ELIMINASI URIN
DISUSUN OLEH :
FITRA MASJIDI
2008149010113
( ) ( )
(ELIMINASI URIN)
1. Pengertian
1
dibuang sebagai urin. Sekitar 90% filtrat diabsorpsi kembali kedalam
plasma, dan 1% sisanya dieksresikan sebagai urin (Potter & Perry,
2005).
b. Ureter
Ureter meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul
yang akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter
bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama
pembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki
panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter
membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung
kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan
ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya
steril (Potter & Perry, 2005).
Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung
kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap.
Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan
posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refluks
urin dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses
berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis
(sambungan ureter dengan kandung kemih) (Potter & Perry, 2005).
c. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat
berdistensi, tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat
urin dan merupakan organ eksresi. Apabila kosong, kandung kemih
berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis (Potter &
Perry, 2005).
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin.
Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun
sedang terisi sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi
(Potter & Perry, 2005).
2
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan
membentang sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang
mengalami distensi maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu
hamil, janin mendorong kandung kemih sehingga menimbulkan
perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini
dapat terjadi baik pada trimester pertama maupun trimester ketiga
(Potter & Perry, 2005).
d. Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari
tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang
mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran
mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke
dalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan
membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan
otot polos yang tebal mengelilingi uretra (Potter & Perry, 2005).
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm.
Sfingter uretra eksterna yang terletak di sekitar setengah bagian bawah
uretra, memungkinkan aliran volunter urin. Panjang uretra yang
pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami
infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari
daerah perineum. Pada wanita meatus uretra urinarius (lubang) terletak
di antara labia minora, diatas vagina dan dibawah klitoris (Potter &
Perry, 2005).
3. Fisiologi
3
ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang
sama ini (Clevo, 2013).
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagain, kontraksi berkemih ini
biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor
berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal.
Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah
sering dan menyebabkan kontraksi otot destrusor lebih kuat (Clevo, 2013)
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan
menghilang sendiri. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya
akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan
selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra
posterior yang menimbulkan peningkatan refleks kontraksi kandung
kemih lebih lanjut. Jadi siklus ini terus berulang sampai kandung kemih
mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian lebih dari semenit, refleks
yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari
refleks miksi ini berhenti sehingga menyebabkan kandung kemih
berelaksasi (Clevo, 2013).
4. Nilai-Nilai Normal
Pada orang dewasa, volume urin normal per hari adalah 1500-6000
ml (minimum 30 ml per jam). Proses penyakit dapat
mempengaruhinya, misalnya penyakit ginjal-oliguria, diabetes
melitus/ insipidus-poliuria (Johnson & Taylor, 2004).
4
5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi
a. Asupan Cairan
Untuk dapat berfungsi normal, ginjal memerlukan 2000-2500 ml
per hari, meskipun Kilpatrick (1997) menyatakan bahwa 1200-1500
ml saja sudah memadai dan bidan harus mendorong asupan cairan
secara teratur (Johnson, 2004).
b. Respon Keinginan Awal Untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria,
sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.
c. Posisi
Sensitivitas daerah yang mengalami episiotomi atau luka koyak
bisa menimbulkan rasa terbakar dan/atau nyeri saat berkemih. Rasa
terbakar juga bisa dikurangi dengan berdiri mengangkang di toilet
sambil berkemih sehingga aliran langsung turun, tanpa menyentuh
tempat-tempat nyeri (Murkoff H, 2007).
d. Stress Psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan
berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Anastesi
Jika ibu menjalani anastesi epidural atau spinal, prosedur ini dapat
berefek pada sensor neurologis yang mengendalikan urine dan
alirannya. Obat atau anastesi bisa mengurangi kepekaan kandung
kemih atau kewaspadaan ibu memahami sinyal tersebut (Murkoff H,
2007).
f. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang
baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan
dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat
5
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun
(Aziz,2008).
g. Tonus Otot
Lemahnya otot dasar panggul, misalnya setelah persalinan
pervaginam, pemasangan kateter menetap atau konstipasi yang terlalu
lama dapat mempengaruhi urinasi. Dilakukannya latihan otot dasar
panggul secara teratur agar volume otot meningkat. Hal ini
meningkatkan tekanan maksimal penutupan uretra, meningkatkan
kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan peningkatan
tekanan intra abdominal (Johnson, 2004).
h. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai
dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine (Aziz, 2008).
6. Jenis Gangguan
a. Retensi Urine
6
pelvis vesika urinaria, adanya trauma sumsum tulang belakang,
tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah, sphincter
yang kuat, sumbatan (struktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
(Aziz,2008). Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih,
termasuk diantaranya kesulitan buang air kecil, pancaran kencing
lemah, lambat dan terputus-putus, rasa tidak puas, dan keinginan untuk
mengedan atau memberikan tekanan pada suprapublik saat berkemih.
b. Inkontinensia Urine
7
Inkontinensia luapan yaitu keluarnya urine secara
involunter ketika tekanan intravesikal melebihi tekanan
maksimal uretra akibat dari distensi kandung kemih tanpa
adanya aktifitas detrusor. Terjadi pada keadaan kandung
kemih yang lumpuh akut atau kronik yang terisi terlalu
penuh, sehingga tekanan kandung kemih dapat naik
tinggi sekali tanpa disertai kontraksi sehingga akhirnya
urine menetes lewat uretra secara intermitten atau keluar
tetes demi tetes. Penyebab kelainan ini berasal dari penyakit
neurogen, seperti akibat cedera vertebra, sklerosis
multipel.
2) Fistula urine
c. Enuresis
8
tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur
untuk ke kamar mandi, vesika urinaria peka rangsang, dan seterusnya,
tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar, suasana emosional
yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya, persaingan dengan
saudara kandung atau cekcok dengan orang tua), orang tua yang
mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaanya
tanpa dibantu dengan mendidiknya, infeksi saluran kemih, perubahan
fisik, atau neurologis system perkemihan, makanan yang banyak
mengandung garam dan mineral, anak yang takut jalan gelap untuk ke
kamar mandi (Aziz,2008).
7. Pengkajian
a. Pemeriksaan subjektif
b. Pemeriksaan objektif
c. Pemeriksaan penunjang
9
8. Diagnosa Keperawatan ( SDKI)
1) Subjektif
a) Dribbling
2) Objektif
a) Inkontinensia berlebih
b) Residu urin 50 ml atau lebih
c. Inkontensia Urin Berlebih
Tanda dan Gejala Mayor
1) Subjektif
10
a) Residu volume urin setelah berkemih atau keluhan
kebocoran sedikit urin
b) Nokturia
2) Objektif
a) Kandung kemih distensi (bukan berhubungan dengan
penyebab reversibel akut) atau kandung kemih distensi
dengan sering, sedikit berkemih atau dribbling.
1) Subjektif
2) Objektif
a) Residu urin 100 ml atau lebih.
d. Inkontinensia Urin Stres
Tanda dan Gejala Mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh keluar urin <50 ml saat tekanan abdominal
meningkat ( mis. Saat berdiri, bersin, tertawa, berlari atau
mengangkat benda berat)
1) Subjektif
a) Pengeluaran urin tidak tuntas
b) Urgensi miksi
c) Frekuensi berkemih meningkat
2) Objektif
a) Overdistensi abdomen
9. Rencana keperawatan
11
BAB/BAK
12
kemih tidak lemgkap membaik b. Anjurkan ke kamar
(mis. Anomaly m. Karakteristik mandi/toilet, jika perlu
saluran kemih urine membaik Manajemen Eliminasi Urin
konginetal)
j. Imaturitas (pada anak
usia < 3 tahun) Observasi
13
specimen urin
midstream
d. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat untuk
berkemih
e. Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan
f. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindikasi
g. Anjurkan mengurangi
minum menjelang tidur
Kolaborasi
a. Kolaborasi
pemberianobat
supositoria uretra, jika
perlu
2 Retensi Urin Luaran Utama Kateterisasi Urin
14
reflex menurun a. Siapkan peralatan,
c. Blok spingter d. Berkemih tidak bahan-bahan dan
d. Disfungsi neurologis tuntas ruangan tindakan
(mis. Trauma, (hesitancy) b. Siapkan pasien:
penyakit saraf) menurun bebaskan pakaian bawah
e. Efek agen e. Volume residu dan posisikan dorsal
farmakologis (mis. urine menurun rekumben (untuk
Atropine, belladonna, f. Urine menetes wanita) dan supine
psikotropik, (dribbling) ( untuk laki-laki)
antihistamin, opiate) menurun c. Pasang sarung tangan
g. Nokturia d. Bersihkan daerah
menurun perineal atau preposium
h. Mengompol dengan cairan NaCL
menurun atau aquades
i. Enuresis e. Lakukan insersi kateter
menurun urin dengan menerapkan
j. Disuria prinsip aseptic
menurun f. Sambungkan kateter
k. Anuria menurun urin dengan urin bag
l. Frekuensi BAK g. Isi balon dengan NaCL
membaik 0,9% sesuai anjuran
m. Karakteristik pabrik
urine membaik h. Fiksasi selang kateter
diatas simpisis atau di
paha
i. Pastikan kantung urin
ditempatkan lebih
rendah dari kandung
kemih
j. Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi
15
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemasangan
kateter urin
b. Anjurkan menarik napas
saat insersi selang
kateter.
3 Inkontinensia Urin Luaran Utama Kateterisasi Urin
Berlebih
16
i. Frekuensi dengan cairan NaCL
berekemih atau aquades
membaik e. Lakukan insersi kateter
j. Sensi berkemih urin dengan menerapkan
membaik prinsip aseptic
f. Sambungkan kateter
urin dengan urin bag
g. Isi balon dengan NaCL
0,9% sesuai anjuran
pabrik
h. Fiksasi selang kateter
diatas simpisis atau di
paha
i. Pastikan kantung urin
ditempatkan lebih
rendah dari kandung
kemih
j. Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi
Observasi
a. Identifikasi penyebab
17
inkontinensia urine (mis.
Disfungsi neurologis,
gangguan medulla
spinalis, gangguan reflex
destrusor, obat-obatan,
usia, riwayat operasi,
gangguan fungsi
kognitf)
b. Identifikasi perasaan dan
persepsi pasien tehadap
inkontinensia urin yang
didalamnya
c. Monitor keefektifan
obat, pembedahan dan
terapi modalitas
berkemih
d. Monitor kebiasaan BAK
Terapeutik
18
inkontinensia urin
b. Jelaskan program
penanganan
inkontinensia
c. Jelaskan jenis pakaian
dan lingkungan yang
mendukung proses
berkemih
d. Anjurkan membatasi
konsumsi cairan 2-3 jam
menjelang tidur
e. Ajarkan memantau
cairan keluar dan masuk
serta pola eliminasi urin
f. Anjurkan minum
minimal 1500 cc/hari,
jika tidak kontraindikasi
g. Anjurkan menghindari
kopi, minuman bersoda,
the dan cokelat
h. Anjurkan konsumsi
buah dan sayur untuk
menghindari konstipasi
Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli
inkontinensia, jika perlu
4 Inkontinensia Urin Stres Luaran Utama Kateterisasi Urin
19
karena aktivitas yang meningkat tanda vital, daerah
meningkatkan tekanan b. Nokturia perineal, distensi
intraabdominal. menurun kandung kemih,
c. Residu volume inkontinensia urin,
urin setelah reflex berkemih)
Penyebab : berkemih Terapeutik
menurun
a. Kelemahan instrinsik a. Siapkan peralatan,
d. Distensi
spinker uretra bahan-bahan dan
kandung kemih
b. Perubahan ruangan tindakan
menurun
degenerasi/non b. Siapkan pasien:
e. Dribbling
degenerasi otot pelvis bebaskan pakaian bawah
menurun
c. Kekurangan dan posisikan dorsal
f. Hesitancy
esterogen rekumben (untuk
menurun
d. Peningkatan tekanan wanita) dan supine
g. Enuresis
intraabdomen ( untuk laki-laki)
menurun
e. Kelemahan otot c. Pasang sarung tangan
h. Verbalisasi
pelvis d. Bersihkan daerah
pengeluaran
perineal atau preposium
urin tidak tuntas
dengan cairan NaCL
menurun
atau aquades
i. Frekuensi
e. Lakukan insersi kateter
berekemih
urin dengan menerapkan
membaik
prinsip aseptic
j. Sensi berkemih
f. Sambungkan kateter
membaik
urin dengan urin bag
g. Isi balon dengan NaCL
0,9% sesuai anjuran
pabrik
h. Fiksasi selang kateter
diatas simpisis atau di
paha
i. Pastikan kantung urin
20
ditempatkan lebih
rendah dari kandung
kemih
j. Berikan label waktu
pemasangan
Edukasi
Observasi
a. Identifikasi penyebab
inkontinensia urine (mis.
Disfungsi neurologis,
gangguan medulla
spinalis, gangguan reflex
destrusor, obat-obatan,
usia, riwayat operasi,
gangguan fungsi
kognitf)
b. Identifikasi perasaan dan
persepsi pasien tehadap
inkontinensia urin yang
didalamnya
c. Monitor keefektifan
21
obat, pembedahan dan
terapi modalitas
berkemih
d. Monitor kebiasaan BAK
Terapeutik
22
serta pola eliminasi urin
f. Anjurkan minum
minimal 1500 cc/hari,
jika tidak kontraindikasi
g. Anjurkan menghindari
kopi, minuman bersoda,
the dan cokelat
h. Anjurkan konsumsi
buah dan sayur untuk
menghindari konstipasi
Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli
inkontinensia, jika perlu
23
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan: Defenisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
24