Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan dibentuk oleh dua kata, ialah kata "pendidikan" dan kata
"kewarganegaraan". Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat (1) definisi pendidikan sebagai berikut: pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1).

Menurut Winataputra (Winarno, 2014: 16) pendidikan kewarganegaraan sudah menjadi bagian
inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam lima status. Pertama,
sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai
salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan
guru. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh
pemerintah sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk
pemikiran individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan
kerangka berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan
keempat.

Nu'man Somantri (Somantri, 2001) mendefinisikan pendidikan kewarganegaraan sebagai seleksi dan
adaptasi dari lintas ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan-kegiatan dasar
manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai tujuan
pendidikan. Secara komprehensif, Udin S. Winataputra (Winataputra, 2012:249) mendefinisikan
pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahannya pada
seluruh dimensi psikologis dan sosio kultural kewarganegaraan individu, menggunakan ilmu politik
dan ilmu pendidikan sebagai landasan epistimologis intinya, diperkaya dengan disiplin ilmu lain yang
relevan dan mempunyai implikasi aksiologis terhadap instrumentasi dan praksis pendidikan setiap
warga negara dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut Azis
Wahab (Cholisin, 2000:18), pendidikan kewarganegaraan merupakan media pengajaran yang meng
Indonesiakan para siswa secara sadar, cerdas, dan penuh tanggung jawab. Karena itu, program
pendidikan kewarganegaraan memuat konsep-konsep umum ketatanegaraan, politik dan hukum
negara, serta teori umum yang lain yang cocok dengan target tersebut. Berdasarkan beberapa
pendapat diatas, dapat disimpulkan pengertian pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran
atau mata kuliah yang membentuk peserta didik menjadi warga negara yang berkarakter, cerdas,
terampil, dan bertanggung jawab sehingga dapat berperan aktif dalam masyarakat, bangsa, dan
negara sesuai ketentuan Pancasila dan UUD NRI 1945. Secara konseptual, istilah kewarganegaraan
tidak bisa dilepaskan dengan istilah warga negara. Selanjutnya ia juga berkaitan dengan istilah
pendidikankewarganegaraan (Nurwardani et al, 2016:6). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
terjemahan dari istilah asing civic education. Dikdik B. Arif, (2014:2) mengemukakan selain istilah
civic education, ada istilah lain yang maknanya ditujukan sebagai pendidikan kewarganegaraan, yaitu
civics dan citizenship education atau education for citizenship. Istilah civics merupakan konsep yang
bukan berasal dari negara kita, melainkan dari bahasa Yunani yang secara etimologis berasal dari
bahasa latin yaitu civicus vang diartikan citizen atau penduduk dari sebuah kota dalam bahasa latin
polis (Sri Wuryan dan Syaifullah, 2009:1). Istilah civics merupakan istilah yang paling tua sejak
digunakan pertama kalinya oleh Chreshore pada tahun 1886 untuk menunjukkan ilmu
kewarganegaraan (the science of citizenship) yang isinya antara lain mempelajari hubungan antar
warga negara dan hubungan antara warga negara dengan negara. Perihal kata civics, menurut Carter
Van Good (Azis Wahab & Sapriya, 2007) memberi argumen mengapa civics disebut ilmu
kewarganegaraan, hal ini dikarenakan dibelakang kata civics terdapat huruf s, ini menunjukkan
sebuah ilmu (Winarno, 2014:2). Sesuai dengan perkembangannya, civics pertama kali diperkenalkan
oleh legiun veteran Amerika yang tujuannya adalah untuk meng Amerika kan bangsa Amerika atau
dikenal dengan Theory of Americanization. Bangsa Amerika kita ketahui merupakan bangsa yang
bervariasi latar belakang budaya, agama, ras dan asal negaranya. Civics mulai diajarkan di Amerika
pada tahun 1870. Di samping itu, para legiun veteran beranggapan bahwa hanya dengan memahami
nilai-nilai perjuangan (patriotism) dalam membangun bangsa Amerika agar orang Amerika dapat
menghargai dan membangun bangsanya secara demokratis dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu,
para legiun veteran Amerika menekankan pada aspek teoritik yang berorientasi pada pendidikan
karakter dan patriotisme (Azis Wahab & Sapriya, 2011:3). Civics merupakan bentuk dari disiplin ilmu,
sedangkan civic education merupakan program pendidikan yang materi pokoknya adalah politik,
demokrasi dan pemerintahan yang ditujukan kepada peserta didik atau warga negara untuk
dipelajarinya. Menurut lohn J. Cogan, civic education didefinisikan ".thefoundational course work in
school designed to prepare young citizens for an active role in their communities in their adult lives".
Civic education merupakan mata pelajaran dasar yang dirancang untuk mempersiapkan warga
negara muda untuk dapat melakukan peran aktif dalam masyarakat kelak setelah mereka dewasa
(Winataputra & Sapriya, 2007:10). Misi civic education menurut Quigley dan Bahmueller untuk
pembentukan pengetahuan, keterampilan dan nilai dalam hal kewarganegaraan yang
memungkinkan partisipasi warga negara dalam pemerintahan secara efektif dan bertanggung jawab
(Quigley & Bahmueller, 1991:3). Sedangkan citizenship education atau education for citizenship
dipandang sebagai "...the more inclusive term and encompasses both these in school experiences al
well as out of school or non formal/informal learning which takes place in the family, the religious
organization, community organizations, the media etc, which help to shape the totality of the
citizen". Artinya, citizenship education atau education for citizenship merupakan istilah generik yang
mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di -lingkungan
keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media
(Winataputra & Budimansyah, 2012:11). Oleh karena itu Cogan (1999:5) menyimpulkan bahwa
citizenship education atau education for citizenship merupakan suatu konsep yang lebih luas dimana
eivic education termasuk bagian penting di dalamnya. v Dalam pengertian lainnya, David Kerr
(Winarno, 2014:5) menyatakan citizenship education dalam arti luas sebagai "process to encompass
the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and in particular, the
role of education (through schoooling, teaching, and learning) in that prepatory process". Dengan
cakupan yang luas ini, maka pendidikan kewarganegaraan atau eivie edhucation meliputi di
dalamnya pendidikan kewarganegaraan dalam arti khusus yang diistilahkan sebagai civic education
yaitu "in particular, the role of education (through schoooling, teaching and learning) in that
prepatory process". Citizenship education sebagai proses pendidikan dalam rangka menyiapkan
warga negara muda akan hak-hak, peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, sedangkan
civic education adalahcitizenship education yang dilakukan melalui sekolah. Istilah citizenship
education di Amerika mulai digunakan pada tahun 1900-an untuk menunjukkan program pendidikan
karakter, etika dan kebijakan atau pengembangan fungsi dan peran politik dari warga negara dan
pengembangan kualitas pribadi (Somantri, 2001). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan civic
education dimaksudkan sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti sempit dilakukan secara
formal. dimaksudkan sebagai pendidikan sedangkan citizenship education kewarganegaraan dalam
arti luas dilakukan baik formal maupun nonformal. Dengan kata lain, di dalam citizenship education
termasuk civic education. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses pembelajaran yang
berusaha untuk membangun civic knowledge, civic skills, dan civic disposition peserta didik, sehingga
tujuan untuk membentuk warga negara yang baik dapat terwujud. Menurut Margaret Stimman
Branson (Dikdik B. Arif, 2014:3) civic education atau pendidikan kewarganegaraan adalah satu
komponen pendidikan penting yang mengajarkan warga negara untuk mengambil bagian dalam
kehidupan demokrasi publik, menggunakan hak-hak mereka dan untuk membebaskan tanggung
jawab mereka dengan pengetahuan dan keterampilan- keterampilan. Branson membagi ranah civic
education (pendidikan kewarganegaraan) yaitu.civic knowledge, civic skills and civic dispositions
(Margaret Stimman Branson, 1998). Civic knowledge adalah materi substansi atau pengetahuan
yang berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh warga negara.
Aspek ini menyangkut kemampuan akademik keilmuan yang dikembangkan dari berbagai teori atau
konsep politik, hukum dan moral. Dengan demikian, pendidikan kewarganegaraan merupakan
bidang kajian yang bersifat multidisipliner. Civic skill merupakan keterampilan yang dikembangkan
dari pengetahuan kewarganegaraan agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang
bermakna karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Civic skills meliputi keterampilan intelektual (intelectual skills) dan
keterampilan berpartisipasi(participatory skills) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contoh
keterampilan intelektual adalah keterampilan dalam merespon berbagai persoalan politik, misalnya
menyampaikan pendapat kepada pemerintah. Contoh keterampilan berpartisipasi adalah
keterampilan menggunakan hak dan kewajibannya di bidang hukum, misalnya segera melapor
kepada Polisi atau aparat keamanan atas terjadinya kejahatan yang diketahui. Civic dispositions
diterjemahkan sebagai watak, sikap, atau karakter kewarganegaraan. Civic dispositions dapat
diartikan juga sebagi nilai kewarganegaan (civic value). Civic disposition merupakan karakter
kewarganegaraan yang dikembangkan dari pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan.
Komponen ini sesungguhnya merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata
pelajaran atau mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Dimensi watak kewarganegaraan dapat
dipandang sebagai "muara" dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Cakupan aspek-aspek
kompetensi dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat digambarkan sebagaimana
pada diagram di bawah ini:

3. Landasan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. di Landasan/dasar pembelajaran


pendidikan kewarganegaraan perguruan tinggi adalah: 1) Landasan Idil, yaitu Pancasila Pancasila
merupakan ideologi hangsa Indonesia. Ideologi adalah seperangkat nilai yang mengarahkan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Ideologi disebut juga dengan "a guiding principles" atau prinsip
yang menuntun. Pancasila bertujuan untuk menciptakan individu yang memiliki, keiamanan dan
ketaqwaan (sila ke 1), rasa kemanusiaan (sila ke 2), rasa nasionalisme yang menciptakan integrasi
bangsa (sila ke 3), selalu mengutamakan bermusyawarah dalam menyelesaikan permasalahan (sila
ke 4), dan menjunjung nilai keadilan (sila ke 5). 2) Landasan Ilmiah Setiap warga negara diharapkan
dapat berperan aktif dalam masyarakat agar berguna bagi bangsa dan negaranya, serta mampu
mengantisipasi perkembangan dan perubahan zaman di masa yang akan datang. Untuk itu sangat
diperlukan pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan nilai- nilai
keagamanan/spiritual, nilai-nilai moral, nilai kemanusiaan, dan nilai kepribadian budaya bangsa
Indonesia yang tertuang dalam Pancasila dan UUD NRI 1945. Tujuan utama pendidikan
kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta
membentuk sikap dan

bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu Objek material
pendidikan kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara yang meliputi
wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara (Budi Juliardi,
2016:9). Pendidikan Kewarganegaraan adalah merupakan ilmu, setiap ilmu harus memenuhi syarat-
syarat ilmiah, yaitu mempunyai objek, metode, sistem, dan bersifat universal. Objek pembahasan
setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formalnya. Objek material adalah bidang
sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Sedangkan objek formal adalah
sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Objek material dari
pendidikan kewarganegaraan adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang
empirik maupun non empirik, yaitu meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara. Sebagai
objek formalnya mencakup dua segi, yaitu segi hubungan antara warga negara dan negara
(termasuk hubungan antar warga negara) dan segi pembelaan negara (Kaelan dan Zubaidi, 2010:4).
Selain itu, sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kewarganegaraan bersifat antar disipliner (antar
bidang), bukan mono disipliner, karena kumpulan pengetahuan yang membangun ilmu pendidikan
kewarganegaraan diambil dari berbagai disiplin iimu. Oleh karena itu, upaya pembahasan dan
pengembangannya memerlukan sumbangan dari berbagai disiplin ilmu yang lain, yang meliputi ilmu
politik, ilmu filsafat, ilmu hukum, ilmu sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu sejarah, dan ilmu budaya
(Kaelan dan Ahmad Zubaidi, 2007:4). 3) Landasan Yuridis/Hukum 1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 a) Pasal 31 ayat (5) amandemen ke 4 yang berbunyi "pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia". Salah satu sarana
untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah pendidikan kewarganegaraan. b) Pasal 30 ayat (1)
menyatakan bahwa "tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaaan
negara". Salah satu cara

untuk mewujudkan bela negara tersebut yaitu dengan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan.
2) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) a) Pasal 37 ayat (1)
menyatakan bahwa "kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama,
pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa". b) Pasal 37 ayat (2) menyatakan bahwa "kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa". 3)
UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 35 ayat (3) menyatakan bahwa "kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pancasila, kewarganegaraan, dan
bahasa Indonesia". 4. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Tujuan pendidikan kewarganegaraan
menurut Kosasih Djahiri (1995:10) adalah sebagai berikut, secara umum tujuan pendidikan
kewarganegaraan harus ajeg dan mendukung keberhasilan peneapaian pendidikan nasional. Secara
khusus, tujuan pendidikan kewarganegaraam yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat
kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan
kepentingan bersama diatas kepentingan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan
pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang
mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Apabila dikaitkan
dengan pendidikan demokrasi Winataputra (Tukiran Taniredja et al, 2017: 6-7) menyatakan, bahwa
secara umum, pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan potensi individu
warga negara Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan setiap individu memiliki wawasan,
keterampilan intelektual dan sosial, serta watak sebagai warga negara, Dengan demikian, setiap
warga negara dapat berpartisipasi secara cerdas dan

bertanggung jawab dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
Oleh karena itu, bahwa dalam setiap jenjang pendidikan diperlukan pendidikan kewarganegaraan
yang akan mengembangkan kecerdasan peserta didik melalui pemahaman dan pelatihan
keterampilan intelektual. Proses ini diharapkan sebagai bekal bagi peserta didik untuk berperan
dalam pemecahan masalah yang ada di lingkungannya. Pendapat lain dikemukakan oleh Maftuh dan
Sapriya (2005:30) bahwa, tujuan negara mengembangkan pendidikan kewarganegaraan agar setiap
warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga negara yang
memiliki kecerdasan (civic inteliegence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual;
memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (civic responsibility); dan mampu berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat. Sedangkan tujuan pendidikan kewarganegaraan menurut Pusat Kurikulum
(2003: 3) memberikan kompetensi sebagai berikut: 1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam
menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3. Berkembang
secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. 4. Berinteraksi dengan bangsa lain
dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi Searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan dan dinamika
interna bang sa Indonesia, program pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi
harus mampu mencapai tujuan: 1. Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang
mengapresiasi nilai-nilai moral, etika, dan religius. 2. Menjadi warga negara yang cerdas berkarakter,
menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. 3. Menumbuh kembangkan jiwa dan semangat nasionalisme,
dan rasa cinta pada tanah air.

Anda mungkin juga menyukai