Anda di halaman 1dari 30

Bandar Lampung, ……… Oktober 2020.

Kepada Yth.
KETUA PENGADILAN NEGERI TANJUNGKARANG
d.a. Jl. R.W. Monginsidi / Beringin No.27 Telukbetung
BANDAR LAMPUNG

Perihal: PERMOHONAN PRAPERADILAN

Dengan Hormat,
Mempermaklumkan kami : D. CHANDRA, SH.,MH. Advokat/Konsultan
Hukum pada Kantor “Lembaga Mediasi Dan Hukum Praktisi Keadilan
Rakyat (LMH-PAKAR)” yang beralamat di Jalan Teuku Cik Ditiro Perum
Wisma Mas Blok H-2 No.3 Sumber Rejo Sejahtera-Kemiling-Kota Bandar
Lampung, berdasarkan Surat Kuasa Khusus No.
………………………………………….. tanggal ……………………………………… (copy surat
kuasa terlampir), dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :

BAHTERA KURNIAWAN, lahir di Bandar Lampung, pada tanggal


30 Desember 1966, bertempat tinggal di Jalan Griya
Taruna No.2 LK.II Kelurahan Way Halim Permai
Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung, Pemegang
Kartu Tanda Penduduk NIK 1871023012660002,
pekerjaan : Wiraswasta, dalam hal ini bertindak
berdasarkan Surat Kuasa tanggal ………………….. dari
ahli waris S. ABAS HADI SUNYOTO, selanjutnya disebut
sebagai --------------------------------------------------PEMOHON

MELAWAN :

Halaman 1 dari 30 Permohonan Praperadilan


1. KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq.
KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG, yang beralamat di
Jalan W.R. Supratman No. 1 Kota Bandar Lampung,
selanjutnya disebut sebagai --------------TERMOHON I;

2. KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA Cq.


KEJAKSAAN TINGGI LAMPUNG CQ KEJAKSAAN
NEGERI BANDAR LAMPUNG, yang beralamat di Jl.
Pulau Sebesi, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar
Lampung, selanjutnya disebut sebagai ---TERMOHON II;

Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan Pemeriksaan Pra-


Peradilan atas tindakan Termohon I dan Termohon II terkait penyitaan
dokumen berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S.
ABBAS HADISUNYOTO;

I. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN PENYITAAN


1. Lahirnya Magna Charta di Inggris pada tanggal 15 Juni 1215
menjadi tonggak perjuangan hak asasi manusia mengingat Magna
Charta telah membatasi kekuasaan monarkhi Inggris dari
kekuasaan absolut/mutlak sehingga hak-hak warga atau rakyat
diakui dan dilindungi dari kesewenang-wenangan. Dalam Magna
Charta, Hak Asasi Manusia dipandang lebih penting daripada
kedaulatan, hukum atau kekuasaan. Salah satu ketentuan dalam
Magna Charta sebagai salah satu hukum awal yang memberikan
perlindungan hak warga negara dari tindakan sewenang-wenang
atas nama negara atau atas nama proses hukum dapat ditemukan
dalam Pasal 39 yang menyatakan:
“No Free-man shall be taken, or imprisoned, or dispossessed,
of his free tenement, or libedies, or free customs, or be outla
ed, or exiled, or in anyvvsy destroyed; nor All ve condemn him,

Halaman 2 dari 30 Permohonan Praperadilan


nor All ve commit him to prison, excepting by the legat
judgment of his peers, or by the las of the land”. (William Sharp
McKechnie: 1914, Magna Carta: A Commentary on the Great
Charter of King John, with an Historical Introduction, Glasgow,
Maclehose, hal 375).
Terjemahan bebasnya:
“Tidak ada orang bebas yang boleh ditangkap (diambil),
dipenjarakan atau dirampas darinya, rumahnya, kebebasannya,
kebebasan biasanya, atau dicabut perlindungan hukumnya,
atau diasingkan, atau dengan cara apapun dibinasakan; dan
kita tidak akan menghukumnya, dan kita tidak akan
memenjarakannya,’ kecuali dengan keputusan hukum oleh
teman atau rekan sebayanya, atau berdasarkan hukum yang
berlaku di negerinya.”
Pasal tersebut telah menjamin dan melindungi rakyat dari
penangkapan, penahanan, penyitaan atau pembuangan yang
sewenang-wenang;
2. Bahwa perlindungan akan hak-hak rakyat terus berkembang, dan
pada tahun 1679 muncul Habeas Corpus Act yang pada intinya
menjelaskan bahwa “pemerintah harus senantiasa menjamin
hak kemerdekaan seseorang”. Dalam Habeas Corpus Act
dinyatakan Sheriff harus membawa seseorang yang ditahan
dalam waktu 3 (tiga) hari sejak ditahan ke pengadilan untuk
menjelaskan alasan pemenjaraan kecuali terhadap pengkhianatan
dan kejahatan sebagaimana dinyatakan:
“Sheriff, etc. within Three Days after Service of Habeas
Corpus, of the Exception of Treason and Felony, as and
under the Regulations herein mentioned, to bring up the
Body before the Coud to which the Writ is returnable; and
certify the true Causes of Imprisonment. Exceptions in
respect of Distance”.

Halaman 3 dari 30 Permohonan Praperadilan


Terjemahan bebasnya:
“Sheriff dll dalam tiga hari sejak diberikannya Habeas Corpus,
kecuali sehubungan dengan kejahatan pengkhianatan dan
kejahatan berat, berdasarkan peraturan yang disebut di sini,
harus membaca tahanan ke pengadilan ke mana surat perintah
harus dikembalikan; dan menerangkan penyebab sebenarnya
dari pemenjaraan. Pengecualian sehubungan dengan jarak”.
3 Bahwa Habeas Corpus Act kemudian dalam praktek hukum menjadi
dasar hukum untuk menjamin kebebasan dan hak seseorang di muka
hukum. Oleh karena itu, setiap tindakan pelanggaran atau
kesewenang-wenangan terhadap hak kemerdekaan seseorang
harus dapat diuji dan dikoreksi/diperbaiki, dimana pengujian dan
koreksi dilakukan melalui lembaga praperadilan, sehingga
praperadilan menjadi salah satu wujud nyata dari Habeas Corpus
Acf itu. Melalui praperadilan, setiap orang yang ditahan secara
tidak sah haruslah dibebaskan;
4. Bahwa dalam praktek hukum di Inggris, praperadilan ini dapat
diikuti sejak tahun 1792 dalam kasus The King v. Holland, seorang
Tersangka dalam pemborosan uang negara atau korupsi di India
meminta dilakukan sidang praperadilan. Dalam praktik
praperadilan pun dilakukan dengan cara memeriksa saksi dan
menghadirkan saksi sendiri seperti yang menjadi praktik dalam
abad modern ini (ROBERT L. FLETCHER: 1960, Pretrial
Discovery in State Criminal Cases, 12 Stan. L. Rev. 293 1959-
1960, hlm. 294);
5. Bahwa peran penting dari praktek praperadilan ini harus dipahami
dalam konteks untuk mencari keadilan dan kebenaran dan
tentunya untuk efektifitas penegakan hukum. Bahkan di Amerika,
praktek praperadilan semakin berkembang dengan tujuan untuk
memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sehingga
praperadilan ini harus dilihat sebagai perlindungan hak asasi

Halaman 4 dari 30 Permohonan Praperadilan


manusia dari tindakan semena-mena yang dapat dilakukan
oleh penegak hukum dalam proses penegakan hukum;
6. Bahwa pada dasarnya hukum acara pidana adalah aturan hukum
untuk mengatur kewenangan penyelidik, penyidik dan penuntut
umum dalam melakukan kegiatan penegakan hukum dan Hakim
dalam mengadili perkara. Artinya hukum acara pidana itu
diperlukan untuk melindungi Warga Negara dari perlakuan
sewenang-wenang oleh aparatur penegak hukum ketika Warga
Negara itu diduga melakukan perbuatan pidana. Secara khusus,
hukum acara pidana dirancang untuk melindungi dan
menegakkan hak-hak konstitusional tersangka dan terdakwa,
pada saat dimulai penyelidikan, penyidikan, proses peradilan
sampai pelaksanaan hukuman atau eksekusi. Sebab dalam
negara hukum yang demokratis, hukum tidak digunakan untuk
memberangus keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi;
7. Bahwa dari berbagai literatur dapat dibaca bahwasanya pada
hakikatnya hukum acara, termasuk hukum acara pidana, secara
spesifik adalah sebagai sarana memberikan perlindungan kepada
hak asasi tersangka atau terdakwa dari upaya paksa yang dapat
dilakukan oleh penyidik, penuntut umum atau bahkan hakim
dalam proses hukum. Oleh karena hukum acara pidana itu bukan
sebagai kebajikan yang diberikan oleh penegak hukum, tetapi
adalah alat kontrol terhadap pelaksanaan penegakan hukum,
maka hukum acara pidana itu harus dilakukan secara ketat dan
pasti (rigid). Tidak ada kewenangan diskresi diberikan dalam
melaksanakan hukum acara pidana kecuali untuk memberikan
perlindungan terhadap hak seorang tersangka atau terdakwa.
Salah satu sarana untuk melakukan kontrol terhadap penegakan
hukum itu dilakukan melalui lembaga praperadilan;
8. Bahwa di lndonesia, pranata Praperadilan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Halaman 5 dari 30 Permohonan Praperadilan


Acara Pidana atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (“KUHAP") juga dimaksudkan sebagai
kontrol horizontal terhadap tindakan penyidik dan/atau penuntut
umum dalam menjalankan fungsi, kewenangan dan tanggung
jawab penyidikan serta penuntutan. Akan tetapi, saat ini telah
terjadi perkembangan yang luar biasa dalam lembaga
Praperadilan, dimana sebelumnya obyek Praperadilan adalah
hanya tentang sah tidaknya penangkapan, penahanan dan
penghentian penyidikan atau penuntutan maupun ganti kerugian
dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan sebagaimana
diatur dalam Pasal 77 KUHAP, namun sekarang penetapan
seseorang menjadi tersangka, penggeledahan dan penyitaan
dapat pula menjadi obyek Praperadilan;
9. Bahwa perkembangan sebagaimana tersebut di atas, ditegaskan
dan/atau dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui
Putusan Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015
yang secara tegas menyatakan bahwa penetapan tersangka,
penggeledahan dan penyitaan adalah merupakan obyek
praperadilan, sebagaimana ternyata dalam beberapa
pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor:
21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 sebagai berikut :
Halaman 105-106 :
“Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses
penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi
manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik
merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui
ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata
untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang
penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika
seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam

Halaman 6 dari 30 Permohonan Praperadilan


prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain
selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan
memutusnya. Namun demikian, perlindungan terhadap hak
tersangka tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut
tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak
pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali
sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan
benar. Dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka
sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan
terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan
tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat,
dan kedudukan yang sama di hadapan hukum".
Halaman 107 :

“...secara implisit Mahkamah sesungguhnya sudah menyatakan


pendapatnya bahwa penggeledahan dan penyitaan merupakan
bagian dari mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan
sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dan
karenanya termasuk dalam ruang lingkup praperadilan. Oleh
karena itu, permohonan PEMOHON mengenai penggeledahan
dan penyitaan beralasan menurut hukum”;

10. Bahwa pertimbangan hukum tersebut menjadi fondasi bagi


dijatuhkannya amar putusan butir 1.3 dan 1.4 halaman 110 oleh
Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan:
1.3 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1981, Nomor76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk
penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
1.4 Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Halaman 7 dari 30 Permohonan Praperadilan


1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan;
11. Bahwa menurut hukum, tindakan aparat penegak hukum daIam
menjalankan wewenangnya untuk melakukan penyidikan
haruslah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang menjadi
dasar lahirnya wewenang tersebut yaitu KUHAP, Jika tindakan
penggunaan wewenang itu dilakukan secara tidak sesuai dan/atau
melanggar aturan dasarnya, maka penggunaan wewenang itu
akan berubah seketika menjadi tindakan yang sewenang-wenang
dan pasti akan melanggar Hak Asasi Manusia setiap orang yang
dituju oleh penggunaan wewenang tersebut;
12. Bahwa apa yang telah dipertimbangkan dan diputuskan oleh
Mahkamah Konstitusi sebagaimana diuraikan di atas, yaitu
penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan
merupakan bagian dari obyek praperadilan dan/atau
mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-
wenang dari penyidik atau penuntut umum adalah selaras dan sesuai
dengan Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP yang
dengan sendirinya menjadi spirit atau roh atau jiwanya KUHAP,
yang berbunyi:
“(a) Bahwa Negara Republik lndonesia adalah negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang
menjunjunq tinqqi hak asasi manusia serta yang menjamin segala
warganegara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
(c) Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang
hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan
kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para
pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang

Halaman 8 dari 30 Permohonan Praperadilan


masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban
serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum
sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945.“
Juga ditegaskan kembali dalam Penjelasan Umum KUHAP, tepatnya
pada angka 2 paragraf ke-6 yang berbunyi:
“...Pembangunan yang sedemikian itu di bidang hukum acara
pidana bertujuan, agar masyarakat dapat menghayati hak dan
kewajibannya dan agar dapat dicapai serta ditingkatkan pembinaan
sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan
wewenang masing-masing ke arah tegak mantabnya hukum,
keadilan dan perlindungan yang merupakan pengayoman terhadap
keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan kepastian
hukum demi tegaknya Republik lndonesia sebagai Negara Hukum
sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945”
13. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pengujian atas
keabsahan penggunaan wewenang oleh penyidik melalui lembaga
Praperadilan, telah secara sah mengalami perluasan sistematis
termasuk meliputi penggunaan wewenang penyidik dalam
melakukan penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan,
sehingga tidak lagi hanya terbatas pada pengujian wewenang
yang ditentukan dalam Pasal 77 KUHAP yaitu (a) Sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan atau
rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan
pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Oleh karena itu,
Permohonan Praperadilan yang diajukan PEMOHON guna
menguji keabsahan penyitaan yang dilakukan oleh TERMOHON
adalah sah menurut hukum sehingga dapat diperiksa dan diadili
serta diberikan putusan oleh Hakim Pengadilan Negeri
Tanjungkarang;

II. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN

Halaman 9 dari 30 Permohonan Praperadilan


1. Bahwa Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO telah meninggal dunia
pada tanggal 14 Pebruari 2015;
2. Bahwa Pemohon adalah anak kandung dan pemegang Kuasa
mewakili seluruh Ahli Waris dari Alm. H. S. ABBAS
HADISUNYOTO;
3. Bahwa Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO meninggalkan Boedel
diantaranya berupa 1 (satu) bidang Tanah Seluas 2.275 M2.
(dua ribu dua ratus tujuh puluh lima meter persegi) yang
diatasnya terdapat bangunan rumah tinggal, terletak di Jl. Sutan
Badarudin / Jl. Kebersihan Rt.16 No 1 Lk. II Kelurahan Gedong Air,
Kecamatan Tanjungkarang Barat, Kota Bandar Lampung, sesuai
Sertifikat Hak Milik No. 187/Ga. terletak di Propinsi Lampung
(dahulu Tanjung Kara – Teluk Betung) Kecamatan Tanjungkarang
Barat, Kelurahan Gedong Air, Surat Ukur / Uraian Batas Tanggal
11 Mei 1982 No.1546/1982 atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO dengan batas-batas tanah sebagai berikut :
- Utara berbatas dengan Jalan.
- Selatan berbatas dengan Jalan Makam.
- Timur berbatas dengan Jalan.
- Barat berbatas dengan Sungai Kecil atau Kali Kecil.
4. Bahwa semasa hidupnya Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
sekitar tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 menjabat sebagai
Anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Propinsi
Lampung, oleh karenanya Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
namanya banyak dikenal di seluruh lapisan masyarakat Propinsi
Lampung serta banyak mempunyai kenalan sebagai teman yang
diantaranya bernama : Sdr. SUGIARTO WIHARJO selaku
Komisaris dari BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TRIPANCA
SETIADANA Bandar Lampung pada saat itu dan juga Notaris
ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH. ;

Halaman 10 dari 30 Permohonan Praperadilan


5. Bahwa pada sekitar tahun 2008, saat Alm. H. S. ABBAS
HADISUNYOTO masih hidup, Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
pernah memberitahu Pemohon, bahwasanya beliau bermaksud
untuk menjual bidang Tanah Seluas 2.275 M2. (dua ribu dua
ratus tujuh puluh lima meter persegi) yang terletak di Jl. Sutan
Badarudin / Jl. Kebersihan Rt.16 No 1 Lk. II Kelurahan Gedong Air,
Kecamatan Tanjungkarang Barat, Kota Bandar Lampung, tercatat
dalam SHM (Sertifikat Hak Milik) No. 187/Ga atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO;
6. Bahwa kepada Pemohon, Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO juga
memceritakan bahwasanya Almarhum memperoleh informasi dari
Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH. kalau Sdr. SUGIARTO
WIHARJO selaku Komisaris dari BANK PERKREDITAN RAKYAT
(BPR) TRIPANCA SETIADANA berminat untuk membeli bidang
tanah seluas 2.275 M2. (dua ribu dua ratus tujuh puluh lima meter
persegi) yang terletak di Jl. Sutan Badarudin / Jl. Kebersihan Rt.16
No 1 Lk. II Kelurahan Gedong Air, Kecamatan Tanjungkarang
Barat, Kota Bandar Lampung, sesuai bukti SHM (Sertifikat Hak
Milik) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut;
7. Bahwa sehubungan dengan rencana penjualan bidang tanah
dimaksud kepada Sdr. SUGIARTO WIHARJO, Alm. H. S. ABBAS
HADISUNYOTO kemudian menitipkan atau menyerahkan Asli
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. kepada Notaris ASVI
MAPHILINDO VOLTA, SH. dengan maksud untuk terlebih dahulu
di Cek Legalitas Sertifikat tersebut sebelum adanya jual beli;
8. Bahwa Pemohon pada akhirnya mengetahui bahwasanya rencana
penjualan bidang Tanah Seluas 2.275 M2. (Dua ribu dua ratus
tujuh puluh lima meter persegi) tercatat dalam Sertifikat Hak Milik
No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO kepada Sdr.
SUGIARTO WIHARJO selaku Komisaris BANK PERKREDITAN

Halaman 11 dari 30 Permohonan Praperadilan


RAKYAT (BPR) TRIPANCA SETIADANA, Tidak Jadi atau Tidak
Pernah Terjadi Jual beli Tanah tersebut hingga saat ini;
9. Bahwa Pemohon mengetahui, bahwasanya semasa hidupnya Alm.
H. S. ABBAS HADISUNYOTO tidak pernah melakukan jual beli
atau mengalihkan secara hukum kepada pihak lain atas bidang
tanah tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 187/Ga. atas nama
S. ABBAS HADISUNYOTO, serta Alm. H. S. ABBAS
HADISUNYOTO juga tidak pernah menjadikan bidang tanah
tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 187/Ga. sebagai jaminan
hutang atau kredit atau digadaikan baik itu ke BANK
PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TRIPANCA SETIADANA
maupun kepada bank lain ataupun pihak-pihak lain;
10.Bahwa semasa hidupnya Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
selain sibuk menjabat sebagai Anggota DPRD. (Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah) Propinsi Lampung, juga disibukkan dengan
urusan partai politik dan karena berbagai kesibukannya tersebut,
sehingga Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO maupun Pemohon
tidak ingat ataupun lupa tentang keberadaan Asli Sertifikat Hak
Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO,
oleh karena fisik bidang tanah tercatat dalam Sertifikat Hak Milik
No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut
sampai tahun 2017 masih ditempati, diusahai dan ada dalam
kekuasaan Pemohon;
11.Bahwa setelah Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO meninggal
dunia, pada tanggal 3 September 2015 pihak Kejaksaan Negeri
Bandar Lampung (Termohon II) datang ke lokasi bidang tanah dan
bangunan yang terletak di Jl. Sutan Badarudin / Jl. Kebersihan
Rt.16 No 1 Lk. II Kelurahan Gedong Air, Kecamatan
Tanjungkarang Barat, Kota Bandar Lampung, dimana kedatangan
Kejaksaan Negeri Bandar Lampung (Termohon II) tersebut untuk
memberitahukan bahwa bidang tanah dan bangunan dimaksud

Halaman 12 dari 30 Permohonan Praperadilan


sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO akan disita /
dieksekusi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510
K /Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014 Jo. Nomor
12/Pid.TPK/2012/PT. TK tanggal 8 Januari 2013 Jo. Nomor
22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012, yang
menetapkan barang bukti berupa Asli SHM (Sertifikat Hak Milik)
Nomor 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO, Dirampas
Untuk Negara;
12.Bahwa Pemohon sangat keberatan dengan fakta bahwasanya
SHM (Sertifikat Hak Milik) Nomor 187/Ga. atas nama ABBAS
HADISUNYOTO terikut sertakan sebagai barang bukti dalam
perkara pidana register Nomor 22/Pid.TPK/2011/PN.TK. jo.
Nomor 12/Pid.TPK/2012/PT. TK jo. Nomor 510 K /Pid.Sus/2014,
ataupun perkara-perkara pidana lain, terlebih lagi dengan adanya
amar putusan akhir yang menyatakan bahwasanya Asli SHM
(Sertifikat Hak Milik) Nomor 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO, Dirampas Untuk Negara;
13.Bahwa pada kenyataannya Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
tidak pernah melakukan jual beli atau mengalihkan atau memindah
tangankan atau meng-agunkan atau membebani dengan hak
tanggungan atas SHM (Sertifikat Hak Milik) Nomor 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO;
14.Bahwa Pemohon teringat bahwasanya semasa hidupnya Alm. H. S.
ABBAS HADISUNYOTO pernah menitipkan atau menyerahkan
Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO kepada Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH.
dengan maksud untuk di Cek Legalitas Sertifikat tersebut,
sehubungan dengan rencana penjualannya kepada Sdr.
SUGIARTO WIHARJO ;

Halaman 13 dari 30 Permohonan Praperadilan


15.Bahwa mengingat apa yang dahulu pernah disampaikan oleh Alm.
H. S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut, maka Pemohon
mendatangi Kantor Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH. dan
bertemu dengan yang bersangkutan serta mendapatkan informasi
sekaligus bukti berupa :
1. Surat Keterangan tanggal 14 Desember 2015 yang dibuat dan
ditandatangani oleh Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH. ,
yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
- Bahwa Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH.
mengetahui pada tanggal 08 Januari 2009 telah diserahkan
barang-barang atau surat-surat Sertipikat Asli sebanyak 26
buah yang diserahkan oleh EKA TIMORA PANJAITAN
karyawan Tripanca (karyawan pribadi SUGIARTO
WIHARJO) untuk diserahkan kepada POLDA Lampung
(Badan Reserse Kriminal POLRI Direktorat 2 Ekonomi dan
Khusus);
- Bahwa barang-barang atau surat-surat tersebut adalah
sebagai bukti yang diduga ada kaitannya dengan Tindak
Pidana Perbankan atas nama Tersangka SUGIARTO
WIHARJO;
- Bahwa diantara barang-barang atau surat-surat diserahkan
ke POLDA Lampung tersebut terdapat Asli Sertipikat Hak
Milik (SHM) Nomor 187/GA atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO;
- Bahwa Asli Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 187/GA atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO beberapa minggu
sebelumnya telah diserahkan oleh Alm. H. S. ABBAS
HADISUNYOTO kepada Notaris ASVI MAPHILINDO
VOLTA, SH., untuk dicek keaslian sertifikat di Badan
Pertanahan Nasional (BPN), karena adanya rencana
penjualan kepada Sdr. SUGIARTO WIHARJO, akan tetapi

Halaman 14 dari 30 Permohonan Praperadilan


sampai saat sertifikat tersebut diserahkan ke POLDA
Lampung, belum terjadi jual beli;
2. Fotokopi Surat Tanda Terima yang diterbitkan oleh Badan
Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi Khusus tertanggal
8 Januari 2009, berupa tanda terima barang-barang atau
dokumen yang diduga ada kaitannya dengan Tindak Pidana
dibidang Perbankan atas nama Tersangka SUGIARTO
WIHARJO Alias ALAY, Dkk, yang mana barang-barang atau
dokumen atau surat atau benda – benda lain tersebut berupa
25 (dua puluh lima) buku sertifikat dan 1 (satu) Asli Akta Jual
Beli, yang salah satu dari buku Sertipikat yang tertulis pada
angka 21 adalah Asli Sertipikat Hak Milik Nomor 187/Ga.
atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO;
16. Bahwa semasa hidupnya Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
maupun Pemohon tidak pernah tahu atau mengetahui apalagi
mencermati atau mengikuti tentang adanya Perkara Tindak Pidana
Perbankan atau Tindak Pidana Korupsi atas nama Tersangka atau
Terdakwa SUGIARTO WIHARJO Alias ALAY, Dkk.;
17. Bahwa Pemohon mengetahui tentang adanya Perkara Tindak
Pidana Perbankan ataupun Tindak Pidana Korupsi atas nama
Terdakwa SUGIARTO WIHARJO Alias ALAY, Dkk yaitu pada saat
Termohon II pada tanggal 3 September 2015 datang kelokasi
bidang tanah tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No. 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO;
18. Bahwa setelah Pemohon membaca, mempelajari dan mencermati
dengan seksama Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang
Nomor 22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012,
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor
12/Pid.TPK/2012/PT. TK tanggal 8 Januari 2013, dan Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei
2014, khusus mengenai barang bukti berupa Asli Sertifikat

Halaman 15 dari 30 Permohonan Praperadilan


Hak Milik No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor
22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012 :
- Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor
22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012
sebagaimana dapat dicermati dari pertimbangan hukum
maupun fakta-fakta persidangan yang termuat dalam putusan a
quo, maka adalah tepat dan beralasan menurut hukum amar
Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang telah menetapkan
barang bukti Asli SHM (Sertifikat Hak Milik) No. 187/Ga. tercatat
An. S. ABBAS HADISUNYOTO, Dikembalikan kepada
Pemiliknya, KARENA Alm. H. S. ABBAS HADISUNYOTO
tidak mempunyai hubungan hukum dalam bentuk apapun
juga dengan Sdr. SUGIARTO WIHARJO apalagi terkait
dengan masalah tindak pidana perbankan ataupun tindak
pidana korupsi;
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor
12/Pid.TPK/2012/PT. TK tanggal 8 Januari 2013 :
- Bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang dimaksud
juga pada pokoknya telah mengapresiasi hak-hak pihak ketiga
yang tidak mempunyai kaitan apapun dengan tindak pidana
yang dilakukan Terdakwa dalam perkara tersebut;
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014
tanggal 21 Mei 2014 :
- Bahwa terkait barang bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO, Putusan
Mahkamah Agung RI tersebut memberikan pertimbangan :
“Bahwa sesuai fakta hukum di persidangan ternyata telah
cukup bukti yang mendukung bahwa barang bukti No. 132
sampai dengan No. 157 yang telah disita secara sah tersebut

Halaman 16 dari 30 Permohonan Praperadilan


sebelumnya telah disimpan dan dikuasai oleh Terdakwa selaku
Komisaris Utama PT. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tripanca
Setiadana dan PT. BPR Tripanca Setiadana telah dilikwidasi dan
dicabut izin usahanya terhitung sejak tanggal 24 Maret 2009
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.
11/15/ Kep.GB/2009, karena itu harus dirampas dan dilelang
untuk Negara” (vide : halaman 169 poin ketiga, Putusan Mahkamah
Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014);
- Bahwa pertimbangan hukum Majelis Kasasi yang sedemikian,
sama sekali tidak menjawab dan menjelaskan adanya
hubungan hukum antara Sdr. SUGIARTO WIHARJO dengan
barang bukti Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO, selain fakta bahwasanya
“….barang bukti No. 132 sampai dengan No. 157 yang telah
disita secara sah tersebut sebelumnya telah disimpan dan
dikuasai oleh Terdakwa……” ;
- Bahwa fakta hukum “….barang bukti No. 132 sampai dengan
No. 157 yang telah disita secara sah tersebut sebelumnya
telah disimpan dan dikuasai oleh Terdakwa……” yang
menjadi dasar pertimbangan hukum Majelis Kasasi, adalah
FAKTA HUKUM YANG SALAH atau TIDAK BENAR;
- Bahwa FAKTA HUKUM YANG SEBENARNYA adalah
bahwasanya Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut oleh Alm. H. S.
ABBAS HADISUNYOTO pada sekitar akhir tahun 2008
dititipkan pada Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH.
untuk dicek legalitasnya ke BPN terkait rencana penjualannya,
akan tetapi kemudian Termohon I (Polda Lampung/Badan
Reserse Kriminal POLRI Direktorat II Ekonomi Khusus)
datang ke Kantor Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH.
dengan tujuan melakukan penyitaan semua dokumen yang
terkait Sdr. SUGIARTO WIHARJO selaku Komisaris dari

Halaman 17 dari 30 Permohonan Praperadilan


BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TRIPANCA
SETIADANA, bahwasanya Notaris ASVI MAPHILINDO
VOLTA, SH. berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf e Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
menolak permintaan Termohon I (Polda Lampung/Badan
Reserse Kriminal POLRI Direktorat II Ekonomi Khusus) dan
menyarankan Termohon I (Polda Lampung/Badan Reserse
Kriminal POLRI Direktorat II Ekonomi Khusus) untuk
meminta persetujuan dahulu dari Majelis Pengawas Daerah
sesuai ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, akan tetapi
Termohon I (Polda Lampung/Badan Reserse Kriminal
POLRI Direktorat II Ekonomi Khusus) kemudian
“mensiasati” ketentuan Undang-undang Jabatan Notaris
tersebut dengan memanfaatkan karyawan pribadi Sdr.
SUGIARTO WIHARJO selaku Komisaris dari BANK
PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TRIPANCA SETIADANA yang
bernama EKA TIMORA PANJAITAN untuk mengambil
semua dokumen-dokumen yang ada di Kantor Notaris ASVI
MAPHILINDO VOLTA, SH., dan dokumen-dokumen tersebut
diambil pada saat Notaris ASVI MAPHILINDO VOLTA, SH.
sedang berada di luar kota, hingga produk dokumen yang
muncul terkait pengambilan dokumen-dokumen dimaksud
adalah Surat Tanda Terima yang diterbitkan oleh Badan
Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi Khusus atau
Termohon I tertanggal 8 Januari 2009;
- Bahwa oleh karenanya Putusan Mahkamah Agung RI Nomor
510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014, sepanjang
mengenai penetapan status barang bukti berupa Asli
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS

Halaman 18 dari 30 Permohonan Praperadilan


HADISUNYOTO, adalah tidak beralasan menurut hukum
karena didasarkan pada fakta hukum yang salah;
19. Bahwa selanjutnya, terkait dengan kesalahan meng-inventarisir
fakta hukum sehingga berujung pada kesalahan penetapan
status barang bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO dalam Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21
Mei 2014, apakah kesalahan (Hakim) tersebut dapat dituntut?
Sehubungan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung RI
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 9
Tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976 yang pada pokoknya
menegaskan : “"pada asas dan umumnya kesalahan Hakim dalam
menjalankan tugas dalam bidang peradilan seperti dinyatakan oleh Pasal
1 dan 2 Undang-undang Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman No. 14 tahun 1970 tidaklah merupakan alasan
untuk mengajukan gugatan perdata terhadapnya, sehingga Pasal 1365
B.W. [yang merupakan dasar gugatan perdata] tidak dapat diterapkan
untuk kesalahan-kesalahan hakim dalam menjalankan tugas
peradilannya. Demikian pula, Negara tidak dapat
dipertanggungjawabkan terhadap kesalahan dalam perbuatan Hakim,
yang secara murni, merupakan perbuatan Hakim dalam melakukan
tugas peradilannya termasuk juga segala tindakan-tindakan Hakim
(rechterlijke handelingen). Kesemuanya itu bergandengan pula dengan
azas kebebasan Hakim”, senada dengan hal tersebut adalah Surat
Edaran Mahkamah Agung RI Nomor : 04 Tahun 2002 tentang
Pejabat Pengadilan Yang Melaksanakan Tugas Yustisial Tidak
Dapat Diperiksa, Baik Sebagai Saksi Atau Tersangka Kecuali
Yang Ditentukan Oleh Undang-Undang;
20. Bahwa merujuk pada kedua SEMA diatas, maka kesalahan
penetapan status barang bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 187/Ga. atas nama ABBAS HADISUNYOTO dalam
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014

Halaman 19 dari 30 Permohonan Praperadilan


tanggal 21 Mei 2014 tidak dapat dibebankan pada Pengadilan
atau dalam hal ini Majelis Hakim Kasasi. Apabila demikian,
maka bagaimana cara memperbaiki Putusan Mahkamah Agung
RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014 tersebut?
Menurut KUHAP adalah dengan mengajukan Peninjauan Kembali
sesuai ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHAP. Akan tetapi terkait
dengan Peninjauan Kembali tersebut, Pemohon dalam hal ini
adalah bukan sebagai “Terpidana atau ahli waris Terpidana” dalam
perkara pidana tersebut, Pemohon sama sekali bukan pihak dalam
perkara dimaksud;
21. Bahwa dalam hukum keperdataan terdapat instrument upaya
hukum luar biasa yang dikenal dengan istilah perlawanan pihak
ketiga (derden verzet) yang diatur dalam Pasal 165 ayat (6) HIR
atau Pasal 379 Rv, namun apakah instrument hukum perdata ini
bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah hukum pidana? Dr.
BASLIN SINAGA, SH.MH. Hakim pada Pengadilan Tinggi
Bengkulu dalam Disertasinya berjudul “PERLAWANAN PIHAK
KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN
PIDANA MENYANGKUT BARANG BUKTI DIKAITKAN DENGAN
HAK KEPERDATAAN”(UNPAS 2017) menyatakan
bahwasanya :”Suatu putusan hakim menyangkut barang bukti dalam
perkara pidana tidaklah tertutup kemungkinan menimbulkan masalah
dalam pelaksanaannya dikemudian hari. Termasuk timbulnya
perlawanan oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan hak-hak dan
kepentingannya atas barang bukti tersebut. Perlawanan pihak ketiga
melalui peradilan perdata merupakan salah satu bentuk perlindungan
hukum bagi pihak ketiga guna memperoleh kembali barang miliknya
yang dirampas berdasarkan putusan pengadilan. Dalam hal menyangkut
barang bukti dalam perkara tindak pidana dinyatakan dirampas
berdasarkan putusan pengadilan, secara yuridis mengenai perlawanan
pihak ketiga belum diatur secara khusus dalam proses peradilan pidana
di Indonesia. Berdasarkan permasalahan tersebut, dilakukan penelitian

Halaman 20 dari 30 Permohonan Praperadilan


dengan cara deskriptif analitis menggunakan pendekatan yuridis normatif
yaitu menguji dan mengkaji data sekunder dengan tahap penelitian
kepustakaan dan studi lapangan, kemudian data dianalisis dengan
analisis yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep
perlawanan pihak ketiga (derden verzet) dalam lapangan hukum perdata
harus dijadikan sebagai instrumen hukum formil penyelesaian perkara
keberatan/perlawanan putusan pidana menyangkut penyitaan atau
perampasan barang bukti tindak pidana, guna melindungi hak
kebendaan pihak ketiga. Tidak adanya ketentuan prosedur hukum yang
mengatur secara tegas mengenai penggunaan upaya hukum
perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap eksekusi putusan
pidana menyangkut barang bukti, mengakibatkan tidak adanya kepastian
hukum bagi pihak ketiga untuk mendapatkan perlindungan atas hak
kebendaan yang dimilikinya.”;
21. Bahwa sejalan dengan disertasi diatas, Pemohon telah
mengajukan gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Tanjungkarang pada tanggal 12 Juli 2016 tercatat dalam register
Nomor 118/Pdt.G/2016/PN.Tjk., dengan amar Putusan yang
selengkapnya menyatakan :
Dalam Eksepsi:
- Menolak eksepsi dari tergugat II ;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima ;
- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang
timbul dalam perkara ini sebesar Rp. 3.671.000,00 (tiga juta
enam ratus tujuh puluh satu ribu rupiah).
22. Bahwa ratio decidendi Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang
Nomor 118/Pdt.G/2016/PN. Tjk. tanggal 20 Maret 2017 adalah
sebagaimana terdapat dalam halaman 36 alinea ke-6 sampai
dengan halaman 37 alinea ke-3 yang selengkapnya menyatakan :
“Menimbang, bahwa terhadap pihak ke tiga yang merasa dirugikan atas
barang bukti yang bukan milik terpidana, yang dalam putusan pengadilan
dinyatakan dirampas untuk negara maka diatur lebih lanjut dalam

Halaman 21 dari 30 Permohonan Praperadilan


Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi pada pasal 19, yaitu :……………….dst………..….
Menimbang, bahwa dari aturan tersebut, dapat dimaknai yaitu para
penggugat yang merasa dirugikan atas Putusan Peradilan yang
menetapkan SHM No.187/Ga an. Hi. S. ABBAS HADISUNYOTO,
dirampas untuk negara karena SHM No.187/Ga an. Hi. S. ABBAS
HADISUNYOTO adalah milik para penggugat sebagai ahli waris dari
Alm. Hi. S. Abbas Hadisunyoto, dan bukan milik terpidana SUGIARTO
WIHARJO alias ALAY maka para penggugat sebagai orang yang
beritikad baik seharusnya melakukan upaya hukum dengan cara
mengajukan Surat Keberatan yang ditujukan kepada Pengadilan ;
Menimbang, bahwa berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 19
tersebut, maka penggugat yang mengajukan gugatan terhadap para
tergugat berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata dalam perkara A Quo
adalah tidak tepat. Oleh karena itu sudah sepatutnya gugatan penggugat
dinyatakan tidak dapat diterima ;”
23. Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor
118/Pdt.G/2016/PN. Tjk. tanggal 20 Maret 2017 mendasarkan
pada ketentuan Pasal 19 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
selengkapnya berbunyi :
Ayat (1) : Putusan pengadilan mengenai perampasan barang–
barang bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan
apabila hak–hak pihak ketiga yang beritikad baik akan
dirugikan.
Ayat (2) : Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) termasuk juga barang pihak ke yang
mempunyai itikad baik maka pihak ketiga tersebut dapat
mengajukan surat keberatan kepada pengadilan yang
bersangkutan dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan
setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka
untuk umum.

Halaman 22 dari 30 Permohonan Praperadilan


Ayat (3) : Pengajuan surat keberatan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) tidak menangguhkan atau menghentikan
pelaksanaan putusan pengadilan.
Ayat (4) : Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) , hakim meminta keterangan penuntut umum dan
pihak yang berkepentingan.
Ayat (5) : Penetapan hakim atas surat keberatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dapat dimintakan kasasi ke
Mahkamah Agung oleh pemohon atau penuntut umum.
24. Bahwa memenuhi ketentuan Pasal 19 Undang-Undang RI Nomor
31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
diatas, Pemohon juga telah mengajukan Surat Keberatan kepada
Ketua Pengadilan Negeri Tanjungkarang tertanggal 6 November
2017, akan tetapi upaya tersebut juga tidak membuahkan hasil;
25. Bahwa sampai titik ini, sudah dua jenis upaya hukum yang
dilakukan oleh Pemohon, yaitu mengajukan gugatan perdata dan
mengajukan keberatan;
26. Bahwa kemudian timbul suatu pemikiran bahwasanya semua
akibat hukum atas boedel berupa Sertifikat Hak Milik (SHM)
No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut
tidak akan terjadi apabila Termohon I tidak melakukan suatu
tindakan apapun terhadap Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut;
27. Bahwa adanya Penyitaan yang dilakukan oleh Termohon I,
maupun terhadap segala bentuk perbuatan / tindakan atau akibat
hukum yang timbul lainnya yang dilakukan oleh Tergugat I terkait
dengan bukti Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO adalah Tidak Sah atau Cacat
Hukum, oleh karena Penyitaan yang dilakukan oleh Tergugat I
terhadap bukti Asli Sertifikat Hak Milik Nomor 187/Ga. adalah
Tidak Sah atau Cacat Hukum dan/atau Batal Demi Hukum;

Halaman 23 dari 30 Permohonan Praperadilan


28. Bahwa menurut Pemohon, tindakan Termohon I dalam lingkup
penyidikan perkara dugaan Tindak Pidana Perbankan ataupun
Tindak Pidana Korupsi dengan Tersangka Sdr. SUGIARTO
WIHARJO selaku Komisaris dari BANK PERKREDITAN RAKYAT
(BPR) TRIPANCA SETIADANA sepanjang terkait dengan
Penyitaan atas 25 (dua puluh lima) buku Sertipikat dan 1 (satu)
Asli Akta Jual Beli, khususnya terhadap Asli Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 187/Ga. atas nama ABBAS HADISUNYOTO sesuai
surat yang diterbitkan oleh Badan Reserse Kriminal Polri
Direktorat II Ekonomi Khusus atau Termohon I tertanggal 8
Januari 2009 adalah Tidak Sesuai Prosedur Hukum, KARENA :
- Termohon I tidak pernah menghubungi dan/atau memanggil
serta tidak pernah melakukan pemeriksaan dan/atau interogasi
dan/atau permintaan keterangan yang tercatat dalam suatu
Berita Acara, khususnya kepada pemilik Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO;
- Apabila Termohon I melakukan pemanggilan dan pemeriksaan
sebagaimana dalam poin diatas, maka akan terlihat dengan
jelas ada atau tidaknya hubungan hukum antara pemilik
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO tersebut dengan dugaan Tindak Pidana
Perbankan atau Tindak Pidana Tipikor atas nama Tersangka
Sdr. SUGIARTO WIHARJO selaku Komisaris dari BANK
PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TRIPANCA SETIADANA;
29. Bahwa terkait dengan uraian diatas, Termohon II juga telah
melakukan Tindakan Yang Tidak Sesuai Prosedur Hukum
dalam proses penuntutan atas dugaan Tindak Pidana Perbankan
atau Tindak Pidana Tipikor dengan Tersangka Sdr. SUGIARTO
WIHARJO selaku Komisaris dari BANK PERKREDITAN RAKYAT
(BPR) TRIPANCA SETIADANA terkait Penyitaan yang dilakukan
oleh Termohon I atas Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga.

Halaman 24 dari 30 Permohonan Praperadilan


atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO, dikarenakan :
- Bahwa Termohon II tidak memberikan petunjuk kepada
Termohon I agar menghubungi dan/atau memanggil serta tidak
pernah melakukan pemeriksaan dan/atau interogasi dan/atau
permintaan keterangan yang tercatat dalam suatu Berita Acara,
khususnya kepada pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO;
- Bahwa Termohon II telah menerima pelimpahan berkas perkara
dugaan Tindak Pidana Perbankan atau Tindak Pidana Tipikor
atas nama Sdr. SUGIARTO WIHARJO selaku Komisaris dari
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) TRIPANCA
SETIADANA dengan tanpa memeriksa secara cermat
keterkaitan atau hubungan hukum antara barang bukti yang
telah dilampirkan dalam berkas perkara dimaksud, khususnya
tentang Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama
S. ABBAS HADISUNYOTO;
- Bahwa Termohon II juga tidak pernah menghubungi dan/atau
memanggil serta tidak pernah melakukan pemeriksaan
dan/atau interogasi dan/atau permintaan keterangan yang
tercatat dalam suatu Berita Acara, khususnya kepada pemilik
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO;
30. Bahwa terkait dengan proses pembuktian/pemeriksaan di
persidangan atas tindak pidana sebagaimana ternyata dalam
Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor
22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012 jo. Putusan
Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor 12/Pid.TPK/2012/PT. TK
tanggal 8 Januari 2013 jo. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor
510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21 Mei 2014, khusus tentang barang
bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama
ABBAS HADISUNYOTO, Termohon II sama sekali tidak pernah

Halaman 25 dari 30 Permohonan Praperadilan


menghadirkan/memanggil pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM)
No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut
untuk didengar keterangannya didepan persidangan di
Pengadilan Negeri Tanjungkarang;
31. Bahwa berdasarkan uraian diatas, perbuatan Termohon I yang
melakukan upaya paksa penyitaan Asli Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO,
dengan tanpa secara cermat memeriksa keterkaitan barang
bukti tersebut atau hubungan hukum antara barang bukti
tersebut dengan dugaan tindak pidana perbankan atau tindak
pidana korupsi, serta dilakukan dengan cara-cara yang nyata
melanggar prosedur penyitaan dokumen dari seorang Notaris,
maka berakibat hukum tindakan penyitaan dokumen Asli
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO tersebut merupakan tindakan penyitaan yang
secara formil cacat dan karenanya tidak mempunyai kekuatan
hukum dan/atau batal demi hukum;
32. Bahwa kemudian berdasarkan atas penyitaan dokumen Asli
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO yang secara formil cacat tersebut, Termohon II
telah menerima dari Termohon I dan selanjutnya melampirkan
barang bukti dokumen dimaksud dalam berkas perkara
pidana perbankan dan/atau perkara tindak pidana korupsi
sebagaimana ternyata dalam Putusan Pengadilan Negeri
Tanjungkarang Nomor 22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24
September 2012, Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang
Nomor 12/Pid.TPK/2012/PT. TK tanggal 8 Januari 2013, dan
Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014
tanggal 21 Mei 2014, sehingga konsekuensi yuridisnya
tindakan Termohon II yang melampirkan barang bukti
dokumen yang disita secara cacat hukum, akan berakibat

Halaman 26 dari 30 Permohonan Praperadilan


hukum semua tindakan selanjutnya juga merupakan tindakan-
tindakan yang secara hukum cacat sehingga tidak mempunyai
kekuatan hukum dan karenanya batal demi hukum;
33. Bahwa terkait poin-poin uraian sebelumnya, dapat disimpulkan
suatu adagium hukum bahwasanya DARI SUATU TINDAKAN
AWAL YANG SECARA HUKUM CACAT, MEMPUNYAI
KONSEKUENSI LOGIS SEMUA TINDAKAN SELANJUTNYA
YANG BERSUMBER DARI TINDAKAN AWAL DIMAKSUD
JUGA AKAN CACAT SECARA HUKUM SEHINGGA TIDAK
MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM DAN KARENANYA BATAL
DEMI HUKUM;
34. Bahwa sebagaimana diuraikan dalam poin 31 dan poin 32 diatas,
oleh karena tindakan Termohon I dan Termohon II merupakan
tindakan yang secara hukum cacat, maka adalah TEPAT DAN
SUDAH SEPATUTNYA MENURUT HUKUM apabila amar
Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor
22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012 jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor
12/Pid.TPK/2012/PT. TK tanggal 8 Januari 2013 jo. Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21
Mei 2014 khusus mengenai keberadaan dan status barang
bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO, ADALAH TIDAK
MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM dan karenanya secara
hukum HARUS DIANGGAP bahwasanya keberadaan dan
status barang bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut tidak
pernah ada dan/atau tidak pernah terlampir dalam putusan-
putusan tersebut;
35. Bahwa sebagai konsekuensi hukum dari poin 31, poin 32 dan poin
34 diatas, maka Termohon II yang saat ini menguasai Asli

Halaman 27 dari 30 Permohonan Praperadilan


Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO dan juga menguasai bidang tanah seluas
2.275.M2 yang terletak di Jl. Sutan Badarudin / Jl. Kebersihan
Rt.16 No 1 Lk. II Kelurahan Gedong Air, Kecamatan
Tanjungkarang Barat, Kota Bandar Lampung, sebagaimana
tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama
S. ABBAS HADISUNYOTO, untuk segera menyerahkan
dan/atau mengembalikan bukti Asli Sertifikat Hak Milik (SHM)
No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO kepada yang
berhak yaitu Pemohon selaku Ahli waris dari Alm. H. S.
ABBAS HADISUNYOTO, dan segera menyerahkan dan/atau
mengembalikan penguasaan bidang tanah seluas 2.275.M2
yang terletak di Jl. Sutan Badarudin / Jl. Kebersihan Rt.16 No
1 Lk. II Kelurahan Gedong Air, Kecamatan Tanjungkarang
Barat, Kota Bandar Lampung, sebagaimana tercatat dalam
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO kepada Pemohon selaku Ahli waris dari Alm.
H. S. ABBAS HADISUNYOTO dalam keadaan bebas dan tanpa
beban apapun juga;

III. PERMOHONAN DAN PETITUM


Bahwa berdasarkan keseluruhan argumentasi yuridis tersebut diatas,
Pemohon memohon kiranya Ketua Pengadilan Negeri Kelas IA
Tanjungkarang berkenan menunjuk seorang Hakim untuk memeriksa
dan mengadili permohonan praperadilan ini, dan selanjutnya berkenan
pula untuk memberikan putusan yang amarnya menyatakan sebagai
berikut :

1. Menerima dan mengabulkan permohonan praperadilan


Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan tindakan penyitaan dokumen berupa Asli

Halaman 28 dari 30 Permohonan Praperadilan


Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO yang dilakukan oleh Termohon I sebagaimana
ternyata dalam Surat Tanda Terima tanggal 8 Januari 2009,
merupakan tindakan penyitaan yang secara formil cacat
hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum dan oleh
karenanya batal demi hukum.

3. Menyatakan tindakan Termohon II yang telah menerima dari


Termohon I dan selanjutnya melampirkan barang bukti
dokumen berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga.
atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO dalam berkas perkara
tindak pidana perbankan dan/atau perkara tindak pidana
korupsi merupakan tindakan yang secara formil cacat hukum
sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum dan oleh
karenanya batal demi hukum.

4. Menyatakan amar Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang


Nomor 22/Pid.TPK/2011/Pn.Tk. tanggal 24 September 2012 jo.
Putusan Pengadilan Tinggi Tanjungkarang Nomor
12/Pid.TPK/2012/PT. TK tanggal 8 Januari 2013 jo. Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 510 K /Pid.Sus/2014 tanggal 21
Mei 2014 khusus mengenai keberadaan dan status barang
bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas
nama S. ABBAS HADISUNYOTO, ADALAH TIDAK
MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM dan karenanya secara
hukum HARUS DIANGGAP bahwasanya keberadaan dan
status barang bukti berupa Asli Sertifikat Hak Milik (SHM) No.
187/Ga. atas nama S. ABBAS HADISUNYOTO tersebut tidak
pernah ada dan/atau tidak pernah terlampir dalam putusan-
putusan tersebut.

5. Memerintahkan Termohon II untuk segera menyerahkan Asli


Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS

Halaman 29 dari 30 Permohonan Praperadilan


HADISUNYOTO dan segera menyerahkan dan/atau
mengembalikan penguasaan bidang tanah seluas 2.275.M2
yang terletak di Jl. Sutan Badarudin / Jl. Kebersihan Rt.16 No
1 Lk. II Kelurahan Gedong Air, Kecamatan Tanjungkarang
Barat, Kota Bandar Lampung, sebagaimana tercatat dalam
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO kepada Pemohon selaku Ahli waris dari Alm.
H. S. ABBAS HADISUNYOTO dalam keadaan bebas dan tanpa
beban apapun juga.

6. Menyatakan bahwa semua produk hukum dan/atau tindakan


hukum yang telah, sedang dan/atau akan dilakukan oleh
Termohon I dan Termohon II khusus mengenai Asli Sertifikat
Hak Milik (SHM) No. 187/Ga. atas nama S. ABBAS
HADISUNYOTO, adalah merupakan tindakan yang secara
formil cacat hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan
hukum dan oleh karenanya batal demi hukum.

ATAU

Apabila Pengadilan Negeri berpendapat lain, mohon kiranya


dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya menurut hukum
(ex aequo et bono).

Hormat kami
Kuasa Hukum Pemohon

Halaman 30 dari 30 Permohonan Praperadilan

Anda mungkin juga menyukai