Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ULKUS DM GANGRENE


DIGITI V PEDIS DEXTRADAN ABSES PLANTAR PEDIS DEXTRA

DI RUANG IBS RS PKU Sruweng.

Clinic Intruction :
Indaryani S.Kep

Disusun Oleh:

RANDY KHAMPAI EDWAR (1811604023)

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN

2021
ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA PASIEN ULKUS DM GANGRENE
DIGITI V PEDIS DEXTRADAN ABSES PLANTAR PEDIS DEXTRA DI
INSTALASI BEDAH SENTRAL RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG

DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS) RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG

Di ajukan untuk di setujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat : RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG

MENGETAHUI

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

( Istiqomah Rosidah S.Tr.Kep) ( Indaryani, S. Kep)


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron Diabetus merupakan suatu kelompok
panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.
Diabetes melitus (DM) dan komplikasinya masih menjadi permasalahan serius
yang dihadapi negara-negara maju maupun bekembang di seluruh dunia karena
menyebabkan sekitar 5% kematian dari seluruh total kematian di dunia (Mu’in, 2011).
Pada tahun 2000, diseluruh dunia terdapat 171 juta penyandang diabetes, dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 300 juta jiwa pada tahun 2025, serta menjadi 366
juta pada tahun 2030 (PERKENI, 2011). Fenomena ini terjadi di hampir semua Negara
baik maju maupun berkembang. Hal ini menyebabkan DM disebut sebagai burden baru
yang menjadi ancaman epidemi gobal sehingga memerlukan penanganan segera dari
seluruh penduduk dunia untuk mengatasinya (Mu’in, 2011).
Indonesia merupakan ranking keempat dalam prevalensi DM terbanyak di seluruh
dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat (Mu’in, 2011). Badan Kesehatan Dunia
(WHO) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta jiwa
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030, yang menunjukkan
adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030
(PERKENI,2011). Prevalensi diabetes melitus tipe 2 penduduk lima belas tahun keatas di
daerah urban Indonesia adalah 5,98% dari total penduduk (Riskesdas, 2007 dalam
Irawan, 2010).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Diabetes Militus?
2. Apa etiologi dari Diabetes Militus?
3. Apa patofisiologi dari Diabetes Militus?
4. Apa saja komplikasi dari Diabetes Militus?
5. Apa manifestasi klinis Diabetes Militus?
6. Apa saja penatalaksanaan Diabetes militus?
7. Apa saja konsep teori dari Debrodemen dan amputasi?
8. Definisi debridemen dan amputasi?
9. Apa saja komplikasi amputasi?
10. Apa saja konsep teori dari spinal Anestesi?
11. Apa definisi spinal anestesi?
12. Apa saja komplikasi spinal anestesi?
13. Apa saja indikasi spinal anestesi?
14. Apa saja kontra indikasi spinal anestesi?
C. Tujuan penelitian
i. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan
anestesi pada pasien dm dengan ansietas
ii. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui pengertian dari diabetes melitus
2. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes melitus
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes melitus
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI DIABETES MILITUS


A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit
hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan
relative insensitivitas sel terhadap insulin
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron Diabetus merupakan suatu kelompok
panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
B. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang
memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi
dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada
membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga
Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi
terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
C. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan  (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan
kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe
II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi)
D. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.      Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah.
a.     Hipoglikemia.
b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.      sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.      Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a.     Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular selebral.
b.     Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda
awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c.      Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang
masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d.     Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1)     Grade 0 : tidak ada luka
2)     Grade I  : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)     Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)     Grade III            : terjadi abses
5)     Grade IV           : Gangren pada kaki bagian distal
6)     Grade V            : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
E. Manifestasi Klinis
Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b.  glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d.  ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
F. Penatalaksanaan Medis
1. Medis
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J
yaitu:
1) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi atau
ditambah
2) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
3) jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

    
1) Kurus (underweight)    BBR < 90 %
2) Normal (ideal)              BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight)    BBR > 110%
4) Obesitas apabila         BBR > 120%
a) Obesitas ringan        BBR 120 % - 130%
b) Obesitas sedang       BBR 130% - 140%
c) Obesitas berat           BBR 140% -  200%
d) Morbid                     BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita  
DM yang bekerja biasa adalah :
1) Kurus (underweight)    BB X 40-60 kalori sehari
2) Normal (ideal)              BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight)    BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila          BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam meningkatkan
sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini
biasanya diberikan pada penderita dengan berat badan normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
3) Insulin
Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
B. KONSEP TEORI DEBRIDEMEN DAN AMPUTASI
a. Definisi debridemen
Debridement adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan
nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi
dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur
anatomi yang penting seperti syaraf, pembuluh darah, tendo dan tulang.
Jika jaringan nekrotik tidak dihilangkan akan berakibat tidak hanya
menghalangi penyembuhan luka tetapi juga dapat terjadi kehilangan
protein, osteomielitis, infeksi sistemik dan kemungkinan terjadi sepsis,
amputasi tungkai atau kematian. Setelah debridement akan terjadi
perbaikan sirkulasi dan suplai oksigen yang adekuat ke luka.
Debridement dilakukan pada luka akut maupun pada luka kronis.

Metode debridement :
1. Autolytic debridement
2. Enzymatic debridement
3. Mechanical debridement
4. Biological debridement
5. Surgical debridement
b. Definisi amputasi
Amputasi diartikan sebagai tindakan memisahkanbagian tubuh sebagian
seperti kaki, tanggan, lutut, atauseluruh bagian ekstremitas (Wright, 2014),
Amputasi dilakukan ketika ekstremitas sudah tidak dapat diperbaiki dengan
menggunakan teknik lain atau terdapatnya kondisi yang dapat membahayakan
keselamatan tubuh atau merusak organ tubuh yang lain sehingga menimbulkan
komplikasi infeksi, perdarahan dan pertumbuhan stump yang abnormal
(McArdleet al, 2015;Payne & Pruent,2015;Meiet al,2014;Daryadi, 2012; Market
al, 2016). Amputasi pada pasien DM yaitu prosedur pembedahan yang dihasilkan
dari sebuah kondisi medis yang serius yang diakibatkan oleh peripheral vascular
disease (PVD),sensory neuropathy, riwayat amputasi sebelumnya,footdeformities,
danulcers, yang bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian
ektermitas yang sehat (Senraet al, 2011; Yeboahet al, 2016).
c. Komplikasi amputasi
amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. pendarahan
dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif.
infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk
atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan
luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.
C. KONSEP TEORI SPINAL ANESTESI
a. Definisi spinal anestesi
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal
3-4 ataulumbal4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus
kulitsubkutan lalu menembus ligamentum supraspinosum, ligamen interspinosum,
ligamentum flavum, ruang epidural, durameter, dan ruang subaraknoid. Tanda
dicapainya ruang subaraknoid adalah dengan keluarnya liquor cerebrospinalis
(LCS). Menurut Latief (2010) anestesi spinal menjadi pilihan untuk operasi
abdomen bawah dan ekstermitas bawah.
Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap
sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta
mempunyai analgesi yang kuat namun pasien masih tetap sadar, relaksasi otot
cukup, perdarahan luka operasi lebih sedikit, aspirasi dengan lambung penuh
lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih cepat (Longdong, 2011).
b. Komplikasi
Anestesi spinal memiliki komplikasi. Beberapa komplikasi yaitu hipotensiterjadi
20-70% pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17%
pasien dan post dural punture headachedi Indonesia insidensinya sekitar 10%
pada pasien paska spinal anestesi (Tato,2017).
c. Indikasi
Menurut Majid (2011), indikasi spinal anestesi dapat digolongkan sebagai
berikut :
1) Bedah tungkai bawah, panggul dan perineum
2) Tindakan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, rectum
3) Bedah fraktur tulang panggul
4) Bedah obstetrik –ginekologi
5) Bedah pediatrik dilakukan setelahbayi ditidurkan dengan anestesi
umum.
d. Kontra indikasi
Kontraindikasi spinal anestesi menurut Majid (2011) adalah sebagai berikut :
1. Kontraindikasi mutlak :
1) Hipovolemia berat (syok)
2) Infeksi kulit pada tempat lumbal pungsi (bakteremia)
3) Koagulopati
4) Peningkatan tekanan cranial
2. Kontraindikasi absolute :
1) Neuropati
2) Prior spine surgery
3) Nyeri punggung
4) Penggunaan obat-obatan preoperasi golongan OAINS
5) Pasien dengan haemodinamik tidak stabil
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Anda mungkin juga menyukai