Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL -1

SEJARAH PEMIKIRAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN


( The emergence of Civics Education Thought)
Oleh: Made Yudana

1.1. Eksisitensi Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn menurut Chreshore ( Winataputra, 2005) telah


berkembang menjadi Kajian keilmuan ( scientific area of study) yang bersifat multifaset
dengan konteks lintas bidang keilmuan, memiliki ontologi dasar ilmu politik khususnya konsep
political democracy untuk aspek duties and right of citizen. Dari dasar ontologi ini berkembang
konsep Civic di masa Yunani Kuno, yang secara harfiah diambil dari bahasa latin civicus
yang artinya warga negara. Konsep cicic inilah yang kemudian secara akademis berkembang
sebagai embrionya civic education dan di Indonesia diadaptasi menjadi “Pendidikan
Kewarganegaraan” . Menurut Barrt dan Shermis (Winataputra,2005) secara
epistemologis, PKn merupakan pengembangan dari salah satu lima tradisi social studies, yakni
citizenship transmission.
Pendidikan Kewarganegaraan, seperti yang dilakukan hampir oleh seluruh bangsa
di dunia, dengan berbagai nama seperti : civics education, citizenship education, dan democracy
education, didesain sebagai core subject yang mempunyai peranan strategis dalam
mempersiapkan warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban. Rumusan
Civitas internasional (1995) menyepakati bahwa “Pendidikan demokrasi penting bagi
pertumbuhan “civics culture” untuk keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan
pemerintahan demokrasi” (Azyumardi Azra,2002). Civic culture inilah yang menjadi tujuan
penting pendidikan “civic” maupun “citizenship” untuk mengatasi “political illertacy” dan
“political apatism”.
Semua negara yang formal menganut demokrasi (117 negara) menerapkan Pendidikan
Kewarganegaraan dengan muatan antara lain: demokrasi, rule of low, HAM, dan perdamaian,
yang secara kontekstual menggunakan setting sosial kondisional negara bersangkutan. Kaitan
dengan itu maka untuk suasana Indonesia, seharusnya P K n menjadi tanggung jawab seluruh
komponen bangsa, yaitu pemerintah, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga keagamaan.
Secara Historis, U.S.A misalnya dalam upaya membentuk warga negaranya menjadi
warga Amerika yang bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya, memberikan
Civics/Civics Education kepada pelajar di sana. Hal ini sudah berlangsung dari tahun 1790-an
dengan label Civil Government. Namun kemudian untuk lebih mengarah pada pencapaian good
citizenship, sejak tahun 1915 disesuaikan penamaannya dengan civics education. Alasan
perubahan ini karena Civil Government di USA ketika itu lebih menekankan pada
mempelajari secara formal dan deskriptif sistem pemerintahan Amerika sebagaimana di atur
dalam konstitusinya. Sedangkan PKn- nya Amerika memiliki misi dasar untuk pembentukan
“nations and character” maka dengan demikian dalam rangka “Amerikanisasi / Americanitation /
Americanizing sesuai dengan Theory of Americanization dalam kerangka good citizenship PKn
mereka, didesain dengan konsep Civics Education.
Di Indonesia PKn pada dasarnya juga telah diberikan semenjak tahun 1957 dengan
nama Kewarganegaraan. Tahun 1961 menjadi Civics ; Tahun 1968 bernama PKN, dan tahun
1975 berubah menjadi PMP (Pendidikan Moral Pancasila), semenjak tahun 1989 menjadi PPKN
(Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Dalam Undang – Undang No. 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional ; Pasal 39 ayat (2) ditentukan, bahwa isi kurikulum setiap
jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat : a) Pendidikan Pancasila , b)
Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan Kewarganegaraan. Di Perguruan Tinggi, Pendidikan
Kewarganegaraan diejawantahkan melalui mata kuliah Pendidikan kewiraan sampai rezim orde
baru runtuh.
Pendidikan Kewiraan tersebut pada dasarnya sudah ada semenjak tahun 1974; yang
merupakan pengembangan Program WALAWA sebelumnya ( 1968 ). Menurut UU 20 tahun
1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Republik Indonesia,
Pendidikan Kewiraan pada Perguruan Tinggi merupakan PPBN (Pendidikan Pendahuluan
Bela Negara) tahap lanjutan.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoreterian ke era
demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah Kewiraan dianggap sudah
tidak relevan dengan semangat reformasi dan demokratisasi. Mata kuliah Kewiraan
ditinggalkan karena berbagai alasan, antara lain sebagai berikut: pola pembelajarannya
yang indoktrinasi dan monolitik, muatan materi ajarnya yang sarat dengan kepentingan
ideologi rezim (orde baru), dan mengabaikan dimensi afeksi serta psikomotorik
(Azyumardi Azra, 2003). Pendidikan Kewiraan dinilai telah keluar dari semangat dan hakikat
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan pendidikan demokrasi.
Atas dasar itu maka dilakukan rekonstruksi dan reorientasi Pendidikan Kewarganegaraan melalui
mata kuliah pendidikan Kewarganegaraan (civic Education) sebagai substansinya.
Peranan strategis Pendidikan Kewarganegaraan dalam mempersiapkan warga negara
yang cerdas, bertanggung jawab dan berkeadaban kembali dipertegas melalui UU RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni dalam Pasal 37 ayat (2) dinyatakan
bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat
a. Pendidikan agama
b. Pendidikan kewarganegaran ; dan
c. Bahasa.

1.2. Beberapa Istilah dan Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan


Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang dinamis untuk
mempengaruhi seluruh aspek kepribadian dan kehidupan individu, baik aspek kognitif,
afektif maupun psikomotorik individu.
Jika dilihat dalam konteks formal, di dalam UU No.20 Tahun 2003 ( UU tentang
Sistem Pendidikan Pendidikan Nasional ) disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Sehingga
Pendidikan dalam konteks ini adalah dalam kerangka proses pengembangan seluruh
potensi subyek didik agar memiliki suatu kompetensi tertentu dan dapat berperan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Istilah Civic education saat ini oleh sebagian pakar di Indonesia diterjemahkan ke
bahasa Indonesia menjadi “Pendidikan Kewargaan” dan “Pendidikan
Kewarganegaraan”. Istilah Pendidikan Kewargaan diwakili oleh Azyumardi Azra
dan Tim ICCI (Indonesian Center For Civic Education). Sedangkan istilah
Pendidikan Kewarganegaraan diwakili oleh Zamroni, Muhamad Numan Sumantri, Udin S.,
Winata kusuma dan tim CICED ( Center Indonesian For Civic Education), termasuk juga
pakar lainnya. Azyumardi Azra (2003) menyatakan, bahwa Istilah Pendidikan Kewargaan pada
satu sisi identik dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Namun disisi lain, istilah Pendidikan
Kewargaan secara substantive tidak saja mendidik generasi menjadi warganegara yang
cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya dalam konteks kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan,
melainkan juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society).
Namun demikian jika dilihat dari orientasi dan substansi ke dua istilah ini,
tampaknya tidak ada pebedaan yang signifikan. Kedua istilah Indonesia yang merupakan turunan
dari Civic Education pada dasarnya dalam rangka mendidik generasi muda yang cerdas dan
sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang juga sebagai bagian dari warga dunia (global Society).
Istilah Pendidikan Kewarganegaraan pada dasarnya merupakan terjemahan dari Civics
education. Secara etimologis, Civics berasal dari bahasa latin, yaitu: “Civics” yang berarti warga
negara, sesama warga, sesama penduduk suatu negara, orang setanah air. Sedangkan education
(Inggris) mempunyai makna “pendidikan”. Carter van Good (dalam Soedibyo, 1990)
menyebutkan bahwa: “civics is the element of political science or the branch of political
science dealing with the rights and duties of citizens”. Dalam W e b s t e r New Coneise
Dictionary disebutkan Bahwa; ‘Civic is The Science of Government. Sedangkan
Edmonson (dalam Soedibyo, 1990:3) menyatakan ‘civics is the studi of goverment and
citizenship that is the duties right and privileges of citizen”.
Istilah lain yang hampir sama maknanya dengan Civics adalah Citizhenship. Terkait
dengan ini, Stanley E. Demond menjelaskan rumusan Citizhenship sebagai berikut:
Citizenship as it relates to stool activities has two-fold meaning. In a narrow-sense,
citizenship includes only legal status in country and the activities closely related to the
political function-voting, governmental, holding of office, and legal right and responsibility
(Azyumardy Azra,2003).
Sementara itu, Henry Rendall waite dalam majalah the Citizen dan civics, pada
1886 (Azyumardi Azra, 2003) merumuskan pengertian civics dengan the science
of citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collection,
the individual in his relation to the state. Dari definisi ini, civic dirumuskan dengan
ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan manusia dengan (a) manusia dalam
perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, ekonomi, politik); (b) individu – individu
dengan negara ( Sumantri, dalam Azyumardi Azra;2003).
Analog dengan pengertian-pengertian di atas, Prof. Dr. Achmad Sanusi, SH, MPA
menyatakan, sejauh civics dapat dipandang sebagai disiplin dalam ilmu politik, maka fokus
studinya mengenai kedudukan dan peran warga negara dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang bersangkutan.
Lebih lanjut dikatakan, pendidikan kewarganegaraan (civics education) merupakan suatu
pendidikan yang berorientasi pada usaha-usaha dan proses pembinaan warga negara.
Dengan demikian PKn (Civics education) adalah program pendidikan yang tujuan
utamanya membina warga negara yang sesuai dengan konstitusi negara atau UUD 1945. Sebagai
suatu ilmu Civic education atau PKn merupakan bagian dari ilmu politik yang substansinya
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. kedudukan dan peran warga negara
2. hak dan kewajiban warga negara
3. Pemerintah
4. Negara
Sebagai suatu ilmu, maka obyek studinya adalah warga negara dalam
hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan atau organisasi sosial, ekonomi, agama,
kebudayaan dan negara. Dalam konteks ini, ( Soemantri,1976:23) mengatakan bahwa variabel-
variabel yang menjadi pusat perhatiannya adalah:
1. Tingkah laku warga negara
2. potensi yang ada dalam setiap diri warga negara
3. hak dan kewajiban warga negara
4. cita – cita dan aspirasi warga negara
5. kesadaran warga negara (patriotisme, nasionalisme); dan
6. partisipasi serta tanggung jawab warga negara.

1.3 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan


Berdasarkan rumusan Civitas Internasional tentang “Civic Education” (Hamdan
Mansoer,2005) mendeskripsikan tujuan Pendidikan kewarganegaraan mencakup:
1. Pemahaman dasar tentang cara kerja demokratisi dan lembaga-lembaganya
2. pemahaman tentang “rule of law” dan Hak Asasi Manusia
3. Penguatan keterampilan partisipatif yang akan memperdayakan peserta didik untuk
merespon dan memecahkan masalah-masalah masyarakat secara demokratis.
4. Pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian pada lembaga-lembaga pendidikan
dan seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Civitas Internasional yang dibentuk di Praha oleh 52 negara menyimpulkan bahwa
pendidikan demokrasi sangat penting bagi pertumbuhan civic culture dalam rangka
keberhasilan pengembangan dan pemeliharaan pemerintah demokratis.
Pengembangan “Civic Culture” merupakan salah satu tujuan penting “Civic education” dan
“Civic Education” merupakan pilar bagi pembentukan “Civil Society” (masyarakat madani).
Dalam konteks Indonesia dalam mewujudkan masyarakat madani generasi muda
cendekiawan, ilmuwan, professional, perlu penyadaran akan pengetahuan, keahlian,
keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan
demokrasi.
Sebagian ahli mengidentikkan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
“Democracy education” (meliputi kajian dan pembahasan tentang pemerintahan,
konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, serta hak dan ke wajiban
warga negara atau identik dengan civic education). Sebagian ahli lain menyamakan arti
Pendidikan Kewarganegaraan dengan “Citizenship Education” (yang muatannya
memberikan penekanan pada proses-proses demokrasi, partisipasi aktif dan keterlibatan warga
negara dalam “civil Society).
Menurut Hamdan Mansoer (2005) Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan tinggi
Indonesia lebih pas bila diartikan sebag ai gabungan pengertian “Civic education” /
“democracy education” dengan “citizenship education” serta muatan makna Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Sehingga melalui Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Mahasiswa menguasai masalah -masalah
konstitusi, pemerintahan, lembaga-lemabaga demokrasi, “rule of law”, hak dan kewajiban warga
negara serta pemahaman tentang proses demokrasi, partisipasai aktif dan keterlibatan
warga negara secara cerdas dalam mewujudkan masyarakat madani. Dengan menambahkan
ajaran bela negara berupa wawasan kebangsaan dan konsep ketahanan nasional diyakini bahwa
mahasiswa akan lebih dapat menghayati rasa kebangsaan dan menumbuhkan kecintaan terhadap
tanah air dan bangsanya.
Dengan demikian PKn di Perguruan Tinggi pada dasarnya bertujuan; (a)
membantu mahasiswa mengembangkan potensinya untuk menguasai ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sikap kewarganegaraan dan nilai-nilai yang diperlukan dalam rangka
penerapan ilmu, profesi dan keahliannya serta berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat dari komuniti setempat, bangsa dan dunia; (b) menjadi warga negara yang cerdas,
berpikir komprehensif, analitis, kritis, demokratik, berkeadaban, bertanggung jawab, menggalang
kemampuan kompetitif bangsa di era globalisasi; dan (c) menjadi warganegara yang baik dan
mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat,
sejahtera dan demokratis.
1.4. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan.
Uji coba pematangan kontens serta strategi pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) seperti yang dikordinasi oleh Indonesian Center For Civic
Education (ICCE) UIN syarif Hidayattulah Jakarta misalnya menghasilkan sepuluh rumusan
baru materi Pendidikan Kewargaan (Civic Education), yakni : Pendahuluan, Identitas nasional,
negara, kewarganegaraan, konstitusi, demokrasi, otonomi daerah, Good Goverment, Hak
asasi manusia dan masyarakat madani. Dengan demikian pada dasarnya isi Pendidikan
Kewarganegaraan (Civic Education) adalah diarahkan untuk nation and character building
bangsa Indonesia yang relevan dalam memasuki era demokratisasi dan globalisasi.
Center For Civic Education (CICED) bekerja sama dengan USIS Jakarta,
Balitbang Dikbud, dan UPI Bandung merekomendasi konsep dan strategi Pendidikan demokrasi
sebagai Core Pendidikan Kewarganegaraan bahkan bagi pendidikan di
Indonesia (Udin S. Winataputra, 2005 :7). Dikatakan pula bahwa ikhtiar kependidikan ini
dasarnya harus ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual, rasional,
emosiona1, dan sosial warganegara yang baik sebagai aktor sosial maupun sebagai
pemimpin/khalifah pada hari ini dan hari esok. Warganegara Indonesia yang baik dan
cerdas adalah mereka yang secara ajeg memelihara dan mengembangkan cita-cita dan
demokrasi sesuai dengan perkembangan zaman, dan secara efektif dan langgeng menangani
dan mengelola krisis yang selalu muncul untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia sebagai
bagian integral dari masyarakat global.
Sementara itu, Konferensi Sembilan Menteri Pendidikan dari negara-negara berpenduduk
terbesar di dunia (termasuk Indonesia) di New Delhi pada Tahun 1996, menyepakati suatu
pandangan dan pendapat bahwa: Pendidikan abad XXI harus berperan efektif antara lain dalam :
1. Mempersiapkan pribadi, sebagai warganegara dan anggota masyarakat yang bertanggung
jawab.
2. Menanamkan clasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bagi
kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup.
3. Menyelenggarakan pendidikan yang b erorientasi pada penguasaaan,
pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, technologi dan seni demi kepentingan
kemanusiaan.

Demikian juga, konferensi dunia tentang Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh
UNESCO di Paris pada Tahun 1998 menyepakati pula antara lain bahwa perubahan pendidikan
tinggi masa depan bertolak dari pandangan bahwa tanggung jawab pendidikan tinggi
adalah:
1. Tidak hanya meneruskan nilai-nilai, mentransfer ilmu pengetahuan, tehnologi, dan seni,
tetapi juga melahirkan warga negara yang berkesadaran tinggi tentang bangsa dan
kemanusiaan.
2. Mempersiapkan tenaga kerja masa depan yang produktif dalam konteks yang dinamis.
3. Mengubah cara berfikir, sikap hidup, dan prilaku berkarya individu maupun kelompok
masyarakat dalam rangka memprakarsai perubahan sosial yang diperlukan serta
mendorong perubahan kearah kemajuan yang adil dan bebas.
Berdasarkan latar belakang penyusunan paradigma pendidikan tinggi nasional (pandangan
dari kesepakatan internasional/UNESCO), pengertian dan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan tinggi, dan setelah melalui beberapa kali kajian dalam berbagai
forum Seminar dan lokakarya yang dilakukan oleh Tim Pembina MPK dan MBB Ditjen
Dikti, dirumuskan bahwa: Substansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan meliputi 4 materi
pokok, yaitu: (a). identitas nasional, (b) Hak dan kewajiban warga negara Indonesia, (c)
demokrasi dan HAM; dan (d) Geopolitik dan Geostrategi Indonesia. Selanjutnya dijabarkan ke
dalam beberapa materi yang menjadi pokok kajian, yaitu:
1. Ideologi Pancasila
2. Identitas nasional
3. Bangsa, Negara dan Pemerintahan
4. Hak dan kewajiban Warganegara Indonesia
5. Demokrasi, HAM dan Rule Of Law
6. Geopolitik Indonesia/Wawasan Nusantara.
7. Geostrategi Indonesia.
Referensi
Anonim, 2003 : Undang — Undang Republic Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta, Depdiknas.

Azyumardi Azra, 2003; Pendidikan Kewarganegaan (Civic Education), Demokrasi, Hak asasi
manusia, Masyarakat Madani, Jakarta, Prenada Media.
Barorah, 1985; Pendidikan Kewarganegaraan, Surakarta, Universitas Sebelas Maret.

Hamdan Mansoer, 2004; Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi, Jakarta, Dirjen


Pendidikan Tinggi Kemdiknas.

Winataputra.S.Udin, 2005 ; Pendidikan Kewarganegaraan, Suatu Bidang Kajian


Pendidikan Sosial Berbasis Pendidikan Demokrasi. Makalah Semloka Nasional
PKn 1 Oktober 2005. UNES Semarang.

Anda mungkin juga menyukai