Anda di halaman 1dari 7

Mata Kuliah

HUKUM PERDATA

Pencatatan Perkawinan
Bagi
Penganut Aliran Kepercayaan

Disusun oleh :

BUNGA BASARIA BETA NUGROHO


NIM 11000122140715

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO


Periode 2023
Pencatatan Perkawinan Bagi Penganut Aliran Kepercayaan
PENCATATAN PERKAWINAN
BAGI PENGANUT ALIRAN KEPERCAYAAN

I. Latar Belakang
Negara mengakui keberadaan penganut aliran kepercayaan. Pengakuan
Negara tersebut termaktub dalam Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan : “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu”1. Selanjutnya dalam Pasal 28B Ayat (1) Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan : “Setiap
orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.”2 Dalam hal Perkawinan, Negara sudah mengatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, yang sudah direvisi dengan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang
menyatakan antara lain sebagai berikut :
Pasal 1 : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Pasal 2 : Ayat (1) “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”
Ayat (2) “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”3
Bahwa dalam hal pencatatan perkawinan, lebih lanjut diatur dalam PP
No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan, yang didalamnya dinyatakan :

1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2
Ibid.
3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 2 Ayat (1) : “Pencatatan perkawinan dari mereka yang
melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam,
dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang
Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.”
Ayat (2) : “Pencatatan perkawinan dari mereka yang
melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan
kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh
Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil
sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan
mengenai pencatatan perkawinan.”
Ayat (3) : “Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan
yang khusus berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan
berdasarkan berbagai peraturan yang berlaku, tatacara
pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 9 Peraturan Pemerintah
ini.”4
Sebelum tahun 2019, pencatatan perkawinan para penganut aliran
kepercayaan terhambat atau tidak bisa dilaksanakan oleh sistem
birokrasi pemerintah, hal ini dikarenakan belum adanya aturan yang
jelas yang dapat dijadikan acuan untuk mengatur mengenai pencatatan
perkawinan penganut aliran kepercayaan.
Pencatatan perkawinan bagi penganut aliran kepercayaan mulai dapat
dilakukan di Kantor Catatan Sipil setelah adanya putusan Mahkamah
Kostitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016. Pada pokoknya Mahkamah
Kostitusi dalam putusannya tersebut mengabulkan permohonan para
pemohon dari berbagai perwakilan penganut aliran kepercayaan dalam
hal dan/atau mengenai :
- Bahwa aliran kepercayaan adalah bagian dari agama yang tidak
bisa terpisahkan dan merupakan hak asasi manusia.
- Kolom agama dalam KTP dapat di isi.
4
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan
- Kejelasan status hukum bagi penganut aliran kepercayaan dalam
administrasi kependudukkan5.
Bahwa sebagai tindak lanjut dari putusan Mahkamah Kostitusi Nomor
97/PUU-XIV/2016 tersebut, Pemerintah pada tahun 2019 telah
mengeluarkan PP No. 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, sebagai dasar dan/atau pedoman
pelaksanaan pencatatan perkawinan bagi penganut aliran kepercayaan.

II. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, makalah ini akan membahas
mengenai : “Bagaimana tata cara pencatatan perkawinan penganut
aliran kepercayaan berdasarkan PP Nomor 40 Tahun 2019?”

III. Pembahasan
Tata Cara Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa diatur dalam Bab VI Pasal 39 dan
Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
Pasal 39 PP No.40 Tahun 2019 menyatakan sebagai berikut :
Ayat (1) : “Perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dilakukan di hadapan pemuka penghayat
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”

5
https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/dejure/article/view/666/pdf (diakses pada
tanggal 27 Maret 2023 pukul 20.30 Wib.)
Ayat (2) : “Pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dan
ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.”
Ayat (3) : “Organisasi dan pemuka penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
terdaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara
teknis membina organisasi penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.”
Ayat (4) : “Pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan yang
Maha Esa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengisi dan
menandatangani surat perkawinan penghayat kepercayaan
terhadap Tuhan yang Maha Esa.”6
Bahwasanya sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 diatas,
perkawinan bagi penghayat kepercayaan ini dilakukan dihadapan
pemuka penghayat kepercayaan yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh
organisasi penghayat kepercayaan, organisasi dan pemuka penghayat
kepercayaan tersebut adalah yang sudah terdaftar di kementerian yang
bidang tugasnya adalah membina organisasi penghayat kepercayaan,
dan selanjutnya pemuka penghayat kepercayaan yang akan mengisi
dan menandatangani surat perkawinan penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sebagai bukti telah dilakukannya perkawinan
secara penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya dalam Pasal 40 disebutkan sebagai berikut :
Ayat (1) : “Pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau UPT Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota paling
lambat 60 (enam puluh) hari setelah dilakukan perkawinan

6
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah
Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
dihadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.”
Ayat (2) “Pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan :”
a. “Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota atau UPT Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota
memberikan formulir pencatatan perkawinan kepada
pasangan suami istri.”
b. “Pasangan suami istri mengisi formulir pencatatan
perkawinan dan menyerahkannya kepada pejabat
Pencatatan Sipil dengan menunjukkan KTP-el untuk
dilakukan pembacaan menggunakan perangkat pembaca
KTP-el dan melampirkan dokumen :
1. Surat perkawinan penghayat kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dengan menunjukkan aslinya.
2. Pasfoto suami dan istri.
3. Akta kelahiran, dan
4. Dokumen perjalanan luar negeri suami dan/atau istri
bagi orang asing.”
c. “Pejabat Pencatatan Sipil melakukan verifikasi dan
validasi terhadap data yang tercantum dalam formulir
pencatatan perkawinan dan dokumen yang dilampirkan.”
d. “Berdasarkan kelengkapan dan kesesuaian data hasil
verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada huruf
c, pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta
perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan.”
e. “Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada
huruf d diberikan masing-masing kepada suami dan istri.”
Dalam Pasal di atas bahwa Pegawai catatan Sipil melakukan verifikasi
dan validasi terhadap data terlebih dahulu yang tercantum dalam
formulir pencatatan perkawinan dan dokumen yang dilampirkan,
berdasarkan kelengkapan dan kesesuaian data hasil verifikasi dan
validasi sebagaimana dimaksud pada ketentuan di atas, Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada register akta perkawinan dan
menerbitkan kutipan akta perkawinan.
Bahwa dengan dikeluarkannya PP Nomor 40 Tahun 2019 ini, maka
tidak ada lagi diskriminasi bagi para penganut aliran kepercayaan,
terutama dalam administrasi kependudukkan khususnya pencatatan
perkawinan.

IV. Penutup
Pro dan kontra terhadap keberadaan penganut aliran kepercayaan telah
selesai dengan adanya Putusan Mahkamah Kostitusi Nomor 97/PUU-
XIV/2016. Demikian juga sebagai tindak lanjut dari pengakuan
keberadaannya tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan, yang didalamnya secara khusus
telah diatur mengenai Tata Cara Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Bab VI Pasal 39
dan Pasal 40. Bahwasanya tata cara pelaksanaan pencatatan perkawinan
bagi penganut aliran kepercayaan tidak berbeda dengan tata cara
pencatatan perkawinan agama lain.

Anda mungkin juga menyukai