim
hujan.Secara umum, organisasiorganisasi tersebut bergerak dan bertujuan membangun rasa
kebangsaan dan mencita-citakan Indonesia merdeka.Indonesia sebagai negara merdeka yang dicita-
citakan adalah negara yang mandiri yang lepas dari penjajahan dan ketergantungan terhadap
kekuatan asing.

Inilah cita-cita yang dapat dikaji dari karya para pendiri negara-bangsa (Soekarno dan
Hatta).Akhirnya Indonesia merdeka setelah melalui perjuangan panjang, pengorbanan jiwa dan
raga, pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaan, melepaskan diri dari
penjajahan, bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankan kemerdekaan karena ternyata
penjajah belum mengakui kemerdekaan dan belum ikhlas melepaskan Indonesia sebagai wilayah
jajahannya. Oleh karena itu, periode pasca kemerdekaan Indonesia, tahun1945 sampai saat ini,
bangsa Indonesia telah berusaha mengisi perjuangan mempertahankan kemerdekaan melalui
berbagai cara, baik perjuangan fisik maupun diplomatis. Perjuangan mencapai kemerdekaan dari
penjajah telah selesai, namun tantangan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang
hakiki belumlah selesai. Prof. Nina Lubis (2008), seorang sejarawan menyatakan, “... dahulu, musuh
itu jelas: penjajah yang tidak memberikan ruang untuk mendapatkan keadilan, kemanusiaan, yang
sama bagi warga negara, kini, musuh bukan dari luar, tetapi dari dalam negeri sendiri: korupsi yang
merajalela, ketidakadilan, pelanggaran HAM, kemiskinan, ketidakmerataan ekonomi,
penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, suap-menyuap, dll.”
Dari penyataan ini tampak bahwa proses perjuangan untuk menjaga eksistensi negara-bangsa,
mencapai tujuan nasional sesuai cita-cita para pendiri negara-bangsa (the founding fathers),
belumlah selesai bahkan masih panjang.

Oleh karena itu, diperlukan adanya proses pendidikan dan pembelajaran bagi warga negara
yang dapat memelihara semangat perjuangan kemerdekaan, rasa kebangsaan, dan cinta tanah air.
PKn pada saat permulaan atau awal kemerdekaan lebih banyak dilakukan pada tataran sosial
kultural dan dilakukan oleh para pemimpin negarabangsa.Dalam pidato-pidatonya, para pemimpin
mengajak seluruh rakyat untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia.Seluruh pemimpin bangsa
membakar semangat rakyat untuk mengusir penjajah yang hendak kembali menguasai dan
menduduki Indonesia yang telah dinyatakan merdeka.Pidato-pidato dan ceramah-ceramah yang
dilakukan oleh para pejuang, serta kyai-kyai di pondok pesantren yang mengajak umat berjuang
mempertahankan tanah air merupakan PKn dalam dimensi sosial kultural.Inilah sumber PKn dari
aspek sosiologis.PKn dalam dimensi sosiologis sangat diperlukan oleh masyarakat dan akhirnya
negara-bangsa untuk menjaga, memelihara, dan mempertahankan eksistensi negara-bangsa. Upaya
pendidikan kewarganegaraan pasca kemerdekaan tahun 1945 belum dilaksanakan di sekolah-
sekolah hingga terbitnya buku Civics pertama di Indonesia yang berjudul Manusia dan Masjarakat
Baru Indonesia (Civics) yang disusun bersama oleh Mr. Soepardo, Mr. M. Hoetaoeroek, Soeroyo

9
Warsid, Soemardjo, Chalid Rasjidi, Soekarno, dan Mr. J.C.T. Simorangkir. Pada cetakan kedua,
Menteri Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, Prijono (1960), dalam sambutannya menyatakan
bahwa setelah keluarnya dekrit Presiden kembali kepada UUD 1945 sudah 14 sewajarnya dilakukan
pembaharuan pendidikan nasional. Tim Penulis diberi tugas membuat buku pedoman mengenai
kewajiban-kewajiban dan hakhak warga negara Indonesia dan sebab-sebab sejarah serta tujuan
Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Menurut Prijono, buku Manusia dan Masjarakat Baru
Indonesia identik dengan istilah “Staatsburgerkunde” (Jerman), “Civics” (Inggris),

atau “Kewarganegaraan” (Indonesia). Secara politis, pendidikan kewarganegaraan mulai dikenal


dalam pendidikan sekolah dapat digali dari dokumen kurikulum sejak tahun 1957 sebagaimana
dapat diidentifikasi dari pernyataan Somantri (1972) bahwa pada masa Orde Lama mulai dikenal
istilah: (1) Kewarganegaraan (1957); (2) Civics (1962); dan (3) Pendidikan Kewargaan Negara
(1968). Pada masa awal Orde Lama sekitar tahun 1957, isi mata pelajaran PKn membahas cara
pemerolehan dan kehilangan kewarganegaraan, sedangkan dalam Civics (1961) lebih banyak
membahas tentang sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan yang
terutama diarahkan untuk "nation and character building” bangsa Indonesia.
Berikut adalah berbagai macam alasan lainnya kenapa diperlukan Pendidikan Kewarganegaraan
dari berbagai macam sumber :

Sumber Historis Pendidikan Kewarganegaraan

Presiden Soekarno dahulu kala pernah berkata bahwa "Jangan sekali-sekali meninggalkan
sejarah." Hal tersebut kemudian memiliki sebuah makna dimana dalam setiap sejarah terdapat
berbagai macam fungsi yang dimana penting dan akan sangatlah berguna dalam rangka untuk
membangun sebuah kehidupan karena dengan sejarah maka kita akan belajar untuk tidak
mengulangi hal yang sama dikemudian hari. Dalam konteks tersebut maka sebuah sejarah akan
berguna untuk membangun kehidupan pada sebuah bangsa untuk dapat melihat jalan yang dimana
lebih bijaksa di masa depan. Kemudian, sebuah sejarah jugala sebuah guru pada kehidupan. Dalam
pendidikan kewarganegaraan kemudian diharapkan siswa akan mendapatkan berbagai macam
inspirasi yang dimana dapat digunakan untuk berpartisipas dalam sebuah kegiatan untuk melakukan
pembangunan bangsa yang dimana sesuai dengan apa yang mereka sukai dengan menghindari
berbagai macam perilaku yang bernuansa untuk tidak mengulangi kembali kesalahan sejarah.

Sumber Sosiologis Pendidikan Kewarganegaraan

Sosiologi kemudian adlah sebuah ilmu yang dimana mempelajari kehidupan antar manusia.
Dalam sebuah ilmu sosisologis maka kemudian didalamnya sendiri terdapat kajian yang dimana
tedapat latar belakang, susunan, dan berbagi pola dari sebuah kehidupan sosial yang dimana terdapat
dari berbagai macam golongan dan juga kelompok yang dimana ada pada masyarakat, kemudian
disamping itu pula terdapat berbagai macam masalah sosial, perubahan, dan juga berbagai
pembaharuan yang dimana terdapat di dalam masayrakat. Dari pendekatan sosiologis ini kemudian
diharapkan untuk dapt melakukan sebuah kajian terhadap struktur sosial, proses sosial, dan berbagai
macam perubahan sosial dan berbagai masalah sosial untuk dapat diselesaikan secara bijaksana
dengan menggunakan nilai-nilai Pancasila.

Sumber Politis Pendidikan Kewarganegaraan

Sumber politis kemudian berasal dari fenomena yang dimana terjadi pada kehidupan berbangsa10
di
Indonesia itu sendiri yang dimana tujuannya adalah agar kita mampu unutk melkaukan formulasi
terhadap berbagai macam saran tentang upaya dan juga sebuah usaha yang dimana kemudian akan
berguna untuk melakukan perwujudan dari kehidupan politik yang dimana ideal dan juga sesuai
dengan nilai Pancasila.

2.2 Dinamika dan tantangan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia

Apa saja dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang telah
mempengaruhi PKn? Untuk mengerti dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan
pemerintahan serta tantangan kehidupan yang telah mempengaruhi PKn di Indonesia, Anda dianjurkan
untuk mengkaji perkembangan praktik ketatanegaraan dan sistem pemerintahan RI menurut Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yakni: (1) Periode I (1945 s.d. 1949); (2) Periode II (1949
s.d. 1950); (3) Periode III (1950 s.d. 1959); (4) Periode IV (1959 s.d. 1966); (5) Periode V (1966 s.d.
1998); (6) Periode VI (1998 s.d. sekarang). Mengapa dinamika dan tantangan PKn mengikuti
periodisasi pelaksanaan UUD (konstitusi)? Aristoteles (1995) mengemukakan bahwa secara
konstitusional “...different constitutions require different types of good citizen... because there are
different sorts of civic function.” Apakah simpulan Anda setelah mengkaji pernyataan Aristoteles
tersebut? Mari kita samakan dengan argumen berikut ini. Secara implisit, setiap konstitusi
mensyaratkan kriteria warga negara yang baik karena setiap konstitusi memiliki ketentuan tentang
warga negara. Artinya, konstitusi yang berbeda akan menentukan profil warga negara yang berbeda.
Hal ini akan berdampak pada model pendidikan kewarganegaraan yang tentunya perlu disesuaikan
dengan konstitusi yang berlaku. Guna membentuk warga negara yang baik, pendidikan
kewarganegaraan di Amerika Serikat (AS) membelajarkan warga mudanya tentang sistem presidensiil,
mekanisme check and balances, prinsip federalisme, dan nilai-nilai individual. Bentuklah kelompok
kecil untuk mendiskusikan, apakah PKn di Indonesia juga perlu membelajarkan hal tersebut kepada
warganya? Kemukakan alasanmu.Presentasikan hasil diskusi kelompok. Pendidikan kewarganegaraan
tidak hanya didasarkan pada konstitusi negara yang bersangkutan, tetapi juga tergantung pada tuntutan
perkembangan zaman dan masa depan. Misalnya, kecenderungan masa depan bangsa meliputi isu
tentang HAM, pelaksanaan demokrasi, dan lingkungan hidup. Sebagai warga negara muda, mahasiswa
perlu memahami, memiliki kesadaran dan partisipatif terhadap gejala demikian. Apa saja dinamika
perubahan dalam kehidupan masyarakat baik berupa tuntutan maupun kebutuhan? Pendidikan
Kewarganegaraan yang berlaku di suatu negara perlu memperhatikan kondisi masyarakat. Walaupun
tuntutan dan kebutuhan masyarakat telah diakomodasi melalui peraturan perundangan, namun
perkembangan masyarakat akan bergerak dan berubah lebih cepat.

Dapatkah Anda kemukakan contoh perubahan masyarakat yang terkait dengan masalah
kewarganegaraan? Coba Anda kemukakan sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-
hari.Untuk melaksanakan tugas, Anda dapat bekerja dalam kelompok diskusi.Susunlah hasil diskusi
dengan mengelompokkan peristiwa/kasus hukum dan politik dalam bentuk tabel. Kemudian
presentasikan hasil kerja kelompok tersebut untuk mendapat tanggapan atau komentar dari teman
mahasiswa lain. 18 negara merdeka sampai dengan periode saat ini yang dikenal Indonesia era
reformasi.Mengapa dinamika dan tantangan PKn sangat erat dengan perjalanan sejarah praktik
kenegaraan/pemerintahan RI? Inilah ciri khas PKn sebagai mata kuliah dibandingkan dengan mata
kuliah lain. Ontologi PKn adalah sikap dan perilaku warga negara dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.Status warga negara dapat meliputi penduduk yang berkedudukan sebagai
pejabat negara sampai dengan rakyat biasa.Tentu peran dan fungsi warga negara berbeda-beda,
sehingga sikap dan perilaku mereka sangat dinamis.Oleh karena itu, mata kuliah PKn harus selalu
menyesuaikan/sejalan dengan dinamika dan tantangan sikap serta perilaku warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apa kontribusi PKn terhadap dinamika 11 dan
tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti masalah perpajakan, apa saja dinamika

11
perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang telah mempengaruhi PKn? Untuk
mengerti dinamika perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan
kehidupan yang telah mempengaruhi PKn di Indonesia, Anda dianjurkan untuk mengkaji
perkembangan praktik ketatanegaraan dan sistem pemerintahan RI menurut Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yakni: (1) Periode I (1945 s.d. 1949); (2) Periode II (1949 s.d. 1950); (3)
Periode III (1950 s.d. 1959); (4) Periode IV (1959 s.d. 1966); (5) Periode V (1966 s.d. 1998); (6)
Periode VI (1998 s.d. sekarang). Mengapa dinamika dan tantangan PKn mengikuti periodisasi
pelaksanaan UUD (konstitusi)? Aristoteles (1995) mengemukakan bahwa secara konstitusional
“...different constitutions require different types of good citizen... because there are different sorts of
civic function.” Apakah simpulan Anda setelah mengkaji pernyataan Aristoteles tersebut? Mari kita
samakan dengan argumen berikut ini. Secara implisit, setiap konstitusi mensyaratkan kriteria warga
negara yang baik karena setiap konstitusi memiliki ketentuan tentang warga negara. Artinya, konstitusi
yang berbeda akan menentukan profil warga negara yang berbeda. Hal ini akan berdampak pada model
pendidikan kewarganegaraan yang tentunya perlu disesuaikan dengan konstitusi yang berlaku.

Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya didasarkan pada konstitusi negara yang bersangkutan,
tetapi juga tergantung pada tuntutan perkembangan zaman dan masa depan. Misalnya, kecenderungan
masa depan bangsa meliputi isu tentang HAM, pelaksanaan demokrasi, dan lingkungan hidup.

3.3 Esensi dan urgensi pendidikan kewarganegaraan untuk masa depan

Pada tahun 2045, bangsa Indonesia akan memperingati 100 Tahun Indonesia merdeka.
Bagaimana nasib bangsa Indonesia pada 100 Tahun Indonesia merdeka? Berdasarkan hasil analisis ahli
ekonomi yang diterbitkan oleh Kemendikbud (2013) bangsa Indonesia akan mendapat bonus demografi
(demographic bonus) sebagai modal Indonesia pada tahun 2045 (Lihat gambar tabel di bawah).
Indonesia pada tahun 2030- 2045 akan mempunyai usia produktif (15-64 tahun) yang berlimpah. Inilah
yang dimaksud bonus demografi.Bonus demografi ini adalah peluang yang harus ditangkap dan bangsa
Indonesia perlu mempersiapkan untuk mewujudkannya.Usia produktif akan mampu berproduksi secara
optimal apabila dipersiapkan dengan baik dan benar, tentunya cara yang paling strategis adalah melalui
pendidikan, termasuk pendidikan kewarganegaraan. Bagaimana kondisi warga negara pada tahun
2045?Apa tuntutan, kebutuhan, dan tantangan yang dihadapi oleh negara dan bangsa Indonesia?
Benarkah hal ini akan terkait dengan masalah kewarganegaraan dan berdampak pada kewajiban dan hak
warga negara?

Memperhatikan perkembangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di masa


kontemporer, ada pertanyaan radikal yang dilontarkan, seperti “Benarkah bangsa Indonesia saat ini
sudah merdeka dalam makna yang sesungguhnya?”, “Apakah bangsa Indonesia telah merdeka secara
ekonomi?”Pertanyaan seperti ini sering dilontarkan bagaikan bola panas yang berterbangan.Siapa yang
berani menangkap dan mampu menjawab pertanyaan tersebut?Anehnya, kita telah menyatakan
kemerdekaan tahun 1945, namun tidak sedikit rakyat Indonesia yang menyatakan bahwa bangsa
Indonesia belum merdeka.Tampaknya, kemerdekaan belumlah dirasakan oleh seluruh rakyat
Indonesia.

Pernahkah Anda berpikir radikal, misalnya berapa lama lagi NKRI akan eksis? Apakah ada jaminan
bahwa negara Indonesia dapat eksis untuk 100 tahun lagi, 50 tahun lagi, 20 tahun lagi? Atau bagaimana
PKn menghadapi tantangan masa depan yang tidak menentu dan tidak ada kepastian? Nasib sebuah 12
bangsa tidak ditentukan oleh bangsa lain, melainkan sangat tergantung pada kemampuan bangsa
sendiri. Apakah Indonesia akan berjaya menjadi negara yang adil dan makmur di masa depan?
Indonesia akan menjadi bangsa yang bermartabat dan dihormati oleh bangsa lain? Semuanya sangat
tergantung kepada bangsa Indonesia. Demikian pula untuk masa depan PKn sangat ditentukan oleh
eksistensi konstitusi negara dan bangsa Indonesia. PKn akan sangat dipengaruhi oleh konstitusi yang
berlaku dan perkembangan tuntutan kemajuan bangsa. Bahkan yang lebih penting lagi, akan sangat
ditentukan oleh pelaksanaan konstitusi yang berlaku.

Simpulan esensi dan urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa Depan


A. Dalam pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila.
B. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada
dasar negaranya.
C. Mata pelajaran Pancasila di kuliah penting karena mahasiswa sebagai agen perubahan dan
intelektual muda yang di masa yang akan datang

13

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

1. Secara etimologis, Pendidikan Kewarganegaraan berasal dari kata “pendidikan” dan kata
“kewarganegaraan”. Pendidikan berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, sedangkan
kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara.
2. Secara yuridis, pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Secara terminologis, pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan
demokrasi politik, diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya: pengaruh-pengaruh positif
dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang tua. Kesemuanya itu 24 diproses guna melatih para
siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup
demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
4. Negara perlu menyelenggarakan pendidikan kewarganegaraan karena setiap generasi adalah orang
baru yang harus mendapat pengetahuan, sikap/nilai dan keterampilan agar mampu mengembangkan
warga negara yang memiliki watak atau karakter yang baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk
hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan demokrasi
konstitusional.
5. Secara historis, PKn di Indonesia awalnya diselenggarakan oleh organisasi pergerakan yang
bertujuan untuk membangun rasa kebangsaaan dan cita-cita Indonesia merdeka. Secara sosiologis,
PKn Indonesia dilakukan pada tataran sosial kultural oleh para pemimpin di masyarakat yang
mengajak untuk mencintai tanah air dan bangsa Indonesia. Secara politis, PKn Indonesia lahir karena
tuntutan konstitusi atau UUD 1945 dan sejumlah kebijakan Pemerintah yang berkuasa sesuai dengan
masanya.
6. Pendidikan Kewarganegaraan senantiasa menghadapi dinamika perubahan dalam sistem
ketatanegaraan dan pemerintahan serta tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara.
7. PKn Indonesia untuk masa depan sangat ditentukan oleh pandangan bangsa Indonesia, eksistensi
konstitusi negara, dan tuntutan dinamika perkembangan bangsa

14
Daftar Pustaka

Al Muchtar, Suwarma (2016, april). PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (Panduan


Untuk Mahasiswa, Pendidik dan Masyarakat Secara Umum). Dikutip 23 agustus 2019 dari
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
https://www.academia.edu/36720908/Buku_Pendidikan_Kewarganegaraan_PDF.pdf

Jakarta.2016. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Dannyrizkypp5cqqg, (2018, agustus). Deskripsikan tentang esensi dan urgensi pkn untuk
masa depan.Dikutip 23 agustus 2019 dari Deskripsikan tentang esensi dan urgensi
https://brainly.co.id/tugas/18356418

Cogan. 1999:5. civic education dan citizenship education

Kerr 1999. Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of
young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education
(through schooling, teaching, and learning) in that preparatory process.

Kerr, 1999:17. “citizenship or civics education

Winataputra. 2001. civic behavior dan civic culture. research, development, and diffusion. body of
knowledge

Winataputra. 2001:146-149. civic education dari Center for Civic Education (1994:4)

Winataputra dan Budimansyah, 2007:156. pendidikan kewarganegaraan memegang misi suci


mission sacre

Muhamad (2011), Zainul (2011), Kaelan (2004), Endang (2009). tujuan akhir dari Pendidikan
Kewarganegaraan

Good, Carter v`. 1997. Pendidikan adalah proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk
sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya.

Thomson, Godfrey. 1977. Pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan
perubahan yang tetap di dalam kebiasaan tingkah lakunya, pikirannya dan perasaannya.

Identitas anggota kelompok

15
1. ABDURROHMAN {28 Oktober 2000}
( Smkn 1 Rengat )

2. AULIANOOR SYAAHIDA {06 November 2001}


( Sma IT Al-Bayinah )

3. DHANU HAMIDO {16 Maret 2001}


( Sman 1 Rumbio Jaya )

4. MUHAMMAD ALDANI ANANDA {26 Februari 2001}


( Sman 2 Mandau )

5. MUHAMMAD FIKRI AULIA {01 Juni 2001}


( Sman 1 Tembilahan )

6. PRISKA ANISAPHIRA {09 April 2001}


( Sman 1 Sungai Lala )

7. WINDA SARI {14 Januari 2001}


( Sman 2 Tebing Tinggi )

16

Anda mungkin juga menyukai