AL-ISLAM KEMUHAMADIYAAN 1
“ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE”
OLEH
KELOMPOK 1
MOHAMMAD ALDIN
(21802009)
Assalammualaikum wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’islam sebagai way of life’’. Disamping itu,
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah
ini.
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan
guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.
Sekian terimaksih
Wassalammualaikum wb
B.rumusan masalah
1.apa itu islam
C.tujuan
1.mengetahui islam
Ditinjau dari aspek bahasanya yang dihubungkan dengan asal katanya, Islam mempunyai sebagian penafsiran, diantaranya ialah:
Hal ini membuktikan bahwa seorang penganut Islam adalah seorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada
Allah SWT. penyerahan diri semacam ini dicirikan dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan dan menjauhi semua
larangan-Nya. memberitahukan makna penyerahan ini,
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4: 125) “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun melakukan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi kesayanganNya. ”
menjadi seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah SWT untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 37: 26) “Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. ”
arti ini sesungguhnya menjadi penguat arti di atas (nilai kedua). karena menjadi seorang muslim, kita sungguh-sungguh diminta untuk
secara keseluruhan menyerahkan seluruh jiwa dan raga bersama harta atau apapun yang kita punya, hanya kepada Allah SWT. aspek
atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara keseluruhan kepada Allah ialah semacam dalam setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah
laku, pekerjaan, kebahagiaan, keceriaan, kesusahan, kesedihan dan lain semacamnya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga
bermacam faktor kehidupan yang bersangkutan dengan orang lain, semacam sisi politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kultur dan lain
sebagainya, semuanya dijalani hanya karena Allah SWT dan menggunakan manhaj Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 2: 208)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu ikut langkah-langkah
syaitan. sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. ”
Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara keseluruhan kepada Allah SWT dalam melakukan semua yang
diperintahkan dan dalam menjauhi semua yang dilarang-Nya.
Tentang makna ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26: 89):
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. ”
Dalam ayat lain Allah menerangkan (QS. 37: 84) “ (ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. ”
Keadaan ini memberitahukan bahwa Islam adalah agama yang suci dan bersih, yang bisa menjadikan para pemeluknya untuk memiliki
kebersihan dan kesucian jiwa yang mampu mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. karena pada
hakekatnya, ketika Allah SWT memerintahkan berbagai ajaran Islam, ialah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan
membersihkan jiwa manusia.
Mengenai pengertian Islam berdasarkan istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia terhadap dinul Islam), Islam ialah ‘ketundukan
seorang hamba kepada ajaran Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW buat dijadikan prinsip
hidup dan juga menjadi hukum / ketentuan Allah SWT yang mampu membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke
kebahagiaan dunia dan akhirat. ’
PENGERTIAN AL-QUR’AN
Terminologi = Al-Qur’an adalah Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
saw., ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah.
Al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, 13 tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun
setelah hijrah.
FUNGSI AL-QUR’AN
KANDUNGAN AL-QUR’AN
1. Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan qadar, dan sebagainya.
2. Prinsip-prinsip syari’ah baik mengenai ibadah khusus maupun ibadah umum sepertiperekonomian, pemerintahan,
pernikahan, kemasyarakatan dan sebagainya.
4. Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai i’tibar / pelajaran ).
5. Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah ketuhanan ( agama ), manusia, masyarakat maupun tentang
alam semesta.
2. AS-SUNNAH
Etimologi = jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat juga berarti undang-undang yang berlaku.
Terminologi = berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi Muhammad saw.
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut
hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi
adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-
Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam
al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat
perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
– Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif .
4. – Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib
mengimaninya.
– Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak
diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
– Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;
– Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal
ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya
proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan
terhadap al-Qur’an.
3. IJTIHAD
PENGERTIAN IJTIHAD
Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat tertentu, untuk
merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara
explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-
Sunnah.
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau Hadits.
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-
Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
LAPANGAN IJTIHAD
1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul ) dan dhalala ( kesesatan ) nya.
KEDUDUKANIJTIHAD
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran
manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan Ijtihad pun relatif.
2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku
untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi
ciri dan jiwa ajaran Islam.
I. Aqidah.
Kata aqidah berasal dari bahasa Arab, yaitu العقدyang berarti ( الجمع بين أطراف الشيءmenghimpun atau mempertemukan dua buah ujung
atau sudut/ mengikat). Secara istilah aqidah berarti keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi landasan segala
bentuk aktivitas, sikap, pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah ini identik dengan iman yang berarti kepercayaan atau keyakinan
Sekiranya disinergiskan antara makna lughawi dan istilah dari kata aqidah di atas dapat digambarkan bahwa aqidah adalah suatu
bentuk keterikatan atau keterkaitan antara seorang hamba dengan Tuhannya, sehingga kondisi ini selalu mempengaruhi hamba dalam
seluruh perilaku, aktivitas dan pekerjaan yang ia lakukan. Dengan kata lain keterikatan tersebut akan mempengaruhi dan mengontrol
dan mengarahkan semua tindak-tanduknya kepada nilai-nilai ketuhanan.
Masalah-masalah aqidah selalu dikaitkan dengan keyakinan terhadap Allah, Rasul dan hal-hal yang ghaib yang lebih dikenal dengan
istilah rukun iman. Di samping itu juga menyangkut dengan masalah eskatologi, yaitu masalah akhirat dan kehidupan setelah
berbangkit kelak. Keterkaitan dengan keyakinan dan keimanan, maka muncul arkanul iman, yakni, iman kepada Allah, Malaikat,
Kitab, Rasul, hari akhirat, qadha dan qadar.
Di dunia Islam, permasalahan aqidah telah terbawa pada berbagai pemahaman, sehingga menimbulkan kelompok-kelompok di mana
masing-masing kelompok memiliki metode dan keyakinan masing-masing dalam pemahamannya. Di antara kelompok-kelompok
tersebut adalah Muktazilah, Asy’ariyah, Mathuridiyah, Khawarij dan Murjiah.
Menurut Harun Nasution, timbulnya berbagai kelompok dalam masalah aqidah atau teologi berawal ketika terjadinya peristiwa
arbitrase (tahkim) ketika menyelesaikan sengketa antara kelompok Mu’awiyah dan Ali ibn Abi Thalib. Kaum Khawarij memandang
bahwa hal tersebut bertentangan dengan QS al-Maidah/ 5: 44 yang berbunyi;
‘’Siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah kafir (QS al-Maidah/ 5: 44).
Peristiwa tersebut membuat kelompok Khawarij tidak senang, sehingga mereka mendirikan kelompok tersendiri serta memandang
bahwa Mu’awiyah dan Ali ibn Abi Thalib adalah Kafir, sebab mereka telah melenceng dari ketentuan yang telah digariskan al-Qur’an.
Dengan berdirinya kelompok ini, juga memicu berdirinya kelompok-kelompok lain dalam masalah teologi, sehingga masing-masing
memiliki pemahaman yang berbeda dengan yang lainnya. Namun demikian, perbedaan tersebut tidaklah sampai menafikan Allah,
dengan kata lain perbedaan pemahaman tersebut tidak sampai menjurus untuk lari dari tauhid atau berpaling pada thâgh ût.
Di antara sumber perbedaan pemahaman antara masing-masing golongan tersebut antara lain adalah masalah kebebasan manusia dan
kehendak mutlak Tuhan. Ada kelompok yang menganggap bahwa kekuasan Tuhan adalah maha mutlak, sehingga manusia tidaklah
memiliki pilihan lain dalam berbuat dan berkehendak. Kelompok ini diwakili oleh kelompok Asy’ariyah. Ada pula kelompok bahwa
Tuhan memang maha kuasa, tetapi Tuhan menciptakan sunnah-Nya dalam mengatur kebebasan manusia, sehingga manusia memiliki
alternatif dan pilihan dalam berkehendak dan berbuat sesuai dengan sunnah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain manusia bebas
dalam berbuat dan berkehendak. Kelompok ini diwakili oleh kelompok Muktazilah. Ada pula kelompok yang mengambil sikap
pertengahan antara kedua kelompok tersebut, namun mereka tetap meyakini bahwa Allah maha kuasa terhadap seluruh tindak-tanduk
dan kehendak manusia. Kelompok ini diwakili oleh Mathuridiyah.
Itulah sekilas tentang permasalahan aqidah serta pemikiran masing-masing kelompoknya, di mana semua itu beranjak dari
pemahaman mereka terhadap kekuasaan Allah dan kebebasan manusia.
II.Syariah.
Syari’ah adalah sistem hukum yang didasari Al-Qur’an, As-Sunnah, atau Ijtihad. Seorang pemeluk Agama Islam berkewajiban
menjalankan ketentuan ini sebagai konsekwensi dari ke-Islamannya. Menjalankan syari’ah berarti melaksanakan ibadah. Dalam hal ini
tidak hanya yang bersifat ritual, seperti yang termaksud dalam Rukun Islam, seperti: bersyahadat, sholat, zakat, puasa, dan berhaji bagi
yang mampu. Akan tetapi juga meliputi seluruh aktifitas (perkataan maupun perbuatan) yang dilandasi keiman terhadap Allah SWT.
III. Akhlaq.
Akhlaq merupakan bentuk jamak dari ( الخلقal-khuluq) yang berarti ( القوى والسجايا المدركة بالبصيرةkekuatan jiwa dan perangai yang dapat
diperoleh melalui pengasahan mata bathin). Dari pengertian lughawi ini, terlihat bahwa akhlaq dapat diperoleh dengan melatih mata
bathin dan ruh seseorang terhadap hal yang baik-baik. Dengan demikian dari pengertian lughawi ini tersirat bahwa pemahaman akhlaq
lebih menjurus pada perbuatan-perbuatan terpuji. Konsekuensinya adalah bahwa perbuatan jahat dan melenceng adalah perbuatan
yang tidak berakhlaq (bukan akhlâq al-madzmûmah).
Secara istilah akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan.
Sedangkan Nazaruddin Razak, mengungkapkan akhlak dengan makna akhlak islam, yakni suatu sikap mental dan laku perbuatan yang
luhur, mempunyai hubungan dengan Zat Yang Maha Kuasa dan juga merupakan produk dari keyakinan atas kekuasaan dan keeasaan
Tuhan, yaitu produk dari jiwa tauhid. Dari pengertian ini terlihat sinergisitas antara makna akhlaq dengan al-khalq yang berarti
penciptaan di mana kedua kata ini berasal dari akar kata yang sama. Dengan demikian pengertian ini menggambarkan bahwa akhlaq
adalah hasil kreasi manusia yang sudah dibiasakan dan bukan datang dengan spontan begitu saja, sebab ini ada kaitannya dengan al-
khalq yang berarti mencipta. Maka akhlaq adalah sifat, karakter dan perilaku manusia yang sudah dibiasakan.
Al-Qur’an memberi kebebasan kepada manusia untuk bertingkah laku baik atau berbuat buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar
kehendak dan pilihannya itulah manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat atas segala tingkah lakunya. Di samping itu,
akhlaq seorang muslim harus merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah sebagai pegangan dan pedoman dalam hidup dan kehidupan.
Secara garis besar menurut Endang Saifuddin Anshari, akhlak terdiri atas; pertama, akhlak manusia terhadap khalik, kedua, akhlak
manusia terhadap sesama makhluk, yakni akhlak manusia terhadap sesama manusia dan akhlak manusia terhadap alam lainnya.
Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlaq manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadarannya bahwa
tidak ada Tuhan Selain Allah yang memiliki sifat terpuji dan sempurna. Dari pengakuan dan kesadaran itu akan lahir tingkah laku dan
sikap sebagai berikut:
2) Bertawakkal atau berserah diri kepada Allah setelah berbuat dan berusaha terlebih dahulu.
3) Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluk-Nya hanyalah kebaikan.
Adapun akhlaq kepada sesama manusia dapat dibedakan kepada beberapa hal, yaitu:
1.Akhlaq kepada orang tua, yaitu dengan senantiasa memelihara keredhaannya, berbakti kepada keduanya dan memelihara etika
pergaulan dengan keduanya.
2.Akhlaq terhadap kaum kerabat, yaitu dengan menjaga hubungan shilaturrahim serta berbuat kebaikan kepada sesama seperti
mencintai dan merasakan suka duka bersama mereka.
3.Akhlaq kepada tetangga, yaitu dengan menjaga diri untuk tidak menyakiti hatinya, senantiasa berbuat baik (ihsân) dan lain-lain
sebagainya.
BAB 3
PENUTUP
A.kesimpulan
Islam secara bahasa berarti tunduk,patuh,dan damai.Sedangkan menurut istilah,islam adalah nama
agama yang diturunkan oleh allah swt untuk membimbing manusia kejalan yang benar dan sesuai fitrah
kemanusiaan.islam diturunkan bukan kepada nabi Muhammad sahaja,tapi diturunkan juga kepada nabi dan
rasul mengajarkan islam kepada umatnya.
Tujuan dalam islam membentuk pribadi yang kamil di samping itu juga terbentuk masyarakat yang
ideal,yang menitik beratkan pembentukan moral dan kerohanian sebuah masyarakat dan tidak lupa turut
membangunkannilai kemanusiaan dan membinah masyarakat yong kokoh dan beriwabah.
DAFTAR PUSTAKA
1 H. A.Kadir Sobur, Tauhid Teologis, (Jakarta: Gaung Persada Press Group 2013), hlm. 5 2 Manifestasi disini
adalah perwujudan suatu pernyataan perasaan atau tindakan dari suatu yang tidak kelihatan menjadi ujud
yang dapat dilihat dari sifatnya. 3 Kadir Sobur, Op.Cit., hlm. 5