Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

Kewenangan Catatan Sipil Mencatat Perkawinan Beda Agama


Setelah Berlakunya Pasal 35 Huruf A Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tendang Administrasi Kependudukan

Diajukan dalam rangka penulisan skrpsi di fakultas hukum Universitas


Lancang Kuning

Oleh :

NAMA : Aurora putri rinaldi

NPM : 1974201266

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

Kewenangan Catatan Sipil Mencatat Perkawinan Beda Agama Setelah

Berlakunya Pasal 35 Huruf A Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tendang

Administrasi Kependudukan ................................................................................... 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

A. Latar belakang masalah ................................................................................ 3

B. Rumusan masalah......................................................................................... 7

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian................................................................. 7

D. Kerangka teori .............................................................................................. 8

E. Metode Penelitian ................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17


BAB I

A. Latar belakang masalah

Setiap manusia memiliki hak azasi untuk berkeluarga dan melanjutkan

keturunan melalui lembaga perkawinan. Setiap manusia juga memiliki

kebebasan untuk memilih pasangan hidupnya. Suatu perkawinan idealnya

dilandaskan oleh rasa cinta dan kasih sayang antara seorang laki-laki dan

perempuan. Dengan dilandaskan rasa cinta dan kasih sayang tersebut

diharapkan dapat terbentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera di dunia dan

akhirat.

Di Indonesia perbedaan suku bangsa, budaya dan kewarganegaraan antara

laki-laki dan perempuan yang akan melangsungkan perkawinan bukanlah

masalah. Hukum negara Indonesia tidak melarang perkawinan yang dilakukan

antara laki-laki dan perempuan yang berbeda suku bangsa, budaya, dan

kewarganegaraan. Bahkan pasal 57 Undang-undang nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan telah mengatur mengenai perkawinan yang dilakukan oleh

dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena

perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan

Indonesia atau yang biasa dikenal dengan perkawinan campuran. 1Ketentuan

ini sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen.

Namun kebebasan memilih pasangan hidup tidaklah berlaku mutlak di

indonesia, salah satu yang menjadi masalah di indonseia adalah perkawinan

yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang berbeda agama.Walaupun

1
Pasal 57 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
perkawinan telah ada pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974, tetapi tidak mengatur mengenai perkawinan yang dilakukan pasangan

beda agama pasal 2 ayat 1 undang-undang no 1 tahun 1974 mengatakan

bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agama dan kepercayaannya.2

Dari pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa sepanjang hukum masing-

masing pihak memperbolehkan terjadinya perkawinan beda gama, maka

perkawinan beda agama tidak akan menjadi masalah. Namun jika hukum

agama masing-masing tidak memperbolehkan adanya perkawinan beda

agama, maka hal tersebut akan menjadi masalah karena menurut pasal 2 ayat 1

undang-undang no 1 tahun 1974 keabsahan suatu perkawinan didasarkan pada

hukum agamanya dan kepercayaan masing-masing pihak.

Pada dasarnya semua agama menolak perkawinan beda gama , semua

agama menghendaki perkawinan harus seiman/segama kalaupun ada agama

tertentu yang menghendaki suatu perkawinan beda agama pasti itu sangat

terbatas bisa saja hanya suatu perkecualian yang diberikan dengan

persyaratan-persyaratan tertentu.

Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Bagi mereka yang beragama Islam perkawinan dicatat di Kantor

Urusan Agama (KUA), sedangkan bagi mereka yang beragama non-islam

perkawinan dicatatkan melalui Kantor Catatan Sipil. Untuk dapat dicatatkan,

suatu perkawinan harus sah menurut hukum agama dan kepercayaannya.

2
Pasal 2 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
Artinya baik KUA manupun Kantor Catatan Sipil tidak dapat mencatatkan

suatu perkawinan jika perkawinan tersebut tidak dilakukan menurut hukum

agama dan kepercayaan masing-masing. Pencatatan perkawinan sangat

penting dilakukan karena dengan pencatatan ini pasangan suami istri

mempunyai bukti sah bahwa hukum negara secara sah mengakui perkawinan

dan segala akibat yang timbul dari perkawinan tersebut.

Faktanya, perkawinan beda agama banyak terjadi di indonesia walaupun

belum ada pengaturan yang jelas. Penafsiran terhadap pasal 2 ayat 1 Undang-

undang nomor 1 tahun 1974 menimbulkan perbedaan pendapat mengenai

boleh tidaknya perkawinan beda agama dilakukan di indonesia.

Pendapat yang pertama menyatakan bahwa pasal 2 ayat (1) Undang-

undang nomor 1 tahun 1974 telah menutup kemungkinan dilakukan suatu

perkawinan diluar hukum agama masing-masing sehingga seharusnya

perkawinan beda agama tidak dapat lagi dilangsungkan. Perkawinan diluar

hukum agama adalah tidak sah dan segala akibat yang timbul dari perkawinan

tersebut juga tidak sah.

Pendapat kedua menyatakan bahwa pasal 2 ayat (1) Undang-undang

nomor 1 tahun 1974 tidak secara eksplisit melarang perkawinan beda agama.

Karena tidak adanya aturan yang tegas mengenai perkawinan beda agama

maka ketentuan pasal 66 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dapat

diterapkan.

Ada beberapa kasus yang dijadikan acuan bagi pihak-pihak yang ingin

melangsungkan perkawinan beda agama namun permohonannya di tolak oleh


kantor catatan sipil, setelah ditolak di dispenduk capil surabaya mereka

kemudian mengajukan permohonan pernikahan beda agama ke PN Surabaya

dengan nomor penetapan 916/Pdt.P/2022/PN Sby yang dimana permohonan

mereka di kabulkan oleh hakim tunggal PN Surabaya dan hakim pun

memerintahkan agar dispendukcapil mencatat pernikahan beda agama

tersebut.3

Berdasarkan pasal 35 huruf a Undang-undang nomor 23 tahun 2006

Kantor Catatan Sipil kini memiliki kewenangan untuk mencatat perkawinan

beda agama yang telah mendapatkan penetapan dari pengadilan. Sekarang

pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan beda agama dapat

mencatatkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil dengan terlebih dahulu

mengajukan permohonan penetapan ke Pengadilan Negeri.

Dilihat pasal 35 huruf a Undang-undang nomor 23 tahun 2006 ini

memiliki pertentangan dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun

1974 dimana perkawinan sah jika dilangsungkan menurut hukum agama.


4
Penjelasan pasal 34 Undang-undang nomor 23 tahun 2006 sendiri

menyatakan bahwa yang dimaksud perkawinan adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Ini berarti ketentuan-ketentuan dalam

Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tetap berlaku.

Pasal 35 huruf a Undang-undang nomor 23 tahun 2006 memberi celah

bagi pasangan yang melangsungkan perkawinan beda agama agar perkawinan


3
Sitem informasi penelusuran perkara pengadilan negri surabaya, nomor penetapan
916/Pdt.P/2022/PN Sby
4
Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan
mereka diakui dan dilegalkan oleh negara. Dengan demikian timbul

pertanyaan apakah dengan dicatatkannya perkawinan beda agama di Kantor

Catatan Sipil, hukum negara telah mengakui adanya perkawinan beda agama

dan segala akibat perkawinan beda agama tersebut dan apakah segala akibat

perkawinan beda agama tersebut dan apakah keberadaan pasal 35 huruf a

Undang-undang nomor 23 tahun 2006 merupakan pengecualian dari

berlakunya pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1974 dan berarti

perkawinan beda agama telah mendapat pengaturan tersendiri.

B. Rumusan masalah.
1. Bagaimana proses pencatatan perkawinan beda agama di kantor

catatan sipil yang telah mendapatkan penetapan di pengadilan negri

surabaya setelah berlakunya pasal 35 huruf a Undang-undang nomor

23 tahun 2003?

2. Bagaimana keabsahan perkawinan beda agama yang telah

mendapatkan penetapan pengadilan negri dan kantor catatan sipil

menurut ketentuan hukum positif?

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat tujuan

penelitian ini:

a. Mengetahui proses pencatatan perkawinan beda agama di kantor

catatan sipil yang telah mendapatkan penetapan di pengadilan negri


surabaya setelah berlakunya pasal 35 huruf a Undang-undang nomor

23 tahun 2003

b. Untuk mengetahui keabsahan perkawinan beda agama yang telah

mendapatkan penetapan pengadilan negri dan kantor catatan sipil

menurut ketentuan hukum positif

2. Kegunaan penelitian.

a. Kegunaan teoritis penelitian ini adalah untuk mengetahui proses

pencatatan perkawinan beda agama di kantor catatan sipil yang telah

mendapatkan penetapan di pengadilan negri surabaya setelah

berlakunya pasal 35 huruf a Undang-undang nomor 23 tahun 2003.

b. Memberikan wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai

keabsahan perkawinan beda agama yang telah mendapatkan penetapan

pengadilan negri dan kantor catatan sipil menurut ketentuan hukum

positif.

D. Kerangka teori

Kerangka pemikiran merupakan abstraksi hasil pemikiran atau kerangka

acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian alamiah,

kususnya penelitian hukum kerangka teori dalam penelitian ini adalah :

Sebagaimana diketahui, perkawinan dalam prespektif Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tidak sekedar hubungan kontrak antara kedua individu

yang berlainan jenis kelamin tetpi juag mencangkup ikatan lahir dan batin

yang kekal serta di landasi keyakinan bergama. Pasal 2 ayat (1) Undang-

undang nomor 1 tahun 1974 menyatakan, bahwa suatu perkawinan baru dapat
dikatakan sebagai perkawinan yang sah apabila perkawinan itu dilakukan

menurut hukum agama.

Kemudian pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Perkawinan

termasuk ke dalam hukum keluarga yang pengaturannya terdapat pada buku I

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Hukum keluarga

sendiri diartikan sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur

mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan keluarga sedarah dan

keluarga karena perkawina5

Menurut kompilasi hukum islam Pasal 2 Perkawinan menurut hukun Islam

adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan

untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.6

Di Indonesia, adanya UndangUndang yang membahas tentang perkawinan

beda agama yang di atur dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006

tentang Administrasi Kependudukan pasal 35 huruf (a) yang menyatakan

bahwa perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Namun dalam Undang-

Undang ini tidak secara spesifik membahas tentang perkawinan beda agama

dan tidak secara khusus menanggapi hal tersebut. Namun yang diakui di

Indonesia jika pasangan suami istri yang berbeda agama harus memeluk

agama yang sama di salah satu pasangan dengan maksud mereka harus pindah

agama baik memeluk agama istri maupun suami.

5
Kitab undang-undang KUHPerdata
6
Pasal 2 kompilasi hukum islam
Pencatatan perkawinan yang dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 peraturan

pemerintahan nomor 9 tahun 1975 bagi mereka yang melakaukan perkawinan

menurut agama islam didasarkan pada undang-undang nomor 32 tahun 1954,

dari sini juga adanya penekanan tentang pencatatan perkawinan.

Selain itu keabsahan perkawinan dan pencatatan perkawinan juga di atur

dalam instruksi presiden nomor 1 tahun 19917 tanggal 10 juli 1991 tentang

kompilasi hukum islam Pasal 4 menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1)

undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Pasal 5 juga

menyebutkan bahwa agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat

islam setiap perkawinan harus di catat.8 Pencatatan perkawinan dilakukan

pencatat nikah sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 32 tahun

1954 pasal 6 menyebutkan bahwa setiap perkawinan harus dilangsungkan

dihadapan dan dibawah pegaai pencatat nikah, sedangkan perkawinan yang

dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai

ketentuan hukum.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Penelitian ini

bertujuan unutk meninjau keadaan permasalahan yang ada dilapangan

dikaitkan dengan aspek hukum yang berlaku dan mengatur permasalahan

tersebut ndengan melakukan wawancara kepada responden.


7
Instruksi presiden nomor 1 tahun 1991
8
Pasal 2 dan 5 KHI (Kompilasi hukum islam)
Desain penelitian merupakan suatu rancangan, pola penelitian. Desain

penelitian pada dasarnya digunakan peneliti dalam rangka memudahkan

untuk melakukan penelitian dan agar penelitian tersebut menjadi lebih

terarah, penelitian ini adalah penelitian survey, dimaksudkan untuk

meneliti atau mengetahui suatu kejadian atau peristiwa yang diamati untuk

memberikan gambaran yang jelas mengenai kewenangan catatan sipil di

bidang pencatatan perkawinan beda agma setelah berlakunya Undang-

undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di pengadilan negri surabaya dan kantor

catatan sispil surabaya dengan pertimbangan, tingginya permasalahan

mengenai maraknya kasus tentang pernikahan beda agama yang menuai

banyak kritikan.

3. Populasi dan sampel

A. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah Kepala dinas

kependudukan dan pencatatan sipil surabaya dan hakim Pengadilan Negri

Surabaya ini di harapkan penulis dapat memperoleh gambaran mengenai

kewenangan catatan sipil di bidang pencatatan perkawinan beda agama

serta pemohon dalam hal ini pasangan suami istri yang mengajukan

permohonan pernikahan beda agama di pengadilan negri surabaya.


B. Sampel

Sugiono mengemukakan pengertian sampel bahwa sampel adalah

bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.

Bila populasi besar dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang

ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,

makanya penelitian ini dapat menggunkan sampel yang di ambil dari

populasi itu.9

Dalam penelitian ini, penelitian diambil sampel sebanyak 10 orang

yang terdiri dari :

Tabel 2
Jumlah populasi dan sampel penelitian
No Jenis populasi Populasi Sampel Persentase
(%)
1. Ketua pengadilan negri 1 1 100%
surabaya
2. Hakim pengadilan negri 6 2 30%
surabaya
3. Kepala dinas kependudukan 1 1 100%
dan pencatatan sispil suarabaya
4. pemohon yang mengjukan 2 2 10%
pernikan beda agama dalam hal
ini pasangan suami istri
Jumlah 10 6

4. Sumber data

a. Data primer ini adalah data yang diperoleh secara langsung

dilapangan dengan teknik observasi dan wawancara untuk

mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

9
Sugiyono.2010.memahami penelitian kualitatif.Bandung : Alfabet.Hlm.49
b. Data sekunder ini adalah data yang tidak diperoleh secara langsung

dilapangan, melainkan diperdapat melalui kajian kepustakaan atau

studi dokumen yang bersifat mendukung data primer

c. Data tertier pada esensinya sama dengan data sekunder, yaitu tidak

diperoleh secara langsung dilapangan, melainkan diperdapat

melalui ensiklopedi dan sejenis, fungsinya untuk mendukung data

primer dan data sekunder.

5. Teknik pengumpula data

a. Observasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara pengamatan lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian.

b. Wawancara, yaitu tanya jawab antara penulis dengan sampel

terpilih, yang mana penulis terikat dengan daftar pertanyaan yang

telah disiapkan sesuai dengan arah permasalahan yang diteliti.

c. Kajian pustaka, dalam penelitian ini penelitian ini pnulis

mengambil kutipan-kutipan dari buku bacaan, literatur, dan buku-

buku pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

diteliti.

6. Analisis data

Data yang penulis peroleh berupa hasil wawancara dan juga

dokumentasi dari responden yang penulis pelajari dengan seksama

berdasarkan pokok permasalahan unutk kemuduan data tersebut di

kumpulkan dan diolah serta disajikan, dibahas secara deskriktif dalam

suatu rangkaian-rangkaian kalimat jelas dan terperinci. Selanjutnya penulis


memperbandingkan sajian data sebagaimana tersebut diatas berdasarkan

peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku dengan konsep teoritis

yang dikemukakan oleh oara ahli hukum terdapat pada literatur.

Dalam penelitian ini analisis yang dilakukan adalah analisis kualitatif

merupakan tata cara penelitian yang menghasilkandata deskriptif, yaitu

dinyatakan secara tertulis.

Pada akhirnya penulis akan menarik kesimpulan secara induktif

dengan diawali oleh hal-hal yang bersifat khusus sebagaimana berdasarkan

data yang penulis peroleh berupa hasil wawancara serta dokumen,

selanjutnya dengan gal-hal yang brsifat umum yang diatur didalam

peraturan perundang-undangan. Dari hasil pembahasan tersebut maka

ditariklah kesioulan dengan cara mengambil inti dari pembahasan yang

berpedoman pada tujuan penelitian yang telah digariskan, hasil penelitian

ini diambil secara induktif yaitu penyimpulan dari hal-hal yang khusus

kepada hal-hal yang umum.


7. Sistematika penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

D. Kerangka Teori

E. Metode Penelitian

BAB II Tinjauan Umum Mengenai Perkawinan Dan Perkawinan Beda


Agama
A. Hukum perkawinan diindonesia .

B. Perkawinan menurut kitap Undang-undang hukum perdata.

C. Perkawinan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974.

D. Tinjauan umum perkawinan beda agama di indonesia.

BAB III Tinjauan Terhadap Kewenangan Catatan Sipil Di Bidang

Perkawinan

A. Gambaran umum lembaga catatan sipil di Indonesia.

B. Peranan catatan sipil di bidang hukum perkawinan setelah

berlakukanya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974.

C. Pernan catatan sipil dalam perkawinan beda agamaa .

BAB IV Kewenangan Catatan Sipil Mencatat Perkawinan Beda Agama


Setelah Berlakunya Pasal 35 Huruf A Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 Tendang Administrasi Kependudukan
A. Bagaimana proses pencatatan perkawinan beda agama di kantor

catatan sipil yang telah mendapatkan penetapan di pengadilan negri


surabaya setelah berlakunya pasal 35 huruf a Undang-undang

nomor 23 tahun 2003?

B. Bagaimana keabsahan perkawinan beda agama yang telah

mendapatkan penetapan pengadilan negri dan kantor catatan sipil

menurut ketentuan hukum positif?

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku

Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999.

Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta:


Liberty, 1996.

Darmabrata, Wahyono. Tinjauan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang


Perkawinan beserta Undang-Undang dan Peraturan
Pelaksanaanya. Jakarta : CV. Gitama Jaya. 2003.

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta:


Departemen Agama. 2001.

Purwaharsanto pr. Perkawinan Campuran Antar Agama Menurut UU RI No.


1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan: Sebuah Telaah Kritis
Aktualita Media Cetak. Yogyakarta: tnp. 1992.

Ahmad Nurcholish dan Ahmad Baso, Pernikahan Beda Agama: Kesaksian,


Argumen Keagamaan dan Analisis Kebijakan. (Jakarta: ICRPKomnas
HAM, 2010)

Baso, ahmad dan achmad nurcholish. Pernikahan beda agama: kesaksian


argumen keagamaan dan anlisis kebijakan. Jakarta: PT. Sumber Agung,
2005.

Sugando, sulistyowati. Pokok-pokok pikiran dan paradigma baru catatan sipil


nasional. Jakarta : KOMNASHAM, 2005.

Soekarno, H. Mengenal administrasi dan prosedur catatan sipil. Jakarta : CV.


Coriena,1981.

Lie oen hock, catatan sipil di indonesia.jakarta : keng po, 1961.

Sugiyono.2010.memahami penelitian kualitatif.Bandung : Alfabet.Hlm.49.


B. Jurnal/Skripsi/Tesis/Disertasi/Internet/dan Lainnya

Hasin, Atabik. Masuk Islam Karena Alasan Perkawinan (Studi Kasus


Perkawinan Pasangan Yang Semula Beda Agama di Desa Borangan
Kecamatan Manisrenggo Kabupaten Klaten. Skrispi Tahun 2015 di
Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Wahyuni, Sri. Perkawinan Beda Agama di Indonesia dan Hak Asasi


Manusia. In Right : Jurnal Agama dan Hak Azasi Manusia, Vol. 1,
Nomor 1. 2011.

Made widya sekar buana, ida ayu putu widiawati, I wayan arthanaya. Perkawinan
beda agama dalam prespektif hak asasi manusia di indonesia. In Right
: jurnal preferensi hukum.

Bintang ulaya kharisma. Polemik putusan PN Surabya terkait pernikhan beda


agama dengan hukum keluarga (UU perkawinan dan UU administrasi
kependudukan. In Right : jurnal pro hukum, Volume 11, nomor 1.2022.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang Perkawinan no 1 tahun 1974.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tendang Administrasi


Kependudukan.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1400 K/Pdt/1986 perihal Permohonan


Izin Perkawinan Beda Agama antara AVGP (Islam) dan APHN (Kristen).

Kitab undang-undang perdata.

Kompilasi hukum islam.

Anda mungkin juga menyukai