Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B,
Poliomyelitis, dan Campak. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberi
pencegahan penyakit tertentu, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas karena dapat
mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap orang tua
terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi anak Indonesia.
Di Indonesia, imunisasi yang telah diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana juga yang telah
diwajibkan WHO antara lain; imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, Campak dan Polio. Pelayanan
imunisasi dapat diperoleh di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah, seperti Rumah Sakit,
Puskesmas bahkan Posyandu yang tersebar diseluruh tanah air.
Secara global masih ada 1 dari 4 orang anak yang belum mendapatkan vaksinasi dan 2 juta anak
meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Kementerian
Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/kelurahan mencapai 100% UCI (Universal
Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut memperoleh
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan campak. Di
Indonesia, cakupan imunisasi dasar pada bayi per September 2014 sebesar 48%. Sedangkan
berdasarkan cakupan UCI pada tahun 2013 sebesar 80,23%, hal ini belum mencapai target
rencana strategi (Renstra) tahun 2013 yaitu sebesar 95%.
Masih banyaknya anak yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain keterlibatan (kinerja) petugas kesehatan dan partisipasi masyarakat.
Salah satu faktor yang berperan penting dan sangat berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi
dasar pada anak adalah orang tua. Oleh karena itu, peneliti juga tertarik untuk mengetahui
hubungan kelengkapan imunisasi dasar dengan faktor-faktor seperti pendidikan orang tua,
pekerjaan orang tua, pendapatan per kapita keluarga per bulan, pengetahuan dan sikap orang tua
terhadap imunisasi.
Berkembangnya pola makan dan gaya hidup masyarakat seiring perkembangan dunia
menyebabkan transisi epidemiologi penyakit. Dilaporkan terjadi kasus kematian sebanyak 57
juta jiwa, (36 %) diantaranya disebabkan karena penyakit tidak menular. Risiko relatif kematian
akibat komplikasi vaskular adalah tiga kali lipat lebih tinggi pada pasien DM dibandingkan
populasi umum, dengan kematian sebesar 80% akibat penyakit kardiovaskular.
Penderita DM perlu dilakukan penanganan yang tepat dan terarah untuk menghindari
terjadinya komplikasi, salah satunya adalah ulkus diabetikum. Penderita DM yang disertai
hipertensi lebih berisiko menderita penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan diabetes
melitus yang tidak disertai hipertensi. Diabetes melitus tipe 2 dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis dengan meningkatnya faktor risiko konvensional seperti dislipidemia dan
hipertensi.
1. Kurangnya kepatuhan minum obat pada pasien penderita penyakit kronik seperti
hipertensi dan diabetes mellitus.
2. Kurangnya pengetahuan peserta tentang komplikasi penyakit yang diderita.
3. Sulitnya mengatur variasi diet seimbang dikarenakan pasien lansia hanya tinggal berdua
atau sendiri.
Judul Laporan
Penyuluhan Tentang Komplikasi Hipertensi, Dislipidemia dan Diabetes Mellitus di Posyandu
Lansia desa Satriyan, Tersono
Latar belakang
Berkembangnya pola makan dan gaya hidup masyarakat seiring perkembangan dunia
menyebabkan transisi epidemiologi penyakit. Dilaporkan terjadi kasus kematian sebanyak 57
juta jiwa, (36 %) diantaranya disebabkan karena penyakit tidak menular. Risiko relatif kematian
akibat komplikasi vaskular adalah tiga kali lipat lebih tinggi pada pasien DM dibandingkan
populasi umum, dengan kematian sebesar 80% akibat penyakit kardiovaskular.
Penderita DM perlu dilakukan penanganan yang tepat dan terarah untuk menghindari
terjadinya komplikasi, salah satunya adalah ulkus diabetikum. Penderita DM yang disertai
hipertensi lebih berisiko menderita penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan diabetes
melitus yang tidak disertai hipertensi. Diabetes melitus tipe 2 dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis dengan meningkatnya faktor risiko konvensional seperti dislipidemia dan
hipertensi.
Resistensi insulin ,hipertensi dan dislipidemia adalah sekumpulan gejala yang merupakan
faktor risiko penyakit kardiovaskuler. DM tipe II sering terjadi dislipidemia, ciri spesifik
dislipidemia adalah peningkatan trigliserid, penurunan kadar HDL kolesterol, dan peningkatan
kadar LDL kolesterol. Dislipidemia berhubungan dengan hiperinsulinemia.
1. Kurangnya kepatuhan minum obat pada pasien penderita penyakit kronik seperti
hipertensi dan diabetes mellitus.
2. Kurangnya pengetahuan peserta tentang komplikasi penyakit yang diderita.
3. Sulitnya mengatur variasi diet seimbang dikarenakan pasien lansia hanya tinggal berdua
atau sendiri.
Judul Laporan
Penyuluhan Tentang Tumbuh Kembang Pada Bayi dan Balita di desa Rejosari Barat, Tersono
Latar belakang
Proses tumbuh kembang anak dimulai sejak dari dalam kandungan, masa bayi, dan
balita. Pada 1000 hari pertama kelahiran merupakan masa dengan pertumbuhan yang sangat
pesat dan kritis, biasanya dikenal dengan istilah golden age. Laju pertumbuhan dan
perkembangan pada setiap tahapan usia tidak selalu sama, tergantung dari faktor keturunan,
konsumsi gizi, perlakuan orang tua dan dewasa, dan lingkungan. Intervensi kesehatan dan gizi
harus diberikan secara optimal pada periode ini untuk menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran
atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran
panjang, umur tulang, dan keseimbangan metabolik. Sedangkan perkembangan (developmental)
adalah bertambahnya skil dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur. Aspek perkembangan pada balita mencakup perkembangan fisik dan motorik, kognitif,
sosial emosional dan bahasa.
Bayi yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan bayi yang kurang atau tidak mendapat stimulasi Stimulasi dini sendiri
merupakan rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya sejak janin 6
bulan di dalam kandungan) dilakukan setiap hari, untuk merangsang semua sistem indera dari
pendengaran, penglihatan, perabaan, pembauan, pengecapan. Stimulasi harus dilakukan dalam
suasana yang menyenangkan dan kegembiraan antara Ibu dan bayi.
Faktor penentu perkembangan anak baik fisik maupun mental adalah peran orang tua,
terutama peran seorang ibu. Apabila pada masa tersebut bayi tidak memperoleh penanganan dan
pembinaan secara baik, bayi tersebut dapat mengalami gangguan perkembangan emosi, sosial,
mental, intelektual dan moral yang akan sangat menentukan sikap serta nilai pola perilaku
seseorang dikemudian hari. Penyebab dari keterlambatan tumbuh kembang seorang bayi
dipengaruhi oleh beberapa sebab seperti genetik (sindrom down, sindrom turner & lain-lain), dan
faktor lingkungan seperti gizi, biologis, fisik, psikososial dan keluarga
Hipertensi atau biasa disebut tekanan darah tinggi merupakan keadaan yang ditandai
dengan tekanan darah di pembuluh darah mengalami peningkatan secara kronis. Penyebab hal
tersebut adalah jantung memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisi tubuh. Jika keadaan ini dibiarkan, maka tidak menutup ke- mungkinan penyakit ini dapat
mengganggu fungsi organ lainnya, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.
Tekanan darah tinggi disebut juga sebagai Silent Killer dikarenakan sering tidak
menunjukkan tanda-tanda atau gejala.4 Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka
menderita hipertensi. Hipertensi juga dikenal sebagai heterogeneouse group of disease
dikarenakan bisa menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur, sosial dan ekonomi. 2
Prevalensi hipertensi di dunia ada- lah sekitar 15-20% dari jumlah penduduk dunia.
Banyak sekali faktor risiko yang berpe- ran dalam terjadinya hipertensi, faktor genetik/
keturunan, usia, jenis kelamin dan rasa merupa- kan faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan.
Sedangkan, obesitas, konsumsi lemak, natrium, rokok dan alkohol serta olahraga, stress merupa-
kan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan dan
detek- si dini agar tidak terkena hipertensi dan terbebas dari ancaman penyakit berbahaya dan
mematikan.
Kepathan minum obat adalah faktor terbesar yang mempengaruhi kontrol tekanan darah.
Diperkirakan rata- rata rentang kepatuhan minum obat antihipertensi yaitu 50-70%. Setiap
tahunnya, ketidakpatuhan mengakibatkan sekitar 125.000 kematian dari penyakit kardiovaskular
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar sebesar 37,1% dari 76,1% angka kejadian hipertensi di
Indonesia disebabkan karena ketidakpatuhan meminum obat. Akibatnya, tingkat keberhasilan
dalam menurunkan jumlah penderita hipertensi sangatlah rendah.
Faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi penderita sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhannya,
sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu pemahaman
tentang instruksi, tingkat pendidikan, kesakitan dan pengobatan, keyakinan, sikap dan
kepribadian, dukungan keluarga, dan tingkat ekonomi.
Permasalahan (Permasalahan di masyarakat, keluarga, maupun kasus ini)
Latar belakang
Salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit diare disebabkan oleh
penyebaran kuman melalui kontaminasi makanan/minuman yang tercemar tinja dan dari faktor
resiko lainnya yang merupakan faktor penjamu dan oleh faktor lingkungan dan perilaku yang
kurang baik terhadap pencegahan diare. Oleh karena itu diperlukan kerjasama lintas
program/sektor terkait serta partisipasi aktif masyarakat sehingga penyebab diare dapat ditekan.
Faktor penjamu yang menyebabkan kerentanan terhadap diare salah satunya adalah kurangnya
kesadaran masyarakat mengenai pencegahan terjadinya penyakit diare.
Judul Laporan
Penyuluhan tentang upaya kesehatan lingkungan pencegahan cacingan pada anak di Posyandu
desa Sumurbanger
Latar belakang
Kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing parasit. Kecacingan adalah
penyakit yang ditularkan melalui makanan, minuman, atau melalui kulit dengan menggunakan
tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing kremi, cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale
dan Necator americanus). Pada kasus infeksi cacing ringan, tanpa gejala atau kadang tidak
menimbulkan gejala nyata. Gejala yang harus dikenali adalah lesu, tak bergairah, suka
mengantuk, badan kurus meski porsi makan melimpah, serta suka menggaruk-garuk anusnya
saat tidur karena bisa jadi itu pertanda cacing kremi sedang beraksi. Gangguan ini menyebabkan,
kurang zat gizi, kurang darah atau anemia. Berkurangnya zat gizi maupun darah, keduanya
berdampak pada tingkat kecerdasan, selain berujung anemia. Anemia akan menurunkan prestasi
belajar dan produktivitas. Menurut penelitian, anak yang kehilangan protein akibat cacing tingkat
kecerdasannya bisa menurun. Anemia kronis bisa mengganggu daya tahan tubuh anak usia di
bawah lima tahun (balita).
Tetapi pada kasus-kasus infeksi berat bisa berakibat fatal. Ascaris pada cacing dapat
bermigrasi ke organ lain yang menyebabkan peritonitis, akibat perforasi usus dan ileus obstruksi
akibat bolus yang dapat berakhir dengan kematian.
Infeksi usus akibat cacingan, juga berakibat menurunnya status gizi penderita yang
menyebabkan daya tahan tubuh menurun, sehingga memudahkan terjadinya infeksi penyakit
lain, termasuk HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria. Jenis penyakit parasit ini kecil sekali
perhatiannya dari pemerintah bila dibandingkan dengan HIV/AIDS yang menyedot anggaran
cukup besar, padahal semua bentuk penyakit sama pentingnya dan sikap masyarakat sendiri juga
tak peduli terhadap penyakit jenis ini.
Untuk dapat mengatasi infeksi cacing secara tuntas, maka upaya pencegahan dan terapi
merupakan usaha yang sangat bijaksana dalam memutus siklus penyebaran infeksinya.
Pemberian obat anti cacing secara berkala setiap 6 bulan. Menjaga kebersihan diri dan
lingkungan serta sumber bahan pangan adalah merupakan sebagian dari usaha pencegahan untuk
menghindari dari infeksi cacing. Penanganan untuk mengatasi infeksi cacing dengan obat-obatan
merupakan pilihan yang dianjurkan.
Judul Laporan
Pos Layanan Terpadu (Posyandu) balita dan Ibu hamil di Rejosari Timur, Tersono
Latar belakang
Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan
kesehatan masyarakat. Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Program posyandu ini berperan memberikan informasi kesehatan kepada masyarakat
terutama pada bayi dan anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui, pasangan usia subur
serta pengasuh anak. Kegiatan utama yang mencakup kegiatan posyandu adalah kesehatan ibu
dan anak, keluarga bencana, imunisasi, gizi serta pencegahan dan penanggulangan diare.
4. Masih ada orangtua yang kurang pengetahuan tentang pentingnya imunisasi, terutama
orangtua yang baru menikah
5. Masih ada orangtua yang terlambat membawa anak imunisasi karena takut efek sakit
pasca imunisasi
Judul Laporan
Penyuluhan tentang pentingnya imunisasi di desa Sidalang, Tersono
Latar belakang
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit. Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi antara lain TBC, Difteri, Pertusis,
Tetanus, Hepatitis B, Poliomyelitis, dan Campak. Pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak
hanya memberi pencegahan penyakit tertentu, tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas
karena dapat mencegah penularan penyakit untuk anak lain. Oleh karena itu pengetahuan dan
sikap orang tua terutama ibu sangat penting untuk memahami tentang manfaat imunisasi bagi
anak Indonesia.
Di Indonesia, imunisasi yang telah diwajibkan oleh pemerintah sebagaimana juga yang
telah diwajibkan WHO antara lain; imunisasi BCG, DPT, Hepatitis, Campak dan Polio.
Pelayanan imunisasi dapat diperoleh di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah, seperti
Rumah Sakit, Puskesmas bahkan Posyandu yang tersebar diseluruh tanah air.
Secara global masih ada 1 dari 4 orang anak yang belum mendapatkan vaksinasi dan 2
juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Kementerian Kesehatan menargetkan pada tahun 2014 seluruh desa/kelurahan mencapai 100%
UCI (Universal Child Immunization) atau 90% dari seluruh bayi di desa/kelurahan tersebut
memperoleh imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG, Hepatitis B, DPT-HB, Polio dan
campak. Di Indonesia, cakupan imunisasi dasar pada bayi per September 2014 sebesar 48%.
Sedangkan berdasarkan cakupan UCI pada tahun 2013 sebesar 80,23%, hal ini belum mencapai
target rencana strategi (Renstra) tahun 2013 yaitu sebesar 95%.
Masih banyaknya anak yang tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain keterlibatan (kinerja) petugas kesehatan dan
partisipasi masyarakat. Salah satu faktor yang berperan penting dan sangat berpengaruh terhadap
kelengkapan imunisasi dasar pada anak adalah orangtua. Oleh karena itu, peneliti juga tertarik
untuk mengetahui hubungan kelengkapan imunisasi dasar dengan faktor-faktor seperti
pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan per kapita keluarga per bulan, pengetahuan
dan sikap orangtua terhadap imunisasi.
Permasalahan (Permasalahan di masyarakat, keluarga, maupun kasus ini)
Judul Laporan
Pos Layanan Terpadu (Posyandu) balita dan Ibu hamil di Pujut, Tersono
Latar belakang
Pos pelayanan terpadu (Posyandu) merupakan pos terdepan dalam mendeteksi gangguan
kesehatan masyarakat. Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat
dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
6. Masih ada orangtua yang kurang pengetahuan tentang pentingnya imunisasi, terutama
orangtua yang baru menikah
7. Masih ada orangtua yang terlambat membawa anak imunisasi karena takut efek sakit
pasca imunisasi
F4
Tgl mulai kegiatan : 5 Agustus 2020
Tgl akhir kegiatan : 5 Agustus 2020
Pendamping : dr. Jul
Peserta hadir :
Perwakilan dinas Kesehatan
Kapuskes
Camat/Lurah/Perwakilan
Dokter pendamping
Peserta PIDI
Masyarakat
Lain-lain
Judul Laporan
Penyuluhan tentang diet makanan pada penderita hipertensi, diabetes mellitus, hiperurimia, dan
dislipidemia di desa Tegalombo, Tersono
Latar belakang
Penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian global saat ini dan hasil riset
kesehatan dasar 2018 menunjukan terjadi kenaikan prevalensi dalam lima tahun terakhir .
Penyakit tidak menular kini banyak diderita oleh kaum urban dan mulai ditemukan di kelompok
usia muda dan produktif (15-64 tahun). Penyakit tidak menular tersebut antara lain hipertensi
(25,8%), obesitas (15,4%), stroke (12,1 %), diabetes melitus (6,9%), penyakit jantung koroner
(1,5%), dan gagal ginjal kronis (0,2%).
Sebagian besar penyakit tidak menular dapat dicegah dengan perubahan pola makan dan
gaya hidup. Rekomendasi perubahan pola makan yang seharusnya. Perencanaan pola makan
yang tepat dapat mencegah peningkatan prevalensi penyakit tidak menular di Tanah Air. Selain
pola makan yang tidak sesuai, ketidaktepatan waktu makan, cara pengolahan makanan juga
merupakan perilaku diet yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tidak menular.
Penatalaksanaan diet penderita penyakit tidak menular harus menjadi perhatian yang
serius. Energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat serta beberapa zat gizi mikro lainnya yang
diberikan harus sangat diperhatikan untuk mempertahankan atau mencapai status gizi normal.
pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta keluarga dalam menjalankan penatalaksanaan
diet. Perubahan perilaku menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
penatalakksanaan diet.
Judul Laporan
Penyuluhan Tentang Pemberian ASI Ekslusif dan MPASI di Posyandu Tegalombo, Tersono
Latar belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan pertama bayi yang memiliki peranan penting
dalam tumbuh kembang, karena terbukti memiliki manfaat sangat besar untuk jangka panjang.
ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat mengurangi risiko
penyakit kronis, angka morbiditas dan mortalitas pada balita. Kandungan zat gizi ASI yang
sempurna membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi.
Menurut WHO dari 15.264 bayi 0-11 bulan yang diperiksa, yang minum ASI eksklusif
sebanyak 9.254 bayi (60,6%). yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 6.010 bayi
(39,3%) sedangkan yang memberikan makanan pendamping ASI tepat waktu 41%, yang
memberikan MP-ASI dini 53%, dan yang ditunda dalam pemberian MP-ASI 5,1%.
ASI eksklusif dan sesuai praktek makanan pendamping ASI secara universal diterima
sebagai elemen penting untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi serta untuk
pencegahan penyakit pada masa kanak-kanak. ASI sebagai sumber nutrisi dan langkah preventif
untuk melindungi anak-anak dari diare dan infeksi saluran pernapasan akut, serta memberikan
manfaat psikologis
Makan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi, yang
diberikan pada balita usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. Karena
normalnya, pada usia 6 bulan berat badan bayi akan meningkat 2 sampai 3 kali berat badannya
saat lahir. Selain itu pada usia 6 bulan bayi normal memiliki aktivitas yang sudah cukup banyak.
Pemberian MP-ASI yang tidak tepat bukan hanya mengganggu asupan gizi yang seharusnya
didapat bayi, tetapi juga mengganggu pencernaan bayi karena system pencernaannya belum
sanggup mencerna atau menghancurkan makanan tersebut.
1. Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif pada masyarakat dari target nasional sebesar
80%
2. Masih banyaknya ibu yang tidak sesuai waktu dan jenis dalam memberikan makanan
pendamping ASI
3. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI perah dan penyimpanan ASI
Judul Laporan
Penyuluhan tentang pola diet penderita diabetes mellitus di Posyandu Lansia Harjowinangun
Timur
Latar belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar
glukosa darah melebihi batas normal dan terjadinya gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun absolut.
Diabetes mellitus juga sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dan gejala yang sangat
bervariasi. Apabila dibiarkan tidak terkendali dapat menimbulkan komplikasi metabolik akut
maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Faktor utama penyebab diabetes terletak pada pola hidup tidak sehat seperti
mengkonsumsi makanan tinggi kalori, obesitas, rendah serat, dan jarang berolahraga. Salah satu
cara pengobatan penyakit diabetes adalah dengan mengontrol makanan yang dikonsumsi
penderita. Dengan pengaturan pola makan yang baik, perkembangan penyakit diabetes dapat
dihambat. Makanan yang dikonsumsi oleh penderita diabetes harus disesuaikan dengan jumlah
kalori, jadwal makan, dan jenis makanan dengan kondisi tubuh penderita.
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 penderita diabetes
melitus di Indonesia sebanyak 21, 3 juta jiwa. Kondisi ini membuat Indonesia menduduki
peringkat keempat setelah Amerika Serikat, China, dan India. Terdapat 347 juta jiwa di dunia
menderita diabetes melitus, pada tahun 2012 diperkirakan 1,5 juta jiwa meninggal dunia
disebabkan oleh diabetes melitus dan kurang lebih 80% dari kematian tersebut terjadi pada
negara yang berpenghasilan menengah ke bawah atau negara yang berkembang.
Faktor yang memegang peranan penting dalam perkembangan kasus penderita diabetes
mellitus adalah pola makan, perilaku yang menyimpang dan mengarah pada makanan yang siap
saji dengan kandungan berenergi tinggi, lemak dan sedikit serat yang dapat memicu diabetes
mellitus. Kontrol glikemik penderita diabetes mellitus sangat dipengaruhi oleh kepatuhan klien
tentang anjuran diet DM, meliputi jenis, jumlah dan waktu yang tepat untuk tercapainya tujuan
pengobatan dan memerlukan pemeriksaan yang sebenarnya tidak diperlukan
Penderita Diabetes Mellitus yang tidak menunjukkan sikap yang baik terhadap
pengelolaan diet, maka akan terjadi komplikasi yang bisa menimbulkan kematian. Sikap
penderita DM sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan yang akan
membuat penderita Diabetes Mellitus menentukan sikap, berpikir dan berusaha untuk tidak
terkena penyakit maupun mengurangi kondisi penyakitnya. Apabila penderita DM mempunyai
pengetahuan yang baik, maka sikap terhadap diet DM dapat mendukung terhadap kepatuhan
pengelolaan diet DM.
Judul Laporan
Penyuluhan tentang diet makanan pada penderita hipertensi, diabetes mellitus, hiperurimia, dan
dislipidemia di desa Tanjungsari, Tersono
Latar belakang
Penyakit tidak menular menjadi penyebab utama kematian global saat ini dan hasil riset
kesehatan dasar 2018 menunjukan terjadi kenaikan prevalensi dalam lima tahun terakhir .
Penyakit tidak menular kini banyak diderita oleh kaum urban dan mulai ditemukan di kelompok
usia muda dan produktif (15-64 tahun). Penyakit tidak menular tersebut antara lain hipertensi
(25,8%), obesitas (15,4%), stroke (12,1 %), diabetes melitus (6,9%), penyakit jantung koroner
(1,5%), dan gagal ginjal kronis (0,2%).
Sebagian besar penyakit tidak menular dapat dicegah dengan perubahan pola makan dan
gaya hidup. Rekomendasi perubahan pola makan yang seharusnya. Perencanaan pola makan
yang tepat dapat mencegah peningkatan prevalensi penyakit tidak menular di Tanah Air. Selain
pola makan yang tidak sesuai, ketidaktepatan waktu makan, cara pengolahan makanan juga
merupakan perilaku diet yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tidak menular.
Penatalaksanaan diet penderita penyakit tidak menular harus menjadi perhatian yang
serius. Energi, protein, lemak, karbohidrat dan serat serta beberapa zat gizi mikro lainnya yang
diberikan harus sangat diperhatikan untuk mempertahankan atau mencapai status gizi normal.
pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta keluarga dalam menjalankan penatalaksanaan
diet. Perubahan perilaku menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
penatalakksanaan diet.
Judul Laporan
Penyuluhan Tentang Pemberian ASI Ekslusif dan MPASI di Posyandu Harjowinangun Barat,
Tersono
Latar belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan pertama bayi yang memiliki peranan penting
dalam tumbuh kembang, karena terbukti memiliki manfaat sangat besar untuk jangka panjang.
ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat mengurangi risiko
penyakit kronis, angka morbiditas dan mortalitas pada balita. Kandungan zat gizi ASI yang
sempurna membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi.
Menurut WHO dari 15.264 bayi 0-11 bulan yang diperiksa, yang minum ASI eksklusif
sebanyak 9.254 bayi (60,6%). yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebanyak 6.010 bayi
(39,3%) sedangkan yang memberikan makanan pendamping ASI tepat waktu 41%, yang
memberikan MP-ASI dini 53%, dan yang ditunda dalam pemberian MP-ASI 5,1%.
ASI eksklusif dan sesuai praktek makanan pendamping ASI secara universal diterima
sebagai elemen penting untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi serta untuk
pencegahan penyakit pada masa kanak-kanak. ASI sebagai sumber nutrisi dan langkah preventif
untuk melindungi anak-anak dari diare dan infeksi saluran pernapasan akut, serta memberikan
manfaat psikologis
Makan Pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi, yang
diberikan pada balita usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. Karena
normalnya, pada usia 6 bulan berat badan bayi akan meningkat 2 sampai 3 kali berat badannya
saat lahir. Selain itu pada usia 6 bulan bayi normal memiliki aktivitas yang sudah cukup banyak.
Pemberian MP-ASI yang tidak tepat bukan hanya mengganggu asupan gizi yang seharusnya
didapat bayi, tetapi juga mengganggu pencernaan bayi karena system pencernaannya belum
sanggup mencerna atau menghancurkan makanan tersebut.
1. Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif pada masyarakat dari target nasional sebesar
80%
2. Masih banyaknya ibu yang tidak sesuai waktu dan jenis dalam memberikan makanan
pendamping ASI
3. Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI perah dan penyimpanan ASI
Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030
sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. penyebab kematian di dunia
sekitar 71 persen adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi ancaman yang serius dalam
pembangunan, karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan
15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu). Dasar Hukum dan Pedoman
pelaksanaan posbindu adalah instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dan peraturan Menteri Kesehatan No. langan Penyakit Tidak Menular. Posbindu
PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara
mandiri dan berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan upaya
yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan
pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
1. Banyak masyarakat yang belum memahami faktor risiko yang dapat menimbulkan dan
memperparah penyakit tidak menular
2. Adanya anggapan masyarakat untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah
hanya pada saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada
tidak terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap
komplikasi yang terjadi.
3. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi, diabetes mellitus,
hiperuremia jika tidak terkontrol.
Program Posbindu ini dilakukan untuk mendata, mengontrol dan mencegah kejadian
Penyakit Tidak Menular di masayarakat sehingga angka penyakit tidak menular dapat dikurangi
dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posbindu dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2020 di balai desa Sidalang,
Tersono. Jumlah peserta 20 orang berusia antara 25-80 tahun. Kegiatan meliputi pencatatan dan
pengukuran indeks massa tubuh, serta mengukuran persentase lemak tubuh menggunakan Body
Fat Monitor oleh kader terlatih. Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah
sewaktu, kolestrol, asam urat. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Peserta yang hadir dengan berbagai riwayat penyakit seperti hipertensi, asam urat tinggi,
diabetes mellitus. Dan diantaranya masih belum patuh untuk meminum obat. Pasien tampak
antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan sangat kooperatif.
Judul Laporan
Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (PTM) di desa Sidalang, Tersono
Latar belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030
sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. penyebab kematian di dunia
sekitar 71 persen adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi ancaman yang serius dalam
pembangunan, karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan
15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu). Dasar Hukum dan Pedoman
pelaksanaan posbindu adalah instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dan peraturan Menteri Kesehatan No. langan Penyakit Tidak Menular. Posbindu
PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara
mandiri dan berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan upaya
yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan
pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
1. Banyak masyarakat yang belum memahami faktor risiko yang dapat menimbulkan dan
memperparah penyakit tidak menular
2. Adanya anggapan masyarakat untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah
hanya pada saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada
tidak terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap
komplikasi yang terjadi.
3. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi, diabetes mellitus,
hiperuremia jika tidak terkontrol.
Program Posbindu ini dilakukan untuk mendata, mengontrol dan mencegah kejadian
Penyakit Tidak Menular di masayarakat sehingga angka penyakit tidak menular dapat dikurangi
dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posbindu dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2020 di balai desa Sidalang,
Tersono. Jumlah peserta 20 orang berusia antara 25-80 tahun. Kegiatan meliputi pencatatan dan
pengukuran indeks massa tubuh, serta mengukuran persentase lemak tubuh menggunakan Body
Fat Monitor oleh kader terlatih. Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah
sewaktu, kolestrol, asam urat. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Peserta yang hadir dengan berbagai riwayat penyakit seperti hipertensi, asam urat tinggi,
diabetes mellitus. Dan diantaranya masih belum patuh untuk meminum obat. Pasien tampak
antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan sangat kooperatif.
Judul Laporan
Penyuluhan penyakit tidak menular di pos pembinaan terpadu di desa Kebumen, Tersono
Latar belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030
sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. penyebab kematian di dunia
sekitar 71 persen adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi ancaman yang serius dalam
pembangunan, karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan
15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu). Dasar Hukum dan Pedoman
pelaksanaan posbindu adalah instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dan peraturan Menteri Kesehatan No. langan Penyakit Tidak Menular. Posbindu
PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara
mandiri dan berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan upaya
yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan
pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
1. Banyak masyarakat yang belum memahami faktor risiko yang dapat menimbulkan dan
memperparah penyakit tidak menular
2. Adanya anggapan masyarakat untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah
hanya pada saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada
tidak terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap
komplikasi yang terjadi.
3. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi, diabetes mellitus,
hiperuremia jika tidak terkontrol.
Program Posbindu ini dilakukan untuk mendata, mengontrol dan mencegah kejadian
Penyakit Tidak Menular di masayarakat sehingga angka penyakit tidak menular dapat dikurangi
dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posbindu dilakukan pada tanggal 22 Juli 2020 di balai desa Kebumen, Tersono.
Jumlah peserta 20 orang berusia antara 25-70 tahun. Kegiatan meliputi pencatatan dan
pengukuran indeks massa tubuh, serta mengukuran persentase lemak tubuh menggunakan Body
Fat Monitor oleh kader terlatih. Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah
sewaktu, kolestrol, asam urat. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Peserta yang hadir dengan berbagai riwayat penyakit seperti hipertensi, asam urat tinggi,
diabetes mellitus. Dan diantaranya masih belum patuh untuk meminum obat. Pasien tampak
antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan sangat kooperatif.
Judul Laporan
Pos Binaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (PTM) di desa Tegalombo, Tersono
Latar belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030
sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. penyebab kematian di dunia
sekitar 71 persen adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi ancaman yang serius dalam
pembangunan, karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan
15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu). Dasar Hukum dan Pedoman
pelaksanaan posbindu adalah instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dan peraturan Menteri Kesehatan No. langan Penyakit Tidak Menular. Posbindu
PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara
mandiri dan berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan upaya
yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan
pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
Program Posbindu ini dilakukan untuk mendata, mengontrol dan mencegah kejadian
Penyakit Tidak Menular di masayarakat sehingga angka penyakit tidak menular dapat dikurangi
dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posbindu dilakukan pada tanggal 23 Juli 2020 di balai desa Tegalombo,
Tersono. Jumlah peserta 15 orang berusia antara 25-70 tahun. Kegiatan meliputi pencatatan dan
pengukuran indeks massa tubuh, serta mengukuran persentase lemak tubuh menggunakan Body
Fat Monitor oleh kader terlatih. Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah
sewaktu, kolestrol, asam urat. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Peserta yang hadir dengan berbagai riwayat penyakit seperti hipertensi, asam urat tinggi,
diabetes mellitus. Dan diantaranya masih belum patuh untuk meminum obat. Pasien tampak
antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan sangat kooperatif.
Judul Laporan
Penyuluhan penyakit tidak menular di pos pembinaan terpadu di desa Margosono, Tersono
Latar belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) telah menjadi isu strategis dalam agenda SDGs 2030
sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap negara. penyebab kematian di dunia
sekitar 71 persen adalah penyakit tidak menular (PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun.
Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular menjadi ancaman yang serius dalam
pembangunan, karena mengancam pertumbuhan ekonomi nasional. 73% kematian saat ini
disebabkan oleh penyakit tidak menular, 35% diantaranya karena penyakit jantung dan pembuluh
darah, 12% oleh penyakit kanker, 6% oleh penyakit pernapasan kronis, 6% karena diabetes, dan
15% disebabkan oleh PTM lainnya (data WHO, 2018).
Deteksi dini faktor risiko PTM di Posibindu adalah upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM) yang dilaksanakan di pos pembinaan terpadu (Posbindu). Dasar Hukum dan Pedoman
pelaksanaan posbindu adalah instruksi Presiden No.1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat dan peraturan Menteri Kesehatan No. langan Penyakit Tidak Menular. Posbindu
PTM merupakan bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara
mandiri dan berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan upaya
yang telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan
pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
Program Posbindu ini dilakukan untuk mendata, mengontrol dan mencegah kejadian
Penyakit Tidak Menular di masayarakat sehingga angka penyakit tidak menular dapat dikurangi
dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posbindu dilakukan pada tanggal 24 Juli 2020 di balai desa Margosono,
Tersono. Jumlah peserta 15 orang berusia antara 30-70 tahun. Kegiatan meliputi pencatatan dan
pengukuran indeks massa tubuh, serta mengukuran persentase lemak tubuh menggunakan Body
Fat Monitor oleh kader terlatih. Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah, kadar gula darah
sewaktu, kolestrol, asam urat. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Peserta yang hadir dengan berbagai riwayat penyakit seperti hipertensi, asam urat tinggi,
diabetes mellitus. Dan diantaranya masih belum patuh untuk meminum obat. Pasien tampak
antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan sangat kooperatif.
F6
Tgl mulai kegiatan : 10 Agustus 2020
Tgl akhir kegiatan : 10 Agustus 2020
Pendamping : dr. Jul
Peserta hadir :
Perwakilan dinas Kesehatan
Kapuskes
Camat/Lurah/Perwakilan
Dokter pendamping
Peserta PIDI
Masyarakat
Lain-lain
Judul Laporan
Pos Layanan Terpadu Lansia di desa Banteng, Tersono
Latar belakang
1. Adanya anggapan untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah hanya pada
saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada tidak
terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap komplikasi
yang akan terjadi.
2. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi dan diabetes mellitus jika
tidak terkontrol
Program ini dilakukan untuk mendata, mengobati, mengontrol dan mencegah terjadinya
komplikasi yang akan terjadi pada penyakit yang diderita di masyarakat sehingga dapat
dikurangi dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posyandu Lansia dilakukan pada tanggal 10 Agustus 2020 di desa Banteng,
Tersono. Kegiatan meliputi pencatatan dan pengukuran indeks massa tubuh oleh kader terlatih.
Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah dan pengobatan dasar terhadap penyakit dan keluhan
lansia yang datang. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Jumlah lansia yang diintervensi sebanyak 20 orang dengan berbagai riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan osteoathritis. Dan diantaranya masih ada yang belum
patuh untuk meminum obat. Peserta tampak antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan
sangat kooperatif.
Judul Laporan
Latar belakang
1. Adanya anggapan untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah hanya pada
saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada tidak
terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap komplikasi
yang akan terjadi.
2. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi dan diabetes mellitus jika
tidak terkontrol
Program ini dilakukan untuk mendata, mengobati, mengontrol dan mencegah terjadinya
komplikasi yang akan terjadi pada penyakit yang diderita di masyarakat sehingga dapat
dikurangi dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posyandu Lansia dilakukan pada tanggal 27 Juli 2020 di desa Tegalombo,
Tersono. Kegiatan meliputi pencatatan dan pengukuran indeks massa tubuh oleh kader terlatih.
Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah dan pengobatan dasar terhadap penyakit dan keluhan
lansia yang datang. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Latar belakang
1. Adanya anggapan untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah hanya pada
saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada tidak
terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap komplikasi
yang akan terjadi.
2. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi dan diabetes mellitus jika
tidak terkontrol
Program ini dilakukan untuk mendata, mengobati, mengontrol dan mencegah terjadinya
komplikasi yang akan terjadi pada penyakit yang diderita di masyarakat sehingga dapat
dikurangi dan ditatalaksana secara cepat.
Jumlah lansia yang diintervensi sebanyak 10 orang dengan berbagai riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan osteoathritis. Dan diantaranya masih ada yang belum
patuh untuk meminum obat. Peserta tampak antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan
sangat kooperatif.
Judul Laporan
Latar belakang
1. Adanya anggapan untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah hanya pada
saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada tidak
terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap komplikasi
yang akan terjadi.
2. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi dan diabetes mellitus jika
tidak terkontrol
Program Posyandu Lansia dilakukan pada tanggal 29 Juli 2020 di desa Gondo, Tersono.
Kegiatan meliputi pencatatan dan pengukuran indeks massa tubuh oleh kader terlatih.
Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah dan pengobatan dasar terhadap penyakit dan keluhan
lansia yang datang. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Jumlah lansia yang diintervensi sebanyak 15 orang dengan berbagai riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan osteoathritis. Dan diantaranya masih ada yang belum
patuh untuk meminum obat. Peserta tampak antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan
sangat kooperatif.
Judul Laporan
1. Adanya anggapan untuk berobat dan kontrol tekanan darah dan kadar gula darah hanya pada
saat adanya keluhan, sehingga terjadi ketidakpatuhan minum obat dan berakibat pada tidak
terkontrolnya tekanan darah dan kadar gula darah dan meningkatnya risiko terhadap komplikasi
yang akan terjadi.
2. Ketidaktahuan masyarakat terhadap adanya komplikasi hipertensi dan diabetes mellitus jika
tidak terkontrol
Program ini dilakukan untuk mendata, mengobati, mengontrol dan mencegah terjadinya
komplikasi yang akan terjadi pada penyakit yang diderita di masyarakat sehingga dapat
dikurangi dan ditatalaksana secara cepat.
Program Posyandu Lansia dilakukan pada tanggal 30 Juli 2020 di desa Banteng, Tersono.
Kegiatan meliputi pencatatan dan pengukuran indeks massa tubuh oleh kader terlatih.
Dilanjutkan pemeriksaan tekanan darah dan pengobatan dasar terhadap penyakit dan keluhan
lansia yang datang. Kemudian diakhiri dengan sesi konseling dan edukasi.
Jumlah lansia yang diintervensi sebanyak 10 orang dengan berbagai riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan osteoathritis. Dan diantaranya masih ada yang belum
patuh untuk meminum obat. Peserta tampak antusias dalam menjalani setiap pemeriksaan dan
sangat kooperatif.
F7
Tgl mulai kegiatan : 12 Agustus 2020
Tgl akhir kegiatan : 14 Agustus 2020
Pendamping : dr. Jul
Peserta hadir :
Perwakilan dinas Kesehatan
Kapuskes
Camat/Lurah/Perwakilan
Dokter pendamping
Peserta PIDI
Masyarakat
Lain-lain
Judul Laporan
pengaruh penyuluhan persalinan di era new normal terhadap tingkat pengetahuan ibu
hamil di desa boja, harjowinangon barat dan rejosari barat tahun 2020
Latar belakang
Akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan keberadaan penyakit pneumonia baru
yang pertama kali ditemukan di China. Penemuan tersebut dikaitkan dengan pasar
hewan yang terletak di Wuhan, Provinsi Hubei. Bulan Desember terdapat laporan kasus
bahwa penyakit respirasi baru tersebut menyebabkan penderitanya jatuh ke taraf kritis
karena mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Dalam waktu singkat
jumlah penderita penyakit ini meningkat pesat dan menyebar ke daerah sekitar Wuhan.
Pada awal Januari, laporan kasus bermunculan di berbagai negara Asia seperti Korea
Selatan, Jepang, dan Thailand.
Setelah penelitian dilakukan, etiologi dari penyakit baru ini adalah dari famili
coronavirus jenis baru. World Health Organization menetapkan nama untuk penyakit
ini yaitu Coronavirus Disease (COVID-19) yang berasal dari virus Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2) .
Pada tanggal 12 Maret 2020, WHO menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global
karena sudah menyebar secara masif di lebih dari 190 negara dan teritori. Indonesia
sendiri pertama kali melaporkan temuan pada 2 Maret 2020 dan menetapkan COVID-19
sebagai bencana nasional pada tanggal 14 Maret 2020. Data dari Gugus Tugas
Percepatan Penanganan COVID-19 2020 tanggal 11 Januari 2020, di Indonesia jumlah
kasus positif 121.226, kasus sembuh 77.557 dan kasus meninggal 5.593 .
Sudah dilakukan penelitian terhadap 108 ibu hamil yang terkonfirmasi terinfeksi
SARS-CoV-2 tidak menularkan virus tersebut kejanin . Penelitian lain juga
mengemukakan bahwa ibu hamil yang telah terkonfirmasi terinfeksi SARS-CoV-2 tidak
akan menularkan virus tersebut melalui cairan vagina dan ASI karena sudah diperiksa
dengan nucleic-acid testing. Selain itu pada bayi yang telah dilahirkan oleh ibu tersebut
sudah dilakukan swab juga dan hasilnya negatif.
Ibu dengan status ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19 bersalin di rumah sakit
rujukan COVID-19 dan disarankan untuk dilakukan persalinan secara Sectio Cesarean
walaupun virus tersebut tidak menyebar melalui cairan vagina tetap saja bila bersalin
dalam ruang operasi dapat meminimalisir mnyebaran virus karena berada di tempat
tertutup.