Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

POST OP DEBRIDEMEN DENGAN SYOK HIPOVOLEMIK

Pembimbing: Ns. Agus Sumarno, S.Kep, M.Pd

Disusun Oleh:

Fitri WIjayanti (3720200018)

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
JAKARTA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SYOK HIPOVOLEMIK

A. Definisi
Syok hipovolemik adalah penyebab syok yang sering terjadi pada anak-
anak. Hilangnya volume dapat menurunkan preload yang menyebabkan
penurunan curah jantung, tekanan darah serta gangguan perfusi jaringan
(Ramdani B., 2016).
Secara patofisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang
menyebabkan tidak adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan
(Hadisman, 2013).
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa
organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat
pada perfusi yang tidak adekuat (Dewi & Rahayu, 2010).

B. Etiologi
Syok Hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi
akibat pendarahan yang masif atau kehilangan plasma darah. Kekurangan
volume darah sekitar 15-25% biasanya akan menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik, sedangkan defisit volume darah lebih dari 45%
umumnya fatal.
Syok setelah trauma biasanya jenis hipovolemik yang disebabkan oleh
perdarahan (internal atau eksternal) atau karena kehilangan cairan ke dalam
jaringan kontusio atau usus yang memgembang, kerusakan jantung dan paru-
paru dapat juga menyongkong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebih juga timbul pada pasien luka bakar yang luas
(Caterio, Jeffry M., Kahan, Scott, 2010).
Penyebab syok hipovolemik dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yang terdiri dari :
1. Perdarahan
a. Eksternal
Kehilangan darah karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh di
sebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul. Trauma yang
berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah
yang besar. Misalnya fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml
perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
b. Internal
1) Hematom supkapsular hati
2) Aneurisma aorta pecah karena kelainan pembuluh darah
3) Perdarahan gastrointestinal
4) Perlukaan berganda
2. Kehilangan Plasma
a. Luka bakar luas
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping
e. DHF
f. Peritonitis
g. Obstruksi Ileus
3. Kehilangan Cairan Ekstraseluler
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
d. Terapi diuretik yang sangat agresif
e. Diabetes Inspidius
f. Infusiensi Adrenal
C. Patofisiologi
Patofisiologi pada syok hipovolemik sangat tergantung dari penyakit
primer yang menyebabkannya. Namun secara umum, prinsipnya sama. Jika
terjadi penurunan tekanan darah yang cepat akibat kehilangan cairan,
kebocoran atau sebab lain, maka tubuh akan mengadakan respon fisiologis
untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat ke seluruh tubuh.
Secara umum, tubuh melakukan kontrol terhadap tekanan darah melalui suatu
sistem respon neurohumoral yang melibatkan beberapa reseptor di tubuh.
Reseptor tersebut diantaranya adalah :

1. Baroreseptor (Reseptor Tekanan)


Reseptor ini peka terhadap rangsang yaitu perubahan tekanan di
dalam pembuluh darah. Reseptor ini masih peka terhadap penurunan
hingga 60 mmHg. Reseptor ini terletak di sinus karotikus, arkus aorta,
atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan kanan serta arteri dan vena
pulmonalis. Jika terjadi penurunan tekanan darah maka terjadi 2
mekanisme oleh baroreseptor yaitu :
a. Perangsangan terhadap fungsi jantung untuk meningkatkan kemampuan
sirkulasi, heart rate dan kekuatan pompa dinaikkan.
b. Perangsangan fungsi pembuluh darah untuk meningkatkan resistensi
perifer (vasokonstriksi) untuk meningkatkan tekanan darah.

Baroreseptor Sistem Kardiovaskular


2. Kemoreseptor (Reseptor Kimia)
Reseptor ini bekerjasama dengan baroreseptor untuk mengatur
sirkulasi. Kemoreseptor dirangsang oleh perubahan pH darah. Jika
mencapai kondisi asidosis, kemoreseptor memberikan rangsangan untuk
mempercepat sirkulasi dan laju pernafasan. Dan sebaliknya apabila terjadi
alkalosis, responnya adalah memperlambat sirkulasi dan pernafasan.
Kemoreseptor Sistem Kardiovaskular

3. Cerebral Ischemic Receptor


Reseptor di otak ini mulai bekerja ketika aliran darah di otak turun
<40 mmHg. Akan terjadi respon massive sympathetic discharge untuk
merangsang sistem sirkulasi jauh lebih kuat. [1][2][3]
4. Humaral Response
Saat kondisi hipovolemik, sistem hormonal tubuh mengeluarkan
hormon stres untuk membantu memacu sirkulasi. Hormon tersebut
diantaranya adrenalin, glukagon dan kortisol. Hormon-hormon tersebut
juga membantu terjadinya respon kardiologis yaitu takikardi,
vasokonstriksi namun terdapat efek hiperglikemia. Pada kondisi tubuh
yang stress, hormon ADH juga dikeluarkan sehingga restriksi cairan makin
kuat. Produksi urin turun.
5. Sistem Kompensasi Ginjal (Retensi Air dan Garam)
RAA System ini sangat membantu dalam kondisi syok. Jika terjadi
hipoperfusi ke ginjal maka akan terjadi pengeluaran hormon renin oleh
aparatus juxtaglomerolus untuk mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi Angiotensin II oleh
ACE (angiotensin converting enzyme). Angiotensin II memiliki fungsi
yaitu vasokonstriktor kuat, kemudian juga merangsang aldosteron untuk
meningkatkan absorpsi Natrium di Tubulus Ginjal.
Jalur Renin Angiotensin Aldosteron

6. Autoperfusi
Saat terjadi syok, dapat terjadi mekanisme autoperfusi untuk
memindahkan cairan intraselular ke dalam vaskular. Pada keadaan
hipovolemik, maka tekanan hidrostatik intravaskular menurun sehingga
memungkinkan untuk terjadi perpindahan dari intrasel ke vaskular sampai
terjadi kesetimbangan atar keduanya. Hal ini ditunjukkan dengan klinis
yaitu turgor yang menurun.
Skema Proses Refleks Kardiovaskular Saat Terjadi Hipotensi

Keseluruhan proses ini bekerja secara stimulan, dan hampir


bersamaan sehingga menciptakan suatu respon yang adekuat untuk
mengatasi kondisi hipovolemik. Akibat dari semua proses ini adalah
vasokonstriksi yang luas, sebagai akibatnya maka tekanan diastolik akan
meningkat pada fase awal sehingga tekanan nadi menyempit.

Proses kompensasi ini juga menyebabkan kondisi metabolisme


anaerob, terjadi asidosis metabolik. Proses hipovolemia akan
menyebabkan pertukaran O2 dan CO2 melambat. Maka lama-kelamaan
akan terjadi metabolisme anaerobik. Hal inilah yang menjadi cikal bakal
kegagalan sirkulasi pada syok hipovolemia.

Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi ke jaringan maka


metabolisme lama-lama menjadi anaerob dan tidak efektif. Metabolisme
anaerobik hanyak menghasilkan 2 ATP dari setiap molekul glukosa.
Sedangkan pada metabolisme aerob menghasilkan ATP sebanyak 36
molekul. Akibat dari metabolisme anaerobik adalah penumpukan asam
laktat yang bisa menyebabkan kondisi asidosis. Lama-kelamaan
metabolisme ini tidak mampi menyediakan energi yang cukup untuk
mempertahankan homeostasis seluler. Terjadi kerusakan pompa ionik,
permeabilitas kapiler juga terganggu, sehingga terjadi influx dan eflux
elektrolit yang tidak seimbang, dan pada akhirnya terjadi kematian sel.
Jika kematian sel meluas, maka terjadi banyak kerusakan jaringan,
kemudian terjadi multiple organ failure atau kegagalan organ multipel dan
kejang yang irreversibel.

Skema Terjadinya Syok Hipovolemik

Penurunan Energi Untuk Fase


Volume Darah Kompensasi Habis Dekompensasi

Fase Kompensasi
Mulai Timbul
(Vasokonstriksi ATP yang
Kematian Sel -->
Takikardi, dihasilkan sedikit
Jaringan --> Organ
Takipnu)

Metabolisme Penumpukan Multi Organ


Anaerob Asam Laktat --> Failure -->
Meningkat Asidosis Irreversible Shock

Berdasarkan skema diatas, terjadinya syok hipovolemik terjadi dalam 3 fase


yaitu fase kompensasi, dekompensasi dan fase syok ireversibel. Masing-masing
kondisi ini memiliki tampilan klinis yang berbeda. Berikut akan dijelaskan
perbedaan antar fase tersebut.
1. Fase Kompensasi : Pada fase ini metabolisme masih dapat dipertahankan.
Mekanisme sirkulasi dapat dilindungi dengan meningkatkan aktivitas
simpatik. Sistem sirkulasi ini mulai menempatkan organ-organ vital sebagai
prioritas untuk mendapatkan perfusi yang baik. Tekanan darah sistolik
normal, sedangkan diastolik meningkat karena mulai timbul tekanan perifer.
2. Fase Dekompensasi : Pada fase ini metabolisme anaerob sudah mulai terjadi
dan semakin meningkat. Akibatnya sistem kompensasi yang terjadi sudah
tidak lagi efektif untuk meningkatkan kerja jantung. Produksi asam laktat
meningkat, produksi asam karbonat intraseluler juga meningkat sehingga
terjadi asidosis metabolik. Membran sel terganggu, akhirnya terjadi kematian
sel. Terjadi juga pelepasan mediator inflamasi seperti TNF. Akhirnya sistem
vaskular mulai tidak dapat mempertahankan vasokonstriksi. Sehingga terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah turun dibawah nilai normal
dan jarak sistol-diastol menyempit.
3. Fase Syok Irreversibel : Saat energi habis, kematian sel mulai meluas,
kemudian cadangan energi di hati juga lama-kelamaan habis. Kerusakan pun
meluas hingga ke level organ,. Pada fase ini, walaupun sirkulasi sudah
diperbaiki, defisit energi yang terlambat diperbaiki sudah menyebabkan
kerusakan organ yang ekstensif. Akhirnya terjadi gagal sirkulasi, nadi tidak
teraba, dan gagal organ multipel.

D. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis pada syok hipovolemik meliputi sebagai berikut
(Ramdani B., 2016) :
1. Takipnea : menyebabkan alkalosis respiratorik, kompensasi untuk
asidosis metabolik; pernapasan tanpa bantuan
2. Takikardia, denyut perifer rendah atau tidak ada, tekanan nadi sempit,
pengisian ulang kapiler lambat, hipotensi
3. Kulit dingin, pucat, kehitam-hitaman, sianotik, terdapat bercak, diaforetik
terutama pada ekstemitas
4. Perubahan pada tingkat kesadaran (biasanya somnolen sampai sopor)
5. Oligouria.
E. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada syok hipovolemik adalah mengatasi
semua kegawatdaruratan yang ada. Prinsip ABC selalu didahulukan untuk
memastikan jalan nafas, dan sirkulasi. Di waktu yang sama, pemakaaian
terapi obat-obat darurat serta terapi cairan juga diberikan.
1. Periksa ABC, pastikan semua jalan nafas bebas dari sumbatan, siapkan
suction bila perlu, berikan oksigen 2-4 liter/menit.
2. Pasang akses vaskular secepatnya. Berikan segera loading cairan kristaloid
atau koloid 20 cc/kgBB dalam 10-15 menit. Dapat diulang 2-3 kali.
Sekaligus ambil sampel darah untuk melakukan pemeriksaan yang
diperlukan. Jika cairan sudah diberikan namun belum ada respon yang
signifikan, maka pertimbangkan pemeriksaan analisis gas darah untuk
menilai asidosis dan koreksi bila perlu.
3. Jika respon tubuh masih belum muncul signifikan, ini menandakan adanya
renjatan refrakter terhadap cairan dan ada kecenderungan perburukan,
berikan obat inotropik yaitu dobutamin dengan dosis 5-20mg/kgBB.
4. Jika masih juga belum muncul respon, berikan adrenalin untuk memacu
semua sistem vaskular. Berikan 0,1g/kgBB/Menit secara intravena, bisa
ditingkatkan bertahap hingga 2-3gr/kgBB/menit
5. Jika terdapat tanda insufisiensi renal, dapat diberikan kortikosteroid
hidrokortison dengan dosis shock dose yaitu 50mg/kgBB bolus IV.
Dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam infus 24 jam.
Alur Tatalaksana Syok Hipovolemik

Pasang CVP

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Penilaian kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing. Pada klien yang
dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara napas tambahan seperti snoring.
2) Breathing
Penilaian frekuensi jalan napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing dan kaji adanya trauma pada
dada.
3) Circulation
Pada pengkajian sirkulasi dilakukan pengkajian tentang volume
darah dan cardiac output serta adanya perdarahan. Pengkajian juga
meliputi status hemodinamik, warna kulit, dan nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Gejala-gejala
syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan. Nyeri
dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada
pembuluh darah.
5) Exposure
Pada pengkajian ini yang dilakukan yaitu menentukan apakah pasien
mengalami cidera tertentu.

b. Pengkajian Sekunder
Menurut Horne (2010)
1) Penampilan umum (GCS)
2) Riwayat Penyakit/Pengkajian SAMPLE (sign and Symptom,
Allergies, Medications, Past Illnes, Last Meal, Event leading to
injury illness)
3) Pengkajian Nyeri (PQRST)
4) Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala meliputi pusing, kelemahan, keletihan, sinkope,
anoreksia, mual, muntah, haus, kekacauan mental, konstipasi,
oliguria.
5) Pengkajian Fisik
Pada pengkajian ini dapat dilakukan inspeksi dan didapatkan hasil
takipnea dan hiperventilasi, pada pemeriksaan secara palpasi
didapatkan hasil kulit dingin, berkeringat dan saat di auskultasi
didapatkan takikardi dan nadi lemah halus. Selain itu secara umum
hasil pengkajian akan di dapati penurunan tekana darah, peningkatan
frekuensi jantung, turgor kulit menjadi buruk, lidah kering dan kasar,
mata cekung, vena leher kempes, peningkatan suhu, dan penurunan
berat badan akut. Pasien syok hipovolemik akan tampak pucat,
hipotensi terlentang dan oliguria.
6) Pengkajian Perubahan pada Hipovolemi

Hipovolemia Hipovolemia Hipovolemia Berat


Ringan Sedang
Anoreksia Hipotensi Ortostatik Hipotensi Berbaring
Keletihan Takikardi Nadi cepat dan
lemah
Kelemahan Penurunan CVP, Oliguria.
Penurunan Haluaran Kacau mental,
Urine stupor, koma

7) Pengukuran Hemodinamik
Penurunan CVP, penurunan tekanan arteri pulmoner (TAP),
penurunan curah jantung, penurunan tekanan arteri rerata,
peningkatan tahanan vaskuler sistemik.
8) Riwayat dan Faktor-Faktor Resiko
a. Kehilangan GI abnormal : muntah, diare, drainase intestinal
b. Kehilangan kulit abnormal : diaforesis berlebihan terhadap
demam atau latihan, luka bakar, fibrosis sistik
c. Kehilangan ginjal abnormal : terapi diuretik, diabetes insipidus,
dirusis oemotik, insufisiensi adrenal (misal diabetes melitus tak
terkontrol)
d. Spasium ke tiga atau perpindahan cairan plasma ke intersisial :
peritonitis, obstruksi usus, luka bakar, asites.
e. Hemoragi
f. Perubahan masukan : koma, kekurangan cairan

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2017)
a. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan curah jantung.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah
perifer.
c. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan.
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Pola nafas Setelah dilakukan 1. Monitor TTV
tidak efektif tindakan keperwatan 2. Posisikan pasien
b.d selam 2x24 jam di untuk
penurunan harapkan pola nafas klien memaksimalkan
curah kembali efektif dengan ventilasi
jantung kriteria hasil : 3. Catat pergerakam
1. Ststus respirasi dalam dada dan adanya
batas normal retraksi
2. Klien tidak mengeluh 4. Berikan alat bantu
sesak nafas pernafasan
3. Tidak ada tanda dan
gejala sianosis
2 Ketidakefek Setelah dilakukan 1. Monitor TTV
tifan perfusi tindakan keperawatan 2. Gunakan prinsip
jaringan selama 2x24 jam aseptik untuk
perifer b.d diharapkan aliran perfusi kontrak dengan
penurunan perifer klien efektif pasien
aliran darah dengan kriteria hasil : 3. Monitor adanya
perifer 1. Tekanan sistol dan tromboplebitis
diastol dalam rentang 4. Batasi gerakan pada
yang diharapkan ekstremitas
2. Mampu menunjukkan 5. Kolaborasi
konsentrasi pemberian obat
3. Tidak ada ortostatik
hipertensi
3 Kekurangan Setelah dilakukan 1. Mengevaluasi TTV
volume tindakan keperawatan 2. Evaluasi kebutuhan
cairan b.d selama 2x24 jam cairan
kehilangan diharapkan volume 3. Evaluasi kebutuhan
cairan cairan klien seimbang nutrisi
dengan kriteria hasil : 4. Penuhi kebutuhan
1. Balance cairan baik cairan dan elektrolit
2. TTV normal 5. Tingkatkan asupan
3. Tidak ada tanda- nutrisi pasien
tanda dehidrasi 6. Kolaborasi
4. Elastisitas turgor pemberian obat
baik, mukosa bibir
lembab
DAFTAR PUSTAKA

Boughman & Diane, C. (2010). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari
Brunner & Suddart. Jakarta: EGC.
Dewi, E, & Rahayu, S. (2010). Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik. Solo: FIK
UMS.
Dewi, Rismala. 2013. Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat Pada
Anak. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2(3), 1-5.
Horne, M. M., & Swearingen P. L. (2010). Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan
Asam Basa. Jakarta: EGC.
NANDA International. (2017). Diagnosa Keperawatan : definisi dan klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin & Kusuma, Hadi. 2014. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta. Mediaction.
Ramdani, B. Syok Hipovolemik pada Anak. 2016.
http://www.pustakadokter.com/2016/11/12/syok- hipovolemik-pada-anak/
Kasus 2
Seorang laki-laki berusia 35 tahun, dirawat di ruang bedah pasca operasi
debridemen. Hasil pengkajian: Dua jam pasca ops tampak darah merembes,
kesadaran menurun, Tekanan Darah 70/50mmHg, frekuensi Nadi 123x/menit,
frekuensi nafas 28x/menit, suhu 36° C, akral dingin, urine output 75 cc/2jam.
Saat ini terpasang infus NaCl 0,9% diguyur (tak diklem).

FORMAT LAPORAN ANALISIS KASUS ASKEP GAWAT DARURAT

Nama Mahasiswa : Fitri Wijayanti


Nama Pasien : Tn. K (35 tahun)
Diagnosa medis : Post Op Debridemen dengan Syok Hipovolemik
Tanggal pengkajian : Rabu, 21 Juli 2021

Initial Assesment
1. a. Pengkajian primer : (pengkajian Airway, Breathing, Circulation, dan
Disintegrity)
Airway :
Tidak ada sumbatan jalan napas, tidak ada darah, pangkal lidah jatuh (-),
benda asing (-), suara napas vesikuler
Breathing :
RR : 28 x/mnt, pola napas abnormal (takipnea), bunyi napas vesikuler, irama
napas tidak teratur, gerakan dinding dada simetris, tampak menggunakan otot
bantu pernapasan
Circulation :
Nadi 123 x/mnt, akral dingin, CRT > 3 detik, perdarahan (+), turgor kulit
tidak elatis, tampak pucat, sianosis (-), urine output 75 cc/2jam, terpasang
infus NaCl 0,9% diguyur (tak diklem).
Dissability :
Kesadaran menurun, GCS : E3V2M2 (somnolen), pupil isokor, respon cahaya
+/+, kekuatan otot 2 2
2 2
Exposure :
Terdapat luka pos op debridemen pada kaki kiri
b. Pengkajian sekunder : (meliputi pengkajian riwayat keperawatan dan head
to toe)
Keluhan utama :
Keluarga klien mengatakan Tn. K habis operasi debridemen pada kaki
kirinya, 2 jam setelah operasi tampak darah merembes, kesadaran menurun,
akral dingin.
Riwayat penyakit sekarang :
Keluarga klien mengatakan 2 jam setelah operasi pada kaki kiri tampak darah
merembes, kesadaran menurun, akral dingin.
Riwayat penyakit dahulu :
Klien mengatakan pernah diwarat di rumah sakit satu kali.
Riwayat penyakit keluarga :
Keluarga klien mengatakan keluarga tidak memiliki riwayat penyakit
keturunan seperti jantung, hipertensi dan DM.
Keadaan umum :
Tingkat Kesadaran : somnolen dengan nilai GCS : 7 (E3V2M2)
TTV : TD: 70/50 mmHg, N: 123 x/mnt, RR: 28 x/mnt, S: 36° C
Pemeriksaan fisik :
 Kepala :
Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi / luka, kulit kepala
tampak bersih, rambut hitam
 Mata :
Simetris, konjungtiva anemis, pupil isokor, sklera anikterik, respon cahaya
+/+, besar pupil (2 mm/2 mm)
 Telinga :
Simetris, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada serumen
 Hidung :
Simetris, tidak ada polip, septum berada ditengah, tidak ada sekret, cuping
hidung (-)
 Mulut :
Tidak ada stomatitis, kebersihan mulut cukup baik, tidak terdapat karies,
mukosa bibir kering
 Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada pembesaran vena jugularis
 Integumen :
Kulit bersih tidak ada lesi, akral dingin, turgor kulit tidak elastis, kulit
tampak kering
 Thorax atau dada :
I : gerakan dinding dada simetris, tidak ada benjolan, tampak
menggunakan otot bantu pernapasan, pergerakan napas cepat dan tidak
teratur dengan RR : 28x/mnt
P : gerakan suara teraba (vocal fremitus) normal
P : perkusi sonor
A : suara napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan
 Jantung :
I : tidak tampak iktus cordis
P : tidak teraba iktus cordis
A : suara 1 dan 2 tunggal, tidak ada suara mur-mur
 Abdomen :
I : bentuk datar, tidak ada asites, simetris, tidak ada lesi
P : turgor kulit tidak elastis, tidak ada defans muskuler, tidak ada
pembesaran hepar
P : suara tympani
A : peristaltik usus normal 12 x/mnt
 Genetalia :
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, terpasang kateter
 Ekstremitas atas dan bawah :
Terdapat luka post op debridemen pada kaki kiri, tidak ada edema,
kekuatan otot 2 2
2 2
c. Pemeriksaan penunjang : (meliputi pemeriksaan laboratorium, rontgen, CT
scan)
-
2. Diagnosa keperawatan : (sesuai SDKI)
a. Syok hipovolemik b.d kehilangan cairan aktif
DS :
- Keluarga klien mengatakan 2 jam setelah operasi pada kaki kiri tampak
darah merembes, kesadaran menurun, akral dingin
DO :
- Nadi 123 x/mnt
- Akral dingin
- CRT >3 dtk
- Terdapat rembesan darah pada luka post op debridemen (kaki kiri)
- Turgor kulit tidak elastis
- Tampak pucat
- Tingkat Kesadaran : somnolen dengan nilai GCS : E3V2M2
- Konjungtiva anemis
- Mukosa bibir kering
b. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
DS : -
DO :
- RR : 28 x/mnt
- Pola napas abnormal (takipnea)
- Irama napas tidak teratur
- tampak menggunakan otot bantu pernapasan
3. Rencana keperawatan : (sesuai SIKI)
Diagnosa Tujuan & Kriteria
Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
Syok Setelah dilakukan  Manajemen Syok Hipovolemik :
hipovolemik tindakan Observasi
b.d kehilangan keperawatan 1x24
cairan aktif jam tingkat syok 1. Monitor status kardiopulmonal
menurun dengan (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
kriteria hasil :
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri
- Tingkat kesadaran nadi, AGD)
meningkat
3. Monitor status cairan (masukan dan
- Tekanan darah haluaran, turgor kulit, CRT)
membaik
4. Periksa tingkat kesadaran & respon
- Frekuensi nadi pupil
membaik
5. Periksa seluruh permukaan tubuh
- Frekuensi napas terhadap adanya DOTS
membaik (deformity/deformitas, open
wound/luka terbuka,
- Suhu tubuh tenderness/nyeri tekan,
membaik swelling/bengkak)
- Akral dingin Terapeutik
menurun 6. Pertahankan jalan napas paten
- Output urine 7. Berikan oksigen untuk
meningkat mempertahankan saturasi oksigen
- Perdarahan >94%
menurun 8. Persiapkan intubasi dan ventilasi
mekanis, jika perlu
- Hemoglobin
membaik 9. Lakukan penekanan langsung
(direct pressure) pada perdarahan
eksternal
10. Berikan posisi syok (modified
Trendelenberg)
11. Pasang jalur IV berukuran besar
(mis. no 14 atau 16)
12. Pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine
13. Pasang selang nasogastrik untuk
dekompresi lambung
14. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
16. Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu
 Manajemen Perdarahan :
Observasi
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor nilai hemoglobin
3. Monitor tekanan darah dan
parameter hemodinamik (tekanan
vena sentral dan tekanan baji kapiler
atau arteri pulmonal), jika perlu
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda dan gejala perdarahan
masif
Terapeutik
6. Lakukan penekanan atau balut
tekan, jika perlu
7. Tinggikan ekstremitas yang
mengalami perdarahan
8. Pertahankan akses IV
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian cairan
10.Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu
Pola napas Setelah dilakukan  Manajemen Jalan Napas :
tidak efektif tindakan Observasi
b.d hambatan keperawatan 1x24
upaya napas jam pola napas 1. Monitor pola napas (frekuensi,
membaik dengan kedalaman, usaha napas)
kriteria hasil : 2. Monitor bunyi napas tambahan
- Frekuensi napas Terapeutik
membaik 3. Pertahankan kepatenan jalan napas
- Kedalaman napas 4. Atur posisi klien
membaik
5. Berikan oksigen, jika perlu
- Penggunaan otot
bantu napas
menurun
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan : (dilakukan untuk mengatasi kondisi
yang didapat dari pengkajian primer)
Hari/ No. Implementasi Evaluasi
Paraf
Tgl Dx Keperawatan (S & O)
Rabu, 1 S:- Fitri
1. Memonitor status
21 Juli O:
kardiopulmonal
2021 - TTV :
TD : 80/60
mmHg
N : 110 x/mnt
S : 36°C
RR : 24 x/mnt

2. Mengidentifikasi S:-
penyebab O:
perdarahan - Luka post op
debridemen
tampak darah
merembes (3x
ganti kassa)
3. Memonitor S:-
tingkat kesadaran O:
& respon pupil - Tingkat
Kesadaran : GCS
= 7 (E3V2M2)
- Konjungtiva
anemis
- Pupil isokor
- Sklera anikterik
- Respon cahaya
+/+
- Besar pupil (2
mm/2 mm)

4. Memonitor status S:-


oksigenasi O:
- Terpasang
oksigen 10
L/mnt (NRM)
- Nilai oksimetri :
90%

5. Memonitor status S:-


O:
cairan (masukan
- Terpasang infus
dan haluaran,
di tangan kiri
turgor kulit, CRT)
(NaCl 0,9%
diguyur)
- Terpasang
kateter (urine
output 75
cc/2jam)
- Turgor kulit
tidak elastis
- CRT >3 dtk

6. Mempertahankan S:-
jalan napas paten O:
- Terpasang
oksigen 10
L/mnt (NRM)

7. Memberikan S:-
posisi syok O:
(modified - Pasien tampak
Trendelenberg) posisi
trendelenberg

S:-
8. Meninggikan O:
ekstremitas yang - Pasien tampak
mengalami posisi
perdarahan trendelenberg

Rabu, 2 S:- Fitri


1. Memonitor pola
21 Juli O:
napas (frekuensi,
2021 - RR : 24 x/mnt
kedalaman, usaha
napas) - Pola napas
abnormal
2. Memonitor bunyi (takipnea)
napas tambahan - Irama napas
tidak teratur
- Tampak
menggunakan
otot bantu
pernapasan

S:-
3. Mengatur posisi O:
klien - Terpasang
4. Memberikan oksigen 10
oksigen L/mnt (NRM)

5. Evaluasi hasil tindakan : (didapat setelah tindakan untuk


mengatasi masalah primer dilakukan)

Hari / Tgl No.


Evaluasi (SOAP) Paraf
Dx
S:-
1 O: Fitri
- Tingkat Kesadaran : GCS = 7
(E3V2M2)
- Konjungtiva anemis
- Pupil isokor
- Sklera anikterik
- Respon cahaya +/+
- Besar pupil (2 mm/2 mm)
- TTV :
TD : 80/70 mmHg
N : 105 x/mnt
S : 36°C
RR : 22 x/mnt
- Akral dingin
- Luka post op debridemen tampak
darah merembes
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1. Monitor status kardiopulmonal
2. Monitor status oksigenasi
3. Monitor status cairan (masukan
dan haluaran, turgor kulit, CRT)
4. Periksa tingkat kesadaran &
respon pupil
5. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
6. Berikan posisi syok (modified
Trendelenberg)
7. Monitor tanda dan gejala
perdarahan masif
8. Tinggikan ekstremitas yang
mengalami perdarahan
9. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
10. Kolaborasi pemberian transfusi
darah
11. Monitor nilai hemoglobin
12. Pasang selang nasogastrik
13. Pertahankan akses IV
S:-
2 O: Fitri
- RR : 22 x/mnt
- Pola napas abnormal (takipnea)
- Irama napas tidak teratur
- Tidak tampak menggunakan otot
bantu pernapasan
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan :
1. Monitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, usaha napas)
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Berikan oksigen

Anda mungkin juga menyukai