NIM : 2019101603121504
Kelas : Manajemen 6E
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak
memiliki NPWP, besar tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100%.
Kepemilikan NPWP dapat dibuktikan oleh wajib pajak, antara lain dengan
cara menunjukkan kartu NPWP.
6. PT. Untung selalu menjadi salah satu pemegang saham PT. Berkah Bersama. Pada
bulan April 2020 PT. Berkah Bersama membagi deviden tunai Rp 1000 lembar. PT.
Untung selalu memiliki saham pada PT. Berkah Bersama sebanyak 5000 lembar..
Berapa PPh Pasal 23 yang pada kasus tersebut ?
Jawab: Harga Perolehan setiap lembar saham :
5.000 lembar yang diperoleh @1.000 = Rp. 5.000.000
PPh Pasal 23 = 15% × Rp. 5.000.000 = Rp. 750.000
7. PT. Junaidi pada bulan Juni 2020 membayarkan royalty sebagai berikut:
Jawab:
a. Tuan Slamet (Memiliki NPWP, Menikah) : 15% × Rp. 35.000.000 = Rp.
5.250.000
b. PT. Maju Bersinar (Memiliki NPWP) : 15% × Rp. 124.000.000 = Rp.
18.600.000
c. Nona Sinta (Tidak Memiliki NPWP, Tidak menikah, tanpa tanggungan) :
30% × Rp. 15.000.000 = Rp. 4.500.000
d. Tuan Agung (Memiliki NPWP) : 15% × Rp. 70.000.000 = Rp. 10.500.000
B. Soal PPh Pasal 24
1. Apa yang dimaksud dengan PPh Pasal 24?
Jawab: PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur
hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri,
untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
2. Apa saja syarat penggabungan penghasilan luar negeri sehingga dapat dikenakan
kredit pajak PPh pasal 24 dan kapan penggabungan penghasilan ?
Jawab: Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai
berikut:
Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak
diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis)
Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak
diterimanya penghasilan tersebut (cash basis)
Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan dividen tersebut
ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
3. Apa saja dasar hukum untuk perhitungan PPh pasal 24?
Jawab: Dasar hukum PPh Pasal 24 adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh)
4. Bagaimana cara atau tahapan dalam penghitungan PPh Pasal 24?
Jawab: tahapan dalam penghitungan PPh Pasal 24:
Menghitung total penghasilan kena pajak
Menghitung total PPh terutang
Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan: (penghasilan Luar
Negeri : total penghasilan) x total PPh terutang.
5. PT. Jaya Makmur yang beralamat di Malang memperoleh penghasilan neto pada
tahun 2018 sebagai berikut :
a. Penghasilan dalam negeri Rp. 500.000.000,-
b. Penghasilan luar negeri Rp. 500.000.000,- (tarif pajak di luar negeri yang berlaku
20%)
Pertanyaaannya berapa kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan pada PPh pasal
24?
Jawab:
1) Menghitung total penghasilan kena pajak :
Penghasilan dalam negeri Rp. 500.000.000,-
Penghasilan luar negeri Rp. 500.000.000,-
Jumlah Penghasilan Netto : Rp. 1.000.000.000
2) Menghitung total PPh terutang :
30% × Rp. 1.000.000.000 = Rp. 300.000.000
3) Menghitung PPh maksimum yang dapat dikreditkan :
(penghasilan Luar Negeri : total penghasilan) x total PPh terutang
( Rp. 500.000.000 : Rp. 1.000.000.000 ) × Rp. 300.000.000 = Rp. 150.000.000
4) Menghitung PPh yang terutan atau dipotong di Luar Negeri:
20% × Rp. 500.000.000 = Rp. 100.000.000\
Dari perhitungan di atas, kredit pajak luar negeri yang diperbolehkan adalah sebesar
Rp. 100.000.000 atau sebesar PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri. Jumlah
ini diperoleh dengan membandingkan penghitungan PPh maksimum yang boleh
dikreditkan dengan PPh yang terutang atau dibayar di Luar Negeri, kemudian pilih
jumlah yang terendah.