Anda di halaman 1dari 51

STATISTIKA DESKRIPTIF

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah


Statistika Terapan

Dosen Pengampu: Dr. Yayan Sanjaya, M.Si.


Dr. Wahyu Surakusumah, S.Si., M.T.

Oleh :
Mutiara Amalia (1803140)
Pisca Hana Marsenda (1803053)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Statistika adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mengumpulkan,
menganalisis dan menginterpretasikan data. Atau dengan kata lain, statistika menjadi semacam
alat dalam melakukan suatu riset empiris. Dalam menganalisis data, para ilmuwan
menggambarkan persepsinya tentang suatu fenomena. Deskripsi yang sudah stabil tentang
suatu fenomena seringkali mampu menjelaskan suatu teori. Walaupun demikian, orang dapat
saja berargumentasi bahwa ilmu biasanya menggambarkan bagaimana sesuatu itu terjadi,
bukannya mengapa. Penemuan teori baru merupakan suatu proses kreatif yang didapat dengan
cara mereka ulang informasi pada teori yang telah ada atau mengesktrak informasi yang
diperoleh dari dunia nyata. Pendekatan awal yang umumnya digunakan untuk menjelaskan
suatu fenomena adalah statistika deskriptif.
Penggunaan Statistika sudah dikenal sebelum abad 18, pada saat itu negara-negara
Babilon, Mesir dan Roma mengeluarkan catatan tentang nama usia dan jenis kelamin,
pekerjaan dan jumlah anggota keluarga. Kemudian pada tahun 1500, pemerintahan Inggris
mengeluarkan catatan mingguan tentang kematian dan tahun 1662, dikembangkan catatan
kelahiran dan kematian. Baru pada tahun 1772-1791, G. Achenwall menggunakan istilah
statistika sebagai kumpulan data tentang negara. Tahun 1791-1799, Dr.E.A.W Zimmesman
mengenalkan kata statistika dalam bukunya Statistical Account of Scotland. Tahun 1981-1935
R.Fisher mengenalkan analisa varians dalam literatur statistiknya.
Di Indonesia Pengantar Statistika telah dicantumkan dalam kurikulum Matematika
Sekolah Dasar sejak tahun1975. Hal itu disebabkan karena sekitar lingkungan berada selalu
berkaitan dengan statistik. Misalnya di kantor kelurahan kita mengenal statistik desa, di
dalamnya memuat keadaan penduduk mulai dari banyak penduduk, pekerjaannya, banyak
anak, dan sebagainya.
Dalam penyajian dan pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara, khususnya
dalam ilmu statistik, penyajian data dapat dilakukan dalam 2 cara, Pertama dengan
menggunakan statistika deskriptif, kedua dengan cara menggunakan statistika inferensi.

1
1. Statistika Deskriptif adalah ilmu statistika yang mempelajari tentang pengumpulan,
pengolahan, dan penyajian data.
2. Statistika Inferensi (Statistika Induktif) adalah ilmu statistika yang mempelajari tentang
cara pengambilan kesimpulan secara menyeluruh (populasi) berdasarkan data sebagian
(sampel) dari populasi tersebut
Dalam makalah ini dibahas mengenai cara penyajian data dari salah satu cara dalam ilmu
statistika deskriptif. Adapun pentingnya mempelajari statistika deskriptif ini yaitu untuk dapat
memahami data, mendiskripsikan data, menerangkan data, peristiwa , yang dikumpulkan
didalam suatu penelitian, penyelidikan, serta tidak sampai pada generalisasi atau pengambilan
kesimpulan tentang populasi yang diselidiki.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini untuk memahami:
1. Pengertian statistika deskriptif
2. Tujuan penyajian data
3. Distribusi frekuensi
4. Bentuk-bentuk penyajian data
5. Ukuran pemusatan dan penyebaran data
6. Ukuran variasi dan koefisien variasi
7. Ukuran kemiringan dan keruncingan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Statistika Deskriptif


Statistik deskriptif merupakan bidang ilmu statistika yang mempelajari cara-cara
pengumpulan, penyusunan, dan penyajian data suatu penelitian. Statistik deskriptif adalah
bagian dari ilmu statistik yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam bentuk
yang mudah dibaca sehingga memberikan informasi tersebut lebih lengkap. Statistik deskriptif
hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan
mengenai suatu data atau keadaan atau fenomena, dengan kata lain hanya melihat gambaran
secara umum dari data yang didapatkan.
Statistika deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan
penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole, 1995). Statistik
deskriptif berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang
diteliti melalui data sampel atau populasi (Sugiyono, 2007). Data yang disajikan dalam statistik
deskriptif biasanya dalam bentuk ukuran pemusatan data (Kuswanto, 2012). Salah satu ukuran
pemusatan data yang biasa digunakan adalah mean (Fauzy, 2009).
Pada dasarnya statistik dibedakan menjadi dua jenis yaitu statistik deskriptif dan
statistik inferensia. Statistik deskriptif adalah metode-metode atau cara pendeskripsian yang
berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan
informasi yang berguna. Sedangkan Statistika inferensia adalah yang berkaitan dengan cara
penarikan kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari sampel. Pengklasifikasian menjadi
statistika deskriptif dan statistika inferensia dilakukan berdasarkan aktivitas yang
dilakukan. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan
sama sekali tidak menarik inferensia atau kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang
lebih besar.
Contoh statistika deskriptif yang sering muncul adalah, tabel, diagram, grafik, dan
besaran- besaran lain di majalah dan koran-koran. Dengan statistika deskriptif, kumpulan data
yang diperoleh akan tersaji dengan ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari
kumpulan data yang ada. Informasi yang dapat diperoleh dari statistika deskriptif ini antara

3
lain penyajian data, distribusi frekuensi, ukuran pemusatan data, ukuran penyebaran
data, serta ukuran variasi dan koefisen variasi (Sani, 2014).

2.2 Distribusi Frekuensi


Data pertama yang diperoleh pada suatu observasi disebut dengan data mentah (raw
data). Data ini belum tersusun secara numerik. Sebagai contoh data mengenai tinggi badan
siswa yang penyajiannya masih dalam bentuk presensi kehadiran yang biasanya hanya
diurutkan berdasarkan alphabet nama siswa. Terkadang data mentah disajikan berdasarkan
urutan naik (ascending) atau urutan turun (descending). Bentuk penyajian seperti ini disebut
array. Selisih antara nilai data terbesar dan terkecil disebut rentang (range).
Dalam bekerja dengan jumlah data yang cukup besar, biasanya lebih menguntungkan
jika data ini disajikan dalam kelas-kelas atau kategori tertentu bersamaan dengan frekuensi
yang bersesuaian. Frekuensi yang dimaksud adalah banyaknya kejadian yang ada pada kelas-
kelas tertentu. Suatu tabel yang menyajikan kelas-kelas data beserta frekuensinya disebut
distribusi frekuensi atau tabel frekuensi.
Contoh: Berikut distibusi frekuensi tinggi badan 100 siswa SMA XYZ
Tabel 2.1 Tinggi 100 siswa SMA XYZ
Tinggi badan (in) frekuensi
60–62 5
63–65 18
66–68 42
69–71 27
72–74 8
Jumlah 100

Berdasarkan tabel di atas, banyak siswa yang tingginya berada dalam rentang 66 in dan
68 in adalah 42 orang. Salah satu kelemahan penyajian data dalam tabel frekuensi adalah tidak
terlihatnya data asli atau data mentahnya.

4
2.2.1 Beberapa istilah pada tabel frekuensi
 INTERVAL KELAS adalah interval yang diberikan untuk menetapkan kelas-kelas
dalam distribusi. Pada tabel 2.1, interval kelasnya adalah 60-62, 63-65, 66-68, 69-71
dan 72-74. Interval kelas 66-68 secara matematis merupakan interval tertutup [66,
68], ia memuat semua bilangan dari 66 sampai dengan 68. Bilangan 60 dan 62 pada
interval 60-62 disebut limit kelas, dimana angka 60 disebut limit kelas bawah dan
angka 62 disebut limit kelas atas.
 BATAS KELAS adalah bilangan terkecil dan terbesar sesungguhnya yang masuk
dalam kelas interval tertentu. Misalnya jika dalam pengukuran tinggi badan di atas
dilakukan dengan ketelitian 0.5 in maka tinggi badan 59.5 in dan 62.5 in dimasukkan
ke dalam kelas 60 – 62. Bilangan 59.5 dan 62.5 ini disebut batas kelas atau limit
kelas sesungguhnya, dimana bilangan 59.5 disebut batas kelas bawah dan 62.5
disebut batas kelas atas. Pada prakteknya batas kelas interval ini ditentukan
berdasarkan rata-rata limit kelas atas suatu interval kelas dan limit kelas bawah
interval kelas berikutnya. Misalnya batas kelas 62.5 diperoleh dari (62+63)/2.
Pemahaman yang sama untuk interval kelas lainnya.
 LEBAR INTERVAL KELAS adalah selisih antara batas atas dan batas bawah batas
kelas. Misalnya lebar interval kelas 60-62 adalah 62.5–59.5 = 3.
 TANDA KELAS adalah titik tengah interval kelas. Ia diperoleh dengan cara
membagi dua jumlah dari limit bawah dan limit atas suatu interval kelas. Contoh
tanda kelas untuk kelas interval 66-68 adalah (66+68)/2 = 67.

2.2.2 Prosedur umum membuat tabel frekuensi


Berikut langkah-langkah untuk membuat tabel frekuensi:
1. Tetapkan data terbesar dan data terkecil, kemudian tentukan rangenya.
2. Bagilah range ini ke dalam sejumlah interval kelas yang mempunyai ukuran sama. Jika
tidak mungkin, gunakan interval kelas dengan ukuran berbeda. Biasanya banyak interval
kelas yang digunakan antara 5 dan 20, bergantung pada data mentahnya. Diupayakan agar
tanda kelas merupakan data observasi sesungguhnya. Hal ini untuk mengurangi apa yang
disebut dengan grouping-error. Namun batas kelas sebaiknya tidak sama dengan data
observasi.

5
3. Hitung lebar interval kelas banyak interval kelas range d  . Kalau diperlukan dapat
dibulatkan.
4. Starting point: mulailah dengan bilangan limit bawah untuk kelas interval pertama. Dapat
dipilih sebagai data terkecil dari observasi atau bilangan di bawahnya.
5. Dengan menggunakan limit bawah interval kelas pertama dan lebar interval kelas, tentukan
limit bawah interval kelas lainnya.
6. Susunlah semua limit bawah interval kelas secara vertikal, kemudian tentukan limit atas
yang bersesuaian.
7. Kembalilah ke data mentah dan gunakan turus untuk memasukkan data pada interval kelas
yang ada.

CONTOH: Berikut nilai 80 siswa pada ujian akhir mata pelajaran matematika:
68 84 75 82 68 90 62 88 76 93
73 79 88 73 60 93 71 59 85 75
61 65 75 87 74 62 95 78 63 72
66 78 82 75 94 77 69 74 68 60
96 78 89 61 75 95 60 79 83 71
79 62 67 97 78 85 76 65 71 75
65 80 73 57 88 78 62 76 53 74
86 67 73 81 72 63 76 75 85 77

Langkah-langkah untuk membuat tabel distribusi frekuensi dilakukan sebagai berikut:


1. Nilai tertinggi = 97 dan nilai terendah 53. Jadi range = 97-53 = 44.
2. Tetapkan jumlah kelas; dalam hal ini diambil 10.
3. Lebar interval kelas d = 44/10 = 4.4 dibulatkan menjadi 5.
4. Diambil bilangan 50 sebagai limit bawah untuk kelas pertama.
5. Selanjutnya, limit bawah untuk kelas kedua adalah 50+5 = 55, limit bawah kelas ketiga 55+5 =
60 dan seterusnya.
6. Limit atas kelas interval yang bersesuaian adalah 54 untuk kelas pertama, 59 untuk kelas kedua,
dan seterusnya.
7. Gunakan turus untuk memasukkan data ke dalam interval kelas.

6
Hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.3 berikut:
50-54 53
55-59 59, 57
60-64 62, 60, 61, 62, 63, 60, 61, 60, 62, 62, 63
65-69 68, 68, 65, 66, 69, 68, 67, 65, 65, 67
70-74 73, 73, 71, 74, 72, 74, 71, 71, 73, 74, 73, 72
75-79 75, 76, 79, 75, 75, 78, 78, 75, 77, 78, 75, 79, 79, 78, 76, 75, 78, 76, 76, 75, 77
80-84 84, 82, 82, 83, 80, 81
85-89 88, 88, 85, 87, 89, 85, 88, 86, 85
90-94 90, 93, 93, 94
95-99 95, 96, 95, 97

Akhirnya diperoleh tabel distribusi frekuensi sebagai berikut:


Tabel 2.4 Distribusi nilai matematika 80 siswa SMA XYZ
Rentang nilai Frekuensi
50-54 1
55-59 2
60-64 11
65-69 10
70-74 12
75-79 21
80-84 6
85-89 9
90-94 4
95-99 4
Jumlah 80

Melalui tabel ini kita dapat mengetahui pola penyebaran nilai siswa. Paling banyak nilai siswa
mengumpul pada interval 75-79, paling sedikit data termuat dalam interval 50-54. Sedangkan
siswa yang mendapat nilai istimewa atau di atas 90 hanya ada 8 orang. Pola penyebaran ini akan
tampak lebih jelas jika digambarkan dengan menggunakan histogram.

2.2.3 Distribusi frekuensi kumulatif dan relatif


DISTRIBUSI FREKUENSI RELATIF merupakan frekuensi kelas interval relatif terhadap
total frekuensi. Formula untuk distribusi frekuensi relatif diberikan oleh:
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙
𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑟𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖

7
DISTRIBUSI FREKUENSI KUMULATIF untuk suatu kelas adalah jumlah frekuensi
pada kelas tersebut dan semua frekuensi yang terdapat pada kelas sebelumnya. Biasanya
digunakan batas atas kelas untuk membuat distribusi frekuensi kumulatif.
CONTOH: Diperhatikan kembali tabel 2.4 sebelumnya.

Tabel 2.5 Distribusi frekuensi relatif nilai matematika 80 siswa SMA XYZ
Rentang nilai frekuensi Frekuensi relatif Frek relatif (%)
50-54 1 1/80 1.25
55-59 2 2/80 2.50
60-64 11 11/80 13.75
65-69 10 10/80 12.50
70-74 12 12/80 15.00
75-79 21 21/80 26.25
80-84 6 6/80 7.50
85-89 9 9/80 11.25
90-94 4 4/80 5.00
95-99 4 4/80 5.00
Jumlah 80 1.00 100%

Tabel 2.6 Distribusi frekuensi kumulatif nilai matematika 80 siswa SMA XYZ
Rentang nilai frekuensi Frekuensi Frek kum (%)
kumulatif
<54.5 1 1 1.25
<59.5 2 3 3.75
<64.5 11 14 17.50
<69.5 10 24 30.00
<74.5 12 36 45.00
<79.5 21 47 58.75
<84.5 6 53 66.25
<89.5 9 62 77.50
<94.5 4 66 82.50
<99.5 4 80 100.00
Jumlah 80

Diperhatikan bahwa frekuensi kumulatif 24 pada kelas 65-69 diperoleh dari 1+2+11+10. Grafik
yang menyajikan distribusi kumulatif ini disebut ogive.

8
2.3 Penyajian Data
Tujuan penyajian data dalam statistika antara lain :
1. Memberi gambaran yang sistematis tentang peristiwa-peristiwa yang merupakan hasil
penelitian atau observasi.
2. Data lebih cepat ditangkap dan dimengerti
3. Memudahkan dalam membuat analisis data
4. Memudahkan membuat proses pengambilan keputusan dan kesimpulan lebih tepat, cepat,
dan akurat.
Cara penyajian data dalam statistik meliputi diagram, tabel, histogram, poligon, dan ogive.
Histogram dan poligon digunakan untuk menyajikan data distribusi frekuensi relative (Suprayogi,
2008). Ogive digunakan untuk menyajikan data distribusi kumulatif. Berikut ini penjelasan
mengenai cara menyajikan data tersebut.
1. Diagram
Penyajian data dalam diagram akan lebih memudahkan menjelaskan laporan secara visual.
Beberapa macam diagram antara lain adalah : diagram batang (bar chart atau histogram), diagram
garis (line chart), diagram lingkaran (pie chart), dan diagram lambang (pictogram).
a. Diagram batang
Diagram ini cocok untuk menyajikan data yang berkategori atau atribut, dan data tahunan
yang jumlah tahunnya tidak terlalu banyak. Untuk menggambarkan diagram batang
diperlukan sumbu tegak dan sumbu datar yang berpotongan tegak lurus. Sumbu tegak
maupun sumbu datar dibagai menjadi beberapa skala bagian yang sama. Pada bagian
bawah dituliskan atribut atau waktu dan pada sumbu tegak dituliskan kuantum atau nilai
data.

Gambar Diagram Batang Jumlah Murid Kelas 1 SMP Taman Siswa

9
b. Diagram Garis
Diagram garis cocok untuk menyajikan data yang berkesinambungan. Misalnya jumlah
penduduk setiap tahun, produksi suatu pabrik setiap tahun. Untuk menggambar diagram
garis diperlukan sumbu tegak dan sumbu datar yang berpotongan tegak lurus.
Contohnya : Sebuah dealer mobil sejak tahun 1995 hingga akhir tahun 2004 selalu
mencatat jumlah mobil yang terjual setiap tahun sebagai berikut.

Buatlah diagram garis untuk data tersebut !

Contohnya : Sebuah perusahaan yang memproduksi barang elektronik mencatat akumulasi


biaya produksi tahunan dan akumulasi nilai penjualan selama sepuluh tahun dari tahun
1995 sampai dengan 2004 sebagai berikut (dalam jutaan rupiah).

Buatlah diagram garis untuk data tersebut.

10
c. Diagram Lingkaran
Diagram lingkaran cocok untuk menyajikan data yang berbentuk kategori atau atribut
dalam persentase. Untuk membuat diagram lingkaran terlebih dahulu harus mencari
proporsi perbandingan dari jumlah data keseluruhan kemudian perbandingan yang telah
didapat digunakan untuk mencari luas sektor lingkaran untuk kategori tersebut.
Contoh Soal:
Di dalam sebuah kelas terdapat siswa sebanyak 60 orang. Masing-masing siswa diwajibkan
untuk memiliki setidaknya satu jenis kegiatan ekstrakulikuler. Setelah dikumpulkan,
diperoleh data yaitu 15 orang siswa memilih basket, 17 siswa memilih bola voli, 24 siswa
memilih futsal, dan 4 orang memilih Pramuka. Buatlah diagram lingkaran dari data
tersebut!
Jawaban:
Sebelum membuat diagram lingkaran dari data tersebut, dicari persentasenya terlebih
dahulu sehingga nantinya menentukan besarnya sudut dari masing-masing data yang
diperoleh.

Setelah memperoleh persentase dan besar sudutnya, menyajikan data tersebut ke dalam
diagram lingkaran seperti di bawah ini:

11
d. Diagram Lambang
Diagram lambang adalah diagram yang disajikan dalam bentuk gambar. Tiap gambar
mewakili suatu jumlah tertentu. Kelemahannya ialah jika data yang dilaporkan tidak penuh
(bulat) maka lambangpun menjadi tidak utuh (Supangat, 2007).

e. Diagram Peta
Diagram yang digunakan untuk peta geografis tempat data terjadi dan biasa dinamakan
kartogram (Sudjana, 2009).
f. Diagram Pencar
Diagram yang dapat dibuat dalam sumbu koordinat dan gambarnya berupa titik-titik yang
terpencar (Sudjana, 2009).
2. Tabel
Tabel merupakan kumpulan angka-angka yang disusun menurut kategori-kategori sehingga
memudahkan untuk menganalisis data. Ada berbagai bentuk tabel antara lain tabel satu arah,dua
arah, dan tiga arah.
a. Tabel satu arah (one way table) yaitu tabel yang memuat keterangan mengenai satu hal
atau satu karakteristik saja.

12
b. Tabel dua arah (two way table) yaitu tabel yang menunjukkan hubungan dua hal atau dua
karakteristik yang berbeda.

c. Tabel tiga arah (three way table) yaitu tabel yang menunjukkan hubungan tiga hal atau
tiga karakteristik yang berbeda.

3. Histogram
Histogram merupakan penyajian data distribusi frekuensi yang diubah menjadi diagram
batang. Untuk menggambarkan histogram digunakan sumbu mendatar dan sumbu tegak. Minium
et al (1993) menyatakan histogram mempunyai kebaikan saat menampilkan frekuensi relatif. Luas
keseluruhan dalam suatu histogram mewakili 100 % skor sehingga batang pada histogram
langsung mewakili frekuensi relatif. Maksudnya, luas persegi panjang mana saja merupakan
pecahan yang sama dari luas keseluruhan histogram karena frekuensi interval kelas berasal dari
jumlah keseluruhan kejadian-kejadian dalam distribusi.
Langkah-langkah membuat histogram :
 Buat “absis” dan “ordinat”. Absis adalah sumbu mendatar atau sumbu X yang
menyatakan NILAI; ordinat adalah sumbu tegak atau sumbu Y yang menyatakan
FREKUENSI.
 Buat skala absis dan skala ordinatnya dengan melihat dari nilai dan frekuensinya.
 Buat batas kelas

13
Batas Kelas :
Batas kelas ke-1 : 45 – 0,5 = 44,5
Batas kelas ke-2 : ( 51 + 52) x ½ = 51,5
Batas kelas ke-3 : (58 + 59) x ½ = 58,5
Batas kelas ke-4 : (65+66) x ½ = 65,5
Batas kelas ke-5 : (72+73) x ½ = 72,5
Batas kelas ke-6 : (79+80) x ½ = 79,5
Batas kelas ke-7 : 86 + 0,5 = 86,5

Lalu masukkan ke dalam tabel dan sesuaikan dengan frekuensinya.

4. Poligon
Poligon ialah garis yang menghubungkan tengah-tengah tiap sisi atas dari histogram yang
berdekatan.

14
Perbedaan antara histogram dengan poligon frekuensi (Supangat, 2007) adalah :
 histogram menggunakan batas kelas ; sedangkan poligon menggunakan titik tengah.
 grafik histogram berbentuk segiempat atau menyerupai diagram batang; sedangkan poligon
berwujud garis atau kurva yang saling berhubungan satu sama lain.
Langkah-langkah membuat poligon frekuensi :
 buat titik tengah kelas dengan cara : (nilai ujung bawah kelas + nilai ujung atas kelas) x ½
 buat tabel distribusi frekuensi yang mutlak disertai dengan kolom tambahan berupa kolom
titik tengah kelas tersebut
 buat grafik poligon frekuensi dengan melihat data pada tabel distribusi frekuensi mutlak

15
5. Ogive
Ogive adalah distribusi frekuensi kumulatif yang diagramnya dalam sumbu tegak dan datar.
Ogive “kurang dari” dari distribusi frekuensi kumulatif kurang dari sedangkan ogive “lebih dari”
dari distribusi frekuensi lebih dari.
Contoh Penerapan Grafik Ogive
Grafik Ogive berdasarkan dari Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “KURANG DARI” dan
Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif “ATAU LEBIH”.

Grafik Ogive dari Tabel Distribusi Frekuensi (mutlak) ditambah dengan 1 kolom FREKUENSI
MENINGKAT dengan menggunakan BATAS KELAS (Batas nyata).

16
2.4 UKURAN PEMUSATAN DATA
Ukuran pemusatan data digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari
suatu persoalan yang terhimpun dalam sekumpulan data. Ukuran ini seringkali dijadikan
sebagai penilaian dalam pengambilan keputusan dan analisis data.
1. Rata-rata Hitung
Nilai rata-rata hitung adalah nilai (besaran) yang diperoleh dari hasil jumlah tiap data
dibagi dengan banyaknya data. Adapun notasi rata-rata untuk populasi dinyatakan dengan
𝜇 sedangkan nilai rata-rata sampel dinyatakan dengan 𝑥̅ . Untuk menentukan nilai rata-rata
hitung dapat dilakukan tergantung dari kumpulan data, baik kumpulan data yang belum
disusun ke dalam daftar distribusi frekuensi maupun kumpulan data yang telah disusun ke
dalam daftar distribusi frekuensi.
a. Rata-rata hitung untuk data yang belum dikelompokkan ke dalam daftar distribusi
frekuensi
∑ 𝑥𝑖 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 … … + 𝑥𝑛
𝑋̅ = =
𝑛 𝑛
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang
siswa di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata hitungnya !
NO Nama Siswa Nilai
1 Anwar K. 85
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 50
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40

17
Jawaban :
∑ 𝑥10 85 + 75 + 70 + 80 + 90 + 45 + 50 + 65 + 35 + 40
𝑋̅ = = = 63,5
𝑛 10

b. Rata-rata hitung untuk data yang sudah dikelompokkan ke dalam daftar distribusi
frekuensi
∑ 𝑓𝑖 .𝑥𝑖
Cara panjang : 𝑥̅ = ∑ 𝑓𝑖

∑ 𝑓𝑖 . 𝑥𝑖 = jumlah perkalian antara frekuensi dengan titik tengah


∑ 𝑓𝑖 = jumlah data
∑ 𝑓𝑖 .𝑐𝑖
Cara pendek : 𝑥̅ = 𝑥0 + 𝑝 ( ∑ 𝑓𝑖
)

𝑥0 = midpoint yang dijadikan dasar


𝑥𝑖 = midpoint tertentu ( yang bukan dijadikan dasar)
𝑝 = panjang kelas dari interval kelas
𝐶𝑖 = skala (coding) Rumusnya 𝑐𝑖= 𝑥𝑖+𝑥𝑜
𝑝

∑ 𝑓𝑖 = jumlah data
∑ 𝑓𝑖 . 𝑐𝑖 = jumlah perkalian antara frekuensi dengan skala

Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang
siswa di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata hitungnya !
Interval Kelas Frekuensi
31 – 40 4
41 – 50 6
51 – 60 8
61 – 70 14
71 – 80 26
81 – 90 12
91- 100 20
Jumlah 90

18
Jawaban cara panjang :
Interval Kelas Frekuensi 𝒙𝒊 𝒇𝒊 . 𝒙𝒊
31 - 40 4 35,5 142
41 - 50 6 45,5 273
51 – 60 8 55,5 444
61 – 70 14 65,5 917
71 – 80 26 75,5 1963
81 – 90 12 85,5 1026
91- 100 20 95,5 1910
Jumlah 90 6675

∑ 𝑓𝑖 . 𝑥𝑖 6675
𝑥̅ = = = 74,167
∑ 𝑓𝑖 90

Jawaban cara pendek :


Interval Kelas Frekuensi 𝒙𝒊 𝑪𝒊 𝒇𝒊 . 𝒄𝒊
31 - 40 4 35,5 -2 -8
41 - 50 6 45,5 -1 -6
51 – 60 8 55,5 0 0
61 – 70 14 65,5 1 14
71 – 80 26 75,5 2 52
81 – 90 12 85,5 3 36
91- 100 20 95,5 4 80
Jumlah 90 168
∑ 𝑓𝑖 . 𝑐𝑖 168
𝑥̅ = 𝑥0 + 𝑝 ( ) = 55,5 + 10 ( ) = 74,167
∑ 𝑓𝑖 90

2. Rata-rata Ukur
Rata-rata ukur merupakan besaran atau nilai yang menunjukkan keterpusatan data.
Penggunaan nilai rata-rata ukur ini biasanya digunakan pada kesimpulan data yang
mempunyai sifat berurutan tetap atau hampir tetap dan cocok untuk sekumpulan data yang
bersifat kelipatan tetap atau hampir tetap.
1
𝑈 = 𝑛√𝑥1 . 𝑥2 . 𝑥3 … … … 𝑥𝑛 atau 𝑈 = (𝑥1 . 𝑥2 . 𝑥3 … 𝑥𝑛 )𝑛
1
log 𝑈 = log(𝑥1 . 𝑥2 . 𝑥3 … … 𝑥𝑛 )𝑛
1 1
log 𝑈 = {log 𝑥1 + log 𝑥2 + log 𝑥3 … … + 𝑙𝑜𝑔𝑥𝑛 } atau log 𝑈 = ∑𝑛𝑖=1 log 𝑥𝑖
𝑛 𝑛

∑ 𝑓𝑖 . log 𝑥𝑖
log 𝑈 =
∑ 𝑓𝑖

19
𝑓𝑖 = frekuensi
𝑥𝑖 = mid point

Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa
di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata ukurnya !
NO Nama Siswa Nilai
1 Anwar K. 85
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 50
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40

Jawaban :
10
𝑈 = √85.75.70.80. 90.45. 50.65.35.40
𝑈 = (85.75.70.80.90.45.50.65.35.40)10
1
log 𝑈 = log(85.75.70.80.90.45.50.65.35.40)
10
log 𝑈
log 85 + log 75 + log 70 + log 80 + log 90 + log 45 + log 50 + log 65 + log 35 + log 40
=
10
log 𝑈 = 1,785
𝑈 = 60,51

3. Rata-rata Harmonis
𝑛
𝐻=
1 1 1 1
𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 … … + 𝑥𝑛

20
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa
di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah rata-rata ukurnya !
NO Nama Siswa Nilai
1 Anwar K. 85
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 50
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40

Jawaban :
10
𝐻= = 57,414
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
+ + + + + + + + +
85 75 70 80 90 45 50 60 35 40

Dari ketiga nilai rata-rata, baik rata-rata hitung, rata-rata ukur, dan rata-rata harmonis dapat
disimpulkan bahwa hubungan nilainya adalah 𝐻 ≤ 𝑈 ≤ 𝑋̅.

4. Rata-rata Polar
Rata-rata polar merupakan cara perhitungan rata-rata yang didasarkan pada data-data yang
terpusat titik-titik sentralnya (data awal, data tengah, data akhir), setelah kumpulan data
diurutkan dari data yang terkecil hingga data yang terbesar.
a. Data yang belum dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi
 Data Ganjil
𝐷𝐴 + 𝐷𝑇 + 𝐷𝐵
𝑃𝐴 = ( )
3
𝑃𝐴 = polar average (rata-rata polar)
𝐷𝐴 = data awal
𝐷𝑇 = data tengah
𝐷𝐵 = data akhir

21
Contohnya
Jika diketahui kelompok data berikut :
2, 3, 7, 7, 9, 9, 9, 11, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 21, 23, 23, 24, 24, 26, 27, tentukan
rata-rata polarnya !
𝐷𝐴 + 𝐷𝑇 + 𝐷𝐵 2 + 14 + 27
𝑃𝐴 = ( )= ( ) = 14,33
3 3

 Data Genap
𝐷𝑇1 + 𝐷𝑇2
𝐷𝐴 + ( ) + 𝐷𝐵
𝑃𝐴 = ( 2 )
3

(𝐷𝑇1 + 𝐷𝑇2 ) = jumlah dua data tengah


Contohnya
Jika diketahui kelompok data berikut :
12, 13, 14, 14, 14, 14, 14, 16, 16, 17, 18, 22, 23, 25, 25, 27, 27, 29, 30, 32, 34,
35, tentukan rata-rata polarnya !
𝐷𝑇1 + 𝐷𝑇2 18 + 22
𝐷𝐴 + ( ) + 𝐷 12 + (
𝑃𝐴 = ( 2 𝐵
)= ( 2 ) + 35) = 22,33
3 3

b. Data yang sudah dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi


(𝑀𝑅 )(∑ 𝐹1 . 𝑇1 )
𝑃𝐴 =
𝑃. ∑ 𝐹1
𝑃𝐴 = rata-rata polar
𝑀𝑅 = middle range
𝑇1 = titik interval (jumlah ujung bawah dan ujung atas dibagi jumlah kelas)
∑ 𝐹1 . 𝑇1 = jumlah frekuensi x titik interval
𝑃 = panjang kelas
∑ 𝐹1 = jumlah data

22
Contohnya
Jika diketahui kelompok data berikut :
Interval Kelas Frekuensi
10 – 19 2
20 – 29 4
30 – 39 6
40 – 49 8
50 – 59 10
60 – 69 12
70 - 79 14
80 - 89 26
90 - 99 18
Jumlah 100

Interval Kelas Frekuensi 𝑿𝒊 𝑭𝒊 . 𝑿𝑰 Titik 𝑭𝒊 . 𝑻𝑰


Interval
10 – 19 2 14, 5 29 3,22 6,44
20 - 29 4 24, 5 98 5,44 21,78
30 – 39 6 34,5 207 7,67 46,00
40 – 49 8 44,5 356 9,89 79,11
50 – 59 10 54,5 545 12,11 121,11
60 – 69 12 64,5 774 14,33 172,00
70 - 79 14 74,5 1043 16,56 231, 78
80 - 89 26 84,5 2197 18,78 488, 22
90 - 99 18 94,5 1701 21,00 378,00
Jumlah 100 6950

(𝑀𝑅 )(∑ 𝐹1 . 𝑇1 ) (44,5)(1544,44)


𝑃𝐴 = = = 68,73
𝑃. ∑ 𝐹1 (10)(100)

5. Modus
Modus yaitu besaran (ukuran) untuk menyatakan pemusatan data di dalam statistika yang
didasarkan pada frekuensi yang paling sering muncul di dalam kumpulan data. Apabila
hanya terdapat satu modus di dalam kumpulan data disebut unimodal. Apablia terdapat dua
modus di dalam kumpulan data disebut bimodal. Apabila terdapat lebih dari dua modus di
dalam kumpulan data disebut multimodal.

𝑏1
Rumusnya : 𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 [𝑏 ]
1 + 𝑏2

23
b = batas bawah dimana modus terdapat
𝑏1 = selisih antara frekuensi modus dengan sebelumnya
𝑏2 = selisih antara frekuensi modus dengan sesudahnya

Contoh modus pada data yang belum dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi
Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa di SMA
Nusa Bangsa. Carilah modusnya !

NO Nama Siswa Nilai


1 Anwar K. 80
2 Sriharliyani 75
3 Monaliza 70
4 Agiz 80
5 Windi 90
6 S. Irawan 45
7 Moreta 80
8 Yuke Rusiani 65
9 Ariani 35
10 Prihandi 40

Modus dari kumpulan data diatas ialah 80 karena nilai tersebut muncul tiga kali sedangkan
nilai lainnya hanya satu kali.

Contoh modus pada data yang sudah dikelompokka ke dalam distribusi frekuensi
Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang siswa di SMA
Nusa Bangsa. Hitunglah modusnya !

Interval Kelas Frekuensi


31 – 40 4
41 – 50 11
51 – 60 10
61 – 70 46
71 – 80 8
81 – 90 9
91- 100 2
Jumlah 90
𝑏1 36
𝑀𝑜 = 𝑏 + 𝑝 [ ] = 60,5 + 10 [ ] = 65,36
𝑏1 + 𝑏2 36 + 38

24
6. Median
Median merupakan nilai tengah yang berasal dari sekelompok data yang dibagi menjadi
dua bagian yang sama dan pembaginya disebut median.
a. Data yang belum dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi
Dalam hal menentukan nilai median dari data yang belum dikelompokkan ke dalam
daftar distribusi frekuensi, langkah pertama yang harus diperhatikan adalah melakukan
penyusunan data berdasarkan urutan data dimulai dari data yang terkecil sampai data
terbesar, lalu tentukan nilai mediannya sesuai dengan jumlah datanya (ganjil atau
genap). Untuk sekumpulan data yang berjumlah ganjil, maka nilai mediannya
merupakan data yang paling tengah dan sekumpulan data yang berjumlah genap, maka
nilai mediannya adalah jumlah data tengah dibagi dua.

Contoh soal untuk data ganjil :


Berikut ini terdapat nilai hasil ulangan biologi kelas XI IPA 1 SMA 9 Kerinci :
8, 12, 5, 3, 16,7, 2, 3, 8. Tentukan nilai mediannya !
2, 3, 3, 5, 7, 8, 8, 12, 16. Mediannya ialah 7
Contoh soal untuk data genap :
Berikut ini terdapat nilai hasil ulangan biologi kelas XI IPA 2 SMA 9 Kerinci :
8, 12, 5, 3, 16,7, 2, 3, 8,17 Tentukan nilai mediannya !
7+8
2, 3, 3, 5, 7, 8, 8, 12, 16, 17. Jadi nilai 𝑀𝑒 = = 7,5
2

b. Data yang sudah dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi


𝑛
−𝐹
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝 (2 )
𝑓

b = batas bawah dimana median terdapat


p = panjang kelas dimana median terdapat
n = jumlah data
F = frekuensi kumulatif sebelum median
f = frekuensi kelas median

25
Contoh : Berikut ini disajikan data hasil ulangan matematika kelas X dari 10 orang
siswa di SMA Nusa Bangsa. Hitunglah nilai mediannya!
Interval Kelas Frekuensi
31 – 40 4
41 – 50 6
51 – 60 8
61 – 70 14
71 – 80 26
81 – 90 12
91- 100 20
Jumlah 90
𝑛 90
−𝐹 − 32
𝑀𝑒 = 𝑏 + 𝑝 ( 2 ) = 70,5 + 10 (45 ) = 75,5
𝑓 26

2.5 Ukuran Penyebaran Data


Yang dimaksud dengan ukuran penyebaran adalah suatu ukuran yang membagi urutan
data menjadi beberapa kelompok sesuai dengan letaknya dalam urutan. Ada beberapa macam
ukuran penyebaran, yaitu kuartil, desil, dan persentil.

1. Kuartil
Kuartil adalah ukuran penyebaran yang membagi data menjadi empat bagian yang sama
sesuai dengan urutan datanya. Dengan demikian terdapat 3 macam kuartil yang masing-masing
dinamakan kuartil pertama, ke dua, dan ke tiga. Pembagian itu sedemikian rupa sehingga 25%
data/observasi nilainya sama atau lebih kecil dari Q1, 50% data/observasi sama atau lebih kecil
dari Q2, 75% data/observasi sama atau lebih kecil dari Q3.
Kalau suatu kelompok data atau nilai sudah diurutkan dari yang terkecil sampai yang
terbesar, maka untuk menghitung Q1, Q2, Q3 harus dipergunakan rumus berikut:
𝑖 (𝑛 + 1)
𝑄𝑖 = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒 , 𝑖 = 1,2,3
4
Rumus ini biasanya untuk data yang belum dikelompokkan.

Contoh soal:
Berikut ini adalah data upah bulanan dari karyawan dalam ribuan rupiah yaitu
40, 30, 50, 65, 45, 55, 70, 60, 80, 35, 85, 95, 100 (n=13). Cari nilai Q1, Q2, Q3.

26
Jawab:
Pertama-tama data diurutkan terlebih dahulu: X1=30, X2=35, X3=40, X4=45, X5=50, X6=55,
X7=60, X8=65, X9=70, X10=80, X11=85, X12=95, X13=100.

𝑖 (𝑛+1) 1 (13+1) 14 1
Q1 = nilai ke = = = 3
4 4 4 2
1
= nilai dari X3 dan X4, berarti X3 + (X4 – X3)
2
1 1
= 40 + (45 – 40) = 40 + (5) = 42,5
2 2
2 (13+1) 28
Q2 = nilai ke = = 7
4 4

= nilai ke 7 = 60
3 (13+1) 42 1
Q3 = nilai ke = = 10
4 4 2
1 1
= nilai ke 10 2 , berarti X10 + (X11 – X10)
2
1 1
= 80 + (85 – 80) = 80 + (5) = 82,5
2 2

Dan untuk data telah dikelompokkan kita gunakan rumus:


𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑄𝑖 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { 4 } , 𝑖 = 1,2,3
𝑓𝑞

Bb = nilai batas bawah dari kelas yang memuat kuartil ke i


n = banyaknya observasi = jumlah semua frekuensi
(𝜀𝑓𝑖 )0 = jumlah frekuensi dari semua kelas yang mengandung kuartil ke-i
(kelas yang mengandung kuartil ke-i tidak termasuk)
fq = frekuensi dari kelas yang mengandung kuartil ke-i
C = interval kelas
i = 1, 2, 3
in = i kali n

Contoh soal:
Berdasarkan data berikut, hitunglah Q1, Q2, Q3!
Nilai ujian Frekuensi Frek. kumulatif
40-44 2 2
45-49 5 7
50-54 10 17
55-59 13 30

27
60-64 27 57
65-69 23 80
70-74 16 96
75-79 4 100
Jumlah 100

Jawab:
Untuk menghitung Q1, Q2, Q3
Q1 = in/4 = 1 * 100/4 = 25, maka Q1 berada di frekuensi kumulatif 30 dan rumusnya:
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑄𝑖 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { 4 } , 𝑖 = 1,2,3
𝑓𝑞

1.100
− 17
= 54,5 + 5. { 4 }
13

= 54,5 + 5 (0,62) = 54,5 + 3,1 = 57,6


Q2 = in/4 = 2 * 100/4 = 50, maka Q2 berada di frekuensi kumulatif 57 dan rumusnya:
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑄2 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { 4 } , 𝑖 = 1,2,3
𝑓𝑞

2.100
− 30
= 59,5 + 5. { 4 }
27

= 59,5 + 5 (0,74) = 59,5 + 3,7 = 63,2

Q3 = in/4 = 3 * 100/4 = 75, maka Q3 berada di frekuensi kumulatif 80 dan rumusnya:


𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑄3 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { 4 } , 𝑖 = 1,2,3
𝑓𝑞

3.100
− 57
= 64,5 + 5. { 4 }
23

= 64,5 + 5 (0,78) = 64,5 + 3,9 = 68,4

28
2. Desil
Desil adalah ukuran penyebaran yang membagi data menjadi 10 bagian yang sama,
misalnya D1, D2, D3, …., D9 , artinya setiap bagian mempunyai jumlah observasi nilainya sama atau
lebih kecil dari D1, 20% nilainya sama atau lebih kecil dari D2, ….., dst nilai sudah diurutkan maka
rumus desil adalah sebagai berikut:
𝑖 (𝑛+1)
Di = nilai yang ke , i = 1,2,3,….9
10

Rumus ini biasanya digunakan untuk data yang belum dikelompokkan.


Contoh:
Berdasarkan contoh soal diatas tentukan D1 dan D2
Jawab:
𝑖 (𝑛+1) 1 (13+1) 14 4
D1 = nilai ke = = = 1 10
10 10 10
4 4
= nilai ke 1 10, berarti X1 + (X2 – X1)
10
4 20
= 30 + 10 (35 – 30) = 30 + (5) = 32
10
2 (13+1) 28 8
D2 = nilai ke = = 2 10
10 10
8 8
= nilai ke 2 , berarti X2 + (X3 – X2)
10 10
8 40
= 35 + 10 (40 – 35) = 35 + = 39
10

Dan untuk data yang telah dikelompokkan kita gunakan rumus


𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝐷𝑖 = 𝐵𝑏 + 𝐶. { 10 }
𝑓𝑑

Contoh soal:
Berdasarkan contoh soal tabel di atas maka hitunglah D3 dan D5!
Nilai ujian Frekuensi Frek. kumulatif
40-44 2 2
45-49 5 7
50-54 10 17
55-59 13 30
60-64 27 57
65-69 23 80
70-74 16 96
75-79 4 100
Jumlah 100

29
Jawab:
Untuk menghitung D3,
D3 = in/10 = 3 * 100/10 = 30, maka D3 berada di frekuensi kumulatif 30
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝐷3 = 𝐵𝑏 + 𝐶. {10 }
𝑓𝑑

3.100
− 17
= 54,5 + 5. { 10 }
13

= 54,5 + 5 (0,62) = 54,5 + 3,1 = 57,6

Untuk menghitung D5,


D5 = in/10 = 5 * 100/10 = 50, maka D5 berada di frekuensi kumulatif 57
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝐷5 = 𝐵𝑏 + 𝐶. {10 }
𝑓𝑑

5.100
− 30
= 59,5 + 5. { 10 }
27

= 59,5 + 5 (0,74) = 59,5 + 3,7 = 63,2

3. Persentil
Persentil adalah suatu ukuran letak yang membagi data menjadi 100 bagian yang sama, jadi
ada 99 persentil yang masing-masing disebut persentil pertama (P1), ke dua (P2), ke tiga (P3)
sampai persentil (P99). Dan rumus yang akan kita gunakan adalah rumus berikut:

𝑖 (𝑛+1)
Pi = nilai yang ke , i = 1,2,….100
100

Rumus ini digunakan untuk data yang belum dikelompokkan.

30
Contoh:
Berdasarkan contoh soal diatas tentukan P10 dan P35.
Jawab:
𝑖 (𝑛+1) 10 (13+1) 140 4
P10 = nilai ke = = = 1 10
100 100 100
4 4
= nilai ke 1 10, berarti X1 + (X2 – X1)
10
4 20
= 30 + 10 (35 – 30) = 30 + (5) = 32
10
35 (13+1) 490 9
P35 = = = 4 10
100 100
9 9
= nilai ke 4 10, berarti X4 + (X5 – X4)
10
9 45
= 45 + 10 (50 – 45) = 45 + = 49,5
10

Dan untuk data yang telah dikelompokkan kita gunakan rumus


𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑃𝑖 = 𝐵𝑏 + 𝐶. {100 }
𝑓𝑝

Contoh soal:
Berdasarkan contoh soal tabel di atas maka hitunglah P50 dan P99!
Jawab:
Untuk menghitung P50,
P50 = in/100 = 50 * 100/10 = 50, maka P50 berada di frekuensi kumulatif 57
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑃50 = 𝐵𝑏 + 𝐶. {10 }
𝑓𝑑

50.100
− 30
= 59,5 + 5. { 10 }
27

= 59,5 + 5 (0,74) = 59,5 + 3,7 = 63,2

Untuk menghitung P99,


P99 = in/100 = 99 * 100/100 = 99, maka P99 berada di frekuensi kumulatif 100

31
𝑖𝑛
− (𝜀𝑓𝑖 )0
𝑃99 = 𝐵𝑏 + 𝐶. {10 }
𝑓𝑑

99.100
− 96
= 74,5 + 5. { 100 }
4

= 74,5 + 5 (0,75) = 74,5 + 3,75 = 78,25

(Susanti, 2010).

2.6 Ukuran Variasi atau Dispersi


Pengukuran dispersi atau biasa disebut sebagai deviasi (penyimpangan) adalah merupakan
ukuran atau tingkat penyebaran data yang diukur terhadap nilai rata-rata hitungnya (distribusi data
terhadap nilai rata-ratanya). Ukuran dispersi dapat pula dikatakan sebagai rata-rata tingkat
penyimpangan dari hasil pengukuran (observasi) sehingga pengukuran tersebut dinyatakan
sebagai variasi data terhadap nilai rata-ratanya. Semakin besar variasi nilai-nilai xi, maka akan
semakin kurang representatif rata-rata distribusinya (rata-rata penyebarannya). Dan sebaliknya
akan berlaku semakin kecil variasi nilai-nilai xi, maka akan semakin representatif rata-rata
ditribusinya (rata-rata penyebarannya).
Pengukuran dispersi ini dimaksudkan sebagai besaran atau ukuran untuk mendapatkan
gambaran yang lebih jelas berdasarkan tingkat variasi (deviasi) data dari sekumpulan data yang
dipunyai. Dengan mengetahui ukuran dispersi dari sekumpulan data yang dipunyai, tentunya akan
sangat membantu dalam menafsirkan dan menginterpretasikan bagaimana keragaman data yang
sebenarnya (Supangat, 2007).
Ada beberapa macam ukuran variasi atau dispersi, misalnya nilai jarak (range), rata-rata
simpangan (mean deviation), simpangan baku (standard deviation).

1. Ukuran jarak (range)


Ukuran jarak (range) adalah merupakan ukuran variasi yang paling sederhana dan paling
mudah menentukan nilainya. Range didefinisikan sebagai selisih antara nilai-nilai ekstrem yang
terdapat dalam data, atau dengan kata lain range adalah selisih antara nilai maximum dengan nilai

32
minimum yang terdapat dalam data. Jadi apabila X adalah nilai data maka menghitung nilai range
untuk data yang belum terkelompok adalah:

Range = X (max) – X (min)

Contoh soal:
Tentukan range dari data berikut:
55 40 35 60 75 80 65 40 85
Jawab:
X (max) = 85 & X (min) = 35
Range = 85-35 = 50

Untuk data berkelompok, nilai jarak dapat dihitung dengan cara:

Range = nilai tengah kelas terakhir – nilai tengah nilai pertama


Contoh soal:
Kumpulan nilai ujian matematika dari 45 orang pembaca STT-PLN tahun 2005 disajikan dalam
tabel berikut.
Nilai f
60 – 62 4
63 – 65 10
66 – 68 17
69 – 71 9
72 – 74 5
Total 45
Hitunglah range dari kumpulan nilai ujian matematika dari 45 pembaca tersebut!
Jawab:
72+74
Nilai tengah kelas terakhir = = 73
2
60+62
Nilai tengah kelas pertama = = 61
2

maka:
Range = nilai tengah kelas terakhir – nilai tengah nilai pertama
= 73 – 61
= 12

33
2. Simpangan Rata-rata (Mean Deviation)
Simpangan rata-rata merupakan ukuran variasi yang kedua dan ukuran ini merupakan
ukuran yang lebih baik daripada range. Apabila simpangan rata-rata ini disertakan pada ukuran
nilai pusat (dalam hal ini mean), maka hal tersebut akan dapat menggambarkan suatu kumpulan
data yang tepat, baik bagi nilai pusatnya maupun bagi variasi keseluruhan nilai yang ada dalam
kumpulan data tersebut. Simpangan rata-rata dibedakan atas dua kelompok.

a. Data yang tidak dikelompokkan


Misalkan X1, X2, X3,…..,Xn masing-masing nilai data dari serangkaian hasil observasi. Apabila
𝑋̅ adalah nilai rata-rata dari data diatas simpangan dari nilai data X1, X2, X3,…..,Xn adalah
Simpangan = |𝑋𝑖 − 𝑋̅|
Jadi besarnya simpangan dari seluruh data terhadap nilai rata-ratanya adalah:
Jumlah simpangan = |𝑋1 − 𝑋̅|+|𝑋2 − 𝑋̅|+|𝑋3 − 𝑋̅|+…+|𝑋𝑛 − 𝑋̅|
dan simpangan rata-ratanya adalah:
𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖
Rs = 𝑛
1
Rs = 𝑛 ∑ |𝑋𝑖 − 𝑋̅|

dimana:
Rs = simpangan rata-rata data yang tidak dikelompokkan
n = jumlah keseluruhan data
i = nomor data
𝑋𝑖 = nilai data nomor i
𝑋̅ = mean keseluruhan nilai data
Supaya besar penyimpangan keseluruhan nilai data tidak nol, maka penyimpangan setiap
nilai dari mean-nya harus diberikan tanda harga mutlak, hal tersebut biasa disimbolkan
dengan |… … |
Contoh soal:
Hitunglah simpangan rata-rata dari data berikut:
3433454643
Jawab:
∑ 𝑋𝑖
𝑋̅ = 𝑛
3+4+3+3+4+5+4+6+4+3 39
𝑋̅ = = = 3,9.
10 10

34
Nilai rata-rata dari data tersebut adalah: 3,9.
Simpangan rata-ratanya:
1
Rs = 𝑛 ∑ |𝑋𝑖 − 𝑋̅|
1
= 10 ∑ {|3 − 3,9|+|4 − 3,9|+|3 − 3,9|+….+|3 − 3,9|
1
= 10 (0,9+0,1+0,9+0,9+0,1+1,1+0,1+2,1+0,1+0,9)
1
= 10 . 7,2 = 0,72

Jadi, simpangan rata-ratanya adalah Rs = 0,72

b. Data yang dikelompokkan


Untuk data yang telah dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi maka dalam menghitung
simpangan rata-ratanya pertama kali kita menganggap bahwa semua nilai data masing-masing
kelas tersebar secara merata, sehingga nilai tengah kelas dianggap cukup mewakili semua data
yang ada dalam kelas tersebut. Sebagai akibat dari anggapan itu maka jika m i adalah nilai
tengah kelas ke-i besarnya simpangan dari seluruh data dalam kelas-i adalah:
1
Rs = 𝑛 ∑ fi |𝑚𝑖 − 𝑋̅|

Simpangan ke-i = fi |𝑚𝑖 − 𝑋̅| sehingga besarnya simpangan rata-rata dari seluruh nilai data.
dengan:
Rs = simpangan rata-rata
n = banyaknya nilai data
k = banyaknya kelas
fi = frekuensi pada kelas-i
mi = nilai tengah kelas ke-i
̅
𝑋 = nilai rata-rata
Contoh soal:
Kumpulan nilai ujian matematika dari 45 orang pembaca STT-PLN tahun 2005 disajikan
dalam tabel berikut.
Nilai F
60 – 62 4
63 – 65 10
66 – 68 17
69 – 71 9
72 – 74 5
Total 45

35
Cari simpangan rata-rata dari tabel diatas!
Jawab:
Nilai f m m.f |𝒎 − 𝑿̅| |𝒎 − 𝑿 ̅ |. F
60 – 62 4 61 244 6,07 24,28
63 – 65 10 64 640 3,07 30,7
66 – 68 17 67 1139 0,07 1,19
69 – 71 9 70 630 2,93 26,37
72 – 74 5 73 365 5,93 29,65
Total 45 3018 112,19

∑ 𝑚𝑖.𝑓𝑖 3018
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖 = 45 = 67,07

Simpangan rata-ratanya:
1
Rs = 𝑛 ∑ fi |𝑚𝑖 − 𝑋̅|
1
= 45 . 112,19 = 2,49

3. Simpangan Baku (Standard Deviation)


Simpangan baku merupakan ukuran variasi yang ketiga dan merupakan ukuran yang paling
banyak digunakan orang. Pada perhitungan simpangan rata-rata untuk menghilangkan bilangan
negatif dan nilai nol dilakukan dengan mengambil nilai mutlaknya maka pada simpangan baku hal
itu dilakukan dengan cara mengkuadratkan masing-masing simpangan dari nilai datanya kemudian
dibagi dengan banyaknya data dan diakarkan.
Pembahasan penentuan simpangan baku selanjutnya akan dibedakan atas dua golongan data yaitu
data yang tidak dikelompokkan dengan data yang dikelompokkan.
a. Data yang tidak dikelompokkan
Misalnya dihadapi kumpulan data yang tidak dikelompokkan sebagai berikut :
𝑥1 , 𝑥2 , 𝑥3 , … … … 𝑥𝑛
Maka kumpulan data demikian akan memiliki mean sebagai :
𝑛
1
𝑥̅ = ∑ 𝑥𝑖
𝑛
𝑖=1

Selanjutnya apabila mencari penyimpangan setiap nilai data dengan mean-nya, maka akan
didapatkan |𝑥 − 𝑥̅ | yang bertanda positif dan bertanda negatif.

36
Supaya penyimpangan keseluruhan nilai data yang ada dengan mean tidak bernilai nol, maka
masing-masing penyimpangan nilai yang ada perlu dibuat bertanda positif dengan cara
dikuadratkan. Hal tersebut bila dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
(𝑥1 − 𝑥̅ ) + (𝑥2 − 𝑥̅ ) … … + (𝑥𝑛 − 𝑥̅ ) = 0
Bila masing-masing penyimpangan nilai data dengan mean dikuadratkan, maka akan
didapatkan :
(𝑥1 + 𝑥̅ )2 + (𝑥2 + 𝑥̅ )2 … … . +(𝑥𝑛 + 𝑥̅ )2 = 0
Dan selanjutnya bila hal tersebut dibagi dengan jumlah data (𝑛), maka akan didapatkan suatu
nilai yang menunjukkan simpangan baku kuadrat dan biasa disebut dengan varian. Bila
dinyatakan dengan rumus ialah sebagai berikut :
1
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 = ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛
Dalam penentuan besar simpangan baku, dapat menggunakan besar simpangan baku kuadrat
(varian), yaitu :

1
𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 (𝑆) = √𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 = √ ∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
𝑛

𝑆 = simpangan baku
𝑥𝑖 = nilai data ke-i
𝑥̅ = nilai rata-rata
𝑛 = banyaknya nilai data

Contoh soal:
Hitunglah simpangan baku dari data berikut : 6, 7, 6, 6, 7, 8, 5, 6, 8, 7
Jawab:
𝑛
1
𝑥̅ = ∑ 𝑥𝑖
𝑛
𝑖=1
1 1
𝑥̅ = (6 + 7 + 6 + 6 + 7 + 8 + 5 + 6 + 8 + 7) = . 66 = 6,6
10 10

Untuk mencari simpangan bakunya dapat dibuat tabel berikut :


𝑥𝑖 (𝑥𝑖 − 𝑥̅ ) (𝑥𝑖 − 𝑥̅ )2
6 -0,6 0,36
7 0,4 0,16
6 -0,6 0,36

37
6 -0,6 0,36
7 0,4 0,16
8 1,4 1,96
5 -1,6 2,56
6 -0,6 0,36
8 1,4 1,96
7 0,4 0,16
8,4

∑𝑛
𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ )
2 8,4
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 = = = 0,84
𝑛 10

𝑠𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 = 𝑠 = √0,84 = 0,92

b. Data yang dikelompokkan


Untuk data yang telah dikelompokkan, dengan anggapan bahwa nilai-nilai dalam kelas akan
berdistribusi rata sepanjang kelas, maka nilai tengah kelas merupakan nilai yang representatif
bagi keseluruhan nilai dalam kelas tersebut. Maka untuk menentukan besar varian dan
simpangan baku data yang dikelompokkan adalah:

1 1
Varian = 𝑛 ∑ fi (mi - 𝑋̅)2 dan simpangan baku (S) = √𝑛 ∑ 𝑓𝑖 (𝑚𝑖 − 𝑋̅)2

dengan:
𝑚𝑖 = nilai tengah pada kelas-i
𝑋̅ = nilai rata-rata
fi = frekuensi pada kelas-i
n = banyaknya nilai data
k = banyaknya kelas

Contoh soal:
Dari data yang disajikan dalam tabel frekuensi berikut ini, carilah simpangan bakunya!
Nilai F
60 – 62 4
63 – 65 10
66 – 68 17
69 – 71 9
72 – 74 5
Total 45

38
Jawab:
Nilai f m m.f ̅)
(m - 𝑿 ̅ )2
(m - 𝑿 ̅ )2. F
(m - 𝑿
60 – 62 4 61 244 -6,06 36,72 146,89
63 – 65 10 64 640 -3,06 9,36 93,64
66 – 68 17 67 1139 -0,06 0,00 0,06
69 – 71 9 70 630 2,94 8,64 77,79
72 – 74 5 73 365 5,94 35,28 176,42
Total 45 3018 494,80

∑ 𝑚𝑖.𝑓𝑖 3018
𝑋̅ = ∑ 𝑓𝑖 = 45 = 67,07

maka nilai simpangan bakunya sebesar:


1
Varian = 𝑛 ∑ fi (mi - 𝑋̅)2
1
= 45 . 494,80 = 10,99

S = √𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 → S = √10,99 = 3,32

2.7 Tingkat Kemiringan Kurva (Skewness)


Kemiringan (skewness) dari suatu distribusi adalah derajat kesetangkupan (derajat
simetris) dari distribusi tersebut. Adapun ukuran kemiringan adalah ukuran yang menyatakan
derajat ketidaksimetrisan suatu lengkungan halus (kurva) dari suatu distribusi frekuensi.
Dapat pula dikatakan bahwa ukuran kemiringan adalah harga yang menunjukkan seberapa
jauh distribusi itu menyimpang dari simetris (Herhyanto et al, 2014). Jika ditinjau berdasarkan
kemiringan, suatu kurva distribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai
berikut:

39
Menurut Pearson, dari hasil koefisien kemiringan diatas ada tiga kriteria untuk
mengetahui model distribusi dari sekumpulan data (baik data tidak berkelompok maupun data
berkelompok), yaitu:
1. Jika koefisien kemiringannya lebih kecil dari nol (<0), model distribusinya negatif
2. Jika koefisien kemiringannya sama dengan nol (= 0), model distribusinya simetris
3. Jika koefisien kemiringannya lebih besar dari nol (> 0), model distribusinya positif.

Ada beberapa rumus untuk menghitung koefisien kemiringan, yaitu:


a. Koefisien kemiringan pertama dari Pearson
𝑥̅ −Mo
Koefisien kemiringan = s

Keterangan : 𝑥̅ = rata-rata
Mo = modus
S = simpangan baku
b. Koefisien kemiringan kedua dari Pearson
3 (𝑥̅ −Me)
Koefisien kemiringan = s

Keterangan : 𝑥̅ = rata-rata
Me = median
S = simpangan baku
c. Koefisien kemiringan menggunakan nilai kuartil
𝑄3 −2 𝑄2 + 𝑄1
Koefisien kemiringan = 𝑄3 − 𝑄1

dengan 𝑄1 = kuartil pertama


𝑄2 = kuartil kedua
𝑄3 = kuartil ketiga.
d. Koefisien kemiringan menggunakan nilai persentil
𝑃90 −2 𝑃50 + 𝑃10
Koefisien kemiringan = 𝑃90 − 𝑃10

dengan 𝑃90 = Persentil ke 90


𝑃50 = Persentil ke 50
𝑃10 = Persentil ke 10

40
Contoh :
Misalkan berat badan bayi (dicatat dalam kg) yang baru lahir selama seminggu tertentu di rumah
sakit bersalin “Sehat” dapat dilihat dalam tabel berikut.
Berat Badan bayi yang Baru Lahir
Selama Seminggu tertentu di Rumah Sakit Bersalin
Berat Badan (Kg) Banyak Bayi

2,5 – 2,6 2
2,7 – 2,8 3
2,9 – 3,0 5
3,1 – 3,2 7
3,3 – 3,4 6
3,5 -3,6 5
Jumlah 28
Hitung koefisien kemiringannya dengan menggunakan nilai kuartil.
Jawaban :
1. Menggunakan rumus kemiringan pertama dari pearson
Untuk memudahkan mencari koefisien kemiringan, maka kita gunakan tabel dibawah ini
Berat Banyak Nilai Fi .xi Fk µ d F. d F.d²
Badan Bayi Tengah
(Kg) (Fi) (xi)

2,5 – 2,6 2 2,55 5,1 2 - 0,6 -3 -6 36

2,7 – 2,8 3 2,75 8,25 5 -0,4 -2 -6 36


2,9 – 3,0 5 2,95 14,75 10 -0,2 -1 -5 25
3,1 – 3,2 7 3,15 22.05 17 0 0 0 0
3,3 – 3,4 6 3,35 20,1 23 0,2 1 6 36
3,5 -3,6 5 3,55 17,75 28 0,4 2 10 100
Jumlah 28 88 19 233

𝑥̅ − 𝑀𝑜
Koefisien kemiringan pertama dari pearson = 𝑠
∑𝐹. 𝑥𝑖 88
̅=
𝒙 = 28 = 3,14
∑𝐹
𝑑1
Modus = Tb Mo + p (𝑑1+𝑑2)

41
Keterangan : tbm = tepi bawah kelas modus
p = panjang kelas
d1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya
Berdasarkan frekuensi kelas modus terletak di kelas keempat. Jadi tbm = 3,1 – 0,05 = 3,05, p
=0,2, d1= 7-5 = 2, d2 = 7-6 = 1.
𝑑1
Modus = tbm + p (𝑑1+𝑑2)
2
= 3,05+ 0,2 (2+1)

= 3,05+ 0,13
= 3,18
√∑𝐹𝑖.𝑑2 √(∑𝐹𝑖.𝑑)2
S =P −
𝑛 𝑛

√61 √(−1)²
= 0,2 −
28 28

√61 √1
= 0,2 − 784
28

√1708 √1
= 0,2 − 784
784

√1707
= 0,2 784

= 0,2 √2,17
= 0,2 . 1,47
= 0,294
𝑥̅ − 𝑀𝑜
Koefisien kemiringan pertama dari pearson = 𝑠
3,14−3,18
= 0,294
−0,04
=
0,294

= -0,13
Karena koefisien kemiringannya -0,13 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.

2. Koefisien kemiringan kedua dari Pearson


3 (𝑥̅ −Me)
Koefisien kemiringan = s

42
Sebelumnya kiita sudah ketahui :
̅ = 3,14 , s = 0,294
𝒙
𝑛 28
Median = 2 = = 14 , terletak dikelas interval ke-4.
2

Jadi tbm = 3,1 – 0,05 = 3,05, p = 3,1 – 2,9 = 0,2, F =


𝑛
−𝐹
2
Me = Tb Me + p (𝐹𝑚𝑒 )
28
−10
2
= 3,05+ 0,2 ( )
7
4
= 3,05 + 0,2 ( )
7

= 3,05 + 0,11
= 3,16
3 (𝑥̅ −Me)
Koefisien kemiringan = s
3 (3,14−3,16)
= 0,294
3 (−0,02)
= 0,294
− 0,06
= 0,294

= - 0,204
Karena koefisien kemiringannya -0,204 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.
3. Koefisien kemiringan menggunakan nilai kuartil
Rumus yang digunakan adalah:

𝑄3 −2 𝑄2 + 𝑄1
Koefisien kemiringan =
𝑄3 − 𝑄1

dengan 𝑄1 = kuartil pertama


𝑄2 = kuartil kedua
𝑄3 = kuartil ketiga.
Sebelumnya kita harus mencari terlebih dahulu nilai-nilai 𝑄1(kuartil pertama), 𝑄2 (kuartil kedua,
𝑄3 (kuartil ketiga)

43
Untuk 𝑸𝟏 (kuartil pertama)
Kelas kuartil pertama adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dati
1 1
frekuensi kelas interval pertama mencapai paling sedikit 4 n, yaitu 4 x 28 orang = 7 orang.

Ternyata kelas kuartil pertama terletak pada kelas interval ketiga, karena jumlah frekuensinya (2
+ 3 + 5) orang = 10 orang. Sehingga kita bisa menghitung besaran-besaran yang diperlukan dalam
rumus kuartil pertama, yaitu
𝑇𝑏𝑄1 = 2,9 – 0,05 = 2, 85
p = 0,2
F =2+3=5
f𝑄1 =5
1
𝑛−𝐹
4
𝑄1 = 𝑇𝑏𝑄1 + p ( )
f𝑄1

7−5
= 2,85 + 0,2 ( )
5

= 2,85 + 0,08
= 2,93

Untuk 𝑸𝟐 (kuartil kedua)


1 1
Letak 𝑄2 ada pada data ke- 2 = x 28 orang = 14 orang, yaitu pada kelas ke-4, interval 3,1 – 3,2
2

sehingga:
𝑇𝑏𝑄2 = 3,1 – 0,05 = 3,05; p = 0,2; F = 10; dan f𝑄2 = 7.
1
𝑛−𝐹
𝑄2 = 𝑇𝑏𝑄2 + p ( 2 f )
𝑄2

14 − 10
= 3,05 + 0,2 ( )
7

= 3,05 + 0,11
= 3,16

Untuk 𝑸𝟑 (kuartil ketiga)


3 3
Letak Q3 ada pada data ke- n= x 28 orang = 21, yaitu pada kelas ke-5, interval 3,3 – 3,4
4 4

sehingga:
𝑇𝑏𝑄3 = 3,3 – 0,05 = 3,25; p = 0,2; F = 17; dan f𝑄3 = 6.

44
3
𝑛−𝐹
𝑄3 = 𝑇𝑏𝑄3 + p ( 4 f )
𝑄3

21 − 17
= 3,25 + 0,2 ( )
6
4
= 3,25 + 0,2 ( 6 )

= 3,25 + 0,13
= 3,38
𝑄3 −2 𝑄2 + 𝑄1
Diperoleh koefisien kemiringan = 𝑄3 − 𝑄1
3,38−2.3,16+2,93
= 3,38−2,93
−0,01
=
0,45

= -0,022
Karena koefisien kemiringannya -0,022 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.
4. Koefisien kemiringan menggunakan nilai persentil
𝑃90 −2 𝑃50 + 𝑃10
Koefisien kemiringan = 𝑃90 − 𝑃10

Untuk persentil ke 90, 𝑷𝟗𝟎


Kelas persentil ke 90 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari
90 90
frekuensi kelas interval pertama mencapai paling sedikit 100 n. yaitu 100 x 28 orang = 25,2 orang.

Ternyata kelas persentil ke 90 terletak pada interval keenam, karena jumlah frekuensinya
mencapai (2 + 3 + 5 + 7 + 6 + 5) orang = 28 orang sehingga kita bisa menghitung besar-besaran
yang diperlukan dalam rumus persentil ke 90, yaitu b = 3,5 – 0,05 = 3,45; p = 0,2; F= 2 + 3 + 5 +
7 + 6 = 23; dan 𝑓90 = 5
90
𝑛–𝐹
100
Jadi: 𝑃90 = Tb𝑃90 + p ( )
𝑓 𝑃90

25,2 – 23
= 3,45 + 0,2 ( )
5
2,2
= 3,45 + 0,2 ( 5 )

= 3,45 + 0,088
= 3.538

45
Untuk persentil ke 50, 𝑷𝟓𝟎
Kelas persentil ke 50 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari
50 50
frekuensi kelas interval pertama mencapai paling sedikit 100 n, yaitu = 100 x 28 orang = 14 orang.

Ternyata kelas persentil ke 50 terletak pada kelas interval keempat, karena jumlah frekuensinya
mencapai (2+3+5+7) orang = 17 orang. Sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang
diperlukan dalam rumus persentil ke 50, yaitu b = 3,1 – 0,05 = 3,05; p = 0,2, F = 10 ; 𝑓𝑝50 = 7
50
𝑛–𝐹
100
Jadi : 𝑃50 = Tb𝑃50 + p ( )
𝑓 𝑃50

14−10
= 3,05 + 0,2 ( )
7
4
= 3,05 + 0,2 ( 7 )

= 3,05 + 0,11
= 3,16

Untuk persentil ke 10, 𝑷𝟏𝟎


Kelas persentil ke 10 adalah sebuah kelas interval yang frekuensinya apabila dijumlahkan dari
10 10
frekuensi kelas interval pertama mencapai paling sedikit 100 n, yaitu = 100 x 28 orang = 2,8 orang.

Ternyata kelas persentil ke 10 terletak pada kelas interval kedua, karena jumlah frekuensinya
mencapai (2 + 3) orang = 5 orang. Sehingga kita bisa menghitung besar-besaran yang diperlukan
dalam rumus persentil ke 10, yaitu b = 2,7 – 0,05 = 2,65; p = 2,9 – 2,7 = 0,2; F = 2; 𝑓𝑝10 = 3
10
𝑛–𝐹
Jadi : 𝑃10 = Tb𝑃10 + p (100 )
𝐹𝑃 10

2,8−2
= 2,65 + 0,2 ( )
3
0,8
= 2,65 + 0,2 ( )
3

= 2,65 + 0,053
= 2,703

𝑃90 −2 𝑃50 + 𝑃10


Koefisien kemiringan = 𝑃90 − 𝑃10
3,538−2 (3,16)+2,703
= 3,538−2,703

46
3,538−6,32+2,703
= 3,538−2,703
− 0,079
= 0,835

= - 0,094
Karena koefisien kemiringannya -0,094 yaitu kurang dari 0, maka model distribusinya adalah
distribusi negatif.

2.8. Ukuran Keruncingan Kurva (Kurtosis)


Selain kemiringan, diperlukan pula mengetahui keruncingan/kelancipan (kurtosis) suatu
distribusi. Herhyanto et al, 2014 menyatakan kurtosis (peadkedness) dari suatu distribusi adalah
derajat kelancipan dari distribusi tersebut dibandingkan terhadap distribusi normal (kurva normal).
Ditinjau dari segi kelancipannya, suatu distribusi dapat dibedakan menjadi tiga :

1. Jika suatu distribusi (kurva) lebih landai atau lebih tumpul dibandingkan terhadap kurva
normal, distribusinya disebut platikurtis
2. Jika suatu distribusi (kurva) normal, distribusinya disebut mesokurtis
3. Jika suatu distribusi (kurva) lebih lancip ataulebih ramping dibandingkan terhadap kurva
normal, distribusinya disebut leptokurtis.
Untuk mengetahui apakah sekumpulan data mengikuti distribusi leptokurtik, platikurtik atau
mesokurtik, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai koefisien kurtosisnya. Untuk menghitung
koefisien kurtosis digunakan rumus koefisien kurtosis, yaitu :

1
2
( 𝑄3− 𝑄1 )
K=
𝑃90 − 𝑃10

47
dengan : 𝑄1 = Kuartil kesatu
𝑄3 = Kuartil ketiga
𝑃10 = Persentil ke 10
𝑃90 = Persentil ke 90

Dari hasil koefisien kurtosis diatas, ada tiga kriteria untuk mengetahui model distribusi dari
sekumpulan data, yaitu :
1. jika koefisien kurtosisnya kurang dari 0,263 (< 0,263), maka distribusinya adalah
platikurtis
2. jika koefisien kurtosisnya sama dengan 0,263 (=0,263), maka distribusinya adalah
mesokurtis
3. jika koefisien kurtosisnya lebih dari 0,263 (>0,263), maka distribusinya adalah leptokurtis

Contoh:
Lihat data dalam daftar (1), yaitu mengenai berat badan bayi yang baru lahir selama seminggu
tertentu dari rumah sakit bersalin “Sehat”. Hitung koefisien kurtosisnya.
Jawaban :
Rumus yang digunakannya adalah : 1
2
( 𝑄3− 𝑄1 )
Q=
𝑃90 − 𝑃10

Telah dihitung: 𝑄1 = 2,93, 𝑄 = 3,38, 𝑃10 = 2,703 dan 𝑃90 = 3,538


1
( 𝑄3− 𝑄1 )
2
Berarti: K = 𝑃90 − 𝑃10
1
( 3,38 −2,93 )
= 23,538−2,703
0,225
= 0,835

= 0,269
Karena koefisien keruncingannya lebih dari 0,263 (>0,263), maka distribusinya adalah leptokurtis.

48
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penyajian makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Statistika deskriptif menggambarkan dan menganalisis kelompok data yang diberikan
tanpa penarikan kesimpulan mengenai kelompok data yang lebih besar.
2. Tujuan penyajian data antara lain : memberi gambaran yang sistematis tentang peristiwa-
peristiwa yang merupakan hasil penelitian atau observasi, data lebih cepat ditangkap dan
dimengerti, memudahkan dalam membuat analisis data, emudahkan membuat proses
pengambilan keputusan dan kesimpulan lebih tepat, cepat, dan akurat.
3. Distribusi frekuensi meliputi distribusi relative dan kumulatif.
4. Bentuk-bentuk penyajian data melalui diagram, tabel, hiostogram, poligon, dan ogive.
5. Ukuran pemusatan data antara lain rata-rata hitung, rata-rata ukur, rata-rata harmonis, rata-
rata polar, modus, dan median.
6. Ukuran penyebaran data terdiri dari kuartil, desil, dan persentil.
7. Ukuran variasi atau disperse antara lain range, simpangan rata-rata, dan simpangan baku.
8. Ukuran kemiringan kurva dan ukuran keruncingan kurva.

49
DAFTAR PUSTAKA

Herhyanto, N., Hamid, A., Kartono., Suwarno, (2014). Statistika Terapan. Jakarta : Universitas
Terbuka.

Kuswanto, D. (2012). Statistika untuk Pemula dan Orang Awam. Jakarta : Laskar Aksara

Minium, Edward W., King Bruce M., and Bear Gordon. (1993). Statistical Reasoning in
Psychology and Education. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Sani, I. (2014). Makalah Statistika Deskriptif. [Online]. Diakses dari


https://www.academia.edu/8803729/Makalah_Statistik_Deskriptif pada tanggal 7 Maret
2019.

Sudjana. 2009. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Supangat, A. (2007). Statistika dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Non Parametrik. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.

Suprayogi. (2008). Statistika Deskriptif. Tersedia secara online di


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/.../Statistika%20Dasar/00-statistika-deskriptif.pdf (08
Maret 2019).

Susanti, M.N.I. 2010. Statistika Deskriptif dan Induktif. Jakarta : Graha Ilmu

Walpole, R.E. (1995). Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

50

Anda mungkin juga menyukai