Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kunci pembangunan masa mendatang adalah pendidikan. Sebab dengan
pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya
sehingga mampu berpartisipasi dalam gerak maju sebuah pembangunan. Proses belajar
mengajar merupakan inti dari sebuah proses pendidikan yang komperhensifditunjang
dengan guru sebagai pemegang peran utama. Karena proses belajar pengajar
mengandung serangkaian interaksi antara guru dengan siswa yang didasarkan pada
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik atara guru dan siswa tersebut merupakan
syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik.
Dalam hal belajar mengajar tentu dibutuhkan sebuah strategi yang baik untuk
mencapai tujuan akhir dari sebuah pembelajaran. Keberhasilan sebuah strategi akan
mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Pembelajaran itu sendiri adalah kegiatan
yang bertujuan untuk membelajarkan siswa. Definisi lain menjelaskan pembelajaran
adalah seperangkat kejadian yang mempengaruhi siswa dalam situasi belajar. Dalam hal
ini pembelajaran akan dikatakan berhasil apabila telah mencapai indikator-indikator
tingkat keberhasilan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, ada beberapa point utama
yang akan menjadi pembahasan, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan keberhasilan?
2. Apa saja indikator penentu keberhasilan?
3. Bagaimana penilaian keberhasilan itu dilakukan?
4. Apa saja tingkat keberhasilan yang harus dicapai?
5. Bagaimana mencanangkan program perbaikan yang baik?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi keberhasilan?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam
pembahasan makalah:
1. Mengetahui definisi keberhasilan
2. Mengetahui indikator keberhasilan
3. Memahami penilaian keberhasilan
4. Mengetahui tingkat keberhasilan
5. Memahami program perbaikan
6. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Keberhasilan
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat (Winston Chuchill).
Keberhasilan secara etimologi yaitu berasal kata dari hasil yang artinya sesuatu yang
diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebagainya) oleh usaha.Keberhasilan juga berarti
memperoleh penghargaan, kepemimpinan. Keberhasilan bisa dikatakan bahwa akan
dilihat lebih tinggi oleh orang lain dalam usaha dan kehidupan sosial seseorang.
Keberhasilan juga berarti kebebasan, kebebasan dari rasa takut, rasa cemas, rasa frustasi
dan kegagalan. Keberhasilan itu bisa diartikan sebagai penghargaan diri.
Belajar secara etimologi adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.
Belajar berasal dari kata ajar yang artinya petunjuk yang diberikan kepada sesorang
supaya diketahui atau diturut.Chaplin (1972) dalam DictionaryofPsychology membatasi
belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi : “….acquisition of
any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience”
(Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat
latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as
a result of special practice (Belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai
akibat adanya latihan khusus).
Dari pengertian keberhasilan dan belajar dapat diketahui bahwa keberhasilan
belajar adalah tercapainya keadaan proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Keberhasilan belajar dapat diketahui dengan evaluasi karena evaluasi artinya
penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif
dkk., (1989), berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai
seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain kata evaluasi dan
assessment ada pula kata lain yang searti dan relative lebih dikenal dalam dunia
pendidikan kita yakni tes, ujian, dan ulangan.
2.2 Indikator Keberhasilan
Keberhasilan belajar merupakan prestasi peserta didik yang dicapai dalam
proses belajar mengajar. Untuk mengatahui keberhasilan belajar tersebut terdapat
3
beberapa indikator yang dapat dijadikan petunjuk bahwa proses belajar mengajar
tersebut dianggap berhasil atau tidak.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2006: 106) mengemukakan bahwa
indikator keberhasilan belajar, diantaranya yaitu:
1. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik
secara individual maupun kelompok, dan
2. perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah
dicapai oleh peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.
Lebih lanjut Zaenal Arifin (2009: 298) menyatakan bahwa indikator
keberhasilan belajar dapat dilihat dari berbagai jenis perbuatan atau pembentukan
tingkah laku peserta didik. Jenis tingkah laku itu di antaranya adalah:
a. kebiasaan, yaitu cara bertindak yang dimiliki peserta didik dan diperoleh melalui
belajar,
b. keterampilan, yaitu perbuatan atau tingkah laku yang tampak sebagai akibat kegiatan
otot dan digerakkan serta dikoordinasikan oleh sistem saraf,
c. akumulasi persepsi, yaitu berbagai persepsi yang diperoleh peserta didik melalui
belajar, seperti pengenalan simbol, angka dan pengertian,
d. asosiasi dan hafalan, yaitu seperangkat ingatan mengenai seseuatu sebagai hasil dari
penguatan melalui asosiasi, baik asosiasi yang disengaja atau wajar maupun asosiasi
tiruan,
e. pemahaman dan konsep, yaitu jenis hasil belajar yang diperoleh melalui kegiatan
belajar secara rasional,
f. sikap, yaitu pemahaman, perasaan, dan kecenderungan berperilaku peserta didik
terhadap sesuatu,
g. nilai, yaitu tolak ukur untuk membedakan antara yang baik dengan yang kurang baik,
serta (8) moral dan agama, moral merupakan penerapan nilai-nilai dalam kaitannya
dengan kehidupan sesama manusia, sedangkan agama adalah penerapan nilai-nilai yang
trasedental dan ghaib (konsep tuhan dan keimanan).
2.3 Penilaian Keberhasilan
Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar tersebut dapat
dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang Iingkupnya, tes
prestasi belajar dapat digolongkan ke dalam jenis penilaian sebagai berikut:
1. Tes Formatif

4
Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok
bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu.
2. Tes Subsumatif
Tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu
tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa
untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa .Hasil tes subsumatif ini
dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam
menentukan nilai rapor.
3. Tes Sumatif
Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok-pokok
bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran.
Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau tarafkeberhasilan belajar siswa dalam
suatu periode belajar tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan
kelas, menyusun peringkat (ranking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.
2.4 Tingkat Keberhasilan
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang
dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai.
Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa
tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Istimewa/ maksimal: Apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan itu dapat dikuasai
oleh siswa
2. Baik sekali/ optimal: Apabila sebagian besar (76% s.d. 99%) bahan pelajaran yang
diajarkan dapat dikuasai olehsiswa.
3. Baik/minimal : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d. 75% saja
dikuasai oleh siswa.
4. Kurang : Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.
Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap siswa dalam
pelajaran dan persentase keberhasilan siswa dalam mencapai TIK tersebut, dapatlah
diketahui keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilakukan siswa dan guru.
2.5 Program Perbaikan
Taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan
untuk berbagai upaya. Salah satunya adalah sehubungan dengan kelangsungan proses
5
belajar mengajar itu sendiri yang antara lain adalah: Apakah proses belajar mengajar
berikut pokok bahasan baru, mengulang seluruh pokok bahasan yang baru saja
diajarkan, atau mengulang sebagian pokok bahasan yang baru saja diajarkan, atau
bagaimana?
Jawaban terhadap pertanyaan terse but hendaknya didasarkan pada taraf atau
tingkat keberhasilan proses belajar mengajar yang baru saja dilaksanakan.
1. Apabila 75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar atau mencapai
tarafkeberhasilan minimal, optimal, atau bahkan maksimal, maka proses belajar
mengajar berikutnya dapat membahas pokok bahasan yang baru.
2. Apabila 75% atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar
mencapai taraf keberhasilan kurang (di bawah taraf minimal), maka proses belajar
mengajar berikutnya hendaknya bersifat perbaikan (remedial).
Pengukuran tentang taraf atau tingkatan keberhasilan proses belajar mengajar ini
temyata berperan penting. Karena itu, pengukurannya harus betul-betul shahih (valid),
andal (reliabel), dan lugas (objective). Hal ini mungkin tercapai bila alat ukurannya
disusun berdasarkan kaidah, aturan, hukum atau ketentuan penyusunan butir tes.
Pengajaran perbaikan biasanya mengandung kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Mengulang pokok bahasan seluruhnya.
b. Mengulang bagian dari pokok bahasan yang hendak dikuasai.
c. Memecahkan masalah atau menyelesaikan soal-soal bersama-sama.
d. Memberikan tugas-tugas khusus.
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Jika ada guru yang mengatakan bahwa dia tidak ingin berhasil dalam mengajar,
adalah ungkapan seorang guru yang sudah putus asa dan jauh dari kepribadian seorang
guru. Mustahil setiap guru tidak ingin berhasil dalam mengajar. Apalagi jika guru itu
hadir ke dalam dunia pendidikan berdasarkan tuntutan hati nurani. Panggilan jiwanya
pasti merintih atas kegagalan mendidik dan membina anak didiknya.
Betapa tingginya nilai suatu keberhasilan, sampai-sampai seorang guru berusaha
sekuat tenaga dan pikiran mempersiapkan program pengajarannya dengan baik dan
sistematik. Namun terkadang, keberhasilan yang dicita-citakan, tetapi kegagalan yang
ditemui; disebabkan oleh berbagai faktor sebagai penghambatnya. Sebaliknya, jika
keberhasilan itu menjadi kenyataan, maka berbagai faktor itu juga sebagai
pendukungnya. Berbagai faktor dimaksud adalah tujuan, guru, anak didik, kegiatan

6
pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi. Berbagai faktor tersebut
akan dijelaskan satu per satu sebagai berikut:
1. Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam
kegiatan belajar mengajar. Kepastian dari perjalanan proses belajar mengajar
berpangkal tolak dari jelas tidaknya perumusan tujuan pengajaran. Tercapainya tujuan
sama halnya keberhasilan pengajaran.
Sedikit banyaknya perumusan tujuan akan mempengaruhi kegiatan pengajaran
yang dilakukan oleh guru, dan secara langsung guru mempengaruhi kegiatan belajar
anak didik. Guru dengan sengaja menciptakan lingkungan belajar guna mencapai
tujuan. Jika kegiatan belajar anak didik dan kegiatan mengajar guru bertentangan,
dengan sendirinya tujuan pengajaran pun gagal untuk dicapai.
Karena sebagai pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai dalam
setiap kali kegiatan belajar mengajar, maka guru selalu diwajibkan merumuskan tujuan
pembelajarannya. Guru hanya merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK),
karena Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) sudah tersedia di dalam GBPP. Inilah
langkah pertama yang harus guru lakukan dalam menyusun rencana pengajaran.
Tujuan Pembelajaran Khusus ini harus dirumuskan secara operasional dengan
memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:.
a. Secara spesifik menyatakan perilaku yang akan dicapai.
b. Membatasi dalam keadaan mana perubahan perilaku diharapkan dapat terjadi (kondisi
perubahan perilaku).
c. Secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku dalam arti menggambarkan
standar minimal perilaku yang dapat diterima sebagai hasil yang dicapai.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) adalah wakil dari Tujuan Pembelajaran
Umum (TPU). Maka perbuatanTPK harus berpedoman pada TPU. Agar TPK dapat
mewakili terhadap TPU perlu dipikirkan beberapa petunjuk (indikator) suatu TPU.
lndikator suatu TPU itu banyak, namun dalam hal ini hendaknya yang dipilih yang
betul-betul penting sehingga dapat mewakili (representatif) TPU. Berdasarkan indikator
terpilih tersebut itulah dirumuskan TPK.
Contoh rumusan TPK berdasarkan ciri-ciri dan indikator terpilih tersebut
adalah: "Dengan menggunakan peta siswa dapat menunjukkan tiga daerah objek wisata
di Kalimantan Selatan dengan tepat dan benar."

7
Perumusan TPK yang bermacam-macam akan menghasilkan hasil belajar atau
perubahan perilaku anak yang bermacam-macam pula. Itu berarti keberhasilan proses
belajar mengajar bervariasi juga. Perilaku yang mana yang hendak dihasilkan,
menghendaki perumusan TPK yang sesuai dengan perilaku yang hendak dihasilkan.
Bila perilaku yang guru hendak capai adalah agar anak dapat membaca, maka
perumusan TPK nya harus mendukung tercapainya keterampilan membaca yang
diinginkan itu. Bila perilaku yang guru hendak capai adalah agar anak dapat menu lis,
maka perumusan TPK-nya harus mendukung tercapainya keterampiJan menulis yang
diinginkan. Baik keterampilan membaca maupun menulis adalah perilaku (behavior)
yang hendak dihasilkan dari kegiatan belajar mengajar. Bila kedua keterampilan
tersebut dikuasai oleh anak, maka guru dikatakan berhasil dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Tentu saja keberhasilan itu diketahui setelah dilakukan tes
formatif di akhir pengajaran.
Akhirnya, tujuan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasiIan
belajar mengajar dalam setiap kali pertemuan kelas.
2. Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan
kepada anak didik di sekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang
profesinya. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik
menjadi orang yang cerdas.
Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai dengan latar belakang
kehidupan sebelum mereka menjadi guru. Kepribadian guru diakui sebagai aspek yang
tidak bisa dikesampingkan dari kerangka keberhasilan belajar mengajar untuk
mengantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian.
Dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimpinan yang guru perlihatkan
ketika melaksanakan tugas mengajar di kelas.
Pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan mengajar
guru di kelas. Guru yang memandang anak sebagai makhluk individual dengan segala
perbedaan dan persamaannya, akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik
sebagai makhluk sosial. Perbedaan pandangan dalam memandang anak didik ini akan
melahirkan pendekatan yang berbeda pula. Tentu saja, hasil proses belajar mengajarnya
pun berlainan.
Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang
mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran. Guru
8
pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori
sebagai pendukung pengabdiannya. Kalaupun ditemukan kesulitan hanya pada aspek-
aspek tertentu. Hal itu adalah suatu hal yang wajar. Jangankan bagi guru pemula, bagi
guru yang sudah berpengalaman pun tidak akan pernah dapat menghindarkan diri dari
berbagai masalah di sekolah. Hanya yang membedakannya adalah tingkat kesulitan
yang ditemukan. Tmgkat kesulitan yang ditemukan guru semakin hari semakin
berkurang pada aspek tertentu seiring dengan bertambahnya pengalaman sebagai guru.
Guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan dan ditambah tidak
berpengalaman mengajar, akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi
guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan
keguruan. Seperti kebanyakan guru pemula jiwanya juga labil, emosinya mudah
terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya, tetapi dengan
semangat dan penuh ide untuk suatu tugas.
Berbagai permasalahan yang dikemukakan di depan adalah aspekaspek yang
ikut mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Paling tidak, keberhasilan belajar
mengajar yang dihasilkan bervariasi. Kevariasian ini dilihat dari tingkat keberhasilan
anak didik menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam setiap kali
pertemuan kelas. Variasi hasil produk ini patokannya adalah tujuan pembelajaran yang
harus dicapai oleh setiap anak didik.
3. Anak didik
Anak didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah. Orang
tuanyalah yang memasukkannya untuk dididik agar menjadi orang yang berilmu
pengetahuan di kemudian hari. Kepercayaan orang tua anak diterima oleh guru dengan
kesadaran dan penuh keikhlasan. Maka jadilah guru sebagai pengemban tanggungjawab
yang diserahkan itu.
Tanggungjawab guru tidak hanya terdapat seorang anak, tetapi dalam jumlah
yang cukup banyak. Anak yang dalam jumlah yang cukup banyak itu tentu saja dari
latar belakang kehidupan sosial keluarga dan masyarakat yang berlainan. Karenanya,
anak-anak berkumpul di sekolah pun mempunyai karakteristik yang bermacam-macam.
Kepribadian mereka ada yang pendiam, ada yang periang, ada yang suka bicara, ada
yang kreatif, ada yang keras kepala, ada yang manja, dan sebagainya. Intelektual
mereka juga dengan tingkat kecerdasan yang bervariasi. Biologis mereka dengan

9
struktur atau keadaan tubuh yang tidak selalu sama. Karena itu, perbedaan anak pada
aspek biologis, intelektual, dan psikologis ini mempengaruhi kegiatan belajar mengajar.
Anak yang dengan ciri-ciri mereka masing-masing itu berkumpul di dalam
kelas, dan yang mengumpulkannya tentu saja guru atau pengelola sekolah. Banyak
sedikitnya jumlah anak didik di kelas akan mempengaruhi pengelolaan kelas. jumlah
anak didik yang banyak di kelas, misalnya 30 sampai 45 orang, cenderung lebih sukar
dikelola, karena lebih mudah terjadi konflik di antara mereka. Hal ini akan berpengaruh
terhadap keberhasilan belajar mengajar. Apalagi bila anak-anak yang dikumpulkan itu
sudah terbiasa kurang disiplin.
Anak yang menyenangi pelajaran tertentu dan kurang menyenangi pelajaran
yang lain adalah perilaku anak yang bermula dari sikap mereka karena minat yang
berlainan. Hal ini mempengaruhi kegiatan belajar anak. Biasanya pelajaran yang
disenangi, dipelajari oleh anak dengan senang hati pula. Sebaliknya, pelajaran yang
kurang disenangi jarang dipelajari oleh anak, sehingga tidak heran bila isi dari pelajaran
itu kurang dikuasai oleh anak. Akibatnya, hasil ulangan anak itu jelek.
Sederetan angka yang terdapat di buku rapor adalah bukti nyata dari
keberhasilan belajar mengajar. Angka-angka itu bervariasi dari angka lima sampai
angka sembilan. Hal itu sebagai bukti bahwa tingkat penguasaan anak terhadap bahan
pelajaran berlainan untuk setiap bidang studio Daya serap anak bermacam-macam
untuk dapat menguasai setiap bahan pelajaran yang diberikan oleh guru. Karena itu,
dikenallah tingkat keberhasilan yang maksimal (istimewa), optimal (baik sekali),
minimal (baik), dan kurang untuk setiap bahan ..yang dikuasai oleh anak didik.
Dengan demikian, dapat diyakini bahwa anak didik adalah unsur manusiawi
yang mempengaruhi kegiatan belajar mengajar berikut hasil dari kegiatan itu, yaitu
keberhasilan belajar mengajar.
4. Kegiatan pengajaran
Pola umum kegiatan pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan
anak didik dengan bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang
belajar. Maka guru adalah orang yang menciptakan Iingkungan belajar bagi
kepentingan belajar anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam
lingkungan belajar yang telah diciptakan oleh guru. Gaya mengajar guru berubaha
mempengaruhi gay a belajar anak didik. Tetapi di sini gaya mengajar guru lebih
dominan mempengaruhi gaya belajar anak didik. Gaya-gaya mengajar, menurut
Muhammad Ali (1992; 59), dapat dibedakan ke dalam empat macam. yaitu gaya
10
mengajar klasik, gaya mengajar teknologis, gaya mengajar personalisasi, dan gaya
mengajar interaksional.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pendekatan yang guru ambi I akan
menghasilkan kegiatan anak didik yang bermacam-macam. Guru yang menggunakan
pendekatan individual, misalnya berusaha memahami anak didik sebagai makhluk
individual dengan segala persamaan dan perbedaannya. Guru yang menggunakan
pendekatan kelompok berusaha memahami anak didik sebagai makhluk sosial. Dari
kedua pendekatan tersebut lahirlah kegiatan belajar mengajar yang berlainan, dengan
tingkat keberhasilan belajar mengajar yang tidak sama pula. Perpaduan dari kedua
pendekatan itu malah akan menghasilkan hasil belajar mengajar yang lebih baik.
Strategi penggunaan metode mengajar amat menentukan kualitas hasil belajar
mengajar. Hasil pengajaran yang dihasilkan. dari penggunaan metode ceramah tidak
sama dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari penggunaan metode tanyajawab atau
metode diskusi. Demikian juga halnya dengan hasil pengajaran yang dihasilkan dari
penggunaan metode problem solving berbeda dengan hasil pengajaran yang dihasilkan
dari penggunaan metode resitasi.
Jarang ditemukan guru hanya menggunakan satu metode dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan rumusan tujuan yang guru buat tidak
hanya satu, tetapi bisa lebih dari dua rumusan tujuan. ltu berarti menghendaki
penggunaan metode mengajar harus lebih dari satu metode. Metode mengajar yang satu
untuk mencapai tujuan yang satu, sementara metode mengajar yang lain untuk
mencapai tujuan yang lain. Bermacam-macam penggunaan metode mengajar akan
menghasilkan hasil belajar mengajar yang berlainan kualitasnya. Penggunaan metode
ceramah misalnya, adalah strategi pengajaran untuk mencapai tujuan pada tingkat yang
rendah. Berbeda dengan penggunaan metode problem solving. Penggunaan metode ini
tentu saja untuk mencapai tujuan pengajaran pada tingkat yang tinggi. Jadi, penggunaan
metode mengajar mempengaruhi tinggi rendahnya mutu keberhasilan belajar mengajar.
5. Bahan dan alat evaluasi
Bahan evaluasi adalah suatu bahan yang terdapat di dalam kurikulum yang
sudah dipelajari oleh anak didik guna kepentingan ulangan. Biasanya bahan pelajaran
itu sudah dikemas dalam bentuk buku paket untuk dikonsumsi oleh anak didik. Setiap
anak didik dan guru wajib mempunyai buku paket tersebut guna kepentingan kegiatan
belajar mengajar di kelas.

11
Bila tiba masa ulangan, semua bahan yang telah diprogramkan dan harus selesai
dalam jangka waktu tertentu dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan item-item soal
evaluasi. Gurulah yang membuatnya dengan perencanaan yang sistematis dan dengan
penggunaan alat evaluasi. Alat-alat evaluasi yang umumnya digunakan tidak hanya
benar-salah (true-false) dan pilihan ganda (multiple-choice), tapijuga menjodohkan
(matching), melengkapi (completion), dan essay.
Masing-masing alat evaluasi itu mempunyai beberapa kelebihan dan
kekurangan. Menyadari akan hal itu, jarang ditemukan pembuatan item-item soal yang
hanya menggunakan satu alat evaluasi. Tetapi guru sudah menggabungnya lebih dari
satu alat evaluasi. Benar-salah (B-S) dan pilihan ganda adalah bagian dari tes objektif.
Maksudnya, objektif dalam hal pengoreksian, tapi belum tentu objektif dalam jawaban
yang dilakukan oleh anak didik. Karena sifat alat ini mengharuskan anak didik memilih
jawaban yang sudah disediakan dan tidak ada alternatif lain di luar dari alternatif itu,
maka bila anak didik tidak dapat menjawabnya, dia cenderung melakukan tindakan
spekulasi, pengambilan sikap untung-untungan ketimbang tidak berisi. Bila benar
untung, bila salah tidak menjawab soal. Strategi lainnya lagi adalah anak didik
melakukan kerja sama dengan teman-temannya yang kebetulan duduk berdekatan.
Kerja samanya teratur rapi dan terkadang guru kurang dapat mengontrolnya. Sebab
dalam melakukan kerja sama itu mereka menggunakan sandi-sandi tertentu yang hanya
kelompok mereka itulah yang dapat mengetahuinya. Sandinya misalnya, dalam bentuk
kode acungan jempol, gerakan tubuh, atau isyarat melalui benda yang sudah disepakati
sebelum ulangan dilaksanakan, dan sebagainya.
Pembuatan item soal dengan memakai alat tes objektif dapat menampung
hampir semua bahan pelajaran yang sudah dipelajari oleh anak didik dalam satu
semester, tapi kelemahannya terletak pada penguasaan anak didik terhadap bahan
pelajaran bersifat semu, suatu penguasaan bahan pelajaran yang masih samar-samar.
Jika alternatif itu tidak dicantumkan, kemungkinan besar anak didik kurang mampu
memberikan jawaban yang tepat.
Alat tes dalam bentuk essay dapat mengurangi sikap dan tindakan spekulasi
pada anak didik. Sebab alat tes ini hanya dapat dijawab bila anak didik betul-betul
menguasai bahan pelajaran dengan baik. Bila tidak, kemungkinan besar anak didik
tidak dapat menjawabnya dengan baik dan benar. Kelemahan alat tes ini adalah dari
segi pembuatan item soal tidak semua bahan pelajaran dalam satu semester dapat
tertampung untuk disuguhkan kepada anak didik pada waktu ulangan. Essay memang
12
alat tes yang tidak objektif, karena dalam penilaiannya, kalaupun ada standar penilaian,
masih terpengaruh dengan selera guru. Apalagi bila tulisan anak didik tidak mudah
terbaca, kejengkelan hati segera muncul dan pemberian nilai tanpa pemeriksaan pun
dilakukan.
Maraknya tindakan spekulatif pada anak didik barangkali salah satu faktor
penyebabnya adalah teknik penilaian yang berlainan dengan rumus penilaian menurut
kesepakatan para ahli. Untuk tes objektif mempunyai rumus penilaian masing-masing.
Jadi, ke sanalah rujukan standar penilaian itu, bukan membuat rumus penilaian yang
cenderung mendatangkan sikap dan tindakan spekulatif pada anak didik. Bahkan
pembuatan soal pun harus bergerak dari yang mudah, sedang, hingga ke yang sukar,
dengan proporsi tertentu. Membuat rumus penilaian sendiri tidak dilarang. Sekali lagi,
tidak dilarang. Selama pembuatannya menutup jalur-jalur spekulatif pada anak didik.
Berbagai permasalahan yang telah dikemukakan tersebut mempengaruhi
keberhasilan belajar mengajar. Validitas dan reliabilitas data dari hasil evaluasi itulah
yang mempengaruhi keberhasilan belajar mengajar. Bila alat tes itu tidak valid dan
tidak reliable, maka tidak dapat dipercaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan
belajar mengajar.
6. Suasana evaluasi
Selain faktor tujuan, guru, anak didik, kegiatan pengajaran, serta bahan dan alat
evaluasi, faktor suasana evaluasi juga merupakan faktor yang mempengaruhi
keberhasilan belajar mengajar. Pelaksanaan evaluasi biasanya dilaksanakan di dalam
kelas. Semua anak didik dibagi menurut kelas masing-masing. Kelas I, kelas II, dan
kelas III dikumpulkan menurut tingkatan masing-masing. Besar kecilnya jumlah anak
didik yang dikumpulkan di dalam kelas akan mempengaruhi suasana kelas. Sekaligus
mempengaruhi suasana evaluasi yang dilaksanakan. Sistem silang adalah teknik lain
dari kegiatan mengelompokkan anak didik dalam rangka evaluasi. Sistem ini
dimaksudkan untuk mendapatkan data hasil evaluasi yang benar-benar objektif.
Karena sikap mental anak didik belum semuanya siap untuk berlaku jujur, maka
dihadirkanlah satu atau dua orang pengawas atau guru yang ditugaskan untuk
mengawasinya. Selama pelaksanaan evaluasi, selama itu juga seorang pengawas
mengamati semua sikap, gerak-gerik yang dilakukan oleh anak didik. Pengawasan yang
dilakukan itu tidak hanya duduk berlama-lama di kursi, tapi dapat berjalan dari muka ke
belakang sewaktu-waktu, sesuai keadaan.

13
Sikap yang merugikan pelaksanaan evaluasi dari seorang pengawas adalah
membiarkan anak didik melakukan hubungan kerja sama di antara anak didik.
Pengawas seolah-olah tidak mau tau apa yang dilakukan oleh anak didik selama
ulangan. Tidak peduli apakah anak didik nyontek, membuka kertas kecil yang berisi
catatan yang baru diambil dari balik pakaian, atau membiarkan anak didik bertanya
jawab dalam upaya mendapatkan jawaban yang benar. Lebih merugikan lagi adalah
sikap pengawas yang dengan sengaja menyuruh anak didik membuka buku atau catatan
untuk mengatasi ketidakberdayaan anak didik dalam menjawab item-item soal, Dengan
dalih, karena koreksinya sistem silang, malu kebodohan anak didik diketahui oleh
sekolah lain.
Suasana evaluasi yang demikian tentu saja, disadari atau tidak, merugikan anak
didik untuk bersikap jujur dengan sungguh-sungguh belajar di rumah dalam
mempersiapkan diri menghadapi ulangan. Anak didik merasa diperlakukan secara tidak
adil, mereka tentu kecewa, mereka sedih, mereka berontak dalam hati, mengapa harus
terjadi suasana evaluasi yang kurang sedap dipandang mata itu. Di manakah
penghargaan pengawas atas jerih payahnya belajar selama ini. Mungkin masih banyak
lagi pertanyaan yang berkecamuk di dalam diri anak didik.
Dampak di kemudian hari dari sikap pengawas yang demikian itu, adalah
mengakibatkan anak didik kemungkinan besar malas belajar dan kurang
memperhatikan penjelasan guru ketika belajar mengajar berlangsung, Hal inilah yang
seharusnya tidak boleh terjadi pad a diri anak didik. Inilah dampak yang merugikan
terhadap keberhasilan belajar mengajar.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keberhasilan belajar mengajar dipengaruhi berbagai aspek baik guru, anak didik
dan suasana lingkungan belajar mengajar di sekolah. Keberhasilan belajar mengajar
dapat diukur dalam nilai yang berbentuk nilai rapor anak didik dan mutu sekolah itu
sendiri.Suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dinyatakan
berhasil apabila hasilnya memenuhi tujuan instruksional khusus dari bahan tersebut.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian keberhasilan belajar mengajar adalah
tercapainya tujuan instuksional khusus yang Sudah direncanakan/dibuat sebelumnya
oleh guru.
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang
dihadapi adalah sampai di tingkat mana prestasi (hasil) belajar yang telah dicapai.
Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa
tingkatan atau taraf. Tingkatan keberhasilan tersebut adalah sebagai berikut: Istimewa/
maksimal, Baik sekali/ optimal, Baik/minimal, dan Kurang.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://zafar14.wordpress.com/2010/04/25/keberhasilan-belajar-dan-berbagai-upaya-
untuk-memotivasi-siswa-dalam-belajar/
http://m-zulkifli.blogspot.com/2013/10/keberhasilan-belajar-mengajar.html
http://makalahkeberhasilanbelajarmengaja.blogspot.com/
https://www.academia.edu/37838590/
MAKALAH_KEBERHASILAN_BELAJAR_MENGAJAR_UNIVERSITAS_INDRP
APRASTA_PGRI_JAKARTA

16

Anda mungkin juga menyukai