Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan salah satu bentuk
pendidikan untuk mengembangkan kultur demokratis yang mencakup kebebasan, persamaan,
kemerdekaan, toleransi, dan kemampuan untuk menahan diri di kalangan mahasiswa.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, serta
SK dirjen DIKTI nomor 43/DIKTI/Kep/2006, mata kuliah pengembangan kepribadian di
perguruan tinggi terdiri atas pendidikan agama, pendidikan Kewarganegaraan, dan bahasa
Indonesia.
Cakupan materi Mata kuliah pendidikan Kewarganegaraan meliputi identitas
nasional,hak dan kewajiban warganegara, negara dan konstitusi, demokrasi dan pendidikan
demokrasi, HAM dan rule of law, Geopolitik Indonesia dan Geostrategi Indonesia. Dalam UU
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 35 ayat (3) Juga mewajibkan mata
kuliah Kewarganegaraan disampaikan di Perguruan Tinggi. Dalam penjelasan pasal 35 ayat (3),
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan "mata kuliah kewarganegaraan adalah pendidikan
mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika untuk membentuk mahasiswa menjadi
warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Menurut Nu,man Somantri dalam dikti (2014:7), pendidikan kewarganegaraan adalah
program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber
pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat, dan orang
tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analitis,
bersikap, dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata kuliah wajib nasional yang harus diambil oleh
seluruh mahasiswa pada jenjang pendidikan diploma maupun sarjana. Namun demikian,
pendidikan kewarganegaraan harus disampaikan dengan metode dan pendekatan yang bukan
indoktrinasi melainkan dengan metode yang memungkinkan daya a kritis mahasiswa terhadap
berbagai persoalan bangsa.
Pendidikan kewarganegaraan diberikan agar mahasiswa memiliki rasa kebangsaan dar
inta tanah air, demokratis, berkeadaban, berdaya saing, disiplin dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan nasional guna mewujudkan tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD
1945. Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi, PKn adalah mata pelajaran yang memfokuskan
pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku
bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan
oleh Pancasila dan UUD 1945.
Dalam hal ini PKn berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan warga negara (civic
intelegence), menumbuhkan partisipasi warga negara (civic participation) dan mengembangkan
tanggungjawab warganegara untuk bela negara (civic responsibility). Warganegara yang cerdas
diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi negara dan bangsanya.
Melalui partisipasi warganegara akan membawa kemajuan negara, karena tidak ada satu negara
pun di dunia maju tanpa partisipasi aktif dari warga negaranya. Begitu pula dengan
tanggungjawab warganegara atas persoalan yang dihadapi negara dan bangsanya akan
berkontribusi untuk kemajuan negara dan bangsanya.

2.2 Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia dan Beberapa Pendidikan


Kewarganegaraan di Beberapa Negara
Pendidikan kewargaan (Civic Education) pada dasarnya bukan saja dilakukan oleh negara
Indonesia, melainkan juga oleh bangsa bangsa lain di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat
suatu bangsa memang sangat memerlukan pendidikan untuk menjadi warga negara yang baik,
Memahami apa yang akan dituju oleh negara, tugas pemerintah dan peran rakyat dalam
membantu tugas pemerintah mewujudkan tujuan negara serta mampu membangkitkan rasa
nasionalisme bagi semua anak bangsa serta tanggung jawab untuk menyelamatkan bangsa dari
berbagai persoalan yang menghancurkan bangsa dan negara. Dalam konteks terakhir inilah
rakyat ndonesia sangat penting mendapatkan pendidikan Kewarganegaraan.

Berikut beberapa istilah yang digunakan dalam kaitan pendidikan Kewarganegaraan pada
beberapa negara sebagai berikut.

Istilah Negara
Civic, Civic Education USA
Citizenship Education United Kingdom
Ta’limatul Muwwatatanah, Tarbiyatul Timur Tengah
Wahtaniyyah
Education Civicas Mexico
Sachunterricht Jerman
Civic, Social Studies USA, New Zealand
Life Orientation Afrika Selatan
People and Society Hongaria
Civics and Moral Education Singapore
Obscesvovedinie Rusia
Pendidikan Kewarganegaraan Indonesia
Hal ini merupakan gerakan permulaan yang menghendaki mata kuliah pendidikan
kewarganegaraan lebih fungsional bagi peserta didik dengan menghadapkan mereka kepada
lingkungan dan kehidupan sehari-hari (sosial, ekonomi, politik dan budaya), baik yang berskala
lokal maupun internasional. Bersamaan dengan munculnya gerakan Community Civics Dunn,
lahir gerakan serupa yang gerakan Beber apir stelh atau yang juga disebut dengan reteynbgdeu
npirstelh(pendidikan kewarganegaraan).
Berikut ulasan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan di beberapa negara asing.

A. Sejarah Singkat Pendidikan Kewarganegaraan di Perancis

Di Perancis, Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship Education) secara tradisional


telah menjadi salah satu agenda politik yang penting, disebabkan oleh kebutuhan untuk
mengkonsolidasikan dukungan nasional bagi Republik Ketiga (Third Republic) ketika demokrasi
dikembalikan pada tahun 1871. Pendidikan kewarganegaraan bukanlah subyek akademik
konvensional. Subyek-subyek lain, seperti sejarah dan geografi, memperlengkapinya dengan
referensi kultural dan saintifik. Pendidikan kewarganegaraan mengambil arti penuhnya ketika ia
dihubungkan dengan kehidupan sekolah, dan khususnya ketika berkenaan dengan aturan-aturan
pemerintah yang mengatur hak-hak pelajar dan dewan sekolah lanjutan atas.

Pendidikan kewarganegaraan Indonesia zaman Orde Baru (1966-1998) kurang, bahkan


tidak merefleksikan cita sipil yang demokratis. Anggapan selama ini adalah bahwa kekeliruan itu
bersumber pada otoritas negara (state agents) melalui indoktrinisasi politik yang berlebihan,
misalnya melalui Penataran P4 yang banyak dilakukan untuk memaksakan visi dan misi
pemerintah kepada rakyat, juga pada pembungkaman masyarakat demi kesejahteraan semu akan
dukungan terhadap keputusan pemerintah. Setelah pelengseran rezim otoriter, yakni ketika
indoktrinisasi sudah tidak terdengar lagi, timbul harapan besar bahwa kehidupan berbangsa akan
semakin demokratis.

Di era ‘reformasi’, wacana kewarganegaraan baru meletakkan pengakuan atas hak-hak


warganegara sebagai isu sentral dalam masyarakat pluralis yang demokratis. Atau dengan kata
lain, perjuangan dan pemerolehan hak sipil, hak asasi manusia dan keadilan sosial dan politik
diyakini akan lebih mudah dicapai. Upaya itu diwujudkan, misalnya, melalui amendemen
Undang Undang Dasar 1945 dan keinginan untuk merevitalisasi Pancasila.

Di era ‘transisi demokrasi’ bangsa Indonesia dihadapkan pada pelbagai fenomena yang
mempengaruhi kewarganegaraannya, seperti rasionalisme ekonomi, etika sosial, pengaruh
globalisasi dan kemajuan teknologi, degradasi lingkungan, lokalisme demokratis, dan
multikulturalisme. Semua masalah yang disebut belakangan ini merupakan tantangan berat
dalam revitaslisasi cita sipil, khususnya melalui pendidikan kewarganegaraan.

B. Sejarah Singkat Pendidikan Kewarganegaraan di Jepang

Berakhirnya Perang Dunia Kedua berpengaruh besar terhadap perjalanan bangsa dan
negara Jepang, terlebih pada aspek pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas yang
diperlukan bagi pembangunan kembali Jepang yang porak poranda akibat perang. Perhatian
besar Jepang terutama difokuskan pada aspek pendidikan. Periode setelah kekalahan jepang
dalam perang, menjadi titik balik yang sangat penting bagi pendidikan di Jepang.
Pendidikan kewarganegaraan di Jepang yang dikenal dalam terminologi social studies,
living experience and moral education (Kerr, 1999), berorientasi pada pengalaman, pengetahuan,
dan kemampuan warga negara berkaitan dengan upaya untuk membangun bangsa Jepang. Dalam
tulisan ini, kajian pendidikan kewarganegaraan di Jepang akan memfokuskan diri kepada kajian

2.3 Visi, Misi dan Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Keputusan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor
43/DIKTI/Kep/2006 Tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, visi kelompok matakuliah pengembangan
kepribadian (MPK) di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam
pengembangan dan penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa
memantapkan kepribadiannya sebagai manusia Indonesia seutuhnya. Dalam hal ini
diaktualisasikan lewat Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri harus merupakan pendidikan yang baik dan berkualitas.
Pertama, tentang materi PKn yang awalnya lebih bernuansa bela negara, hendaknya dimasukkan
pula materi yang menunjang sikap wawasan kebangsaan, menyajikan realita kehidupan
berbangsa dan bernegara yang mencakup kehidupan masyarakat. Kedua, metode penyampaian
yang awalnya lebih banyak bersifat indoktrinasi, harus dirubah menjadi yang lebih demokratis
yang berpusat pada mahasiswa. Lebih banyak kita libatkan mahasiswa untuk bersama-sama
mendiskusikan masalah-masalah aktul yang terjadi di negara kita. Ketiga, keteladanan,
bagaimana agar para mahasiswa ini mendapatkan contoh atau teladan yang baik dari para
penyelenggara pemerintahan dan pemimpinya.

Keputusan tersebut menjadi dasar penyelenggaraan program studi di Perguruan Tinggi terdiri
atas kurikulum inti dan kurikulum institusional. Kurikulum inti merupakan kelompok bahan
kajian dan pelajaran yang harus di cakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam
kurikulum yang berlaku secara nasional. Kurikulum inti terdiri atas kelompok matakuliah
pengembangan kepribadian, kelompok matakuliah yang mencirikan tujuan pendidikan dalam
bentuk perciri ilmu pengetahuan dan keterampilan, keahlian berkarya, sikap berprilaku dalam
berkarya dan cara berkehidupan bermasyarakat sebagai persyaratan minimal yang harus dicapai
mahasiwa dalam menyelesaikan dalam suatu program studi.

Menurut Basrie, visi Pendidikan Kearganegaraan di perguruan tinggi menjadi sumber nilai dan
pedoman penyelenggaran program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan
kepribadiannya selaku warga negara yang berperan aktif menengakkan demokrasi menuju
masyarakat madani." Sedangkan menurut Cipto, visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah
mendidik/mengembangkan mahasiswa maupun masyarakat agar menjadi warga negara yang
beriman yang demokratis dan berkeadaban.¹2

Agar kurikulum tersebut dapat menyentuh tataran operasionalnya, maka pada tahun 2002
Direktorat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional telah menerbitkan Modul Acuan Proses Pembelajaran Matakuliah
Pengembangan Kepribadian untuk Perguruan Tinggi, visi, misi dan kompetensi MPK tersebut
termasuk didalamnya Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan sebagai berikut : a) Visi
Pendidikan Kewarganegaraan Menjadi sumber nilai dan pedoman

penyelenggaraan progran studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan

kepribadiannya.

b) Misi Pendidikan Kewarganegaraan membantu mahasiswa selaku warga negara

agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia serta

kesadaran berbangsa, bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung jawabterhadap


kemanusiaan.

c) Kompetensi MPK: Bertujuan untuk menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional dan
dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual.

Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang
harus dimiliki oleh seseorang agar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas,
penuh rasa tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara dan
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan
menerapkan konsepsi falsafah bangsa, Wawasan Nusantara dan Ketahann Nasional. Sedangkan
sifat cerdas yang dimaksudkan tersebut tampak pada kemahiran, ketepatan dan keberhasilan
bertindak. Selanjutnya sifat bertanggung jawab disini tampak pada kebenaran tindakan ditilik
dari nilai ilmu pengetahuan dan teknologi, etika maupun kepatuhan ajaran agama dan budaya. ¹3

Visi dan Misi di atas dijabarkan ke dalam kompetensi kelompok MPK yang bertujuan menguasai
kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia
intelektual, serta uraian mengenai dasar substansi kajian kelompok matakuliah pengembangan
kepribadian. Jadi Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut :

1) Mengantarkan peserta didik memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk belanegara dan
memiliki pola pikir, pola sikap dan prilaku untuk cinta tanah air Indonesia.

2) Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan, kesadaran berbangsa dan bernegara sehingga


terbentuk daya tangkal sebagai ketahanan nasional.

3) Menumbuhkembangkan peserta didik untuk mempunyai pola sikap dan pola pikir yang
komprehensif, integral pada aspek kehidupan nasional. 14

Fokus utama kompetensi Pendidikan Kewarganegaraa bahwa tujuan pembelajaran yang


dikembangkan pendidikan kewarganegaraan adalah terbentuknya prilaku (sikap), oleh karena itu
pendidikan kewarganegaran senantiasa mementingkan terbentuknya sikap atau prilaku.
Pendidikan Kewarganegaraan yang berfokus pada dimensi afektif mengharapkan setelah
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan selesai ada sikap tertentu yang tertanam pada
pesertadidik. Oleh krena itu pendidikan kewarganegaraan secara umum berkehendak
mengembangkan peserta didik menjadi warga negara Indonesia yang baik. Namun demikian
sebagai kajian ilmiah, pendidikan kewarganegaraan tidak meninggalkan aspek akademik.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah


dimaksudkan untuk mendidik/mengembangkan mahasiswa maupun masyarakat agar :

a) Mampu mengeksplorasi nilai-nilai Islam untuk diimplementasikan dalam kehidupan pribadi


dan masyarakat.
b) Mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi yang meliputi keadilan, taat hukum, kebebasan
berpendapat dan berasosiasi, keterwakilan serta majority rules.

c) Mampu mengembangkan kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas yang meliputi


penghargaan atas hak-hak individu, kebutuhan lokal, dan kepentingan bersama.

d) Mampu mengembangkan sikap kritis untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, meliputi
partisipasi sosial, pelayanan secara adil, keterbukaan, checks and balannces.

e) Menyadari pentingnya identitas nasional yang meliputi reorientasi nation building dalam
keberagaman, independensi dan kebangsaan nasional.

f) Mampu mengembangkan ikatan-ikatan sosial di dalam masyarakat yang majemuk, meliputi


toleransi, keadilan sosial, acceptance.

g) Mampu mengembangkan kehidupan pribadi, meliputi cenderung pada kebenaran, kejujuran,


kesopanan dan tolong menolong.

h) Mampu mengembangkan kehidupan ekonomi yang sehat meliputi kesejahtraan sosial yang
baik dan persaingan yang kompetitif.

i) Mampu mengembanggkan nilai-nilai keluarga dalam kehidupannya, yang meliputi rasa


tanggung jawab, dukungan, perlindungan, Akhlak dan kebersamaan.17

Secara umum, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan potensi individu


warganegara Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan setiap individu memiliki wawasan, watak,
serta keterampilan intelektual dan sosial yang memadai sebagai warganegara. Dengan demikian
setiap wargnegara dapat berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai
dimensi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia serta dunia.

Anda mungkin juga menyukai