Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam konteks pendidikan, kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan pendidikan atau
tujuan pembelajaran. Pertanyaan pokok yang patut diajukan sebelum melakukan evaluasi atau
penilaian adalah: apa yang harus dinilai atau dievaluasi. Terhadap, pertanyaan ini hendaknya
dikembalikan kepada tujuan pembelajaran.[1]

Dalam pendidikan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan mengadakan testing untuk
membandingkan kemampuan siswa yang diukur dengna tes sebagai alat ukurnya. Hasil belajar
merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar, perubahan itu dilakukan pada proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Setiap proses belajar mempengaruhi prilaku pada domain
tertentu pada diri siswa, tergantung perubahaan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan
pendidikan[2].

Perubahan dalam setiap domain tidaklah tunggal. Setiap domain terdiri dari beberapa jenjang hasil
belajar mulai dari yang paling rendah dang sederhana sampai yang paling tinggi dan kompleks.
Tingkatan disusun dalam sebuah taksonomi yang mencerminkan tingkat kompleksitas jenjang[3].

B. Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang diatas, kami merumuskan maslaah sebagai berikut:

1. Jelaskan tentang taksonomi tujuan pendidikan dan evaluasi hasil belajar !

BAB II

PEMBAHASAN

A. Taksonomi Tujuan Pendidikan dan Evaluasi Hasil Belajar

1. Taksonomi Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah beruabahan perilaku yang diinginkan terjadi setelah siswa belajar. Tujuan
pendidikan dapat dijabarkan mulai dari tujuan nasional, institusional, kurikuler sampai instruksional.

Misalnya, tujuan nasional pendidikan di Indonesia yang pernah termuat dalam Garis-garis Besar
Haluan Negara: “ Tujuan pendidikan adalah meningkatkan ketakwaan kepada tuhan Yang Maha Esa,
mempertinggi budi pekerti, mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan keterampilan,......”.

Tiap lembaga memiliki tujuan yang berbeda-beda, SD, MI, SMP, MTs, SMU, SMK, MA, Perguruan
Tinggi, Perguruan Tinggi Agama dan Perguruan Tinggi Kedinasan dan sebagainya, mempunyai tujuan
yang berbeda-beda yang disebut tujuan institusional.

Agar lebih operasional tujuan institusional dijabarkan kedalam tujuan setiap bidang studi / mata
pelajaran / mata kuliah yang disebut tujuan kurikuler. Tiap mata pelajaran / mata kuliah mempunyai
tujuan yang berbeda-beda.
Tujuan kurikuler juga belum dapat dilihat dari perubahan perilaku dan diukur sehingga dijabarkan
lagi ke dalam tujuan pendidikan pada tingkat pengejaran disebut instruksional. Pencapaian tujuan
instruksional akan mendukung tercapainya tujuan kurikuler[4].

Tujuan pendidikan yang direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar, hasil
belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan bagi siswa yang mengikuti proses belajar
mengajar.

Hasil belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah
tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif
untuk memperoleh hasil belajar[5].

2. Taksonomi Hasil Belajar

Sebagaimana dijelaskan pada bagain sebelumnya, tujuan mempunyai peran yang asangat penting
dalam evaluasi; selain merupakan ‘kriteria’ tujuan juga dapat menjadi acuan yang mengarahkan
prosedur dan penilaian[6].

Taksonomi ini pada dasarnya adalah taksonomi tujuan pendidikan, yang menggunakan pendekatan
psikologik, yakni dimensi psikologik apa yang berubah pada peserta didik setelah ia memperoleh
pendidikan itu. Taksonomi ini dikenal dengan taksonomi Blomm’s, karena pencetus ide ini adalah
Banyamin S. Bloom, walupun tidak semua domain dikembangkan olehnya[7].

a. Taksonomi hasil belajar kognitif

Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Prosesbelajar
yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori,
penyimpanan, dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali informasi
ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Blomm membagi dan menyusun secara hirarkhis tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang palinng
rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi dan kompleks yaitu evaluasi. Makin
tinggi tingkat maka makin kompleks dan penguasaan suatu tingkat mempersyaratkan penguasaan
tingkat sebelumnya. Enam tingkat itu adalah hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisi
(C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

1) Kemampuan menghafal (knowledge) merupakan kemampuan kognitif yang paling rendah.


Kemampuan ini merupakan kemampuan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam otak
digunakan untuk merespon suatu masalah.

2) Kemampuan pemahaman (chomprehension) adalah kemampuan melihat fakta dengan fakta.


Menghafal fakta saja tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut akan fakta dan hubungannya.

3) Kemampuan penerapan (application) adalah kemampuan kognitif untuk memahami aturan,


hukum, rumus dan sebagainya dan menggunakan untuk memecahkan masalah.

4) Kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan


menguraikannya ke dalam unsur-unsur.

5) Kemampuan sintesis (syinthesis) adalah kemampuan memahami dengan mengorganisasikan


bagian-bagian ke dalam kesatuan.

6) Kemampuan evaluasi (evaluation) adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil


keputusan dari hasil penilainnya[8]. Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membuat
keputusan penilaian (value judgment) terhadap suatu hal seperti pernyataan, laporan penelitian,
dan sebagainya untuk tujuan tertentu[9].

b. Taksonomi hasil belajar efektif

Ranah efektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang
dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat
tinggi[10].

Seperti yang dikutip oleh Dr. Purwanto, M.pd, dari beberapa buku, taksonomi hasil belajar efektif
dikemukakan oleh Krathwolh. Krathwohl membagi hasil belajar efektif menjadi lima tingkat yaitu
penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Hasil belajar disusun secara hirarkhis
mulai dari tingkat yang paling rendah dan sederhana hingga tingkat yang paling tinggi dan kompleks.

1) Penerimaan (receiving) atau menaruh perhatian (attending) adalah kesediaan menerima


rangsang dengan memberikan perhatian kepada rangsangan yang diperhatikan olehnya.

2) Partisipasi atau merespon (responding) adalah kesediaan memberikan respons dengan


berpartisipasi. Pada tingkat ini siwa tidak hanya memberikan perhatian kepada rangsangan tapi juga
berpartisipasi dalam kegiatan meneriama rangsangan.

3) Penilaian atau penentuan sikap (valuing) adalah kesediaan untuk menentukan nilai dari
rangsangan tersebut.

4) Organisasi adalah kesediaan mengorganisasi nilai-nilai yang dipilihnya untuk menjadi pedoman
yang mantap dalam perilaku.

5) Internalisasi nilai atau karakter (charactericzation) adalah menjadikan nilai-nilai yang


dioraganisasikan untuk tidak hanya menjadi pedoman perilaku tetapi juga menjadi bagian dari
pribadi dalam perilaku sehari-hari[11].

c. Taksonomi hasil belajar psikomotorik

Tujuan-tujuan pendidikan yang berkaitan dengan gerak fisik yang manipulatif dikategorikan dalam
ranah psikomotor[12].

Hasil belajar tingkat yang lebih tinggi hanya dapat dicapai apabila siswa telah menguasai hasil belajar
yang lebih rendah. Namun, taksomoni yang paling banyak digunakan adalah taksonomi hasil belajar
psikomotorik dari Simpson (Winkel, 1996: 249-250; Gronlund, 1990: 510) yang mengklasifikasikan
hasil belajar psikomotorik menjadi enam: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan biasa,
gerakan kompleks, dan kreativitas[13].

1) Persepsi (perception) adalah kemampuan hasil belajar psikomotorik yang paling rendah.
Persepsi adalah kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain[14]. Sub-ranah pertama
psikomororik ini merujuk pada penggunakan organ-organ indrawi peserta didik untuk mendapatkan
‘gambaran’ atau ‘kunci’ yang dapat membimbing gerak atau aktifitas motorik[15].

2) Kesiapan (set) adalah kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan.

3) Gerakan terbimbing (guided response) adalah kemampuan melakukan gerakan meniru model
yang disontohkan.

4) Gerakan terbiasa (menchanism) kemampuan melakukan gerkaan tanpa ada model contoh.
Kemampuan dicapai karena latihan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan.
5) Gerakan kompleks (adaptation) adalah kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan
cara, urutan dan irama yan tepat.

6) Kreativitas (origination) adalah kemampuan menciptakan gerakan-gerakan baru yang tidak ada
sebelumnya atau mengkombinasikan gerakan-gerakan yang ada menjadi kombinasi gerakan baru
yang orisinil[16].

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tujuan pendidikan merupakan perubahan perilaku yang dapat dicapai melalui proses belajar
mengajar. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dari proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan. Hasil belajar diukur untuk mengetahui pencapaian tujuan pendidikan sehingga hasil
belajar harus sesuai dengan tujuan pendidikan.

Hasil belajar adalah perubahan perilakus etelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan
tujuan pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat di didik dan di ubah
perilakunya yang meliputi domain kognitif, efektif, dan psikomotorik. Belajar mengusahakan perilaku
dalam domain-domain tersebut sehingga hasil belajar merupakan perubahan perilaku dalam domain
kognitif, efektif dan psikomotorik.
Domain-domain dalam perilaku kejiawaan bukanlah kemampuan tunggal. Untuk kepentingan
pengukuran hasil belajar domai-domain disusun secara hirarkhis dalam tingkat-tingkat mulai dari
yang paling rendah dan sederhana hingga yang paling tinggi dan kompleks[17].

B. Daftar Isi

Abdullah, Shodiq (2012), Evaluasi Pembelajaran Konsep Dasar, Teori dan Aplikasi, Pustaka Rizki
Putra, Semarang.

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (2011), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

M. Chabib Thoha, (1994), Teknik Evaluasi Pendidikan Ed. 1Cet. 2, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

[1] Drs. H. Shodiq Abdullah, M.Ag, (2012), Evaluasi Pembelajaran Konsep Dasar, Teori dan Aplikasi,
Pustaka Rizki Putra, Semarang, hal . 15

[2] Dr. Purwanto, M.pd, Evaluasi Hasil Belajar, (2011), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 34

[3] Ibid¸ hal. 34

[4] Ibid, hal. 35-37

[5] ibid, hal. 46-47

[6] Drs. H. Shodiq Abdullah, M.Ag, (2012), Op. Cit. Hal. 18

[7] Drs. M. Chabib Thoha, M.A, (1994), Teknik Evaluasi Pendidikan Ed. 1Cet. 2, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, hal, 27

[8] Dr. Purwanto, M.pd, (2011), Op. Cit. Hal. 50-51

[9] Drs. H. Shodiq Abdullah, M.Ag, (2012), Op. Cit. Hal. 28

[10] Ibid, hal. 30

[11] Dr. Purwanto, M.pd, (2011), Op. Cit. Hal. 51-52

[12] Drs. H. Shodiq Abdullah, M.Ag, (2012), Op. Cit. Hal. 35


[13] Dr. Purwanto, M.pd, (2011), Op. Cit. Hal. 52-53

[14] Ibid , hal. 53

[15] Drs. H. Shodiq Abdullah, M.Ag, (2012), Op. Cit. Hal. 35

[16] Dr. Purwanto, M.pd, (2011), Op. Cit. Hal. 53

[17] Ibid, hal. 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanyaan pokok sebelum penilaian ialah apa yang harus dinilai itu. Terhadap pertanyaan ini kita
kembali pada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar. Ada empat unsur utama
proses belajar-mengajar yakni tujuan-bahan metode dan alat sertta penilaian. Tujuan sebagai arah
dari proses belajar mengajar pada hakikatnya ada adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan
dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya. Bahan adalah
seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas
dalam proses belajar-mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat
adalah cara atau teknik yang dugunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya
atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak.
Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil
belajar siswa.

Proses adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar
adalah kemampuan-kemapuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud taksonomi tujuan pendidikan ?

2. Apa yang dimaksud evaluasi hasil belajar ?

3. Apa hubungan antara taksonomi tujuan pendidikan dan evaluasi hasil belajar ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa itu Taksonomi Tujuan Pendidikan

2. Untuk mengetahui apa itu Evaluasi Hasil Belajar


3. Untuk mengetahui Hubungan antara Taksonomi tujuan pendidikan dan Evaluasi Hasil belajar

BAB II

PEMBAHASAN

1. Taksonomi Tujuan Pendidikan

a. Pengertian taksonomi

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan “nomos”
yang berarti aturan. Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri
tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Klasifikasi bidang
ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek.

b. Arti dan letak taksonomi tujuan pendidikan


Sejak lahirnya kurikulum PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang kemudian disusul oleh
lahirnya kurikulum tahun 1975, telah mulai tertanam kesadaran para guru bahwa tujuan pelajaran
harus di rumuskan sebelum proses belajar-mengajar berlangsung. Jadi, tujuan pendidikan bukanlah
sesuatu yang perlu di rahasiakan. [1]

Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan yaitu:

1) Tujuan umum pendidikan

2) Tujuan yang didasarkan atas tingkah laku (taksonomi)

3) Tujuan yang lebih jelas yang dapat dirumuskan secara operasional

c. Taksonomi Bloom

Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang biasa sering
dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah standar evaluasi
atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum. Taksonomi Bloom merujuk
pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh
Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih
rinci berdasarkan hirarkinya. Adapun prinsip dasar taksonomi tujuan pendidikan menurut Bloom
dan krathwohl, yaitu[2] :

1) Prinsip metodelogis

2) Prinsip psikologis

3) Prinsip logois

4) Prinsip tujuan
Taksonomi tujuan pendidikan merupakan suatu kategorisasi tujuan pendidikan, yang umumnya
digunakan sebagai dasar untuk merumuskan tujuan kurikulum dan tujuan pembelajaran. Taksonomi
tujuan terdiri dari domain-domain kognitif, afektif dan psikomotor.

Berbicara tentang taksonomi perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya
sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran, yang
dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy).

Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:

1) Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya
mencakup:

a) pengetahuan (knowledge),

b) pemahaman (comprehension),

c) penerapan (application),

d) penguraian (analysis),

e) memadukan (synthesis),

f) penilaian (evaluation);

2) Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap,
kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup:

a) Pandangan atau pendapat (oponion)

b) sikap atau penilaian (attitude,value)

3) Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan
fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari :

a) kesiapan (set),

b) peniruan (imitation),

c) membiasakan (habitual),

d) menyesuaikan (adaptation)

e) menciptakan (origination).

Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan
efektivitas pembelajarannya.

Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan bentuk
perilaku yang hendak dicapai melalui suatu pembelajaran.

2. EVALUASI HASIL BELAJAR

a. Pengertian Evaluasi
Evaluasi (bahasa Inggris:Evaluation) adalah proses penilaian. Dalam perusahaan, evaluasi dapat
diartikan sebagai proses pengukuran akan efektifitas strategi yang digunakan dalam upaya
mencapai tujuanperusahaan. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan
sebagai analisis situasi program berikutnya.Adapun menururt ahli mereka mendefinisikannya
sebagai berikut :

a. Guba dan Lincoln (hamid hasan, 1988) mendefinisikan evaluasi itu merupakan suatu proses
memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan (evaluation).

b. Wiersma dan jurs evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pungukuran dan mungkin juga
berisi pengambilan keputusan tentang nilai.

c. Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur dan menilai.

Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk mengetahui
tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan
cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi.

Dari konsep yang di kemukakan oleh Guba dan Lincoln diatas ada dua karakteristik
evaluasi.Pertama, evaluasi merupakan suatu proses, kedua evaluasi berhubungan dengan nilai.[3]

b. Hasil belajar sebagai objek penilaian

Pertanyaan pokok sebelum melakukan penilaian ialah apa yang harus di nilai. Terhadap pertanyaan
ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar. Dalam sistem
pendidikan nasioanal rumusan tujuan pendididikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan
instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotoris. Ketiga ranah tersebut menjadi
objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak nilai
oleh para pendidik di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi
bahan pengajaran. Selanjutnya, kami akan memaparkan masing-masing dari ranah tersebut.

1) Penilaian ranah kognitif terdiri atas :

a) Tipe hasil belajar : pengetahuan

Istilah pengatahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kataknowledge dalam taksonomi Bloom,
pengetahuan adalah aspek yang paling dasar dalam taksonomi Bloom. Namun, tipe hasil belajar ini
menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Dalam jenjang kemampuan ini seseorang di
tuntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta, dll tanpa harus mengetahui
atau dapat menggunakannya. Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur kemampuan ini antara lain:
benar-salah, menjodohkan isian atau jawaban singkat dan pilihan ganda.

b) Tipe hasil belajar: pemahaman

Kemampuan ini pada umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar-mengajar. Siswa
dituntut memahami atau mengerti apa yang di ajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubunkan dengan hal yang lain.
Bentuk soal yang sering di gunakan adalah pilihan ganda atau uraian. Kemampuan pemahaman
dapat dibedakan kedalam tiga kategori yaitu:

· Menerjemahkan(translation)
· Menginterprestasi(interprestation)

· Mengekstrapolasi(extrapolation)

c) Tipe hasil belajar: penerapan

Penerapan adalah pengguaan abstraksi pada situasi yang kongkret atau situasi khusus. Dalam
jenjang kemampuan ini peserta didik di tuntut kesanggupan umum, tata cara, ataupun metode-
metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan kongkret. Pengukuran ini umumnya
menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving)

d) Tipe hasil belajar: analisis

Dalam jenjang kemapuan ini seseorang di tuntut untuk dapat menguraikan situasi atau keadaan
tertentu kedalam unsur-unsur atau komponen-komponen pembentuknya. Kemampuan analisis
diklasifikasikan atas tiga kelompok yaitu :

· Analisis unsur

· Analisis hubungan

· Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi

e) Tipe hasil belajar: sintetis

Pada jenjang ini seseorang dituntut untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan jalan
menggabungkan faktor yang ada. Hasil yang diperoleh dari penggabungan ini dapat berupa: tulisan
dan rencana atau mekanisme.

f) Tipe hasil belajar: evaluasi

Dalam jenjang kemapuan ini seseorang dituntut untuk dapat mengevaluasi situasi, keadaan,
pernyataan, atau konsep berdasarkan suatu kriteria tertentu. yang terpenting dalam evaluasi ialah
menciptakan kriteria tertentu. Yang penting dalam evaluasi ialah menciptakan kondisinya
sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria standar, atau ukuran untuk
mengevaluasi sesuatu.

2) Penilaian ranah afektif

Ranah afektif meliputi lima jenjang kemapuan yaitu:

a) Meneriama, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll.

b) Menjawab, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar

c) Menilai, yaitu yang berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus.

d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan
satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan sistem nilai yang telah dimiliki
sesorang , yang mempengaruhi kepribadian dan tingkah lakunya.

3) Penilaian ranah psikomotoris


Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak
individu. Ranah psikomotoris meliputi tiga tingkatan keterampilan yakni :

a) Keterampilan motorik(muscular or motor skills)yaitu: memperlihatkan gerak, menunjukan hasil,


menggerakan, menampilkan, melompat dan sebagainya.

b) Manipulasi benda(manipulation of materials or objects) : menyusun, membentuk,


memindahkan, menggeser, mereparasi, dan sebagainya.

c) Koordinasi neuromuscular, menghubungkan, mengamati, memotong dan sebagainya.

3. Hubungan antara taksonomi tujuan pendidikan dan evaluasi hasil belajar

Pada dasarnya kedua pengertian ini sama-sama mempunyai tujuan yang sama dalam dunia
pendidikan. Dengan objek yang sama yaitu peserta didik, disini dibahas tentang bagaimana tujuan
pendidikan tercapai dan mengukur hasil akhir belajar dengan evaluasi. Dalam sistem pendidikan
nasional rumusan tujuan pendidikan membaginya menjadi tiga ranah, a) ranah kognitif, b) ranah
afektif, c) ranah psikomotoris. Semua ranah ini dilakukan untuk membantu berjalannya kegiatan
belajar mengajar agar tujuan pendidikan yang ditentukan tercapai, begitu pula dengan evaluasi hasil
belajar itu untuk membantu mengukur seberapa mampu peserta didik menguasai materi yang
diajarkan. Tujuan pengajaran pada intinya adalah diperolehnya bentuk tingkah laku menjadi lebih
baik, yang belum tahu jadi lebih banyak tahu tentang ilmu pengetauan melalui belajar yang di
sampaikan oleh seorang pendidik.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan evaluasi dan taksonomi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. Evaluasi dalam sistem pendidikan dan pengajaran adalah komponen yang urgen yang harus
dilakukan terutama untuk tujuan mengetahui pencapaian keberhasilan proses pendidikan dan
pengajaran yang telah dijalankan.

2. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku baru
pada peserta didik yang menurut Benyamin S Bloom terbagi dalam tiga ranah tujuan pengajaran
yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikenal dengan taksonomi Bloom.

3. Taksonomi Bloom dikembangkan dari teori psikologi kognitif dan dirumuskan pertama kali
tahun 1956. Setiap ranah/domain tersusun atas kategori-kategori atau subkategori yang
menunjukkan tingkat kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik.

4. Dalam evaluasi pendidikan taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai acuan melakukan
penilaian secara lebih komprehensif dan terperinci mencakup ketiga ranah (kognitif, afektif dan
psikomotor) dan mencakup sub-sub kategorinya.

DAFTAR PUSTAKA

Ari Kunto Suharsisni, “Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan”, Bumi Aksara ; jakarta : 2012

Daryanto , “Evaluasi Pendidikan”, Rineka Cipta ; jakarta : 2008

Sanjaya Wina, “ Perencanaan & Desain Sistem Pembelajaran”, Kencana Prenada Media Grup ;
jakarta : 2010

Sudjana Nana, “ Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar” , PT.Remaja Rusda Karya ; Bandung : 2006
Blog ini saya dedikasikan sebagai media sharing atau tukar pikiran terutama dalam kajian Pendidikan
Islam. Semoga tulisan-tulisan yang diposting dalam blog ini bisa menjadi bahan renungan dan kajian
lebih lanjut. Semoga bermanfaat...!

Beranda Siapa Saya Aktifitas Artikel Galery ▼

MINGGU, 30 MEI 2010

EVALUASI DAN TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN DOMAIN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK

I. PENDAHULUAN
Evaluasi dalam rangkaian proses pendidikan merupakan hal yang sangat urgen. Hal ini mengingat
evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas
penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi ini dilakukan terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. (Depag RI, 2006:67).
Pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan dan potensi individu baik sebagai pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat merupakan usaha sadar yang bertujuan mendewasakan anak
mencakup kedewasaan fisik, intelektual, sosial dan moral. (Nana Sudjana, 1996:2) Operasionalisasi
pendidikan tersebut dalam lingkup yang lebih kecil ditempuh melalui proses belajar mengajar atau
pengajaran. Pengajaran adalah interaksi siswa dengan lingkungan belajar yang dirancang sedemikian
rupa untuk mencapai tujuan pengajaran, yakni kemampuan yang diharapkan dimiliki siswa setelah
menyelesaikan pengalaman belajarnya. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya
bentuk perubahan tingkah laku baru pada siswa, sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
Perubahan tingkah laku dalam pengertian luas seperti dikemukakan Kingsley mencakup
keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan, pengertian serta sikap dan cita-cita. Sedangkan menurut
Gagne mencakup keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan
keterampilan. Adapun menurut Benyamin S Bloom dibedakan dalam tiga ranah, yakni ranah kognitif
(aspek intelektual), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan). (Nana Sudjana,
1996:6)
Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan evaluasi.
Evaluasi pendidikan dan pengajaran merupakan kegiatan untuk mendapatkan informasi data
mengenai hasil belajar mengajar. Karena itu evaluasi menjadi hal yang penting dan sangat
dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat mengukur dan menilai seberapa
jauh keberhasilan peserta didik dalam menyerap materi yang diajarkan. Dengan evaluasi pula, kita
dapat mengetahui titik kelemahan serta mempermudah upaya mencari jalan keluar untuk perbaikan
ke depan. Dalam tataran makro, menurut Farida Tayib (2000:1) evaluasi akan memberikan informasi
yang lebih akurat untuk membantu perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan.
Makalah ini akan membahas konsep dasar evaluasi dan taksonomi tujuan pendidikan. Karena
dikaitkan dengan taksonomi maka pembahasan dibatasi dan difokuskan hanya pada evaluasi
terhadap peserta didik dalam bentuk evaluasi hasil belajar yang meliputi ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik.
II. KONSEP DASAR EVALUASI PENDIDIKAN
A. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Sebelum menjelaskan pengertian evaluasi pendidikan lebih lanjut akan dikemukakan dulu
pengertian pengukuran dan penilaian. Karena berbicara mengenai evaluasi selalu berkait dengan
pengukuran dan penilaian. Dan terkadang ketiga istilah ini memunculkan kerancuan dan saling
dipertukarkan (interchangeable).
1. Pengukuran
Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan
ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita
mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B,
maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat
ke dalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif.
Dalam dunia pendidikan, Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan
penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek
yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang
terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka.
Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang
mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal
dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara
yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan
tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik
kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif
obyek. (http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
2. Penilaian
Penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari
hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi
(1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut
Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya
setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab
soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.
Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan
penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan,
kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang
berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria
berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.
Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang
terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan
memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes
tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan
membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini
biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus
berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya.
Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek. Dengan adanya acuan norma
atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat
diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40
km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan
mobil.
3. Evaluasi
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga
kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation. Dalam bahasa Indonesia berarti
‘penilaian’.(Anas Sudijono, 1998: 1) Menurut John M. Echols dan Hasan Shadily (1992:220)
evaluation berarti penilaian atau penaksiran.
M. Chabib Thoha (1996:1) mengatakan bahwa Evaluasi berarti suatu tindakan atau suatu proses
untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Evaluasi berarti
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument
dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi
pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai
hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa
data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat
berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Anne Anastasi sebagaimana dikutip Sudijono (1998:1) mengatakan bahwa Evaluasi bukan saja
sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk
menilai sesuatu secara terencana, sistematik dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana
dikatakan Gronlund merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan
menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh
siswa.
Dari beberapa pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1)
sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara
berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi di setiap akhir program
tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk
menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan
landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan
tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
(http://statistikpendidikanii.blogspot.com/)
B. Tujuan Evaluasi
Evaluasi telah memegang peranan penting dalam pendidikan antara lain memberi informasi yang
dipakai sebagai dasar untuk :
o Membuat kebijaksanaan dan keputusan
o Menilai hasil yang dicapai para pelajar
o Menilai kurikulum
o Memberi kepercayaan kepada sekolah
o Memonitor dana yang telah diberikan
o Memperbaiki materi dan program pendidikan
(http://dokumens.multiply.com/journal)
Dr. Muchtar Buchori M.Ed. Mengemukakan bahwa tujuan khusus evaluasi pendidikan ada 2 yaitu :
o Untuk mengetahui kemajuan peserta didik setelah ia mengalami pendidikan selama jangka waktu
tertentu.
o Untuk mengetahui tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidik
selama jangka waktu tertentu tadi.
( http://dokumens.multiply.com/journal)
Secara konklusif Haryono (1999 : 1-3) menjelaskan tujuan evaluasi berkaitan dengan perencanaan,
pengelolaan, proses, dan tindak lanjut pengajaran, baik yang menyangkut perorangan, kelompok
maupun kelembagaan. Oleh karena itu keputusan yang diambil dari hasil evaluasi dapat menyangkut
:
1. Keputusan dalam bidang pengajaran
Dalam keputusan yang menyangkut bidang pengajaran ini hasil evaluasi dipakai sebagai pedoman
untuk langkah-langkah memperbaiki cara mengajar guru, metode pengajaran, strategi mengajar.
Sudah tepat atau belum suatu metode atau strategi mengajar dapat dilihat dari hasil evaluasi yang
diadakan setelah proses belajar mengajar selesai. Jika hasil evaluasi menunjukkan nilai kurang,
berarti metode atau strategi mengajar perlu diperbaiki. Jika hasil evaluasi sudah baik, berarti metode
atau strategi mengajar sudah baik dan memadai.Untuk mengetahui apakah cara mengajar kita sudah
baik atau belum, maka perlu diadakan tes formatif. Jadi nilai tes formatif tidak dijadikan pedoman
untuk mengisi raport atau kenaikan kelas, tetapi untuk mengambil keputusan cara mengajarnya
sudah tepat atau belum.
2. Keputusan tentang hasil belajar
Dilihat dari sudut proses belajar siswa, evaluasi digunakan untuk menilai pencapaian belajar siswa.
Nilai evaluasi dalam hal ini dipergunakan untuk mengisi raport, untuk menentukan naik kelas atau
tidak, lulus atau tidak. Komponen untuk keperluan ini biasanya menggunakan tes ulangan harian.
Tes ulangan harian atau tes formatif pada umumnya diadakan untuk pokok bahasan yang lebih kecil,
tetapi tes sumatif biasanya diadakan untuk pokok bahasan yang lebih luas.
3. Keputusan dalam rangka diagnosis atau usaha perbaikan
Kesulitan belajar siswa perlu dicari sebab-sebabnya dan ditanggulangi melalui usaha-usaha
perbaikan. Tes diagnostic diselenggarakan untuk mengetahui dalam bidang mana siswa telah atau
belum menguasai kompetensi tertentu, dengan kata lain tes diagnostic berusaha mengungkapkan
kekuatan atau kelemahan siswa mengenai bahan yang diujikan. Sepintas lalu tes diagnostic hampir
sama dengan tes untuk bidang pengajaran. Bedanya tes untuk bidang pengajaran berorientasi pada
masa lalu, maksudnya bagaimana kesulitan itu dapat terjadi. Perlu diketahui juga bahwa untuk
mengungkapkan kelemahan siswa tidak dengan tes diagnostik, tetapi dapat menggunakan cara-cara
lain, analisis tugas sehari-hari, informasi keadaan rumah tangga. Setelah diketahui kesulitan
ataukelemahan belajar siswa, barulah diusahakan kemungkinan-kemungkinan usaha perbaikan.
4. Keputusan berkenaan dengan penempatan
Tes untuk penjurusan atau pemilihan program termasuk tes penempatan. Dengan tes penempatan
siswa dapat di bagi-bagi menurut tingkat kemampuannya, hal ini dimaksudkan agar siswa dapat
belajar dengan baik dan siswa terhindar dari kesulitan. Tes bakat atau tes minat adalah salah satu tes
yang digunakan untuk memilih dan menempatkan siswa sesuai dengan kemampuannya.
5. Keputusan yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling
Dilihat dari kepentingan tiap siswa, pelayanan bimbingan dan konseling adalah agar siswa mampu
mengenali dan menerima keadaan dirinya sendiri, serta atas dasar pengenalan penerimaan diri
sendiri ini siswa mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, termasuk mengarahkan dirinya
sendiri sesuai bakatnya. Untuk sasaran petugas bimbingan dan konseling, hanya
mungkinmelaksanakan tugasnya dengan baik jika dia dilengkapi dengan informasi yang lengkap dan
tepat, ini dimaksudkan agar hasil evaluasi untuk kepentingan tersebut.
6. Keputusan berkenaan dengan kurikulum
Salah satu kegunaan hasil evaluasi adalah untuk menguji isi kurikulum dan pelaksanaan pengajaran.
Dalam program pendidikan isi kurikulum dan rancangan pengajaran beserta berbagai penunjangnya
dapat diuji keunggulannya.
7. Keputusan berkenaan dengan kelembagaan
Sering terjadi bahwa suatu lembaga pendidikan tidak seproduktif dengan lembaga pendidikan yang
lain. Ada yang siswanya jarang bisa lulus tepat pada waktunya, tetapi ada lembaga lain yang
siswanya selalu dapat selesai tepat waktu yang telah terprogramkan.
Untuk SLTP-SMA ada sekolah yang kemudian oleh masyarakat dinilai sekolah favorit, tetapi ada yang
dinilai sekolah rawan. Untuk membandingkan lembaga yang satu dengan yang lain atau sekolah yang
satu dengan yang lain perlu diadakan alat ukur atau evaluasi. Hasil evaluasi ini barulah dapat
dipergunakan untuk menilai atau memberi predikat pada lembaga atau sekolah-sekolah tersebut.
Dalam hal ini lembaga-lembaga atau sekolah-sekolah yangdinilai kurang, punya kewajiban untuk
mengejar kekurangan tersebut.
C. Fungsi Evaluasi
Dengan mengetahui tujuan evaluasi maka dapat diketahui pula fungsi evaluasi pendidikan. Menurut
Suharsimi Arikunto (1995: 11) fungsi evaluasi tersebut antara lain:
1. Evaluasi berfungsi selektif
Fungsi seleksi ini antara lain bertujuan:
a. untuk memilih siswa yang diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk keperluan pemberian beasiswa.
2. Evaluasi berfungsi diagnostik
Dengan evaluasi dapat diketahui kelemahan-kelemahan siswa serta penyebabnya.
3. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan
4. Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan.

Jika evaluasi dipandang dari sudut masing-masing komponen pendidikan maka evaluasi dapat
berfungsi antara lain:
1. Fungsi evaluasi bagi siswa
Bagi siswa, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilannya dalam mengikuti
pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Dalam hal ini ada dua kemungkinan :
a. Hasil bagi siswa yang memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan, tentunya kepuasan ini ingin diperolehnya kembali
pada waktu yang akan datang. Untuk ini siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat agar
perolehannya sama bahkan meningkat pada masa yang akan datang. Namun, dapat pula terjadi
sebaliknya, setelah memperoleh hasil yang memuaskan siswa tidak rajin belajar sehingga pada
waktu berikutnya hasilnya menurun.
b. Hasil bagi siswa yang tidak memuaskan
Jika siswa memperoleh hasil yang tidak memuaskan, maka pada kesempatan yang akan datang dia
akan berusaha memperbaikinya. Oleh karena itu, siswa akan giat belajar. Tetapi bagi siswa yang
kurang motivasi atau lemah kemauannya akan menjadi putus asa
2. Fungsi evaluasi bagi guru
a. Dapat mengetahui siswa manakah yang menguasai pelajran dan siswa mana pula yang belum.
Dalam hal ini hendaknya guru memberikan perhatian kepada siswa yang belum berhasil sehingga
pada akhirnya siswa mencapai keberhasilan yang diharapkan.
b. Dapat mengetahui apakah tujuan dan materi pelajaran yang telah disampaikan itu dikuasai oleh
siswa atau belum.
c. Dapat mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran
tersebut.
d. Bila dari hasil evaluasi itu tidak berhasil, maka dapat dijadikan bahan remidial. Jadi, evaluasi dapat
dijadikan umpan balik pengajaran.
3. Fungsi evaluasi bagi sekolah
a. Untuk mengukur ketepatan kurikulum atau silabus. Melalui evaluasi terhadap pengajaran yang
dilakukan oleh guru, maka akan dapat diketahui apakah ketepatan kurikulum telah tercapai sesuai
dengan target yang telah ditentukan atau belum. Dari hasil penilaian tersebut juga sekolah dapat
menetapkan langkah-langkah untuk perencanaan program berikutnya yang lebih baik.
b. Untuk mengukur tingkat kemajuan sekolah. Sudah barang tentu jika hasil penilaian yang dilakukan
menunjukkan tanda-tanda telah terlaksananya kurikulum sekolah dengan baik, maka berarti tingkat
ketepatan dan kemajuan telah tercapai sebagaimana yang diharapkan. Akan tetapi sebaliknya jika
tand-tanda itu menunjukkan tidak tercapainya sasaran yang diharapkan, maka dapat dikatakan
bahwa tingkat ketepatan dan kemajuan sekolah perlu ditingkatkan.
c. Mengukur keberhasilan guru dalam mengajar. Melalui evaluasi yang telh dilaksanakan dalam
pengajaran merupakan bahan informasi bagi guru untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam
melaksanakan pengajaran.
d. Untuk meningkatkan prestasi kerja. Keberhasilan dan kemajuan yang dicapai dalm pengajaran
akan mendorong bagi sekolah atau guru untuk terus meningkatkan prestasi kerja yang telah dicapai
dan berusaha memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang mungkin terjadi.
D. Prinsip-Prinsip Evaluasi
1. Keterpaduan
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran, materi
pembelajaran dan metode pengajaran.
2. Keterlibatan peserta didik Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan
peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak.
3. Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah
kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
4. Pedagogis
Perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga
pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.
5. Akuntabel
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang
berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya. (Daryanto, 1999:19-21)

E. Teknik Evaluasi
Teknik evaluasi digolongkan menjadi 2 yaitu teknik tes dan teknik non Tes
(http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/)
1. Teknik non tes meliputi ; skala bertingkat, kuesioner,daftar cocok, wawancara, pengamatan,
riwayat hidup.
a. Rating scale atau skala bertingkat
Skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara
bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat
dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
b. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang
memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung.
Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya.
Sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan
mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang
yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau
dari segi cara menjawab maka kuesioner terbagi menjadi kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka.
Kuesioner tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab
hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan
kuesioner terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan
jawaban dan pendapat nya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.
c. Daftar cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan
jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia
anggap sesuai.
d. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan
yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu
pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan
jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara.
Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan
terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informsi-informasi yang diperlukan
saja.
e. Pengamatan atau observasi
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat
secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. Pengamatan atau observasi terdiri dari
3 macam yaitu : (1) observasi partisipan yaitu pengamat terlibat dalam kegiatan kelompok yang
diamati. (2) Observasi sistematik, pengamat tidak terlibat dalam kelompok yang diamati. Pengamat
telah membuat list faktor faktor yang telah diprediksi sebagai memberikan pengaruh terhadap
sistem yang terdapat dalam obejek pengamatan.
f. Riwayat hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang
riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
2. Teknik tes.
Dalam evaluasi pendidikan terdapat 3 macam tes yaitu :
a. Tes diagnostik
b. Tes formatif
c. Tes sumatif
F. Prosedur Melaksanakan Evaluasi
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
Evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses dan out put. Apabila
prosedur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang
digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi
dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan
secara umum adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknik
apa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, di mana, penyusunan instrument,
indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
2. Pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)
3. Verifikasi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas, dsb)
4. Pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di
olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah
dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )
5. Penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau
diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan
data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan
sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang
ditimbulkan oleh evaluasi itu. (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/).

III. TAKSONOMI TUJUAN PENDIDIKAN


A. Taksonomi Bloom
Taksonomi berasal dari bahasa Yunani “tassein” yang berarti untuk mengklasifikasi, dan “nomos”
yang berarti aturan. Suatu pengklasifikasian atau pengelompokan yang disusun berdasarkan ciri-ciri
tertentu. Klasifikasi berhirarki dari sesuatu, atau prinsip yang mendasari klasifikasi. Klasifikasi bidang
ilmu, kaidah, dan prinsip yang meliputi pengklasifikasian objek. (http://hadisiswoyo.co.cc)
Model taksonomi Bloom merupakan salah satu pengembangan teori kognitif, yang biasa sering
dikaitkan dengan persoalan dalam merumuskan tujuan pembelajaran dan masalah standar evaluasi
atau pengukuran hasil belajar sebagai pengembangan sebuah kurikulum. Taksonomi Bloom merujuk
pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh
Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa
domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih
rinci berdasarkan hirarkinya.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom)
Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan
emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi)
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang
berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku
yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku
dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai
“pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada
tingkatan pertama.
B. Pengukuran Ranah Kognitif, Afektif dan Psikomotor.
1. Ranah Kognitif
Bloom membagi domain kognitif ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian
pertama adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan
Intelektual (kategori 2-6). Aspek kognitif ini diurutkan secara hirarki piramidal. keenam aspek
bersifat kontinum dan overlap (saling tumpang tindih) di mana aspek yang lebih tinggi meliputi
semua aspek di bawahnya. (Daryanto, 1999: 102).
Sistem klasifikasinya dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Pengetahuan (knowledge)
Subkategori ini berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-
fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb.Pengetahuan yang dimaksud disini
adalah sesuatu yang berhubungan dengan ingatan (recall) akan hal-hal yang khusus dan umum,
ingatan akan metode dan proses, atau ingatan akan sebuah pola, struktur atau lokasi. Penekanan
tujuan pengetahuan lebih banyak pada proses psikologis atas upaya untuk mengingat. Pengetahuan
ini dapat dikategorisasi lagi menjadi:
1) Pengetahuan khusus
Ingatan tentang potongan-potongan informasi yang spesifik dan dapat dipisahkan. Penekanannya
terletak pada simbol dengan referen yang konkret. Simbol yang berada pada tingkat keabstrakan
yang rendah tersebut dapat dianggap sebagai unsur yang membangun bentuk pengetahuan yang
lebih rumit dan abstrak.
2) Pengetahuan tentang cara dan alat untuk menangani hal-hal yang khusus
Pengetahuan tentang cara-cara mengatur, memelajari, menilai dan mengkritik yang meliputi metode
bertanya, urutan kronologis dan standar penilaian pada suatu bidang serta pola pengaturan untuk
menentukan dan mengatur wilayah bidang tersebut secara internal. Pengetahuan ini berada di
tingkat menengah, diantara pengetahuan tentang hal-hal yang khusus dan pengetahuan tentang hal-
hal yang umum.
3) Pengetahuan tentang hal-hal umum dan hal-hal yang abstrak dalam satu bidang
Pengetahuan tentang skema dan pola besar yang mengatur fenomena dan ide. Pengetahuan ini
berupa struktur, teori dan generalisasi besar yang mendominasi suatu bidang atau yang biasa
digunakan untuk memelajari fenomena atau menyelesaikan masalah. Pengetahuan ini memiliki
tingkat keabstrakan dan kerumitan yang tertinggi.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Pengetahuan
Ada dua ciri penting dari butir soal pengetahuan yang baik. Ciri yang pertama adalah bahwa butir
soal yang baik memiliki tingkat ketepatan dan pembedaan (exactness and discrimination) yang sama
dengan tingkat ketepatan dan pembedaan yang digunakan pada pembelajaran sebelumnya. Jika
guru yang mengajar pada tingkat awal pengetahuan tentang aturan berbahasa atau pengetahuan
tentang metodologi dalam sejarah, butir soal pada materi tersebut tidak boleh menuntut
pembedaan (discrimination) yang lebih rumit atau pemakaian yang lebih tepat (exact) daripada yang
telah diajarkan. Ciri yang kedua adalah bahwa butir soal yang baik tidak boleh diekspresikan
(couched) dalam istilah atau situasi yang baru bagi siswa. Jika ada penggunaan istilah yang belum
dikenali siswa, maka guru tidak menguji pengetahuan yang telah diajarkan melainkan kosakata yang
belum dikenali (unfamiliar vocabulary).
Dua jenis utama butir soal untuk pengetahuan adalah mengisi atau melengkapi (supply) dan pilihan
(choice). Pada butir soal dengan jenis mengisi atau melengkapi (supply) para siswa memberikan
jawaban berdasarkan ingatan sedangkan pada butir soal dengan jenis pilihan (choice) para siswa
memilih dari sejumlah alternatif yang disediakan. Contoh-contohnya adalah sebagai berikut:
1) Mengisi atau melengkapi (supply)
 Butir soal melengkapi (completion).
 Secara langsung meminta siswa memberikan definisi, pernyataan dari suatu prinsip atau aturan,
atau langkah-langkah sebuah metode.
 Stimulus yang diberikan untuk mengingat disajikan dalam bentuk gambar atau suara.
2) Pilihan (choice)
G. Bentuk pilihan ganda untuk menguji pengetahuan terminologi atau fakta khusus.
H. Bentuk benar-salah untuk mendapatkan rapid sampling atau sample dari banyak pengetahuan
dengan cepat.
I. Butir soal menjodohkan (matching)
Kemampuan dan Keterampilan Intelektual
Kemampuan dan keterampilan mengacu pada bentuk pengoperasian yang teratur dan teknik yang
tergeneralisasi dalam memecahkan suatu materi dan masalah. Materi dan masalah tersebut
mungkin saja hanya membutuhkan sedikit atau malah sama sekali tidak membutuhkan informasi
yang khusus dan bersifat teknis. Materi dan masalah tersebut juga bisa berada di tingkatan yang
lebih tinggi sehingga untuk memecahkannya diperlukan informasi khusus yang bersifat teknis.
Tujuan kemampuan dan keterampilan menekankan pada proses mental dalam mengatur dan
mengatur kembali materi untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Pemahaman (comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram,
arahan, peraturan, dsb. Komprehensi merupakan pemahaman atau pengertian seperti ketika
seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi atau ide
yang sedang dikomunikasikan tersebut tanpa perlu menghubungkannya dengan materi lain atau
melihat seluruh implikasinya. Kategorinya meliputi:
1) Penerjemahan
Pemahaman yang dibuktikan dengan kecermatan dan akurasi untuk memparafrase (uraian dengan
kata-kata sendiri) atau menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain atau satu bentuk komunikasi ke
bentuk yang lain. Materi dalam komunikasi asli tetap terjaga meskipun bentuk komunikasinya telah
diubah. Atau dapat juga dimaksudkan kemampuan mengubah konsep abstrak menjadi suatu model
simbolik yang memudahkan orang mempelajarinya.
J. Kemampuan memahami pernyataan secara tersirat (metafora, simbolisme, ironi).
K. Keterampilan menerjemahkan materi verbal matematis ke dalam pernyataan simbolis dan
sebaliknya.
2) Interpretasi
Penjelasan atau peringkasan suatu komunikasi. Interpretasi berhubungan dengan pengaturan
kembali atau suatu pandangan baru akan materi.
 Kemampuan menangkap pemikiran akan sebuah karya sebagai satu kesatuan pada tingkat
generalitas manapun yang diinginkan.
 Kemampuan menginterpretasikan beragam jenis data sosial.
3) Ekstrapolasi
Tren atau kecenderungan yang berlanjut melampaui data yang ada guna menentukan implikasi,
konsekuensi, efek, dan sebagainya yang sesuai dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi
asli.
 Kemampuan mengambil kesimpulan dengan cepat atas sebuah karya dalam bentuk pendapat
yang disusun dari pernyataan-pernyataan yang eksplisit.
 Keterampilan memprediksi kelanjutan dari sebuah tren.
c. Penerapan (application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode,
rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja.Pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret tertentu.
Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atas prosedur, atau metode umum dan
juga dapat dalam bentuk prinsip, ide dan teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan
dalam situasi baru dan konkret.
 Penerapan terhadap fenomena yang dibicarakan dalam satu makalah mengenai istilah atau konsep
ilmiah yang digunakan pada makalah lain.
 Kemampuan memprediksi efek yang mungkin timbul akibat perubahan pada suatu faktor terhadap
suatu situasi biologis yang telah ada dalam equilibrium.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Penerapan
Delapan perilaku yang menunjukkan kemampuan melakukan penerapan adalah:
1) Menentukan prinsip dan generalisasi yang tepat atau relevan
2) Menyatakan kembali (restate) sebuah masalah guna menentukan prinsip dan generalisasi yang
diperlukan
3) Merinci batasan suatu prinsip atau generalisasi yang membuat prinsip atau generalisasi benar
atau relevan
4) Mengetahui perkecualian atas suatu generalisasi tertentu
5) Menjelaskan fenomena baru yang terdapat pada prinsip atau generalisasi yang telah diketahui
6) Melakukan prediksi dengan berdasarkan pada prinsip dan generalisasi yang tepat
7) Menentukan atau menunjukkan kebenaran (justify) suatu tindakan atau keputusan
8) Menyatakan alasan yang mendukung penggunaan suatu prinsip atau generalisasi
d. Analisis
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi
atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah
skenario yg rumit.
1) Analisis tentang unsur
Pengidentifikasian unsur-unsur yang ada dalam suatu komunikasi.
 Kemampuan untuk mengetahui asumsi yang tidak terungkapkan.
 Keterampilan dalam membedakan fakta dari hipotesis.
2) Analisis tentang hubungan
Hubungan dan interaksi antara unsur-unsur dan bagian-bagian suatu komunikasi.
 Kemampuan untuk memeriksa konsistensi atau ketetapan hipotese dengan informasi dan asumsi
yang ada.
 Keterampilan dalam memahami hubungan antara ide-ide dalam sebuah bacaan.
3) Analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan
Pengorganisasian, pengaturan sistematis, dan struktur yang menyatukan komunikasi.
 Kemampuan untuk mengetahui bentuk dan pola dalam karya sastra atau karya seni sebagai alat
untuk memahami artinya.
 Keterampilan untuk mengetahui teknik umum yang digunakan dalam materi yang bersifat
persuasif, seperti iklan, propaganda, dan sebagainya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Analisis
Kemampuan menganalisis adalah serangkaian keterampilan dan perilaku rumit yang dapat dipelajari
siswa melalui praktek dengan beragam materi. Ada enam perilaku yang menunjukkan kemampuan
menganalisis, yaitu:
1) Mengklasifikasikan kata, frasa atau pernyataan (subkategori taksonomi analisis tentang unsur
2) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas atau ciri yang tidak dinyatakan secara langsung
(subkategori taksonomi analisis tentang unsur)
3) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kualitas, asumsi atau kondisi yang telah dinyatakan
(subkategori taksonomi analisis tentang hubungan)
4) Menggunakan kriteria untuk melihat dengan jelas (discern) pola atau urutan (subkategori
taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
5) Mengetahui prinsip atau pola yang menjadi dasar suatu dokumen atau karya (subkategori
taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
6) Mengungkapkan pendapat (infer) tentang kerangka kerja, tujuan atau sudut pandang (subkategori
taksonomi analisis tentang prinsip-prinsip pengaturan).
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur dan bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang berhubungan dengan proses
bekerja dengan potongan-potongan, bagian-bagian, unsur-unsur, dana sebagainya, dan mengatur
serta menggabungkannya dengan sedemikian rupa guna membentuk suatu pola atau struktur yang
sebelumnya tidak jelas.
1) Penghasilan (production) suatu komunikasi yang unik
Pengembangan dari suatu komunikasi dimana penulis atau pembicara berupaya untuk
menyampaikan ide, perasaan, dan/atau pengalaman pada orang lain.
 Keterampilan dalam menulis, dengan menggunakan suatu pengaturan ide dan pernyataan yang
sangat baik.
 Kemampuan untuk mengungkapkan pengalaman pribadi dengan efektif.
2) Penghasilan (production) sebuah rencana atau serangkaian operasi yang diajukan
Pengembangan dari suatu rencana kerja atau proposal atas sebuah rencana operasi, yang harus
memenuhi persyaratan tugas yang mungkin diberikan pada siswa atau mungkin pula
dikembangkannya sendiri.
 Kemampuan mengajukan cara-cara untuk menguji hipotesis.
 Kemampuan merencanakan sebuah unit instruksi untuk situasi mengajar tertentu.
3) Penemuan serangkaian hubungan yang abstrak
Pengembangan dari seperangkat hubungan yang abstrak baik untuk mengklasifikasi maupun untuk
menjelaskan data atau fenomena tertentu, atau deduksi dari pernyataan dan hubungan dari
seperangkat pernyataan dasar atau representasi secara simbolis.
 Kemampuan merumuskan hipotesis yang tepat dengan berdasarkan pada suatu analisis dari
faktor-faktor yang terlibat, dan untuk memodifikasi hipotesis tersebut sesuai dengan faktor dan
pertimbangan baru.
 Kemampuan membuat penemuan dan generalisasi secara matematis.
f. Evaluasi
Penilaian (judgments) kuantitatif dan kualitatif mengenai nilai dari suatu materi dan metode untuk
tujuan tertentu dengan menggunakan standar penilaian yang kriterianya dapat ditentukan oleh
siswa sendiri atau ditentukan sebelumnya dan kemudian diberikan pada siswa tersebut.
1) Penilaian (judgments) atas bukti internal
Evaluasi atas akurasi dari suatu komunikasi yang dibuktikan melalui akurasi yang logis, konsistensi
dan kriteria internal lainnya.
 Menilai (judging) melalui standar internal, kemampuan untuk menilai probabilitas umum dari
akurasi dalam melaporkan fakta dari kecermatan atas ketepatan pernyataan, dokumentasi, bukti
dan sebagainya.
 Kemampuan menunjukkan kekeliruan (fallacies) secara logis dalam argumen.
2) Penilaian (judgments) atas kriteria eksternal
Evaluasi atas materi dengan mengacu pada kriteria yang telah dipilih atau diingat.
 Perbandingan dari teori besar, generalisasi, dan fakta mengenai budaya tertentu.
 Menilai (judging) melalui standar eksternal, kemampuan untuk membandingkan sebuah karya
dengan standar tertinggi dalam bidangnya –terutama dengan karya-karya lain yang diakui
kehebatannya.
Pengembangan Tes untuk Tujuan Evaluasi
Terdapat enam perilaku yang menunjukkan kemampuan untuk melakukan evaluasi, yaitu:
1) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan
akurasi, ketepatan (precision), dan kecermatan (akurasi internal)
2) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah dokumen atau karya yang berhubungan dengan
konsistensi atas argumen; hubungan antara asumsi, bukti, dan kesimpulan, dan konsistensi internal
dari logika dan pengaturan (organization) (konsistensi internal)
3) Mengetahui nilai dan sudut pandang yang digunakan pada penilaian (judgments) atas sebuah
karya (kriteria internal)
4) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan membandingkannya dengan karya
lain yang relevan (kriteria eksternal)
5) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya dengan menggunakan seperangkat kriteria
atau standar yang tersedia (kriteria eksternal)
6) Melakukan penilaian (judgments) atas sebuah karya menggunakan seperangkat kriteria atau
standar eksplisit yang dimiliki siswa (kriteria eksternal)
Pada prinsipnya untuk ranah kognitif untuk keperluan evaluasi pengajaran dapat dikembangkan
teknik tes dalam bentuk objektif dan uraian.

2. Ranah Afektif
Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol dengan lima subkategori;
penerimaan (Receiving/Attending), tanggapan (Responding), penghargaan/penilaian (Valuing),
pengorganisasian (Organization), dan karakterisasi berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a
Value or Value Complex).
a. Penerimaan (berkonsentrasi / attending)
Siswa menjadi peka terhadap keberadaan dari fenomena dan stimuli tertentu, sehingga ia bersedia
menerima atau berkonsentrasi pada (attend to) fenomena dan stimuli tersebut. Ini merupakan
langkah pertama yang penting dalam mengarahkan siswa untuk memelajari apa yang diinginkan
guru.
1) Kesadaran
Kesadaran hampir merupakan perilaku kognitif. Pembelajar menyadari akan sesuatu yang kemudian
dipertimbangkannya seperti sebuah situasi, fenomena, obyek, atau urusan tertentu. Seseorang
mungkin saja tidak mampu mengungkapkan dengan kata-kata (verbalize) aspek-aspek stimulus yang
menimbulkan kesadaran.
2) Kemauan untuk menerima
Menunjukkan perilaku bersedia menerima (tolerate) stimulus yang diberikan, bukan
menghindarinya. Perilaku ini melibatkan adanya kenetralan atau penilaian yang tertunda (suspended
judgment) terhadap stimulus.
3) Perhatian yang terkontrol atau terpilih
Di tingkat ini penerimaan masih tanpa ketegangan atau asesmen dan siswa mungkin tidak tahu
istilah atau simbol teknis untuk menggambarkan sebuah fenomena dengan benar dan tepat pada
orang lain. Terdapat unsur dimana pembelajar mengontrol perhatian sehingga ia dapat memilih dan
menerima stimulus yang diinginkan.
b. Respon (tanggapan)
Menunjukkan keinginan atau hasrat bahwa seorang anak menjadi terlibat dalam atau memberikan
komitmen pada suatu subyek, fenomena, atau kegiatan sehingga ia akan mencari dan memeroleh
kepuasan untuk bekerja dengan atau melibatkan diri pada subyek, fenomena, atau kegiatan
tersebut.
1) Kepasrahan (acquiescence) dalam merespon
Terdapat suatu perilaku yang pasif dan stimulus yang memancing perilaku ini sulit untuk diterima
atau digambarkan (subtle). Terdapat lebih banyak unsur reaksi terhadap sebuah gagasan dan lebih
sedikit implikasi dari penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly).
2) Kesediaan untuk merespon
Pembelajar cukup berkomitmen untuk menunjukkan perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon
bukan karena takut akan hukuman, namun karena “dirinya sendiri” atau secara sukarela. Unsur
penolakan atau keterpaksaan (yielding unwillingly) yang ada pada tingkat sebelumnya, kini
digantikan oleh persetujuan yang berasal dari pilihan pribadi seseorang.

3) Kepuasan dalam merespon


Unsur tambahan pada langkah yang melampaui tingkat respon secara sukarela, adalah bahwa
perilaku yang tampak disertai dengan rasa puas, suatu respon emosional, yang umumnya
menunjukkan rasa senang, kegembiraan atau suka cita.
c. Menilai (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari penilaian (valuing) atau asesmen
(assessment) dan juga merupakan hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa
(internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk melakukan penilaian. Unsur
utama yang terdapat pada perilaku dalam melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut
dimotivasi, bukan oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen terhadap
nilai yang mendasari munculnya perilaku.
1) Penerimaan atas nilai
Ciri utama perilaku ini adalah konsistensi respon pada kelompok obyek, fenomena, dan sebagainya,
yang digunakan untuk mengidentifikasi keyakinan atau sikap.
2) Pemilihan atas nilai
Perilaku pada tingkatan ini tidak hanya menunjukkan penerimaan seseorang atas suatu nilai
sehingga ia bersedia diidentifikasi berdasarkan nilai tersebut, namun ia juga cukup terikat pada nilai
tersebut sehingga ia ingin mengejar, mencari, dan menginginkannya.
3) Komitmen
Keyakinan pada tingkatan ini menunjukkan kadar kepastian yang tinggi. Komitmen merupakan
penerimaan emosional yang kuat atas suatu keyakinan. Kesetiaan terhadap posisi, kelompok atau
tujuan juga termasuk dalam komitmen.
d. Pengaturan (organization)
Ketika pembelajar telah menyerap nilai, ia menemui situasi dimana ada lebih dari satu nilai yang
relevan sehingga ia perlu melakukan (a) pengaturan beberapa nilai ke dalam sebuah sistem, (b)
penentuan hubungan diantara nilai-nilai tersebut, dan (c) penetapan nilai-nilai yang dominan dan
mencakup segala hal.
1) Konseptualisasi suatu nilai
Pada tingkatan ini kualitas keabstrakan atau konseptualisasi menjadi bertambah yang membuat
seseorang melihat bagaimana nilai tersebut berhubungan dengan nilai yang telah diyakininya atau
nilai baru yang akan diyakininya.
2) Pengaturan suatu sistem nilai
Meminta pembelajar untuk menyatukan sekelompok nilai yang sama, atau mungkin nilai-nilai yang
berbeda, dan membawanya ke dalam suatu hubungan dengan nilai lain yang telah diatur dengan
baik. Pengaturan nilai dapat menghasilkan sintesis yang berupa suatu nilai baru atau kelompok nilai
dengan tingkatan yang lebih tinggi.
e. Karakterisasi melalui suatu nilai atau kelompok nilai
Pada tingkat penyerapan atau internalisasi nilai ini, nilai telah diatur menjadi sebuah sistem yang
konsisten secara internal dan telah mengontrol perilaku seseorang yang menganutnya.
1) Perangkat yang tergeneralisasi (Generalized set)
Memberikan suatu konsistensi internal terhadap sistem sikap dan nilai pada saat-saat tertentu yang
juga merupakan suatu dasar orientasi yang memungkinkan seseorang untuk mempersempit dan
mengatur dunia yang kompleks yang ada di sekitarnya dan untuk bertindak secara konsisten dan
efektif.
2) Penentuan karakter
Ini merupakan tingkatan teratas dari proses penyerapan atau internalisasi nilai yang berhubungan
dengan pandangan seseorang terhadap dunia, filosofi hidupnya, serta sebuah sistem nilai dengan
obyek berupa seluruh bagian dari apa yang telah diketahui atau dapat diketahuinya.
Metode untuk Mengevaluasi Hasil-hasil Afektif
1) Observasi
Observasi memungkinkan tercapainya asesmen perilaku afektif yang cepat di lokasi tempat subyek
berada. Observasi harian juga memungkinkan tercapainya kesimpulan yang lebih langsung dan lebih
aman mengenai pola perilaku afektif ketimbang data dari instrumen administrasi tertulis. Dengan
mendengarkan apa yang dikatakan siswa pada temannya dan dengan mengobservasi mereka setiap
hari, pola-pola perilaku afektif dapat diidentifikasi.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan tatap muka secara langsung dimana pewawancara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah dikembangkan dengan cermat kepada siswa. Bentuk wawancara
bisa terstruktur, bisa pula tidak. Wawancara tidak terstruktur memperluas dan memperdalam
infomasi evaluatif dengan mendorong ekspresi pribadi dari sikap siswa yang lebih spontan dan lebih
cepat.
3) Pertanyaan Open-Ended
Pertanyaan open-ended membutuhkan pernyataan tertulis yang panjangnya bisa beragam.
4) Kuisioner Closed-Item
Kuisioner dengan pilihan-pilihan yang ditentukan hampir sama dengan wawancara terstruktur yang
telah dibahas sebelumnya, hanya saja disini responden melengkapi kuisioner tanpa bantuan
pewawancara. Ada dua jenis kuisioner closed-item, yaitu menentukan peringkat (ranking) atau
pilihan yang dipaksakan (forced choice) dan skala.

3. Ranah Psikomotor
Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang
dibuat Bloom. Dari beberapa sumber yang ada rumusan subkategori yang tidak sama baik jumlah
maupun istilah yang dipakai.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom, ranah ini terbagi dalam enam kategori
jenjang kemampuan yaitu Persepsi (Perception), kesiapan (Set), guided Response (respon
Terpimpin), mekanisme (Mechanism), respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response),
Penyesuaian (Adaptation), Penciptaan (Origination).
Keenam subketegori tersebut menurut Daryanto (1999:123) masih dapat dikelompokkan dalam tiga
kelompok utama, yakni keterampilan motorik (muscular or motor skill), manipulasi benda-benda
(manipulation of material or objects) dan koordinasi neuromuscular.
Menurut Harrow sebagaimana dikutip oleh Hadi Siswoyo dalam
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39, Ranah
Psikomotorik ada 5 tingkat yaitu (1)meniru, (2) manipulasi, (3) ketepatan gerakan, (4) artikulasi dan
(5) naturalisasi.
Gambaran tentang tingkat klasifikasi dan subkategori ranah psikomotor dapat dilihat dari skema
berikut:
Tingkat Klasifikasi dan subkategori Batasan Tingkah laku
1. Gerakan Refleks
1.1. Refleks segmental
1.2. Refleks intersegmental
1.3. Refleks suprasegemental Kegiatan yang timbul tanpa sadar dalam menjawab rangsangan
Bungkuk, meregangkan badan, penyesuaian postur tubuh.
2. Gerakan fundamental yang dasar
2.1. Gerakan lokomotor
2.2. Gerakan nonlokomotor
2.3. Gerakan manipulative
Pola-pola gerakan yang dibentuk dari paduan gerakan-gerakan reflex dan merupakan dasar gerakan
terampil kompleks. Jalan, lari, lompat, luncur, guling, mendaki, mendorong, tarik, pelintir, pegang
dsb.
3. Kemampuan Perseptual
3.1. Diskriminasi kinestetis
3.2. Diskriminasi visual
3.3. Diskriminasi Auoditeoris
3.4. Diskriminasi Taktil
3.5. Diskriminasi Terkoordinir Interpretasi stimulasi dengan berbagai cara yang memberi data untuk
siswa membuat penyesuaian dengan lingkungannya Hasil-hasil kemampuan perseptual diamati
dalam semua gerakan yang disengaja
4. Kemampuan Fisik
4.1. Ketahanan
4.2. Kekuatan
4.3. Fleksibilitas
4.4. Agilitas Karakteristik fungsional dari kekuatan organic yang esensial bagi perkembangan gerakan
yang sangat terampil Lari jauh, berenang, gulat, balet, mengetik dsb.
5. Gerakan Terampil
5.1. Keterampilan Adaptif
5.2. Keterampilan Adaptif terpadu
5.3. Keterampilan Adaptif kompleks Suatu tingkat efisiensi apabila melakukan tugas-tugas gerakan
kompleks yang didasarkan atas pola gerak yang inheren Semua keterampilan yang dibentuk atas
lokomotor dan pola gerakan manipulatif
6. Komunikasi Nondiskursif
6.1. Gerakan Ekspresif
6.2. Gerakan Interpretatif Komunikasi melalui gerakan tubuh mulai dari ekspresi muka sampai
gerakan koreografis yang rumit Gerakan muka, semua gerakan tarian dan koreografis yang dilakukan
dengan efisien

Pada ranah psikomotorik ini evaluasi yang dapat dikembangkan adalah tes kinerja (performance)
atau praktik.
IV. PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan evaluasi dan taksonomi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Evaluasi dalam sistem pendidikan dan pengajaran adalah komponen yang urgen yang harus
dilakukan terutama untuk tujuan mengetahui pencapaian keberhasilan proses pendidikan dan
pengajaran yang telah dijalankan.
2. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya bentuk perubahan tingkah laku baru pada
peserta didik yang menurut Benyamin S Bloom terbagi dalam tiga ranah tujuan pengajaran yakni
ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang dikenal dengan taksonomi Bloom.
3. Taksonomi Bloom dikembangkan dari teori psikologi kognitif dan dirumuskan pertama kali tahun
1956. Setiap ranah/domain tersusun atas kategori-kategori atau subkategori yang menunjukkan
tingkat kemampuan yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik
4. Dalam evaluasi pendidikan taksonomi Bloom dapat digunakan sebagai acuan melakukan penilaian
secara lebih komprehensif dan terperinci mencakup ketiga ranah (kognitif, afektif dan psikomotor)
dan mencakup sub-sub kategorinya.

B. Penutup
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ilahi Rabb atas pertolongan-Nyalah penyusunan makalah ini
dapat selesai tepat waktu. namun demikian kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna baik dari sisi substansi isi maupun teknis penulisan. itu semua terpulang kepada
kami dan secara akademik menjadi tanggung jawab kami pula. Untuk itu segala bentuk saran,
masukan, koreksi maupun kritik sangat kami nantikan dan harapkan dalam kerangka mencari
kebenaran serta guna memperbaiki kualitas makalah ini.
Akhirnya dengan penuh kerendahan hati, kami berharap walau ibarat setetes air di samudra luas
makalah ini dapat menjadi sarana menambah ilmu yang bermanfaat. amin.

Bibliografi
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 1995)
Departemen Agama RI, Dirjend Pendidikan Islam, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Serta UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta:
Depag RI, 2006)
Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,(Jakarta: PT Gramedia,1992).
Haryono, A. 1999, Evaluasi Pengajaran. Semarang : FMIPA IKIP Semarang.
http://dokumens.multiply.com/journal/item/34
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/pengukuran-penilaian-dan-evaluasi.html
http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/15489
http://hadisiswoyo.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=48&Itemid=39
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
http://jurnalpaedagogy.wordpress.com/category/evaluasi-pendidikan/
http://m-thohir.blogspot.com/2008/02/kompleksitas-revisi-taksonomi-bloom.html
http://prasastie.multiply.com/journal/item/47/TAKSONOMI_BLOOM_oleh_I._Prasastie
http://re-searchengines.com/afdhee5-07.html
http://statistikpendidikanii.blogspot.com/
http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan., (Jakarta:Rajawali Pers, 1996)
Sudjana, Nana, Dr., Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 1996).
Tayibnapis, Farida Yusuf Dr., M.Pd, Evaluasi Program, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).
Thoha, M. Chabib, Teknik evaluasi pendidikan (Jakarta: Rajawali Press,1996).

Alim_online di 17.40

Berbagi
Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Beranda

Lihat versi web

MENGENAI SAYA

Alim_online

Kajen, Pekalongan JawaTengah, Indonesia

Saya asli orang Pekalongan. Domisili di gejlig 06/III Kajen Kab. Pekalongan.

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Takrim Ar Rijal

Selasa, 31 Maret 2015

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN "TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN"

MAKALAH

EVALUASI PEMBELAJARAN

“TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN”


Oleh Kelompok 4 Matematika 3A :

1. Akroun Nafiani ( 13321747)

2. Mustika Rahmawati (13321683)

3. Takrim Arrijal A’na (13321700 )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

TAHUN AKADEMIK 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Evaluasi Pendidikan dengan
judul “ Taksonomi Tujauan Pembelajaran “ ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Intan Sari Rufiana, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Evaluasi
Pendidikan yang telah memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang pengklasifikasian tujuan pembelajaran. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang telah harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga penelitian ini dapat
dipahami dan bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Ponorogo , 30 September 2014

PENULIS

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i

DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.....................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................2

BAB 11 PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAKSONOMI (BLOOM) .................................3

B. PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM).....................4


C. TUJUAN PEMBELAJARAN TAKSONOMI (BLOOM)

1. RANAH KOGNITIF..........................................................5

2. RANAH AFEKTIF.............................................................8

3. RANAH PSIKOMOTORIK..............................................10

BAB 111 PENUTUP

A. KESIMPULAN ……………………………………………….…14

B. SARAN ...........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16

BAB I

PENDAHULUAN

A. BELAKANG MASALAH

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat setrategis dalam meningkatkan sumber daya manusia
dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Usaha untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia
melalui pendidikan perlu mendapat perhatian khusus. Undang-undang Pendidikan No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk
watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakal mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis dan peka terhadap tantangan zaman. Jadi jelaslah
pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja agar anak didik memiliki sikap dan
kepribadian yang baik, sehingga penerapan pendidikan harus diselengggarakan sesuai dengan
Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan UU No. 20/ 2003.

Kegiatan belajar merupakan proses pendidikan di sekolah. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya
pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana pencapaian taksonomi
pendidikan yang dialami siswa yang mencakup aspek kongnitif, afektif dan psikomotorik. Dalam
suatu lembaga pendidikan keberhasilan proses belajar mengajar dapat di lihat juga dari prestasi
belajar yang dicapai oleh peserta didik. Pendapat ini diungkapkan Fatimah (2011: 95) dalam majalah
ilmiah mengatakan dalam konteks pembelajaran ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan
untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Salah satu tolak ukur yang digunakan adalah prestasi
belajar yang mengacu pada pencapaian taksonomi pendidikan yang mencangkup aspek
kognitif,afektif, dan psikomotorik. Salah satu upaya yang menjadikan seseorang berprestasi adalah
melakukan kegiatan yang berkelanjutan. Artinya, setelah seseorang menyadari potensi dirinya
disuatu bidang maka ia akan terus menerus berusaha untuk mengembangkannya menjadi
kemampuan utama. Seperti yang dikemukakan Dahlan (2008: 59) menyatakan prestasi adalah hasil
dari usaha mengembangkan bakat secara terus menerus. Hasil belajar tersebut merupakan prestasi
belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa setelah mengerjakan soal yang diberikan oleh
guru pada saat evaluasi dilaksanakan. Keberhasilan pembelajaran disekolah akan terwujud dari
keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari
dalam individu maupun dari luar individu. Menurut Ahmadi (2004: 138) prestasi belajar yang dicapai
seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri
(faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Faktor dari dalam individu, meliputi
faktor fisik dan psikis, diantaranya adalah minat siswa.

Minat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara tetap dalam melakukan proses
belajar. Sesuia dengan pendapat Menurut Slameto (2010: 57) minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati siswa,
diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa kepuasan. Lebih lanjut
dijelaskan minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada
yang menyuruh. Seseorang yang memiliki minat terhadap kegiatan tertentu cenderung memberikan
perhatian yang besar terhadap kegiatan tersebut. Tentunya dalam melaksanakan kegiatan dan
usaha pencapaian tujuan perlu adanya pendorong untuk menumbuhkan minat yang dilakukan oleh
guru, semangat pendidik dalam mengajar siswa berhubungan erat dengan minat siswa yang belajar.
Apabila guru mempunyai semangat untuk memperhatikan dan memengenang kegiatan mengajar
akan sangat mempengaruhi minat siswa terhadap materi yang diajarkan. Seorang guru tidak dapat
membangkitkan minat siswa, jika guru tersebut tidak memiliki minat dalam memberikan materi
pelajaran.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian taksonomi (bloom) ?

2. Apakah perbedaan taksonomi (bloom) dan revisi taksonomi (bloom) ?

3. Apa tujuan pembelajaran menurut taksonomi (bloom) ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGARTIAN TAKSONOMI (BLOOM)

Kata “taksonomi” diambil dari bahasa yunani “tassein” yang berarti untuk mengelompokan dan
“nomos” yang berati aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai pengelompokan suatu hal
berdasrkan hieraki (tingkatan) tertentu. Dimana taksonomi yang lebih tinggi bersifat lebih umum
dan taksonomi yang lebih rendah besifat lebih spesifik.

Dalam biologi, taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari penggolongan
atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua sebutan, yang
dikenal sebagai tata nama binomial atau binomial nomenclature, yang diusulkan oleh Carl von Linne
(Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis berkebangsaan Swedia. Ia memperkenalkan enam
hierarki (tingkatan) untuk mengelompokkan makhluk hidup. Keenam hierarki (yang disebut takson)
itu berturut-turut dari tingkatan tertinggi (umum) hingga terendah (spesifik) adalah :

· Phylum/Filum untuk hewan, atauDivisio/Divisi untuk tumbuhan

· Classis/Kelas,

· Ordo/Bangsa,

· Familia/Keluarga/Suku,

· Genus/Marga, dan

· Species/jenis.

Dalam cabang ilmu tanah(pedologi), taksonomi tanah dibuat berdasarkan sejumlah variabel yang
mencirikan keadaan suatu jenis tanah. Karena klasifikasi awal tidak sistematis, pada tahun 1975 tim
dari 'Soil Survey Staff' dari Departemen Pertanian Amerika Serikan (USDA) menerbitkan suatu
kesepakatan dalam taksonomi tanah. Sejak saat itu, setiap jenis tanah paling sedikit memiliki dua
nama. Meskipun nama baru sudah diberikan, nama lama seringkali masih dipakai karena aturan
dari Soil Survey Staffdianggap terlalu rinci.

Dapat disimpulkan bahwa dalampendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan tujuan


pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu: kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan
subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana
sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama kali disusun
oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula disebut sebagai
"Taksonomi Bloom". Jadi taksonomi (bloom) adalahpengklasifikasian tujuan pendidikan dengan
menyajikannya dalam bentuk hirarki. Tujuan penyajian ke dalam bentuk system klasifikasi hirarki ini
dimaksudkan untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada diri siswa sebagai hasil buah
pembelajaran. Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) ranah, yaitu:

1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya
mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application),
penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation)

2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap,
kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization),
dan karakterisasi (characterization)

3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan
fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari :
kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan
menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.

B. PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM)

Pada 1990-an, Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom karena mencerminkan berbagai bentuk
pemikiran yang merupakan proses aktif yang membutuhkan kata kerja yang lebih akurat. Pada
awalnya Bloommengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan (knowledge),
pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi
(evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan Kratwohlmerevisinya menjadi
dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis.
Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan
(apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Sedangkan pada dimensi
isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual (conceptual
knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan metakognisi
(metacognitive knowledge). Tingkat taksonomi Lorin Anderson sebagai berikut ( Pickard , 2007) :

1. Mengingat : kemampuan siswa untuk mengingat atau mengingat informasi

2. Memahami : kemampuan untuk menjelaskan ide-ide atau konsep

3. Menerapkan : kemampuan untuk menggunakan informasi dengan cara baru

4. Menganalisis : kemampuan untuk membedakan antara bagian yang berbeda

5. Mengevaluasi : kemampuan untuk membenarkan sikap atau keputusan

6. Menciptakan : kemampuan untuk menciptakan produk baru atau sudut pandang

Jadi perbedaan taksonomi (bloom) dengan revisi taksonomi (bloom) terletak pada pengklasifikasian
tujuan dari taksonominya.

C. TUJUAN PEMBELAJARAN TAKSONOMI (BLOOM)

Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-nilai. Taksonomi Bloom


merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor M.D Engelhart, E
Frust, W.H. Hill dan D.R Krathwohl, yang kemudian di dukung oleh Ralp W. Tyler. Bloom
merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3 tingkatan yaitu :

1. Ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya
yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif berhubungan
dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Tujuan aspek kognitif
berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih
sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa
untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang
dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang kegiatan


mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya masih
kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak semudah
seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan
pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Dalam ranah kognitif itu
terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan
jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

· Pengetahuan: mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan.
Hal-hal itu dapat meliputi fakta, kaidah, dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang
disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan yang mengingat (recall)
atau mengenal kembali (recognition). Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai
berikut: “ siswa akan mampu menyebutkan nama semua sekretaris jendral PBB, sejak saat PBB mulai
berdiri”, “siswa akan mampu menulis semua nama provinsi ditanah Indonesia, padapeta perbatasan
daerah-daerah provinsi”.

· Pemahaman: mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang
dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan,
mengubah data yang disajikan dlam bentuk tertentu kedalam bentuk lain, seperti rumus matematika
kedalam bentuk kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang Nampak dalma data
tertentu seperti dalam grafik. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari pada kemampuan (1).
Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “ siswa akan mampu menguraikan,
dalam kata-kata sendiri, garis-garis besar dalam nakah bahasa inggris”, “siswa akan mampu
meperkirakan jumlah kecelakaan lalu lintas selama lima tahun yang akan dating, berdasarkan data
dalam grafik kecelakan lalu lintas selama lima tahun yang lalu, kalau situasi lalu lintas tetap sama”.

· Penerapan: mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada
suatu khasus atau problem yang kongkrit dan baru. Adanya kemampuan dinyataka dalam aplikasi
suatu metode kerja pada pemecahan problem baru. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari pada
kemampuan (2), karena memahami suatu kaidah belum tentu membawa kemampuan untuk
menerapkannya terhadap suatu khasus atau problem baru. Misalnya, TIK yang untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu menghitung jumlah liter cat yang dibutuhkan untuk
mencat semua dinding disuatu ruang dan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Data mengenai
ukuran-ukuran ruang, kuantitas cat yang diperlukan untuk setiap m3 dan hardga cat perkaleng
@2liter, disajikan”.

· Analisis: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga
struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama
dengan hubungan atau relasi antara semua bagian itu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi
daripada kemampuan (3), karena sekaligus harus ditangkap adanya kesamaan dan adanya pebedaan
antara sejumlah hal. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan
mampu menempatkan suatu kumpulan bunga berjumlah 20 kuntum dalam empat kategori, menurut
pilihannya sendiri”.

· Sintesis: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian
dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam membuat suatu rencana, seperti penyusunan satuan pelajaran atau proposal
penelitian ilmiah, dalam mengembangkan suatu skema dasarsebagai pedoman dalam memberikan
ceramah dan lain sebagainya kemampuan ini setingkat lebih daripada kemampuan (4), karena
dituntut kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi. Misalnya, TIK yang untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu memberikan uraian lisan tentang perlunya
penataan P4, dengan berpegang pada suatu kerangka yang mengandung pembukaan, inti, ringkasan
pembahasan dan kesimpulan”; “mahasiswa akan mampu menghasilkan dan merumuskan suatu
hipotesis penelitian, berdasarkan sejumlah data tentang siswa yang drop-out disekolah dasar”.

· Evaluasi: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau
beberapa hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, berdasarkan criteria tertentu.
Kemampuan itu dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu, seperti penilaian
terhadap penguguran kandungan berdasarkan norma moralitas, atau pernyataan pendapat terhadap
sesuatu, seperti dalam menilat tepat-tidaknya perumusan suatu TIK, berdasarkan criteria yang
berlaku dalam perumusan TIK yang baik. Kemampuan ini adalah tingkatan tertinggi, kaena
mencakup semua kemampuan dalam (1) sampai (5). Misalnya TIK yang dirumuskan sebagai berikut
:”mahasiswa FIP akan mampu mengandalkan evaluasi tertulis, terhadap contoh-contoh perumusan
TK yang dberikan dalam (1) sampai (5) diatas , berdasarkan criteria yang berlaku bagi perumusan TIK
yang baik.

2. Ranah afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak
perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat
tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam
mengikuti mata pelajaran agama disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak
mengenai pelajaran agama Islam yang di terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap
guru pendidikan agama Islam dan sebagainya. Beberapa tingkatan dalam ranah afektif adalah
sebagai berikut:

· Penerimaan : mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru.
Kesediaan itu dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu, seperti memandang gambar yang dibuat
dipapan tulis atau mendengarkan jawaban teman sekelas atas pertanyaan guru. Namun perhatian
itu masih pasif. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan rela
memandangi pata geografi tanah Indonesia yang dipamerkan didepan kelas”.

· Partisipasi: mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang
disajikan, seperti membacakan dengan suara nyaring bacaan ang ditunjukan atau menunjuan minat
dengan membawa pulang buku bacaan yang ditawarkan. Misalnya, TIK yang untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan rela berpartisipasi dalam upacara kenaikan
bendera,dengan berdiri tegak dan menyanyikan lagu kebangsaan dengan volume suara penuh.

· Penilaian: mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa
diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima, menolak atau mengabaikan;
sikap itu dinyatakan dalam timgkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin. Kemampuan
itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan, seperti mengungkapakan pendapat positif
tentang pameran lukisan modern (apresiasi seni) atau mendatangi ceramah disekolah, yang
diberikan oleh astronot Indonesia yang pertama. Perkataan atau tindakan itu tidak hanya sekali saja,
tetapi diulang kembali bila kesempatanya timbul; dengan demikian, nampaklah adanya suatu sikap
tertentu. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut “Siswa akan menunjukan
sikap positif terhadap belajar kelompok, dengan cara mempersiapkan sejumlah pertanyaan secara
tertulis, mendatangi pertemuan kelompok secar rutin dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan
belajar”.

· Organisasi :mencakup kemampuan untuk membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan
pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai:
mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana tidak begitu penting. Kemampuan itu
dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk
keseimbangan yang wajar kebebasan dan tangung jawab dalam suatu Negara demokrasi atau
menyusun rencana masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat dan cita-cita hidup. Misalkan,
TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: ” mahasiswa akan mampu menguraikan,
secara tertulis, bentuk keseimabangan yang wajar antara kewajiban pimpinan sekolah untuk untuk
mengatur kurikulum sekolah menurut kebuutuhan setempat dan kewajiban pimpinan sekolah untuk
melaksanakan GBPP yang ditetapkan secara nasional”. Organsasin mengandung unsure kognitif
sebagai dasar untuk bertindak.

· Pembentukan pola hidup : mencakup kemampuan untuk mengahayati nilai-nilai kehidupan


sedemikian rupa , sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan
jelas dalam mengatur kehidupanya sendiri. Orang telah memiliki suatu perangkat nilai yang jelas
hubunganya satu sama lain, yang menjadi pedoman dalam bertindak dan konsisten selama kurun
waktu cukup lama. Kemampuan itu dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti
mencurahkan waktu secukupnya pada tugas belajar/bekerja tugas membina kerukunan keluarga,
tugas beribadah, tugas menjaga kesehatan dirinya sendiri dan lain sebagainya. Kemampuan yang
demikian ini, kiranya sulit untuk dituangkan untuk suatu TIK, karena mengandung unsure kebiasaan
yang baru dibentuk setelah waktu yang cukup lama, misalnya kemampuan untuk menunjukan
kerajinan, ketelitian dan disiplin dalam kehidupan pribadi. Harus diakui bahwa penggolongan ini
masih bertumpang tindih diantara tahap dan dengan ranah kognitif, dan cenderung mengikuti fase-
fase dalam perkembangan moral seorang anak darikecil sampai dewasa.

3. Ranah psikomotorik

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah
ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul,
dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan
bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan
bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk
kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotorik ini dikembangkan oleh simpson
yang terdiri dari beberapa tingkatan antara lain:

· Presepsi : mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua
perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara cir-ciri fisik yang khas pada masing-masing
rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukan keasadaran
akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada, seperti
dalam menyisihkan benda yang berwarna merah dari yang berwarna hijau. Misalnya, TIK yang untuk
sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu membedakan antara bentuk huruf d dan
g atau antara angka 6 dan 9, yang ditulis di papn tulis

· Kesiapan : mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai
suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani
dan mental, seperti dalam mempersiapkan diri untuk menggerakan kendaraan yang ditumpangi,
setelah menunggu beberapa lam didepan lampu lintas yang berwarna merah. Misalnya, TIK yang
untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu mengambil posisi tubuh yang
tepat, sebelum meninggalkan garis start dalam perlombaan lari cepat”.

· Gerakan terbimbing : mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik,


sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam mengerakan
anggota tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan, seperti dalam meniru
urutan gerakan tarian atau dalam meniru suara bayi. Misalnya, TIK yang dirumuskan sebagai berikut:
“Siswa akan mampu membuat lingkaran diatas kertas secara tepat dngan mengunakan sebuah
jangka; sesuai dengan contoh yang diberikan oleh guru dipapan tulis”

· Gerakan yang terbiasa : mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik
dengan lancer, karena sudah dilatih secukupnya, tsnps memperhatikan contoh yang diberikan.
Kemampuan ini dinyatakan dalam mengerakan anggota/ bagian tubuh, sesuai dengan prosedur yang
tepat, seperti dalam mengerakan kaki, lengan dan tangan secara terkoordinasi. Misalnya, TIK yang
dirumuskan sebagai berikut: “ siswa akan mampu melompat dan menitipkan boal volley dalam net
selama 10 menit, dengan membuat kesalahan maksimal 5 kali”.

· Gerakan kompleks: mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, adanya


kemampuan ini dinyatakan dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan
mengabungkan beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur,
seperti dalam mmbongkar mesin mobil dalam bagian-bagiannya dan memasangkan kemvbali.
Misalnya, TIK yang dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu membuat sebuah sekrup yang
panjangnya 3 cm dan tebalnya ¼ cm, dalam waktu setengah jam, dengan menggunakan mesin listrik
di bengkel”.

· Penyesuaian pola gerakan : mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan


penyesuaian pola geraik-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukan suatu taraf
keterampilan yang telah mencapai kemahiran, misalnya seorang pemain tenis yang menyesuaikan
pola permainannya dengan gay bermain dari lawanya atau dengan kondisi lapangan. Taraf
kemahiran ini jarang akan tercapai dalam mengajar satu TIK saja.

· Kreatvitas : mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yangbaru,


seeluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya sosok orang yang berketrampilan tinggi
dan berani berpikir kreatif , akan mampu mencapai tingakt kesempurnaan ini, seperti kadang-
kadang dapat disaksikan dalam pertunjukan tarian dilapisan es dengan diiringi musik instrumental.

Selain sympson, Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar psikomotor
dapat dibedakan menjadi lima tahap yaitu :

· Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat
atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola dengan tepat
karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.

· Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat tetapi
berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik dapat
memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang dibacanya.

· presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu


menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang
dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.

· artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya
merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian
memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini,
peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan
tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.

· naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang melibatkan
fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang peserta didik dapat
mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang
diinginkan.

Selain beberapa aspek diatas keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh minat belajar
siswa.Minat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara tetap dalam melakukan
proses belajar. Sesuai dengan pendapat Menurut Slameto (2010: 57) minat adalah kecenderungan
yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati siswa,
diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa kepuasan. Lebih lanjut
dijelaskan minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada
yang menyuruh. Seseorang yang memiliki minat terhadap kegiatan tertentu cenderung memberikan
perhatian yang besar terhadap kegiatan tersebut. Tentunya dalam melaksanakan kegiatan dan
usaha pencapaian tujuan perlu adanya pendorong untuk menumbuhkan minat yang dilakukan oleh
guru, semangat pendidik dalam mengajar siswa berhubungan erat dengan minat siswa yang belajar.
Apabila guru mempunyai semangat untuk memperhatikan dan memengenang kegiatan mengajar
akan sangat mempengaruhi minat siswa terhadap materi yang diajarkan. Seorang guru tidak dapat
membangkitkan minat siswa, jika guru tersebut tidak memiliki minat dalam memberikan materi
pelajaran matematika.
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Taksononomi ialah yang berhubungan
dengan kegiatan pendidikan sehari- hari yang di maksud pendidikan sehari-hari ialah pendidikan
dalam bentuk tingkah laku. Ada tiga macam tingkah laku yang kita kenal secara umum yaitu :

1. Kognitif

2. Afektif

3. Prikomotor.

Dari ketiga inilah muncul pengertian taksonomi yang kemudian dirumuskan oleh Benjamin S.Bloom
yang kita kenal sekarang dengan sebutan taksonomi Bloom. Dalam hal ini Bloom membagi tujuan
pendidikan menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali
kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Belajar yang dilaksanakan oleh siswa diharapkan dapat mengembangkan prestasi belajar siswa
tersebut, Karena prestasi merupakan tolak ukur pencapaian aspek-aspek yang bersifat kongnitif,
afektif dan psikomotorik sesuai dengan pendapat Fatimah (2011: 95) dalam majalah ilmiah
mengatakan “dalam konteks pembelajaran ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan untuk
mengetahui prestasi belajar siswa. Salah satu tolak ukur yang digunakan adalah prestasi belajar yang
mengacu pada pencapaian taksonomi pendidikan yang mencangkup aspek kognitif,afektif, dan
psikomotorik”. Dan dipertegas oleh Nana Sudjana dalam Fatimah (2011: 95) menyatakan bahwa
pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar siswa merujuk pada pencapaian aspek-aspek yang
bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ditinjau dari segi aspek perubahan yang ingin dicapai,
prestasi belajar setidaknya dapat dideskripsikan menjadi beberapa aspek pengetahuanatau
pemahaman, aspek keterampilan, aspek nilai dan aspek sikap. Prestasi belajar yang dicapai
seseorang merupakan hasil interaksi antar lingkungan, keluarga dan masyarakat.

B. SARAN

1. Bagi siswa

Bagi siswa khususnya, diharapkan untuk dapat memahami pengklasifikasian pembelajaran


secara kognitif, afektif, dan psikomotirik agar siswa mampu merealisasikan kedalam proses belajar
mengajar.

2. Bagi guru

Guru dihendaknya dapat mengetahui minat belajar siswa dalam belajar sedini mungkin,
sebagai langkah awal membina dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Bagi pene
Takrim Ar Rijal
Selasa, 31 Maret 2015

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN "TAKSONOMI


TUJUAN PEMBELAJARAN"
MAKALAH
EVALUASI PEMBELAJARAN
“TAKSONOMI TUJUAN PEMBELAJARAN”

Oleh Kelompok 4 Matematika 3A :

1. Akroun Nafiani ( 13321747)

2. Mustika Rahmawati (13321683)

3. Takrim Arrijal A’na (13321700 )


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah Evaluasi Pendidikan
dengan judul “ Taksonomi Tujauan Pembelajaran “ ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Intan Sari Rufiana, M.Pd selaku Dosen mata kuliah
Evaluasi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita tentang pengklasifikasian tujuan pembelajaran. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa yang telah harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga penelitian ini dapat dipahami dan
bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Ponorogo , 30 September 2014

PENULIS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................i
DAFTAR ISI .....................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.....................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................2

BAB 11 PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAKSONOMI (BLOOM) .................................3

B. PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM).....................4

C. TUJUAN PEMBELAJARAN TAKSONOMI (BLOOM)

1. RANAH KOGNITIF..........................................................5

2. RANAH AFEKTIF.............................................................8

3. RANAH PSIKOMOTORIK..............................................10

BAB 111 PENUTUP

A. KESIMPULAN ……………………………………………….…14

B. SARAN ...........................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN
A. BELAKANG MASALAH

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat setrategis dalam meningkatkan sumber


daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa indonesia dalam mewujudkan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Usaha untuk meningkatkan
pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan perlu mendapat perhatian khusus.
Undang-undang Pendidikan No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
berfungsi mengembangkan kemampuan membentuk watak dan peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa berakal mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan peka terhadap tantangan zaman. Jadi jelaslah pendidikan merupakan kegiatan
yang dilakukan dengan sengaja agar anak didik memiliki sikap dan kepribadian yang baik, sehingga
penerapan pendidikan harus diselengggarakan sesuai dengan Sistem Pendidikan Nasional
berdasarkan UU No. 20/ 2003.

Kegiatan belajar merupakan proses pendidikan di sekolah. Ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana pencapaian
taksonomi pendidikan yang dialami siswa yang mencakup aspek kongnitif, afektif dan
psikomotorik. Dalam suatu lembaga pendidikan keberhasilan proses belajar mengajar dapat di
lihat juga dari prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik. Pendapat ini diungkapkan Fatimah
(2011: 95) dalam majalah ilmiah mengatakan dalam konteks pembelajaran ada beberapa tolak
ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Salah satu tolak ukur yang
digunakan adalah prestasi belajar yang mengacu pada pencapaian taksonomi pendidikan yang
mencangkup aspek kognitif,afektif, dan psikomotorik. Salah satu upaya yang menjadikan
seseorang berprestasi adalah melakukan kegiatan yang berkelanjutan. Artinya, setelah seseorang
menyadari potensi dirinya disuatu bidang maka ia akan terus menerus berusaha untuk
mengembangkannya menjadi kemampuan utama. Seperti yang dikemukakan Dahlan (2008: 59)
menyatakan prestasi adalah hasil dari usaha mengembangkan bakat secara terus menerus. Hasil
belajar tersebut merupakan prestasi belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa
setelah mengerjakan soal yang diberikan oleh guru pada saat evaluasi dilaksanakan. Keberhasilan
pembelajaran disekolah akan terwujud dari keberhasilan belajar siswa. Keberhasilan siswa dalam
belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu maupun dari luar individu. Menurut
Ahmadi (2004: 138) prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai
faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor
eksternal) individu. Faktor dari dalam individu, meliputi faktor fisik dan psikis, diantaranya adalah
minat siswa.

Minat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara tetap dalam
melakukan proses belajar. Sesuia dengan pendapat Menurut Slameto (2010: 57) minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang diminati siswa, diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa
kepuasan. Lebih lanjut dijelaskan minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Seseorang yang memiliki minat terhadap kegiatan
tertentu cenderung memberikan perhatian yang besar terhadap kegiatan tersebut. Tentunya
dalam melaksanakan kegiatan dan usaha pencapaian tujuan perlu adanya pendorong untuk
menumbuhkan minat yang dilakukan oleh guru, semangat pendidik dalam mengajar siswa
berhubungan erat dengan minat siswa yang belajar. Apabila guru mempunyai semangat untuk
memperhatikan dan memengenang kegiatan mengajar akan sangat mempengaruhi minat siswa
terhadap materi yang diajarkan. Seorang guru tidak dapat membangkitkan minat siswa, jika guru
tersebut tidak memiliki minat dalam memberikan materi pelajaran.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian taksonomi (bloom) ?

2. Apakah perbedaan taksonomi (bloom) dan revisi taksonomi (bloom) ?

3. Apa tujuan pembelajaran menurut taksonomi (bloom) ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGARTIAN TAKSONOMI (BLOOM)

Kata “taksonomi” diambil dari bahasa yunani “tassein” yang berarti untuk
mengelompokan dan “nomos” yang berati aturan. Taksonomi dapat diartikan sebagai
pengelompokan suatu hal berdasrkan hieraki (tingkatan) tertentu. Dimana taksonomi yang lebih
tinggi bersifat lebih umum dan taksonomi yang lebih rendah besifat lebih spesifik.

Dalam biologi, taksonomi juga merupakan cabang ilmu tersendiri yang mempelajari
penggolongan atau sistematika makhluk hidup. Sistem yang dipakai adalah penamaan dengan dua
sebutan, yang dikenal sebagai tata nama binomial atau binomial nomenclature, yang diusulkan
oleh Carl von Linne (Latin: Carolus Linnaeus), seorang naturalis berkebangsaan Swedia. Ia
memperkenalkan enam hierarki (tingkatan) untuk mengelompokkan makhluk hidup. Keenam
hierarki (yang disebut takson) itu berturut-turut dari tingkatan tertinggi (umum) hingga terendah
(spesifik) adalah :
 Phylum/Filum untuk hewan, atauDivisio/Divisi untuk tumbuhan

 Classis/Kelas,

 Ordo/Bangsa,

 Familia/Keluarga/Suku,

 Genus/Marga, dan

 Species/jenis.

Dalam cabang ilmu tanah(pedologi), taksonomi tanah dibuat berdasarkan


sejumlah variabel yang mencirikan keadaan suatu jenis tanah. Karena klasifikasi awal tidak
sistematis, pada tahun 1975 tim dari 'Soil Survey Staff' dari Departemen Pertanian Amerika Serikan
(USDA) menerbitkan suatu kesepakatan dalam taksonomi tanah. Sejak saat itu, setiap jenis tanah
paling sedikit memiliki dua nama. Meskipun nama baru sudah diberikan, nama lama seringkali
masih dipakai karena aturan dari Soil Survey Staffdianggap terlalu rinci.

Dapat disimpulkan bahwa dalampendidikan, taksonomi dibuat untuk mengklasifikasikan


tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain, yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa
kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat
diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah. Taksonomi ini pertama
kali disusun oleh Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan pada tahun 1956, sehingga sering pula
disebut sebagai "Taksonomi Bloom". Jadi taksonomi (bloom) adalahpengklasifikasian tujuan
pendidikan dengan menyajikannya dalam bentuk hirarki. Tujuan penyajian ke dalam bentuk system
klasifikasi hirarki ini dimaksudkan untuk mengkategorisasi hasil perubahan pada diri siswa sebagai
hasil buah pembelajaran. Menurut Bloom perilaku individu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga)
ranah, yaitu:

1. Ranah kognitif; ranah yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dalamnya
mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application),
penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation)

2. Ranah afektif; ranah yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap,
kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), dan karakterisasi (characterization)

3. Ranah psikomotor; ranah yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan
fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Ranah ini terdiri dari :
kesiapan (set), peniruan (imitation), membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan
menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru
untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.

B. PERBEDAAN REVISI TAKSONOMI (BLOOM)

Pada 1990-an, Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom karena mencerminkan berbagai
bentuk pemikiran yang merupakan proses aktif yang membutuhkan kata kerja yang lebih
akurat. Pada awalnya Bloommengklasifikan tujuan kognitif dalam enam level, yaitu pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi (apply), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) dalam satu dimensi, maka Anderson dan
Kratwohlmerevisinya menjadi dua dimensi, yaitu proses dan isi/jenis.
Pada dimensi proses, terdiri atas mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan
(apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), dan berkreasi (create). Sedangkan pada
dimensi isinya terdiri atas pengetahuan faktual (factual knowlwdge), pengetahuan konseptual
(conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan
metakognisi (metacognitive knowledge). Tingkat taksonomi Lorin Anderson sebagai berikut (
Pickard , 2007) :

1. Mengingat : kemampuan siswa untuk mengingat atau mengingat informasi

2. Memahami : kemampuan untuk menjelaskan ide-ide atau konsep

3. Menerapkan : kemampuan untuk menggunakan informasi dengan cara baru

4. Menganalisis : kemampuan untuk membedakan antara bagian yang berbeda

5. Mengevaluasi : kemampuan untuk membenarkan sikap atau keputusan

6. Menciptakan : kemampuan untuk menciptakan produk baru atau sudut pandang

Jadi perbedaan taksonomi (bloom) dengan revisi taksonomi (bloom) terletak pada
pengklasifikasian tujuan dari taksonominya.
C. TUJUAN PEMBELAJARAN TAKSONOMI (BLOOM)

Tingkatan-tingkatan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingkatan nilai-


nilai. Taksonomi Bloom merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S
Bloom Editor M.D Engelhart, E Frust, W.H. Hill dan D.R Krathwohl, yang kemudian di dukung oleh
Ralp W. Tyler. Bloom merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3 tingkatan yaitu :

1. Ranah kognitif

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan
menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan
masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide,
gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.

Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yangmengungkapkan tentang


kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi
yaitu evaluasi. Masalah afektif dirasakan penting oleh semua orang, namun implementasinya
masih kurang. Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak
semudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotor. Satuan pendidikan harus merancang
kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Dalam ranah
kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai
dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:

 Pengetahuan: mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-
hal itu dapat meliputi fakta, kaidah, dan prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang
disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan yang mengingat (recall)
atau mengenal kembali (recognition). Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut:
“ siswa akan mampu menyebutkan nama semua sekretaris jendral PBB, sejak saat PBB mulai berdiri”,
“siswa akan mampu menulis semua nama provinsi ditanah Indonesia, padapeta perbatasan daerah-
daerah provinsi”.

 Pemahaman: mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data
yang disajikan dlam bentuk tertentu kedalam bentuk lain, seperti rumus matematika kedalam bentuk
kata-kata, membuat perkiraan tentang kecenderungan yang Nampak dalma data tertentu seperti
dalam grafik. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari pada kemampuan (1). Misalnya, TIK yang
untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “ siswa akan mampu menguraikan, dalam kata-kata
sendiri, garis-garis besar dalam nakah bahasa inggris”, “siswa akan mampu meperkirakan jumlah
kecelakaan lalu lintas selama lima tahun yang akan dating, berdasarkan data dalam grafik kecelakan
lalu lintas selama lima tahun yang lalu, kalau situasi lalu lintas tetap sama”.

 Penerapan: mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu
khasus atau problem yang kongkrit dan baru. Adanya kemampuan dinyataka dalam aplikasi suatu
metode kerja pada pemecahan problem baru. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari pada
kemampuan (2), karena memahami suatu kaidah belum tentu membawa kemampuan untuk
menerapkannya terhadap suatu khasus atau problem baru. Misalnya, TIK yang untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu menghitung jumlah liter cat yang dibutuhkan untuk
mencat semua dinding disuatu ruang dan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Data mengenai ukuran-
ukuran ruang, kuantitas cat yang diperlukan untuk setiap m3 dan hardga cat perkaleng @2liter,
disajikan”.
 Analisis: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga
struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama
dengan hubungan atau relasi antara semua bagian itu. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada
kemampuan (3), karena sekaligus harus ditangkap adanya kesamaan dan adanya pebedaan antara
sejumlah hal. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu
menempatkan suatu kumpulan bunga berjumlah 20 kuntum dalam empat kategori, menurut
pilihannya sendiri”.

 Sintesis: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian
dihubungkan satu sama lain, sehingga terciptakan suatu bentuk baru. Adanya kemampuan ini
dinyatakan dalam membuat suatu rencana, seperti penyusunan satuan pelajaran atau proposal
penelitian ilmiah, dalam mengembangkan suatu skema dasarsebagai pedoman dalam memberikan
ceramah dan lain sebagainya kemampuan ini setingkat lebih daripada kemampuan (4), karena
dituntut kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi. Misalnya, TIK yang untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu memberikan uraian lisan tentang perlunya penataan
P4, dengan berpegang pada suatu kerangka yang mengandung pembukaan, inti, ringkasan
pembahasan dan kesimpulan”; “mahasiswa akan mampu menghasilkan dan merumuskan suatu
hipotesis penelitian, berdasarkan sejumlah data tentang siswa yang drop-out disekolah dasar”.

 Evaluasi: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa
hal, bersama dengan pertanggung jawaban pendapat itu, berdasarkan criteria tertentu. Kemampuan
itu dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu, seperti penilaian terhadap penguguran
kandungan berdasarkan norma moralitas, atau pernyataan pendapat terhadap sesuatu, seperti dalam
menilat tepat-tidaknya perumusan suatu TIK, berdasarkan criteria yang berlaku dalam perumusan TIK
yang baik. Kemampuan ini adalah tingkatan tertinggi, kaena mencakup semua kemampuan dalam (1)
sampai (5). Misalnya TIK yang dirumuskan sebagai berikut :”mahasiswa FIP akan mampu
mengandalkan evaluasi tertulis, terhadap contoh-contoh perumusan TK yang dberikan dalam (1)
sampai (5) diatas , berdasarkan criteria yang berlaku bagi perumusan TIK yang baik.

2. Ranah afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah
memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap mata pelajaran
pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran agama disekolah,
motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang di
terimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam dan
sebagainya. Beberapa tingkatan dalam ranah afektif adalah sebagai berikut:
 Penerimaan : mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk
memperhatikan rangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleh guru.
Kesediaan itu dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu, seperti memandang gambar yang dibuat
dipapan tulis atau mendengarkan jawaban teman sekelas atas pertanyaan guru. Namun perhatian itu
masih pasif. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan rela
memandangi pata geografi tanah Indonesia yang dipamerkan didepan kelas”.

 Partisipasi: mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan. Kesediaan itu dinyatakan dalam memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang
disajikan, seperti membacakan dengan suara nyaring bacaan ang ditunjukan atau menunjuan minat
dengan membawa pulang buku bacaan yang ditawarkan. Misalnya, TIK yang untuk sebagian
dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan rela berpartisipasi dalam upacara kenaikan bendera,dengan
berdiri tegak dan menyanyikan lagu kebangsaan dengan volume suara penuh.

 Penilaian: mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri
sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap: menerima, menolak atau mengabaikan; sikap
itu dinyatakan dalam timgkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin. Kemampuan itu
dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan, seperti mengungkapakan pendapat positif tentang
pameran lukisan modern (apresiasi seni) atau mendatangi ceramah disekolah, yang diberikan oleh
astronot Indonesia yang pertama. Perkataan atau tindakan itu tidak hanya sekali saja, tetapi diulang
kembali bila kesempatanya timbul; dengan demikian, nampaklah adanya suatu sikap tertentu.
Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut “Siswa akan menunjukan sikap positif
terhadap belajar kelompok, dengan cara mempersiapkan sejumlah pertanyaan secara tertulis,
mendatangi pertemuan kelompok secar rutin dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar”.

 Organisasi :mencakup kemampuan untuk membentuk suatu system nilai sebagai pedoman dan
pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai:
mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana tidak begitu penting. Kemampuan itu
dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menguraikan bentuk keseimbangan
yang wajar kebebasan dan tangung jawab dalam suatu Negara demokrasi atau menyusun rencana
masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat dan cita-cita hidup. Misalkan, TIK yang untuk
sebagian dirumuskan sebagai berikut: ” mahasiswa akan mampu menguraikan, secara tertulis, bentuk
keseimabangan yang wajar antara kewajiban pimpinan sekolah untuk untuk mengatur kurikulum
sekolah menurut kebuutuhan setempat dan kewajiban pimpinan sekolah untuk melaksanakan GBPP
yang ditetapkan secara nasional”. Organsasin mengandung unsure kognitif sebagai dasar untuk
bertindak.

 Pembentukan pola hidup : mencakup kemampuan untuk mengahayati nilai-nilai kehidupan sedemikian
rupa , sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam
mengatur kehidupanya sendiri. Orang telah memiliki suatu perangkat nilai yang jelas hubunganya satu
sama lain, yang menjadi pedoman dalam bertindak dan konsisten selama kurun waktu cukup lama.
Kemampuan itu dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang, seperti mencurahkan waktu
secukupnya pada tugas belajar/bekerja tugas membina kerukunan keluarga, tugas beribadah, tugas
menjaga kesehatan dirinya sendiri dan lain sebagainya. Kemampuan yang demikian ini, kiranya sulit
untuk dituangkan untuk suatu TIK, karena mengandung unsure kebiasaan yang baru dibentuk setelah
waktu yang cukup lama, misalnya kemampuan untuk menunjukan kerajinan, ketelitian dan disiplin
dalam kehidupan pribadi. Harus diakui bahwa penggolongan ini masih bertumpang tindih diantara
tahap dan dengan ranah kognitif, dan cenderung mengikuti fase-fase dalam perkembangan moral
seorang anak darikecil sampai dewasa.

3. Ranah psikomotorik

Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah
psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat,
melukis, menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh
Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini
sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil
belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku).
Ranah psikomotorik ini dikembangkan oleh simpson yang terdiri dari beberapa tingkatan
antara lain:

 Presepsi : mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang
atau lebih, berdasarkan pembedaan antara cir-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukan keasadaran akan hadirnya
rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada, seperti dalam
menyisihkan benda yang berwarna merah dari yang berwarna hijau. Misalnya, TIK yang untuk
sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu membedakan antara bentuk huruf d dan g
atau antara angka 6 dan 9, yang ditulis di papn tulis

 Kesiapan : mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu
gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan
mental, seperti dalam mempersiapkan diri untuk menggerakan kendaraan yang ditumpangi, setelah
menunggu beberapa lam didepan lampu lintas yang berwarna merah. Misalnya, TIK yang untuk
sebagian dirumuskan sebagai berikut: “siswa akan mampu mengambil posisi tubuh yang tepat,
sebelum meninggalkan garis start dalam perlombaan lari cepat”.

 Gerakan terbimbing : mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai
dengan contoh yang diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam mengerakan anggota
tubuh, menurut contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan, seperti dalam meniru urutan
gerakan tarian atau dalam meniru suara bayi. Misalnya, TIK yang dirumuskan sebagai berikut: “Siswa
akan mampu membuat lingkaran diatas kertas secara tepat dngan mengunakan sebuah jangka; sesuai
dengan contoh yang diberikan oleh guru dipapan tulis”

 Gerakan yang terbiasa : mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan
lancer, karena sudah dilatih secukupnya, tsnps memperhatikan contoh yang diberikan. Kemampuan
ini dinyatakan dalam mengerakan anggota/ bagian tubuh, sesuai dengan prosedur yang tepat, seperti
dalam mengerakan kaki, lengan dan tangan secara terkoordinasi. Misalnya, TIK yang dirumuskan
sebagai berikut: “ siswa akan mampu melompat dan menitipkan boal volley dalam net selama 10
menit, dengan membuat kesalahan maksimal 5 kali”.

 Gerakan kompleks: mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, adanya


kemampuan ini dinyatakan dinyatakan dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan
mengabungkan beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur,
seperti dalam mmbongkar mesin mobil dalam bagian-bagiannya dan memasangkan kemvbali.
Misalnya, TIK yang dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu membuat sebuah sekrup yang
panjangnya 3 cm dan tebalnya ¼ cm, dalam waktu setengah jam, dengan menggunakan mesin listrik
di bengkel”.

 Penyesuaian pola gerakan : mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan penyesuaian pola
geraik-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukan suatu taraf keterampilan yang telah
mencapai kemahiran, misalnya seorang pemain tenis yang menyesuaikan pola permainannya dengan
gay bermain dari lawanya atau dengan kondisi lapangan. Taraf kemahiran ini jarang akan tercapai
dalam mengajar satu TIK saja.

 Kreatvitas : mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yangbaru, seeluruhnya
atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya sosok orang yang berketrampilan tinggi dan berani
berpikir kreatif , akan mampu mencapai tingakt kesempurnaan ini, seperti kadang-kadang dapat
disaksikan dalam pertunjukan tarian dilapisan es dengan diiringi musik instrumental.

Selain sympson, Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar
psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap yaitu :

 Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang
dilihat atau diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola
dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.

 Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat
tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta didik
dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau teori yang
dibacanya.
 presisi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu
menghasilkan produk kerja yang tepat. Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang
dipukulnya sesuai dengan target yang diinginkan.

 artikulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil
kerjanya merupakan sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola
kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang
diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu
lari dengan arah dan kecepatan tepat serta memukul bola dengan arah yang tepat pula.

 naturalisasi adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang
melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa berpikir panjang
peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola
sesuai dengan target yang diinginkan.

Selain beberapa aspek diatas keberhasilan belajar juga sangat dipengaruhi oleh minat belajar
siswa.Minat merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara tetap dalam melakukan
proses belajar. Sesuai dengan pendapat Menurut Slameto (2010: 57) minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang diminati siswa, diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang dan diperoleh rasa
kepuasan. Lebih lanjut dijelaskan minat adalah suatu rasa suka dan ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Seseorang yang memiliki minat terhadap kegiatan
tertentu cenderung memberikan perhatian yang besar terhadap kegiatan tersebut. Tentunya
dalam melaksanakan kegiatan dan usaha pencapaian tujuan perlu adanya pendorong untuk
menumbuhkan minat yang dilakukan oleh guru, semangat pendidik dalam mengajar siswa
berhubungan erat dengan minat siswa yang belajar. Apabila guru mempunyai semangat untuk
memperhatikan dan memengenang kegiatan mengajar akan sangat mempengaruhi minat siswa
terhadap materi yang diajarkan. Seorang guru tidak dapat membangkitkan minat siswa, jika guru
tersebut tidak memiliki minat dalam memberikan materi pelajaran matematika.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Taksononomi ialah yang


berhubungan dengan kegiatan pendidikan sehari- hari yang di maksud pendidikan sehari-hari
ialah pendidikan dalam bentuk tingkah laku. Ada tiga macam tingkah laku yang kita kenal
secara umum yaitu :

1. Kognitif

2. Afektif

3. Prikomotor.

Dari ketiga inilah muncul pengertian taksonomi yang kemudian dirumuskan oleh
Benjamin S.Bloom yang kita kenal sekarang dengan sebutan taksonomi Bloom. Dalam hal ini
Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap
domain tersebut dibagi kembali kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.

Belajar yang dilaksanakan oleh siswa diharapkan dapat mengembangkan prestasi


belajar siswa tersebut, Karena prestasi merupakan tolak ukur pencapaian aspek-aspek yang
bersifat kongnitif, afektif dan psikomotorik sesuai dengan pendapat Fatimah (2011: 95) dalam
majalah ilmiah mengatakan “dalam konteks pembelajaran ada beberapa tolak ukur yang
dapat digunakan untuk mengetahui prestasi belajar siswa. Salah satu tolak ukur yang
digunakan adalah prestasi belajar yang mengacu pada pencapaian taksonomi pendidikan yang
mencangkup aspek kognitif,afektif, dan psikomotorik”. Dan dipertegas oleh Nana Sudjana
dalam Fatimah (2011: 95) menyatakan bahwa pencapaian prestasi belajar atau hasil belajar
siswa merujuk pada pencapaian aspek-aspek yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ditinjau dari segi aspek perubahan yang ingin dicapai, prestasi belajar setidaknya dapat
dideskripsikan menjadi beberapa aspek pengetahuanatau pemahaman, aspek keterampilan,
aspek nilai dan aspek sikap. Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi
antar lingkungan, keluarga dan masyarakat.

B. SARAN

1. Bagi siswa

Bagi siswa khususnya, diharapkan untuk dapat memahami pengklasifikasian pembelajaran


secara kognitif, afektif, dan psikomotirik agar siswa mampu merealisasikan kedalam proses belajar
mengajar.

2. Bagi guru

Guru dihendaknya dapat mengetahui minat belajar siswa dalam belajar sedini mungkin, sebagai
langkah awal membina dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

3. Bagi peneliti berikutnya

Untuk dapat mengembangkan permasalahan yang ada mengenai taksonomi dalam


pemndidikan dengan lebih banyak bahan sebagai rujukan, sehingga informasi-informasi
tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya pendidik dalam meningkatkan taraf
pandidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Formatif 2(2): 122-131 ISSN: 2088-351X / Roida E.F.S. /
PENGARUH MINAT DAN KEBIASAAN BELAJAR SISWA

TERRHADAP PRESTASI BELAJAR

Majid Abdul, (2013), PERENCANAAN PEMBELAJARAN MENGEMBANGKAN STANDAR KOMPETENSI


GURU, Bandung : Rosda

http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom

http://firdausanisaa.blogspot.com/2013/12/taksonomi-bloom-ranah-afektif-kognitif.html

Takrim Ar Rijal di 19.22


Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar
Beranda

Lihat versi web


Mengenai Saya

Takrim Ar Rijal
Lihat profil lengkapku
Pages

Beranda ▼
Diberdayakan oleh Blogger.

liti berikutnya

Untuk dapat mengembangkan permasalahan yang ada mengenai taksonomi dalam pemndidikan
dengan lebih banyak bahan sebagai rujukan, sehingga informasi-informasi tersebut dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya pendidik dalam meningkatkan taraf pandidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Formatif 2(2): 122-131 ISSN: 2088-351X / Roida E.F.S. /

PENGARUH MINAT DAN KEBIASAAN BELAJAR SISWA

TERRHADAP PRESTASI BELAJAR

Majid Abdul, (2013), PERENCANAAN PEMBELAJARAN MENGEMBANGKAN STANDAR KOMPETENSI


GURU, Bandung : Rosda

http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom

http://firdausanisaa.blogspot.com/2013/12/taksonomi-bloom-ranah-afektif-kognitif.html

Takrim Ar Rijal di 19.22

Berbagi

Tidak ada komentar:


Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Takrim Ar Rijal

Lihat profil lengkapku

Pages

Beranda ▼

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai