Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA NY. R GIIP0010


41/42 mgg letsu+tak inp YANG DILAKUKAN TINDAKAN SC +
IUD DENGAN SAB DI IBS RSUD Dr. Mohamad Soewandhie
Surabaya

Dosen Pembimbing : Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes

Disusun oleh :
Alifia Ade Pratiwi Dianing Hati
(P07120318018)

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANESTESI PADA NY. R GIIP0010 41/42 mgg


letsu+tak inp YANG DILAKUKAN TINDAKAN SC + IUD DENGAN SAB DI IBS
RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya

Di ajukan untuk di setujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat : IBS RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya

MENGETAHUI

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

( Dr. Catur Budi Susilo, S.Pd., S.Kp., M.Kes) ( )


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan saat-saat kritis, saat terjadinya gangguan perubahan
identitas dan peran bagi setiap orang ibu bapak dan anggota keluarga. Ketika wanita
pertama kali mengetahui dirinya hamil, mungkin ia merasa syok atau menyangkal
Setiap wanita membayangkan tentang kehamilan dalam pikiran - pikiran sendiri
tentang seperti apa wanita hamil dan seorang ibu yang dimaksud syok disini adalah
syok senang/bahagia dan terharu yang artinya seorang wanita sadar bahwa ia akan
menjadi seorang ibu, menjadi orang tua, bahkan menjadi sumber-sumber kabahagiaan
bagi keluarganya apabila dalam sebuah keluarga pernikahan ada buah hati yaitu
kehadiran sang bayi (Hamilton, 1995).
Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi
pada dinding perut dan Rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis
dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua factor, yaitu faktor Janin dan faktor ibu.
Faktor dari janin meliputi sebagi berikut : presentasi dahi, presentasi muka, bayi
besar, gemelli, bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder
presentation), distosia oleh karena tumor dan bayi terlalu besar, gawat janin/fetal
distres, faktor placenta, meliputi placenta previa dan solusio placenta, letak bayi
sungsang/lintang, sedangkan faktor ibu terdiri atas : CPD (chepalo pelvic
disproportion), panggul sempit, ketuban pecah dini, hambatan lahir (tumor), partus
lama (prologed labor), pre eklamsi dan hypertensi, placenta pravia, bekas sectio
caesaria (Mochtar, 1998 ; Sarwono, 2008).
Wanita hamil dengan obesitas berisiko tinggi menimbulkan abortus,
gestasional diabetes melitus, hipertensi dalam kehamilan, gangguan pernafasan pada
ibu, bayi makrosomia, trauma persalinan baik pada ibu maupun bayi, kelainan
kongenital, fase persalinan yang lambat, tindakan operasi pervaginam, distosia bahu,
persalinan dengan seksio sesaria, perdarahan post partum, trombosis dan infeksi
(Jensena, 2009).
Menurut (Prof. DR. dr. Sarwono) kehamilan post date/post matur adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari
HPHT.Pada keadaan ini, kondisi bayi tidaklah semakin baik, sehingga persalinan SC
dapat dianjurkan. Kehamilan kembar/gemelly adalah suatu kehamilan dengan dua
janin (manuaba, 1998). Kehamilan kembar selalu menarik perhatian wanita, dokter
dan masyarakat. Kehamilan kembar dapat memberikan resiko yang lebih tinggi
terhadap bayi dan ibunya. Oleh karena itu dalam menghadapi kehamilan kembar
harus dilakukan pengawasan yang lebih intensif. Minimal melakukan ANC 4x selama
kehamilan. Pada penelitian ini karena TBJ (Tafsiran Berat Janin) besar 2600 gr dan
2700 gr, maka dilakukan tindakan SC.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas maka rumusan
masalahnya adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Anestesi pada Pasien Ny. R
dengan GIIP0010 41/42 mgg letsu+tak inp yang dilakukan tindakan SC + IUD
dengan SAB di IBS RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mahasiswa mampu menerapkan Asuhan
Keperawatan Anestesi pada pasien Ny. R dengan GIIP0010 41/42 mgg letsu+tak
inp yang dilakukan tindakan SC + IUD dengan SAB di IBS RSUD Dr. Mohamad
Soewandhie Surabaya.
2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa diharapkan dapat memahami pengertian Sectio Caesaria


b. Mahasiswa diharapkan dapat memahami etiologi dari Sectio Caesaria
c. Mahasiswa diharapkan dapat memahami anatomi Sectio Caesaria
d. Mahasiswa diharapkan dapat memahami patofisiologis dari Sectio
Caesaria
e. Mahasiswa diharapkan dapat memahami Klasifikasi Sectio Caesaria
f. Mahasiswa diharapkan dapat memahami manifestasi klinis dari Sectio
Caesaria
g. Mahasiswa diharapkan dapat memahami komplikasi Sectio Caesaria
h. Mahasiswa diharapkan dapat memahami penatalaksanaan medis Sectio
Caesaria
i. Mahasiswa diharapkan dapat memahami Teori Obesitas
j. Mahasiswa diharapkan dapat memahami Teori TBJ ( Tafsiran Berat
Janin )
k. Mahasiswa diharapkan dapat memahami asuhan keperawatan anestesi
perianestesi secara teori dari Sectio Caesaria
l. Mahasiswa diharapkan dapat memahami pengertian dan konsep teori dari
regional anestesi
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar
dilapangan dan dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang Asuhan
Keperawatan Anestesi pada pasien dengan GIIP0010 41/42 mgg letsu+tak inp.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa Jurusan
Keperawatan Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta.
3. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau saran dan
bahan dalam merencanakan Asuhan Keperawatan Anestesi pada pasien dengan
GIIP0010 41/42 mgg letsu+tak inp sehingga dapat dicapai secara maksimal
memperoleh kepuasan dan kesembuhan penyakit pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Sectio Caesaria
1. Pengertian
Sectio caesaria merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi
pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis
dilakukannya operasi sectio caesaria ada dua faktor, yaitu faktor janin dan faktor
ibu. Faktor dari janin meliputi sebagai berikut : presentasi dahi, presentasi muka,
bayi besar, gemelli, bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder
presentation), distosia oleh karena tumor dan bayi terlalu besar, gawat janin/fetal
distres, faktor plasenta, meliputi plasenta previa dan solusio plasenta, letak bayi
sungsang/lintang, sedangkan faktor ibu terdiri atas : CPD (cephalopelvic
disproportion), panggul sempit, ketuban pecah dini, hambatan lahir (tumor), partus
lama (prolonged labor), preeklamsi dan hipertensi, plasenta previa, bekas sectio
caesarea (Mochtar, 1998 ; Sarwono, 2008).
2. Etiologi
Menurut Nanda 2016, etiologi sectio caesarea adalah sebagai berikut:
a. Etiologi yang berasal dari ibu yaitu pada primigravida dengan kelainan letak,
primipara tua disertai kelainan letak, disproporsi cefalo pelvic (CPD), riwayat
kehamilan  buruk, plasenta previa terutama pada primigravida, solusio plasenta
tingkat I dan II, komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, kehamilan
yang disertai penyakit jantung, DM, gangguan jalan lahir (ovarium, mioma,
kista dan lain lain).
b. Etiologi yang berasal dari janin fetal distress/gawat janin, malpresentasi,
malposisi kedudukan janin,  prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil,
kegagalan persalinan vakum atau forcep ekstraksi.
3. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi fisiologi kulit abdomen’O :
1) Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang menyusunnya dibentuk oleh lapisan germinal
dalam epitel silindris dan mendatar, ketika didorong oleh sel-sel baru
kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri
dari keratin, protein  bertanduk, jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel-selnya sangat rapat.
2) Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa
dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa
sejumlah papila kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan
subkutan dan fasia. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfe dan saraf
3) Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi  banyak
pembuluh darah dan ujung saraf. Lapisan ini mengikat kulit secara
longgar dengan organ-organ yang terdapat di bawahnya. Dalam
hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-
organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen
dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritoneum. Dalam tindakan SC,
sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding
uterus.

b. Anatomi otot perut dan fasia


1) Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang
dangkal, Camper's fascia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia
profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda
paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fascia dan perut
dalam fasia membentang dari  bagian atas paha bagian atas perut. Di
bawah lapisan terdalam otot abdominis transversus, terletak fascia
transversalis. Para fascia transversalis dipisahkan dari peritoneum
parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat
atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
2) Otot Perut
Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot
dinding perut posterior. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus
abdominis) meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di
bagian bawah. Otot itu disilang oleh  beberapa pita fibrosa dan berada di
dalam selubung.  Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada
garis tengah dari processus xiphoideus sternum ke simpisis pubis,
memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus,
obliquus internus dan transversus adalah otot pipih yang membentuk
dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat obliquus externus
berjalan ke arah bawah dan atas, serat obliquus internus berjalan ke atas
dan ke depan; serat transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding
perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot
berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.
Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah otot pendek
persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa kedua belas diatas ke
krista iliaca (Gibson, J. 2002).
4. Patofisiologi 
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr
dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan
ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distosia jaringan lunak, plasenta
previa  previa dll, untuk ibu. Sedangkan Sedangkan untuk janin adalah gawat janin.
Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan
mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post
de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka
dengan prinsip steril.  Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan
gangguan rasa nyaman. Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi
bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya
terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam
keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan  pengaruhnya anestesi  pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri sendiri
yaitu terhadap terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang
keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti
yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi  proses  proses
penghancuran penghancuran dengan bantuan bantuan peristaltik peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat
dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di
lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat  beresiko  beresiko terhadap terhadap aspirasi aspirasi sehingga
sehingga perlu dipasang dipasang pipa endotracheal. endotracheal. Selain itu
motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi. (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
5. Klasifikasi
Klasifikasi sectio caesarea menurut Rasjidi (2009):
a. Sectio caesarea klasik atau corporal: insisi memanjang pada segmen atas
uterus.
b. Sectio caesarea transperitonealis profunda: insisi pada segmen bawah rahim,
paling sering dilakukan, adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam
mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya  perluasan luka insisi
dan dapat menimbulkan pendarahan.
c. Melintang (secara kerr).
d. Sectio caesarea ekstra peritonealis: dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan
mendorong lipatan peritoneum keatas dan kandung kemih ke bawah atau ke
garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah. Sectio
caesarea hysterectomi: dengan indikasi atonia uteri, plasenta akreta, myoma
uteri, infeksi intrauterin berat.
6. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)
Menurut Nanda, 2016 tanda dan gejala SC:
a. Plasenta previa
b. CPD
c. Ruptur uteri mengancam
d. Partus lama
e. Partus tak maju
f. Distosia serviks
g. Preeklamsi dan hipertensi
h. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
7. Komplikasi 
Komplikasi yang sering terjadi pada ibu dengan sectio caesarea menurut (Mochtar
R, 2002: 121) adalah sebagai berikut :
a. Infeksi puerperal (nifas)
1) Ringan dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.  
b. Perdarahan
1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2) Atonia uteri.
3) Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonealisasi terlalu tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
8. Pemeriksaan Penunjang
(Arief Mansjoer, 1999 : 270)
1) Pre eklampsia:
a. Tes kimia darah : ureum, keratin, asam urat, menilai fungsi ginjal,
b. Tes fungsi hati: bilirubin, SGOT
c. Urinalisis : proteinuria merupakan kelainan yang khas pada pasien
dengan pre eklampsia, jika 3+ atau 4+ urine 24 jam mengandung 5
gram protein atau lebih pre eklampsia dinyatakan berat.
2) Sectio caesaria:
a. Hemoglobin
b. Hematokrit
c. Leukosit
d. Golongan darah
9. Penatalaksanaan Medis 
Teknik SC transperitoneal profunda
a. Persiapan pasien pasien dalam posisi trendelenburg ringan. Dilakukan anestesi
spinal/epidural pada operasi efektif atau anestesi umum pada darurat alat
operasi, obat dan darah dipersiapkan.
b. Pelaksanaan
1) Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan
operasi dipersempit dengan kain suci hama.
2) Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simpisis sampai
di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga cavum peritoneum
terbuka.
3) dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
4) Dibuat bladder flap yaitu dengan menggunting peritonium kandung
kencing di depan segmen bawah rahim secara melintang pada
vesikouterma ini disisihkan secara tumpul ke arah bawah dan samping
dilindungi dengan spekulum kandung kencing
5) Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm dibawah irisan
plikavesikouretra tadi sc tajam dengan pisau sedang ± 2 cm, Kemudian
diperlebar sc melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk
operator, arah insisi pada segmen  bawah rahim dapat melintang
(transversal)
6) Setelah kavum uteri terbuka selaput ketuban dipecahkan, janin
dilahirkan, badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali
pusat dijepit dan diotong plasenta dilahirkan secara manual ke dalam
otot rahim intramuscular disuntik oksitosin. Laisan dinding rahim dijahit
:
Lapisan I : Dijahit jelujur pada endometrium dan miometrium
Lapisan II: Dijahit : Dijahit jelujur hany pada miometrium saja
Lapisan III: Di Jahit jelujur pada plika vesikoureterina
7) Setelah dinding rahim selesai dijahit kedua admeksa dieksplorasi
Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding
perut dijahit

B. Konsep Teori Obesitas


Definisi obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi timbunan lemak yang
berlebihan atau abnormal pada jaringan adiposa yang akan mengganggu kesehatan
(WHO, 1998). Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Body Mass Index
(BMI) ≥ 30 kg/m2 dimana angka tersebut diperoleh dari rumus (Davies, 2010).
Obesitas di definisikan sebagai berat badan lebih dari 20% dari bb normal sesuai
standar, tinggi badan dan indeks massa tubuh (Columbia University). Seseorang
dikatakan obesitas apabila Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥25 kg/m². Klasifikasi obesitas
tersebut adalah:
- Kategori Obesitas I dengan IMT kg/m²) adalah 25,0-29,9
- Kategori Obesitas II dengan IMT (kg/m²) adalah ≥30.
Kegemukan atau obesitas meningkatkan risiko diabetes dan tekanan darah tinggi
selama kehamilan penghitungan usia kehamilan dapat sulit pada ibu yang kegemukan
dikarenakan tolok ukur pemeriksaan untuk memperkirakan tanggal dan ukuran, posisi
janin secara manual seperti ketinggian fundus, ukuran rahim, denyut jantung janin
dapat sulit dibaca karena terhalang lapisan lemak, sehingga diperlukan bantuan
teknologi untuk menghindari keterkejutan selama melahirkan dan kesulitan melahirkan
dapat diakibatkan oleh janin yang jauh lebih besar dari rata-rata yang terjadi pada ibu
kegemukan, akhirnya jika diperlukan akan dilakukan tindakan bedah Caesar
(Cunningham; Leveno; Bloom; hauth; Rouse; Spong, 2013).
C. Konsep Teori TBJ ( Tafsiran Berat Janin )
a. Pengertian
Taksiran berat janin ini hanya berlaku untuk janin presentasi kepala.
Rumusnya adalah sebagai berikut : (Tinggi fundus dalam cm – n) x 155 = berat
dalam gram. Bila kepala di atas atau pada spina ischiadica maka n = 12. bila kepala
di bawah spina ischiadica maka n = 11. Kusmiati, SST, Yuni. 2010.
b. Tujuan
untuk mengetahui taksiran berat janin.
c. Persiapan
1) Persiapan alat :
- Metlin
- Alat tulis
2) Persiapan lingkungan yang nyaman
3) Menjaga privacy klien dengan memasang sampiran atau penutup tirai
4) Persiapan klien :
- Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
- Mengatur posisi klien sesuai dengan kebutuhan
d. Pelaksanaan
1) Menyiapkan alat tulis dan catatan medis pasien
2) Mengukur TFU dengan metlin
3) Melakukan palpasi untuk menilai kepala sudah masuk panggul atau belum
4) Menghitung TBJ dengan cara menurut Manuaba, Ida Bagus Gde.1998:
- (TFU-11) x 155 (bila kepala sudah masuk panggul)
- (TFU-12) x 155 (bila kepala sudah belum panggul)
5) Melakukan dokumentasi
6) Memberitahu ibu perkiraan berat janin
7) Membereskan alat
D. Konsep Teori Regional Anestesi
1. Pengertian
Anestesi regional merupakan teknik yang dapat digunakan sebagai alternatif
anestesi umum maupun sebagai kombinasi dengan anestesi umum, pada saat ini
sudah menjadi prosedur yang populer dan merupakan bagian yang penting dalam
praktik anestesi. Teknik ini menghasilkan blokade yang lebih spesifik, efek adekuat
dalam menghilangkan nyeri, memiliki pengaruh yang baik terhadap operasi pada
tulang serta jaringan sekitarnya yang pada kasus-kasus tertentu anestesi umum harus
dihindari karena risiko yang tinggi terhadap hasil luaran, selain itu penggunaan
opioid sistemik juga dapat dikurangi (Oktaliansah, E. (2017).
2. Klasifikasi
Anestesi regional ini sendiri terdiri dari beberapa jenis (Oktaliansah, E. (2017).
yaitu:
a. Anestesi spinal
Anestesi spinal merupakan prosedur dimana obat anestesi disuntikkan
kedalam cairan yang berada disekeliling spinal cord. Setelah disuntikkan
obat anestesi tadi akan bercampur dengan cairan spinal di punggung bagian
bawah dan membuat urat syaraf yang terkena kontak kehilangan sensasi atau
mati rasa.
b. Anestesi epidural
Anestesi epidural merupakan prosedur dimana obat anestesi disuntikkan
kedalam area epidural dengan menggunakan jarum suntik atau kateter.
Anestesi epidural dapat disuntikkan pada area yang berbeda mulai dari leher
hingga tulang ekor, sesuai dengan kebutuhan.
1) Nerve block
Nerveblock merupakan prosedur dimana obat anestesi disuntikkan ke
area sekitar kumpulan urat saraf tertentu untuk memblokir rasa sakit
pada area tersebut. Contoh penggunaan nerve block adalah adductor
canal nerve block yang dilakukan untuk operasi lutut
dan supraclavicular nerve block untuk operasi lengan.
2) Sedation anesthesia
Sedation anesthesia atau anestesi dengan menggunakan obat penenang
pada umumnya dilakukan untuk melengkapi anestesi lokal dan
regional dengan tujuan agar pasien merasa lebih nyaman dan rileks.
Ada 3 tingkatan sedation anesthesia yaitu:
3) Minimal sedation
Pada tingkat ini, pasien akan merasa lebih rileks namun tetap terjaga
dan mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh dokter.
4) Moderate sedation
Pada tingkat ini, pasien umumnya akan tertidur selama prosedur
berlangsung namun dapat dengan mudah dibangunkan dengan
sentuhan.
5) Deep sedation
Pada tingkat ini, pasien akan tertidur lelap selama prosedur
berlangsung dan tidak akan mengingat apapun mengenai prosedur
yang telah dilakukan, mirip dengan anestesi umum.
3. Obat-obat yang digunakan.
● Senyawa ester : umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme
Contoh: tetrakain, benzokain, kokain, prokain
● Senyawa amida
Contoh: dibukain, lidokain, mepivacaine dan prilokain.
4. Kontraindikasi
a. Kontraindikasi absolut
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat/syok
4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan
5. Tekanan intracranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultasi anestesi
b. Kontraindikasi relative
1) Infeksi sistemik (sepsis dan bakteremi)
2) Infeksi sekitar tempat suntikan
3) Kelainan neurologis
4) Kelainan psikis
5) Bedah lama
6) Penyakit jantung
7) Hipovolemia ringan
8) Nyeri punggung kronis
5. Komplikasi
Obat anestesi melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap
jenis obat anestesi lokal dicantumkan dosis maksimalnya. Komplikasi dapat
bersifat lokal atau sistemik.
6. Alat anestesi :
S : Stetoskop dan laringoskop
T : Ett dan Lma
A : Ambu Bag , opa dan npa
T : Plaster atau hypafix
I : Stilet dan forcep mangil
C : Conector ( penghubung )
S : Suction
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Hari/tanggal : , 10 September 2021
Jam : 09.00 WIB
Tempat : IBS RSUD Dr. Mohamad Soewandhie Surabaya
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, studi dokumen
Sumber data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Alifia Ade Pratiwi Dianing Hati
Rencana tindakan : SC + IUD

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Tgl Lahir : 16 Juli 1996
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Tambakrejo Wetan RT 02 RW 04, Surabaya
No RM : 66-76-xx
Diagosa pre operasi : GIIP0010 41/42 mgg letsu+tak inp
Tindakan operasi : SC + IUD
Tanggal operasi : 10 September 2021
Dokter bedah : dr. Putu, Sp.OG
Dokter anestesi : dr. Sutyono, Sp.An

2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. S
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Suami
3. Anamnesa
a. Keluhan utama
Ny. I mengeluh nyeri dan tegang bagian perut.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 10 september dengan keluhan nyeri dan
tegang bagian perut.
c. Riwayat penyakit dahulu
Ny. A mengatakan memiliki riwayat hipertensi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga.
e. Riwayat alergi obat
Tidak ada
f. Riwayat asma
Tidak ada
g. Gigi palsu
Tidak ada

4. Status Gizi
- BB : 80 kg
- TB : 155 cm
- IMT : Kg/m2 ( )

5. Pemeriksaan Fisik
a. Breath
- RR 20x/menit
- Suara nafas vesikuler
- Tidak ada cuping hidung
b. Blood
- TD : 164/107 mmHg
- Nadi : 68x/menit
- Sp O2 : 100%
- Suhu : 36,2℃
c. Brain
- Kesadaran : CM
- GCS : 15 E4V5M6
d. Bladder
- berkemih
- Tidak ada konstipasi, BAB lancar
e. Bowel
- Tidak ada pembesaran hepar
- Terdengar bising usus 13x/mnt
f. Bone
- Tidak ada kaku kuduk
- Tidak ada fraktur
- Tidak ada kelainan tulang belakang

6. Psikologis
Klien mengatakan tidak pernah melakukan operasi sebelumnya, klien nampak cemas.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium: tanggal 8 September 2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 9.9 12.3-17.5 g/dl
Leukosit 7.1 4.4 – 11.3 ribu/ul
Na 139.1 135-145 mEq/L
K 3.91 3.7-5.2 mmol/L
Trombosit 206 ribu 150-400 ribu/ul
Creatin 0.8 0.6-1,2mg/dL
GDA 83 70-130 mg/Dl
BUN 10 6-21 mg/Dl
PT/APT 11.7/32 10-13 detik/25-35 detik
HBsAg Negatif Negatif
HIV Negatif Negatif
PCR Negatif Negatif

b. Pemeriksaan Lainnya
- Pemeriksaan Thorax
Kesan : DBN (+)
- Pemeriksaan EKG
Kesan : NSR (+)
- Pemeriksaan USG
Kesan : Terdapat

8. Diagnosis Anestesi
Ibu hamil usia 25 tahun, dengan diagnosa medis GIIP0010 41/42 mgg
letsu+tak inp akan dilakukan tindakan SC + IUD dengan status fisik ASA II karena
memiliki riwayat hipertensi dan direncanakan Regional Anestesi yaitu SAB
(Subarachnoid Blok).
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Ny. R
Tgl Lahir : 16 Juli 1996
Umur : 25 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Tambakrejo Wetan RT 02 RW 04, Surabaya
No RM : 66-76-xx
Diagosa pre operasi : GIIP0010 41/42 mgg letsu+tak inp
Tindakan operasi : SC + IUD
Tanggal operasi : 10 September 2021
Dokter bedah : dr. Putu, Sp.OG
Dokter anestesi : dr. Sutyono, Sp.An
b. Riwayat Kesehatan
i. Keluhan utama
Ny. I mengeluh nyeri dan tegang bagian perut.
ii. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada tanggal 10 september dengan keluhan nyeri
dan tegang bagian perut.
iii. Riwayat penyakit dahulu
Ny. A mengatakan memiliki riwayat hipertensi.
iv. Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit keluarga.
v. Riwayat alergi obat
Tidak ada
vi. Riwayat asma
Tidak ada
vii. Gigi palsu
Tidak ada
c. Pemeriksaan fisik
i. Keadaan umum
- BB : 80 kg
- TB : 155 cm
- IMT : kg/m2 ( )
- Kesadaran : CM
- GCS : 15 (E4V5M6)
- TD : 164/107 mmHg
- Nadi : 68x/menit
- RR : 20x/menit
- Sp O2 : 100%
- Suhu : 36,2℃
ii. Pemeriksaan persistem ( B1-B6 )
 B1 (Breathing) : Jalan nafas bebas, suara nafas vesikuler
 B2 (Blood) : EKG (NSR)
 B3 (Brain) : Terdapat benjolan pada payudara kanan serta
nyeri yang menjalar
 B4 (Bleader) : Tidak ada konstipasi, BAB lancar
 B5(Bowel) : Tidak ada pembesaran hepar
 B6 (Bone) : Tidak ada kaku kuduk, fraktur dan kelainan
tulang belakang
iii. Nutrisi
Nutrisi pada klien tercukupi, tidak mengalami anemia.
iv. Aktivitas / istirahat
Istirahat dan tidur masih tercukupi, walaupun terganggu akibat adanya
nyeri dibagian payudara kanan
v. Keamanan / kenyamanan
Kecemasan (stressor operasi)
d. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium: Darah, HbsAg, PT/APT, PCR
A. Persiapan Penatalaksanaan Anestesi
1. Persiapan Alat
a. Persiapan alat Regional Anestesi (SAB). Alat yang dipersiapkan : Bak
instrumen berisi kom steril, kassa steril, iodin povidone, jarum spinal
ukuran 26, sarung tangan steril, dan duk steril.
b. Persiapan alat general anestesi : Mesin anestesi, sumber gas (O2, N20),
stetoscope, laringoscope dengan blade no.3, plester, OPA, LMA ukuran 3,
ETT (6.5, 7, 7.5), stilet/mandrin, magil forceps, conector, suction, spuit,
jelly, dan handscone.
c. Persiapan bedside monitor yaitu tekanan darah, nadi, dan pulse oxymetri
d. Siapkan lembar laporan durante anestesi
2. Persiapan Obat
a. Obat Antibiotik
Cefazolin 2 gr
b. Obat spinal Anestesi
- Lidodex 5%
c. Obat lainya
- Oxytocin IU/IV
- Ephineprine 0,5mg
- Ephedrine 5 mg
- Petidhine 25 mg/IV
d. Obat Analgetik
Ketolorac 30 mg
e. Obat Anti Emetik
Ondansentron 4mg
f. Obat Antifibrinolitik
Asam Traneksamat 1gr
g. Cairan Infuse
Kristaloid: RL 1000 cc
B. Pengkajian Durante Anestesi
- Anestesi mulai : Pukul 08.00 WIB
- Anestesi selesai : Pukul 09.05 WIB
- Operasi mulai : Pukul 08.11 WIB
- Operasi Selesai : Pukul 09.00 WIB
- Gas : O2 = 4 lpm
- Jumlah perdarahan : ±300
- Tabel Monitoring Durante Anestesi

No Waktu TD HR SpO2 Tindakan


.
1. 08.00 140/90 mmHg 60x/mnt 100% Induksi: Miloz 3 mg,
Propofol 100 mg,
Fentanyl 75 mcg,
Lidokain 80 mg,
Atracurium 30 mg
2. 07.10 126/82 mmHg 80x/mnt 100% Drip antibiotik: Cinam
3 gr
3. 07.20 132/88 mmHg 78x/mnt 100% Insisi pada payudara
kanan
4. 07.30 157/100 mmHg 72x/mnt 99% Terjadi hipertensi,
injeksi Propofol 30 mg
dan Fentanyl 25 mcg
5. 07.35 118/76 mmHg 64x/mnt 100% Mengganti cairan
infus ke II (RL)
6. 07.40 112/74 mmHg 68x/mnt 100% Injeksi Asam
traneksamat 1 gr
7. 07.45 100/72 mmHg 70x/mnt 100% Injeksi Ketorolac 30
mg dan Ondansentron
4mg
8. 07.55 96/70 mmHg 66x/mnt 100%
9. 08.05 90/62 mmHg 60x/mnt 100%
10. 08.15 94/66 mmHg 62x/mnt 100% Mengganti cairan
infus ke III (RL)
11. 08.20 92/64 mmHg 64x/mnt 100% Pasien dispontankan
12. 08.25 95/67 mmHg 68x/mnt 100%
13. 08.30 96/71 mmHg 65x/mnt 100% Operasi selesai
14. 08.35 99/74 mmHg 66x/mnt 100% Ektubasi dilakukan

Anda mungkin juga menyukai