Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AL-ISLAM KEMUHAMADIYAAN 1
“ISLAM SEBAGAI WAY OF LIFE”

OLEH
KELOMPOK 1
MOHAMMAD ALDIN
(21802009)

PEROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim

Assalammualaikum wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa
menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam. 

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’islam sebagai way of life’’. Disamping itu,
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah
ini. 

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan
guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu mendatang. 

Sekian terimaksih

Wassalammualaikum wb

                                                                          

  Kendari,18 oktober 2018

                                                                                                  Penulis Mohammad Aldin


DAFTAR ISI
HALAMAN............................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................2
BAB 1......................................................................................3
Pendahuluan............................................................................3
A.latar belakang.................................................................3
B.rumusan masalah............................................................3
C.tujuan..............................................................................3
BAB 2.......................................................................................4
A.pengertian islam............................................................4
B.tujuan islam...................................................................5
C.fungsi islam...................................................................6
D.sumber ajaran islam......................................................6
E.ruanglingkup ajaran islam.............................................8
BAB 3......................................................................................10
A.kesimpulan....................................................................10
Daftar pustaka..........................................................................11
BAB 1
PENDAHULUAN
A.latar belakang
Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dan rasul sebagai utusan-Nya yang terakhir
untuk menjadi pedoman hidup seluruh umat manusia hingga akhir zaman.1 Yang berintikan tauhid atau keesaan Tuhan
dimanapun dan kapanpun dandibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan
keangkatan berikutnya, yaitu sebagai rahmat, hidayat, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi2 dari sifat
rahman dan Rahim Allah SWT.3 Agama Islam adalah satu-satunya agama yang di akui di sisi Allah swt. Ajaran dan
ketentuan-Nya yaituAl-qur’an dan sunnah. Sehingga beruntunglah bagi mereka yang telah menjadi pengikutnya kemudian
dapat pula melaksanakan dan mengamalkan ajaran Islam secara baik dan benar. Islam lahir membawa akidah ketauhidan
dan melepaskan manusia kepada ikatan berhala-berhala, serta benda- benda lain yang posisinya hanyalah sebagai makhluk
Allah SWT dan ajaran Islam di dukung oleh krangka dasar agama Islam yaitu akidah, tauhid, dan akhlak. Oleh karena itu
kita perlu memiliki akidah dan menjaganya jangan sampai rusak serta tidak menyimpang dari aqidah yang sebenarnya.
Apalagi mencampur adukkannya dengan suatu kepercayaan yang dapat merusak aqidah.

B.rumusan masalah
1.apa itu islam

2.apa tujuan islam

3.apa fungsi islam

4.apa sumber ajaran islam

5.apa ruanglingkup islam

C.tujuan
1.mengetahui islam

2.mengetahi tujuan islam

3.mengetahui fungsi islam

4.mengetahui sumber ajaran islam

5.mengetahui ruang lingkup islam


BAB 2
PEMBAHASAN
A.Pengertian Islam Menurut Bahasa dan Istilah dalam Al- Quran
Islam (Arab: ‫اإلسالم‬, al-islām, ialah agama yang memercayai satu Tuhan, yakni Allah. dengan lebih dari satu seperempat
miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam menjadi agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.
Islam mempunyai maksud penyerahan, atau pelimpahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: ‫هللا‬, Allāh). Pengikut ajaran
Islam diketahui dengan panggilan muslim yang bermakna seorang yang taat kepada Tuhan, atau lebih lengkapnya ialah
Muslimin untuk pria dan Muslimat untuk wanita. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT menurunkan firman-Nya kepada
manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan mengimani dengan benar-benar bahwa Muhammad ialah rasul dan
rasul terakhir yang diutus ke bumi oleh Allah.

Pengertian Islam Menurut Bahasa


Pengertian Islam secara harfiyah artinya damai, aman, taat, dan bersih. kata Islam terwujud dari tiga huruf, yakni S (sin), L (lam), m
(mim) yang berarti dasar “selamat” (Salama). Pengertian Islam berdasarkan Bahasa, Islam berawal dari kata aslama yang berasal dari
kata salama. kata Islam adalah wujud mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.

Ditinjau dari aspek bahasanya yang dihubungkan dengan asal katanya, Islam mempunyai sebagian penafsiran, diantaranya ialah:

1. Berasal dari ‘salm’ (‫س ْلم‬


َّ ‫ )ال‬yang bermakna damai.

Dalam al-Qur’an Allah SWT berfirman (QS. 8: 61)


“Dan bila mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. sesungguhnya Dialah
Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. ”
kata ‘salm’ dalam ayat di atas mempunyai arti damai atau perdamaian. dan ini adalah salah satu makna dan identitas dari Islam, yakni
bahwa Islam adalah agama yang senantiasa membawa umat manusia pada perdamaian.

Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman: (QS. 49: 9)


“Dan jika terdapat dua golongan dari banyak orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. bila salah satu dari kedua
golongan itu melakukan aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang melakukan aniaya itu sehingga golongan
itu kembali kepada perintah Allah; bila golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah. sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. ”
menjadi salah satu bukti bahwa Islam adalah agama yang amat menjunjung tinggi perdamaian ialah bahwa Islam baru
memperbolehkan orang muslimin berperang bila mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.

Dalam Al-Qur’an Allah berkata: (QS. 22: 39)


“Telah diizinkan (berperang) untuk banyak orang yang diperangi, karna sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya
Allah, benar-benar Maha kuasa menolong mereka itu. ”

ْ َ‫ )أ‬yang berarti menyerah.


2. Berasal dari kata ‘aslama’ (‫سلَ َم‬

Hal ini membuktikan bahwa seorang penganut Islam adalah seorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada
Allah SWT. penyerahan diri semacam ini dicirikan dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan dan menjauhi semua
larangan-Nya. memberitahukan makna penyerahan ini,

Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an: (QS. 4: 125) “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang diapun melakukan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi kesayanganNya. ”
menjadi seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah SWT untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya.

Dalam sebuah ayat Allah berfirman: (QS. 6: 162)


“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. ”
karena sesungguhnya jika kita pikirkan, bahwa seluruh insan Allah baik yang terdapat di dunia ataupun di langit, mereka semua
mengikhlaskan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti sunnatullah-Nya.
Allah SWT berfirman: (QS. 3: 83):
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, sedangkan kepada-Nya-lah berserah diri semua apa yang di langit
dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah lah mereka dikembalikan. ”
Oleh sebab itulah, menjadi seorang muslim, seharusnya kita menyerahkan diri kita kepada ketentuan Islam dan juga kepada kehendak
Allah SWT. karena insya Allah dengan begitu tentu menjadikan hati kita tentram, damai dan tenang (baca; mutma’inah).

3. Berasal dari kata istaslama–mustaslimun: penyerahan keseluruhan kepada Allah.

Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 37: 26) “Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri. ”
arti ini sesungguhnya menjadi penguat arti di atas (nilai kedua). karena menjadi seorang muslim, kita sungguh-sungguh diminta untuk
secara keseluruhan menyerahkan seluruh jiwa dan raga bersama harta atau apapun yang kita punya, hanya kepada Allah SWT. aspek
atau bentuk-bentuk penyerahan diri secara keseluruhan kepada Allah ialah semacam dalam setiap gerak gerik, pemikiran, tingkah
laku, pekerjaan, kebahagiaan, keceriaan, kesusahan, kesedihan dan lain semacamnya hanya kepada Allah SWT. Termasuk juga
bermacam faktor kehidupan yang bersangkutan dengan orang lain, semacam sisi politik, ekonomi, pendidikan, sosial, kultur dan lain
sebagainya, semuanya dijalani hanya karena Allah SWT dan menggunakan manhaj Allah.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman (QS. 2: 208)
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu ikut langkah-langkah
syaitan. sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. ”
Masuk Islam secara keseluruhan berarti menyerahkan diri secara keseluruhan kepada Allah SWT dalam melakukan semua yang
diperintahkan dan dalam menjauhi semua yang dilarang-Nya.

4. Berasal dari kata ‘saliim’ (‫سلِ ْي ٌم‬


َ ) yang berarti bersih dan suci.

Tentang makna ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an (QS. 26: 89):
“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. ”

Dalam ayat lain Allah menerangkan (QS. 37: 84) “ (ingatlah) ketika ia datang kepada Tuhannya dengan hati yang suci. ”
Keadaan ini memberitahukan bahwa Islam adalah agama yang suci dan bersih, yang bisa menjadikan para pemeluknya untuk memiliki
kebersihan dan kesucian jiwa yang mampu mengantarkannya pada kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. karena pada
hakekatnya, ketika Allah SWT memerintahkan berbagai ajaran Islam, ialah karena tujuan utamanya untuk mensucikan dan
membersihkan jiwa manusia.

Allah berfirman: (QS. 5: 6)


“Allah sesungguhnya tidak menghendaki dari (adanya syari’at Islam) itu akan menyusahkan kamu, tetapi sesungguhnya dia
berkeinginan untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan ni`mat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur. ”

5. Berasal dari ‘salam’ (‫سالَ ٌم‬


َ ) yang berarti selamat dan sejahtera.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an: (QS. 19: 47)


berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, saya akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. sesungguhnya
dia amat baik kepadaku. ”
Maknanya ialah bahwa Islam adalah agama yang senantiasa membawa umat manusia pada keselamatan dan kesejahteraan. karena
Islam memberi kesejahteraan dan juga keselamatan pada tiap insan.

Mengenai pengertian Islam berdasarkan istilah, (ditinjau dari sisi subyek manusia terhadap dinul Islam), Islam ialah ‘ketundukan
seorang hamba kepada ajaran Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW buat dijadikan prinsip
hidup dan juga menjadi hukum / ketentuan Allah SWT yang mampu membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke
kebahagiaan dunia dan akhirat. ’

B. Tujuan Ajaran Islam.


Islam diajarkan dan dipelajari sejak kecil agar bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari penderitaan hidup di dunia
maupun di akherat. Dengan berpegang teguh pada ajaran ini semua manusia pasti akan hidup damai dan sejahtera, karena
islam mengeajarkan norma – norma hidup dan perilaku kehidupan yang baik dan jauh dari penderitaan dan kemaksiatan
yang akan membawa kita pada penyiksaan di hari akhir nanti. Dengan adanya pemahaman islam, manusia akan lebih bisa
mendekatkan diri pada sang pencipta dan akan terhindar dari segala siksaan dan dosa
C.Fungsi Ajaran Islam
Penolong dalam kesukaran Karena org yg tidak beragama cenderung mengatasi masalah hidup dgn pesimis, berbeda dgn orang yg
beragama yg menghadapi dgn optimis Sebagai pembimbing dlm hidup Membentuk suatu kepribadian yg harmonis agar sgla unsur
pokok khidupan terdiri dr pengalaman yg menentramkan jiwa, agar mampu menghadapi masalah dgn tenang. Fungsi Agama Islam
& Pengendali moral Dalam islam diajarkan untuk menghormati org lain , tetapi tdk diperintah untuk minta dihormati. Selain itu
banyak pelajaran moral lain seperti berpakaian, berperilaku, bertutur kata dsb. Penentram batin orang beriman tidak akan merasa
gelisah krn dia tahu jika semua hal yg dia miliki merupakan titipan allah, berbeda dgn yg tidak beriman yg selalu merasa gelisah akan
apa yg ia miliki. percaya bahwa allah tidak akan memberi cobaan melebihi kekuatannya

D.Sumber-sumber Ajaran Islam


1. AL-QUR’AN

PENGERTIAN AL-QUR’AN

Etimologi = Al-Qur’an –> Qara’a – Yaqra’u – Qur’anan yang berarti bacaan.

Terminologi = Al-Qur’an adalah Kalam Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad
saw., ditulis dalam Mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya adalah ibadah.

Al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, 13 tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun
setelah hijrah.

FUNGSI AL-QUR’AN

1. Sebagai pedoman hidup.

2. Sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah swt. yang terdahulu.

3. Sebagai sarana peribadatan.

KANDUNGAN AL-QUR’AN

1. Prinsip-prinsip keimanan kepada Allah swt., malaikat, rasul, hari akhir, qadha dan qadar, dan sebagainya.

2. Prinsip-prinsip syari’ah baik mengenai ibadah khusus maupun ibadah umum sepertiperekonomian, pemerintahan,
pernikahan, kemasyarakatan dan sebagainya.

3. Janji dan ancaman.

4. Kisah para nabi dan Rasul Allah swt. serta umat-umat terdahulu ( sebagai i’tibar / pelajaran ).

5. Konsep ilmu pengetahuan, pengetahuan tentang masalah ketuhanan ( agama ), manusia, masyarakat maupun tentang
alam semesta.

2. AS-SUNNAH

PENGERTIAN AS-SUNNAH / HADITS

Etimologi = jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat juga berarti undang-undang yang berlaku.

Terminologi = berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi Muhammad saw.

KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS

As-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.


Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-
kesulitan seperti :

1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut
hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.

2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi
adalah perintah al-Qur’an.

4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-
Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam
al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.

HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN

1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).

2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an ).

3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).

PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM

Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat
perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :

1. – Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.

– As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.

2. – Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.

– Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif .

3. – Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.

– As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.

4. – Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib
mengimaninya.

– Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak
diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.

5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :

– Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;

– Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal
ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya
proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan
terhadap al-Qur’an.

3. IJTIHAD

PENGERTIAN IJTIHAD

Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat tertentu, untuk
merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara
explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu :

1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-
Sunnah.

2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau Hadits.

Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48!

48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,
Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan
jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-
Kitab sebelumnya.

[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.

LAPANGAN IJTIHAD

Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :

1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.

2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul ) dan dhalala ( kesesatan ) nya.

3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

KEDUDUKANIJTIHAD

Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat dengan ketentuan
sebagai berikut:

1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran
manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan Ijtihad pun relatif.

2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku
untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.

3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi
ciri dan jiwa ajaran Islam.

5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.

E. Ruang Lingkup Ajaran Islam


Ruang lingkup ajaran islam terdapat 3 pegangan yaitu Aqidah,

Syariah dan Akhlaq.

I. Aqidah.
Kata aqidah berasal dari bahasa Arab, yaitu ‫ العقد‬yang berarti ‫( الجمع بين أطراف الشيء‬menghimpun atau mempertemukan dua buah ujung
atau sudut/ mengikat). Secara istilah aqidah berarti keyakinan keagamaan yang dianut oleh seseorang dan menjadi landasan segala
bentuk aktivitas, sikap, pandangan dan pegangan hidupnya. Istilah ini identik dengan iman yang berarti kepercayaan atau keyakinan

Sekiranya disinergiskan antara makna lughawi dan istilah dari kata aqidah di atas dapat digambarkan bahwa aqidah adalah suatu
bentuk keterikatan atau keterkaitan antara seorang hamba dengan Tuhannya, sehingga kondisi ini selalu mempengaruhi hamba dalam
seluruh perilaku, aktivitas dan pekerjaan yang ia lakukan. Dengan kata lain keterikatan tersebut akan mempengaruhi dan mengontrol
dan mengarahkan semua tindak-tanduknya kepada nilai-nilai ketuhanan.

Masalah-masalah aqidah selalu dikaitkan dengan keyakinan terhadap Allah, Rasul dan hal-hal yang ghaib yang lebih dikenal dengan
istilah rukun iman. Di samping itu juga menyangkut dengan masalah eskatologi, yaitu masalah akhirat dan kehidupan setelah
berbangkit kelak. Keterkaitan dengan keyakinan dan keimanan, maka muncul arkanul iman, yakni, iman kepada Allah, Malaikat,
Kitab, Rasul, hari akhirat, qadha dan qadar.

Di dunia Islam, permasalahan aqidah telah terbawa pada berbagai pemahaman, sehingga menimbulkan kelompok-kelompok di mana
masing-masing kelompok memiliki metode dan keyakinan masing-masing dalam pemahamannya. Di antara kelompok-kelompok
tersebut adalah Muktazilah, Asy’ariyah, Mathuridiyah, Khawarij dan Murjiah.

Menurut Harun Nasution, timbulnya berbagai kelompok dalam masalah aqidah atau teologi berawal ketika terjadinya peristiwa
arbitrase (tahkim) ketika menyelesaikan sengketa antara kelompok Mu’awiyah dan Ali ibn Abi Thalib. Kaum Khawarij memandang
bahwa hal tersebut bertentangan dengan QS al-Maidah/ 5: 44 yang berbunyi;

‘’Siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan Allah adalah kafir (QS al-Maidah/ 5: 44).

Peristiwa tersebut membuat kelompok Khawarij tidak senang, sehingga mereka mendirikan kelompok tersendiri serta memandang
bahwa Mu’awiyah dan Ali ibn Abi Thalib adalah Kafir, sebab mereka telah melenceng dari ketentuan yang telah digariskan al-Qur’an.
Dengan berdirinya kelompok ini, juga memicu berdirinya kelompok-kelompok lain dalam masalah teologi, sehingga masing-masing
memiliki pemahaman yang berbeda dengan yang lainnya. Namun demikian, perbedaan tersebut tidaklah sampai menafikan Allah,
dengan kata lain perbedaan pemahaman tersebut tidak sampai menjurus untuk lari dari tauhid atau berpaling pada thâgh ût.

Di antara sumber perbedaan pemahaman antara masing-masing golongan tersebut antara lain adalah masalah kebebasan manusia dan
kehendak mutlak Tuhan. Ada kelompok yang menganggap bahwa kekuasan Tuhan adalah maha mutlak, sehingga manusia tidaklah
memiliki pilihan lain dalam berbuat dan berkehendak. Kelompok ini diwakili oleh kelompok Asy’ariyah. Ada pula kelompok bahwa
Tuhan memang maha kuasa, tetapi Tuhan menciptakan sunnah-Nya dalam mengatur kebebasan manusia, sehingga manusia memiliki
alternatif dan pilihan dalam berkehendak dan berbuat sesuai dengan sunnah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain manusia bebas
dalam berbuat dan berkehendak. Kelompok ini diwakili oleh kelompok Muktazilah. Ada pula kelompok yang mengambil sikap
pertengahan antara kedua kelompok tersebut, namun mereka tetap meyakini bahwa Allah maha kuasa terhadap seluruh tindak-tanduk
dan kehendak manusia. Kelompok ini diwakili oleh Mathuridiyah.

Itulah sekilas tentang permasalahan aqidah serta pemikiran masing-masing kelompoknya, di mana semua itu beranjak dari
pemahaman mereka terhadap kekuasaan Allah dan kebebasan manusia.

II.Syariah.

Syari’ah adalah sistem hukum yang didasari Al-Qur’an, As-Sunnah, atau Ijtihad. Seorang pemeluk Agama Islam berkewajiban
menjalankan ketentuan ini sebagai konsekwensi dari ke-Islamannya. Menjalankan syari’ah berarti melaksanakan ibadah. Dalam hal ini
tidak hanya yang bersifat ritual, seperti yang termaksud dalam Rukun Islam, seperti: bersyahadat, sholat, zakat, puasa, dan berhaji bagi
yang mampu. Akan tetapi juga meliputi seluruh aktifitas (perkataan maupun perbuatan) yang dilandasi keiman terhadap Allah SWT.

III. Akhlaq.

Akhlaq merupakan bentuk jamak dari ‫( الخلق‬al-khuluq) yang berarti ‫( القوى والسجايا المدركة بالبصيرة‬kekuatan jiwa dan perangai yang dapat
diperoleh melalui pengasahan mata bathin). Dari pengertian lughawi ini, terlihat bahwa akhlaq dapat diperoleh dengan melatih mata
bathin dan ruh seseorang terhadap hal yang baik-baik. Dengan demikian dari pengertian lughawi ini tersirat bahwa pemahaman akhlaq
lebih menjurus pada perbuatan-perbuatan terpuji. Konsekuensinya adalah bahwa perbuatan jahat dan melenceng adalah perbuatan
yang tidak berakhlaq (bukan akhlâq al-madzmûmah).

Secara istilah akhlaq berarti tingkah laku yang lahir dari manusia dengan sengaja, tidak dibuat-buat dan telah menjadi kebiasaan.
Sedangkan Nazaruddin Razak, mengungkapkan akhlak dengan makna akhlak islam, yakni suatu sikap mental dan laku perbuatan yang
luhur, mempunyai hubungan dengan Zat Yang Maha Kuasa dan juga merupakan produk dari keyakinan atas kekuasaan dan keeasaan
Tuhan, yaitu produk dari jiwa tauhid. Dari pengertian ini terlihat sinergisitas antara makna akhlaq dengan al-khalq yang berarti
penciptaan di mana kedua kata ini berasal dari akar kata yang sama. Dengan demikian pengertian ini menggambarkan bahwa akhlaq
adalah hasil kreasi manusia yang sudah dibiasakan dan bukan datang dengan spontan begitu saja, sebab ini ada kaitannya dengan al-
khalq yang berarti mencipta. Maka akhlaq adalah sifat, karakter dan perilaku manusia yang sudah dibiasakan.

Al-Qur’an memberi kebebasan kepada manusia untuk bertingkah laku baik atau berbuat buruk sesuai dengan kehendaknya. Atas dasar
kehendak dan pilihannya itulah manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat atas segala tingkah lakunya. Di samping itu,
akhlaq seorang muslim harus merujuk kepada al-Qur’an dan sunnah sebagai pegangan dan pedoman dalam hidup dan kehidupan.

Secara garis besar menurut Endang Saifuddin Anshari, akhlak terdiri atas; pertama, akhlak manusia terhadap khalik, kedua, akhlak
manusia terhadap sesama makhluk, yakni akhlak manusia terhadap sesama manusia dan akhlak manusia terhadap alam lainnya.

Menurut Muhammad Quraish Shihab, akhlaq manusia terhadap Allah SWT bertitik tolak dari pengakuan dan kesadarannya bahwa
tidak ada Tuhan Selain Allah yang memiliki sifat terpuji dan sempurna. Dari pengakuan dan kesadaran itu akan lahir tingkah laku dan
sikap sebagai berikut:

1) Mensucikan Allah dan senantiasa memujinya.

2) Bertawakkal atau berserah diri kepada Allah setelah berbuat dan berusaha terlebih dahulu.

3) Berbaik sangka kepada Allah, bahwa yang datang dari Allah kepada makhluk-Nya hanyalah kebaikan.

Adapun akhlaq kepada sesama manusia dapat dibedakan kepada beberapa hal, yaitu:

1.Akhlaq kepada orang tua, yaitu dengan senantiasa memelihara keredhaannya, berbakti kepada keduanya dan memelihara etika
pergaulan dengan keduanya.

2.Akhlaq terhadap kaum kerabat, yaitu dengan menjaga hubungan shilaturrahim serta berbuat kebaikan kepada sesama seperti
mencintai dan merasakan suka duka bersama mereka.

3.Akhlaq kepada tetangga, yaitu dengan menjaga diri untuk tidak menyakiti hatinya, senantiasa berbuat baik (ihsân) dan lain-lain
sebagainya.

BAB 3
PENUTUP
A.kesimpulan
Islam secara bahasa berarti tunduk,patuh,dan damai.Sedangkan menurut istilah,islam adalah nama
agama yang diturunkan oleh allah swt untuk membimbing manusia kejalan yang benar dan sesuai fitrah
kemanusiaan.islam diturunkan bukan kepada nabi Muhammad sahaja,tapi diturunkan juga kepada nabi dan
rasul mengajarkan islam kepada umatnya.

Tujuan dalam islam membentuk pribadi yang kamil di samping itu juga terbentuk masyarakat yang
ideal,yang menitik beratkan pembentukan moral dan kerohanian sebuah masyarakat dan tidak lupa turut
membangunkannilai kemanusiaan dan membinah masyarakat yong kokoh dan beriwabah.

DAFTAR PUSTAKA
1 H. A.Kadir Sobur, Tauhid Teologis, (Jakarta: Gaung Persada Press Group 2013), hlm. 5 2 Manifestasi disini
adalah perwujudan suatu pernyataan perasaan atau tindakan dari suatu yang tidak kelihatan menjadi ujud
yang dapat dilihat dari sifatnya. 3 Kadir Sobur, Op.Cit., hlm. 5

Al-gazali,imam.1966:iktishar ihya’ulumuddin,(terjemahan)Cet.al falah,yogyakarta

Asrahah,Hanun,1999,sejarah pendidikan islam.logos jakarta

Arifin,M.1993.ilmupendidikan islam .Bumi aksara,Jakarata

Anda mungkin juga menyukai