Anda di halaman 1dari 19

MAKALA DINAMIKA POPULASI

“STRUKTUR KOMUNIKASI”

DI SUSUN OLEH :

YESIKA SITINJAK (201859017)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI

UNIVERSITAS PAPUA

MANOKWARI

2021

Page 1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Komunikasi
Dinamika”.

Saya selaku penyusun makalah ini menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang membantu saya dalam kelancaran pembuatan makalah ini baik berupa dorongan
moral maupun materi. Semoga makalah ini dapat berguna baik untuk diri saya, teman
– teman, dan semua yang membaca makalah ini.

Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, saya selaku penyusun
memohon maaf atas kekurangan dalam makalah ini. Kami berharap pembaca dapat
memberikan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kiranya makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat memenuhi tugas yang diberikan. Terima kasih.

Manokwari, 23 Mei 2021

Penyusun

Page 2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aceh Tenggara merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari
wilayah Provinsi Aceh, daerahnya yang dikelilingi oleh pegunungan serta memiliki
sumber daya alam yang sangat potensial. Menurut Anonim (2014) kabupaten Aceh
Tenggara berada pada posisi secara geografis terletak antara 30 55’ 23”- 4 0 16’ 37”
LU dan 960 43’ 23”- 980 10’ 32” BT. Kabupaten Aceh Tenggara secara administratif
dibagi menjadi 16 kecamatan, 51 mukim dan 385 desa, dimana wilayah aceh tenggara
ini memiliki populasi sekitar 184.150 jiwa pada tahun 2012. Wilayah Aceh tenggara
memiliki keanekaragaman biota yang tinggi, salah satunya adalah Taman Nasional
Gunung Leuser (TNGL), serta terbentang sebuah sungai yang sangat panjang yang
mengitari wilayah aceh tenggara tersebut yang dinamakan Sungai Alas atau yang
biasa disebut Kali Alas, serta banyak anak sungai yang bermuara atau mengalir masuk
ke badan Sungai Alas tersebut. Menurut Anonim (2011) di wilayah Kabupaten Aceh
Tenggara terdapat dua buah sungai besar dan beberapa sungai kecil, yaitu sungai
Lawe Alas, yang panjangnya ± 200 km dengan kedalaman rata-rata 3 meter dan lebar
rata-rata 30 meter, dan sungai Lawe Bulan. Selain kedua sungai besar ini, seluruh
wilayah Aceh Tenggara dilintasi banyak sungai kecil. Sungai-sungai ini berperan
besar dalam pemenuhan kebutuhan air masyarakat, baik sebagai sumber air bersih
(untuk kebutuhan rumah tangga, seperti untuk mandi, mencuci, dan air minum),
pengairan persawahan dan lahan pertanian lainnya, serta untuk budidaya ikan. Sungai
sebagai salah satu jenis media hidup bagi organisme perairan, sering kali menjadi
tempat pembuangan sampah rumah tangga baik sampah padat maupun cair, baik
sampah organik maupun sampah anorganik oleh masyarakat sekitar sungai yang dapat
mencemari sungai tersebut, sehingga sungai seringkali tidak terhindar dari masalah
penurunan kualitas air (Sutanto et al., 2012). Kondisi Sungai Alas saat ini mengalami
penurunan kualitas. Menurut Defira et al., (2004) Sungai Alas sudah mengalami
gangguan akibat dari penebangan hutan didaerah hulu dan sepanjang daerah aliran
sungai (DAS), ditandai warna air yang kekuningan akibat banyaknya lumpur karena
terjadinya erosi dan sering terjadinya banjir bandang. Penurunan kualitas air Sungai
Alas akan berdampak pada biota ikan. Oleh karena itu penelitian tentang Struktur
Komunitas Ikan di Sungai Alas ini sangat diperlukan.

Page 3
B. Rumusan Masalah
Sungai Alas merupakan sungai yang sangat dibutuhkan masyarakat penduduk
setempat untuk melakukan berbagai aktivitas seperti, daerah wisata, untuk keperluan
sehari-hari, bahkan sebagai mata pencaharian para nelayan menangkap ikan. Tetapi
masyarakat yang kurang peduli justru secara tidak langsung merusak ekosistem
perairan tersebut seperti, penangkapan ikan dengan cara menyetrum, pengerukan pasir
sungai untuk kebutuhan bangunan, dan pembuangan sampah ke sungai, sehingga akan
mempengaruhi kualitas air sungai. Menurunnya kualitas air akan mengganggu
aktivitas biota yang terdapat didalamnya, salah satunya yaitu organisme ikan, oleh
karena itu penelitian hubungan Struktur Komunitas Ikan yang mencakup
keanekaragaman jenis ikan serta faktor fisik-kimia diperairan Sungai Alas sangat
diperlukan.
C. Tujuan
1. Menganalisis struktur komunitas ikan di Sungai Alas.
2. Menganalisis hubungan antara keanekaragaman ikan dan faktor fisik-kimia di
Sungai Alas.

Page 4
BAB II

DASAR TEORI

A. Pengertian Struktur Komunikasi


Struktur komunitas merupakan ilmu yang mempelajari tentang sususan atau
komposisi spesies dan kelimpahannya dalam suatu ekosistem (Schowalter,
1996). Struktur komunitas, mempunyai beberapa indeks ekologi yang meliputi:
1. Indeks keanekaragaman,
2. Indeks kemerataan dan
3. Dominansi. Lingkungan
B. Struktut Komunitas
Komunitas merupakan kumpulan populasi yang terdiri dari berbagai spesies
yang menempati suatu daerah tertentu. Menurut Odum (1994), komunitas
diklasifikasikan dengan melihat bentuk atau sifat struktur utamanya seperti spesies
yang dominan, bentuk atau indikator hidup, habitat fisik dari komunitas dan sifat
maupun tanda-tanda fungsional. Struktur komunitas dipelajari melalui beberapa cara
yaitu ukuran, komposisi, dan keanekaragaman spesies. Struktur komunitas juga
berkaitan erat dengan kondisi habitat. Perubahan pada habitat dapat mempengaruhi
tingkat spesies sebagai komponen terkecil penyusunan populasi yang membentuk
komunitas. Berdasarkan pendapat tersebut, dijelaskan bahwa komunitas merupakan
kesatuan dinamik dari hubungan fungsional yang saling mempengaruhi diantaranya
populasi, dimana komunitas berperan pada posisinya masing-masing dan menyebar
dalam ruang serta tipe habitatnya (Odum, 1994) Komunitas dan komponen
penyusunnya adalah sebuah organisasi kehidupan yang masing-masing memiliki
dinamika sendiri disebut struktur komunitas (Satino, 2011). Menurut Husamah,
(2015), Struktur komunitas adalah suatu konsep yang mempelajari susunan atau
komposisi spesies dan kelimpahan dalam suatu komunitas. Komunitas mempunyai
struktur dan pola tertentu terhadap keanekaragaman, kemerataan, dan dominansi
dengan ciri yang unik pada suatu kommunitas.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan komunitas
Struktur dalam komunitas dapat berubah dikarenakan sebagian besar dapat
diganti dalam ruang dan waktu tertentu. Meskipun secara fungsi komunitas hampir
serupa tetapi memiliki komposisi jenis yang berbeda. Komposisi komunitas
merupakan jenis dan jumlah individu penyusun komunitas disuatu tempat. Struktur

Page 5
komunitas memiliki karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh setiap jenis
komponen penyusunnya.
Penyebaran jenis dan populasi komunitas ditentukan oleh beberapa faktor
seperti sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik perairan seperti kecepatan
arus, kekeruhanaatau kecerahan, pasang surut, kedalaman, substratadasar dan suhu.
Sifat kimia seperti kandungan oksigen, karbondioksidaaterlarut, pH, bahan organik,
dan kandungan hara yang dapat mempengaruhi hewan tersebut. Sifat-sifat fisika dan
kimia secara langsung maupun tidak langsung dapat berpengaruh bagi kehidupan.
Perubahan kondisi fisika-kimia suatu perairan kemungkinan akan berdampak buruk
dan merugikan terhadap populasi yang hidup di ekosistem tersebut (Juwita, 2017).
D. Parameter Struktur Komunitas
Terdapat lima karakteristik komunitas pada umumnya yang diukur dan dikaji
yaitu bentuk struktur pertumbuhan, dominansi, kelimpahan relaitf, struktur trofik dan
keanekaragaman atau diversitas jenis (Wijayanti, 2011). Menutut Leksono (2007),
bahwa membatasi parameter komunitas bersifat kuantitatif seperti kekayaan jenis,
keanekaragaman dan kelimpahan relatif. Pengamatan struktur komunitas perlu
dilakukan sebelum mempelajari berbagai hubungan komunitas dengan lingkungan.
Hal-hal yang perlu dipahami ketika mengkaji struktur komunitas, yaitu jenis makhluk
hidup penyusun, densitas (kepadatan), dan keanekaragaman jenis (Satino, 2011).
Berikut ini uraian secara lebih rinci tentang parameter struktur komunitas.
E. Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman merupakan suatu keragaman diantara anggota-anggota yang
ada didalam kelompok. Dilanjutkan McNaughthon & Wolf (1998), Keanekaragaman
dalam konsep ekologi tertuju pada keanekaragaman jenis. Keanekaragaman Jenis
adalah suatu karakteristik atau ciri tingkatan komunitas (Barbour et al., 1999),
berdasarkan organisasi biologisnya dan dapat digunakan untuk menyatakan struktur
komunitas (Soegianto, 1994).
Keanekaragaman jenis terdiri atas dua komponen yaitu jenis yang ada,
umumnya mengarah ke kekayaan (richness) dan kelimpahan relatif jenis yang
mengarahkan ke kesamaan atau kemerataan (eveness dan equitability) (McNaughton
&Wolf, 1998). Dilanjut Odum (1994) menjelaskan bahwa dua komponen tersebut
dapat memberi reaksi berbeda-beda terhadap faktor geografi, perkembangan atau
fisik.

Page 6
F. Dampak Perubahan Lingkungan Perairan Terhadap Perubahan Struktur
Komunitas Kerang.
Bivalvia atau kerang-kerangan merupakan salah satu organisme yang dapat
ditemukan di perairan muara. Organisme ini dapat dijadikan bioindikator pada
ekosistem perairan dikarenakan bivalvia memiliki sifat hidup yang menetap dan
memiliki kemampuan untuk merespon kondisi perairan baik pada tingkat individu,
maupun komunitas. Semakin tinggi tingkat pencemaran yang terjadi pada suatu
perairan, maka akan semakin rendah kelimpahan bivalvia dalam suatu perairan.
Namun, jika tingkat pencemaran suatu perairan rendah, maka kelimpahan bivalvia
dalam suatu perairan akan meningkat.

Ilustrasi komunitas kerang. (Sumber: lifestyle okezone.com)

G. Vegetasi dan Analisis Vegetasi


Ekosistem merupakan suatu konsep sentral di dalam ekologi yang terdiri atas
dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Salah satu komponen
biotik yang menempati suatu ekosistem yaitu vegetasi atau komunitas tumbuhan,
baik itu pada habitat hutan, semak belukar, dan lain-lain. Vegetasi yang tumbuh
secara alami pada suatu wilayah merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai
faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh
anthropogenik atau dengan kata lain struktur dan komposisi vegetasi pada suatu
wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi
(Arrijani et al, 2006).
Vegetasi merupakan salah satu komponen dari ekosistem yang dapat
menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi yang nyata dari lingkungan yang
mudah diukur dan nyata. Untuk mendeskripsikan suatu vegetasi, kita harus memulai

Page 7
dari sudut pandang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokan dari tumbuhan
yang hidup di habitat tertentu yang dicirikan oleh spesies sebagai komponen serta
kombinasi dan struktur sifat-sifat spesies tersebut yang menggambarkan kondisi
vegetasi secara umum. Dalam mempelari suatu komunitas, kita tidak dapat
melakukan penelitian pada seluruh area yang ditempati oleh komunitas, terutama
pada area yang cukup luas. Oleh karena itu, kita dapat melakukan penelitian
disebagian area komunitas tersebut dengan syarat bagian tersebut dapat mewakili
sebagian komonitas yang ada. Luas area tempat tempat pengambilan contoh
komunitas tumbuhan atau vegetasi sangat bervariasi, tergantung dari bentuk/struktur
vegetasi tersebut (Resosoedarmo, 1984).
Komunitas adalah kumpulan makhluk hidup yang terdiri dari bermacam-
macam jenis yang hidup pada suatu daerah. Suatu komunitas terdiri dari banyaknya
jenis dengan berbagai macam populasi dan saling berinteraksi satu sama lain.
Komposisi suatu vegetasi ditentukan oleh tumbuhan yang mampu hidup pada tempat
tersebut. Anggota komunitas bergantung pada penyesuaian diri setiap individu
terhadap faktor-faktor fisik dan biologis pada tempat tersebut. Ada dua konsep yang
ditentukan dalam mengamati peta komunitas yaitu gradasi komunitas (populasi) dan
gradiasi lingkungan yaitu menyangkut jumlah faktor lingkungan yang bekerja
secara bersama-sama (Soedjiran,1989).
Menentukan sampling tumbuhan merupakan permasalahan yang sering kita
hadapi  dalam menentukan suatu individu tanaman. Tumbuhan yang berbentuk
pohon atau herba. Untuk tanaman yang hidup di dalam kelompok atau bereproduksi
secara vegetatif dengan akar di dalam tanah, cara yang umum digunakan adalah
menganggap individu-inidividu tersebut terpisah-pisah. Sedangkan untuk tanaman
yang tumbuh dalam bentuk rumpun, maka setiap rumpun dianggap sebagi satu
individu. Untuk kondisi seperti ini, jenis pengukuran yang paling cocok adalah
dengan mengukur luas penutupan. Dalam ekologi, frekuensi dipergunakan untuk
menyatakan proporsi antara jumlah sampel yang berisi suatu spesies tertentu dengan
jumlah total sampel. Frekunsi relatif suatu spesies adalah frekuensi dari suatu spesies
dibagi dengan jumlah frekuensi dari semua spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas (Soegianto, 1994).
Adanya vegetasi pada suatu daerah akan memberikan dampak positif bagi
keseimbangan ekosistem di daerah tersebut. Secara umum peranan vegetasi dalam
suatu ekosistem berhubungan dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan

Page 8
oksigen di alam, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, dan
memperbaiki kondisi air tanah. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada
suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya akan bervariasi
tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah
itu (Putri et al, 2013).
Adanya perbedaan pengaruh tipe vegetasi terhadap sistem tata air pada suatu
area antara lain disebabkan karena setiap jenis tumbuhan memiliki model arsitektur
yang berbeda-beda. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan
berhabitus pohon yang merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu dimana
merupakan salah satu fase dari rangkaian pertumbuhan pohon tersebut. Model
arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju aliran
batang, air tembus tajuk, infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang
terkait dengan peranan vegetasi dalam mengurangi laju erosi pada daerah tersebut.
Berkaitan dengan siklus hidrologis, Bennet (1995) mengemukakan bahwa hutan dan
rumput tebal merupakan tipe vegetasi yang lebih efektif dalam menahan erosi jika
dibandingkan dengan tanaman tumpang gilir, tanaman kapas dan tanaman jagung.
Pada tanah yang ditumbuhi hutan dengan kemiringan lereng antara 8,75-16,5% erosi
yang terjadi hanya 0,002-0,31 ton/akre/tahun, sedangkan pada tanaman tumpang
gilir berkisar antara 14,28-27,8 ton/akre/tahun, tanaman kapas 23,23-65,6
ton/akre/tahun dan untuk lahan yang tidak ditumbuhi tanaman laju erosinya sekitar
111,7 ton/akre/tahun. Selain itu konversi hutan menjadi lahan pertanian (Rahim,
1988), juga dapat meningkatkan laju erosi sebesar 157% pada tahun ketiga dan
470% pada tahun kelima setelah konversi (Arrijani et al, 2006).
Menurut Wiharto (2014), istilah vegetasi tidak bisa dilepaskan dari komponen-
komponen penyusun vegetasi, karena komponen tersebutlah yang menjadi fokus
dalam pengukuran vegetasi. Komponen tumbuhan yang menjadi penyusun suatu
vegetasi umumnya terdiri dari:
1. Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan
memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
2. Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain
(biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-
parasit.

Page 9
3. Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki
rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai
daun.
4. Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan
biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari
1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
5. Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri
sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau
belukar.
6. Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai
rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang
kadang-kadang keras.
7.  Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu
batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk
tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
a. Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang
dari 1.5 m.
b. Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm.
c. Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Komunitas secara umum memiliki perbedaan dalam hal kekayaan spesies
(species richness) atau jumlah spesies yang terdapat di dalamnya. Selain itu, juga
terdapat perbedaan dalam hal kelimpahan relatif spesies (relative abundance).
Beberapa komunitas terdiri dari beberapa spesies yang umum dan beberapa spesies
yang langka, sementara komunitas lainnya dengan jumlah spesies yang sama terdiri
dari spesies yang umum ditemukan. Kelimpahan relatif spesies di dalam suatu
komunitas mempunyai dampak yang sangat besar dalam menentukan ciri umum
komunitas. Pengaturan jarak secara acak atau random kadang terjadi karena tidak
ada tarik menarik atau tolak menolak yang kuat di antara individu-individu di dalam
populasi. Posisi setiap individu tidak bergantung pada individu lain, tetapi secara
keseluruhan pola acak tidak umum ditemukan di alam, sebagian besar populasi
menunjukkan kecenderungan ke arah penyebaran terumpun atau penyebaran
seragam (Campbell et al, 2004).

Page 10
Vegetasi alamiah di alam kebanyakan terdiri dari komunitas hutan dengan
suatu pola yang jelas. Di dalam komunitas hutan, daun, cabang dan bagian-bagian
dari berbagai jenis pohon, semak, dan jenis tumbuhan lainnya, masing-masing
membentuk lapisan. Masing-masing lapisan memiliki produsen, konsumen dan
makhluk pembusuk lain yang khas. Mikroklimat setiap lapisan pun berbeda. Hal ini
ini terjadi karena cahaya, angin, dan hujan yang diterima di setiap lapisan ini juga
berbeda. Selain dari lapisan tumbuhan, permukaan tanah di hutan juga merupakan
tempat hidup. Pada permukaan tanah hutan terdapat daun-daun, ranting- ranting dan
kayu yang membusuk. Zona-zona ini memiliki organisme yang khas, demikian juga
organisme yang ditemukan diperbatasan. Jumlah dan banyaknya spesies sering kali
lebih besar daripada komunitas tetangganya. Disini terdapat suatu komunitas yang
terdiri dari mikroorganisme, lumut dan paku- pakuan. Juga terdapat bermacam-
macam kumbang, kutu daun, belalang dan mungkin ular (Sastrodinoto, 1980 dalam
Habdiansyah, 2014).   
Untuk mengetahui pola penyebaran individu dalam suatu populasi dalam
vegetasi dapat dilakukan pengamatan. Berdasarkan hasil pengamatan akan diperoleh
pola penyebaran, misalnya secara acak, merata, atau berkelompok. Keanekaragaman
jenis itu mempunyai komponen yang memiliki sejumlah komponen yang
menimbulkan reaksi yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor geografi,
perkembangan, dan komposisi suatu populasi. Struktur dan komposisi suatu vegetasi
ditentukan oleh seleksi tumbuhan yang kebetulan mencapai dan mampu bertahan
hidup di wilayah tersebut dan aktivitas anggota-anggota komunitas ditentukan
penyesuaian diri terhadap faktor-faktor fisik dan biologi pada wilayah tersebut
(Umam, 2009).
Luas daerah di dalam komunitas atau vegetasi sangat bervariasi keadaannya.
Vegetasi merupakan kumpulan populasi yang melakukan interaksi dengan sangat
banyak faktor lingkungan yang khas untuk setiap vegetasi. Untuk melakukan
pengamatan terhadap suatu vegetasi dapat digunakan sampel. Suatu sampel
dikatakan representatif apabila di dalamnya terdapat semua atau sebagian besar jenis
tumbuhan yang membentuk suatu komunitas atau vegetasi tersebut. Daerah minimal
yang menggambarkan kekayaan komunitas atau vegetasi disebut luas minimum.
Dalam mempelajari komunitas tumbuhan kita tidak mungkin melakukan penelitian
pada seluruh area yang ditempati oleh komunitas, terutama apabila area tersebut
sangat luas. Oleh karena itu, kita dapat melakukan penelitian di sebagian area

Page 11
komunitas atau vegetasi tersebut dengan syarat, bagian tersebut dapat mewakili
seluruh komunitas atau vegetasi (Resosoedarmo, 1984).
Variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi
antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu
baru dipengaruhi oleh vertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap spesies sehingga
terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies.Untuk suatu
kondisi padang rumput, maka kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan
sampling, artinya kita cukup menempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili
habitat tersebut. Dalam sampling ini ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang
digunakan (Kimmins, 1987).
Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan dan komposisi
vegetasi dilihat dari struktur vegetasi pada kelompok tumbuh-tumbuhan. Untuk
keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter, dan tinggi untuk
menentukan indeks nilai penting dari penyusunan komunitas hutan tersebut. Dengan
analisis vegetasi maka dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk
mempelajari susunan dan bentuk vegetasi (Greig-Smith, 1983 dalam Maulida,
2011).
Menurut Greig-Smith (1983), dalam Daus (2012), berdasarkan tujuan
pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu:
a. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan
membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu
pengamatan berbeda.
b. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
c. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan
tertentu atau beberapa faktor lingkungan.
Ada beberapa satuan pengukuran yang digunakan dalam menerangkan suatu
populasi ataupun komunitas seperti frekuensi, kepadatan, luas penutupan, dan
biomassa. Kepadatan merupakan jumlah individu per unit area atau unit volume.
Dalam suatu tempat tidak semuanya merupakan tempat yang layak bagi suatu
spesies. Mungkin dari tempat itu hanya sebagian saja yang merupakan habitat yang
layak bagi organisme tersebut. Kepadatan mutlak atau kepadatan ekologi merupakan
kepadatan yang mendiami bagian tertentu. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan

Page 12
membuat indeks kepadatan yang umum digunakan untuk keperluan pembandingan.
Indeks itu hanya dinyatakan sebagai jumlah individu per unit habitat atau jumlah
inidividu per unit usaha, bukan lagi jumlah individu per unit luas Biomassa
merupakan berat dari suatu individu suatu populasi dam sering dinyatakan per unit
luas atau volume. Luas penutupan adalah proporsi antar luas tempat yang ditutup
oleh suatu spesies tumbuhan dengan luas total habitat. Dalam mengukur luas
penutupan ini dapat dilakukan dengan cara mengukur luas penutupan tajuk atau luas
penutupan batang (Soegianto, 1994).
Dalam pengukuran dikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan
informasi atau data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah
pengukuran yang bersifat merusak (destructive measures) dan pengukuran yang
bersifat tidak merusak (non-destructive measures). Untuk keperluan penelitian agar
hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara statistika, penggunaan kedua jenis
pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan contoh (sampling unit),
apalagi bagi seorang peneliti yang mengambil objek hutan dengan cakupan areal
yang luas. Dengan sampling, seorang peneliti dapat memperoleh informasi/data
yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit
bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggotasuatu
populasi. Untuk kepentingan deskripsi vegetasi ada tiga macam parameter kuantitatif
vegetasi yang sangat penting yang umumnya diukur dari suatu tipe komunitas
tumbuhan yaitu kerapatan(density),frekuensi, dan cover (kelindungan) (Irwanto,
2010).
Menurut Daus (2012), metodologi-metodologi yang umum dan sangat efektif
serta efisien jika digunakan untuk penelitian yaitu metode garis, metode tanpa plot,
metode kuadrat, dan metode kwarter.
1. Metode  Garis
Metode garis, merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan
berupa garis. Penggunaan metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung
pada kompleksitas hutan tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana
maka garis yang digunakan akan semakin pendek. Untuk hutan, biasanya
panjang garis yang digunakan sekitar 50m – 100m. sedangkan untuk vegetasi
semak belukar, garis yang digunakan cukup 5m - 10m. Apabila metode ini
digunakan pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan
cukup 1 m (Syafei, 1990). Pada metode garis ini, sistem analisis melalui

Page 13
variabel-variabel kerapatan, kerimbunan, dan frekuensi yang selanjutnya
menentukan INP (indeks nilai penting) yang akan digunakan untuk memberi
nama sebuah vegetasi.
2. Metode Intersepsi Titik/Metode Tanpa Plot
Metode intersepsi titik, merupakan suatu metode analisis vegetasi dengan
menggunakan cuplikan berupa titik. Pada metode ini tumbuhan yang dapat
dianalisis hanya satu tumbuhan yang benar-benar terletak pada titik-titik yang
disebar atau yang diproyeksikan mengenai titik-titik tersebut. Dalam
menggunakan metode ini variable-variabel yang digunakan adalah kerapatan,
dominansi, dan frekuensi (Rohman, 2001).
3. Metode kuadrat
Metode kuadrat merupakan metode dengan menggunakan bentuk percontohan
atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas
area tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau
ditentukan dahulu luas minimumnya. Untuk analisis yang menggunakan metode
ini dilakukan perhitungan terhadap variabel-variabel kerapatan, kerimbunan,
dan frekuensi (Surasana, 1990).
4. Metode kuarter
Analisa vegetasi dengan metode kuarter merupakan analisa vegetasi yang mana
dalam pelaksanaannya tidak menggunakan plot atau area sebagai alat bantu.
Akan tetapi cuplikan yang digunakan hanya berupa titik sehingga sering juga
metode tanpa plot. Hal ini karena pada metode ini tidak menggambarkan luas
area tertentu, sama halnya dengan metode kuadrat yaitu dalam memperoleh nilai
penting harus terlebih dahulu dihitung kerapatan, dominasi, dan frekuensinnya.
Metode ini sering dipakai untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi
kompleks lainnya.
Menurut Umar (2010), Untuk jenis vegetasi tertentu seperti padang rumput,
penggunaan metode plot seringkali kurang praktis dan butuh bayak waktu. Untuk
mengatasi masalah tersebut, dapat diakali metode transek. Metode transek ini
terdapat 3 macam metode yaitu:
1. Line Transek, metode ini sering digunakan oleh ahli ekologi untuk mempelajari
komunitas padang rumput.
2. Belt Transek, metode belt transek biasa digunakan untuk mempelajari suatu
kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan sebelumnya. Cara ini

Page 14
juga paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut
keadaan tanah, topografi, dan elevasi. Transek dibuat memotong garis-garis
topografi, dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungia atu menaiki gunung
dan menuruni lereng pegunungan.
3. Metode Strip Sensus, metode strip sensus sebenarnya sama dengan metode line
transek, hanya saja penerapannya untuk mempelajari ekologi vertebrata daratan.
Metode ini meliputi, berjalan sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat
berupa indeks populasi.
Pada kegiatan praktikum ini terfokus kepada kelompok tumbuhan bawah.
Tumbuhan bawah adalah kelompok tumbuh-tumbuhan yang menyusun bagian
bawah yang dekat dengan permukaan tanah, baik berupa herba, semak maupu,
pohon. Tumbuhan semak adalah semua tanaman berkayu yang percabangannya tepat
di atas permukaan tanah dan batang utamanya tidak jelas (simpodial), sedangkan
anakan pohon adalah tumbuhan pohon yang diameternya kurang dari 10 cm.
Sedangkan, tumbuhan herba adalah tumbuhan yang batang utamanya di bawah
permukaan tanah (Wiharto, 2012).
H. Kurva Spesies Area
Kurva spesies area atau luas minimum merupakan langkah awal yang
digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh
(kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh
(sampling area) yang dianggap representatif dengan suatu tipe vegetasi pada suatu
habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat
dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin tinggi
keanekaragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas petak contoh
yang digunakan. Bentuk luas minimum dapat berbentuk bujur sangkar, empat
persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran. Luas petak contoh minimum
yang mewakili vegetasi hasil luas minimum, akan dijadikan patokan dalam analisis
vegetasi dengan metode kuadrat (Rahayu, 2012).
Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan luas minimum suatu
petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, dan jumlah minimal petak
ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika
menggunakan metode jalur. Caranya adalah dengan mendaftarkan jenis-jenis yang
terdapat pada petak kecil, kemudian petak tersebut diperbesar dua kali dan jenis-
jenis yang ditemukan kembali didaftarkan. Pekerjaan berhenti sampai dimana

Page 15
penambahan luas petak tidak menyebabkan penambahan yang berarti pada
banyaknya jenis. Luas minimun ini ditetapkan dengan dasar jika penambahan luas
petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah jenis lebih dari 5-10% (Oosting, 1958;
Cain & Castro, 1959 dalam Maulida 2011).
Pada suatu daerah vegetasi umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan
daerah tadi sudah memperlihatkan kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan. Jadi
luas daerah ini disebut luas minimum. Luas minimal area merupakan suatu metode
dasar dalam penyelidikan ekologi tumbuhan yang menggunakan plot. Ukuran plot
dibuat sedemikian rupa agar plot benar-benar dapat menjadi representatif untuk
mengambil data. Dengan metode ini dapat ditentukan apakah daerah ini dapat
dijadikan daerah peternakan atau tidak. Selain itu minimal area merupakan suatu
cara menentukan komposisi spesies dan struktur komunitas beberapa fungsinya, dari
suatu tempat tertentu. Proses pencapaian komunitas kompleks umumnya dimulai
oleh tumbuhan tingkat rendah sampai tingkat tinggi dan campuran-campurannya.
Proses yang terjadi tersebut sampai terbentuk suatu komunitas yang tersebut sampai
terbentuk suatu tingkat komunitas yang disebut suksesi.Metoda minimal area
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah jenis tumbuhan yang terdapat
disekitar komunitas yang terganggu, kehadiran pemencar biji dan benih, iklim
terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji, spora, dan benih lain serta
hujan yang mempengaruhi perkembangan biji dan spora, serta perkembangan semai
berikutnya, macam substrat yang terbentuk dan sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada
disekitar tempat terjadinya suksesi (Odum, 1998).
Menurut Rahayu (2012), Setelah luas minimum diketahui dan telah ditentukan,
dari situlah jumlah minimum dapat ditentukan. Jumlah minimum merupakan jumlah
terkecil spesies yang terdapat dalam vegetasi. Banyak atau sedikitnya jumlah spesies
dalam vegetasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Iklim
Iklim merupakan faktor terpenting yang menyebabkan keragaman tumbuhan
dalam suatu daerah karena masing masing tumbuhan mempunyai iklim dan
habitat tertentu.
2. Keragaman Habitat
Dengan beragamnya habitat otomatis akan menyebabkan keragaman spesies
tumbuhan yang membuat persaingan dan kompetisi meningkat.
3. Ukuran

Page 16
Daerah yang luas akan dapat menampung jumlah individu / spesies yang banyak
pula. Beberapa penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan anatar luas dan
keberagaman spesies secara kuantitatif.
Menurut Anonim, 2010 (Dalam Rohman, 2011), Pada suatu daerah vegetasi
umumnya akan terdapat suatu luas tertentu, dan daerah tadi sudah memperlihatkan
kekhususan dari vegetasi secara keseluruhan. Jadi luas daerah ini disebut luas
minimum. Cara menentukan luas minimum sebagai berikut:
1. Dibuat petak contoh dengan ukuran misal (0,5 x 0,5) m2
2. Hitung jumlah spesies yang ada pada petak tersebut.
3. Petak tadi diperluas 2 kali luas petak 1
4. Dihitung jumlah spesies yang ada (penjumlahan kumulatif).
5. Penambahan luas petak dihentikan kalau jumlah spesies tidak bertambah lagi.
Dari data yang telah diperoleh dibuat kurva :
1. Luas petak contoh sebagai absis (sb X)
2. Jumlah spesies sebagai ordinat (sb Y)
Kemudian dihitung 10% nya luas yang dicapai dan 10% jumlah spesies. Kemudian
ditarik garis resultansinya dari (dari 10% tadi). Setelah itu ditarik garis singgung
pada kurve yang sejajar resultante tersebut. Kemudian dari titik singgungnya ditarik
garis ke absis yang sejajar ordinat. Maka luas minimum petak (plot) dapat diketahui.
Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis
yang terdapat wilayah yang menjadi area penelitian. Semakin beragama jenis
tumbuhan yang terdapat pada wilayah tersebut maka semakin luas pula kurva
spesies areanya. Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan
petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Petak-petak
tersebut dapat berupa petak tunggal, ganda maupun berbentuk jalur atau dapat pula
berupa metode tanpa petak. Untuk pola komunitasa dapat dilakukan analisis dengan
metode ordinasi yang pengambilan sampelnya dapat dilakukan secara random,
sistematik atau secara subjektif (Kamalia, 2013).

Page 17
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
a. Komunitas ikan di Sungai Alas yaitu sebanyak 3 ordo 6 famili dan 7 spesies.
- Tor tambroides merupakan spesies dengan nilai kepadatan tertinggi dan
mendominasi dari keempat stasiun.
- Indeks keanekaragaman dan keseragaman pada stasiun 1, 2, 3 dan 4 masih
tergolong rendah.
- Pola pertumbuhan ikan sebagian besar bersifat allometrik negatif.
- Rasio kelamin yang tergolong hampir seimbang, namun hanya sedikit spesies
yang mengalami matang gonad yang disebabkan beberapa faktor seperti gonad
yang belum dibuahi dan belum musim untuk melakukan pemijahan.
b. Suhu, fosfat nilai intensitas cahaya, penetrasi cahaya, DO dan kejenuhan oksigen
yaitu berkorelasi kuat terhadap keanekaragaman ikan pada setiap stasiun di Sungai
Alas
B. Saran
Saran untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan kalibrasi untuk alat pengukuran
faktor fisika-kimia perairan.

Page 18
DAFTAR PUSTAKA

Adrim M, H. S. (2012.). Struktur Komunitas Ikan Karang di kendiri. Ilmu Kelautan.

Anugrah, P. F. ( 2012.). Teknik Geologi. . Universitas Trisakti. Jakarta. .

Amtyaz, Khan MA, Khan MZ, Hashmi MUA, 2013. Studies on Gonadosomatic Index and
Stages of Gonadal Development of Striped Piggy Fish, Pomadasys stridenss (Forsskal, 1775):
(Family; Pomadosyidae) of Karachi Coast, Pakistan. Jurnal of Entomology and Zoology
Studies. 1(5): 28-31.

[Anonim], 2011. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Aceh Tenggara.

[Anonim], 2014. Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Aceh Tenggara Provinsi
Aceh. Diimplementasikan: Tetra Tech 159 Bank Street, Suite 300 Burlington, VT 05401
USA:19-29.

Atifah Y, Lubis FA, 2017. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Batang Gadis Mandailing
Natal Sumatera Utara. Scripta Biologica. 4(4): 215-219.

Barus TA, 2002. Pengantar limnologi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Barus TA, 2004. Pengantar Limnologi, Studi tentang Ekosistem Sungai dan Danau. Medan:
Jurusan Biologi. Fakultas MIPA USU.

Page 19

Anda mungkin juga menyukai