Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

STEMI

ST ELEVASO MIOKARD

Disusun oleh :

Nama : Siti Khadijah

NIM : PO.62.20.1.16.042

Ruang : ICVCU

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA

PROGAM STUDI D-III KEPERAWATAN REGULER XIX

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
STEMI

KONSEP DASAR

A. Pengertian
ST elevaso miokard (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun
di pengaruhu oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
meningkatkan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total
sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak
dapat nutrisi-oksigen dan mati.
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat olehkarena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung(Fenton,
2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudiandiikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokardinfark bergantung pada
lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Irmalita, 1996)
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard
akutmerupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung
sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia.
Penyakitini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di m ana-mana
(Garas,2010). Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada
negaraberpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%) (WHO,
2008).Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan
penyebabkematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (WHO,
2008).Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007,
jumlahpasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di
rumah sakitdi Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit
jantungiskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi
terjadipada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung(13,42%)
dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009).

B. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan
intinya kaya lipid (lipid rich core).
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga
hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20
menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan
bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan
ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,proses
remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark mengalami
dilatasi.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :


1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen
bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari,
dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat
mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama
untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan
yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang
menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya
aktivitas, misalnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit
menekuk kepala dan lainnya.

D. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratotium Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali
normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
a. CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
b. LDH(laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2: Meningkat dalam 24  jam
dan memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST (/SGOT : Meningkat  

2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG digunakan untuk mencatat aktivitas elektrik
jantung. Melalui aktivitas elektrik jantung dapat diketahui irama jantung,
besarnya jantung, dan kondisi otot jantung, kondisi otot jantung inilah yang
memiliki kaitanya dengan PJK.

3. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan  bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan
untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita  penyakit jantung
dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit  jantung. Selain itu tes
treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur kapasitas jantung, gangguan
irama, dan lain-lain.

4.  Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat
menilai fungsi jantung.
5. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar
X yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor
yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem komputer
untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla) untuk
menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien, kemudian
dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera  positron,
sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ yang memancarkan
sinar gamma. (Kabo, 2008).

E. Penatalaksanaan medis
1.  Syok kardiogenetik
Penatalaksana  syok kardiogenetik:
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan
dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok
diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB
yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi
yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat
kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI  dengan
syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi
farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda
hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a.  Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
c.  Hindari penggunaan nitrat atau diuretik. 
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung
sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak
repon dengan atropin.
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
3.  Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik
atau menyebabkan  kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock
unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus
diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
b.  Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik,  menetap yang diikuti dengan
angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus
diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat
ditingkatkan jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema
paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen
berikut:
d. Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10
menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading
selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
e. Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
f. Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit,
dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus
pemeliharaan 0,5 mg/menit.
g. Kardioversi  elektrik  synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi  Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC
shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus
diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
( klas I)
b. Fibrilasi  ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV
bolus dilanjutkan pengulangan  shock unsynchoronized. (klas Iia)
F. Terapi obat dengan implikasi keperawatannya
1. Terapi Trombolik
Terapi trombolitik diberikan pada pasien STEMI dengan onset kurang dari 12
jam.

Obat trombolik yang dapat digunakan:

a. Streptokinase (SK), 1,5 juta unit iv dalam 30-60 menit (kontraindikasi dengan
riwayat pemakaian sebelumnya).
b. Alteplase (t-PA), 15 mg bolus iv dilanjutkan 0,5 mg/kg selama 60 menit drip
intravena. Dosis total tidak lebih dari 100 mg.
c. Reteplase (r-PA) 10 unit bolus intravena, 30 menit kemudian 10 unit bolus
intravena.
d. Tenecteplase (TNK-tPA), bolus iv tunggal sesuai dengan berat badan:
1. 30 mg bila BB <60 kg
2. 35 mg bila BB 60-70 kg
3. 40 mg bila BB 70-80 kg
4. 45 mg bila BB 80=90 kg
5. 50 mg bila BB >90 kg

2. Terapi Penunjang Trombolitik


a. Antitrombin
1. Aspirin oral 160-320 mg tablet kunyah
2. Klopodogrel oral loading dose 300 mg pada usia < 75 tahun atau 75 mg
bila usia >75 tahun. Dosis maintenance 75 mg/hari
b. Antikoagulan
1. UFH
Heparin drip infus. Dosis awal bolus 60 U/kg BB maksimum 4000
unit, dosis pemeliharaan 12 U/kg BB maksimum 1000 U/jam. Kontrol
aPTT pertama setelah 3 jam. Dilanjutkan kontrol aPPT/6jam dengan
target 1,5-2,5 kali kontrol

2. Enoxaparine
 Usia < 75 tahun dan kreatinin <2,5 mg/dL (pria) atau < 2 mg/dL `
subkutan tiap 12 jam maksimal 8 hari. 2 dosis pertama subkutan <
100 mg.

 Usia < 75 tahun: tidak ada bolus IV mulai dosis subkutan 0,75
mg/kg BB tiap 12 jam debgan dosis maksimal 75 mg untuk 2 dosis
pertama bila klirens kreatinin < 30 L/menit, berapapun usianya
dosis subkutan diberikan tiap 24 jam.
3. Fondaparinux
a. Bila kreatinin <3 mg/dL: bolus IV 2,5 mg dilanjutkan 24 jam
kemudian 2,5 mg/hari subkutan sampai maksimal 8 hari.

Pemberian ACE Inhibitor diberikan 24 jam pada pasien infark inferior, gagal jantung
atau fungsi ventrikel kiri yang rendah dengan fraksi ejeksi (FE) < 40%. Dan dapat
dipertimbangkan pada semua pasien STEMI.

Pemberian Angiotensin Receptor Blacker (ARB) bila pasien intoleran dengan ACE


inhibitor

Antagonis aldosterone diberikan pada EF < 40%, gejala gagal jantung, diabetes.


Pada pasien dengan kreatinin < 2,5 mg, kalium < 5 mEq/L.
Spironolactone 1 x 25-50 mg atau eplerenon 1 x 25-50 mg.
High intensity statin Diberikan pada semua pasien kecuali bila terdapat
kontraindikasi (kontraindikasi miopati dan gangguan fungsi hati).
Atorvastatin dosis tinggi 1 x 80 mg
Simvastatin 1 x 20-40 mg
Pravastatin 1 x 40 mg
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I.  PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
a. Nama:
b. Umur:
c. Alamat:
d. Perkerjaan:
e. Tanggal masuk:
f. Status:
2. Riwayat kesehatan
a.  Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset
12 jam
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
1. Sesak
2. Udema
3.  Nyeri dada
c. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya
adakah anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang
sama dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya
seperti:
1. Darah tinggi
2. Diabetes
3. Penyakit jantung
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah
pernah mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami
saat ini atau penyakit lain seperti:
1. Riwayat asma
2. Diabetes
3. Stroke
4. Gastritis
5. Alergi
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
b. Kesadaran:
4. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit
2. Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim
b. Elektrokardiografi:
1.   Detak jantung ………..
2. Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantungdan struktur
jantung.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan
sesak.
b. Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard
ditandai dengan keluhan nyeri dada.
c. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan
perfusi organ ditandai dengan edema.
d. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang
mempengaruhi masukan nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik
ditandai dengan kelebihan berat badan.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam
aktivitas .
f. Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai 
dengan ketakutan, gelisah dan perilaku takut. 

III. INTERVENSI
1. Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.
Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
a. Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.
b. Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu
1 hari.
c. Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah
bergerak dalam waktu 3 hari.
Intervensi:
1. Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri,
dengan menggunakan skala nyeri 0 (tidak nyeri) sampai
10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti mual dan
diaporesis.
2. Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan
Fj dapat meningkat karena randsang simpatis atau
menurun karena iskemia dan fungsi jantung menurun.
3. Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin
sulfat): catat kualitas pengurangan nyeri dengan
menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu
danri pemberian sampai penghilangan nyeri.
4. Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien
bila mungkin.
5. Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri:
hipotensi, FP lambat, sulit miksi.
6. Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per
kanula nasal.
7. Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan
Kritis)
2. Intervensi untuk diagnosa gangguan keseimbangan elektrolit.
Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari
dibuktikan dengan TD dalam batas normal.
Kriteria hasil:
a. Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen
b. Paru bersih dan berat badan stabil.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.
b. Catat DVJ, adanya edema dependen.
c. Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat
konsentrasi. Hitung keseimbangan cairan.
d. Timbang berat badan tiap hari.
e. Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler.
f. Berikan diet natrium rendah/minuman.
g. Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin
(Apresoline): spironolakton dengan hidronolakton (Aldactone).
h. Pantau kalium sesuai indikasi.
3.Intervensi dari perubahan pola nutrisi:
Tujuan: Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.
Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang
dalam waktu 1 minggu.
 Intervensi:
a. Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari,
perhatikan tingkat energy; kondisi kulit, kuku, rambut, rongga
mulut, keinginan untuk makan/anoreksia.
b. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat
badan saat penerimaan.
c. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat
makanan, jumlah kalori dengan tepat.
d. jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses,
drainase) untuk pemeriksaan keseimbangan nitrogen.
e. Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui
alat control infuse sesuai kebutuhan. Atur kecepatan pemberian
per jam sesuai anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan untuk
“mencapai”.
f. Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.
g. Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik
relaksasi.
4.Intervensi dari intoleransi aktivitas:
Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat
diukur.
Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam
rentang waktu selama pemberian obat.
 Intervensi:
a. Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta
pasien untuk merentang aktivitas dan yang diprogramkan.
b. Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau
gagal jantung: TD menurun, ekstremitas dingin, oliguria, nadi
perifer menurun, FJ meningkat.
c. Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam.
Auskultasi lapang paru setiap dua jam terhadap krekels, yang
dapat terjadi pada retensi cairan dengan gagal jantung.
d. Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai
ketidakteraturan dan penurunan amplitude, yang merupakan
sinyal gagal jantung.
e. Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.
f. Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai
program, dukung pasien dalam mempertahankan tirah baring
dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi dalam
jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi pengunjung
untuk memastikan periode istirahat tanpa gangguan.
g. Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi
diizinkan.
h. Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau
dibantu seperti ditentukan oleh toleransi aktivitas dan
keterbatasan aktivitas. Konsul dengan dokter tentang tipe dan
jumlah latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila
kondisi pasien membaik
i. Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur
toleransi latihan.
j. Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit.
Rencanakan aktivitas yang sesuai.
6.Intervensi untuk diagnosa ansietas:
Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.
Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.
Intervensi:
a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap
ancaman/situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak
perasaan marah, kehilangan, takut dll.
b. Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti
program medis.
c. Mempertahankan kepercayaan.
d. Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan
pasien. Lakukan tindakan bila pasien menunjukkan perilaku
merusak.
e. Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan
penolakan. Hindari konfrontasi.
f. Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin
dan aktivitas yang di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila
mungkin. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan
informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.
g.  Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk
mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan
masalah.
h. Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus,
lingkungan tenang, dengan tipe kontrol pasien, jumlah
rangsangan eksternal.
i. Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang
perlu untuk penyelesaian.
j.  Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
k. dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan
keputusan dalam rencana pengobatan.
l. dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.
IV. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien
V. EVALUASI
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Pola nafas pasien teratur
c. Cairan dalam tubuh pasien dalam keadaan normal
d. Nutrisi pasien terpenuhi
e. Aktifitas pasien meningkat (normal)
f. Ansietas berkurang atau hilang
DAFTAR PUSTAKA

Putra, semara. “laporan elevasi miokard infark ”.04 november 2012.


https://iputujuniarthasemaraputra.wordpress.com/2012/11/04/laporan-pendahuluan-
stemi-st-elevasi-miokard-infark/

Scribd. “STEMI”. Diakses pada tanggal 09 januari 2018


https://id.scribd.com/document/55700358/stemi

Putra,semara. “ laporan pendahuluan stemi st elevasi miokard infark”. 4 november 2012.


https://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/11/04/laporan-pendahuluan-stemi-st-
elevasi-miokard-infark/

Hidayat, hudromi. “ laporan pendahuluan stemi st elevasi” . tanggal 3 tahun 2017.


http://hudromihidayat.blogspot.co.id/2017/03/laporan-pendahuluan-stemi-st-
elevasi.html

Dokterpost. “tatalaksana st elevasi miokard infark di rumah sakit dengan fasilitas. Diakses
pada tanggal 9 januari 2018. http://dokterpost.com/tatalaksana-st-elevasi-miokard-
infark-di-rumah-sakit-dengan-fasilitas-pci/

Dokumensaya. “askep stemi di icu bantul”. Di akses pada tanggal 9 januari 2018.
https://dokumensaya.com/download/askep-stemi-di-icu-
bantul_58ca0743dc0d603a5e339033_pdf

Dokterpost. “tatalaksana sindroma koroner akut di rs “. Di akses pada tanggal 9 januari 2018.
http://dokterpost.com/tatalaksana-sindroma-koroner-akut-di-rs/

Anda mungkin juga menyukai