Anda di halaman 1dari 484

STATISTIK TERAPAN

UNTUK EKONOMI DAN BISNIS


(Teori dan Praktik Komputer dengan
Menggunakan SPSS & Excel)
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri
atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian
ilmu pengetahuan;
iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,
kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar;
dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin
Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dr. H. Muhammad Zaenuddin, S.Si., M.Sc.

STATISTIK TERAPAN
UNTUK EKONOMI DAN BISNIS
(Teori dan Praktik Komputer dengan
Menggunakan SPSS & Excel)
STATISTIK TERAPAN UNTUK EKONOMI DAN BISNIS
(TEORI DAN PRAKTIK KOMPUTER
DENGAN MENGGUNAKAN SPSS & EXCEL)
Muhammad Zaenuddin
Editor :
Muhammad Zaenuddin
Nur Hikmah
Mia Syafrina
Desain Cover :
Ali Hasan Zein
Sumber :
http://unsplash.com
Tata Letak :
Amira Dzatin Nabila
Proofreader :
Avinda Yuda Wati
Ukuran :
xviii, 465 hlm, Uk: 15.5x23 cm
ISBN :
No ISBN
Cetakan Pertama :
Bulan 2020
Hak Cipta 2020, Pada Penulis
Isi diluar tanggung jawab percetakan
Copyright © 2020 by Deepublish Publisher
All Right Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: cs@deepublish.co.id
Buku ini merupakan salah satu luaran Program Dosen Merenung 2019
oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya IPTEK dan Pendidikan Tinggi
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Politeknik
Balekambang. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada :

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya atas terselesaikannya buku


yang berjudul Statistik Terapan untuk Ekonomi dan Bisnis (Teori dan
Praktik Komputer dengan Menggunakan SPSS & Excel). Kehadiran buku ini
diharapkan dapat menambah referensi terhadap pembelajaran mata
kuliah statistik di perguruan tinggi khususnya penerapannya di bidang
ekonomi dan bisnis. Buku ini awalnya merupakan kumpulan bahan kuliah,
modul dan diktat sebagai bahan pengajaran dalam mata kuliah Statistik
dan Praktikum Statistik di Politeknik Negeri Batam. Lingkup materi dalam
buku ini mencakup bahan statistik deskriptif dan statistik induktif yang
dilengkapi juga dengan studi kasus di bidang ekonomi dan bisnis. Sesuai
dengan karakteristik pembelajaran di Politeknik yang berrorientasi
praktik, maka buku ini juga menyajikan materi tentang praktikum statistik
dengan menggunakan program SPSS dan Excel. Khusus untuk program
SPSS dan Excel memang masih menggunakan versi yang lama, namun
dalam pembelajaran selanjutnya dapat di-update sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi terkini. Untuk memperkaya materi,
beberapa buku referensi juga telah dikompilasikan dalam buku ini.
Atas penerbitan buku ini saya ucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada semua pihak terutama kepada Penerbit Deepublish
yang telah bersedia bekerja sama untuk penerbitan buku ini. Semoga
kehadiran buku ini mampu menambah motivasi bagi kalangan akademisi
untuk mengembangkan ide-ide yang kreatif dan inovatif dalam upaya
peningkatan kualitas pengajaran di Indonesia. Ungkapan terima kasih juga
kepada pihak manajemen dan rekan-rekan di Politeknik Negeri Batam
yang turut mendukung terealisasinya penerbitan buku ini khususnya di
Jurusan Manajemen Bisnis. Tak lupa saya sampaikan penghargaan dan
terima kasih kepada semua keluarga, orang tua, istri tercinta (Hj.
Fatimatuz Zahro, S.Ag., M.Pd.I) dan anak-anak tersayang (Birrbik Faza

vi
Muhammad, Fayyadh Faza Muhammad, dan Najma Labib Faza
Muhammad), serta kakak dan adik-adik tercinta. Kepada semua pihak
yang turut mendukung terbitnya buku ini, saya ucapkan terima kasih.
Secara khusus, ucapan terima kasih dan penghargaan saya
sampaikan kepada Direktur dan dosen-dosen di Politeknik Balekambang
(Jepara) yang telah bersedia menjadi mitra saya dalam Program Dosen
Merenung 2019 oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI di mana buku statistika ini
merupakan salah satu luaran program ini. Semoga Politeknik
Balekambang yang merupakan politeknik baru dan berbasis pondok
pesantren makin berkembang baik ke depan. Ucapan terima kasih saya
sampaikan kepada Saudara Nur Hikmah, ME (Dosen Politeknik
Balekambang) dan Saudara Mia Syafrina, S.Pd., M.Si. (Dosen Politeknik
Negeri Batam) yang telah bersedia menjadi editor buku ini.
Saya yakin buku ini masih jauh dari kesempurnaan dan sarat
dengan kekurangan, karena itu saran dan kritik selalu ditunggu. Dengan
segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan kehadiran buku ini
mampu menambah khasanah dan referensi dalam pembelajaran
statistika di Indonesia. Semoga bermanfaat. Wallahul muwafiq ila
aqwamith tharieq.

Batam, 15 November 2019

Dr. H. Muhammad Zaenuddin, S.Si., M.Sc.


zaen@polibatam.ac.id

vii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xvii
BAB I PENGANTAR DASAR STATISTIKA ................................................1
1.1. Pengertian Statistik .......................................................... 1
1.2. Kegunaan Statistik ............................................................ 2
1.3. Pembagian Statistik .......................................................... 3
1.4. Definisi dan Klasifikasi Data .............................................. 4
1.5. Penyajian Data dengan Grafik ........................................... 7
1.6. Pengenalan Program SPSS ................................................ 8
1.6.1. Pengenalan Menu File .......................................... 8
1.6.2. Pengenalan Menu Edit ....................................... 22
1.6.3. Pengenalan Menu Data ...................................... 27
1.6.4. Pengenalan Menu Transform ............................. 51
1.7. Praktikum Statistika: Penyajian Data dengan
Program SPSS ................................................................. 73
1.7.1. Penyajian Bar Chart dengan SPSS ....................... 73
1.7.2. Penyajian Pie Chart dengan SPSS ........................ 97
1.7.3. Penyajian Bar Chart dengan Excel .................... 101
1.7.4. Penyajian Pie Chart dengan Excel ..................... 114
1.8. Studi Kasus ................................................................... 123
BAB II PENYUSUNAN TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI ........................ 127
2.1. Tahapan Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi ........... 127
2.2. Contoh Soal Penyusunan Distribusi Frekuensi ............... 128

viii
2.3. Penentuan Distribusi Frekuensi Relatif dan
Kumulatif ..................................................................... 131
2.3.1. Distribusi Frekuensi Relatif............................... 131
2.3.2. Distribusi Frekuensi Kumulatif.......................... 131
2.4. Praktik Komputer: Penyusunan Tabel Distribusi
Frekuensi dengan Excel ................................................ 133
2.5. Studi Kasus ................................................................... 153
BAB III MENENTUKAN UKURAN DESKRIPTIF ..................................... 158
3.1. Penentuan Nilai Rata-Rata............................................ 158
3.2. Penentuan Nilai Median ............................................... 160
3.3. Penentuan Nilai Modus ................................................ 161
3.4. Penentuan Standar Deviasi........................................... 162
3.5. Praktik Komputer: Menentukan Ukuran Deskriptif
dengan SPSS dan Excel ................................................. 163
3.5.1. Menentukan Ukuran Deskriptif dengan
SPSS ................................................................. 163
3.5.2. Menentukan Ukuran Deskriptif dengan
Excel ................................................................ 182
3.6. Studi Kasus ................................................................... 192
BAB IV ANGKA INDEKS ...................................................................... 197
4.1. Indeks Harga Tak Tertimbang ....................................... 197
4.2. Indeks Harga Agregat Tertimbang ................................ 198
4.3. Indeks Harga Rata-rata Relatif Tertimbang ................... 200
4.4. Macam-Macam Harga Indeks ....................................... 202
4.5. Studi Kasus ................................................................... 203
BAB V ANALISIS REGRESI DAN KORELASI ......................................... 206
5.1. Analisis Regresi ............................................................ 206
5.1.1. Hubungan Antara Dua Variabel ........................ 207
5.1.2. Ide Dasar Analisis Regresi Dua Variabel ............ 208
5.2. Analisis Korelasi ........................................................... 211
5.3. Praktik Komputer : Analisis Regresi dan Korelasi
dengan SPSS dan Excel ................................................. 212

ix
5.3.1. Analisis Regresi Sederhana dengan SPSS .......... 212
5.3.2. Analisis Regresi Berganda dengan SPSS ............ 230
5.3.3. Analisis Korelasi dengan SPSS ........................... 242
5.3.4. Analisis Korelasi Data Ordinal dengan SPSS ...... 250
5.4. Studi Kasus ................................................................... 255
BAB VI ANALISIS TIME SERIES ............................................................ 259
6.1. Komponen Time Series ................................................. 259
6.2. Bentuk Persamaan Trend .............................................. 261
6.2.1. Persamaan Trend Linier .................................... 262
6.2.2. Persamaan Trend Kuadratik.............................. 263
6.2.3. Persamaan Trend Eksponensial ........................ 265
6.2.4. Memilih Trend yang Tepat ................................ 268
6.3. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Avarage
Methods)...................................................................... 269
6.4. Mengukur Variasi Musim dengan Metode Rata-
Rata Bergerak ............................................................... 271
6.5. Praktik Komputer: Analisis Time Series dengan
Excel ............................................................................. 274
6.5.1. Trend Linier dengan Excel ................................. 278
6.5.2. Metode Moving Avarage dengan Excel ............ 287
6.5.3. Metode Exponential Smoothing dengan
Excel ................................................................ 293
6.6. Studi Kasus ................................................................... 299
BAB VII TEORI PROBABILITAS ............................................................. 301
7.1. Arti dan Pendekatan Probabilitas.................................. 301
7.2. Konsep Dasar dan Dalil Probabilitas .............................. 303
7.2.1. Peristiwa Bersama (Joint Event)........................ 303
7.2.2. Peristiwa Mutually Exclusive ............................ 305
7.2.3. Probabilitas Bersyarat ...................................... 305
7.3. Permutasi dan Kombinasi ............................................. 307
7.3.1. Faktorial ........................................................... 307
7.3.2. Permutasi......................................................... 308

x
7.3.3. Kombinasi ........................................................ 309
7.4. Studi Kasus ................................................................... 310
BAB VIII DISTRIBUSI PROBABILITAS .................................................... 313
8.1. Konsep Distribusi Probabilitas ...................................... 313
8.2. Distribusi Probabilitas Diskrit........................................ 313
8.2.1. Distribusi Probabilitas Binomial........................ 313
8.2.2. Distribusi Probabilitas Poisson ......................... 318
8.3. Distribusi Probabilitas Kontinu: Distribusi Normal......... 320
8.3.1. Ciri-Ciri Distribusi Normal................................. 320
8.3.2. Distribusi Normal Standar ................................ 322
8.3.3. Menggunakan Tabel Standar Normal ............... 322
8.4. Praktik Komputer: Distribusi Probabilitas dengan
SPSS dan Excel.............................................................. 325
8.4.1. Distribusi Binomial dengan Excel ...................... 330
8.4.2. Distribusi Poisson dengan Excel ....................... 338
8.4.3. Distribusi Normal dengan Excel ........................ 345
8.4.4. Menguji Distribusi Normal atau Tidak
dengan Excel .................................................... 351
8.4.5. Uji Distribusi Normal dengan SPSS ................... 362
8.5. Studi Kasus ................................................................... 367
BAB IX METODE SAMPLING DAN DISTRIBUSI SAMPLING .................. 369
9.1. Konsep Dasar dan Metode Sampling ............................ 369
9.2. Metode Proses Pengambilan Sampel............................ 370
9.3. Metode Sampel Probabilitas ........................................ 371
9.3.1. Simple Random Sample ................................... 371
9.3.2. Stratified Random Sample................................ 372
9.3.3. Random Cluster Sample ................................... 374
9.3.4. Systematic Sampling ........................................ 375
9.4. Distribusi Sampling Rata-Rata dan Proporsi .................. 377
9.4.1. Distribusi Sampling Rata-Rata .......................... 377
9.4.2. Teorema Limit Pusat ........................................ 381
9.4.3. Distribusi Sampling Proporsi ............................ 383

xi
9.4.4. Distribusi Sampling Selisih Rata-Rata dan
Proporsi ........................................................... 386
9.5. Metode Sampel Nonprobabilitas .................................. 387
9.6. Studi Kasus ................................................................... 389
BAB X TEORI PENDUGAAN SECARA STATISTIK ................................. 391
10.1. Pendugaan Titik Parameter Populasi............................. 391
10.2. Pendugaan Interval ...................................................... 392
10.2.1. Pendugaan Interval Rata-rata Populasi ............. 394
10.2.2. Pendugaan Interval Proporsi Populasi .............. 397
10.2.3. Pendugaan Interval Selisih Rata-rata dan
Proporsi ........................................................... 398
10.3. Menentukan Ukuran Sampel ........................................ 399
10.4. Studi Kasus ................................................................... 401
BAB XI PENGUJIAN HIPOTESIS ........................................................... 403
11.1. Konsep Dasar Pengujian Hipotesis ................................ 403
11.2. Prosedur dan Tahapan Pengujian Hipotesis .................. 403
11.3. Pengujian Hipotesis dengan Nilai Rata-Rata
dengan Sampel Besar ................................................... 406
11.3.1. Bila Deviasi Standar Diketahui .......................... 406
11.3.2. Bila Deviasi Standar Tidak Diketahui ................. 407
11.4. Pengujian Hipotesis dengan Nilai Rata-Rata
dengan Sampel Kecil ..................................................... 407
11.5. Praktik Komputer: Pengujian Hipotesis dengan
SPSS ............................................................................. 408
11.5.1. Uji t untuk Satu Sampel (One Sampel t
Test) dengan SPSS ............................................ 412
11.5.2. Uji t untuk Dua Sampel yang Berpasangan
(Paired Sampel t Test) ...................................... 417
11.5.3. Uji t untuk Dua Sampel Independen
(Independent Sample t Test) ............................. 426
11.6. Studi Kasus ................................................................... 436

xii
BAB XII ANALISIS VARIANS (ANOVA) ................................................. 439
12.1. Konsep Dasar ANOVA ................................................... 439
12.2. Distribusi F ................................................................... 440
12.3. Analisis Ragam Satu Arah ............................................. 441
12.4. Praktik Komputer: ANOVA dengan Excel – ANOVA
Single Factor ................................................................ 446
12.5. Studi Kasus ................................................................... 452
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 454
LAMPIRAN ......................................................................................... 457
PROFIL PENULIS .................................................................................... 463

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Contoh Penyajian Data dengan Diagram Bar (Data


Perusahaan Roti Citra Rasa) ................................................... 7
Tabel 2.1 Contoh Soal Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi .......... 129
Tabel 2.2 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Ujian Statistik 50
Mahasiswa Politeknik Batam Tahun 2010 (Contoh) ........... 130
Tabel 2.3 Tabel Distribusi Frekuensi Relatif (Contoh Soal) ................. 131
Tabel 2.4 Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
(Contoh Soal)..................................................................... 132
Tabel 2.5 Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari
(Contoh Soal)..................................................................... 133
Tabel 4.1 Contoh Soal Indeks Harga Tak Tertimbang ......................... 198
Tabel 4.2 Contoh Soal Indeks Harga Tertimbang ............................... 199
Tabel 4.3 Contoh Soal Indeks Harga Rata-rata Relatif
Tertimbang........................................................................ 201
Tabel 5.1 Contoh Soal Regresi Linier Sederhana ................................ 209
Tabel 5.2 Contoh Soal Regresi Linier Sederhana ................................ 209
Tabel 5.3 Penghitungan Standard Error dari Penduga Least
Squares ............................................................................. 210
Tabel 6.1 Perhitungan Persamaan Garis Trend Linier ........................ 262
Tabel 6.2 Perhitungan Persamaan Trend Kuadratik ........................... 264
Tabel 6.3 Perhitungan Persamaan Trend Eksponensial ...................... 266
Tabel 6.4 Perhitungan Persamaan Trend Eksponensial ...................... 268

xiv
Tabel 6.5 Rata-Rata Bergerak Terpusat ............................................. 270
Tabel 6.6 Perhitungan Rata-Rata Bergerak Terpusat 4 Tahun (n
Genap) .............................................................................. 271
Tabel 6.7 Banyaknya Rumah Terjual (Contoh Soal Variasi
Musim) ............................................................................. 272
Tabel 6.8 Perhitungan Rata-Rata Bergerak dan Rasio Rata-Rata
Bergerak ........................................................................... 272
Tabel 6.9 Rasio Rata-Rata Bergerak .................................................. 273
Tabel 7.1 Contoh Peristiwa dalam Probabilitas ................................. 303
Tabel 7.2 Contoh Soal Penghitungan Permutasi................................ 309
Tabel 8.1 Contoh Soal Penghitungan Distribusi Binomial .................. 316
Tabel 8.2 Contoh Soal Penghitungan Distribusi Binomial
Kumulatif .......................................................................... 317
Tabel 8.3 Rumus Distribusi Binomial, Poisson, dan Normal ............... 324
Tabel 9.1 Perbedaan Desain Sampel Probabilitas dan
Nonprobabilitas ................................................................ 370
Tabel 9.2 Contoh Soal Stratified Random Sample ............................. 373
Tabel 9.3 Perbandingan Desain Sampel Probabilitas (Kuncoro,
2003:114) ......................................................................... 376
Tabel 9.4 Kombinasi Kemungkinan Hasil Sampel dan Rata-Rata
Sampel .............................................................................. 378
Tabel 9.5 Distribusi Frekuensi Rata-Rata Sampel .............................. 379
Tabel 9.6 Distribusi Sampling Rata-Rata dengan Ukuran Sampel
n ....................................................................................... 379
Tabel 9.7 Kombinasi Kemungkinan Hasil Sampel dan Proporsi
Sampel .............................................................................. 384

xv
Tabel 9.8 Distribusi Frekuensi Proporsi Sampel ................................. 384
Tabel 9.9 Distribusi Sampling Proporsi .............................................. 384
Tabel 9.10 Perbandingan Desain Sampel Nonprobabilitas
(Kuncoro, 2003:119) .......................................................... 388
Tabel 12.1 Tabel Distribusi F ............................................................... 441
Tabel 12.2 Contoh Soal Analisis Ragam Satu Arah ............................... 443
Tabel 12.3 Tabel Anova (Contoh Soal)................................................. 444

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Contoh Penyajian Data dengan Diagram Bar


(Data Perusahaan Biaya Usaha PT Indosat Tahun
2009) .................................................................................. 8
Gambar 2.1 Histogram Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Ujian
Statistik 50 Mahasiswa Politeknik Batam Tahun
2010 (Contoh) ................................................................ 130
Gambar 2.2 Grafik Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari
(Contoh Soal) .................................................................. 132
Gambar 2.3 Grafik Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari
(Contoh Soal) .................................................................. 133
Gambar 5.1 Hubungan Linier ............................................................. 207
Gambar 5.2 Hubungan Tak Linier ....................................................... 207
Gambar 5.3 Semua Titik-Titik Sampel Tepat Pada Garis
Regresi ........................................................................... 211
Gambar 6.1 Trend Linier .................................................................... 263
Gambar 6.2 Trend Kuadratik .............................................................. 265
Gambar 6.3 Trend Eksponensial ......................................................... 267
Gambar 6.4 Rata-Rata Bergerak Terpusat dari Data Produksi ............. 270

xvii
xviii
BAB I
PENGANTAR DASAR STATISTIKA

1.1. Pengertian Statistik


Menurut Sujiono, Anas (2004) secara etimologis kata "statistik"
berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti
dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa Belanda), dan
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi negara. Pada
mulanya, kata "statistik" diartikan sebagai "kumpulan bahan keterangan
(data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak
berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan
kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan
selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan
keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)" saja. Bahan
keterangan yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut
statistik. Dalam kamus bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics dan
kata statistic. Kedua kata itu mempunyai arti yang berbeda. Kata statistics
artinya "ilmu statistik", sedang kata statistic diartikan sebagai "ukuran
yang diperoleh atau berasal dari sampel," yaitu sebagai lawan dari kata
"parameter" yang berarti "ukuran yang diperoleh atau berasal dari
populasi".
Statistik adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan,
mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan
data. Singkatnya, statistika adalah ilmu yang berkenaan dengan data.
Istilah 'statistika' (bahasa Inggris: statistics) berbeda dengan 'statistik'
(statistic). Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data,
sedang statistik adalah data, informasi, atau hasil penerapan algoritme
statistika pada suatu data. Dari kumpulan data, statistika dapat digunakan
untuk menyimpulkan atau mendeskripsikan data; ini dinamakan statistika
deskriptif. Sebagian besar konsep dasar statistika mengasumsikan teori

1
probabilitas. Beberapa istilah statistika antara lain: populasi, sampel, unit
sampel, dan probabilitas.
Definisi lainnya, statistika adalah ilmu yang mempelajari
bagaimana mengumpulkan, menganalisis, menginterpretasi, dan
menyajikan data. Istilah statistika (statistics) berbeda dengan statistik,
Statistika merupakan ilmu yang berkenaan dengan data, sedangkan
statistik adalah data, informasi atau hasil penerapan algoritme statistika
pada suatu data. Istilah statistika berasal dari istilah dalam bahasa latin
modern statusticum collegum ("dewan negara") dan bahasa Italia statista
("negarawan atau politikus"). Statistika juga merupakan ilmu, seni, dan
teknik untuk melakukan pengumpulan data, penyajian data, analisis data,
dan pengambilan kesimpulan data yang berhasil dihimpun tersebut.
Dalam definisi lain, Statistika adalah ilmu mengumpulkan, menata,
menyajikan, menganalisis, dan menginterprestasikan data menjadi
informasi untuk membantu pengambilan keputusan yang efektif.

1.2. Kegunaan Statistik


Statistika banyak diterapkan dalam berbagai disiplin ilmu, baik
ilmu-ilmu alam, misalnya astronomi dan biologi maupun ilmu-ilmu sosial
(termasuk sosiologi dan psikologi), maupun di bidang bisnis, ekonomi, dan
industri. Statistika juga digunakan dalam pemerintahan untuk berbagai
macam tujuan, sensus penduduk merupakan salah satu prosedur yang
paling dikenal. Aplikasi statistika lainnya yang sekarang populer adalah
prosedur jajak pendapat atau polling (misalnya dilakukan sebelum
pemilihan umum), serta jajak cepat (perhitungan cepat hasil pemilu) atau
quick count. Di bidang komputasi, statistika dapat pula diterapkan dalam
pengenalan pola maupun kecerdasan buatan.
Statistika dalam praktik berhubungan dengan banyak angka,
hingga dapat diartikan numerical description oleh banyak orang, misalnya
pergerakan Indeks Bursa Saham (IHSG), jumlah tanaman di suatu wilayah,
jumlah penduduk wanita di suatu desa, dan sebagainya. Dalam dunia
usaha, statistik juga sering diasosiasikan dengan sekumpulan data, seperti
pergerakan tingkat inflasi, biaya promosi bulanan, jumlah pengunjung

2
suatu toko dan sebagainya. Namun selain merupakan sekumpulan data,
statistik juga dipakai untuk melakukan berbagai analisis terhadap data,
seperti melakukan peramalan (forecasting), melakukan berbagai ujian
hipotesis dan sebagainya.
Di bidang manajemen, misalnya, statistika digunakan untuk
menentukan struktur gaji, pesangon, dan tunjangan karyawan, penentuan
jumlah persediaan barang, barang dalam proses, dan barang jadi, evaluasi
produktivitas karyawan, dan evaluasi kinerja perusahaan. Di bidang
akuntansi, statistika dipergunakan untuk penentuan standar audit barang
dan jasa, penentuan depresiasi dan apresiasi barang dan jasa, dan analisis
rasio keuangan perusahaan. Di bidang pemasaran, statistika digunakan
untuk kegiatan penelitian dan pengembangan produk, analisis potensi
pasar, segmentasi pasar, dan diskriminasi pasar, ramalan penjualan, dan
efektivitas kegiatan promosi penjualan.
Statistika juga dipergunakan di bidang keuangan, antara lain
untuk menghitung potensi peluang kenaikan dan penurunan harga
saham, suku bunga, dan reksa dana, tingkat pengembalian investasi
beberapa sektor ekonomi, analisis pertumbuhan laba dan cadangan
usaha, dan analisis risiko setiap usaha. Di bidang ekonomi pembangunan,
statistika digunakan untuk melakukan analisis pertumbuhan ekonomi,
inflasi, dan suku bunga, pertumbuhan penduduk dan tingkat
pengangguran serta kemiskinan, dan menghitung indeks harga konsumen
dan perdagangan besar. Statistika juga dipergunakan dalam bidang
agrobisnis, untuk melakukan kegiatan analisis produksi tanaman, ternak,
ikan, dan kehutanan, kelayakan usaha dan skala ekonomi, manajemen
produksi agrobisnis, dan analisis ekspor dan impor produk pertanian.

1.3. Pembagian Statistik


Secara umum statistik terbagi dua, yakni statistik deskriptif dan
statistik induktif. Statistik deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan
sifat-sifat data, yakni untuk pengumpulan data, penyusunan data dan
penyajian data bentuk tabel, grafik maupun diagram. Statistik Deskriptif
berhubungan dengan peringkasan data seperangkat data dan

3
penyajiannya dalam bentuk yang dapat dipahami serta bertujuan untuk
menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data, seperti
berapa rata-ratanya, seberapa jauh data bervariasi, dan sebagainya.
Dengan kata lain statistika deskriptif merupakan suatu teknik dalam
statistik yang digunakan untuk pengumpulan data, penyajian,
peringkasan, dan analisis data sesuai dengan kebutuhan. Contoh statistik
deskriptif daftar karyawan yang tidak hadir pada PT Persero (Indosat)
pada 2000.
Adapun statistik induktif umumnya terkait penggunaan data
untuk kebutuhan forecasting atau peramalan dan penarikan kesimpulan
(inference), yakni tentang teori probabilitas, distribusi probabilitas,
sampling, penaksiran, dan pengujian hipotesis. Sering juga disebut
sebagai statistik inferensi yaitu suatu pernyataan mengenai suatu
populasi yang didasarkan pada informasi dari sampel random yang
diambil dari populasi tersebut, di mana populasi adalah seluruh elemen
yang akan diteliti sedangkan sampel berarti seperangkat elemen yang
merupakan bagian dari populasi. Tindakan inferensi misalnya digunakan
untuk melakukan perkiraan, peramalan, pengambilan keputusan dan
sebagainya. Statistik induktif adalah salah satu teknik yang digunakan
untuk mengaji, menaksir, dan mengambil kesimpulan sebagian data (data
sampel) yang dipilih secara acak dari seluruh data yang menjadi subjek
kajian (populasi). Contoh statistik inferensi: CV. Asia Jaya bekerja sama
dengan PT Tata Jaya untuk mengirimkan produk-produknya ke Batam.
Pimpinan CV. Asia Jaya menjanjikan bahwa tingkat kerusakan yang
mungkin terjadi hanya sebesar 5% atau kurang. Dari pengiriman
percobaan sebanyak 25% dari seluruh barang yang dikirim, ternyata
tingkat kerusakan yang terjadi sebanyak 6 %.

1.4. Definisi dan Klasifikasi Data


Data merupakan kumpulan fakta atau angka atau segala sesuatu
yang dapat dipercaya kebenarannya sehingga dapat digunakan sebagai
dasar menarik suatu kesimpulan. Data statistik yang bisa diperoleh dari
hasil sensus, survei, atau pengamatan lainnya, umumnya masih acak,

4
‘mentah’ dan tidak terrorganisasi dengan baik. Data tersebut harus
diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau
persentase grafis, sebagai dasar untuk pengambilan keputusan (statistik
inferensi).
Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Sumber
data primer merupakan pengumpulan data secara sendiri. Metode
pengumpulan data primer diambil melalui wawancara langsung,
wawancara tidak langsung, informasi dari koresponden, informasi dari
daftar pertanyaan berupa kuesioner. Data primer diambil secara langsung
dari objek penelitian oleh peneliti secara perrorangan maupun organisasi.
Contohnya, bagaimana mewawancarai langsung penonton bioskop untuk
mengetahui preferensi konsumen bioskop. Sedangkan, data sekunder
merupakan data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian.
Peneliti mendapatkan data yang ‘sudah jadi’ dan dikumpulkan oleh pihak
lain dengan berbagai cara atau metode baik secara komersial maupun
nonkomersial. Contohnya adalah pada peneliti yang menggunakan data
statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah. Contoh lain sumber data
sekunder, diambil dari publikasi/laporan beberapa lembaga atau instansi,
di antaranya dari IMF, PBB, Bank Dunia, Bank Indonesia, BPS, dan yang
lainnya.
Data terdiri dari dua jenis, yakni data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif merupakan data yang dipaparkan dalam bentuk
angka-angka. Misalnya adalah jumlah pembeli saat hari raya Idul Adha,
tinggi badan siswa, dan lain-lain. Data Kuantitatif adalah suatu
karakteristik dari suatu variabel yang nilai-nilainya dinyatakan dalam
bentuk numerik. Sedangkan data kualitatif merupakan data yang disajikan
dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna. Contohnya seperti
persepsi konsumen terhadap botol air minum dalam kemasan, anggapan
para ahli terhadap psikopat dan lain-lain. Data Kualitatif adalah suatu
karakteristik dari suatu variabel yang nilai-nilainya dinyatakan dalam
bentuk nonnumerik.
Berdasarkan kategorisasinya, data kualitatif terdiri atas data
nominal dan data ordinal. Data berskala nominal adalah data yang

5
diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi. Contoh data nominal
jenis pekerjaan yang diklasifikasi menjadi beberapa kategori, misalnya
pegawai negeri diberi tanda 1, pegawai swasta diberi tanda 2, wiraswasta
diberi tanda 3. Data nominal memiliki ciri antara lain posisi data setara,
sehingga pegawai negeri tidak lebih dari swasta. Data nominal juga tidak
bisa dilakukan operasi matematika (x, /, +, - dan ^). Sedangkan data
ordinal merupakan data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau
klasifikasi, tetapi di antara data tersebut terdapat hubungan. Contoh data
ordinal: kepuasan pelanggan diklasifikasi menjadi beberapa kategori,
sangat puas diberi tanda 1, puas diberi tanda 2, cukup puas diberi tanda
3, tidak puas diberi tanda 4, dan sangat tidak puas diberi tanda 5. Ciri data
ordinal antara lain posisi data tidak setara, sehingga sikap pelanggan
‘Sangat Puas’ lebih tinggi dari ‘Puas”, dan ‘Puas’ lebih tinggi dari ‘Cukup
Puas” dan seterusnya. Namun data ordinal juga tidak bisa dilakukan
operasi matematika (x, /, +, - dan ^).
Sedangkan data kuantitatif terdiri dari data interval dan data
rasio. Data interval di dalam statistik lebih terkenal dengan istilah data
kontinu yaitu karakteristik suatu variabel yang berasal dari proses
pengukuran dan nilai-nilainya berada dalam suatu interval tertentu (bisa
berbentuk pecahan). Contoh data kontinu adalah usia, rata-rata
pendapatan per bulan, rata-rata nilai IPK, dan lainnya. Sedangkan data
rasio lebih dikenal dengan istilah data diskrit yaitu karakteristik suatu
variabel yang berasal dari proses penghitungan dan berupa bilangan bulat
(tidak pecahan). Contoh data diskrit: Jumlah mobil yang rusak, jumlah
bola lampu yang tidak rusak, jumlah keluarga yang ditanggung, dan
lainnya. Ciri data diskrit antara lain tidak ada kategorisasi atau pemberian
kode seperti data kualitatif dan bisa dilakukan operasi matematika.
Pengolahan data statistik untuk data kuantitatif sebagian besar
menggunakan data rasio atau diskrit. Jenis data akan mempengaruhi
pemilihan prosedur statistik yang akan digunakan. Data jenis kuantitatif
akan menggunakan prosedur statistik parametrik, sedangkan data
kualitatif cenderung mengarah pada statistik nonparametrik.

6
Terdapat beberapa metode pengumpulan data, di antaranya
adalah teknis survei dan observasi. Survei merupakan metode
pengumpulan data primer yang menggunakan pertanyaan lisan dan
tertulis. Metode ini memerlukan adanya kontak atau hubungan antara
peneliti dengan subjek (responden) penelitian untuk memperoleh data
yang diperlukan. Beberapa teknik survei di antaranya adalah
menggunakan wawancara dan penyusunan kuesioner. Sedangkan teknik
observasi merupakan proses pencatatan pola perilaku subjek (orang),
objek (benda) atau kejadian yang sistematis tanpa adanya pertanyaan
atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti. Metode ini dapat
menghasilkan data yang lebih rinci mengenai perilaku (subjek), benda
atau kejadian (objek) dibandingkan dengan metode survei. Hal yang dapat
diobservasi antara lain perilaku fisik, perilaku verbal, perilaku ekspresif,
benda fisik atau kejadian-kejadian yang rutin dan temporal.

1.5. Penyajian Data dengan Grafik


Penggunaan grafik atau gambar tergantung dari tujuan kita dalam
menyajikan data. Terdapat beberapa jenis penyajian data, di antaranya
menggunakan diagram bar (bar chart), pie chart, dan lainnya. Diagram bar
(bar chart) biasnya digunakan untuk membandingkan dua keadaan atau
lebih dalam sebuah gambar. Misalkan, kita ingin menyajikan data sebuah
perusahaan roti Citra Rasa dengan menggunakan diagram bar yang
bertujuan untuk mengetahui perbandingan jumlah produksi per jenis roti.

Tabel 1.1 Contoh Penyajian Data dengan Diagram Bar


(Data Perusahaan Roti Citra Rasa)
Jumlah Produksi Persentase
Jenis Roti
(Buah/Bulan) (%)
Roti Rasa Durian 3.400 23,78
Roti Rasa Cokelat 2.450 17,13
Roti Rasa Keju 1.450 10,14
Roti Rasa Susu 4.500 31,47
Roti Rasa Nanas 2.500 17,48
Total 14.300 100,00

7
Penyajian data juga bisa menggunakan Pie Chart yang biasanya
digunakan untuk menampilkan data yang bersifat perbandingan
antarbagian (presentase). Atau dengan kata lain pie chart biasanya
digunakan untuk mengetahui perbandingan atau persentase dari masing-
masing bagian. Misalkan kita ingin menyajikan data perbandingan biaya
usaha PT Indosat berikut ini.

Gambar 1.1 Contoh Penyajian Data dengan Diagram Bar


(Data Perusahaan Biaya Usaha PT Indosat Tahun 2009)

1.6. Pengenalan Program SPSS


1.6.1. Pengenalan Menu File
Menu File merupakan menu pertama dari Data Editor yang dibuka oleh para
pengguna SPSS. Berikut dijelaskan berbagai hal mengenai operasi menu File dan
kaitannya dengan menu yang lainnya.1

A. Membuat Variabel dan Mengisi Data


Data Editor pada SPSS mempunyai dua bagian utama:
 Kolom, dengan ciri adanya kata var dalam setiap kolomnya.
Kolom dalam SPSS akan diisi oleh Variabel.

1
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

8
 Baris, dengan ciri adanya angka 1, 2, 3 dan seterusnya. Baris
dalam SPSS akan diisi oleh Kasus.
Di bawah ini akan diberikan contoh pengisian data di SPSS.

Kasus:
Berikut adalah data berat badan 15 responden pria dan wanita
yang diambil secara acak. (Berat dalam kilogram.)

Penyelesaian:
Sebelum membuat tabel di atas menjadi data yang siap diolah
oleh SPSS, perlu diperhatikan bahwa di sini ada tiga macam variabel,
yaitu: Nama, Berat, dan Gender. Selain itu, di sini juga ada 15 data atau
kasus.

9
Pemasukan Data ke SPSS
Langkah-langkahnya:
1. Buka lembar kerja baru
Lembar kerja baru selalu dibuka jika ada pemasukan variabel yang
baru. Untuk itu, dari menu File pilih submenu New. Selanjutnya tampak
beberapa pi1ihan. Karena akan dibuat data yang baru, klik mouse pada
Data. Sekarang SPSS siap membuat variabel baru yang diperlukan.

2. Menamai variabel yang diperlukan


Langkah berikutnya adalah membuat nama untuk setiap variabel
baru. Terlihat pada kasus di atas ada 3 (tiga variabel), maka akan
dilakukan input nama variabel sebanyak tiga ka1i.

10
Variabel pertama: NAMA
Langkah pemasukan variabel NAMA:
 Letakkan pointer (tanda '+') pada sebarang tempat di kolom
pertama. Kemudian klik menu Variable view yang terletak di
bawah. Selanjutnya tampak kotak dialog berikut.

 Lembar di atas selalu digunakan untuk pengisian nama dan jenis


variabel jika dilakukan pengisian variabel baru ataupun perbaikan
hal- hal mengenai variabel tertentu.
 Variable Name atau Nama Variabel, ketik dengan nama untuk
memberi nama responden. Perhatikan SPSS selalu memberi huruf
kecil pada input nama variabel.
 Pilihan Type atau tipe data.
Karena nama seseorang adalah huruf dan bukan angka, maka:
 Pilih tipe string, dan Characters diisi 20. (Angka 20 berarti bisa
diisi maksimal 20 karakter)
 Tampak pada layar sebagai berikut:

11
 Setelah pengisian selesai, dalam kasus ini yang diubah hanya
Nama Variabel dan Tipe Data, maka klik OK untuk mengakhiri
pengisian variabel. Kembali lagi ke Data View terlihat:

Variabel kedua: BERAT


Langkah pemasukan variabel BERAT:
 Prinsipnya sama dengan pengisian pada variabel pertama, yaitu
Letakkan pointer (tanda '+') pada sebarang tempat di kolom
pertama. Kemudian klik menu Variable view yang terletak di
bawah.
 Variable Name atau Nama Variabel, ketik “berat” untuk menamai
berat badan responden.
 Pilihan Type atau tipe data, karena perhitungan berupa angka,
maka diisi tipe numerik. Untuk itu k1ik pilihan Type, hingga di
layar tampak seperti Gambar
 Setelah pengisian selesai, dalam kasus ini yang diubah hanya
Nama Variabel dan Tipe Data, maka klik OK untuk mengakhiri
pengisian variabel
 Pilih tipe Numeric dan untuk Width diisi 8 (artinya maksima1
angka ada delapan).
 Decimal Places atau jumlah angka di belakang koma, karena
berat badan dalam kasus di atas mempunyai dua angka
desimal, maka isi dengan 2.

12
Kembali lagi ke Data View sehingga terlihat:

Variabel ketiga: GENDER


Untuk variabel GENDER atau jenis kelamin seseorang, dengan
melihat isinya, merupakan variabel yang unik dibanding variabel berisi
huruf seperti variabel Nama. Hal ini disebabkan isi variabel tersebut, yaitu
Pria dan Wanita, diinput bergantian dan berkali-kali. Karena itu, variabel
tersebut bisa dimasukkan ke dalam Data Editor SPSS dengan dua cara:
 Dimasukkan sebagai data string (character) dan setiap kali
pengisian, diinput dengan mengetik 'Pria' atau 'Wanita' secara
bergantian.
 Dimasukkan sebagai data numerik (seperti 1 atau 2), dan setiap
kali pengisian, diinput dengan mengetik 1 atau 2 secara
bergantian.
Dalam banyak kasus, jauh lebih praktis untuk mengubah data
string yang digunakan berkali-kali dan bergantian seperti Gender dalam
bentuk Numerik. Karena pengisian mengacu pada kode yang diberikan
dan dalam banyak perhitungan statistik dengan SPSS, justru yang
ditampilkan harus data numerik hingga data string harus diubah ke
numerik.

Langkah pemasukan variabel GENDER:


 Prinsipnya sama dengan pengisian pada variabel pertama, yaitu
Letakkan pointer (tanda '+') pada sebarang tempat di kolom

13
pertama. Kemudian klik menu Variable view yang terletak di
bawah.
 Variable Name isi dengan gender untuk menamai gender
(jenis kelamin) responden.
 Type atau tipe data adalah Numeric/angka, dengan Width
adalah 8.
 Decimal Places adalah 0.
Seperti telah disebutkan, untuk data yang dipakai berkali-kali
dengan masukan yang sama, harus diubah ke bentuk data
numerik.
Dipilih desimal 0 karena gender berupa kode dan bilangan
bulat. Terlihat:

Seperti diketahui, perhitungan dalam SPSS selalu untuk tipe


data numerik. Untuk itu variabel gender harus dijadikan numerik
pula, yaitu dengan tanda:
1 = tanda untuk gender pria
2 = tanda untuk gender wanita
Penulisan kode bisa bebas, misalnya, 11 atau 2 untuk pria, dan
variasi lainnya.
 Kembali tempatkan pointer pada sebarang sel di variabel gender
(kolom ketiga).
 Klik pada Labels dan dituliskan gender responden.
 Klik Value atau nilai yang akan dimasukkan. Maka akan muncul:

14
 Pertama, ketik 1. Value Label atau keterangan nilai, untuk
keseragaman, ketik pria.
 Terlihat pilihan Add sudah berubah warna. Dengan mengklik
pilihan Add, terlihat keterangan l= “pria” di kotak bawah. Seperti
pada gambar:

 Selanjutnya ulangi prosedur untuk tanda '2'.Untuk itu tempatkan


mouse pada Value, lalu ketik 2. Kemudian pada Value Label ketik
wanita.
 Setelah itu dengan mengklik Add akan tampak keterangan
2='wanita'. Dengan demikian angka 1 dan 2 sekarang berlaku
sebagai tanda untuk pria atau wanita.
 Tekan OK jika pengisian telah selesai.
Terlihat nama ketiga variabel pada kolom pertama, kedua, dan
ketiga di SPSS.

15
3. Mengisi Data
Setelah pengisian nama variabel selesai dilakukan, langkah
selanjutnya adalah mengisi data. Untuk itu, sekarang yang berperan
adalah kasus dari SPSS. Di sini ada 15 kasus, dan pengisian dilakukan per
variabel dan menurun ke bawah.
 Untuk mengisi variabel Nama, 1etakkan pointer pada baris 1
ko1om variabel Nama, lalu ketik menurun ke bawah sesuai data
Nama responden (15 data). Pengisian di1akukan dengan mengetik
biasa, seperti mengisi data Microsoft Excel atau mengetik pada
tabe1 Microsoft Word.
 Untuk mengisi variabel Berat, letakkan pointer pada baris 1 kolom
variabel Berat, lalu ketik menurun ke bawah sesuai data berat
responden (15 data).
 Untuk mengisi kolom gender: Sebelum mengisi data, arahkan
pointer ke menu SPSS lalu klik menu View, kemudian pilih
submenu Value Label (terlihat Value Label aktif dengan adanya
tanda 4 (centang) di sebelah kiri submenu tersebut).
Kegunaan pengaktifan View (melihat) Value Label terkait dengan
prosedur berikut ini.
 Pada data kasus, terlihat angka pertama (pada baris 1) variabel
gender untuk pria (yang mempunyai tanda 1), maka pada baris
pertama kolom gender, ketik 1. Terlihat secara otomatis SPSS
mengubahnya menjadi keterangan “pria”. Hal ini terjadi
karena pengaktifan Value Label.
 Demikian untuk data selanjutnya, pemasukan data dengan
menggunakan angka 1 atau 2 sesuai keterangan yang
dikehendaki. Jangan memasukkan kalimat (huruf) dalam
pengisian data yang bersifat numerik, karena SPSS akan
menolaknya!

16
Setelah diklik Value Label, maka menjadi:

B. Menyimpan Data
Data di atas bisa disimpan dengan prosedur berikut:
 Dari baris menu SPSS pilih menu File, lalu pilih submenu Save As.

17
 Beri nama file -untuk keseragaman- dengan berat, dan tempatkan
file pada direktori yang dikehendaki.
Untuk tipe data, dipakai ekstensi (tipe) file SPSS adalah sav,
sehingga data tersebut tersimpan dengan nama lengkap berat.sav. Ada
berbagai tipe ekstensi file SPSS, tergantung dari jenis informasi yang
disediakan. Selain pilihan Save As, ada juga pilihan Save. Pilihan Save
dipakai jika penyimpanan data tidak memerlukan nama baru atau file
sudah diberi nama.

C. Mengetahui Karakteristik Data


Setelah dilakukan pengisian nama dan isi variabel, kadang kita
ingin mengetahui bagaimana karakteristik suatu variabel. Untuk itu, bisa
dilakukan beberapa cara:
 Dari baris menu pilih File lalu pilih submenu Display Data Info.
Selanjutnya tampak di layar direktori untuk pemasukan file.
Sesuai dengan kasus, pilih file berat.sav dan k1ik Open. Pada layar
tampak:

SYSFILE INFO:

File Type: SPSS Data File

Creation Date:
Creation Time:

Label: Not Available

N of Cases: 0

Total # of Defined Variable Elements: 5


# of Named Variables: 3

Data Are Not Weighted


Data Are Uncompressed

File Contains Case Data


_

18
Variable Information:

Name Position

NAMA * No label * 1
Measurement level: Nominal
Format: A20 Column Width: 8 Alignment: Right

BERAT * No label * 4
Measurement level: Scale
Format: F8.2 Column Width: 8 Alignment: Right

GENDER gender responden 5


Measurement level: Scale
Format: F8 Column Width: 8 Alignment: Right

Value Label

1 pria
2 wanita

Keterangan: Tampak tipe file adalah SPSS Data File, mempunyai


jumlah kasus atau data sebanyak 15 buah. Selain itu, tampak berbagai
informasi mengenai variabel.

 Dari baris menu pilih Utilities lalu pilih submenu File Info. Pada
layar tampak:
File Information

List of variables on the working file

Name Position
NAMA 1
Measurement Level: Nominal
Column Width: 8 Alignment: Right
Print Format: A20
Write Format: A20

BERAT 4

19
Measurement Level: Scale
Column Width: 8 Alignment: Right
Print Format: F8.2
Write Format: F8.2

GENDER gender responden 5


Measurement Level: Scale
Column Width: 8 Alignment: Right
Print Format: F8
Write Format: F8

Value Label

1 pria
2 wanita

Keterangan: Tampak output yang hampir sama dengan tampilan


Display Data Info, hanya di sini lebih langsung ke file berat.sav. Tampak
variabel Nama mempunyai format A20, yang berarti tipe string dengan
panjang karakter maksimal 0. Sedang format F8.2 menyatakan tipe data
numerik dengan lebar 8 dan desimal 2. Format F8 hanya data numerik
tanpa desimal. Hal ini sama dengan pemasukan data yang dilakukan di
depan.
Dari baris menu pilih Utilities lalu pilih submenu Variable. Pada
layar tampak:

20
Keterangan: Hampir sama dengan dua cara terdahulu, dengan
tampilan per variabel. Di sini ada kata 'Missing Value' atau data yang
hilang. Missing Value terjadi jika dalam pengisian kasus, ada data yang
sengaja dibiarkan kosong karena berbagai sebab. Karena dalam kasus di
atas semua Nama, Berat Badan dan Gender responden diketahui, maka
tidak ada Missing Value, dan karenanya diberi keterangan None. Untuk
berganti variabel, klik variabel yang dikehendaki.

21
1.6.2. Pengenalan Menu Edit
Seperti namanya, menu Edit digunakan untuk melakukan perbaikan atau
perubahan berkenaan dengan data yang telah dibuat ataupun berbagai option.2

Sebagai contoh penerapan menu Edit, akan diambil file BERAT


yang telah dibuat pada subbab terdahulu mengenai operasi menu File.

A. Edit Terhadap Data yang Telah Dibuat


Terhadap data yang telah dibuat oleh SPSS, perbaikan ataupun
perubahan meliputi menghapus data/kasus, menambah variabel,
menemukan nonkasus dan lainnya.
Sebelum edit bisa dilakukan terhadap data pada suatu file, maka
harus ada file tertentu pada Data Editor. Untuk itu buka file BERAT yang
telah dibuat sebelumnya, dengan cara dari baris menu pilih menu File
la1u klik submenu Open… Kemudian buka file BERAT sesuai dengan
direktori di mana file tersebut ditempatkan.
1. Menghapus Data
Kasus:
Misal dari file BERAT, akan dihapus data atau kasus nomor 6
dengan nama responden Agus dengan berat 78,67 kg dan gender Pria.
Letakkan pointer pada angka 6 yang terletak pada kotak paling
kiri. Terlihat seluruh baris 6 berubah warna (terblok).

2
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

22
Dari baris menu pilih menu Edit lalu pilih submenu Cut, maka
seluruh baris atau kasus nomor 6 hilang.
o Pilihan Cut bisa diganti dengan Ctrl+X (tekan tombol Ctrl dan
huruf X secara bersamaan) dengan akibat sama, yaitu hilangnya
seluruh kasus.

Menjadi

23
Jika hanya nama Agus saja yang akan dihapus, cukup letakkan
pointer pada nama Agus, lalu tekan tombol Del (atau perintah Clear pada
menu Edit). Selanjutnya nama Agus akan hilang, namun data berat dan
gender untuk Agus tidak hilang.

Menjadi

Jika setelah menghapus data, ternyata data tersebut akan


dikembalikan lagi, Anda dapat menggunakan pilihan Undo pada menu
Edit, maka data akan kembali lagi.

2. Mengganti Isi Data


Kasus:
Isi data kedua pada variabel Nama yaitu “ClCILIA” akan diganti
dengan ESTER.
o Letakkan pointer pada sel CICILIA (pada baris ke-2). Terlihat sel
CICILIA berubah warna (terblok).
o Ketik ESTER lalu tekan Enter, maka nama sudah berubah.
o Jika setelah mengganti data, ternyata data tersebut akan
dikembalikan lagi, Anda dapat memilih Undo pada menu Edit,
maka nama CICILIA akan kembali lagi.

24
3. Duplikasi Data
Kasus:
Ternyata ada data baru dengan nama dan gender yang sama,
yaitu seorang Pria bernama “Dede”. Data baru tersebut akan diletakkan di
kasus nomor 16.
o Letakkan pointer pada nama DEDE yang terletak pada kasus 10.
o Dari baris menu pi1ih menu Edit la1u k1ik Copy (atau tekan
Ctrl+C).

Menjadi:

o Letakkan pointer pada baris 16 pada variabel Nama.


o Dari baris menu pi1ih Edit la1u k1ik pilihan Paste (atau tekan
Ctrl+ V), maka nama DEDE akan terkopi ke baris-16.
Anda dapat menekan Undo (atau tekan Ctrl+Z) pada menu Edit
bila proses di atas ingin dibata1kan.

4. Mencari Data
Kasus:
Akan dicari data responden dengan berat 80,23 kilogram.
o Karena 80,23 (atau ditulis dengan 80.23) terletak pada variabel
Berat, maka letakkan pointer pada baris 1 variabel Berat, dan

25
jangan diletakkan selain di variabel Berat. SPSS hanya mencari
data pada kolom atau variabel tertentu di mana pointer
diletakkan.
o Dari baris menu pilih Edit lalu klik submenu Find (atau tekan
Ctrl+F), maka tampak di layar:

Karena akan dicari 80,23 kg maka ketik 80.23 dan kemudian


k1ik pada Search forward (pencarian dilakukan ke depan/ke
bawah). Sehingga pointer akan berhenti pada berat 80.23 di baris
11.

o Pencarian ke belakang (Search Backward) dilakukan jika pointer


ada pada baris bawah, dan akan menuju atas/depan.
o Tentu saja untuk data yang sedikit seperti pada file Berat,
pencarian dengan SPSS tidak efisien. Namun jika data ratusan,
maka pilihan ini sangat berguna.

26
Tekan Close jika pencarian sudah dianggap selesai.

1.6.3. Pengenalan Menu Data


Menu Data digunakan untuk melakukan berbagai pengerjaan pada data SPSS.
Dalam beberapa hal menu ini mempunyai fungsi yang berkaitan dengan menu
Edit, seperti dalam menyisipkan variabel, menyisipkan kasus dan sebagainya.3

Untuk contoh penerapan menu Data, tetap akan digunakan kasus Berat.

A. Menyisipkan Variabel dan Kasus


Terhadap data yang telah dibuat oleh SPSS, bisa dilakukan
penyisipan (penambahan) variabel atau kasus yang telah ada. Sebelum
penyisipan (insert) variabel atau kasus bisa dilakukan terhadap data pada
suatu file, maka harus ada file tertentu pada Data Editor. Untuk itu buka
file Berat yang telah dibuat sebelumnya, dengan prosedur:
 Dari baris menu pilih menu File.
 Kemudian pilih submenu Open… lalu buka file Berat sesuai
dengan direktori di mana file tersebut ditempatkan.

3
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

27
B. Menyisipkan Variabel
Kasus:
Misal dari file Berat, akan disisipkan variabel Tinggi yang berupa
data tinggi badan responden. Variabel baru itu –untuk keserasian- akan
ditempatkan di antara variabel Berat dan Gender.
 Letakkan pointer pada sebarang tempat di kolom (variabel)
Gender.
 Dari baris menu pilih Data. Kemudian klik pilihan Insert Variable.
Maka akan muncul kolom baru dengan nama var00001 yang
merupakan variabel baru.

28
29
Untuk pengisian variabel ini (tipe, nama dan lainnya) bisa
digunakan perintah pengisian Variable pada menu Data.
 Pengisian Variable bisa dilihat pada pembahasan sebelumnya.

 Jika variabel Tinggi ternyata akan dihilangkan, klik nama variabel


pada sel paling atas (hingga seluruh kolom yang dimaksud
terblok), lalu klik tombol Del.

C. Menyisipkan Kasus (Cases)


Kasus:
Dari file Berat yang berisi 15 data, akan disisipkan data (kasus)
baru dengan nama responden SIMSON, yang berada di antara nama LINA
(kasus 5) dan AGUS (kasus 6).,
 Letakkan pointer pada sebarang tempat di sel AGUS (pada baris
6).
 Dari baris menu pilih Data. Kemudian k1ik pilihan Insert Cases.

30
Maka akan muncul baris kosong baru antara nama LINA dan
AGUS. Kemudian kasus bisa diisi nama SIMSON serta data lain yang
relevan.

 Jika kasus dengan nama SIMSON ternyata akan dihilangkan, k1ik


nama variabel pada baris paling kiri (hingga seluruh baris yang
dimaksud terblok), la1u k1ik tombol Del atau tombol Cut.

31
D. Menemukan Sel Tertentu (Go To Case)
Submenu ini bertujuan untuk mengarahkan pointer agar
menemukan suatu baris dalam Data Editor. Perintah ini sangat berguna
jika kasus yang ada sangat banyak, misalkan ada sejumlah 500 kasus.
Dengan perintah Go To Case tidak perlu dilakukan penggulungan layar ke
bawah berkali-kali.
Kasus:
 Dari file Berat ingin diketahui isi kasus nomor 7. Letakkan pointer
pada sebarang tempat.
 Dari baris menu pilih menu Data. Kemudian klik pilihan Go to
Case Tampak di layar:

Karena akan dilihat isi kasus nomor 7, maka ketik 7 dan k1ik OK.
Otomatis pointer menuju baris 7 (yang berisi kasus nomor 7).
 Jika Data Editor hanya berisi 15 kasus seperti file Berat dan
perintah Go to Case berisi 60, maka pointer akan menuju baris 15
sebagai isi kasus terakhir, dan tidak menuju baris 60.

E. Memisah Isi File dengan Kriteria Tertentu (Split File)


Jika dilihat pada isi file Berat, terlihat bahwa antara data dengan
gender Pria dan Wanita terletak berselang-seling. Jika kasus sangat
banyak dan diinginkan variabel dengan label tertentu dipisah, dalam hal
ini kasus dengan gender Pria dipisah dengan kasus dengan gender
Wanita, bisa dilakukan dengan perintah Split File dari menu Data.
 Letakkan pointer pada sebarang tempat.
 Dari baris menu pilih menu Data. Kemudian klik pilihan Split
File…. Tampak di layar:

32
 Di sini karena akan memisahkan file dalam grup, maka klik pilihan
Organize output by groups.

 Karena pembagian berdasarkan gender responden, klik variabel


gender, lalu klik tanda anak panah (~) hingga variabel gender
masuk ke dalam kolom Groups based on:.

33
 Karena pada data mula-mula file masih acak antara gender pria
dan wanita, maka klik piliban Sort the file by grouping variables.
 Jika pengisian selesai, klik OK. Tampak di layar hasil pemisahan
file berdasar gender.

Terlihat sekarang ada dua grup yang terpisah, yaitu data


responden Pria dan Wanita. Hasil pemisahan di atas bisa disimpan dalam

34
file tersendiri untuk membedakan dengan file yang asli. Untuk itu buka
menu File la1u pilih Save As..., dan kemudian beri nama file baru (misal
“BERAT-PISAH”) dan letakkan pada direktori yang dikehendaki.

F. Menyeleksi Isi File dengan Kriteria Tertentu


Dalam beberapa pengerjaan statistik, diperlukan adanya filter
(saringan atau seleksi) terhadap kasus agar suatu prosedur statistik bisa
dilakukan. Untuk itu bisa dipakai perintah Select Cases atau menyeleksi isi
file (kasus) berdasar kriteria tertentu.
Kasus:
File Berat di atas akan dipakai untuk pengerjaan statistik dengan
kriteria hanya memasukkan responden yang mempunyai berat badan di
atas 60 kilogram. Untuk itu tidak semua kasus akan ditampilkan, namun
hanya responden yang berbobot lebih dari 60 kilogram.
 Letakkan pointer pada sebarang tempat.
 Dari baris menu pilih Data. Kemudian klik pilihan Select Cases.
Tampak di layar:

35
Perhatikan dalam tabel di atas, variabel Nama tidak dimasukkan
dalam kriteria seleksi. Hal ini disebabkan Nama adalah variabel string
(karakter).
 Kolom Select. Pada kolom ini ada beberapa pilihan:
 ALL CASES jika seleksi untuk seluruh kasus.
 IF jika seleksi berdasar kriteria tertentu.
 RANDOM jika seleksi berdasar bilangan acak (random).
 TIME/CASES RANGE jika seleksi berdasar range tertentu.
 FILTER VARIABLE jika seleksi berdasar variabel tertentu. Untuk
kasus ini, karena seleksi bagi mereka yang berbobot di atas 60 kg,
maka pilihan yang tepat adalah berdasar If Condition Is Satisfied
jika kondisi tertentu dipenuhi). Untuk itu klik pilihan if condition is
satistied. Kemudian dilanjutkan dengan mengklik mouse pada
tombol IF. Tampak di layar kotak dialog seperti Gambar.

Letakkan kursor di kotak kosong pada kotak dialog Gambar 2.19,


kemudian ketik: Berat>60 lalu klik Continue, maka filter berupa kriteria
berat di atas 60 sudah dilakukan terhadap data.

36
Selain dengan mengetik, pengisian kriteria bisa dilakukan dengan:
 Klik variabel Berat, kemudian k1ik tanda panah hingga variabel
berat masuk ke kotak kosong di kanan atas.
 Klik tanda > yang terletak di antara kumpulan tanda matematika
maupun angka yang ada di bawah kotak pengisian. Otomatis
tanda > akan tertulis di kotak.
Ulangi dengan mengklik mouse pada tanda angka 6 dan 0, hingga
angka 60 tertulis di kotak atas.
Kedua cara akan menghasilkan kalimat yang sama.
 Kolom Unselected Cases Are atau akan diapakan data yang belum
diseleksi tersebut (data mula-mula). Di sini ada dua perlakuan:
 Filtered atau akan muncul variabel tambahan (filter-$) dengan
nomor kasus yang tidak terseleksi akan diberi garis miring.
 Deleted atau kasus yang tidak terseleksi akan dihapus. Untuk
keseragaman, klik pada Filtered.
 Selanjutnya k1ik OK maka tampak di layar:

37
Terlihat ada 8 data yang tidak terseleksi karena mempunyai berat
badan di bawah 60 kilogram. Hasil seleksi di atas bisa disimpan dalam file
tersendiri untuk membedakan dengan file yang asli. Untuk itu buka menu
File lalu pilih Save As..., kemudian beri nama file baru (misa1
BERAT_SELEKSI) dan letakkan pada direktori yang dikehendaki.

G. Mengurutkan Data (Sort Cases)


Untuk beberapa kegunaan khusus, dan jika data banyak, maka
diperlukan pengurutan data berdasarkan variabel tertentu. Hal ini bisa
dilakukan dengan perintah Sort Cases:
Kasus:
Isi file Berat akan diurutkan berdasar variabel Nama.
 Letakkan pointer pada sebarang tempat pada file Berat.
 Dari baris menu pilih menu Data. Kemudian klik pilihan Sort
Cases. Tampak di layar:

38
 Karena akan diurutkan (sort) berdasar Nama, maka klik nama, dan
masukkan ke dalam kolom Sort by.
 Karena pengurutan dilakukan naik ke atas (dari huruf ' A, huruf 'Z'),
maka klik pilihan ascending.
 Klik OK maka tampilan Data Editor menjadi:

39
Terlihat data sudah diurutkan berdasar variabel Nama, dan
otomatis isi variabel berat dan gender mengikuti variabel nama yang
bersangkutan. Hasil seleksi di atas bisa disimpan dalam file tersendiri
untuk membedakan dengan file yang asli. Untuk itu buka menu File lalu
pilih Save As..., dan kemudian beri nama file baru (misal BERAT_URUT)
dan letakkan pada direktori yang dikehendaki.

H. Meringkas Data Secara Agregat (Aggregate Data)


Perintah ini memungkinkan data yang ada diringkas menurut
kriteria tertentu dan disajikan secara garis besar (agregat).
Kasus:
Data file BERAT akan diringkas menurut kriteria gender (pria dan wanita).
 Letakkan pointer pada sebarang tempat pada file BERAT.
 Dari baris menu pilih menu Data. Kemudian klik pilihan
Aggregate. Tampak di layar seperti Gambar :

 Kolom Break Variable atau variabel pemisah data. Karena data


akan dipisah berdasarkan gender, maka klik variabel gender, lalu
tempatkan pada kolom Break Variable.
 Kolom Aggregate Variable(s) atau variabel yang akan diringkas. Di
sini tidak mungkin variabel Nama karena nama orang tidak

40
mungkin disatukan. Dalam kasus ini yang mungkin adalah variabel
berat, sehingga nanti berat pria dan wanita akan ditampilkan
terpisah. Untuk itu klik variabel berat dan tempatkan pada kolom
Aggregate Variable.

 Name & Labels. Klik pilihan ini hingga tampak di layar:


 Untuk Name atau nama agregat, ketik BERAT.
 Untuk Label atau keterangan nama, ketik Berat responden.
Klik Continue untuk melanjutkan.

 Function. Klik pilihan ini hingga tampak di layar:

41
Bagian ini berisi statistik yang diperlukan untuk penampilan
agregat data. Di antara banyak pilihan hanya bisa dipilih satu jenis
statistik saja.
 Untuk keseragaman, klik pilihan Mean of values. Berarti nanti
akan ditampilkan agregat (ringkasan secara garis besar) rata-rata
berat dari Pria dan Wanita.
Klik Continue untuk melanjutkan.

Untuk tiga kolom di bawah:


 Klik pilihan Save number cases in break group as variabel. Dan
pada kotak dengan tulisan N_BREAK, tulisan tersebut tidak perlu
diganti. Berarti ada variabel N_BREAK.
 Klik pada Create new data file, lalu k1ik tombol File, kemudian
tempatkan file AGGR.SAV (yang otomatis terbentuk karena
perintah Aggregate) pada direktori yang dikehendaki.
Klik OK untuk proses agregat.

42
Hasil tidak langsung ditampakkan di layar, namun disimpan
da1am file AGGR.SA V seperti dijelaskan di atas. Untuk melihat output,
buka file pada direktori di mana file AGGR.SA V tersimpan.
Berikut adalah output AGGR.SA V.

Terlihat ada 7 responden Pria dengan berat rata-rata 79,91 kg dan


8 responden wanita dengan berat rata-rata 48,68 kg.

I. Mendefinisikan Tanggal (Define Dates)


Perintah ini dipakai untuk pengerjaan pengisian variabel yang
berhubungan dengan Time Series.

J. Template
Perintah ini memungkinkan penyediaan informasi variabel yang
sama pada banyak variabel dengan membuat suatu Template. Misal, jika
sering dipakai kode 1 dan 2 untuk gender pria dan wanita, maka hal ini
dapat dibuat suatu template dan diterapkan pada variabel berkode sama.

43
K. Transpose
Perintah ini digunakan untuk mentransformasi baris menjadi
kolom dan sebaliknya. Dalam SPSS hal ini berarti kasus menjadi nama
variabel dan nama variabel menjadi kasus. Jika diterapkan pada file Berat,
maka bisa saja nama-nama responden menjadi nama variabel (sehingga
kolom menjadi 15) dan variabel berat dan gender menjadi baris.

L. Orthogonal Design
Perintah ini berfungsi membuat data file yang berisi orthogonal
main-effect design. Desain ini digunakan pada proses statistik lanjut,
seperti Conjoint Analysis.

M. Memberi Timbangan pada Kasus (Weight Cases)


Sebagai contoh, perhatikan data dengan dua variabel Bentuk dan
Jumlah berikut ini.

Warna Jumlah
Biru 15
Putih 18
Hijau 21

Di sini berarti bentuk Bulat ada 15 dan seterusnya.

Melakukan Proses Weight Cases


Variabel Bentuk yang telah berkode (misal BIRU berkode 1, PUTIH
berkode 2 dan HIJAU berkode 3 dengan proses define variable seperti
dijelaskan pada pembuatan kode Gender pada file BERAT), kemudian
dilakukan proses Weight Cases untuk 'menghubungkan' dengan variabel
jumlah.
 Letakkan pointer pada kolom variabel Warna.
 Dari baris menu pilih menu Data, lalu pilih submenu Weight Cases
Tampak di layar:

44
Karena akan dilakukan pembobotan pada kasus (weight cases),
klik pilihan Weight cases by. Kemudian tampak pilihan Frequency
Variable atau variabel yang akan dihubungkan. Untuk itu pilih variabel
jumlah yang ada di sebelah kiri, kemudian tekan tombol …, maka variabel
jumlah akan pindah ke pilihan frequency variable. Dengan demikian,
otomatis penyebutan 'warna' akan mengacu pada 'jumlah'. Setelah
selesai, klik OK untuk kembali ke layar utama SPSS.

Contoh penggunaan Weight Cases bisa dilihat pada analisis Chi-Square.

N. Menggabung File (Merger File)


Perintah ini digunakan untuk menggabungkan (merger) file yang
sekarang ada dengan file baru. File bisa digabungkan dengan dua cara:
 Add Cases, yaitu menggabung file yang mempunyai variabel yang
sama namun kasusnya berbeda.
 Add Variables, yaitu menggabung file yang mempunyai kasus
yang sama namun variabelnya berbeda.
Sebagai contoh, akan digabungkan file BERAT dengan file
BERAT_URUT. Tentu saja contoh ini hanya untuk memberi penjelasan
tentang cara penggabungan file.

Kasus:
Akan digabungkan file BERAT dengan file BERAT_URUT. Langkahnya:
1. Add Cases
 Letakkan pointer pada sebarang tempat pada file Berat.

45
 Dari baris menu pilih menu Data. Lalu klik pilihan Merger File dan
kemudian dari dua pilihan merger, pilih Add Cases. Tampak di
layar:

Terlihat SPSS menanyakan nama file yang akan digabung. Pilih


file BERAT_URUT dari direktori, lalu k1ik Open. Tampak di layar:

Terlihat nama ketiga variabel baru (yang tentunya sama


dengan variabel file BERAT) yang berasal dari variabel BERAT-
URUT. Karena kebetulan semua variabel sama, maka tidak ada
yang diubah. Untuk itu, klik OK. Terlihat ada tambahan 15 kasus

46
hingga file Berat sekarang terdiri atas 30 kasus (dengan nama
ganda karena sama).

Merger kasus seperti ini biasanya terjadi jika suatu data


terpisah-pisah dan kemudian akan dianalisis bersama, seperti
data sales untuk 1ima daerah di Indonesia yang terpisah-pisah,
dan kemudian oleh perusahaan akan digabung untuk diana1isis
secara bersama.

47
2. Add Variables
Kembali ke data file BERAT yang mula-mula (15 kasus).
 Letakkan pointer pada sebarang tempat pada file Berat.
 Dari baris menu pilih menu Data. Lalu klik pilihan Merger File dan
kemudian dari dua pilihan merger, pilih Add Variables. Tampak di
layar tampilan.

Terlihat SPSS menanyakan nama file yang akan digabung. Pilih


f1le BERAT-URUT dari direktori, lalu klik Open. Tampak di layar:

48
Terlihat nama ketiga variabel baru (yang tentunya sama
dengan variabel file BERAT) yang berasal dari variabel
BERAT_URUT terletak di bagian Excluded Variables dengan tanda
+. Sedangkan nama ketiga variabel lama (variabel file BERAT)
terletak di bagian New Working Data File dengan tanda *.
Pengisian variabel baru dilakukan dari bagian Excluded
Variables ke bagian New Working Data File. Dan dalam hal ini,
akan dimasukkan variabel berat saja.
 Karena nama variabel berat ada dua, maka salah satu harus
diganti agar dapat merger. Untuk itu, klik variabel berat (+) dan
kemudian klik tombol Rename. Tampak di layar.

Untuk keseragaman, ketik berat_2 untuk mengganti (rename)


nama variabel berat. Kemudian klik Continue untuk melanjutkan.
 Klik variabel berat->berat-2 (+) yang merupakan hasil rename di
atas di bagian Excluded Variables, lalu pindahkan ke bagian New
Working Data File.

49
 Kemudian klik OK maka terlihat pada file Berat sekarang ada
tambahan sebuah variabel baru, yaitu berat_2 yang kebetulan
berisi data berat dengan sumber sama.
Sekali lagi, ini hanya menunjukkan contoh proses
penggabungan variabel.

50
Merger kasus seperti ini biasanya terjadi jika suatu data telah
mengalami perlakuan tertentu dan kemudian ingin dilihat hasilnya.
Misa1, ada data tentang penjualan sebelum adanya promosi (sebagai
variabel awal), kemudian akan digabung dengan data penjua1an setelah
promosi (sebagai tambahan variabel baru), untuk mengetahui apakah
promosi mempunyai pengaruh pada penjualan.

1.6.4. Pengenalan Menu Transform


Menu Transfrom pada prinsipnya berfungsi untuk mentransformasi atau
4
mengubah suatu data guna keperluan-keperluan yang khusus.

A. Compute
Perintah atau submenu ini berfungsi untuk menambah variabel
baru yang berisi hasil perhitungan (compute) berdasarkan data dari
variabel lama.
Kasus:
Pada data file Berat, akan ditambah sebuah variabel baru yang
berisi berat ideal, yaitu 90% dari berat responden saat ini, dengan batasan
berat ideal hanya untuk mereka yang berbobot di atas 50 kilogram.
 Letakkan pointer di sebarang tempat pada file BERAT
 Dari baris menu pilih menu Transform. Lalu klik pilihan Compute.
Selanjutnya di layar tampak.

4
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

51
Mengisi Target Variable:
Target Variable adalah nama variabel baru yang akan diletakkan
dalam file Berat. Untuk keseragaman, ketik ideal. Lalu klik tombol
Type&Label, hingga tampak di layar:

 Pada kolom Label -untuk keseragaman- ketik berat idea1


responden untuk keterangan pada variabel ideal.
 Pada kolom Type atau jenis data, karen1l berat idea1 ada1ah
angka, maka pilih numeric.

52
Mengisi Numeric Expression:
 Ketik pada kotak tersebut berat*O.9 atau bisa juga menggunakan
variabel berat dan peralatan angka dan tanda matematika di
kotak tengah, dengan basil tulisan yang sama.
 Untuk menulis persyaratan bobot harus di atas 50 kilogram (lihat
kasus), maka klik tombol IF yang ada di bagian tengah bawah.
Tampak di layar seperti pada Gambar 2.32.

Klik pilihan Include if cases satisfiescondition (masukkan kasus


yang memenuhi persyaratan), hingga kotak di bawahnya menjadi
berubah warna, la1u ketik Berat>50 atau bisa juga menggunakan variabel

53
berat dan pera1atan angka dan tanda matematika di kotak tengah,
dengan basil tulisan yang sama.
Klik tombol Continue untuk melanjutkan.

Kemudian klik OK hingga tampak output sebagai berikut:

54
Analisis:
Terlihat ada variabel baru dengan nama Idea1 yang memuat berat
idea1 responden yang mempunyai berat badan lebih dari 50 kilogram.
Seperti responden pertama Amir yang direkomendasi berat
idealnya adalah 70,69 kilogram. Sedangkan responden kedua Cicilia, tidak
dimasukkan dalam perhitungan berat ideal, karena berat badannya di
bawah 50 kg (hanya 45,77 kilogram). Karenanya, data idea1 untuk Cicilia
oleh SPSS dianggap sebuah Missing Value dan dikosongkan. Demikian
seterusnya untuk data lainnya.
Perhatikan data nomor 9 yang berisi angka 45.19. Angka ini
berasal dari 50,21 (telah memenuhi syarat 'lebih dari 50 kg') dikalikan
dengan 0,9.
Perintah Transpose Compute berguna jika akan membuat
variabel baru yang ada kaitannya dengan variabel lama. Seperti
menghitung besar pajak penghasilan dengan kriteria tertentu, persentase
diskon untuk pembelian tertentu dan sebagainya.
Output di atas bisa disimpan dalam file tersendiri untuk
membedakan dengan file yang asli. Untuk itu, buka menu File lalu pilih
Save As, dan kemudian beri nama file baru (misal BERAT_COMPUTE) dan
letakkan pada direktori yang dikehendaki.

B. Count
Perintah atau submenu ini berfungsi untuk menghitung (count)
data dengan kriteria tertentu.
Kasus:
Pada data file Berat akan dihitung data responden yang
mempunyai gender Pria serta dengan berat badan lebih dari 80 kilogram.
 Letakkan pointer di sebarang tempat pada file Berat.
 Dari baris menu pilih menu Transform. Lalu klik pilihan Count.
Tampak di layar:

55
 Target Variable atau nama variabel baru yang akan diletakkan
dalam file Berat. Untuk keseragaman, ketik Pria.
 Target Label atau keterangan pada variabel Pria, untuk
keseragaman, ketik Jum1ah Responden Pria.
 Variable, karena akan dilakukan pengerjaan pada variabel gender,
maka pilih variabel gender, lalu pindahkan pada kolom Variable.

Tekan tombol Define Values, tampak di layar:

56
Karena gender Pria mempunyai nilai (value) 1, maka ketik 1
pada kolom Value, lalu klik tombol Add, maka nilai 1 masuk ke
Value to Count (nilai yang akan dihitung). Klik tombol Continue
untuk melanjutkan.
Kode 1 untuk pria dan 2 untuk wanita bisa dilihat pada
pembahasan mengenai pemasukan data.
 Untuk menulis persyaratan bobot harus di atas 80 kilogram (lihat
kasus), klik tombol IF yang ada di bagian tengah bawah.
Selanjutnya tampak di layar:

Klik pilihan Include if cases satisfies condition (masukkan kasus


yang memenuhi persyaratan), hingga kotak di bawahnya menjadi

57
berubah warna, lalu ketik Berat>80 atau bisa juga menggunakan variabel
berat dan peralatan angka dan tanda matematika di kotak tengah,
dengan basil tulisan yang sama.
Klik tombol Continue untuk melanjutkan.

Kemudian klik tombol OK hingga tampak output sebagai berikut.

Analisis:
Terlihat ada variabel baru dengan nama Pria yang memuat jumlah
responden pria yang mempunyai berat badan di atas 80 kilogram.
Ternyata hanya ada dua pria yang memenuhi kriteria di atas, yaitu Budi
dan Herman.
Perintah Transpose Count berguna jika akan membuat variabel
baru yang bersumber pada variabel lama. Seperti menghitung jumlah
konsumen yang membeli 4 merek kemeja terkenal, atau menghitung
responden mana saja yang telah membaca 5 majalah dan sebagainya.
Output di atas bisa disimpan dalam file tersendiri untuk
membedakan dengan file yang asli. Untuk itu, buka menu File lalu pilih

58
Save As dan kemudian beri nama file baru (misal BERAT_COUNT) dan
letakkan pada direktori yang dikehendaki.

C. Rank Cases
Perintah atau submenu ini berfungsi untuk mengurutkan (rank)
kasus dengan kriteria tertentu.
Kasus:
Pada data file BERAT, akan diurutkan data responden yang
mempunyai gender Pria dan Wanita berdasarkan berat badannya.
 Letakkan pointer di sebarang tempat pada file BERAT.
 Dari baris menu, pilih menu Transform. Lalu klik pilihan Rank
Cases. Tampak di layar:

 Karena variabel yang akan diurutkan adalah berat, maka pilih


variabel berat, lalu pindahkan pada kolom Variable.
 Karena variabel berat diurutkan berdasarkan gendernya, maka
pilih variabel gender, lalu pindahkan pada kolom By.
 Karena data diurutkan dari responden yang berat badannya
terkecil, maka pada kolom Assign Rank 1 In, pilih Smallest value.
 Pilihan Display Summary Table untuk keseragaman ditiadakan,
karena tidak mempengaruhi proses pengurutan.

59
 Untuk kolom Rank Types, klik pilihan tersebut dan pilih Rank.

 Untuk kolom Ties, klik pilihan tersebut dan pilih Mean.

Ties adalah data kembar, dalam hal ini jika ada berat yang
sama. Klik OK maka tampak output:

60
Otomatis timbul variabel baru dengan nama R (rank) diikuti
nama variabel pengukur, yang dalam kasus ini adalah variabel
berat.

Analisis:
 Data responden pertama, Amir, adalah pria yang mempunyai
urutan nomor 3 terkecil berat badannya dibandingkan responden
pria lainnya.
 Data responden kedua, Cicilia, adalah wanita yang mempunyai
urutan nomor 4 terkecil berat badannya dibandingkan responden
wanita lainnya.
 Demikian seterusnya. Ter1ihat bahwa berat badan terkecil untuk
Pria adalah Sugeng dan wanita adalah Ana.
Perintah Transpose Rank Cases berguna jika akan membuat
variabel baru yang bersumber pada variabel lama, khususnya da1am
ranking data. Seperti ingin mengetahui daerah mana saja yang
mempunyai kontribusi penjualan terbesar, kedua terbesar dan
seterusnya.

61
Output di atas bisa disimpan dalam file tersendiri untuk
membedakan dengan file yang as1i. Untuk itu, buka menu File lalu pilih
Save As dan kemudian: beri nama file baru (misa1 BERAT_RANK) dan
letakkan pada direktori yang dikehendaki.

D. Recode
Perintah ini berfungsi untuk memberi kode ulang (recode) ke
suatu variabel berdasarkan kriteria tertentu. Recode bisa dilakukan:
- Dalam variabel yang sama
- Dalam variabel yang berbeda (yang baru)

Kasus:
Pada data file Berat, variabel Gender yang terdiri atas kode 1
(Pria) dan kode 2 (Wanita) akan dilakukan pembuatan kode ulang. Yaitu:
- Kode 1 untuk Pria dengan berat badan di bawah 50 kilogram
- Kode 2 untuk Wanita dengan berat badan di bawah 50 kilogram
- Kode 3 untuk Pria dengan berat badan di atas 50 kilogram
(disebut Pria Kekar)
- Kode 4 untuk Wanita dengan berat badan di atas 50 kilogram
(disebut Wanita Kekar)

Langkahnya:
1. Kode ulang ditempatkan pada variabel yang sama.
 Letakkan pointer di sebarang tempat pada file BERAT.
 Dari baris menu pilih menu Transform. Lalu klik pilihan Recode,
kemudian pilih Into same Variables. Tampak di layar:

62
 Karena variabel yang akan dikode ulang (recode) adalah gender,
maka pilih variabel gender, lalu pindahkan pada kolom Variable.

 Untuk menulis persyaratan bobot harus di atas 50 kilogram (lihat


kasus), maka tekan tombol IF yang ada di bagian tengah bawah.
Selanjutnya tampak tampilan seperti pada Gambar.
 Klik pilihan Include ircases satisfies condition (masukkan kasus
yang memenuhi persyaratan), hingga kotak di bawahnya menjadi
berubah warna, lalu ketik Berat>50 atau bisa juga menggunakan
variabel berat dan peralatan angka dan tanda matematika di
kotak tengah, dengan hasil tulisan yang sama.

63
 Klik tombol Continue untuk melanjutkan.
 Pengisian kode dengan mengklik tombol Old and New Values.
Selanjutnya tampak di layar tampilan seperti pada Gambar
o Kolom Old Value
Ketik pada kolom value angka 1. Hal ini berarti akan diubah
kode lama berupa angka 1 atau Pria dengan nilai baru.
o Kolom New Value
Ketik pada kolom value angka 3. Hal ini berarti kode lama 1
diubah menjadi 3 untuk kode Pria Kekar.
o Klik tombol Add untuk memasukkan ke kotak Old n New
hingga terlihat tulisan 1 n 3.

64
o Untuk selanjutnya, ulangi pengisian Kolom Old Value.
Ketik pada kolom value angka 2. Hal ini berarti akan diubah
kode lama berupa angka 2 atau Wanita dengan nilai baru.
o Kolom New Value
Ketik pada kolom value angka 4. Hal ini berarti kode lama 2
diubah menjadi 4 untuk kode Wanita Kekar.
o Klik tombol Add untuk memasukkan ke kotak Old n New
hingga terlihat tulisan 2 n 4..

Klik tombol Continue untuk melanjutkan.


Klik OK maka tampak output:

65
Perbaikan Output:
Terlihat ada campuran antara kalimat pria dan wanita dengan
angka 3 dan 4. Hal ini terjadi karena kode 3 dan 4 belum dikenal oleh Data
Editor dari SPSS. Oleh karena itu, kode data diulang dengan prosedur:
 Kembali tempatkan pointer di sebarang sel pada variabel gender
(kolom ketiga).
 Dari baris menu pilih menu Data, lalu pilih submenu Variable
View. ' Tampak tampilan:
 Klik pada Values hingga tampak tampilan:
 Variable Label atau keterangan variabel –untuk keseragaman-
ketik gender responden.
 Value atau nilai yang akan dimasukkan. Pertama, ketik 3.
 Value Label atau keterangan nilai -untuk keseragaman- ketik
pria kekar.
 Terlihat pilihan Add sudah berubah warna. Dengan mengklik
pilihan Add, pada kotak di bawah keterangan tertu1is 3='pria
kekar'.

66
 Selanjutnya, ulangi prosedur untuk tanda “4”.Untuk itu
tempatkan mouse pada Value, lalu ketik 4. Kemudian, pada
Value Label ketik wanita kekar.
 Setelah itu, dengan mengklik Add tampak keterangan
4='wanita kekar'.

Dengan demikian angka 3 dan 4 sekarang berlaku sebagai tanda


untuk pria kekar atau wanita kekar, sebagai tambahan kode 1 dan 2. Klik
OK jika pengisian telah selesai.

67
Terlihat secara otomatis angka 3 dan 4 berubah menjadi label
yang sesuai.
Analisis:
Dari hasil recode ternyata semua responden pria bisa
dikategorikan sebagai pria kekar, sedangkan responden wanita, hanya
tiga yang berubah status menjadi wanita kekar, karena berbobot lebih
dari 50 kilogram.
Output di atas bisa disimpan dalam file tersendiri untuk
membedakan dengan file yang asli. Untuk itu, buka menu File lalu pilih
Save As dan kemudian beri nama file baru (misal BERAT_RECODE_l) dan
letakkan pada direktori yang dikehendaki.

2. Kode ulang ditempatkan pada variabel yang berbeda.


Buka file Berat yang asli
 Letakkan pointer di sebarang tempat pada file BERAT.
 Dari baris menu pilih menu Transform. Lalu klik pilihan Recode,
kemudian pilih Into Different Variables. Selanjutnya tampak
tampilan seperti berikut:

68
 Karena variabel yang akan dikode ulang (recode) adalah gender,
maka pilih variabel gender, lalu pindahkan pada kolom Numeric
Variable n Output Variable.
 Pemberian Nama Output. Ketik pada kolom Output variable,
bagian Name dengan kekar. Dan pada bagian label atau ketik
Badan Kekar. Klik tombol Change hingga variabel 'kekar' masuk
ke Output variabel.

 Untuk menulis persyaratan bobot harus di atas 50 kilogram (lihat


kasus). tekan tombol IF yang ada di bagian tengah bawah.
Selanjutnya tampak tampilan seperti pada Gambar. Klik pilihan
Include if cases satisties condition (masukkan kasus yang
memenuhi persyaratan), hingga kotak di bawahnya menjadi

69
berubah warna. Lalu ketik Berat>5O atau bisa juga menggunakan
variabel berat dan peralatan angka dan tanda matematika di
kotak tengah dengan hasil tu1isan yang sama.

Klik tombol Continue untuk melanjutkan.

 Pengisian kode dengan menekan tombol Old and New Values…


Selanjutnya tampak tampilan seperti pada Gambar. Berbeda
dengan pengisian untuk Same Variables, untuk Different Variables
bisa dilakukan pemasukan nama variabel secara langsung.
 Klik pi1ihan Output variables are strings di bagian kanan bawah.
kemudian pada kotak Width atau jumlah huruf, ketik 20 (berarti
maksimum pengisian huruf adalah 20 karakter).
 Kolom Old Value
Ketik pada kolom value angka 1. Hal ini berarti akan diubah
kode lama berupa angka 1 atau Pria dengan nilai baru.
 Kolom New Value
Ketik pada kolom value kalimat Pria Kekar. Hal ini berarti kode
lama 1 diubah menjadi Pria Kekar.
 Klik tombol Add untuk memasukkan ke kotak Old n New hingga
terlibat tulisan 1 n 'Pria Kekar'.

70
 Untuk selanjutnya. ulangi pengisian kolom Old Value
Ketik pada kolom value angka 2. Hal ini berarti akan diubah
kode lama berupa angka 2 atau Wanita dengan nilai baru.
 Kolom NewValue
Ketik pada kolom value kalimat Wanita Kekar. Hal ini berarti
kode lama 2 diubah menjadi Wanita Kekar.
 Klik tombol ADD untuk memasukkan ke kotak Old n New hingga
terlihat tulisan 2 n 'Wanita Kekar.

 Klik tombol Continue untuk melanjutkan.

71
Klik OK maka tampak output:

Analisis:
Terdapat variabel baru kekar, dan telah dilakukan pengodean
ulang dengan hasil yang sama, yaitu semua responden pria bisa
dikategorikan sebagai pria kekar, sedangkan responden wanita hanya tiga
yang berubah status menjadi wanita kekar.
Output di atas bisa disimpan dalam file tersendiri untuk
membedakan dengan file yang asli. Untuk itu, buka menu File lalu pilih
Save As dan kemudian beri nama file baru (misal BERAT_RECODE_2) dan
letakkan pada direktori yang dikehendaki.

E. Random Number Seed


Perintah ini untuk membuat nilai-nilai random pada SPSS untuk
kegunaan tertentu.

F. Automatic Recode
Fungsi ini mengubah value yang berupa string atau numerik ke integer.

72
G. Create Time Series
Fungsi ini berhubungan dengan pembuatan variabel pada Time Series.

H. Replace Missing Value


Fungsi ini berhubungan dengan pengelolaan missing value pada
Time Series.

1.7. Praktikum Statistika: Penyajian Data dengan Program SPSS


1.7.1. Penyajian Bar Chart dengan SPSS
SPSS menyediakan berbagai macam grafik yang memungkinkan pemakai
mentransformasikan data statistik ke da1am berbagai bentuk grafik yang
menarik dan komunikatif. Penyajian grafik biasanya dilakukan untuk melengkapi
data serta ana1isisnya, hingga dapat membantu pengambilan keputusan di
bidang statistik.5

Karena cakupan grafik SPSS yang luas dan beragam, maka tidak
semua jenis grafik akan dibahas, namun beberapa jenis grafik yang sering
digunakan dalam praktik sehari-hari, seperti jenis Bar, Pie, dan lainnya
akan dibahas dengan cukup mendalam.
Pada prinsipnya, grafik yang dibuat SPSS bisa dibagi da1am tiga bagian:
 Summaries for groups of cases
Grafik ini menyajikan data untuk tiap grup tertentu (dalam kasus
di bawah, misalnya untuk karyawan yang berpendidikan SMA, Akademi
dan Sarjana).
 Summaries of separate variables
Grafik ini menyajikan data untuk tiap variabel yang terpisah
(da1am kasus di bawah, misalnya untuk variabel usia dibandingkan
dengan variabel gaji).

5
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

73
 Values of individual cases
Grafik ini menyajikan data untuk setiap kasus secara individual
(dalam kasus di bawah, misa1nya penyajian data kelima belas karyawan
secara berurutan).
Untuk setiap bagian akan diberi contoh-contoh tersendiri, hingga
bisa diketahui pada jenis data dan kebutuhan tertentu, jenis grafik apa
yang seharusnya ditampilkan.
Kasus:
Sebuah perusahaan mempunyai data karyawan sebagai berikut
(simpan dalam file SPSS dengan nama karyawan).

Karyawan Didik Masuk Usia Gaji_aw Gaji_ki


1 SMA 1994 24 550 565
2 AKADEMI 1992 35 750 775
3 SMA 1994 25 525 545
4 SARJANA 1992 33 800 850
5 AKADEMI 1993 35 675 680
6 SARJANA 1992 33 980 990
7 SMA 1994 25 475 545
8 AKADEMI 1994 25 650 750
9 SARJANA 1993 30 825 850
10 SARJANA 1994 27 815 820
11 AKADEMI 1993 27 725 740
12 AKADEMI 1993 31 770 790
13 SMA 1993 30 650 700
14 SMA 1992 33 450 500
15 SARJANA 1994 33 800 825

 Variabel karyawan adalah nomor urut karyawan yang bekerja.


 Variabel didik ada1ah tingkat pendidikan karyawan.
 Variabel masuk ada1ah tahun masuk karyawan,
 Variabel usia adalah usia karyawan saat ini (tahun).
 Variabel gaji_aw ada1ah gaji awal yang sekarang diterima
karyawan (ribuan rupiah/bulan).

74
 Variabel gaji_ki ada1ah gaji akhir yang sekarang diterima
karyawan (ribuan rupiah/bulan).
Cara input data bisa dilihat pada menu File di Modul Sebelumnya.

Ringkasan jenis data:


 Semua data bertipe numerik (angka), dengan catatan untuk
variabel didik diberi keterangan pada value label:
1 untuk SMA, 2 untuk AKADEMI dan 3 untuk SARJANA
(Aktifkan perintah Value Label pada menu View agar pemasukan
kode bisa berupa huruf dalam Data Editor).
 Variabel masuk yang berupa tahun sebenarnya juga bisa
dilakukan dengan kode seperti variabel didik, seperti kode 1
untuk tahun 1992 dan seterusnya. Namun penulisan angka secara
langsung juga tidak masalah.
Dari tabel karyawan di atas akan dibuat berbagai grafik yang sesuai.

Grafik Jenis Bar (Batang)


Grafik jenis BAR (ditampilkan dalam bentuk batang) biasanya
digunakan untuk menampilkan data yang bersifat kualitatif.

75
Summaries for Groups of Cases
Grafik jenis ini akan menampilkan data secara kelompok, dan
dalam penyajian Bar akan disajikan dalam tiga Chart, yaitu Simple,
Clustered dan Stacked.
A. Simple
Bentuk Simple adalah bentuk grafik (Chart) yang paling sederhana.
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan persentase karyawan yang masuk kerja pada tahun
tertentu.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar. Tampak di
layar:

Sesuai keinginan, klik pilihan Simple, kemudian pilih di bagian


bawah Summaries for groups of cases, kemudian klik Define. Tampak di
layar:

76
 Kolom Category Axis atau nilai untuk sumbu x. Sesuai tujuan
pembuatan grafik, pilih variabel masuk dan pindahkan dengan
anak panah ke cateory axis.
 Kolom Bar Represent. Kolom ini bisa disebut nilai pada sumbu Y
atau setiap Bar akan mewakili apa? Di sini SPSS menyediakan
berbagai pilihan, dan sesuai kasus dipilih % of cases yang berarti
grafik disajikan dalam persentase. Sedangkan pilihan lain
diabaikan (SPSS menyediakan satu kemungkinan untuk Bar
Represent).
 Kolom Template atau membuat grafik dengan template tertentu
yang sudah tersedia sebelumnya. Karena sebelumnya tidak ada
template, maka abaikan saja pilihan ini.

77
 Kolom Titles atau Judul Grafik. Ini hanya tambahan pada grafik,
dan pada layar tampak:
 Kolom Title atau judul grafik -untuk keseragaman- ketik pada:
Line 1 (judul baris 1): Karyawan
Line 2 (judul baris 2): Perusahaan
 Kolom Subtitle atau subjudul, ketik PERSENTASE
 Kolom Footnote (catatan kaki):
Line 1 (judul baris 1): catatan
Line 2 (judul baris 2): manajer
 Klik Continue untuk meneruskan.

78
Title hanya dibuat sekali, dan selanjutnya tidak dibahas lagi.
 Kolom Option diabaikan saja.
Klik tombol OK maka tampak output

Grafik di atas bisa diperbaiki (penempatan judul, jenis font, dan


lainnya) dengan cara:
 Tempatkan pointer pada daerah grafik.
 Klik dua kali mouse, maka akan muncul window bar, yaitu Chart
Editor. Grafik bisa diperbaiki dengan fasilitas Chart Editor, dan
setelah selesai tutup Chart Editor, maka otomatis hasil perbaikan
output tampak di Output Navigator (tempat output SPSS).

Analisis:
Terlihat karyawan yang masuk 1992 sebanyak 20% lebih dari total
karyawan, sedang yang masuk tahun 1993 sekitar 32%. Karyawan

79
terbanyak (40% lebih) masuk kerja mulai tahun 1994. Grafik di atas bisa
disimpan dengan mengklik menu File pada output tersebut, lalu pilih Save
As, kemudian beri nama BAR-l dan tempatkan pada direktori yang
dikehendaki.

B. Clustered
Bentuk Clustered ada1ah bentuk grafik (Chart) yang lebih
kompleks, dengan penyajian tiap kelompok (cluster).
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan usia karyawan yang masuk kerja pada tahun tertentu
dengan pengelompokan sesuai tingkat pendidikannya. Di sini ada tiga
variabel yang terlibat, yaitu Usia, Didik dan Masuk.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar. Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.
Sesuai keinginan, klik Clustered, kemudian pilih di bagian bawah
Summaries for groups of cases, kemudian klik Define. Tampak di
layar:

80
 Kolom Category Axis atau nilai untuk sumbu X. Sesuai tujuan
pembuatan grafik, pilih variabel masuk.
 Kolom Define Cluster by atau cara mendefinisikan kelompok.
Karena akan dikelompokkan menurut tingkat pendidikan
karyawan, maka pilih variabel didik dan pindah ke kolom
tersebut.
 Kolom Bar Represent. Di sini -sesuai kasus- karena sumbu Y
berupa variabel Usia, maka dipilih Other summary function yang
berarti akan dimasukkan nama variabel tertentu. Pilih variabel
Usia kemudian pindahkan dengan anak panah (da1am lingkungan
Bar Represent) ke kotak variable. Otomatis terlihat tulisan Mean
(usia) yang berarti akan ditampi1kan rata-rata usia karyawan. Jika
akan diganti, Anda bisa mengklik pada change summary.Namun
untuk kasus ini, abaikan change summary.

 Kolom Template diabaikan pengisiannya Klik tombol OK maka


tampak output:

81
Analisis:
Terlihat ada tiga kelompok (cluster) karyawan yang masuk 1992,
yaitu pendidikan SMA rata-rata berusia 33 tahun, AKADEMI rata-rata
berusia 35 tahun dan SARJANA rata-rata berusia 33 tahun. Demikian
seterusnya untuk kelompok data yang lain. Grafik di atas bisa disimpan
dengan nama BAR-2 dan tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

C. Stacked
Bentuk Stacked ada1ah bentuk grafik (Chart) yang mirip dengan
Cluster, hanya penyajian dilakukan menumpuk grafik ke atas.
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan gaji karyawan yang masuk kerja pada tahun tertentu
dengan pengelompokan sesuai tingkat pendidikannya. Di sini ada tiga
variabel yang terlibat, yaitu Gaji, Didik dan Masuk. Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.

82
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.
Sesuai keinginan, klik Stacked, kemudian pilih di bagian bawah
Summaries for groups of cases, kemudian klik Define. Tampak di layar
tampilan seperti pada Gambar.
 Kolom Category Axis atau nilai untuk sumbu X. Sesuai tujuan
pembuatan grafik, pilih variabel masuk.
 Kolom Define Stacks by atau cara mendefinisikan kelompok, pilih
variabel didik dan pindah ke kolom tersebut.
 Kolom Bar Represent. Di sini -sesuai kasus- karena sumbu Y
berupa variabel Gaji, maka dipilih Other summary function dan
pilih variabel Usia. Untuk kasus ini, abaikan change summary.
 Kolom Template diabaikan pengisiannya.

Klik tombol OK maka tampak output

83
Analisis:
Terlihat ada tiga kelompok (cluster) dengan penyusunan ke atas
(menumpuk), karyawan yang masuk 1993 rata-rata bergaji paling tinggi
dibandingkan karyawan yang masuk tahun 1992 ataupun tahun 1994.
Grafik di atas bisa disimpan dengan nama BAR_3 dan tempatkan pada
direktori yang dikehendaki.

Summaries of Separate Variables


Grafik jenis ini akan menampilkan ringkasan variabel secara
terpisah (separate), dan seperti dalam pembahasan terdahulu, grafik
disajikan dalam tiga Chart, yaitu Simple, Clustered dan Stacked.
A. Simple
Tujuan: Akan ditampilkan (dibandingkan) rata-rata gaji awal dan
akhir yang diterima karyawan.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.

84
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.

Sesuai keinginan, klik Simple, kemudian pilih di bagian bawah


Summaries separate variables, kemudian klik Define. Tampak di
1ayar:
 Kolom Bar Represent. Di sini harus diisi variabel yang numerik
(satuan dalam angka), hingga yang mungkin adalah gaji awal, gaji
akhir dan usia. Variabel tahun masuk tidak bisa karena '1992' di
sini adalah kode untuk tahun 1992, demikian juga untuk nomor
urut karyawan. Karena itu, sesuai tujuan pembuatan grafik, pilih
variabel gaji-aw dan gaji-ki, lalu masukkan pada bar represent.
 Kolom Template. Abaikan saja pilihan ini.

85
Klik tombol OK maka tampak output seperti di halaman berikut ini.

Terlihat pada grafik perbandingan gaji rata-rata awal dan akhir


dari karyawan (dua variabel terpisah), di mana gaji akhir lebih besar
dibanding gaji awal karyawan.

86
Grafik di atas bisa disimpan dengan mengklik menu File pada
output tersebut, lalu pilih Save As, kemudian beri nama BAR-IB dan
tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

B. Clustered
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan usia karyawan yang masuk kerja pada tahun tertentu
dengan membandingkan variabel gaji karyawan awal dan akhir.
Di sini ada tiga variabel yang terlibat, yaitu Usia, Gaji, dan Masuk.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar. Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.

Sesuai keinginan, klik austered kemudian pilih di bagian bawah


Summaries or separate variables, kemudian klik Define. Tampak di layar
tampilan seperti Gambar.
 Kolom Category Axis atau nilai untuk sumbu x. Sesuai tujuan
pembuatan grafik, pilih variabel masuk.

87
 Kolom Bar Represent. Di sini harus diisi variabel yang numerik
(satuan dalam angka). Karena itu, pilih variabel gaji-aw dan gaji-ki
dan masukkan pada bar represent-
 Kolom Template diabaikan pengisiannya.

Klik tombol OK maka tampak output

88
Analisis:
Cluster di sini ada tiga, yaitu karyawan masuk 1992, 1993 dan
1994. Sedangkan variabel yang dipisah (separate) ada dua, yaitu rata-rata
gaji awal dan kini (akhir) karyawan. Di sini terlihat rata-rata gaji tahun
1992 tertinggi dan terus menurun sampai 1994. Sedangkan rata-rata gaji
kini lebih besar dibanding gaji awal. Grafik di atas bisa disimpan dengan
nama BAR-2B dan tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

C. Stacked
Bentuk Stacked adalah bentuk grafik (Chart) yang mirip dengan
Cluster, hanya penyajian dilakukan menumpuk grafik ke atas.
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan gaji karyawan yang masuk kerja pada tahun tertentu
dengan pengelompokan gaji awal dan kini. Di sini ada tiga variabel yang
terlibat, yaitu Gaji, Didik dan Masuk. Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar:

Sesuai keinginan, klik Stacked, kemudian pilih di bagian bawah


Summaries of separate variables, kemudian klik Define. Tampak di layar:

89
 Kolom Category Axis atau nilai untuk sumbu X. Sesuai tujuan
pembuatan grafik. pi1ih variabel masuk.
 Kolom Bar Represent. Di sini -sesuai kasus- karena sumbu y
berupa variabel Gaji (perbandingan yang sesuai). maka dipi1ih
variabel gaji_aw dan gaji_ki. Abaikan pi1ihan change summary.
 Kolom Template diabaikan pengisiannya.

Klik tombol OK maka tampak output seperti di halaman berikut ini.

90
Analisis:
Terlihat ada tiga kelompok (cluster) dengan penyusunan ke atas
(menumpuk), karyawan yang masuk 1992 rata-rata bergaji pa1ing tinggi
dibandingkan karyawan yang masuk tahun 1993 ataupun tahun 1994.
Grafik di atas bisa disimpan dengan nama BAR-3B dan tempatkan pada
direktori yang dikehendaki.

Values of Individual Cases


Grafik jenis ini akan menampilkan setiap kasus secara individu,
sehingga pergerakan perubahan terlihat lebih. Dan seperti dalam
pembahasan terdahulu, grafik disajikan dalam tiga Chart, yaitu Simple,
Clustered dan Stacked.

A. Simple
Tujuan: Akan ditampilkan rata-rata gaji awal setiap karyawan.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.

91
Sesuai keinginan, klik Simple, kemudian pilih di bagian bawah
Values of Individual Cases, kemudian klik Define. Tampak di 1ayar
tampilan seperti Gambar.
 Kolom Bar Represent. Di sini harus diisi variabel yang numerik
(satuan dalam angka), dan sesuai tujuan, pilih variabel gaji-aw,
lalu masukkan pada bar represent.
 Kolom Category Labels atau keterangan sumbu kategori (dalam
hal ini sumbu X). Karena akan ditampilkan setiap karyawan' pilih
variabel karyawan, kemudian masukkan pada kolom variable.
 Di sini bisa saja dipilih Case Number (nomor kasus), karena
kebetulan variabel karyawan diwakili oleh nomor.
 Kolom Template. Abaikan saja pilihan ini.

Klik tombol OK maka tampak output:

92
Terlihat pada grafik gaji rata-rata awal lima belas karyawan.
Grafik tersebut bisa disimpan dengan mengklik menu File pada
output tersebut, lalu pilih Save As, kemudian beri llama BAR-IC dan
tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

B. Clustered
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan pergerakan gaji karyawan dengan membandingkan
variabel gaji karyawan awal dan akhir. Di sini ada tiga variabel yang
terliba4 yaitu Karyawan, Gaji-Aw dan Gaji-Ki.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.

93
Sesuai keinginan, klik austered, kemudian pilih di bagian bawah
Values of individual cases, kemudian klik Define. Tampak di layar:
 Kolom Category Labels atau nilai untuk sumbu x. Sesuai tujuan
pembuatan grafik, pilih variabel karyawan.
 Kolom Bar Represent. Di sini harus diisi variabel yang numerik
(satuan dalam angka). Karena itu, pilih variabel gaji-aw dan gaji-ki
dan masukkan pada bar represent.
 Kolom Template diabaikan pengisiannya.

94
Klik tombol OK maka tampak output seperti di halaman berikut ini.

Analisis:
Cluster di sini ada dua, yaitu gaji awal dan kini yang diterima
karyawan. Grafik di atas bisa disimpan dengan nama BAR-2C dan
tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

C. Stacked
Tujuan: Di sini akan dibuat grafik batang (Bar Chart) yang
menggambarkan pergerakan gaji karyawan dengan membandingkan
variabel gaji karyawan awal dan akhir secara stacked. Di sini ada tiga
variabel yang terlibat, yaitu Karyawan, Gaji_Aw dan Gaji_Ki.
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Bar Tampak di
layar tampi1an seperti pada Gambar.

95
Sesuai keinginan, k1ik Stacked, kemudian pilih di bagian bawah
Values or individual cases, kemudian klik Define. Tampak di layar
tampi1an seperti pada Gambar.

 Kolom Category Labels atau nilai untuk sumbu x. Sesuai tujuan


pembuatan grafik, pi1ih variabel karyawan.
 Kolom Bar Represent. Di sini harus diisi variabel yang numerik
(satuan dalam angka). Karena itu, pi1ih variabel gaji-aw dan gaji-ki
dan masukkan Dada bar represent

96
 Kolom Template diabaikan pengisiannya.
KIik tombol OK maka tampak output:

Analisis: Terlihat ada dua kelompok (cluster) dengan penyusunan


ke atas (menumpuk). Grafik di atas bisa disimpan dengan nama BAR-3C
dan tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

1.7.2. Penyajian Pie Chart dengan SPSS


Grafik jenis pie mempunyai option-option yang mirip dengan grafik Bar atau Line,
hanya lebih sederhana. Grafik Pie biasanya dipakai untuk menyajikan data-data
kualitatif. Di sini akan dibahas penggunaan beberapa alternatif pemakaian grafik
Pie. Sedangkan kasus yang digunakan tetap sama.6

Summaries of Groups of Cases


Tujuan: Akan ditampilkan Grafik Pie karyawan berdasarkan
tingkat pendidikan dan tahun masuk karyawan.
6
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

97
Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Pie Tampak di
layar:

Sesuai keinginan, klik Summaries of groups of cases, kemudian


klik Define. Tampak di layar:
 Kolom Slice Represent. Di sini harus diisi variabel yang
nonnumerik (satuan bukan dalam angka). Karena itu, sesuai
tujuan pembuatan grafik, pilih variabel masuk, lalu klik Other
Summary function, dan masukkan variabel masuk pada slices
represent-
 Kolom Define Slices by, isi didik.
 Kolom Template. Abaikan saja pilihan ini.

98
Klik tombol OK maka tampak output:

Analisis:
Ter1ihat pada grafik (dengan tipe Pie) jumlah yang hampir
berimbang antara 1u1usan SMA < AKADEMI dan SARJANA yang masuk
tahun 1992, 1993 dan 1994. Grafik di atas bisa disimpan dengan mengklik
menu File pada output tersebut, lalu pilih Save As..., kemudian beri nama
PIE-l dan tempatkan pada direktori yang dikehendaki.

Summaries of Separate Variables


Grafik jenis ini akan menampilkan ringkasan variabel secara
terpisah (separate).
Tujuan: Akan ditampilkan (dibandingkan) rata-rata gaji awal dan
akhir yang diterima karyawan dengan tipe grafik Pie.

Langkahnya:
 Buka file Karyawan di atas.

99
 Dari baris menu pilih menu Graph, kemudian pilih Pie Tampak di
layar tampilan seperti pada Gambar.

 Sesuai keinginan, klik Summaries of separate variables, kemudian


klik Define. Tampak di layar:
 Kolom Slice Represent. Di sini justru harus diisi variabel yang
numerik (satuan dalam angka). Karena itu. sesuai tujuan
pembuatan grafik. pilih variabel gaji_aw dan gaji_ki, lalu
masukkan variabel tersebut pada slices represent. Change
Summary diabaikan saja (default pada SUM atau akan
dibandingkan jumlah masing-masing data).
 Kolom Template. Abaikan saja pilihan ini.

Klik tombol OK maka tampak output seperti di halaman berikut ini

100
Analisis:
Terlihat bahwa gaji kini mempunyai jumlah (SUM) yang lebih
banyak sedikit dibandingkan jumlah gaji awal karyawan. Grafik di atas bisa
disimpan dengan mengk1ik menu File pada output tersebut, lalu pilih
Save As, kemudian beri nama PIE-2 dan tempatkan pada direktori yang
dikehendaki.

1.7.3. Penyajian Bar Chart dengan Excel


KASUS:
PT Citra Rasa yang memproduksi roti dengan berbagai rasa
mempunyai data produksi untuk satu bulan sebagai berikut:

JUMLAH PRODUKSI PERSENTASE


JENIS ROTI
(BUAH/BULAN) (%)
ROTI RASA DURIAN 3400 23,78
ROTI RASA COKLAT 2450 17,13
ROTI RASA KEJU 1450 10,14
ROTI RASA SUSU 4500 31,47
ROTI RASA NANAS 2500 17,48
TOTAL 14300 100,00

101
Laporan data di atas untuk lebih komunikatif dan menarik akan
disajikan dalam bentuk grafis, dalam hal ini disajikan dengan bentuk
batang (bar) dan bentuk lingkaran.7

Langkah-langkah pembuatan Bar Chart (Diagram Batang):


1. Pilih Menu utama Insert dengan mouse atau Keyboard (dengan
menekan tombol Alt dan I), lalu pilih menu Chart yang terdapat
pada menu insert tersebut.

7
Dimodifikasi dari Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2001)

102
2. Tampak pada gambar berikut:

Tulisan di atas menu “Chart Wizard – Step 1 of 4 – Chart Type”


menandakan ada empat langkah pembuatan diagram dan sekarang ada
pada tahapan pertama.
3. Tahap pertama adalah memilih tipe diagram yang akan dibuat
(Chart Type). Untuk itu klik menu pilihan Standard Type dan pilih
menu Bar dengan cara meletakkan pointer pada pilihan tersebut.
Dengan mengklik mouse pada pilihan Bar, maka akan muncul
kotak hitam panjang pada menu tersebut. Dengan menekan tombol next
> yang ada di bawah menu, kita memasuki tahap kedua.
Perlu diperhatikan, selain pilihan Standard Types, ada pula pilihan
Custom Types. Pilihan Custom Types secara prinsip sama dengan
Standard Types, yaitu memuat jenis-jenis diagram dalam berbagai
bentuk. Jika standard types memuat bentuk-bentuk diagram yang
standar dan sering dipakai secara formal, Custom Types memperluas dan
memperkaya pilihan-pilihan pada Standard Types.

103
4. Tampak pada gambar:

Ada dua hal yang dikerjakan dalam menu ini, yaitu menentukan
range data yang akan dibuat Bar Chart-nya dan menamai masing-masing
jenis datanya.
5. Untuk menentukan range data yang akan dibuat diagramnya
pada pilihan Data Range, ketik B3:B7 yang berarti daerah yang
dipilih adalah sel B3 sampai dengan B7. Perhatikan di sini sel B8
yang berisi total produksi tidak perlu diikutsertakan, karena yang
dibutuhkan adalah perincian produksi, bukan total produksi.

6. Untuk kolom “Series in:” dipilih Rows karena akan disusun


diagram berdasarkan pada isi tiap baris (satu seri). Tampak pada
gambar

104
7. Mengisi nama-nama (pilihan Series):
Untuk mengisi Series, dengan mengklik mouse pada pilihan
tersebut, maka sesuai pilihan pada data range di atas, ada lima series
yang harus diberi nama. Untuk itu, pada pilihan Series 1 (klik tulisan
Series 1, lalu tempatkan pointer pada kotak putih pada sisi kiri name),
ketik DURIAN, sesuai jenis roti pertama. Jika benar, maka baris Series 1
akan berganti menjadi DURIAN.

105
Demikian seterusnya untuk Series2, dengan mengklik pilihan
series2 dan ketik COKLAT, maka Series2 menjadi COKLAT.

106
Series 3, 4, dan 5 dengan cara yang sama diberi nama KEJU, SUSU
dan NANAS. Dengan mengisi range data dan Series yang benar, maka
sekilas di monitor sudah tampak Bar Chart yang dikehendaki.

Untuk SUSU dan NANAS

107
8. Tekan Next> untuk melanjutkan step berikutnya.
9. Tampak gambar berikut:

10. Langkah berikutnya adalah melengkapi diagram yang dibuat.


Untuk keseragaman, bias diisi keterangan sebagai berikut:

108
Untuk pilihan Titles (Judul)
Chart title (Judul Bagan) diisi Produksi Roti “Citra Rasa”
Category (X) Axis (Kategori/macam data) diisi dengan Jenis Roti
Value (Y) Axis (nilai data) diisi Roti (buah/bulan)
Perlu diperhatikan, dalam Bar Chart, Category Axis adalah sumbu Y,
sedang Value Axis adalah sumbu X.
Tampak pada gambar:

Untuk pilihan Axes (Nilai Interval yang ada pada sumbu X dan Y)
Beri tanda  pada pilihan Y Axis saja, dengan pilihan pada category (X)
Axis ditiadakan, karena jenis Roti sudah diwakili oleh nama-nama series-
nya. Jika tanda  yang ada di kiri pilihan dihilangkan, maka nilai-nilai yang
ada di sekitar sumbu X dan Y akan hilang pula. Tampak pada gambar:

109
Untuk pilihan Gridlines (Garis-garis Pemandu)
Pilihan pada Major Gridlines akan memberi garis-garis yang lebih
sedikit daripada pilihan Minor Gridlines. Untuk data yang sedikit dan
sederhana, biasanya tidak diperlukan garis-garis yang banyak. Karena itu,
untuk keseragaman, pilih Major Gridlines untuk Value (Y) Axis saja,
dengan memberi tanda () hanya pada pilihan tersebut. Tampak pada
gambar:

110
Untuk pilihan Legend (Nama Simbol)
Di sini akan ditunjukkan nama-nama simbol dengan memilih
pilihan “Show Legend”. Sedang untuk penempatan (Placement) Legend,
untuk keseragaman isi Legend akan ditempatkan di atas diagram dengan
mengklik pilihan Top. Tampak pada gambar:

Untuk pilihan Data labels (Label angka pada tiap data)


Di sini label data tidak perlu ditunjukkan, karena itu pilih None
untuk pilihan ini.

111
Untuk pilihan Data Table (tabel data yang ada di bawah Diagram).
Di sini table data tidak perlu ditunjukkan, karena itu pilihan ini diabaikan
saja.

11. Jika semua isian sudah dianggap benar, tekan Next> untuk
melanjutkan step berikutnya.
12. Tampak gambar berikut:

112
13. Step terakhir ini pada dasarnya membahas penempatan diagram
yang telah dibuat, apakah akan ditempatkan pada Worksheet
yang sama dengan Worksheet data (As Object in), ataukah pada
worksheet yang lain namun masih dalam workbook yang sama (As
new sheet). Untuk keseragaman, diagram akan ditempatkan pada
worksheet yang sama. Untuk itu, klik pilihan As New sheet.
14. Setelah semua step diisi dan dianggap benar, tekan tombol
Finish> untuk mengakhiri pengisian step-step yang ada dan
diagram yang sudah lengkap bisa dilihat pada monitor berikut:

Bar Chart di atas jika penempatannya pada worksheet dianggap


kurang tepat, bisa digeser dengan menempatkan pointer di dalam gambar

113
(Chart Area). Lalu dengan mengklik gambar tersebut akan tampak
delapan kotak hitam kecil di sudut-sudut gambar. Kemudian tekan mouse
dan gerakkan gambar pada tempat yang dikehendaki, lalu lepaskan
mouse. Juga Bar Chart di atas bias diperbesar atau diperkecil serta
dimodifikasi sesuai dengan yang dikehendaki.

1.7.4. Penyajian Pie Chart dengan Excel


KASUS
PT Citra Rasa yang memproduksi roti dengan berbagai rasa
mempunyai data produksi untuk satu bulan sebagai berikut:

JUMLAH PRODUKSI PERSENTASE


JENIS ROTI
(BUAH/BULAN) (%)
ROTI RASA DURIAN 3400 23,78
ROTI RASA COKLAT 2450 17,13
ROTI RASA KEJU 1450 10,14
ROTI RASA SUSU 4500 31,47
ROTI RASA NANAS 2500 17,48
TOTAL 14300 100,00

Langkah-langkah Pembuatan Pie Chart8


1. Pilih Menu utama Insert, lalu pilih menu Chart yang terdapat
pada menu Insert tersebut.

8
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

114
2. Tampak gambar berikut:

Tulisan di atas menu 'Chart Wizard -Step 1 of 4 -Chart Type'


menandakan ada 4 step (langkah) pembuatan Diagram dan sekarang ada
pada tahapan pertama.
3. Tahap pertama adalah memilih tipe diagram yang akan dibuat
(Chart Type). Untuk itu, klik mouse pada menu pilihan Standard

115
Type dan pilih menu Pie dengan cara meletakkan pointer pada
pilihan tersebut. Seperti terlihat pada gambar:

4. Dengan mengklik Pie, maka akan muncul kotak hitam panjang


pada menu tersebut. Dengan menekan tombol Next > yang ada di
bawah menu, kita memasuki tahap kedua.
5. Tampak gambar berikut:

116
Ada dua hal yang dikerjakan dalam menu ini, yaitu menentukan
range data yang akan dibuat bar chart-nya dan menamai masing-masing
jenis datanya.
6. Menentukan range data (pilihan Data Range):
Perhatikan bahwa untuk membuat Pie Chart, maka data yang
akan diambil adalah dalam persentase, karena Pie Chart memang
menggambarkan data da1am persentase masing-masing. Karena itu,
untuk menentukan range data yang akan dibuat diagramnya pada pilihan
Data Range, ketik C3:C7 yang berarti daerah yang dipilih adalah sel C3
sampai dengan sel C7. Perhatikan, di sini sel C8 yang berisi total produksi
tidak perlu diikutsertakan, karena yang dibutuhkan adalah perincian
produksi, bukan tota1 produksi.
Untuk kolom 'Series in:', berbeda dengan pilihan pada Bar Chart,
di sini justru harus dipilih Columns karena Pie hanya mengenal satu kolom
saja. Seperti pada gambar:

117
7. Mengisi nama-nama(pilihan Series):
Untuk mengisi nama-nama, pilih pilihan Category Labels dan ketik
A3..A7 yang berarti label nama sesuai dengan isi sel A3 sampai A7 yang
adalah nama-nama roti. Hal ini agak berbeda dengan penulisan satu
persatu pada pengisian nama Bar Chart.
Dengan mengisi range data dan Series yang benar, maka sekilas di
monitor sudah tampak Pie Chart yang dikehendaki.

118
Sehingga tampak:

8. Tekan Next > untuk melanjutkan step berikutnya.


9. Tampak gambar berikut:

119
10. Langkah berikutnya adalah melengkapi diagram yang dibuat.
Untuk keseragaman, bisa diisi keterangan sebagai berikut: Untuk
pilihan Titles (Judul):
Chart title (Judul Bagan) diisi Produksi Roti 'CITRA RASA ', seperti
pada gambar:

Untuk Pie Chart, pilihan yang lain seperti pada Bar Chart tidak
diperlukan (ditandai oleh Excel dengan warna yang lebih kabur dan tidak
ada fasilitas pengisian berupa kotak putih panjang).

Untuk pilihan Legend (Nama Simbol)


Di sini akan ditunjukkan nama-nama simbol dengan memilih
pilihan 'Show Legend'. Sedang untuk penempatan (Placement) Legend,
untuk keseragaman isi Legend akan ditempatkan di atas diagram dengan
mengklik mouse pada pilihan Top, seperti pada gambar:

120
Untuk pilihan Data Labels (Label angka pada tiap data)
Di sini label data bisa ditunjukkan sesuai kegunaan Pie Chart, yaitu
dengan memilih pilihan Show Percent yang akan menampakkan isi data
dalam persen yang sudah dibulatkan., seperti pada gambar:

Pilihan di bawah, yaitu Legend Key Next to Label atau


penampilan data angka ada di dekat bagian lingkaran yang mewakili data
tersebut, serta pilihan Show Leader Lines atau garis pembantu jika

121
datanya banyak, bisa diabaikan karena tidak terlalu mempengaruhi
penampilan Pie Chart, kecuali data yang terwakili dalam Pie Chart
berjumlah besar.
11. Tampak Gambar berikut:

12. Step terakhir ini pada dasarnya membahas penempatan Diagram


yang te1ah dibuat, apakah akan ditempatkan pada worksheet
yang sama dengan worksheet data (As object in), ataukah pada
worksheet yang lain namun masih dalam workbook yang sama (As
new sheet). Untuk keseragaman, Diagram akan ditempatkan pada
lembar kerja (worksheet) yang sama. Untuk itu, klik pilihan 'As
new sheet'.
13. Setelah semua step selesai diisi dan dianggap benar, tekan tombol
Finish > untuk mengakhiri pengisian step-step yang ada dan
diagram yang sudah 1engkap bisa dilihat pada monitor sebagai
berikut:

122
Pie Chart di atas jika penempatannya pada worksheet dianggap
kurang tepat. Bisa digeser dengan menempatkan pointer di dalam gambar
(Chart Area). Lalu dengan mengklik gambar tersebut akan tampak
delapan kotak hitam kecil di sudut-sudut gambar. Kemudian tekan mouse
dan gerakkan gambar pada tempat yang dikehendaki. Lalu lepaskan
mouse. Juga Bar Chart di atas bisa diperbesar ataupun diperkecil serta
dimodifikasi sesuai yang dikehendaki.

1.8. Studi Kasus


Studi Kasus 1:
Di bawah ini adalah Laporan Keuangan PT (Persero) Indosat yakni
tentang Laporan Pendapatan Usaha dan Biaya Usaha. Dengan langkah-
langkah kerja di atas, tampilkan laporan di bawah ini dalam bentuk bar
chart (terdapat dua grafik yaitu grafik pada tahun 1990 dan tahun 1991).
Yang berupa:

123
1. Grafik pendapatan Usaha PT Persero Indosat pada tahun 1991
2. Grafik bar (bar Chart) Biaya Usaha PT Persero Indosat pada tahun
1991
3. Grafik pendapatan Usaha PT Persero Indosat pada tahun 1990
4. Grafik bar (bar Chart) Biaya Usaha PT Persero Indosat pada tahun
1990

LAPORAN RUGI/LABA KOMPARATIF


TAHUN 1991 DAN 1990 (Dalam Rupiah)
PENDAPATAN USAHA
PENDAPATAN USAHA 1991 1992
Pendapatan Telepon 500,072,973,712 374,190,288,735
Pendapatan Telex 45,781,636,706 46,909,831,415
Pendapatan Telegram 1,784,419,180 2,197,520,506
Pendapatan Saluran Langsung
3,170,229,750 3,115,398,566
Telegrap
Pendapatan Saluran Langsung Suara/
11,527,726,875 11,874,759,296
Data
Pendapatan Televisi 2,055,096,225 1,867,905,526
Pendapatan Komunikasi Data 3,520,697,138 2,017,275,160
Pendapatan TTC&M / TDMA 1,800,177,700 2,039,198,400
Pendapatan IBS/VSAT 3,498,712,494
Jumlah Pendapatan Usaha 573,211,669,780 444,212,177,604
Sumber: Laporan Keuangan PT (Persero) Indosat

BIAYA USAHA
BIAYA USAHA 1991 1990
Biaya Operasi 221,014,009,286 147,791,695,959
Biaya Pegawai 32,564,086,856 24,546,526,184
Biaya Penyusutan Aktiva 16,331,139,543 15,899,406,891
Biaya Perawatan 11,556,980,688 5,904,064,632
Biaya Administrasi & Umum 11,011,554,093 7,077,368,711
Jumlah Biaya Usaha 292,477,770,466 201,219,062,377
Sumber: Laporan Keuangan PT (Persero) Indosat

124
Studi Kasus 2:
Di bawah ini adalah Perkembangan Laporan Keuangan PT
(Persero) Indosat yakni tentang Laporan Pendapatan Usaha dan Biaya
Usaha (Tahun 1987 – 1991).

PERKEMBANGAN LAPORAN KEUANGAN 1987-1991


PT. (PERSERO) INDOSAT
PENDAPATAN
1991 1990 1989 1988 1987
USAHA
Pendapatan Telepon 500,073 374,190 278,937 231,725 181,052
Pendapatan Telex 45,781 46,910 49,107 55,668 58,864
Pendapatan
1,784 2,197 2,396 2,338 2,379
Telegram
Pendapatan Saluran
3,170 3,115 3,057 3,351 3,633
Langsung Telegrap
Pendapatan Saluran
Langsung Suara/ 11,528 11,875 8,318 6,321 5,346
Data
Pendapatan Televisi 2,055 1,868 957 986 883
Pendapatan
3,521 2,017 1,160 806 294
Komunikasi Data
Pendapatan TTC&M/
1,800 2,039 4,346 4,402 4,239
TDMA
Jumlah Pendapatan
569,712 444,211 348,278 305,597 256,690
Usaha

BIAYA USAHA 1991 1990 1989 1988 1987


Biaya Operasi 221,014 147,792 95915 87263 73309
Biaya Pegawai 32,564 24,546 15954 13543 11485
Biaya Penyusutan Aktiva 16,331 15,899 14124 7943 6683
Biaya Perawatan 11,447 5,904 8014 3042 4196
Biaya Administrasi & Umum 11,011 7,077 8975 7256 5991
Jumlah Biaya Usaha 292,367 201,218 142982 119047 101664

Dengan langkah-langkah seperti di atas, buatlah grafik bar (chart


bar) untuk perbandingan Pendapatan Telepon dan perbandingan Biaya
Operasi pada tahun 1989 -1991.

125
Studi Kasus 3:
Di bawah ini adalah Perkembangan Laporan Keuangan PT
(Persero) Indosat yakni tentang Laporan Pendapatan Usaha dan Biaya
Usaha (Tahun 1987 – 1991).

PERKEMBANGAN LAPORAN KEUANGAN 1987-1991


PT. (PERSERO) INDOSAT
PENDAPATAN
1991 1990 1989 1988 1987
USAHA
Pendapatan Telepon 500,073 374,190 278,937 231,725 181,052
Pendapatan Telex 45,781 46,910 49,107 55,668 58,864
Pendapatan
1,784 2,197 2,396 2,338 2,379
Telegram
Pendapatan Saluran
3,170 3,115 3,057 3,351 3,633
Langsung Telegrap
Pendapatan Saluran
Langsung Suara/ 11,528 11,875 8,318 6,321 5,346
Data
Pendapatan Televisi 2,055 1,868 957 986 883
Pendapatan
3,521 2,017 1,160 806 294
Komunikasi Data
Pendapatan TTC&M/
1,800 2,039 4,346 4,402 4,239
TDMA
Jumlah Pendapatan
569,712 444,211 348,278 305,597 256,690
Usaha

BIAYA USAHA 1991 1990 1989 1988 1987


Biaya Operasi 221,014 147,792 95915 87263 73309
Biaya Pegawai 32,564 24,546 15954 13543 11485
Biaya Penyusutan Aktiva 16,331 15,899 14124 7943 6683
Biaya Perawatan 11,447 5,904 8014 3042 4196
Biaya Administrasi & Umum 11,011 7,077 8975 7256 5991
Jumlah Biaya Usaha 292,367 201,218 142982 119047 101664

Dengan langkah-langkah yang sama dengan di atas buatlah Pie


Chart terhadap Pendapatan Usaha dan Biaya Usaha pada tahun 1991.

126
BAB II
PENYUSUNAN TABEL DISTRIBUSI FREKUENSI

2.1. Tahapan Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi


Distribusi frekuensi atau tabel frekuensi adalah suatu tabel yang
banyaknya kejadian/frekuensi didistribusikan ke dalam kelompok-
kelompok (kelas-kelas) yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mengatur
data mentah (belum dikelompokkan) ke dalam bentuk yang rapi dengan
tidak mengubah inti informasi yang ada. Untuk menyajikan data mentah
yang diperoleh dari populasi atau sampel menjadi data yang tertata
dengan baik, sehingga bermakna informasi bagi pengambilan keputusan
manajerial. Maksud itu dapat diawali dengan menyusun data mentah ke
dalam urutan yang sistematis (dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar
atau sebaliknya) atau sering juga disebut data terurut atau array data
Adapun tahapan penyusunan tabel distribusi frekuensi, adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan Jumlah Kelas
Banyak kelas yang dipakai tergantung pada selera analis yakni
disesuaikan dengan tujuannya. Biasanya yang ideal antara 7 dan 15 kelas
dan paling banyak 20. Jumlah kelas hendaknya ditentukan sedemikian
rupa sehingga semua data yang diobservasi dapat masuk seluruhnya.
Menentukan banyaknya kelas sering kali menggunakan rumus Sturges
yaitu :
Jumlah kelas = 1 + 3,3 log N
di mana n = jumlah data observasi

2. Menentukan Interval Kelas


Adapun aturan menentukan interval kelas adalah sebagai berikut:
- Sedapat mungkin, lebar (interval) kelas dibuat sama.

127
- Sedapat mungkin menghindari kelas terbuka.
- Sebaiknya kelas interval menggunakan 5 atau kelipatan 5 seperti
10, 20, 25, dan seterusnya untuk mempermudah perhitungan
lebih lanjut serta dalam menggambarkannya.
- Besarnya interval kelas sangat dipengaruhi oleh jumlah data dan
besarnya rentang (range) data bersangkutan.
Rumus Sturges untuk menentukan besarnya interval kelas:
Range ( Jarak )
Interval Kelas 
Banyak kelas

3. Memasukkan Frekuensi pada kelas-kelas dan memasukkannya


Tahap terakhir dalam menyusun tabel frekuensi adalah
memasukkan masing-masing frekuensinya ke dalam masing-masing
frekuensinya ke dalam masing-masing kelas dan menjumlahkannya.
Adapun syarat-syarat penyusunan tabel distribusi frekuensi yang
baik adalah sebagai berikut:
1. Tabel frekuensi hendaknya mempunyai nomor tabel, judul tabel,
dan satuan.
2. Banyaknya kelas sedapat mungkin ditentukan dengan
menggunakan pedoman Sturges.
3. Menghindarkan adanya kelas terbuka, karena kelas terbuka tidak
ada batasnya.
4. Menghindarkan dari interval kelas yang tidak sama (unequal class
interval)
5. Menghindari kelas berulang (overlapping class)
6. Sumber data hendaknya disebutkan untuk pengecekan kembali
apabila terdapat keraguan terhadap data.

2.2. Contoh Soal Penyusunan Distribusi Frekuensi


Studi Kasus: Di bawah ini terdapat data Nilai Ujian Statistik 50
Mahasiswa Politeknik Batam Tahun 2001

128
Tabel 2.1 Contoh Soal Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi
55 48 22 49 78 59 27 41 68 54
34 80 68 42 73 51 76 45 32 53
66 32 64 47 76 58 75 60 35 57
73 38 30 44 54 57 72 67 51 86
25 37 69 71 52 25 47 63 59 64

Sesuai dengan tahapan penyusunan tabel distribusi frekuensi,


sebagai berikut:
1. Menentukan Jumlah Kelas
Jumlah kelas = 1 + 3,3 log N
Jumlah Kelas = 1 +3,3 log 50
= 1 + 5,6
= 6,6 Maka diambil jumlah kelas adalah 7.
2. Menentukan Interval Kelas
Jika 22 dan 86 merupakan nilai terkecil dan terbesar, maka
perhitungan lebar kelas adalah sebagai berikut:

Setelah interval kelas ditemukan, tidak harus digunakan interval


kelas 9,14. Berapa besar interval kelas yang akan digunakan ditentukan
secara sebarang, asal tidak kurang dari 9,14 karena dapat menyebabkan
tidak diikutsertakannya satu atau beberapa nilai data ke dalam salah satu
kelas yang ada. Dalam hal ini digunakan interval kelas 10 karena kelipatan
10 lebih mudah dimengerti.

3. Memasukkan data

Kelas Ke- Interval Kelas Data yang tercakup


1 20 – 29 22, 25, 25, 27
2 30 – 39 30, 32, 32, 34, 35, 37, 38
3 40 – 49 41, 42, 44, 45, 47, 48, 49
4 50 – 59 51, 51, 52, 53, 54, 54, 55, 57, 57, 58, 59, 59

129
Kelas Ke- Interval Kelas Data yang tercakup
5 60 – 69 60, 63, 64, 64, 66, 67, 68, 68, 69
6 70 – 79 71, 72, 73, 75, 75, 76, 76, 78
7 80 – 89 80, 86
Total 50

Sehingga Distribusi Frekuensi Nilai Ujian 50 Mahasiswa Politeknik


Batam 2010 adalah:

Tabel 2.2 Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Ujian Statistik 50 Mahasiswa


Politeknik Batam Tahun 2010 (Contoh)
Kelas Ke- Interval Kelas Banyaknya Mahasiswa
1 20 – 29 4
2 30 – 39 7
3 40 – 49 8
4 50 – 59 12
5 60 – 69 9
6 70 – 79 8
7 80 – 89 2
Total 50

Berikut adalah histogram dari tabel distribusi frekuensi:

Histogram dengan Interval Kelas


Sama

15

10

0
20 - 29 30 - 39 40 - 49 150 - 59 60 - 69 70 - 79 80 - 89

Gambar 2.1 Histogram Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Ujian Statistik 50


Mahasiswa Politeknik Batam Tahun 2010 (Contoh)

130
2.3. Penentuan Distribusi Frekuensi Relatif dan Kumulatif
2.3.1. Distribusi Frekuensi Relatif
Distribusi frekuensi relatif disusun melalui pembagian masing-
masing frekuensi kelas dengan seluruh frekuensi dan dinyatakan dalam
persen. Distribusi frekuensi relatif terutama berguna di dalam
membandingkan beberapa distribusi yang memiliki jumlah frekuensi yang
berbeda. Berdasarkan tabel distribusi frekuensi tersebut di atas, berikut
adalah distribusi frekuensi relatifnya:

Tabel 2.3 Tabel Distribusi Frekuensi Relatif (Contoh Soal)


Interval Kelas
Banyak Mahasiswa Frekuensi Relatif (%)
Nilai Ujian
20 – 29 4 8,00%
30 – 39 7 14,00%
40 – 49 8 16,00%
50 – 59 12 24,00%
60 – 69 9 18,00%
70 – 79 8 16,00%
80 – 89 2 4,00%
50 100,00%

2.3.2. Distribusi Frekuensi Kumulatif


Di samping menyatakan banyaknya observasi dalam suatu
interval, sering kali ingin diketahui pula banyaknya observasi yang ada di
atas atau di bawah suatu nilai tertentu. Tujuan tersebut dapat dicapai
dengan menyusun suatu distribusi frekuensi kumulatif seperti pada tabel
berikut (baik dihitung dari atas maupun dari bawah). Frekuensi kumulatif
dari atas (lebih kecil atau sama dengan ) dimulai dengan frekuensi
pertama, 4, kemudian ditambahkan dengan frekuensi berikutnya, 7,
diperoleh 11, begitu seterusnya. Frekuensi kumulatif dari bawah (sama
dengan atau lebih besar ) dimulai dengan frekuensi terbawah, 2,
kemudian ditambahkan dengan frekuensi berikutnya, 8, sehingga
diperoleh 10, dan seterusnya. Ogive adalah penyajian secara grafis yang
berupa diagram garis dari suatu distribusi frekuensi kumulatif. Frekuensi

131
kumulatif kurang dari () mempunyai ogive dari kiri ke bawah naik ke
kanan atas, sedangkan frekuensi kumulatif lebih dari () mempunyai
ogive yang turun dari kiri atas ke kanan bawah.
Berikut adalah distribusi frekuensi kumulatif dari latihan soal
penyusunan tabel distribusi frekuensi di atas:

Tabel 2.4 Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari (Contoh Soal)
Banyak Frekuensi Kumulatif
Interval Kelas Penjelasan
Mahasiswa ()
Kurang dari 20 0
20 – 29 4 Kurang dari 30 4
30 – 39 7 Kurang dari 40 11
40 – 49 8 Kurang dari 50 19
50 – 59 12 Kurang dari 60 31
60 – 69 9 Kurang dari 70 40
70 – 79 8 Kurang dari 80 48
80 – 89 2 Kurang dari 90 50
50
Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang dari

Gambar 2.2 Grafik Distribusi Frekuensi Kumulatif Kurang Dari (Contoh


Soal)

132
Tabel 2.5 Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari (Contoh Soal)
Interval Kelas Banyak Mahasiswa Penjelasan Frekuensi Kumulatif ()
20 – 29 4 20 atau lebih 50
30 – 39 7 30 atau lebih 46
40 – 49 8 40 atau lebih 39
50 – 59 12 50 atau lebih 31
60 – 69 9 60 atau lebih 19
70 – 79 8 70 atau lebih 10
80 – 89 2 80 atau lebih 2
90 atau lebih 0
50
Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih dari

Gambar 2.3 Grafik Distribusi Frekuensi Kumulatif Lebih Dari (Contoh


Soal)

2.4. Praktik Komputer: Penyusunan Tabel Distribusi Frekuensi


dengan Excel
Tujuan dari penyusunan tabel distribusi frekuensi adalah untuk mengatur data
mentah (belum dikelompokkan) ke dalam bentuk yang rapi dan sistematis tanpa
mengurangi inti informasi yang ada. Atau dengan kata lain distribusi frekuensi

133
adalah suatu pengelompokan data berdasar kemiripan ciri yang memberikan
9
bentuk susunan data yang rapi dan siap dipakai.

A. Data yang Dipakai


Data penjualan sepatu di Pulau Jawa.

B. Kasus
PT “Sukses Jaya” yang memproduksi sepatu merek Sukses ingin
memperoleh gambaran mengenai penjualan sepatunya yang tersebar di
seluruh Pulau Jawa. Untuk itu, dikumpulkan data penjualan sepatu
tersebut selama sebulan di daerah Jawa. Seperti terlihat pada tabel 1 di
bawah ini

No. Daerah Sepatu (buah)


1 Jakarta 1450
2 Bekasi 1200
3 Tangerang 1000
4 Bogor 950
5 Ciamis 450
6 Cirebon 480
7 Bandung 1100
8 Cilegon 680
9 Cianjur 580
10 Semarang 1150
11 Tegal 400
12 Kebumen 500
13 Pekalongan 800
14 Kudus 750
15 Rembang 540
16 Magelang 650
17 Purwokerto 980
18 Solo 1050
19 Salatiga 700
20 Yogyakarta 1000

9
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2000)

134
No. Daerah Sepatu (buah)
21 Surabaya 1350
22 Mojokerto 700
23 Gresik 650
24 Madiun 950
25 Kediri 500
26 Lamongan 450
27 Blitar 740
28 Sidoarjo 800
29 Banyuwangi 540
30 Malang 680
31 Bojonegoro 740

Untuk penggambaran data di atas, digunakan distribusi frekuensi


yang dalam Excel bisa diperoleh dengan dua cara, yaitu:
 Menggunakan Data Analysis
 Menggunakan fungsi FREQUENCY

C. Penyusunan Distribusi Frekuensi dengan Bantuan Data Analysis


Ada dua tahap penyelesaian, yaitu pembuatan BIN RANGE dan
penyelesaian dengan Histogram.
Pertama adalah tahapan pembuatan BIN Range. Karena akan
dibuat distribusi frekuensi, maka terlebih dahulu disusun interval kelas,
jumlah kelas, dsb., yang dalam Excel disebut dengan istilah BIN. Langkah
penyusunan kerangka distribusinya adalah sebagai berikut:
 Melihat range (perbedaan) data terbesar dan terkecil
Range = Data terbesar - Data terkecil
= 1450 – 400
= 1050
 Menentukan jumlah kelas.
Jumlah kelas bisa ditentukan dengan rumus tertentu atau dengan
melihat keperluan yang ada. Dalam hal ini, dengan 31 data yang ada,
jumlah kelas sebanyak lima sudah memadai.

135
 Menentukan Lebar Interval
Lebar interval = Range
Jumlah Kelas
= 1050
5
= 210
 Untuk keperluan praktis dan mudah dibaca, angka 210 tersebut
dibulatkan ke bawah menjadi 200.
 Menyusun kerangka distribusi frekuensi atau BIN RANGE
Dengan data pada langkah di atas, kerangka distribusi frekuensi
tersebut adalah:

Penjualan Sepatu (Pasang) Frekuensi


Sampai dengan 400
400 sampai dengan 600
600 sampai dengan 800
800 sampai dengan 1000
1000 sampai dengan 1200
Di atas 1200

Kerangka di atas hanyalah sebagai contoh pembuatan tabulasi,


dalam praktik tentu bisa terjadi berbagai variasi. Kerangka di atas
kemudian ditempatkan pada Excel untuk pembuatan tabel distribusi
frekuensi.
 Tempatkan pointer pada sel C1 dan ketik BIN untuk mengisi sel
tersebut.
 Dengan memperhatikan kerangka distribusi frekuensi seperti
tabel di atas, ketik sel-sel berikut untuk mengisi BIN dari Excel:

NAMA SEL KETIK (ISI)


C3 400
C4 600
C5 800
C6 1000
C7 1200

136
Perhatikan isi tabel di atas 1200 tidak perlu diikutkan karena Excel
otomatis akan membuat sel tersebut pada output-nya. Dengan demikian
BIN yang diperlukan untuk penyusunan Distribusi Frekuensi sudah selesai
dibuat.

D. Pengisian Histogram
Langkah-langkah dalam pengisian histogram adalah sebagai berikut:
1. Pilih menu Tools, lalu buka pilihan Data Analysis (biasanya
terletak paling bawah) yang ada pada menu Tools tersebut.

2. Tampak gambar serangkaian alat analisis.


3. Dari serangkaian alat analisis statistik tersebut, sesuai dengan
kebutuhan pada kasus, pilih Histogram, lalu tekan OK.

137
4. Tampak pada gambar

5. Untuk Input Range, yang adalah data penjualan sepatu, bisa


dilakukan dengan mengetikkan B3…B33 (data berupa angka yang
akan dianalisis). Perhatikan sel B1 dan B2 JANGAN
DIIKUTSERTAKAN, karena isinya bukan angka. Atau dapat juga
mengklik ikon yang terletak di kanan kotak putih pada baris Input
Range. Terlihat gambar berikut:

138
Gerakkan pointer mouse (yang sekarang berubah menjadi tanda
+) ke sel yang akan dituju, yaitu B33, lalu lepaskan kontrol mouse. Jika
benar, maka pada sel B3 sampai B33 dikelilingi oleh garis-garis kecil yang
bergerak-gerak. Setelah itu, tekan ikon di kanan range Histogram untuk
kembali ke menu semula (menu Histogram).
Adapun data yang telah diketikkan adalah:

Setelah diproses, hasilnya adalah sebagai berikut:

139
6. Ulangi prosedur di atas untuk BIN RANGE dengan range C3.. C7,
sehingga

7. Untuk kolom Labels, untuk keseragaman, bisa dilewati atau


diabaikan saja, karena jika ditampilkan hanya memberi
keterangan judul (label) pada output yang mengutip keterangan
baris pertama.
8. Pilihan pengisian output (Output Options)
Untuk keseragaman, output akan ditempatkan pada workbook
dan worksheet yang sama, hanya pada range yang berbeda, tepatnya
berada di samping kasus di atas.
Untuk itu, pilih option Output Range dengan mengklik mouse
pada sisi kiri pilihan tersebut. Kemudian klik mouse pada ikon pada sisi
kanan pilihan tersebut. Setelah tampilan ikon Output range muncul,
tempatkan pointer pada sel E1, atau ketik E1 lalu tutup ikon tersebut.
Pilihan sel E1 menyatakan bahwa output Excel akan dimuat mulai dari sel
E1.
9. Mengisi pilihan untuk output yang akan ditampilkan.
Untuk keseragaman, semua jenis output yang tersedia akan
dipilih, yaitu Pareto, Cumulative Percentage, dan Chart Output saja.
Untuk itu, klik kotak kecil sebelah kiri pilihan-pilihan tersebut. Pilihan sel
E1 menyatakan bahwa output Excel akan dimuat mulai dari sel E1.

140
10. Setelah seluruh pengisian dianggap benar, tekan OK untuk
melihat output dari HISTOGRAM. Berikut ini hasil yang diperoleh:

141
E. Analisis Hasil:
Output HISTOGRAM terdapat pada sel E1 sampai dengan J7, dan
gambar Histogram berada di bawahnya. Untuk memperjelas penampilan,
lebar kolom G dan kolom J bisa diperlebar hingga seluruh isi judul sel bisa
terbaca. Namun, hal ini hanya merupakan pilihan dan tidak akan
mempengaruhi analisis.

F. Persentase Kumulatif
Dari tabel frekuensi yang dihasilkan Excel, output tersebut bias
dituliskan sebagai berikut:

Penjualan Sepatu (Pasang) Frekuensi


Sampai dengan 400
400 sampai dengan 600
600 sampai dengan 800
800 sampai dengan 1000
1000 sampai dengan 1200
Di atas 1200

Kolom “Cumulative %” adalah persentase dari masing-masing


frekuensi yang bersifat Kumulatif, seperti:
 Untuk sepatu dengan penjualan di bawah 400 didapat frekuensi 1
pasang, atau 1 x100%  3, 23%
31
 Untuk sepatu dengan penjualan 400 sampai dengan 600 didapat
frekuensi 8 pasang, atau 8 x100%  25,80%
31
 Maka “Cumulative %” atau persentase kumulatif dari penjualan
sepatu sampai dengan 800 pasang adalah 3,23 % + 25,80% =
29,03 %.
 Demikian seterusnya untuk interval yang lain.

G. Pareto
Pareto pada dasarnya mirip dengan Distribusi Frekuensi
terdahulu, hanya pada Pareto penyusunan dimulai dari frekuensi

142
tertinggi. Dari tabel Pareto di output Excel terlihat bahwa penjualan
sepatu tertinggi ada pada kisaran penjualan antara 600-800 pasang
sepatu, yang disusul oleh penjualan antara 400 sampai 600 pasang sepatu
dan seterusnya.

H. Chart Output
Gambar dari Distribusi Frekuensi yang disajikan dalam bentuk
Histogram, yang memuat sekaligus grafik dari ‘Cumulative %’
(diperlihatkan dalam bentuk garis) dan Pareto (diperlihatkan dalam
bentuk Bar). Sumbu X adalah BIN yang berupa interval kelas, sedangkan
sumbu Y adalah frequency (frekuensi masing-masing interval). Angka
dalam % yang ada di sumbu Y sebelah kanan adalah petunjuk untuk
besaran Cumulative %.

I. Penyusunan Distribusi Frekuensi dengan Bantuan Fungsi


Frekuensi
Data yang akan digunakan sama, yaitu penjualan sepatu pada 31
daerah yang disertai pemuatan BIN untuk mempermudah perhitungan
selanjutnya.
Langkah-langkah Perhitungan:
1. Langkah pertama adalah pembuatan range hasil yang berisi
frekuensi masing-masing kelompok data. Untuk itu, tempatkan
pointer pada sel Dl dan tulis FREKUENSI pada sel tersebut. Maka
basil Perhitungan frekuensi (range hasil) akan ditempatkan pada
kolom D (dekat kolom BIN).

143
2. Langkah kedua adalah menambah isi BIN (Lihat pembuatan BIN
saat pembahasan Histogram pada pembahasan di atas). Untuk
membuat Distribusi Frekuensi. Range (daerah) BIN yang ada pada
sel C3 sampai C7 perlu ditambah (pada sel C8) kata MORE untuk
menandai jumlah data yang di atas 1200. Untuk itu. pada sel C8
ketik MORE lalu tekan Enter. Berikut ini gambar yang terlihat
dalam Worksheet Excel:

3. Langkah ketiga adalah mengeblok range basil. Karena isi BIN ada
pada sel C3 sampai sel C8, maka range basil adalah sel-sel di

144
dekatnya, yaitu sel D3 sampai D8. Untuk itu, sel-sel tersebut
diblok dengan menempatkan pointer pada sel awal (sel D3).
4. Tekan mouse dan tahan (jangan dilepas), kemudian geser pointer
hingga ke sel D8. Jika benar, maka pada sel D3 sampai D8 akan
berbeda warnanya (biasanya berwarna hitam).
5. Lepaskan mouse, maka sel D3 sampai D8 sudah diblok atau
dipilih.
6. Langkah selanjutnya ada1ah mengisi sel yang telah diblok, dengan
menempatkan pointer pada sel D3.
7. Gunakan fungsi FREQUENCY dengan mengetik pada sel D3
tersebut : FREQUENCY (data_array,bins_array). Di mana:
 Data_array adalah range data yang akan diproses, dalam kasus ini
adalah sel B3 sampai B33 (data penjualan sepatu di 31 daerah).
 Bins_array adalah range BIN (interval kelas) yang akan diproses,
dalam kasus ini adalah sel C3 sampai C8.
 Penerapan pada kasus di atas dengan mengetik pada sel D3:
=FREQUENCY(B3:B33,C3:C8)
 Perhatikan waktu mengetik di sel D3, sel D4 sampai D8 tetap
terblok (berwarna lain dengan sel sekitarnya).
 Setelah rumus di atas ditulis, jangan menekan Enter, tapi tekanlah
tombol Ctrl dan Shift secara bersama-sama, baru kemudian tekan
Enter, maka seluruh isi sel D3 sampai D8 akan terisi hasil
frekuensi yang diinginkan.
 Perhatikan sekali lagi untuk menekan Ctrl dan Shift secara
bersamaan, baru menekan Enter. Jika langsung menekan Enter
setelah menulis rumus di atas, maka sel D4 sampai D8 tidak terisi
apa-apa.
Berikut basil dari distribusi frekuensi:

145
Tabel Distribusi Frekuensi. Bisa ditambah dengan kolom Distribusi
Dari tabel di atas. Terlibat sel D3 sampai D8 berisi frekuensi yang sama
dengan pengerjaan memakai DATA ANAL YSIS seperti telah dibahas di
atas.
8. Untuk kelengkapan Frekuensi Relatif dan Distribusi Persentase
dengan membuat judul untuk range hasil. Tempatkan pointer
pada sel El dan ketik RELATIF
9. Tempatkan pointer pada sel Fl dan ketik PERSENTASE. Akan
terlihat:

146
Perlu diperhatikan pada penulisan tersebut, jika lebar kolom Excel
yang standar adalah 8,43, maka kata seperti 'PERSENTASE' akan tidak
mencukupi dan terlihat tumpang tindih dengan kolom sebelahnya. Untuk
itu, kolom D, E dan F bisa dilebarkan menjadi 12 dengan memilih menu
FORMAT pada menu utama Excel, lalu pilih menu COLUMN pada menu
FORMAT tersebut. Pada menu COLUMN tersebut, pilih menu WIDTH.
Dengan menekan menu WIDTH, tampak kotak pilihan untuk lebar
kolom. Pada Column Width, ketik l2 untuk mengganti lebar kolom
menjadi 12, lalu tekan OK, maka lebar kolom D menjadi 12. Ulangi
prosedur di atas untuk kolom E dan F dengan lebar kolom juga 12.

10. Menjumlah frekuensi dari tabel frekuensi dengan menempatkan


pointer pada se1 D9, lalu ketik: = SUM(D3:D8)

147
Dengan menekan Enter, maka isi sel D9 adalah 31 yang
merupakan penjumlahan sel D3 sampai D8.

11. Di sel C9 bisa diketik TOTAL untuk menjelaskan isi sel D9.

12. Mengisi sel E3 sampai E8 (Distribusi Frekuensi Relatif) dengan


menempatkan pointer pada sel E3 dan ketik: =D3/$D$9

Dengan menekan Enter, maka isi sel E3 adalah 0,03448 yang


merupakan pembagian 1 (sel D3) dengan 31 (sel D9). Karena sel D9 akan
menjadi pembagi yang konstan untuk sel se1anjutnya, maka se1 D9

148
dibuat konstan dengan menambah '$' di depan D dan 9 (jangan hanya D
atau 9 saja, karena hasi1nya bisa lain).
13. Sel E4 sampai E8 bisa diisi dengan cara singkat, yaitu mengopi isi
sel E3 dengan menempatkan pointer pada sel E3, 1a1u tekan Ctrl-
C. (Tombol Ctrl ditekan, kemudian tekan tombol C. Jika ada tanda
kotak bergaris berputar, maka sel E3 sudah siap dikopi).

14. Blok sel E4 sampai E8 (prosedur blok lihat pembahasan di atas).

15. Tekan Ctrl-V maka sel E4 sampai E8 terisi Distribusi Relatif. Jika
masih terlihat kotak bergaris berputar pada se1 E3, garis tersebut
bisa dihilangkan dengan menekan Tombol Esc, maka kotak
bergaris tersebut akan hilang.

149
16. Mengisi tabel PERSENTASE pada se1 F3 sampai F8 dilakukan
dengan menempatkan pointer pada F3, 1alu ketik =E3.

17. Dengan menekan Enter, maka isi se1 adalah 0,03225

18. Isi sel F4 sampai F8 dengan mengopi isi sel F3 seperti prosedur
pengisian sel E4 sampai E8 di atas.

150
Selanjutnya,

Dan hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

151
19. Se1anjutnya isi sel E3 sampai E8 di atas akan diformat menjadi
format persen dengan memb1ok se1 E3 sampai E8. Pi1ih menu
FORMAT dari menu utama Excel, lalu pilih menu CELLS Dengan
menekan menu CELLS tersebut, maka tampak kotak menu Format
Cells.

20. Pengisian Format Cells dilakukan dengan memilih menu NUMBER


dengan menempatkan pointer pada menu tersebut. Ada banyak
pilihan pada submenu tersebut seperti General, Number,
Accounting dan sebagainya. Pilih menu Percentage yang ada di
urutan ketujuh. Seperti di bawah ini:

152
21. Dengan memilih Percentage, tampak kolom Decimal Places untuk
menentukan berapa angka di belakang koma. Untuk
keseragaman, ketik 2 lalu tekan OK (Jika sudah tampak angka 2
langsung tekan OK). Jika benar, berikut hasil yang tampak:

Perhatikan hasil di atas yang sama dengan menggunakan Tool


Histogram pada Data Analysis. Pengguna Excel bisa memilih mana yang
akan digunakan dalam menyajikan Distribusi Frekuensi.

2.5. Studi Kasus


Studi Kasus 1:
Di bawah ini terdapat data mengenai pengeluaran konsumsi
rumah tangga DIY selama 1 bulan dari 80 Rumah Tangga (RT)
68 84 75 82 68 90 62 88 76 93
73 79 88 73 62 93 71 59 85 75
62 65 75 87 74 62 95 78 63 72
66 78 82 75 94 77 69 74 68 62
96 78 89 62 75 95 62 79 83 71
79 62 67 97 78 85 76 65 71 75
65 80 73 57 88 78 62 76 53 74
86 67 73 81 72 63 76 75 85 77

Dari data di atas buatlah distribusi frekuensinya dan distribusi


frekuensi relatifnya:

153
Studi Kasus 2:
PT “Sukses Jaya” yang memproduksi sepatu merek Sukses ingin
memperoleh gambaran mengenai penjualan sepatunya yang tersebar di
seluruh Pulau Jawa. Untuk itu, dikumpulkan data penjualan sepatu
tersebut selama sebulan di daerah Jawa. Seperti terlihat pada tabel 1 di
bawah ini:

No. Daerah Sepatu (buah) No. Daerah Sepatu (buah)


1 Jakarta 1450 17 Purwokerto 980
2 Bekasi 1200 18 Solo 1050
3 Tangerang 1000 19 Salatiga 700
4 Bogor 950 20 Yogyakarta 1000
5 Ciamis 450 21 Surabaya 1350
6 Cirebon 480 22 Mojokerto 700
7 Bandung 1100 23 Gresik 650
8 Cilegon 680 24 Madiun 950
9 Cianjur 580 25 Kediri 500
10 Semarang 1150 26 Lamongan 450
11 Tegal 400 27 Blitar 740
12 Kebumen 500 28 Sidoarjo 800
13 Pekalongan 800 29 Banyuwangi 540
14 Kudus 750 30 Malang 680
15 Rembang 540 31 Bojonegoro 740
16 Magelang 650

Dari data di atas buatlah distribusi frekuensinya dan distribusi


frekuensi relatifnya:

Studi Kasus 3
PT Web Jakarta akan membuka penyewaan komputer di
Yogyakarta pada tahun 2007. Pada saat ini dilakukan penelitian, berapa
lama setiap mahasiswa menggunakan komputer dalam 1 harinya. Hasil
penelitian terhadap 15 mahasiswa adalah sebagai berikut:

154
Nomor Mahasiswa Lama Pemakaian Komputer (Jam)
1 8
2 1
3 5
4 4
5 4
6 5
7 9
8 4
9 2
10 5
11 3
12 6
13 1
14 5
15 6

1. Buatlah distribusi frekuensinya


2. Buatlah diagram poligonnya

Studi Kasus 4
Sebuah kajian dilakukan oleh Leksika Consult, perusahaan
konsultan keuangan di Jakarta. Sebanyak 60 perusahaan dilakukan
penelitian terhadap rasio keuntungan dari harga jual. Ternyata ada rasio
yang terkecil 4% dan tertinggi adalah 22%. Berikut adalah hasil kajian
tersebut:

Rasio Keuntungan/Harga Jumlah Perusahaan


4–7 7
7 – 10 13
10 – 13 20
13 – 16 11
16 –19 6
19 – 22 3

1. Buatlah frekuensi kumulatif kurang dari dan lebih dari serta


buatlah grafik ogive-nya.

155
2. Berapa perusahaan yang mempunyai rasio keuntungan/harga
kurang 13%?

Studi Kasus 5
Sebagai latihan, maka buatlah distribusi frekuensi dari data
berikut. Data Inflasi 44 Kota di Indonesia Menurut Tahun Kalender 1998
(Sumber: BPS Kodya Batam, setelah dilakukan pembulatan angka ke atas).

Kota Nilai Inflasi


Lhok Seumawe 80
Banda Aceh 79
Padang Sidempuan 86
Sibolga 85
Pematang Siantar 80
Medan 84
Padang 87
Pekanbaru 76
Batam 53
Jambi 72
Palembang 89
Bengkulu 84
Bandar Lampung 85
Jakarta 74
Tasikmalaya 74
Serang 65
Bandung 73
Cirebon 62
Purwokerto 81
Surakarta 66
Semarang 67
Tegal 67
Yogyakarta 77
Jember 85
Kediri 77
Malang 93
Surabaya 95
Denpasar 75

156
Kota Nilai Inflasi
Mataram 90
Kupang 63
Dili 72
Pontianak 79
Sampit 76
Palangkaraya 75
Banjarmasin 74
Balikpapan 75
Samarinda 68
Manado 74
Palu 95
Ujung Pandang 81
Kendari 98
Ternate 73
Ambon 76
Jayapura 62

157
BAB III
MENENTUKAN UKURAN DESKRIPTIF

Pada bab ini akan membahas tentang ukuran deskriptif, yakni


ukuran sentral dan ukuran penyebaran. Ukuran sentral merupakan nilai
tunggal yang mewakili suatu kumpulan data dan menunjukkan
karakteristik dari data. Ukuran pemusatan menunjukkan pusat dari nilai
data. Nilai sentral disebut pula sebagai nilai tendensi pusat. Syarat nilai
sentral, antara lain bahwa nilai sentral harus dapat mewakili rangkaian
data, perhitungannya harus didasarkan pada seluruh data, dan
perhitungan harus mudah dan objektif. Adapun Macam Nilai Sentral:
Rata-rata, median atau nilai tengah, modus atau mode. Beberapa contoh
pemakaian ukuran pemusatan, antara lain berapa rata-rata harga saham?
berapa rata-rata inflasi pada tahun 2019? berapa rata-rata pendapatan
usaha kecil dan menengah? berapa rata-rata tingkat suku bunga
deposito?

3.1. Penentuan Nilai Rata-Rata


Rata-rata suatu rangkaian data adalah jumlah seluruh data dibagi
dengan seluruh kejadian (cases). Contoh: harga barang naik rata-rata 10%
artinya semua harga barang naik berkisar 10% ada yang lebih dan ada
yang kurang dari 10%.
Pertama adalah penentuan rata-rata hitung data tidak
berkelompok, adalah data yang berdiri sendiri secara individual. Rata-rata
N

x i
hitung dari seperangkat nilai data X1, X2, XN adalah   I 1
N
Kedua adalah penentuan nilai rata-rata tertimbang. Rata-rata
dengan bobot atau kepentingan dari setiap data berbeda. Besar dan
kecilnya bobot tergantung pada alasan ekonomi dan teknisnya. Untuk

158
membedakan arti penting masing-masing diberi faktor penimbang antara
barang yang satu dengan yang lain, terdapat dua cara yakni secara
subjektif dan secara objektif. Secara subjektif yakni pemberian faktor
penimbang berdasarkan persepsi orang, misalkan: faktor penimbang
terhadap beras lebih tinggi daripada gula dan garam. Sedangkan secara
objektif: penentuan faktor penimbang ditentukan berdasarkan jumlah
konsumsi barang. Misalkan seorang mahasiswa dalam ujian akhir
semester I tahun 1986/87 memperoleh nilai A (=4), B (=3), C (=2), dan D
(=1). Jika bobot setiap mata kuliah sama, maka rata-rata tertimbang nilai
ujian mahasiswa atau sering dinamakan indeks prestasi sebesar :
4  3  2  2  2 1
 2, 33 .
6
Misalkan bobot (kredit) setiap mata kuliah tidak sama, mata
kuliah pertama berbobot 5, mata kuliah kedua, ketiga, keempat, kelima
berbobot 3 dan mata kuliah keenam berbobot 1, maka rata-rata
tertimbang nilai ujian mahasiswa adalah:
( 4 x5)  (3 x3)  ( 2 x3)  ( 2 x3)  ( 2 x3)  (1x1) 48
  2,67
5  3  3  3  3 1 18
Dalam bentuk umum, jika nilai data Xi mempunyai timbangan Wi,
maka variabel X memiliki rata-rata tertimbang:
N

xw i i
 I 1

w i

Ketiga adalah penentuan rata-rata hitung data dikelompokkan.


Data berkelompok adalah data yang sudah dibuat distribusi frekuensinya.
Rumus perhitungan rata-rata hitung data dikelompokkan adalah:

  fm
f
Cara menghitung rata-rata hitung data dikelompokkan seperti
diterangkan di atas dinamakan cara langsung. Ada cara lain untuk
menghitung rata-rata hitung yang dikenal dengan metode short cut.

159
Dinamakan demikian karena dapat memperoleh hasil lebih cepat. Metode
ini hanya berlaku bila seluruh kelas interval sama besar, sementara
dengan cara langsung interval kelas tidak perlu sama. Metode short cut
terdiri dari beberapa tahap:
1. Secara sebarang menetapkan titik tengah suatu kelas untuk
dianggap sebagai nilai rata-rata (µa).
2. Menentukan penyimpangan nomor interval kelas (d) dari interval
kelas di mana titik tengahnya dianggap sebagai nilai rata-rata
terhadap interval kelas yang lain.
3. Menghitung faktor koreksi yang akan membuat rata-rata yang
diasumsikan kan menjadi sama dengan rata-rata yang diperoleh
dari metode langsung.

  a  

 fd 
i
N 
 

Keterangan:
µa = rata-rata hitung yang diasumsikan
f = frekuensi kelas
d = penyimpangan nomor interval kelas
N = jumlah frekuensi
i = interval kelas

3.2. Penentuan Nilai Median


Median adalah suatu ukuran pemusatan yang menempati posisi
tengah jika data diurutkan menurut besarnya. Posisi tengah dari
seperangkat data sebanyak N yang telah terurut terletak pada posisi
(N+1)/2. Jika N ganjil, maka ada data yang berada pada posisi tengah dan
nilai data itu merupakan nilai median. Jika N genap, maka sebagai
mediannya diambil rata-rata hitung dua data yang ada di tengah.
Sehingga median adalah nilai tengah (jika banyaknya data ganjil) atau
rata-rata hitung dua nilai tengah (jika banyaknya data genap) dari
seperangkat data yang terurut.

160
Median Data Dikelompokkan
Menghitung median data dikelompokkan dilakukan dengan
interpolasi dalam interval kelas yang mengandung median (kelas median).
Kelas median terletak pada kelas yang pertama kali mempunyai frekuensi
kumulatif dari atas sama atau melebihi N/2. Untuk tujuan ini diasumsikan
kan bahwa nilai-nilai data tersebar rata di dalam kelas median. Rumus:

N / 2 f 
Md  Lm   xi
 fm 
Keterangan:
Md = median data kelompok
Lm = batas bawah kelas median
N = jumlah frekuensi
∑ = frekuensi kumulatif “dari atas” pada kelas sebelum kelas median
fm = frekuensi kelas median
I = interval kelas median

3.3. Penentuan Nilai Modus


Modus adalah nilai yang paling sering muncul dari serangkaian
data. Serangkaian data mungkin memiliki dua modul (bimodal) atau lebih
dari dua (multimodal). Munculnya data yang bimodal kadang-kadang
disebabkan oleh penggabungan dua distribusi yang berbeda, misalnya
gabungan dari dua ukuran sepatu untuk anak-anak dan dewasa yang
dijual oleh sebuah toko. Ukuran yang terjual untuk anak-anak adalah 30
sampai dengan 36, sedangkan ukuran untuk dewasa 40 sampai dengan
42. Bila kedua ukuran sepatu yang terjual digabung, maka diperoleh data
30 32 34 34 34 34 36 40 40 41 41 41 41 42 42. Jadi, rangkaian data itu
mempunyai dua modus yaitu 34 dan 41. Bila data-data tadi dipisahkan
kembali, maka ukuran sepatu anak-anak yang terjual mempunyai modus
34 dan ukuran sepatu dewasa mempunyai modus 41.

161
Modus Data Dikelompokkan
Dalam data dikelompokkan maka diasumsikan kan bahwa nilai
yang paling sering terjadi dalam suatu distribusi frekuensi akan berada
pada kelas dengan frekuensi paling besar dan berada tepat di bawah
puncak polygon frekuensi (kelas modus).
Secara matematis

 d1 
Mo  Lmo   x i
 d1  d 2 
Di mana:
Lmo = batas kelas bawah kelas modus
d1 = selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
sebelum modus
d2 = selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas
setelah modus
i = interval kelas modul

3.4. Penentuan Standar Deviasi


Ukuran penyebaran mengukur penyimpangan nilai-nilai data di
sekitar nilai rata-ratanya. Perhitungan deviasi didasarkan pada
penyimpangan nilai-nilai data secara individu terhadap rata-ratanya,
karena itu deviasi akan makin besar jika nilai-nilai data menyebar.
Deviasi menunjukkan berapa banyak suatu nilai berbeda dari
rata-rata hitungnya, sehingga deviasi = x - . Jumlah dari seluruh deviasi
positif dan negatif selalu sama dengan nol,  (x - )=0. Penguadratan
akan membuat deviasi yang bertanda minus menjadi positif. Rata-rata
dari deviasi yang dikuadratkan dinamakan varians yang biasa diberi
simbol 2, sehingga varians
x  
2

2 = , di mana N = banyaknya data.


N
Akar dari varians dinamakan standar deviasi.

162
 x   
2

 
N

Rumus perkiraan metode langsung adalah:

 f m     f  m  N ( )2
2 2

  atau  
N N

Keterangan:
f = frekuensi kelas
m = titik tengah kelas
N = jumlah frekuensi
 = rata-rata hitung,    fm
N

Penafsiran Deviasi Standar


Standar deviasi digunakan untuk menunjukkan proporsi dari
observasi dalam distribusi yang berbeda pada jarak tertentu terhadap
rata-rata. Bila distribusi frekuensi mempunyai bentuk normal, maka
proporsi yang berbeda dalam interval   1 sebanyak 68,26%, dalam
interval   2 sebanyak 95,44% dan dalam interval   3 sebanyak
99,74%.

3.5. Praktik Komputer: Menentukan Ukuran Deskriptif dengan SPSS


dan Excel
3.5.1. Menentukan Ukuran Deskriptif dengan SPSS
Seperti telah disebutkan, Statistik Deskriptif lebih berhubungan
dengan pengumpulan dan peringkasan data, serta penyajian hasil
peringkasan tersebut. Data-data statistik yang bisa diperoleh dari hasil
sensus, survei: atau pengamatan lainnya -umumnya masih acak, 'mentah'
dan tidak terrorganisasi dengan baik (raw data). Data-data tersebut harus
diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau
presentasi grafis, sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan
(Statistik Inferensi). Penyajian tabel dan grafik yang digunakan dalam
statistik deskriptif seperti:

163
1. Distribusi Frekuensi.
2. Presentasi gratis seperti Histogram, Pie Chart dan lainnya.

Selain tabel dan grafik, untuk mengetahui deskripsi data diperlukan ukuran yang
lebih eksak, yang bisa disebut summary statistics (ringkasan statistik).
Dua ukuran penting yang sering dipakai dalam pengambilan keputusan adalah:
1. Mencari Central Tendency (Kecenderungan Terpusat) seperti Mean, Median
dan Modus.
10
2. Mencari ukuran Dispersion seperti Standar Deviasi, Varians.

Selain Central Tendency dan Dispersion, ukuran lain yang dipakai


adalah Skewness dan Kurtosis untuk mengetahui kemiringan data. Dalam
bab ini akan dibahas menu dari SPSS yang berhubungan dengan statistik
deskriptif, yaitu Summarize. Dalam menu ini terdapat beberapa submenu
sebagai berikut.
A. Frequencies
Frequencies membahas beberapa penjabaran ukuran statistik
deskriptif seperti Mean, Median, Kuartil, Persentil, Standar Deviasi dan
lainnya.

B. Descriptives
Descriptives berfungsi untuk mengetahui skor z dari suatu
distribusi data dan menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak.

C. Explore
Explore berfungsi untuk memeriksa lebih teliti sekelompok data.
Alat utama yang dibahas adalah Box-Plot dan Steam and Leaf Plot, selain
beberapa uji tambahan untuk menguji apakah data berasal dari distribusi
normal.

10
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

164
D. Crosstabs
Crosstabs digunakan untuk menyajikan deskripsi data dalam
bentuk tabel silang (crosstab), yang terdiri atas baris dan kolom. Selain
itu, menu ini juga dilengkapi dengan ana1isis hubungan di antara baris
dan kolom, seperti independensi di antara mereka, besar hubungannya
dan lainnya (ha1 ini sebenarnya termasuk pada statistik induktif atau
inferensi dan merupakan perluasan dari statistik deskriptif).

E. Case Summaries
Case Summaries digunakan untuk melihat lebih jauh isi statistik
deskriptif yang meliputi subgrup dari sebuah kasus, seperti grup Pria dan
Wanita, bisa dibuat subgrup untuk Pria berusia Remaja dan Dewasa, serta
dibagi lagi pada Remaja yang tinggal di kota dan seterusnya.
Sebenarnya ada lagi submenu SPSS yang membahas statistik
deskriptif, yaitu Means. Namun bagian tersebut akan dikaitkan langsung
dengan menu Compare Means pada bab selanjutnya.

FREQUENCIES
Kasus:
Berikut ini adalah data tinggi badan 25 responden yang diambil
secara acak (angka dalam centimeter).

165
Misal:
Angka 170.20 dan keterangan 'pria' pada baris 1 berarti tinggi
badan seorang responden Pria adalah 170,20 sentimeter. Demikian
seterusnya untuk data yang lain.

Penyelesaian:
Kasus di atas akan dibuat Tabel Frekuensi, baik berdasarkan tinggi
ataupun berdasarkan Gender. Selain itu akan dicari pula berbagai ukuran
deskriptifnya.

166
Pemasukan Data ke SPSS
Langkah-langkahnya:
1. Buka lembar kerja baru.
2. Menamai Variabel yang diperlukan, dalam ha1 ini dua variabel:
Variabel pertama: Tinggi
 Letakkan pointer (tanda '+') di sebarang tempat pada kolom
pertama, lalu pilih lembar variabel view untuk mendefinisikan
nama variabel yang akan dimasukkan sesuai dengan modul
sebelumnya.
 Variable Name atau nama variabel, ketik dengan tinggi untuk
menamai tinggi badan responden.
 Pilihan Type atau tipe data, karena perhitungan berupa angka,
maka diisi tipe numerik. Tampak di layar:

 Pilih tipe Numeric dan untuk Width diisi 8.


 Decimal Places atau jumlah angka di belakang koma, karena
tinggi badan mempunyai satu angka desimal, maka isi dengan
1.
 Klik Continue untuk kemba1i ke menu sebelumnya.
 Setelah pengisian selesai, dalam kasus ini yang diubah hanya
nama variabel dan tipe data, maka klik OK untuk mengakhiri
pengisian variabel.

167
Variabel kedua: Gender
 Prinsipnya sama dengan pengisian pada variabel pertama, yaitu
letakkan pointer (tanda.+') di sebarang tempat pada kolom kedua
(kolom pertama untuk data tinggi), lalu pilih lembar variabel view
untuk mendefinisikan nama variabel yang akan dimasukkan sesuai
dengan modul sebelumnya.
 Variable Name, isi dengan Gender untuk menamai gender
(jenis kelamin) responden.
 Type atau tipe data adalah Numeric/angka, dengan Width
adalah 8 dan Decimal Places adalah 0. Dipilih desimal 0 karena
gender berupa kode dan bilangan bulat.

Pengisian Variabel Gender:


 Seperti diketahui, perhitungan dalam SPSS selalu untuk tipe data
numerik. Untuk itu gender harus dijadikan numerik pula, yaitu
dengan tanda:
1 = tanda untuk gender pria
2 = tanda untuk gender wanita

Penulisan kode bisa bebas, misal 11 atau 2 untuk pria, dan variasi lainnya.
 Kembali tempatkan pointer di sebarang sel pada variabel gender
(kolom kedua).
 Tulis ‘gender’ pada variabel label, lalu klik values maka akan
muncul:

168
 Tampak tampilan:
 Variable Lable atau keterangan variabel -untuk keseragaman-
ketik Gender.
 Value atau nilai yang akan dimasukkan. Pertama, ketik 1.
 Value Label atau keterangan nilai -untuk keseragaman- ketik
Pria.
 Terlihat pilihan Add sudah berubah warna. Dengan mengklik
pilihan Add, pada kotak di bawah keterangan tertulis l ='pria'.
 Selanjutnya, ulangi prosedur untuk tanda'2'. Untuk itu
tempatkan mouse pada Value, lalu ketik 2. Kemudian pada
Value Lable ketik wanita.
 Setelah itu, dengan mengklik Add akan tampak keterangan
2='wanita'.
Dengan demikian angka 1 dan 2 sekarang berlaku sebagai
tanda untuk pria atau wanita.

 Klik OK jika pengisian telah selesai,


Terlihat nama kedua variabel pada kolom pertama dan kedua
di SPSS. Angka I, 2, 3..: 25 yang terdapat di kolom paling kiri bukan
data/kasus, hanya sebagai tanda urut, sehingga tidak dianggap
variabel.

169
3. Mengisi Data.
 Untuk mengisi kolom tinggi, letakkan pointer pada baris 1 kolom
tersebut, lalu ketik menurun ke bawah sesuai data tinggi badan
(25 data).
 Untuk mengisi kolom gender
Sebelum mengisi data, arahkan pointer ke baris menu SPSS,
pi1ih menu View, lalu klik submenu Value Lable (terlihat Value
Lable aktif dengan adanya tanda 4 di sebelah kiri submenu
tersebut). Kegunaan pengaktifan View (melihat) Value Lable
terkait dengan prosedur berikut ini, »
 Pada data kasus, terlihat angka pertama 170,2 (atau da1am
penu1isan di SPSS ada1ah 170.2) ada1ah tinggi badan pria.
Sedang pada pengisian variabel, variabel gender untuk pria
bertanda 1. Maka pada baris pertama kolom kelompok, ketik
1. Ter1ihat secara otomatis SPSS mengubahnya menjadi
keterangan 'pria'. Hal ini terjadi karena pengaktifan Value
Lable.
 Demikian untuk data selanjutnya, pemasukan data dengan
menggunakan angka 1 atau 2 sesuai keterangan yang
dikehendaki. Jangan memasukkan ka1imat (huruf) da1am
pengisian data yang bersifat numerik, karena SPSS akan
menolaknya!
 Jika pengisian benar, akan terlihat data seperti pada awal kasus.

170
Data di atas bisa disimpan, dengan prosedur berikut:
 Dari baris menu pilih menu File, la1u pilih submenu Save As…
 Beri nama file -untuk keseragaman- dengan nama Deskriptif, dan
tempatkan file pada direktori yang dikehendaki.

Pengolahan Data dengan SPSS


Di sini akan dilakukan beberapa pengerjaan yang berhubungan
dengan statistik deskriptif. Untuk itu, pengerjaan dilakukan berurutan
sebagai berikut.
A. Tabel Frekuensi dan Statistik Deskriptif Untuk Tinggi
Karena variabel Tinggi termasuk data kuantitatif, maka akan
dibuat tabel frekuensi serta deskripsi statistik (meliputi Mean, Standar

171
Deviasi, Skewness dan lainnya) untuk variabel tersebut. Selain itu akan
dilengkapi dengan Chart yang sesuai untuk data kuantitatif, yaitu
Histogram atau Bar Chart.
Langkah-langkahnya:
1. Buka lembar kerja/file Deskriptif sesuai kasus di atas, atau jika
sudah terbuka ikuti langkah selanjutnya.
2. Dari baris menu pilih menu Analyze, lalu pilih submenu
Deskriptive Statistics. Dari serangkaian pilihan dalam Deskriptive
Statistics, sesuai kasus pilih Frequencies... untuk menampilkan
tabel frekuensi. Selanjutnya pada layar tampak:

3. Variable(s) atau variabel yang akan dimasukkan. Karena akan


dibuat frekuensi dari variabel tinggi, maka klik variabel tinggi,
kemudian klik tanda.. (yang sebelah atas), maka variabel tinggi
berpindah ke Variable(s).
4. Klik pilihan Statistics, maka tampak di layar:

172
Pilihan Statistics meliputi berbagai ukuran untuk menggambarkan
data (statistik deskriptif)
 Percentiles Values atau nilai persentil –untuk keseragaman- klik
Quartiles dan Percentile(s). Kemudian pada kotak di samping
kanan Percentiles ketik 10, lalu tekan Add. Sekali lagi ketik 90
pada kotak terdahulu, dan klik lagi tombol Add. Pengerjaan ini
dimaksudkan untuk membuat persentil pada 10 dan 90.
 Dispresion atau penyebaran data. Untuk keseragaman, semua
atau keenam jenis pengukuran dispersi dipilih semua.
 Central Tendency atau pengukuran pusat data. Untuk
keseragaman, klik Mean dan Median.
 Distribution, atau bentuk distribusi data. Untuk keseragaman, klik
Skewness dan Kurtosis.

173
5. Klik Continue setelah selesai input untuk melanjutkan proses
berikutnya.
6. Klik pilihan Charts, maka tampak di layar:

Chart berhubungan dengan jenis grafik yang akan ditampilkan.


 Data Type atau jenis grafik -untuk keseragaman- pilih Histogram
dan juga memilih With normal curve.

Klik Continue setelah selesai input untuk melanjutkan proses


berikutnya.
7. Klik pilihan Format, maka tampak di layar:

174
Pilihan ini berhubungan dengan susunan (format) data.
 Order by atau data output akan disusun seperti apa -untuk
keseragaman- output akan disusun naik (data dari terkecil ke
terbesar). Untuk itu, pilih Ascending values. Klik OK jika semua
pengisian telah selesai.

Output SPSS dan Analisis


Berikut ini adalah output dari Deskriptif. Frequencies

175
Analisis
Output Bagian Pertama (Statistics)
 N atau jumlah data yang valid (sah untuk diproses) ada1ah 25
buah, sedangkan data yang hilang (missing) adalah no1. Di sini
berarti semua data siap diproses.
 Mean atau rata-rata tinggi badan ada1ah 169,4 sentimeter
dengan standar error atau adalah 0,993 sentimeter. Penggunaan

176
Standard error of Mean ada1ah untuk memperkirakan besar rata-
rata populasi yang diperkirakan dari sampel. Untuk itu, dengan
standard error of mean tertentu dan pada tingkat kepercayaan
95% (SPSS sebagian besar menggunakan angka ini sebagai
standar), rata-rata populasi tinggi badan menjadi:
Rata-rata  2 standard error of mean
(Angka 2 digunakan karena tingkat kepercayaan 95%.)
Maka:
169,4 sentimeter  (2 x 0,993 sentimeter)
= 167,414 sampai 171,38~sentimeter
 Median atau titik tengah data jika semua data diurutkan dan
dibagi dua sama besar. Angka median 168,9 cm menunjukkan
bahwa 50% tinggi badan ada1ah 168,9 cm ke atas, dan 50%-nya
ada1ah 168,9 ke bawah.
 Standar Deviasi ada1ah 4,963 cm dan varians yang merupakan
kelipatan standar deviasi ada1ah 24,634 cm. Penggunaan standar
deviasi ada1ah untuk meni1ai dispersi rata-rata dari sampel.
Untuk itu. Dengan standar deviasi tertentu dan pada tingkat
kepercayaan 95% (SPSS sebagian besar menggunakan angka ini
sebagai standar). rata-rata tinggi badan menjadi:
Rata-rata  2 standar deviasi
(Angka 2 digunakan karena tingkat kepercayaan 95%.)
Maka:
169.4 sentimeter  (2 x 4,963 sentimeter)
= 159,474 sampai 179,326 sentimeter
Perhatikan kedua batas angka yang berbeda tipis dengan nilai
minimum dan maksimum. Hal ini membuktikan sebaran data
adalah baik.
 Ukuran Skewness ada1ah –0,155. Untuk penilaian, nilai tersebut
diubah ke angka rasio.
Rasio skewness adalah: nilai skewness /standard error skewness
Atau dalam kasus ini rasio skewness = -0,155/0,464 = -0,334

177
Sebagai pedoman, jika rasio skewness berada di antara -2 sampai
dengan +2, maka distribusi data adalah norma1. Karena -0,334
ter1etak pada daerah tersebut, maka bisa dikatakan distribusi
sampel data tinggi badan ada1ah normal.
 Ukuran Kurtosis adalah 0,452. Untuk penilaian, nilai tersebut
diubah ke angka rasio. Rasio kurtosis adalah: nilai kurtosis/
standar error kurtosis. Atau dalam kasus ini rasio kurtosis =
0,452/0,902 = 0,0005. Sebagai pedoman, jika rasio kurtosis
berada di antara -2 sampai dengan + 2, maka distribusi data
adalah normal. Karena 0,0005 terletak pada daerah tersebut,
maka bisa dikatakan distribusi sampel data tinggi badan adalah
normal.
 Data Minimum ada1ah 159,6 cm, sedangkan data maksimum
adalah 180,3 cm.
 Range adalah data maksimum -data minimum, atau dalam kasus
ini: 180,3 cm- 159,6 cm = 20,7 cm
 Percentiles atau angka persenti1:
 Rata-rata tinggi badan 10% responden di bawah 160,260
sentimeter. Atau bisa juga dikatakan rata-rata tinggi badan 90%
responden (100% -10%) di atas 160,260 sentimeter.
 Rata-rata tinggi badan 25% responden di bawah 167,200
sentimeter.
 Rata-rata tinggi badan 50% responden di bawah 168,900
sentimeter. Atau bisa juga dikatakan rata-rata tinggi badan 50%
responden di atas 168,900 sentimeter. Persenti150% sama
dengan angka Median (1ihat data di atas).
 Rata-rata tinggi badan 75% responden di bawah 172,500
sentimeter.
 Rata-rata tinggi badan 90% responden di bawah 175,57
sentimeter.

178
Output Bagian Kedua (Tinggi)
Output tersebut adalah gambar tinggi badan responden dalam
tabel frekuensi. Pada baris pertama, responden dengan tinggi badan
159.60 cm sebanyak (frekuensi) 2 orang atau (2/25 * 100%) 8%.
Berikutnya baris kedua. Responden dengan tinggi badan 161,3 cm
sebanyak 1 orang atau (1/25 * 100%) 4%. Karenanya kumulatif persen
menjadi 8% + 4% atau 12%.
Demikian seterusnya hingga sampai mencapai 100% kumulatif.
Perhatikan hubungan yang erat antara persentase kumulatif dengan
persentil.

Output Bagian Ketiga (Histogram)


Output ketiga menggambarkan grafik data yang telah dibuat
frekuensinya. Terlihat bahwa batang histogram mempunyai kemiripan
bentuk dengan kurva normal (berbentuk seperti lonceng) yang
disertakan. Hal ini membuktikan bahwa distribusi tersebut sudah dapat
dikatakan normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas akan
lebih jelas dilihat pada bab mendatang.

B. Tabel Frekuensi untuk Gender


Karena variabel Gender bukan data kuantitatif, namun data
kualitatif (kategori), maka tidak perlu dilakukan deskripsi statistik, seperti
Mean, Standar Deviasi, dan lainnya. Untuk data kualitatif, Chart yang
sesuai adalah Pie Chart.
Langkah-langkah:
1. Buka lembar kerja/file Deskriptif sesuai kasus di atas, atau jika
sudah terbuka ikuti langkah selanjutnya.
2. Dari baris menu pilih menu Analyze, lalu pilih submenu
Deskriptive Statistics.
3. Selanjutnya sesuai kasus pilih Frequencies untuk menampilkan
tabel frekuensi. Selanjutnya tampak di layar:

179
4. Variable(s) atau variabel yang akan dimasukkan. Karena akan
dibuat frekuensi dari variabel gender, maka klik variabel gender,
kemudian klik tanda (yang sebelah atas), maka variabel gender
berpindah ke Variable(s).
5. Klik pilihan Charts, maka tampak di layar tampilan seperti pada
Gambar. Chart berhubungan dengan jenis grafik yang akan
ditampilkan.
6. Data Type atau jenis grafik -untuk keseragaman- pilih Pie charts.
7. Klik Continue setelah selesai input untuk melanjutkan proses
berikutnya.

8. Klik pilihan Format, maka tampak di layar:


Pilihan ini berhubungan dengan susunan (format) data.

180
 Order by atau data output akan disusun seperti apa, untuk
keseragaman- output akan disusun naik (data dari terkecil ke
terbesar). Karena itu, pi1ih Ascending values. Pilihan ascending
pada data kategori (1 untuk pria dan 2 untuk wanita) akan
menempatkan 1 atau pria di urutan pertama pada output.
 Klik OK jika semua pengisian telah selesai.

Output SPSS dan Analisis


Berikut ini adalah output dari Deskriptif untuk gender.

181
Analisis
Output Bagian Pertama
Terlihat gender Pria tercatat 11 orang atau 44% dari tota1,
sedangkan wanita tercatat 14 orang atau 56% dari total responden.
Karena seluruh data valid, maka kolom valid percent (persentase data
yang valid) sama dengan kolom percent. Sedangkan kolom Cumulative
percent atau persentase kumulatif, terlihat untuk pria adalah 44%
sedangkan untuk wanita kumulasinya menjadi 44% + 56% menjadi 100%.

Output Bagian Kedua


Terlihat diagram Lingkaran (Pie) yang memper1ihatkan proporsi
Pria dan Wanita yang diukur tinggi badannya. Karena jum1ah Wanita
sedikit lebih banyak, maka pada chart juga terlihat proporsi Wanita
mempunyai bagian chart yang lebih luas.
Grafik jenis pie mempunyai option-option yang mirip dengan
grafik Bar atau Line, hanya lebih sederhana. Grafik Pie biasanya dipakai
untuk menyajikan data-data kualitatif. Di sini akan dibahas penggunaan
beberapa alternatif pemakaian grafik Pie. Sedangkan kasus yang
digunakan tetap sama.

3.5.2. Menentukan Ukuran Deskriptif dengan Excel


Statistik deskriptif berhubungan dengan pengumpulan dan
peringkasan data, serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data
statistik yang bisa diperoleh dari hasil sensus, survei, atau pengamatan
lainnya, umumnya masih acak, 'mentah' dan tidak terrorganisasi dengan
baik. Data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam
bentuk tabel atau persentase grafis, sebagai dasar untuk berbagai
pengambilan keputusan (statistik inferensi).
Teknik yang biasa digunakan dalam statistik deskriptif adalah:
 Distribusi Frekuensi
 Presentasi grafis seperti Histogram, Pie Chart dan sebagainya
 Mencari Central Tendency seperti Mean, Median dan Modus

182
Dalam modul ini akan dibahas pencarian nilai pusat (Central Tendency).
Tujuannya adalah memberikan gambar (deskripsi) tentang suatu data, seperti
berapa rata-rata, median, mode, standar deviasi, varians, dan sebagainya.11

Contoh Kasus:
Manajer pemasaran deler mobil merek Kancil ingin mengetahui
gambaran ringkas mengenai penjualan mobil Kancil selama tahun 1996,
seperti rata-rata mobil yang terjual, berapa variasinya dan sebagainya.

Langkah Kerja:
Untuk bisa menyajikan basil statistik deskriptif seperti permintaan
manajer pemasaran di atas. Berikut diberikan data penjualan mobil
Arjuna selama tahun 1996:
Berikut adalah data penjualan unit mobil per bulan:

BULAN UNIT
Januari 1200
Februari 1345
Maret 1435
April 1324
Mei 1768
Juni 1654
Juli 1543
Agustus 1556
September 1600
Oktober 1685
November 1705
Desember 1754

Langkah-langkah
1. Pilih menu Tools, lalu buka pilihan Data Analysis (biasanya
terletak paling bawah) yang ada pada menu Tools tersebut.

11
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2000)

183
2. Tampak gambar berikut:

3. Dari serangkaian alat analisis statistik tersebut, sesuai dengan


kebutuhan pada kasus, pilih Descriptive Statistics dengan mouse,
lalu tekan OK.
4. Tampak gambar berikut:

184
Langkah pengisian
1. Untuk Input Range, bisa dilakukan dengan mengetikkan input unit
mobil yang terjual, yaitu B2..B13. Atau mengklik ikon yang
terletak di kanan kotak putih pada baris Input Range.
2. Terlihat gambar berikut

Gerakkan pointer mouse (yang sekarang berubah menjadi tanda


+) ke sel yang akan dituju, yaitu B2. Tahan tombol mouse dan gerakkan
sampai sel B13, lalu lepaskan tombol mouse. Jika benar, maka pada sel B2

185
sampai B13 dikelilingi oleh garis-garis kecil yang bergerak-gerak. Setelah
itu, tekan ikon di kanan range descriptive statistics untuk kembali ke
gambar semula (menu Descriptive Statistics).
Kedua cara tersebut akan menghasilkan keluaran yang sama,
yaitu (terlihat di menu) $B$2:$B$13. Jika mouse tersedia, dianjurkan
menggunakan mouse karena lebih praktis dan cepat. Tampak pada
gambar:

Selanjutnya,

3. Untuk pengisian kolom Grouped By:, isi menurut default yang


ada, yaitu columns. Dalam hal ini, karena sudah dipilih columns
(terlihat dengan titik hitam pada sisi kiri columns, maka lewati
saja prosedur ini dan terus ke bawah).
4. Untuk kolom Labels in First Row, juga bisa dilewati, karena jika
ditampilkan hanya memberi keterangan judul (label) pada output

186
yang mengutip keterangan baris pertama. Pengisian ini tidak
penting dan hanya bersifat tambahan saja. Untuk keseragaman,
abaikan kolom tersebut.
5. Pengisian pilihan output (Output Options)
Output Statistik Deskriptif yang akan dihasi1kan Excel bisa
ditempatkan pada tiga pi1ihan:
Pada workbook yang baru (New Workbook). Di sini output akan
ditampi1kan pada workbook yang lain dari workbook yang digunakan
sekarang (DIST_FREK_l).
Pada worksheet yang baru (New Worksheet Ply) namun masih
dalam workbook yang sama. Di sini output akan ditampi1kan pada
worksheet kerja yang lain dari worksheet yang digunakan sekarang, yaitu
sheetl. Jika ini yang dipakai, bisa dipilih pilihan itu (dengan memberi
tanda pada option tersebut), lalu letakkan mouse pada kolom di
sebelahnya (yang warnanya sudah berubah) dan ketik nama baru selain
sheetl (misal sheetl, DF atau lainnya).
Pada workbook yang sama, pada worksheet yang sama (Sheetl)
pula, namun pada tempat (range) yang berbeda. Untuk itu, pilih option
tersebut (klik mouse pada pilihan tersebut, dan pada kolom di kanan, k1ik
mouse pada ikon paling kanan. Tampak gambar:
Untuk keseragaman, pilih pilihan b, yaitu output akan
ditempatkan pada worksheet yang berbeda. Untuk itu, ketik pada kotak
pilihan b di atas DESKRIPTIF_HASIL untuk memberi nama output.

187
6. Mengisi kolom materi output.
Materi output untuk menu Statistik Deskriptif ini adalah (terlihat
pada monitor):
 Summary Statistics
Ringkasan Statistik Deskriptif seperti Mean, Median, Modus
dan sebagainya
 Confidence Level for Mean
Tingkat kepercayaan untuk Mean dengan angka default 95
%,(tingkat signifikan 5 %)
 Kth Largest
Angka terbesar untuk urutan ke K. Angka default 1 berarti data
terbesar yang pertama. Jika diisi 3 maka berarti akan ditampilkan
data terbesar ketiga dan seterusnya
 Kth Smallest
Angka terkecil untuk urutan ke K. Angka default 1 berarti data
terkecil yang pertama. Jika diisi 5 maka berarti akan ditampilkan
data terkecil kelima dan seterusnya.

188
Untuk keseragaman, pilih semua option di atas dengan mengk1ik
kotak di sebelah kiri option tersebut. Untuk keseragaman pula, angka-
angka default yang ada (95 % serta 1) jangan diubah. Khususnya pada
angka confidence level (tingkat kepercayaan), banyak perhitungan
statistik standar dilakukan pada tingkat kepercayaan sebesar 95 %.
Tampak pada gambar:

7. Jika semua kolom sudah terisi dengan benar, tekan OK.


Tampak di monitor hasil output sebagai berikut:

189
Dari tabel output di atas tampak serangkaian output Statistik
Deskriptif seperti Mean, Median dan sebagainya. Label untuk output di
atas adalah Column I yang merupakan default dari Excel.

Analisis Hasil
Dari tabel di atas bisa dilakukan analisis sebagai berikut:
 Mean (X) adalah 1547,417. Hal ini berarti rata-rata penjualan
mobil Arjuna untuk tahun 1996 adalah 1547,417 unit atau
dibulatkan 1547 unit.
 Median (titik tengah) dari data di atas ada1ah 1578 unit mobil.
Untuk kasus ini, Median tidak perlu digunakan karena tidak
relevan dengan pembahasan.
 Mode atau data yang paling sering muncul tertulis #N/A atau Not
Available (Tidak tersedia). Ha1 ini berarti tidak ada unit mobil
yang terjual da1am jumlah yang sama selama dua belas bulan.

190
 Standar Deviasi (s) adalah 184,2767. Ha1 ini berarti bahwa
Standar Deviasi penjualan mobil Arjuna selama tahun 1996 adalah
184 unit (pembulatan), atau bisa dikatakan mobil Arjuna yang
terjual berada pada kisaran:
= Mean  Standar Deviasi
= 1547  184 unit
= (1547- 184) sampai (1547 + 184) unit
= 1363 unit sampai 1731 unit
 Sample Variance (82) adalah 33957,9. Hal ini berarti bahwa
varians dari penjualan mobil Arjuna adalah 33958 unit. Sample
Variance adalah kuadrat dari Standar Deviasi, atau:
 Variance = (184,2767) 2 = 33957,9
 Data minimum adalah 1200 dan data maksimum adalah 1768. Hal
ini berarti Mobil Arjuna terjual minimum 1200 unit dan
maksimum 1768 unit selama tahun 1996.
 Sum adalah 18569, atau jumlah total mobil Arjuna yang terjual
selama tahun 1996 adalah 18569 unit.
 Count adalah 12, atau ada 12 data (12 bulan) untuk melaporkan
penjualan mobil Arjuna.
 Largest (1) adalah 1768 dan Smallest (l) adalah 1200. Hal ini
berarti data terbesar (pertama) adalah 1768 unit dan Data terkecil
(pertama) adalah 1200 unit.
 Jika pada input awal untuk baris Kth Largest ditulis misalnya 2,
maka data terbesar adalah 1754 unit.
 Skewness atau tingkat kemelencengan adalah -0,6167. Tanda
negatif berarti distribusi data 'melenceng' ke kiri (tidak simetris),
dengan ciri Median (1578) lebih besar dari Mean (1547).
 Standard Error () adalah 53,1961. Hal ini berarti penyimpangan
dari rata-rata sampel pada populasi adalah 53,1961 unit.
 Standar Error dari Mean ini bisa didapat dari:
 184, 2767
 X    53,1961
n 12

191
 Confidence Level pada 95 % didapat angka I 17,08. Berarti pada
tingkat keyakinan 95 % rata-rata penjualan mobil Arjuna tahun
1996 berada di antara:
= 1547  1 17,08 unit, atau:
= (1547- 117,08 unit) sampai (1547 + 117,08 unit)
= 1430,33 unit sampai 1664,50 unit

3.6. Studi Kasus


1. Dalam mengaudit 1000 lembar dokumen piutang; Tn. Abas
menyelesaikan 200 dokumen/jam, Tn. Novi 300 dokumen/jam,
Tn. Inong 250 dokumen/jam dan Tn. Komeng 260 dokumen/jam,
a. Hitung rata-rata kecepatan mengaudit dari keempat orang
auditor tersebut.
b. Secara rata-rata, berapa lama dokumen piutang tersebut dapat
selesai diperiksa.

2. Perusahaan sepatu PT KAKIKU memproduksi 4 (empat) merek


sepatu. Untuk membuat sepatu merek A diperlukan biaya sebesar
Rp 20.000/pasang, merek B Rp 25.000/pasang, merek C Rp
30.000/pasang dan merek D adalah Rp 40.000/pasang. Rekanan
dagang telah memesan sepatu merek A sebanyak 100 pasang,
merek B 80 pasang, merek C 75 pasang, merek D 50 pasang.
Hitung biaya rata-rata pembuatan sepatu yang akan ditanggung
oleh PT KAKIKU tersebut.

3. Berikut ini adalah ramalan cash flow yang akan Anda terima dari
hasil investasi (setelah dikurangi pajak) pada proyek A dan B.

Proyek A Proyek B
Bulan
Cash Flow (ribuan rupiah) Cash Flow (ribuan rupiah)
Januari 4000 700
Februari 7200 1100
Maret 8800 600
April 2400 1300

192
Proyek A Proyek B
Bulan
Cash Flow (ribuan rupiah) Cash Flow (ribuan rupiah)
Mei 7400 800
Juni 4100 650
Juli 10800 710
Agustus 9100 450
September 2000 580
Oktober 14000 640
November 7700 330
Desember 3900 210

Dari informasi tersebut, proyek investasi mana yang akan Anda


pilih? Mengapa?

4. PT Global Jaya mempunyai waralaba mi ayam goreng di sepuluh


kota di Pulau Jawa. Pendapatan bersih dari setiap cabang pada
tahun 2006 adalah sebagai berikut:

Cabang Pendapatan (Rp juta)


Jakarta 80
Serang 10
Tangerang 50
Malang 40
Semarang 40
Yogyakarta 50
Surabaya 90
Bandung 40
Jember 20
Solo 50

Pertanyaan:
a. Hitunglah nilai rata-rata hitung.
b. Hitunglah median dan modus.

193
5. Berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi dari omzet 60 koperasi
di Jawa Barat. Tentukan nilai rata-rata, median dan modus, dan
bagaimana hubungan ketiganya.

Interval Frekuensi
20 – 29 3
30 – 39 6
40 – 49 12
50 – 59 15
60 – 69 12
70 – 79 9
80 – 89 3

6. PT Abadi Jaya melakukan pengelompokan cabang perusahaan


berdasarkan omzet penjualan sebagai berikut:

Interval Omzet Penjualan (Rp juta) Jumlah Perusahaan


200 – 219 7
220 – 239 9
240 – 259 11
260 – 279 18
280 – 299 12
300 – 319 5

a. Hitunglah rata-rata hitung, median, dan modus dari data di atas.


b. Bagaimana hubungan antara nilai ukuran pemusatan?

7. Berikut ini adalah data mengenai pengeluaran konsumsi rumah


tangga DIY selama 1 bulan dari 80 Rumah Tangga (RT)

68 84 75 82 68 90 62 88 76 93
73 79 88 73 62 93 71 59 85 75
62 65 75 87 74 62 95 78 63 72
66 78 82 75 94 77 69 74 68 62
96 78 89 62 75 95 62 79 83 71
79 62 67 97 78 85 76 65 71 75

194
65 80 73 57 88 78 62 76 53 74
86 67 73 81 72 63 76 75 85 77

Untuk keperluan analisis lebih lanjut oleh pimpinan, Anda sudah


membuat tabel distribusi frekuensi, histogram, polygon, ogive kurang
dari, dan atau lebih dari dalam persentase. Berdasarkan tabel distribusi
frekuensi tersebut, hitung:
a. Rata-rata hitung
b. Median, apa arti nilai yang diperoleh tersebut?
c. Modus, apa arti nilai yang diperoleh tersebut?
d. Standar Deviasi, apa arti nilai yang diperoleh tersebut?

Studi Kasus 8
Di bawah ini adalah tabel kapasitas dan jumlah langganan telepon
menurut sambungan setiap bulan pada tahun 1996 (sumber: Kantor
Daerah Telekomunikasi Batam). Dengan cara yang sama dengan di atas
hitunglah beberapa ukuran statistik deskriptif.

BULAN KAPASITAS SAMBUNGAN INDUK


JANUARI 35000 18667
FEBRUARI 35000 19056
MARET 35000 19371
APRIL 35000 20131
MEI 35000 20441
JUNI 35000 20710
JULI 35000 21162
AGUSTUS 36000 21441
SEPTEMBER 36000 21487
OKTOBER 36000 21881
NOVEMBER 36000 22101
DESEMBER 36000 23409
JUMLAH 425000 249857

195
Studi Kasus 9
Di bawah ini adalah tabel banyaknya telegram yang dikirimkan
dan diterima setiap bulan pada tahun 1996 (sumber: Kantor Daerah
Telekomunikasi Batam). Dengan cara yang sama dengan di atas hitunglah
beberapa ukuran statistik deskriptif.

BULAN DIKIRIM DITERIMA


JANUARI 5122 8493
FEBRUARI 5861 6271
MARET 4786 6002
APRIL 4944 6062
MEI 3881 6289
JUNI 3854 6599
JULI 3873 6599
AGUSTUS 3172 5945
SEPTEMBER 3303 4858
OKTOBER 3225 5141
NOVEMBER 3315 4467
DESEMBER 3433 6578
JUMLAH 48769 73304

196
BAB IV
ANGKA INDEKS

Angka indeks merupakan ukuran yang menunjukkan perubahan


tingkat harga, kuantitas, atau produktivitas dibandingkan dengan periode
tertentu yang dinamakan periode dasar. Semua angka indeks dinyatakan
dalam persentase relatif dengan indeks pada periode dasar sebesar 100.
Contoh: inflasi adalah tingkat kenaikan harga barang secara umum dan
berkelanjutan. Biasanya inflasi dihitung berdasarkan indeks harga
konsumen. Suatu angka indeks untuk satu barang saja dinamakan simple
index, sedangkan indeks yang melibatkan lebih dari satu macam barang
dinamakan composite index.

4.1. Indeks Harga Tak Tertimbang


Indeks harga tak tertimbang Metode Agregat pada periode n
dengan periode dasar, dirumuskan sebagai:
 Pn x100
 Po
Sementara untuk Metode Rata-rata Relatif dirumuskan sebagai:
 Pn  
  Po  x100
 
i

Keterangan:
 Pn = Jumlah harga semua barang periode n
Pn = Harga suatu barang pada periode n
 Po = Jumlah harga semua barang pada periode dasar
Po = Harga suatu barang pada periode dasar
i = Banyaknya barang

197
Tabel 4.1 Contoh Soal Indeks Harga Tak Tertimbang
Nama Harga Per unit Harga Relatif (Pn/Po)x100
Barang 1983 1984 1985 1984 1985
Beras 300 315 330 105 110
Jagung 100 125 150 125 150
Kedelai 500 600 550 120 110
900 1040 1030 350 370

Keterangan:
Tabel di atas menggambarkan penyusunan indeks harga tak
tertimbang dengan metode agregat dan rata-rata relatif. Bila tahun 1983
digunakan sebagai periode dasar, yang berarti indeks pada tahun 1983 =
100, maka indeks harga tahun 1984 dengan metode agregat tak
tertimbang adalah (1040/900) x 100 = 115,55 artinya harga keseluruhan
tanaman pangan (beras, jagung, kedelai) pada tahun 1984 adalah 1,155
kali harga keseluruhan tanaman pangan tahun 1983.
Dalam contoh terdapat 3 barang, sehingga indeks harga rata-rata
relatif tak tertimbang adalah (350/3)=116,67 yang berarti bahwa harga
pada tahun 1984 adalah 16,67 (116,67-100) persen di atas harga tahun
1983.
Pada tahun 1985, indeks harga dengan metode agregat tak
tertimbang adalah 114,44 dan indeks harga dengan metode rata-rata
relatif adalah 370/3=123,3. Jadi, perbedaan metode menghasilkan angka
indeks yang berbeda.

4.2. Indeks Harga Agregat Tertimbang


Timbangan yang digunakan untuk menyusun indeks harga
metode agregat adalah jumlah atau kuantitas produksi atau penjualan.
Ada dua rumus yang terkenal untuk menghitung indeks harga dengan
metode ini, yaitu rumus Laspeyres dan rumus Paasche.
Indeks harga tertimbang pada periode n dengan periode dasar O
dengan rumus Laspeyres adalah:

198
IH L 
 PnQo x100
 PoQo
dimana Qo adalah jumlah barang pada periode dasar.
Indeks harga tertimbang pada periode dasar n dengan periode
dasar O dengan rumus Paasche adalah:

IH L 
 PnQn x100
 PoQn
dimana Qn adalah jumlah barang pada periode n.
Dari kedua rumus terlihat bahwa perbedaan di antara keduanya
terletak pada timbangan yang digunakan, Laspeyres menggunakan
timbangan kuantitas tahun dasar dan Paasche menggunakan timbangan
kuantitas pada periode yang akan dicari indeks harganya. Perbedaan ini
memberi konsekuensi seperti berikut:
1. Perubahan angka indeks harga yang diperoleh dengan metode
Paasche tidak hanya disebabkan oleh perubahan harga, karena
timbangan dari tahun ke tahun berubah.
2. Perubahan angka indeks harga dengan metode Paasche
membutuhkan waktu dan tenaga lebih banyak untuk
mengumpulkan data tentang timbangan yang digunakan. Namun,
metode Paasche memberikan keuntungan yang penting karena
menggunakan timbangan yang up to date.

Tabel 4.2 Contoh Soal Indeks Harga Tertimbang


Jenis
Q83 P83 P84 P85 (P83.Q83) (P84.Q83) (P85.Q83)
Barang
Beras 35 300 315 330 10.500 11.205 211.550
Jagung 4 100 125 150 400 500 600
Kedelai 1 500 600 550 500 600 550
11.400 12.125 12.700
12.125 12.700
 x100  106,36
84
 x100  111, 40
85
IH L83
11.400 IH L 83
11.400

199
Misalnya seorang mahasiswa tidak puas terhadap hasil
perhitungan indeks harga tak tertimbang karena terdapat perbedaan
yang sangat besar antara kuantitas produksi beras dengan jagung
ataupun kedelai. Kemudian ia menghitung indeks harga tertimbang
dengan rumus Laspeyres, seperti yang ditunjukkan pada tabel, dan
diperoleh indeks harga tahun 1984 dan 1985 dengan periode dasar 1983
sebesar 106,36 dan 114,40. Ternyata diperoleh angka indeks yang lebih
kecil dibanding angka indeks tak tertimbang, yang berarti bahwa kenaikan
harga hasil produksi tanaman bahan makanan pada tahun 1984 hanya
meningkat 6,36 persen dibanding tahun 1983. Angka indeks tahun 1985
sebesar 114,40 berarti bahwa dibanding tahun 1983, tingkat harga hasil
produksi tanaman bahan makanan mengalami kenaikan sebesar 11,40
persen. Ini tidak berarti bahwa kenaikan harga selama tahun 1985
sebesar 11,40 persen maupun (=111,4 – 106,36) persen dibanding tahun
1984. Kenaikan tingkat harga pada tahun 1985 dibanding tahun 1984
sebesar
111,40  106,36
x100%  4,74%
106,36

Jika mahasiswa ingin menghitung indeks harga agregat


tertimbang dengan metode Paasche, maka indeks harga tahun 1984 dan
1985 dengan periode dasar 1983 adalah:
84

 P84Q84 x100 dan
85

 P85Q85 x100
IH P 83
 P83Q84 IH P 83
 P83Q85
Angka indeks itu dapat diperoleh jika diketahui kuantitas produksi
tahun 1984 dan 1985.

4.3. Indeks Harga Rata-rata Relatif Tertimbang


Peranan perubahan harga relatif untuk masing-masing jenis
barang dalam indeks harga rata-rata relatif diukur dengan jumlah rupiah
yang dikeluarkan untuk barang tersebut selama periode tertentu. Karena
banyaknya rupiah yang dikeluarkan merupakan hasil kali antara harga dan
kuantitas, maka timbangan yang digunakan dalam metode rata-rata

200
relatif adalah hasil dari suatu barang yang dikonsumsi atau dijual atau
diproduksi.
Rumus umum indeks harga rata-rata relatif tertimbang adalah:
 Pn   Pn 
  Po 100 PtQt    Po 100 Wt 
atau
 PtQt  Wt
Keterangan:
Pn
x100 = Harga relatif periode n
Po
PtQt = Banyaknya rupiah yang dikeluarkan (nilai timbangan) untuk
suatu jenis barang pada periode tertentu.
Wt = Proporsi nilai rupiah yang dibelanjakan pada periode
tertentu.

Jika periode tertentu t sama dengan periode dasar O, maka


rumusnya berubah menjadi:
 Pn 
  Po 100 PoQo 
PoQo

Yang sesungguhnya hampir sama dengan indeks harga agregat


tertimbang dengan rumus Laspeyres. Namun ada sedikit perbedaan, yaitu
bahwa rumus ini harus digunakan jika diketahui nilai (proporsi) rupiah
yang dibelanjakan pada periode dasar, maka digunakan metode agregat
tertimbang rumus Laspeyres. Tabel berikut ini menunjukkan cara
penyusunan indeks harga rata-rata relatif tertimbang.

Tabel 4.3 Contoh Soal Indeks Harga Rata-rata Relatif Tertimbang


Jenis Pn / Pox100 P83Q83 Pn / Pox100W
Q83 P83 P84 P85 84 85
Barang 84 85 (W)
Beras 35 300 315 105 105 110 10.500 1.102.500 1.155.000
Jagung 4 100 125 150 125 150 400 50.000 60.000
Kedelai 1 500 600 550 120 110 500 60.000 55.000
11.400 1.212.500 1.270.000

201
Jika tahun 1983 digunakan sebagai periode dasar, dengan metode
rata-rata relatif diperoleh angka indeks tahun 1984 sebesar: 1.212.500 /
11.400 = 106,36 dan indeks harga tahun 1985 sebesar:
1.270.000/11.400=111,40. Bandingkan angka indeks ini dengan angka
indeks yang diperoleh dengan metode agregat tertimbang dengan rumus
Laspeyres.

4.4. Macam-Macam Harga Indeks


Indeks harga konsumen (consumer price index) dirancang untuk
mengukur perubahan harga dari sekeranjang barang-barang dan jasa
tertentu, yang dihitung dengan metode agregat tertimbang rumus
Laspeyres. Karena rumus ini menggunakan timbangan yang tetap, maka
indeks harga konsumen hanya menunjukkan perubahan harga.
Dalam penyusunan indeks harga konsumen sejak bulan April
1990, Biro Pusat Statistik (BPS) mengambil data harga eceran dari 27
propinsi di Indonesia. Sekumpulan barang-barang dan jasa-jasa yang
digunakan dalam penyusunan indeks harga konsumen (sekitar 50 barang
dan jasa) dikelompokkan ke dalam subgolongan makanan, perumahan,
sandang, aneka barang dan jasa. Di samping indeks harga konsumen
tahunan, BPS juga menerbitkan indeks harga konsumen bulanan.
Indeks harga konsumen bukan suatu ukuran biaya hidup sebab
sekumpulan barang-barang dan jasa-jasa yang digunakan dalam
menghitung indeks harga konsumen tidak memasukkan semua jenis
biaya, misalnya bermacam-macam pajak. Di samping itu, sebagian biaya
hidup lebih ditentukan oleh gaya hidup atau selera dibanding harga. Pada
saat ini BPS belum menerbitkan indeks biaya hidup sehingga indeks harga
konsumen sering digunakan sebagai pengganti indeks biaya hidup.
Perbedaan antara indeks harga konsumen dan indeks biaya hidup
mungkin menjadi kecil selama periode stabil, tetapi perbedaannya
menjadi besar selama terjadi perubahan-perubahan dalam bidang pajak
dan pola konsumsi.
Pengetahuan tentang indeks harga konsumen diperlukan untuk
mengetahui daya beli rupiah pada suatu periode. Misalnya, IHK pada

202
tahun 1986 mencapai 300 dengan IHK tahun 1978 = 100, maka daya beli
rupiah tahun 1986=
IHK78 100 1
= =
IHK86 300 3

Yang berarti Rp. 1,- yang dibelanjakan pada tahun 1986 hanya
mendapatkan 1/3 dari yang diperoleh atas pembelanjaan Rp. 1,- pada
tahun 1978.
Selain itu, perhitungan indeks harga perdagangan besar juga
menggunakan rumus Laspeyres. Harga-harga yang digunakan dalam
indeks diperoleh produsen barang-barang itu sendiri, bukan dari
perdagangan besar.

4.5. Studi Kasus


1. Berikut adalah nilai impor bahan baku industri dan makanan dan
minuman dalam jutaan dolar AS.

Tahun Bahan Baku Industri Makanan dan Minuman


2000 2400 1232
2001 2314 1656
2002 2012 1387
2003 1545 820
2004 1597 1113
2005 2020 1009
2006 2228 797

Hitunglah indeks nilai relatif sederhana dengan menggunakan


tahun dasar 2000.

2. Berikut adalah nilai ekspor migas dan nonmigas Indonesia dalam


miliar dolar AS. Hitunglah indeks nilai relatif sederhana dengan
menggunakan tahun dasar 2000.

Tahun Ekspor Migas Ekspor Nonmigas


2000 11 34

203
Tahun Ekspor Migas Ekspor Nonmigas
2001 12 38
2002 12 41
2003 8 41
2004 10 39
2005 14 48
2006 12 44

3. Berikut adalah ekspor subsektor perkebunan pada tahun 2004-


2006 dalam ribuan ton.

Komoditas 2004 2005 2006


Karet 1494 1379 1453
Kopi 358 345 254
Tembakau 30231 30560 35601
Teh 94 102 95

Hitunglah indeks kuantitas agregat sederhana dengan


menggunakan tahun dasar 2004.

4. Berikut adalah hasil ekspor produk industri Indonesia tahun 1997


dan 2006. Hitunglah indeks Laspeyres dari data tersebut!

1997 2006
Komponen
Berat Harga Berat Harga
Kayu Lapis 5774 0,74 3898 0,47
Gergajian 370 1,05 527 0,57
Timah 18 5,06 45 4,07
Alumunium 522 0,52 226 1,80
Nikel 47 3,21 36 4,44
Pakaian Jadi 220 15,95 474 9,45
Tekstil 504 5,30 1269 2,52
Karet Olahan 1239 0,86 1669 0,72
Makanan Ternak 1623 0,10 1508 0,05

204
5. Dengan menggunakan data pada soal Nomor 4, hitunglah indeks
Paasche, indeks Fisher, dan indeks Drobisch.

6. Berikut adalah hasil ekspor produk pertambangan Indonesia pada


tahun 1999 dan 2006. Hitunglah angka indeks Laspeyres, Paasche,
indeks Fisher, dan indeks Drobisch.

1999 2006
Komponen
Berat Harga Berat Harga
Bijih tembaga 1413 1,09 2511 0,63
Bijih nikel 1733 0,02 2245 0,02
Bauksit 897 0,01 876 0,01
Batubara 31570 0,03 66505 0,02

7. Berikut adalah impor barang Indonesia pada tahun 2004 dan 2006
menurut penggunaan barangnya. Hitunglah indeks Laspeyres,
Paasche, Fisher dan Indeks Drobisch.

2004 2006
Jenis Barang
Ho Ko Ht Kt
Barang Konsumsi 0,692 3396 0,553 4071
Barang Bahan Baku 0,581 51033 0,396 60245
Barang Modal 7,538 1153 3,865 1250

8. Berikut adalah ekspor produk kehutanan Indonesia pada tahun


2002 dan 2006. Hitunglah indeks Marshal-Edgeworth!

2002 2006
Jenis Barang
Ho Ko Ht Kt
Kayu Gergajian 1,15 329 0,57 527
Kayu Lapis 0,74 4611 0,47 3.898

205
BAB V
ANALISIS REGRESI DAN KORELASI

5.1. Analisis Regresi


Analisis regresi merupakan salah satu teknik yang sering kali
digunakan dalam analisis ekonomi dan bisnis untuk menemukan apakah
ada hubungan atau tidak antara dua variabel atau lebih. Misalnya ingin
melihat apakah ada hubungan antara konsumsi dan pendapatan,
besarnya biaya iklan dan penjualan, tinggi badan dan berat badan.
Peralatan analisis regresi dan korelasi digunakan untuk mempelajari pola
dan mengukur hubungan statistik antara dua atau lebih variabel. Jika
hanya dua variabel yang dilibatkan, maka kita membicarakan regresi dan
korelasi sederhana. Jika lebih dari dua variabel yang terlibat maka kita
membicarakan regresi dan korelasi berganda.
Dalam ana1isa regresi, suatu persamaan regresi atau persamaan
penduga dibentuk untuk menerangkan pola hubungan variabel-variabel.
Setelah analisis membentuk persamaan penduga, kemudian ia membuat
pendugaan nilai suatu variabel, jika nilai variabel lain diketahui. Variabel
yang akan diduga dinamakan variabel terikat (dependent variable) dan
biasanya digambarkan pada sumbu tegak dari suatu diagram. Variabel
yang menerangkan perubahan variabel dependen dinamakan variabel
bebas (explanatory variable atau independent variable).
Terdapat perbedaan antara regresi dan korelasi. Tujuan analisis
korelasi adalah untuk mengukur keeratan hubungan antara variabel-
variabel. Sedangkan analisis regresi bertujuan untuk menjawab
bagaimana pola hubungan variabel-variabel. Analisis korelasi menjawab
bagaimana keeratan hubungan yang diterangkan dalam persamaan
regresi. Kedua analisis ini biasanya dipakai bersama-sama. Perhitungan
persamaan regresi atau estimasi persamaan regresi yang ditujukan untuk

206
melakukan estimasi terhadap variabel dependen (Y) dan nilai-nilai
variabel independen yang ada (X).

5.1.1. Hubungan Antara Dua Variabel


Untuk menentukan persamaan hubungan antar variabel, langkah
pertama adalah mengumpulkan data dari variabel yang dibutuhkan.
Misalkan variabel itu adalah X sebagai variabel bebas dan Y sebagai
variabel terikat. Langkah berikutnya adalah menggambarkan titik-titik
pasangan (X, Y) dalam sistem koordinat bidang. Hasil dari gambar itu
dinamakan scatter diagram, dari mana dapat dibayangkan bentuk kurva
halus yang sesuai dengan data. Persoalan mencari persamaan kurva yang
sesuai dengan seperangkat data pasangan hasil pengamatan dinamakan
curve fitting. Dalam gambar 5.1, titik- titik pasangan (X, Y) tampak sesuai
dengan garis lurus sehingga dikatakan terdapat hubungan linier antara
variabel X dan Y. Dalam Gambar 5.2 meskipun terdapat hubungan antara
variabel X dan Y, namun hubungannya tidak linier.

Gambar 5.1 Hubungan Linier Gambar 5.2 Hubungan Tak Linier

Setelah kita memutuskan jenis kurva yang sesuai, tugas


selanjutnya adalah menentukan persamaannya atau mencari nilai-nilai
konstantanya. Sebelum melangkah pada pendugaan persamaan regresi,
perlu lebih dahulu memahami ide dasar analisis regresi dua variabel.

207
5.1.2. Ide Dasar Analisis Regresi Dua Variabel
Istilah ‘Regression’ digunakan untuk menggambarkan garis yang
menunjukkan adanya hubungan antara 2 variabel. Istilah lainnya adalah
‘estimating line’ atau ‘garis taksiran’ yang dapat menentukan hubungan
perubahan variabel yang satu terhadap variabel lainnya.
Cara Menggambar Garis Regresi
1. Metode Diagram Berserak (The Scatter Diagram)
Yakni dengan menggambarkan titik-titik pada diagram berserak
dalam variabel X dan Y yang berpasangan. Garis regresi yang digambarkan
merupakan garis lurus yang digambarkan dengan metode bebas (free
hands’s method). Metode ini sederhana namun hasilnya subjektif yakni
hasilnya sangat tergantung individu yang membuat garis. Mekanismenya
adalah sebagai berikut:
- Garis yang digambar harus sedekat mungkin dengan semua titik
yang ada di dalam diagram berserak.
- Jumlah titik-titik yang berada pada masing-masing bagian garis
yakni bagian atas dan bawah harus sama.
- Garis itu harus digambar sedemikian rupa, sehingga titik-titik yang
berada di bagian atas dan bawah mempunyai jarak yang sama.

2. Metode Jumlah Kuadrat Terkecil (The Least Square’s Method)


Garis regresi yang digambarkan dengan metode Jumlah Kuadrat
Terkecil, didasarkan pada suatu persamaan: Y’ = a + bX. Nilai a dan b
dicari dengan rumus berikut:
n XY   X  Y  Y  b X
b dan a
n X 2    X 
2
n

dimana n banyaknya observasi.

Contoh 1:
Suatu sampel random sebanyak 10 keluarga bertujuan untuk
melihat hubungan antara pengeluaran konsumsi (Y) dengan pendapatan
keluarga (X). Hasil pengamatan itu dapat dilihat pada tabel di bawah.

208
Tabel 5.1 Contoh Soal Regresi Linier Sederhana
2
Konsumsi (Y) Pendapatan (X) XY X
70 80 5600 6400
65 100 6500 10000
90 120 10800 14400
95 140 13300 19600
110 160 17600 25600
115 180 20700 32400
120 200 24000 40000
140 220 30800 48400
155 240 37200 57600
150 260 39000 67600

Y  1110  X  1700  XY  205500 X 2


 322000

(10 x 205500)  (1110 x1700)


b  0,5091
10(322000)  1700 
2

1110  (0,5091x1700)
a  24,454
10
Sehingga persamaan regresi sampelnya
y = 24,454 + 0.5091 X.
Ini berarti bahwa jika X naik satu satuan maka Y akan bertambah
sebesar 0,5091. Bila b = 0 berarti tak ada hubungan antara y dan X dan
regresi sampelnya merupakan garis horizontal. Garis regresi sampel dapat
digambarkan dengan mengambil dua pasang titik (X, Y) secara sebarang.
Persamaan regresi di atas dapat digunakan untuk mengadakan peramalan
di masa mendatang. Misalkan berapa konsumsi yang dikeluarkan jika
pendapatannya 300, 500 atau 1000
Contoh 2: Suatu sampel random sebanyak 6 buah bertujuan
untuk melihat hubungan antara penjualan (Y) dengan iklan (X). Hasil
pengamatan itu dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 5.2 Contoh Soal Regresi Linier Sederhana


Penjualan (Y) Iklan (X) XY X2
6 2 12 4

209
Penjualan (Y) Iklan (X) XY X2
5 3 15 9
7 5 35 25
8 6 48 36
12 8 96 64
11 9 99 81
Y  49 X  33   305
XY X 2
 219

Di mana b = 0,95 dan a= 2,94


Sehingga persamaan regresi sampelnya
y = 2, 94 + 0.95 X.

Standard Error dari Penduga Least Squares


Pengertian penyimpangan standar terhadap garis regresi ini
identik dengan penyimpangan standar. Apabila pada penyimpangan
standar titik tolaknya nilai rata-rata, maka pada penyimpangan terhadap
garis regresi, titik tolak pengukuran dari garis regresi.
Rumus dari penyimpangan terhadap garis regresi ini adalah:

 Y  Y ' 
2

Se atau Syx =
N 2

Se atau Syx = Standard error of estimate


Y = Nilai data Y
Y’ = Nilai regresi
N = Jumlah Frekuensi
Pembagi digunakan N-2 karena pada perhitungan a dan b untuk
menentukan persamaan regresi kita telah kehilangan 2 derajat kebebasan
(degree of freedom).

Tabel 5.3 Penghitungan Standard Error dari Penduga Least Squares


Penjualan (Y) Iklan (X) Regresi (Y’) (Y-Y’) (Y-Y’)2
6 2 4,84 +1,16 1,35
5 3 5,79 -0,79 0,62
7 5 7,69 -0,69 0,48

210
Penjualan (Y) Iklan (X) Regresi (Y’) (Y-Y’) (Y-Y’)2
8 6 8,64 -0,64 0,41
12 8 10,54 +1,46 2,13
11 9 11,49 -0,49 0,24
5, 23
 Syx    Y  Y ' 
2
Se  1, 3075  1,14 dim ana  5, 23
4

Standar error sampel mengukur jumlah variasi titik-titik sampel di


sekitar garis regresi. Jika semua titik-titik observasi terletak tepat pada
garis regresi maka Se sama dengan nol. Biasanya Se tidak sama dengan
no1 dan makin besar Se berarti penduga y makin kurang tepat.
y

Gambar 5.3 Semua Titik-Titik Sampel Tepat Pada Garis Regresi

5.2. Analisis Korelasi


Analisis regresi bertujuan menduga persamaan regresi.
Sementara dalam ana1isa korelasi meliputi dua aspek. Pertama,
mengukur kesesuaian garis regresi terhadap data sampel atau disebut
koefisien determinasi dan kedua, mengukur keeratan hubungan antar
variabel atau disebut koefisien korelasi. Korelasi hanyalah menunjukkan
adanya hubungan antara 2 variabel atau lebih serta menunjukkan berapa
besarnya hubungan antara dua variabel tersebut. Korelasi tidak

211
menunjukkan hubungan sebab akibat antara dua variabel. Hubungan
sebab akibat sebenarnya merupakan akibat adanya korelasi.
Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi linier sederhana (r) adalah akar dan koefisien
determinasi linier sederhana (r2) atau

r  r 
n XY   X  Y 
n X   X   n Y   Y  
1 1
2 2 2 2 2 2

Karena nilai r2 berkisar antara 0 dan 1 maka nilai r terletak antara -1 dan
+1 (r = 1)
Bila Y cenderung naik seiring dengan kenaikan X, maka garis
regresi memiliki kemiringan positif (b > 0) dan r akan bernilai positif,
dalam hal ini dikatakan terdapat korelasi positif atau langsung. Bila y
cenderung turun seiring dengan kenaikan X maka garis regresi memiliki
kemiringan. Negatif (b < 0) dan r akan bernilai negatif, dalam hal ini
dikatakan terdapat korelasi negatif atau terbalik. Jika semua titik-titik
observasi tepat di atas garis regresi maka r akan bernilai +1 atau -1, dalam
hal ini dikatakan terdapat korelasi sempurna. Jika garis regresi horizontal
(b= 0) maka r2 = 0 dan r = 0, dikatakan tak ada korelasi antar variabel Y
dan X.

5.3. Praktik Komputer : Analisis Regresi dan Korelasi dengan SPSS


dan Excel
5.3.1. Analisis Regresi Sederhana dengan SPSS
Analisis Regresi digunakan terutama untuk tujuan peramalan, di mana dalam
model tersebut ada sebuah variabel dependen (tergantung) dan variabel
independen (bebas).12

Sebagai contoh ada tiga variabel, yaitu penjualan, Biaya Promosi


Penjualan dan Biaya Iklan. Dalam praktik, akan dibahas bagaimana

12
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

212
hubungan antara Biaya Promosi Penjualan dan Biaya Iklan terhadap
Penjualan. Di sini berarti ada variabel dependen yakni Penjualan,
sedangkan variabel independennya adalah Biaya Promosi Penjualan dan
Biaya Iklan. Metode Korelasi akan membahas keeratan hubungan, dalam
hal ini keeratan hubungan antara Biaya Promosi Penjualan dan Biaya Iklan
terhadap Penjualan. Sedangkan metode Regresi akan membahas prediksi
(peramalan), dalam hal ini apakah Penjualan di masa yang mendatang
dapat diramalkan jika Biaya Promosi Penjualan dan Biaya Iklan diketahui.
Dalam praktik sering dibedakan antara regresi sederhana dan
regresi berganda. Disebut regresi sederhana (simple regression) jika
hanya ada satu variable independent, sedangkan regresi berganda
(Multuiple Regression) jika ada lebih dari satu variable independent.

Kasus:
PT ANEKA dalam beberapa bulan gencar mempromosikan
sejumlah peralatan elektronik dengan membuka outlet-outlet di berbagai
daerah. Berikut adalah data mengenai Penjualan dan Biaya Promosi yang
dikeluarkan di 15 daerah di Indonesia.

Daerah Sales (juta Rupiah) Promosi (juta Rupiah)


JAKARTA 205 26
TANGERANG 206 28
BEKASI 254 35
BOGOR 246 31
BANDUNG 201 21
SEMARANG 291 49
SOLO 234 30
YOGYA 209 30
SURABAYA 204 24
PURWOKERTO 216 31
MADIUN 245 32
TUBAN 286 47
MALANG 312 54
KUDUS 265 40
PEKALONGAN 322 42

213
Akan dilakukan analisis regresi untuk mengetahui hubungan di
antara variabel Penjualan dengan Biaya Promosi.
LANGKAH-LANGKAH
 Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih
submenu Regression
 Dari serangkaian pilihan test untuk regresi, sesuai kasus pilih
Linear. untuk uji regresi secara linear (variabel X hasil persamaan
regresi hanya pangkat satu). Klik pilihan tersebut, maka tampak di
layar:

Pengisian
 Dependent atau variabel tergantung. Dalam hal ini variabel
tergantung adalah variabel sales. Maka klik variabel sales,
kemudian klik tanda ‘>’ (yang sebelah atas), maka variabel sales
yang berpindah ke Dependence.
 Independent(s) atau variabel bebas. Dalam hal ini variabel bebas
(predictor) adalah variabel promosi. Maka klik variabel promosi,
kemudian klik tanda ‘>’ (bagian independen), maka variabel
promosi berpindah ke Independent.

214
 Case Labels atau keterangan pada kasus. Oleh karena kasus
didasarkan pada daerah-daerah, maka variabel daerah berpindah
ke Case Labels.
 Method atau cara memasukkan/seleksi variabel. Metode ini
bermacam-macam, seperti stepwise, remove, backward, dan
forward (stepwise). Untuk keseragaman, pilih default yang ada,
yaitu Enter, yaitu prosedur pemilihan variabel di mana semua
variabel dalam blok dimasukkan dalam perhitungan ‘single step’.
Sedangkan alternative adalah stepwise di mana terjadi banyak
tahapan perhitungan regresi/step.
 Pilih kolom Options dengan mengklik pilihan tersebut. Tampak di
layar:

Pengisian:
 Untuk Stepping Method Criteria, digunakan uji F yang mengambil
standar angka probabilitas sebesar 5%. Oleh karena itu, angka
Entry 0,05 atau 5% dipilih.
 Pilihan default Include constant in equation atau menyertakan
konstanta tetap dipilih.
 Penanganan Missing Value atau data yang hilang, digunakan
default dari SPSS, yaitu Exclude cases listwise. NB : Data kasus
tidak ada yang hilang

215
 Klik continue untuk meneruskan.
 Pilih kolom Statistics dengan mengklik pilihan tersebut. Tampak di
layar:

Pilihan ini berkenaan dengan perhitungan statistic regresi yang


akan digunakan.
Pengisian: Regression Coefficient atau perlakuan koefisien regresi
tidak ditampilkan pada output SPSS.
 Klik pilihan Descriptive pada kolom sebelah kanan, serta tetap
aktifkan Model fit.
 Residuals, klik pada Casewise diagnostics dan dari situ pilih all
cases untuk melihat pengaruh regresi terhadap semua daerah.
Jika dipilih Outliers outside dan kemudian dipilih sebanyak 1
standar deviasi sebagai contoh, maka akan ditampilkan hasil
regresi pada daerah yang melebihi satu standar deviasi.
Klik Continue untuk melanjutkan.
 Pilih kolom Plots atau berhubungan dengan gambar/grafik untuk
regresi. Dengan mengklik pilihan tersebut, tampak di layar:

216
Direncanakan ada tiga plot (gambar) sehubungan dengan analisis regresi:
1. Klik pilihan SDRESID dan masukkan ke pilihan Y. Lalu klik sekali lagi
pada pilihan ZPRED dan masukkan ke pilihan X. Setelah kedua
variabel Y dan X terisi, klik tombol NEXT untuk melanjutkan
pengisian plot kedua.
2. Tampak pada variabel Y dan X kosong kembali. Sekarang klik
pilihan ZPRED dan masukkan ke pilihan Y. Lalu klik sekali lagi pada
pilihan DEPENDENT dan masukkan ke pilihan X.
3. Untuk plot ketiga, pada pilihan Standardized Residual Plots, klik
pada Normal Probability Plot
4. Klik Continue untuk meneruskan.
Pilihan-pilihan yang lainnya untuk keseragaman tidak dibahas di
sini.
 Tekan OK untuk mengakhiri prosedur analisis. Terlihat SPSS
melakukan pekerjaan analisis dan terlihat output SPSS.

217
OUTPUT ANALYSIS
Regression

De scriptive Statis tics

Mean Std. Deviation N


SALES 246,40 41,113 15
PROMOSI 34,67 9,678 15

Corre lations

SALES PROMOSI
Pearson Correlation SALES 1,000 ,916
PROMOSI ,916 1,000
Sig. (1-tailed) SALES , ,000
PROMOSI ,000 ,
N SALES 15 15
PROMOSI 15 15

b
Variables Ente red/Rem oved

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 PROMOSI a , Enter
a. All requested v ariables entered.
b. Dependent Variable: SALES

Mode l Summ aryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 ,916a ,839 ,826 17,127
a. Predictors: (Constant), PROMOSI
b. Dependent Variable: SALES

218
ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 19850,334 1 19850,334 67,673 ,000a
Residual 3813,266 13 293,328
Total 23663,600 14
a. Predictors: (Constant), PROMOSI
b. Dependent Variable: SALES

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coef f icients Coef f icients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 111,523 16,982 6,567 ,000
PROMOSI 3,891 ,473 ,916 8,226 ,000
a. Dependent Variable: SALES

Casew is e Diagnosticsa

Predicted
Case Number DAERAH Std. Residual SALES Value Residual
1 JAKARTA -,448 205 212,68 -7,68
2 TANGER
-,844 206 220,46 -14,46
ANG
3 BEKASI ,368 254 247,70 6,30
4 BOGOR ,810 246 232,13 13,87
5 BANDUN
,454 201 193,23 7,77
G
6 SEMARA
-,652 291 302,17 -11,17
NG
7 SOLO ,336 234 228,24 5,76
8 YOGYA -1,124 209 228,24 -19,24
9 SURABAY
-,053 204 204,90 -,90
A
10 PURWOK
-,942 216 232,13 -16,13
ERTO
11 MADIUN ,524 245 236,02 8,98
12 TUBAN -,490 286 294,39 -8,39
13 MALANG -,562 312 321,62 -9,62
14 KUDUS -,126 265 267,15 -2,15
15 PEKALO
2,748 322 274,93 47,07
NGAN
a. Dependent Variable: SALES

219
Re siduals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 193,23 321,62 246,40 37,655 15
Std. Predicted Value -1,412 1,998 ,000 1,000 15
Standard Error of
4,425 10,157 6,046 1,655 15
Predicted Value
Adjusted Predicted Value 191,17 326,84 246,79 38,689 15
Residual -19,24 47,07 ,00 16,504 15
Std. Residual -1,124 2,748 ,000 ,964 15
Stud. Res idual -1,174 2,909 -,010 1,025 15
Deleted Residual -20,99 52,75 -,39 18,711 15
Stud. Deleted Res idual -1,192 4,732 ,111 1,423 15
Mahal. Distance ,001 3,991 ,933 1,108 15
Cook's Distance ,000 ,511 ,067 ,128 15
Centered Leverage Value ,000 ,285 ,067 ,079 15
a. Dependent Variable: SALES

Charts

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


Dependent Variable: SALES
1,0

BOGOR
,8 MADIUN
BANDUNG
BEKASI
SOLO
Expected Cum Prob

,5 SURABAYA
KUDUS

JAKART A
T UBAN
MALANG
SEMARANG
,3 T ANGERANG
PURWOKERT O
YOGYA

0,0
0,0 ,3 ,5 ,8 1,0

Observ ed Cum Prob

220
Scatterplot
Dependent Variable: SALES
5 PEKALONGAN

1 BOGOR
BANDUNG MADIUN
SOLO BEKASI
SURABAYA KUDUS
0 JAKART A T UBAN MALANG
T ANGERANG SEMARANG
PURWOKERT O
-1 YOGYA

-2
-1,5 -1,0 -,5 0,0 ,5 1,0 1,5 2,0 2,5

Regression Standardized Predicted Value

Scatterplot
Dependent Variable: SALES
2,5
MALANG
2,0
SEMARANG
1,5 T UBAN

1,0 PEKALONGAN
KUDUS
,5
BEKASI
0,0
MADIUN
PURWOKERT OBOGOR
YOGYA SOLO
T-,5
ANGERANG
JAKART A
SURABAYA
-1,0
BANDUNG
-1,5
200 220 240 260 280 300 320 340

SALES

221
ANALISIS
BAGIAN DESCRIPTIVE STATISTICS DAN CORRELATIONS
De scriptive Statis tics

Mean Std. Deviation N


SALES 246,40 41,113 15
PROMOSI 34,67 9,678 15

Corre lations

SALES PROMOSI
Pearson Correlation SALES 1,000 ,916
PROMOSI ,916 1,000
Sig. (1-tailed) SALES , ,000
PROMOSI ,000 ,
N SALES 15 15
PROMOSI 15 15

Analisis:
 Rata-rata Sales (dengan jumlah data 15 buah) adalah Rp. 246,4
juta dengan standar deviasi Rp 41,11 juta
 Rata-rata Biaya Promosi (dengan jumlah data 15 buah) adalah Rp.
34,67 juta dengan standar deviasi Rp 9,68 juta
 Besar hubungan antarvariabel Sales dengan Promosi yang
dihitung dengan koefisien korelasi adalah 0,916. Hal ini
menunjukkan hubungan yang sangat erat (mendekati 1) di antara
Sales dengan Biaya Promosi. Arah hubungan yang positif (tidak
ada tanda negatif pada angka 0,916) menunjukkan semakin besar
Biaya Promosi akan membuat Sales cenderung meningkat.
Demikian pula sebaliknya.
 Tingkat signifikansi koefisien satu sisi dari output (diukur dari
probabilitas) menghasilkan angka 0.0000 atau praktis 0. Oleh
karena probabilitas jauh di bawah 0,05, maka korelasi antara
Sales dengan promosi sangat nyata.

222
BAGIAN KETIGA DAN KEEMPAT DARI OUTPUT DI ATAS
b
Variables Ente red/Rem oved

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 PROMOSI a , Enter
a. All requested v ariables entered.
b. Dependent Variable: SALES

Mode l Summ aryb

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 ,916a ,839 ,826 17,127
a. Predictors: (Constant), PROMOSI
b. Dependent Variable: SALES

Analisis:
 Tabel pertama menunjukkan variabel yang dimasukkan adalah
Promosi dan tidak ada variabel yang dikeluarkan yang dikeluarkan
(removed). Hal ini disebabkan metode yang dipakai adalah single
step (enter) dan bukannya stepwise.
 Angka R square adalah 0,839 (adalah pengkuadratan dari
koefisien korelasi, atau 0,916 x 0,916 = 0,839). R square dapat
disebut koefisien determinasi, yang dalam hal ini berarti 83,9%
Sales perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel biaya promosi.
Sedangkan sisanya (100%-83,9%= 16,1%) dijelaskan oleh sebab-
sebab yang lain. R square berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan
catatan semakin kecil angka R square, semakin lemah hubungan
kedua variabel).
 Standard Error of Estimate adalah 17,13 atau Rp. 17,13 juta
(satuan yang dipakai adalah variable dependen, atau dalam hal ini
adalah Sales). Perhatikan pada analisis sebelumnya, bahwa
standar deviasi Sales adalah Rp. 41,11 juta yang jauh lebih besar
dari standard error of estimate yang hanya Rp. 17,13 juta. Oleh

223
karena lebih kecil dari standar deviasi Sales, maka model regresi
lebih bagus dalam bertindak sebagai predictor Sales daripada
Rata-rata Sales itu sendiri.

BAGIAN KELIMA DAN KEENAM DARI OUTPUT


ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 19850,334 1 19850,334 67,673 ,000a
Residual 3813,266 13 293,328
Total 23663,600 14
a. Predictors: (Constant), PROMOSI
b. Dependent Variable: SALES

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coef f icients Coef f icients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 111,523 16,982 6,567 ,000
PROMOSI 3,891 ,473 ,916 8,226 ,000
a. Dependent Variable: SALES

Analisis:
 Dari uji ANOVA atau F test didapat F hitung adalah 67,673 dengan
tingkat signifikansi 0,0000. Oleh karena probabilitas (0,000) jauh
lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk
memprediksi Sales.
 Tabel selanjutnya menggambarkan persamaan regresi:
Y = 111,523 + 3,891 X
Di mana
 Y = Sales
 X = Biaya Promosi
 Konstanta sebesar 111,523 menyatakan bahwa jika tidak ada
Biaya Promosi, maka Sales adalah Rp. 111,523 juta

224
 Koefisien regresi sebesar 3,891 menyatakan bahwa setiap
penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- Biaya Promosi akan
meningkatkan Sales sebesar Rp. 3,891.
 Untuk regresi sederhana, angka korelasi (0,916) adalah juga
angka Standardized Coefficients (beta)
 Uji t untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel dependen
(promosi)

Di sini akan diberi contoh uji koefisien regresi dari Variabel Promosi:
Hipotesis
H0 = Koefisien regresi tidak signifikan
H1 = Koefisien regresi signifikan

Pengambilan Keputusan
1. Dengan membandingkan Statistik Hitung dengan Statistik Tabel
Jika Statistik t Hitung < Statistik t Tabel, maka H 0 diterima
Jika Statistik t Hitung > Statistik t Tabel, maka H 0 ditolak
- Statistik t Hitung
Dari tabel output di atas terlihat bahwa t hitung adalah 8,226
- Statistik tabel
Tingkat signifikansi (α) = 5%
Df (derajat kebebasan) = jumlah data – 2atau 15-2 = 13
Uji dilakukan dua sisi
Untuk t table dua sisi, didapat angka 2,1604
Keputusan: Oleh karena Statistik Hitung (8,226) > Statistik Tabel (2,1604),
maka Ho ditolak

2. Berdasarkan Probabilitas
Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima
Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak
Keputusan: Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance adalah 0,0000,
atau probabilitas jauh di bawah 0,05, maka Ho ditolak atau koefisien

225
regresi signifikan atau promosi benar-benar berpengaruh secara
signifikan terhadap Sales.

BAGIAN KETUJUH DARI OUTPUT


Yang berjudul Case Diagnotis memperlihatkan hasil prediksi dari
persamaan regresi.

a
Casew is e Diagnostics

Predicted
Case Number DA ERA H Std. Residual SA LES Value Residual
1 JAKARTA -,448 205 212,68 -7,68
2 TA NGER
-,844 206 220,46 -14,46
ANG
3 BEKASI ,368 254 247,70 6,30
4 BOGOR ,810 246 232,13 13,87
5 BA NDUN
,454 201 193,23 7,77
G
6 SEMARA
-,652 291 302,17 -11,17
NG
7 SOLO ,336 234 228,24 5,76
8 YOGY A -1,124 209 228,24 -19,24
9 SURABAY
-,053 204 204,90 -,90
A
10 PURWOK
-,942 216 232,13 -16,13
ERTO
11 MA DIUN ,524 245 236,02 8,98
12 TUBAN -,490 286 294,39 -8,39
13 MA LANG -,562 312 321,62 -9,62
14 KUDUS -,126 265 267,15 -2,15
15 PEKA LO
2,748 322 274,93 47,07
NGAN
a. Dependent Variable: SALES

Sebagai contoh:
Persamaan regresi adalah
Y = 111,523 + 3,891 X
Untuk biaya promosi Jakarta, dari data awal kasus adalah Rp. 26
juta, maka
Y = 111,523 + (3,891 x 26) atau 212,689 atau Rp 212,689 juta

226
Terlihat pada kolom Predicted Value atau nilai yang diprediksi
adalah 212,68 atau sama dengan perhitungan di atas (dengan
pembulatan dua angka di belakang koma)
- Sedangkan kolom Residual adalah selisih antara Sales yang
sesungguhnya dengan Sales hasil prediksi, atau
205 – 212,68 = -7,68 atau Rp 7,68 juta
- Kolom Std Residual atau Standardized Residual/residual yang
distandardisasikan adalah hasil perhitungan:
Residual/Standar Error of Estimate, untuk daerah Jakarta
-7,68/17,13 = -0,448
NB: Angka 17,13 dari output bagian empat (Model Summary), dan
berlaku untuk semua daerah (15 buah data). Semakin kecil Residual atau
Standardized Residual akan semakin baik bagi persamaan regresi dalam
memprediksi data.

BAGIAN KE DELAPAN OUTPUT


Bagian ini berjudul Residual Statistics dan membuat ringkasan
yang meliputi nilai minimum dan maksimum, mean, standar deviasi dari
predicted value (nilai yang diprediksi) dan statistik residu.

Re siduals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 193,23 321,62 246,40 37,655 15
Std. Predicted Value -1,412 1,998 ,000 1,000 15
Standard Error of
4,425 10,157 6,046 1,655 15
Predicted Value
Adjusted Predicted Value 191,17 326,84 246,79 38,689 15
Residual -19,24 47,07 ,00 16,504 15
Std. Residual -1,124 2,748 ,000 ,964 15
Stud. Res idual -1,174 2,909 -,010 1,025 15
Deleted Residual -20,99 52,75 -,39 18,711 15
Stud. Deleted Res idual -1,192 4,732 ,111 1,423 15
Mahal. Distance ,001 3,991 ,933 1,108 15
Cook's Distance ,000 ,511 ,067 ,128 15
Centered Leverage Value ,000 ,285 ,067 ,079 15
a. Dependent Variable: SALES

227
BAGIAN GAMBAR/CHART
1. Persyaratan NORMALITAS
Berikut gambar dari NORMAL PROBABILITY PLOT

Charts

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual


Dependent Variable: SALES
1,0

BOGOR
,8 MADIUN
BANDUNG
BEKASI
SOLO
Expected Cum Prob

,5 SURABAYA
KUDUS

JAKART A
T UBAN
MALANG
SEMARANG
,3 T ANGERANG
PURWOKERT O
YOGYA

0,0
0,0 ,3 ,5 ,8 1,0

Observ ed Cum Prob

Jika residual berasal dari distribusi normal, maka nilai-nilai


sebaran data (lihat noktah dengan nama daerah) akan terletak di sekitar
garis lurus. Terlihat bahwa sebaran data pada chart dapat dikatakan
tersebar di sekeliling garis lurus tersebut (tidak terpencar jauh dari garis
lurus). Maka dapat dikatakan bahwa persyaratan Normalitas bisa
dipenuhi.

2.
Persyaratan Kelayakan Model Regresi (Model Fit)
Chart kedua menggambarkan hubungan antara nilai yang
diprediksi dengan Studentized Delete Residual-nya, dengan tampilan pada
Chart kedua sebagai berikut:

228
Scatterplot
Dependent Variable: SALES
5 PEKALONGAN

1 BOGOR
BANDUNG MADIUN
SOLO BEKASI
SURABAYA KUDUS
0 JAKART A T UBAN MALANG
T ANGERANG SEMARANG
PURWOKERT O
-1 YOGYA

-2
-1,5 -1,0 -,5 0,0 ,5 1,0 1,5 2,0 2,5

Regression Standardized Predicted Value

Jika model regresi layak dipakai untuk prediksi (fit), maka data
akan berpencar di sekitar angka nol (0 pada sumbu Y) dan tidak
membentuk suatu pola atau Trend garis tertentu. Dari Chart di atas
terlihat sebaran data ada di sekitar titik nol (hanya data Pekalongan yang
jauh di luar titik nol), serta tidak tampak adanya suatu pola tertentu pada
sebaran data tersebut. Maka dapat dikatakan model regresi memenuhi
syarat untuk memprediksi Sales.

3. Persyaratan Model Fit tiap data


Gambar ketiga menampakkan hubungan antara variabel SALES
dengan nilai prediksinya, terlihat berikut ini:

229
Scatterplot
Dependent Variable: SALES
2,5
MALANG
2,0
SEMARANG
1,5 T UBAN

1,0 PEKALONGAN
KUDUS
,5
BEKASI
0,0
MADIUN
PURWOKERT OBOGOR
YOGYA SOLO
T-,5
ANGERANG
JAKART A
SURABAYA
-1,0
BANDUNG
-1,5
200 220 240 260 280 300 320 340

SALES

Jika model memenuhi syarat, maka sebaran data akan berada


mulai dari kiri bawah lurus ke arah kanan atas. Terlihat sebaran data di
atas memang membentuk arah seperti diisyaratkan, dengan perkecualian
data Pekalongan. Oleh karena itu, dapat dikatakan model regresi sudah
layak digunakan.

5.3.2. Analisis Regresi Berganda dengan SPSS


Tujuannya adalah untuk: memprediksi besar variabel tergantung dengan
menggunakan data variabel bebas yang sudah diketahui besarnya.13

Catatan: Pada dasarnya, tahapan penyusunan model regresi


berganda meliputi:
 Menentukan nama variabel bebas (Independent) dan mana
variabel tergantung (Dependent).

13
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

230
 Menentukan metode pembuatan model regresi (Enter, Stepwise,
Forward, Backward).
 Melihat ada tidaknya data yang outlier (ekstrem).
 Menguji asumsi-asumsi pada regresi berganda, seperti
Normalitas, Linieritas, Heterokedastisitas, dan lainnya.
 Menguji signifikansi model (uji t, uji F, dan sebagainya).
 Interpretasi Model Regresi Berganda.
Jika dilakukan dengan metode Stepwise, maka uji signifikansi
justru mendahului uji asumsi seperti normalitas dan sebagainya.
Karena regresi berganda cukup kompleks dan bervariasi, pada
modul ini akan dijelaskan prosedur pembuatan model regresi berganda
dan uji signifikansinya dengan metode ENTER. Sedang untuk uji asumsi
model regresi, akan dijelaskan tersendiri.

Data:
Data kuantitatif. Jika data adalah kualitatif (pada umumnya
adalah data jenis kategori atau nominal), maka data tersebut akan
diperlakukan sebagai dummy variabel.

Data yang Dipakai:


Regresi.

Kasus:
Manajer PT DUTA MAKMUR ingin mengetahui apakah kegiatan yang
menunjang penjualan perusahaan selama ini (sebagai variabel bebas):
 Iklan di koran (variabel:iklan_ko, satuan biaya iklan dalam Jutaan
Rupiah/bulan).
 Iklan di Radio (iklan_ra, satuan biaya iklan dalam Jutaan
Rupiah/bulan).
 Jumlah Outlet Penjualan di seluruh daerah (outlet, satuan dalam
unit outlet).
 Jumlah salesman yang ada (salesman, satuan dalam orang)

231
Benar-benar berpengaruh terhadap Penjualan Roti dari
perusahaan (sebagai variabel dependent, yaitu Variabel Sales, satuan
dalam Jutaan Rupiah/bulan). Dan jika berpengaruh, perusahaan akan
mencoba memprediksi sales pada waktu tertentu dengan mengubah-
ubah variabel yang mempengaruhinya.

Langkah:
a. Buka file regresi.

b. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih


submenu Regression, dan pilih Linear…

232
c. Tampak di layar tampilan seperti gambar:

Pengisian:
 Dependent atau variabel tergantung. Pilih variabel sales.
 Independent(s) atau variabel bebas. Pilih variabel iklan_ko,
iklan_ra, outlet, dan salesman.
 Case Labels atau keterangan pada kasus. Pilih variabel daerah.

233
 Method, pilih Enter.
 Abaikan pilihan yang lain.
 Kemudian tekan OK untuk proses data:

Output:

234
Analisis
1. Model Summary
 Angka R sebesar 0,869 menunjukkan bahwa korelasi/hubungan
antara Sales dengan 4 variabel independent-nya adalah kuat.
Catatan: Definisi kuat karena angka di atas 0,5. Namun demikian
bisa saja untuk kasus lain batasan angka akan berbeda.
 Angka R square atau Koefisien Determinasi adalah 0,755 (berasal
dari 0,869 x 0,869). Namun, untuk jumlah variabel independent
lebih dari dua, lebih baik digunakan Adjuted R square, yang
adalah 0,716 (selalu lebih kecil dari R square). Hal ini berarti
71,6% variasi dari Sales bisa dijelaskan oleh variasi dari keempat
variabel independent. Sedangkan sisanya (100%-71,6% =28,4%)
dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain.
 Standard Error of Estimate (SEE) adalah 41,58 atau Rp. 41,58
juta/bulan (satuan yang dipakai adalah variabel dependent/Sales).

235
Makin kecil SEE akan membuat model regresi semakin tepat
dalam memprediksi variabel dependent.

2. Anova
 Dari uji Anova atau F test, didapat F hitung adalah 19,298 dengan
tingkat signifikansi 0,0000. Karena probabilitas (0,000) jauh lebih
kecil dari 0,05, maka model regresi bisa dipakai untuk
memprediksi Sales. Atau bisa dikatakan, Iklan di Koran, Iklan di
Radio, Jumlah Outlet dan Jumlah Salesman secara bersama-sama
berpengaruh terhadap Sales.
Catatan: Lihat pembahasan uji ANO VA untuk lebih jauh dengan
penggunaan F test.

3. Koefisien Regresi
 Persamaan regresi :
Sales = 100,123 + 10,913 iklan_ko + 4,966 iklan_ra – 13,275
outlet – 13,988 salseman
- Konstanta sebesar 64,639 menyatakan bahwa jika tidak ada
iklan, outlet ataupun salesman yang bertugas, Sales adalah Rp.
100,123 juta/bulan.
- Koefisien regresi 10,913 menyatakan bahwa setiap
penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- Biaya iklan di Koran akan
meningkatkan Sales sebesar Rp. 10,913.
- Koefisien regresi 4,966 menyatakan bahwa setiap
penambahan (karena tanda +) Rp. 1,- Biaya iklan di Koran akan
meningkatkan Sales sebesar Rp. 4,966.
- Koefisien regresi -13,275 menyatakan bahwa setiap
penambahan (karena tanda -) 1 unit outlet akan mengurangi
Sales sebesar Rp. 13,275.
- Koefisien regresi -13,988 menyatakan bahwa setiap
penambahan (karena tanda -) satu orang salesman akan
mengurangi Sales sebesar Rp. 13,988.

236
 Uji t untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel
independent.
Hipotesis:
Ho = Koefisien regresi tidak signifikan.
H1 = Koefisien regresi signifikan
Pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas)
- Jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima.
- Jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak.
Keputusan:
 Variabel iklan_ko, outlet dan salesman mempunyai angka
signifikan di bawah 0,05. Karena itu, ketiga variabel independent
tersebut memang mempengaruhi sales.
 Variabel iklan_ra dan konstanta regresi mempunyai angka
signifikan di atas 0,05. Karena itu, kedua variabel tersebut
sebenarnya tidak mempengaruhi sales.
Dengan demikian, variabel iklan_ra dikeluarkan dari model
regresi, kemudian prosedur pencarian model regresi diulang sekali lagi.
Catatan: Simpan hasil output di atas dengan nama regresi_berganda1.

MODEL REGRESI BERGANDA KE-2


Proses ulangan model regresi berganda:
1. Buka file regresi.
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih
submenu Regression, dan pilih Linear…

237
3. Tampak di layar tampilan seperti gambar:

Pengisian:
 Dependent atau variabel tergantung. Pilih variabel sales.
 Independent(s) atau variabel bebas. Pilih variabel iklan_ko, iklan,
outlet, dan salesman. Catatan: Perhatikan variabel iklan_ra
sekarang tidak dimasukkan!
 Case Labels atau keterangan pada kasus. Pilih variabel daerah.
 Method, pilih Enter.
 Abaikan pilihan yang lain.

238
 Kemudian tekan OK untuk proses data:

Output:

239
Analisis
1. Model Summary
 Angka R sebesar 0,856 menunjukkan penurunan dibanding model
terdahulu. Namun demikian angka korelasi masih bisa disebut
kuat.
 Angka R square atau (Koefisien Determinasi yang disesuaikan)
adalah 0,703, yang juga lebih rendah dari model sebelumnya.
 Standard Error of Estimate (SEE) adalah 42,56 atau Rp. 42,56
juta/bulan. Hal ini berarti terjadi kenaikan pada SEE, yang
sebenarnya kurang baik, karena tingkat kesalahan dari model
regresi lebih besar dari model sebelumnya. Tafsiran dari SEE bisa
dilakukan dengan prosedur:
- Mencari t tabel dengan kriteria:
- Menghitung variasi dari variabel Dependent:
2,0555 x 42,56 =  87,48

240
2. Anova
 Dari uji Anova atau F test, didapat F hitung adalah 23,842 dengan
tingkat signifikansi 0,0000. Hal ini menunjukkan pengaruh variabel
independent secara keseluruhan cukup signifikan.

3. Koefisien Regresi
 Persamaan regresi sekarang menjadi:
Sales = 174,644 + 10,744 iklan_ko - 12,949 outlet – 13,273
salesman
 Uji t untuk menguji signifikansi konstanta dan setiap variabel
independent. Terlihat bahwa pada kolom Sig/significance, semua
variabel independent dan konstanta mempunyai tingkat
signifikansi di bawah 0,05. Hal ini berarti iklan di koran, jumlah
outlet dan jumlah salesman secara individu juga berpengaruh
secara signifikan terhadap sales.
Dengan demikian, model regresi terakhir ini sudah memadai
untuk memprediksi sales. Catatan: Simpan hasil output di atas dengan
nama regresi_berganda2.

4. Memprediksi sales dengan besaran variabel independent


tertentu
Misal untuk bulan Agustus 2000 perusahaan berniat
meningkatkan biaya iklan di koran rata-rata menjadi Rp. 30 juta,
menambah jumlah salesman rata-rata menjadi 10 orang, dan jumlah
outlet rata-rata menjadi 12, maka penjualan pada bulan tersebut
diperkirakan menjadi:
Sales = 174,644 + (10,744 x 30) – (12,949 x 12) – (13,273 x 10)
= 208,846 atau sekitar Rp. 208.846.000,-
Catatan: Perhatikan pengisian iklan_ko yang hanya 30, karena
satuan dalam juta rupiah.

241
Tambahan: Karena regresi terdapat SEE, maka sales sebesar
208,846 tersebut tidak bisa tepat sebesar itu, namun akan bervariasi
menjadi di antara (lihat tafsiran pada SEE) : 208,846  87,48
121,366 sampai 296,326. Atau bervariasi dari Rp. 1321,366 juta
sampai Rp. 296,326 juta. Demikian seterusnya bisa dilakukan berbagai
prediksi lain berdasar masukan variabel independent.

5.3.3. Analisis Korelasi dengan SPSS


Tujuannya adalah ingin mengetahui apakah di antara dua variabel terdapat
hubungan, dan jika ada hubungan, bagaimana arah hubungan dan seberapa
14
besar hubungan tersebut.

Contoh data yang Dipakai:


Karyawan dan ROTI_SALES

14
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

242
Langkah Kerja
Kasus:
1. Menghitung Korelasi antara Gaji, Usia, dan Pengalaman Kerja
seorang Karyawan (ada pada data karyawan)
Karena ketiga variabel adalah kuantitatif, maka korelasi yang
digunakan adalah Person.
Langkah:
a. Buka file karyawan.
b. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih
submenu Correlate, dan pilih bivariate…

243
c. Tampak di layar tampilan seperti gambar:

Pengisian:
 Variable atau variabel yang dikorelasikan. Pilih Gaji, Usia, dan
Kerja.
 Correlation Coefficients atau alat hitung koefisien korelasi.
Pilih Pearson.
 Test of Significance, pilih Two-tailed untuk uji dua sisi.
 Flag significant correlations, aktifkan pilihan ini.
 Kemudian klik tombol Options hingga tampak di layar tampilan
seperti gambar:

244
Pengisian:
 Pada pilihan Statistics diabaikan saja.
 Biarkan pilihan Exclude cases pairwise aktif.
 Kemudian tekan OK untuk mengakhiri pengisian prosedur
analisis. Selanjutnya SPSS melakukan pekerjaan analisis dan
terlihat output SPSS.

Output:
Berikut ini adalah output dari test korelasi:

245
Analisis
a. Arti angka Korelasi
Ada dua hal dalam penafsiran korelasi, yaitu tanda + atau –
yang berhubungan dengan arah korelasi, serta kuat tidaknya
korelasi.
Contoh, antara Gaji dengan Usia, didapat angka +0,682 (tanda
+ disertakan karena tidak ada tanda ‘-‘ pada output jadi otomatis
positif.
Hal ini berarti:
 Arah korelasi positif, atau semakin tinggi usia karyawan,
gajinya cenderung semakin besar, dan sebaliknya.
 Besar korelasi yang >0,5, berarti usia korelasi kuat dengan gaji
karyawan.
Demikian juga untuk korelasi usia-kerja dan gaji-kerja,
semuanya berarah positif, hanya antara usia karyawan dengan
pengalaman kerja karyawan korelasinya lemah (hanya 0,438 atau
di bawah 0,5)
b. Signifikansi hasil korelasi
Hipotesis:
Ho = Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel.
H1 = Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel
Uji dilakukan dua sisi
Dasar pengambilan keputusan (berdasarkan probabilitas):
 Jika probabilitas > 0,05 (atau 0,01) maka Ho diterima.
 Jika probabilitas <0,05 (atau 0,01) maka Ho ditolak.
Catatan: 0,05 atau 0,01 tergantung pilihan.
Keputusan:
Karena semua angka probabilitas adalah 0,000, maka semua
variabel memang secara nyata berkorelasi. Hal ini bisa juga dilihat
dari adanya tanda ** pada angka korelasi, yang artinya sama,
yaitu angka korelasi memang signifikan.

246
Catatan: Output menyatakan SPSS menganggap angka korelasi
signifikan pada level 0,01 atau 1%. Tentunya jika diuji dengan
tingkat 5% akan signifikan juga.
c. Jumlah data yang berkorelasi
Karena tidak ada variabel yang hilang, maka data yang
diproses adalah 75 buah.

2. Menghitung Korelasi antara penjualan roti isi durian, kacang,


dan cokelat (ada pada data ROTI_SALES)
Karena ketiga variabel adalah kuantitatif, maka korelasi yang digunakan
adalah Person.
Langkah:
a. Buka file ROTI_SALES.

b. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih


submenu Correlate, dan pilih bivariate…

247
c. Tampak di layar tampilan seperti gambar:

Pengisian:
 Variable atau variabel yang dikorelasikan. Pilih durian, kacang,
dan coklat.
 Correlation Coefficients atau alat hitung koefisien korelasi.
Pilih Pearson.
 Test of Significance, pilih Two-tailed untuk uji dua sisi.
 Abaikan pilihan yang lain.

248
 Kemudian tekan OK untuk mengakhiri pengisian prosedur
analisis. Selanjutnya SPSS melakukan pekerjaan analisis dan
terlihat output SPSS.

Output:
Berikut ini adalah output dari test korelasi:

Analisis
a. Arti angka Korelasi
Terlihat korelasi antara durian-kacang dan kacang-cokelat,
korelasi positif, tetapi sangat lemah, sehingga bisa dikatakan tidak
ada korelasi, atau roti kacang yang terjual tidak ada hubungannya
dengan roti durian atau cokelat yang terjual.
Sedangkan korelasi antara cokelat dan durian ada korelasi
yang negatif namun kuat (0,731 yang di atas 0,5). Hal ini berarti
makin tinggi penjualan roti cokelat, maka penjualan roti durian
makin tinggi.
b. Signifikansi hasil korelasi
Dari output terlihat hanya besaran korelasi antara cokelat dan
durian saja yang signifikan (pada level 5%, yaitu 0,011), sedangkan

249
yang lain tidak signifikan (angka jauh di atas 0,05, yaitu 0,796 dan
0,747)
c. Jumlah data yang berkorelasi
Karena variabel coklat hanya 11 buah, sedang durian dan
kacang ada 12 buah, maka tampilan N ada yang 12 atau 11,
tergantung korelasi yang diinginkan. Catatan: Simpan hasil output
dengan nama korelasi_2.

Studi Kasus Korelasi:


a. Menghitung korelasi antara Gaji dengan Karyawan yang berusia
25 tahun ke atas! Catatan: Perhatikan untuk melakukan filter
terhadap variabel Usia terlebih dahulu, dengan jumlah kasus
variabel Gaji menyesuaikan hasil filter Usia.
b. Menghitung korelasi antara Usia dengan Karyawan yang bergaji di
bawah Rp. 400.000,- per bulan!

5.3.4. Analisis Korelasi Data Ordinal dengan SPSS


Tujuannya adalah melakukan penghitungan korelasi menggunakan korelasi
Spearman dan Kendall, di mana syaratnya semua variabel harus Ordinal (isi
variabel berjenjang, seperti Sangat Baik, Baik, Tidak Baik, dan sebagainya.15

Data:
Data bisa kualitatif ataupun kuantitatif, yang masing-masing
mempunyai ukuran korelasi sendiri-sendiri.

Data yang Dipakai:


Nilai_karyawan

15
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

250
Kasus:
Data yang digunakan dalam kasus ini adalah nilai_karyawan, yang
menilai karyawan PT DUTA MAKMUR dari segi prestasi kerja, IQ para
karyawan, dan loyalitasnya.

Menghitung Korelasi antara Prestasi Kerja, IQ dan Loyalitas.


Karena ketiga variabel adalah kualitatif dan jenis Ordinal, maka
korelasi yang digunakan adalah Spearman dan Kendall.

Langkah:
1. Buka file nilai_karyawan.

251
2. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih
submenu Correlate, dan pilih Bivariate…

252
3. Tampak di layar tampilan seperti gambar:

Pengisian:
 Variable. Pilih prestasi, IQ dan Loyalitas.
 Correlation Coefficients. Pilih Spearmen dan Kendall’s tau-b.
Catatan: Jangan lupa untuk menonaktifkan pilihan Pearson.
 Test of Significance, pilih Two-tailed untuk uji dua sisi.
 Flag significant correlations, aktifkan pilihan ini.
 Abaikan pilihan yang lain.
 Kemudian tekan OK untuk proses data:

253
Output:

Analisis
Arti angka Korelasi
1. Korelasi antara Prestasi dengan Loyalitas adalah positif, atau
semakin loyal (setia) seorang karyawan, maka prestasinya
cenderung semakin bagus. Demikian pula sebaliknya, semakin
tidak loyal, semakin tidak berprestasi karyawan tersebut. Namun,
angka korelasi (0,299) yang jauh dari 0,5 menunjukkan lemahnya
hubungan kedua variabel tersebut.
2. Korelasi antara IQ dengan loyalitas adalah positif, atau semakin
tinggi IQ seseorang, semakin loyal (setia) karyawan tersebut.
Demikian pula sebaliknya. Namun angka korelasi (0,072) yang
jauh dari 0,5 menunjukkan lemahnya hubungan kedua variabel
tersebut.
3. Korelasi antara Prestasi dengan IQ adalah negatif, atau semakin
tinggi IQ seorang karyawan, maka prestasinya cenderung semakin
jelek. Demikian pula sebaliknya. Namun, angka korelasi (0,015)
yang jauh dari 0,5 menunjukkan lemahnya hubungan kedua

254
variabel tersebut. Catatan: Angka korelasi yang dipakai adalah
korelasi Kendall. Namun demikian jika diukur dengan Spearman,
hasil tidak jauh berbeda.

Signifikansi hasil korelasi


1. Korelasi antara Prestasi dengan Loyalitas adalah signifikan
(probabilitas adalah 0,005 yang jauh di bawah 0,05), yang berarti
adanya hubungan yang benar-benar signifikan antara Prestasi
dengan Loyalitas seorang Karyawan.
2. Korelasi antara IQ dengan Loyalitas adalah hampir signifikan
(probabilitas adalah 0,508 yang hampir sama dengan batas 0,05).
Untuk kasus ini, bisa dilakukan pengujian ulang dengan data yang
diperbarui, untuk memastikan apakah kedua variabel berkorelasi
secara signifikan.
3. Korelasi antara Prestasi dengan IQ adalah tidak signifikan
(probabilitas adalah 0,893 yang jauh di atas 0,05), yang berarti
antara Prestasi dengan IQ seorang Karyawan tidak ada
hubungan). Catatan: Angka signifikansi korelasi yang dipakai
adalah korelasi Kendall. Namun demikian jika diukur dengan
Spearman, hasil tidak jauh berbeda.

5.4. Studi Kasus


1. Seorang speku1an ingin mengetahui apakah ada hubungan antara
tingkat keuntungan perusahaan (X) dengan tingkat kenaikan
harga saham (Y) perusahaan tersebut. Ia mengambil data dari 20
perusahaan pada tahun 1990 (cross section data) seperti pada
tabel berikut.

Y X
5,0 4,3
11,1 4,6
3,2 2,4
7,9 2,4
25,5 26,4

255
Y X
3,8 4,2
1,1 5,5
9,9 4,7
13,3 2,2
1,5 4,0
6,4 4,0
8,9 8.4
8,1 3.3
13,5 4,7
4,7 5,2
7,5 3,6
4,7 3,6
8,0 4.0
7,5 3,9
9,0 2,1

a. Carilah persamaan regresi liniernya dengan metode least squares.


b. Hitunglah koefisien korelasinya

2. Seorang mahasiswa dari fakultas ekonomi ingin mengetahui


apakah ada hubungan antara pendapatan nasional (GNP) dengan
jumlah uang beredar (M). Data variabel yang diperlukan
dikumpulkan dari tahun 1973 sampai 1986 (data time series),
seperti pada tabel berikut.

Observasi ke GNP M
1 1.127,0 237,3
2 1.156,7 242,3
3 1.181,4 247,4
4 1.219,4 252.9
5 1.365,0 257,6
6 1.287,8 261,7 '
7 1.319,7 265,3
8 1.352,7 268,7
9 1.370,9 272,7
10 1.391,0 276,5
11 1.424,4 279,4
l2 1.441,3 282,2

256
Observasi ke GNP M
13 1.433,6 282,6
14 1.460,6 287,8

a. Carilah persamaan regresi liniernya dengan metode least squares.


b. Cari koefisien koefisien korelasi.

Studi Kasus 3
PT Maju Mundur yang memproduksi obat-obatan dalam rangka
memperkenalkan produk-produknya, melakukan promosi gencar di
seluruh daerah yang dianggap potensial. Setelah beberapa bulan, manajer
pemasaran ingin mengetahui apakah promosi yang selama ini dilakukan
sudah efektif untuk mempengaruhi penjualan produk-produknya.
Untuk itu manajer tersebut mengumpulkan data sebagai berikut
(dalam satu periode tertentu):
 Biaya promosi (iklan, sales promotion dan sebagainya)
 Luas outlet yang disewa pada pusat perbelanjaan (dalam meter
persegi)
 Pengunjung atau pelanggan yang tercatat pada tiap outlet
 Sales atau penjualan produk PT Maju Mundur

Promosi Luas Outlet Pengunjung Sales


No Daerah
(Juta Rp) (m2) (Orang) (Juta Rp)
1 Jakarta 17.5 80 2145 195.2
2 Tangerang 10.5 100 2541 100.6
3 Bekasi 8.6 50 500 95.8
4 Bogor 9.3 60 650 99.5
5 Bandung 7.5 55 450 87.6
7 Semarang 9.4 100 650 98.6
8 Surakarta 5.6 80 400 75.8
9 Yogyakarta 5.8 86 500 78.6
10 Surabaya 11.5 90 1100 141.2
11 Malang 6.5 55 600 81.5
12 Denpasar 9.8 40 900 95.4
13 Medan 11.9 110 1200 148.6
14 Padang 6.2 80 450 86.4

257
Promosi Luas Outlet Pengunjung Sales
No Daerah 2
(Juta Rp) (m ) (Orang) (Juta Rp)
15 Palembang 5.8 60 400 77.9
16 Pekanbaru 4.6 55 450 70.9
17 Pontianak 8.2 70 750 91.5
18 Samarinda 5.6 90 500 75.1
19 Balikpapan 7.5 60 700 86.4
20 Ujung Pandang 9.8 80 900 100.5

Selesaikanlah dan berikan analisis secukupnya:


1. Regresi dan Korelasi Sederhana, pengaruh promosi terhadap
penjualan
2. Regresi dan Korelasi Berganda, yakni pengaruh beberapa faktor
terhadap penjualan.

258
BAB VI
ANALISIS TIME SERIES

Analisis deret berkala (time series analysis) adalah suatu metode


kuantitatif untuk menentukan pola data masa lampau yang telah
dikumpulkan secara teratur. Dengan menggunakan pola data masa
lampau, maka kita dapat menggunakannya untuk mengadakan peramalan
(forecasting) di masa yang akan datang. Dengan demikian time series
adalah serangkaian nilai-nilai variabel yang disusun berdasarkan waktu.
Analisis time series mempelajari pola gerakan nilai-nilai variabel pada satu
interval waktu (misalnya mingguan, bulanan, tahunan) yang teratur.

6.1. Komponen Time Series


Terdapat empat komponen time series, yaitu:
- Secular Trend atau Trend (T)
- Seasonal Variation (S) atau Variasi Musim
- Cyclical Variation (C) atau Siklis
- Irregular Variation (I)atau Gerakan yang teratur

Secular Trend atau Trend (T)


Trend adalah suatu garis atau kurva yang halus yang
menunjukkan suatu kecenderungan umum suatu variabe1 time series.
Dengan kata lain Trend adalah gerak naik atau turun dalam jangka
panjang. Pada gambar di bawah terdapat sebuah garis lurus ditarik
melintasi daerah tengah seluruh pasangan data. Garis lurus ini
menunjukkan Trend jangka panjang. Arah Trend terlihat meningkat,
dalam situasi yang lain, pasangan data mungkin menunjukkan pola yang
menurun atau mungkin tidak linier.

259
Menurut geraknya dapat dibedakan 3 macam Trend, yakni: Trend
naik (upward Trend), Trend tetap (constant Trend) dan Trend turun
(downward Trend).

Seasonal Variation (Gerak Musim)


Gerak musim merupakan gerak naik atau turun secara periodik
dalam jangka waktu 1 tahun. Gerak musim akan berulang setiap tahun.

Sesuai dengan namanya, kondisi ik1im merupakan faktor yang


berpengaruh terhadap variasi musim. Kegiatan konstruksi, penjualan
barang-barang pertanian berhubungan erat dengan cuaca. Penjualan alat-
alat sekolah berkaitan dengan hari libur atau tidaknya sekolah, penjualan
barang pada waktu lebaran, dsb.. Ukuran-ukuran tentang variasi musim
diperlukan dalam peramalan dan perencanaan jangka pendek.

Cyclical Variation (Gerak Siklis)


Gerak siklis merupakan gerak naik atau turun secara periodik
dalam jangka panjang, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun atau lebih. Menurut

260
Gottfried Haberler dalam bukunya Prosperity and Depressian
membedakan business cycles menjadi 4 bagian, yakni masa kemakmuran
(prosperity phase), masa krisis (downturn phase), masa kehancuran
(depression phase), dan masa pembangunan kembali (upturn, revival
phase). Misalnya periode krisis di Inggris dapat dilihat pada tahun-tahun:
1815, 1825, 1836, 1847, 1857 dan 1866.

Gerakan Tak teratur


Kadang-kadang dalam suatu time series terjadi gerakan yang
berbeda, tetapi dalam waktu yang singkat, tidak diikuti dengan pola yang
teratur dan tidak dapat diperkirakan. Gerakan yang tak teratur ini dapat
disebabkan oleh faktor-faktor random seperti pemogokan, bencana,
perubahan pemerintahan, dan lain-lain. Namun, kadang sebab-sebab ini
dapat diketahui setelah gerakan yang tak teratur itu terjadi. Karena arah
gerakan-gerakan ini tak dapat diperkirakan, maka ukuran
ketidakteraturan masa lalu tak berguna untuk peramalan dan
perencanaan.
Beberapa manfaat dari analisis time series, antara lain dapat
mempelajari data masa lampau sehingga dapat dipelajari faktor-faktor
penyebab perubahan masa lampau. Time series dapat membantu untuk
melakukan peramalan (forecasting) dan membantu memisahkan faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi suatu data. Manfaat lainnya adalah
untuk mempermudah dalam membandingkan suatu rangkaian data
dengan rangkaian data yang lainnya.

6.2. Bentuk Persamaan Trend


Dengan mempelajari Trend kita dapat mengetahui pola data masa
lampau, apakah polanya naik terus, tetap atau turun. Selain itu dengan
Trend, kita dapat mengadakan proyeksi mendatang. Dengan mempelajari
Trend, kita dapat memisahkan Trend dari komponen time series yang lain.
Pada bagian ini akan dipelajari beberapa bentuk persamaan Trend, antara
lain persamaan Trend linier, kuadratik, dan eksponensial.

261
6.2.1. Persamaan Trend Linier
Bentuk umum persamaan Trend linier adalah
Yt = a + bX
Keterangan:
Yt = nilai Trend untuk periode tertentu
a = nilai Yt jika x = O atau nilai Yt pada periode t.
b = kemiringan garis Trend, artinya besarnya perubahan Yt jika terjadi
perubahan satu besaran periode waktu
X = kode periode waktu = t -t
Dengan metode least squares akan diperoleh suatu garis yang
paling cocok untuk suatu time series. Prinsip metode Least Squares
ada1ah meminimalkan jumlah pangkat dua selisih antara nilai variabel
yang sesungguhnya (Y) dengan nilai Trend (yt). Sehingga metode Least
Squares akan menghasilkan ∑ yang nilainya sekecil mungkin.
Dengan menggunakan kalkulus dapat dibuktikan bahwa:

a
Y dan b
 XY
n X 2

dimana n adalah banyaknya pasangan data


Contoh berikut menunjukkan penerapan dari rumus tersebut.
Misalkan penjualan per tahun suatu perusahaan se1ama 6 tahun mu1ai
dari tahun 1980 berturut-turut adalah 50, 40, 40, 30, 16, 20. Tentukanlah
persamaan Trend liniernya! Tabel 1 memberikan 1angkah-1angkah untuk
menemukan persamaan Trend tersebut.

Tabel 6.1 Perhitungan Persamaan Garis Trend Linier


Tahun (t) Tahun Kode (X) Penjualan (Y) XY X2
1980 -2,5 50 -125 6,25
1981 -1,5 40 -60 2,25
1982 -0,5 40 -20 O,25
1983 0,5 30 I5 O.25
1984 1,5 16 24 2.25
1985 2.5 20 50 6,25

262
Tahun (t) Tahun Kode (X) Penjualan (Y) XY X2
196 -116 17,5

Sehingga

a 
Y 
196
 32,67 dan b
 XY 
 11,6
 6,629
n 6 X 2
17,5

Karena itu persamaan Trend liniernya:


- dalam bentuk kode adalah Yt = 32,67 – 6,629X atau
- dalam bentuk yang sesungguhnya Yt = 32,67 - 6.629 (t –1982,5)
Untuk menggambarkan garis Trend, kita cukup membutuhkan dua
titik. Tetapkan dua buah nilai X (atau t) tertentu, kemudian masukkan ke
dalam persamaan Trend. Hubungkan kedua pasangan titik tersebut untuk
memperoleh garis Trend liniernya (lihat Gambar berikut).

Gambar 6.1 Trend Linier

6.2.2. Persamaan Trend Kuadratik


Perkembangan nilai suatu variabel dalam interval pendek atau
menengah yang mempunyai pola linier, kadang-kadang dalam interval
yang panjang polanya berubah menjadi tidak linier. Karena itu jika
digunakan pola linier untuk peramalan jangka panjang tidak jarang
hasilnya jauh meleset. Konsekuensinya harus dibuat persamaan Trend

263
yang tidak linier, misalnya Trend kuadratik seperti yang akan dibicarakan
pada sesi ini atau Trend eksponensial seperti pada sesi sesudah ini.
Persamaan Trend kuadratik dengan tahun kode adalah:
Yt = a + bX + CX2
∑ (∑ ) (∑ )(∑ )
∑ ∑


(∑ ) (∑ ) ∑
∑ ∑

Untuk lebih memahami rumus di atas ikuti contoh berikut. Nilai


produksi suatu perusahaan selama 5 tahun sejak tahun 1981 berturut-
turut adalah 12, 16, 19, 21, 22. Tentukan persamaan Trend kuadratik
untuk nilai produksi tersebut. Tabel 2 menunjukkan tahap-tahap untuk
menemukan persamaan Trend kuadratik.

Tabel 6.2 Perhitungan Persamaan Trend Kuadratik


Tahun (t) Tahun Kode (X) Nilai Produksi (Y) XY X2 X2Y X4
1981 -2 12 -24 4 48 16
1982 -1 16 -16 1 16 1
1983 O 19 0 0 0 0
1984 1 21 21 1 21 1
1985 2 22 44 4 88 16
90 25 10 173 34

Sehingga

dan

Karena itu persamaan Trend kuadratik:


- dalam bentuk tahun kode adalah Yt = 19 + 2,5X – 0,5X2
- atau dalam tahun yang sesungguhnya adalah :

264
Yt = 19+ 2,5 (t – 1983) – 0,5 (t – 1983)Y
Untuk menggambarkan kurva Trend kuadratik diperlukan lebih
dari dua titik

Gambar 6.2 Trend Kuadratik

6.2.3. Persamaan Trend Eksponensial


Bentuk umum persamaan Trend eksponential adalah
Yt = a (1 + b)t-t atau dalam bentuk tahun kode
Yt = a (1 + b)X
Persamaan ini dinamakan eksponensial karena variabel waktu t
sebagai pangkat. Dalam persamaan itu t adalah tahun di tengah dari
periode yang dipelajari dan X = t - t. Angka b menunjukkan tingkat
perubahan nilai variabel Yt per tahun, dan tingkat perubahan itu konstan.
Ni1ai-nilai koefisien yang akan dicari dari persamaan itu adalah a dan b,
jika diketahui pasangan data (X,Y) dalam time series.
Perhitungan a dan b dilakukan dengan menerapkan sifat-sifat logaritma.
Yt = a(1+b)x
LnYt = Ln a + X Ln(1+b)
Sehingga
∑ ∑
dan ∑

265
Dengan menerapkan rumus tersebut pada data berikut
diharapkan membantu memperjelas penyusunan persamaan Trend
eksponensial. Misalkan pendapatan nasional harga berlaku dari suatu
negara selama 6 tahun terakhir sejak tahun 1981 secara berturut-turut
adalah 47, 5, 68, 77, 93, 119. Tentukanlah persamaan Trend
eksponensialnya dan berapa tingkat pertumbuhan ekonomi per tahun.
Tabel 3 berikut menunjukkan langkah-langkah untuk menemukan
persamaan Trend eksponensial.

Tabel 6.3 Perhitungan Persamaan Trend Eksponensial


Tahun Tahun Pendapatan 2
Ln Y X Ln Y X
(t) Kode (X) Nasional (Y)
1981 -2,5 47 3,850 -9,6254 6,25
1982 -1,5 58 4,060 -6,0907 2,25
1983 -0,5 68 4,220 -2,1098 0,25
1984 0,5 77 4,344 2,1719 0,25
1985 1,5 92 4,522 6,7827 2,25
1986 2,5 119 4,779 11,9478 6,25
25.775 3,0765 17,50

Sehingga
dan

Karena itu persamaan Trend eksponensialnya;


- dalam bentuk tahun kode Yt=73,393 (1,1922)X atau
-
dalam tahun sesungguhnya Yt=73,393 (1,1922)t-1983,5
Ini berarti tingkat pertumbuhan ekonomi nominal per tahun
selama periode 1981-1986 sebesar b = 19,22 %. Kurva Trend
eksponensialnya ditunjukkan oleh Gambar.

266
Gambar 6.3 Trend Eksponensial

Bentuk persamaan Yt = a (1 + b) X berlaku untuk variabel Diskrit.


Bagi variabel yang perubahannya kontinu, akan lebih cocok bila
menggunakan bentuk persamaan eksponensial:

Yt  aeb(t t ) atau Yt  aebX dim ana e  2,71828


Nilai Koefisien persamaan, yaitu a dan b dicari seperti berikut: Ln
Yt = Ln a + bX
Sehingga
∑ ∑
dan ∑

Contoh: Jumlah penduduk suatu negara selama 6 tahun terakhir


sejak tahun 1980 adalah 147,5 150,7 154 157 160 164. Buatlah
persamaan Trend eksponential jumlah penduduk dan berapa tingkat
pertumbuhan penduduk per tahun.
Jawab:
Mengingat pertumbuhan penduduk terjadi setiap saat (jumlah
penduduk merupakan variabel kontinu) maka lebih tepat digunakan
bentuk persamaan: Yt = a ebX

267
Tabel 6.4 Perhitungan Persamaan Trend Eksponensial
Tahun Penduduk
Tahun t Ln Y X Ln Y X
kode X Y
1980 - 2,5 147,5 4,994 - 12,4896 6,25
1981 - 1,5 150,7 5,015 - 7,5229 2,25
1982 - 0,5 154 5,037 - 2,5185 0,25
1983 0,5 157 5,056 2,5281 0,25
1984 1,5 160 5,075 7,6128 2,25
1985 2,5 164 5,100 12,7497 6,25
30,277 0,3646 17,50

Sehingga
dan
Karena itu persamaan Trend eksponensialnya :
- dalam bentuk tahun kode adalah Yt = 155,426 e0,0208 X
- dalam tahun yang sebenarnya Yt = 155,426 e0,0208 (t –1982,5)
Ini berarti tingkat pertumbuhan penduduk per tahun pada
periode 1980 - 1985 adalah 22,08 persen. Kurva Trend eksponensialnya
ditunjukkan oleh Gambar 6.3. Bandingkan dengan bentuk kurva Trend
eksponensial variabel diskrit pada Gambar.

6.2.4. Memilih Trend yang Tepat


Metode Least Squares selalu menghasilkan Trend linier atau
kuadratik atau eksponensial yang paling cocok dibanding yang dihasilkan

268
oleh metode-metode lain. Karena metode least squares akan
memberikan ∑ yang paling kecil. Namun. Untuk seperangkat
data time series tertentu, Trend linier, kuadratik dan Trend eksponensial
tidak akan menghasilkan ∑ yang sama. Karena itu perlu dicari
bentuk Trend yang lebih cocok yaitu bentuk yang akan memberikan
∑ paling kecil.
Misalkan untuk suatu data time series tertentu dicari persamaan
Trend linier, kuadratik dan eksponensial dengan metode Least Squares.
Kemudian dari Trend linier diperoleh ∑ , metode yang
lain pasti memberikan ∑ yang lebih besar dari 100. Trend
kuadratik memiliki ∑ dan Trend eksponensial memiliki
∑ . Ini berarti bahwa Trend eksponensial lebih cocok di
antara ketiga bentuk Trend karena ia memberikan ∑ yang paling
kecil.

6.3. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Avarage Methods)


Rata-rata bergerak n periode (n adalah bilangan bulat positif) dari
nilai data time series dihitung melalui tahap-tahap seperti berikut.
1. Hitunglah rata-rata dari sebanyak n nilai data yang paling awal.
2. Lupakan nilai data yang pertama.
3. Ulangi tahap no. 1 dan no. 2 sampai data yang terakhir telah
digunakan.
Rata-rata ini dikatakan rata-rata bergerak karena setelah rata-rata
dihitung kemudian diikuti gerakan satu periode ke belakang. Rata-rata
bergerak ditempatkan pada pusat dari n periode yang digunakan. Karena
itu dinamakan rata-rata bergerak terpusat. Rata-rata bergerak 3 periode
(n = 3) mulai ditempatkan pada data yang kedua, jika n = 5, rata-rata
bergerak mulai ditempatkan pada data yang ketiga. Kemudian, pada
periode mana rata-rata bergerak terakhir akan dipusatkan? Misalkan dari
data time' series 1950 –1985, maka rata-rata bergerak 7 tahun yang
terakhir akan dipusatkan pada tahun 1982. Dengan alasan ini rata-rata
bergerak terpusat dikatakan out of date karena tidak ada rata-rata

269
bergerak pada tahun-tahun yang terakhir seperti tahun 1983, 1984 dan
1985.

Tabel 6.5 Rata-Rata Bergerak Terpusat


Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986
Produksi (ton) 21 24 15 16 20 19 18
Rata-rata Bergerak 3 20 18,33 17 18,33 19 -
Tahun
Rata-rata Bergerak 5 - 19,2 18,8 17,6 - -
Tahun

Rata-rata bergerak bervariasi lebih kecil dibanding data aslinya.


Dari tabel di atas rata-rata bergerak 3 tahun bervariasi dari 17 sampai 20,
tetapi nilai produksi bervariasi dari 15 sampai 24. Sehingga rata-rata
bergerak cenderung menghaluskan (meratakan) data time series. Makin
besar n, makin halus rata-rata bergeraknya.

Gambar 6.4 Rata-Rata Bergerak Terpusat dari Data Produksi

Bagaimana jika n genap? misalnya n = 4. Perhitungan rata-rata


bergeraknya dapat diikuti pada Tabel 6. Kolom 2 merupakan jumlah
bergerak 4 tahun yang ditempatkan di tengah n periode yang jatuh di
antara dua buah tahun. Jumlah produksi empat tahun pertama 15 + 17 +

270
18 + 16 = 66 ditempatkan di antara tahun 1976 dan 1977. Jumlah
produksi empat tahun berikutnya 17 + 18 + 16 + 20 = 71 ditempatkan di
antara tahun 1977 dan 78.
Langkah berikutnya adalah menempatkan jumlah bergerak pada
suatu tahun, bukan di antara tahun, karena itu dinamakan jumlah
bergerak terpusat dari 2n data time series seperti terlihat pada kolom
ketiga. Karena jumlah bergerak terpusat merupakan penjumlahan dari 8
nilai data, maka rata-rata bergerak terpusat diperoleh melalui pembagian
jumlah bergerak terpusat dengan 8, hasilnya terlihat pada kolom
keempat.

Tabel 6.6 Perhitungan Rata-Rata Bergerak Terpusat 4 Tahun (n Genap)


Jumlah Jumlah
Rata-rata
Produksi Bergerak 4 Bergerak
Tahun Bergerak Terpusat
(1) tahun Terpusat
(4) = (3):8
(2) (3)
1975 15
1976 17
1977 18 66
1978 16 71 137 17,125
1979 20 75 146 18,250
1980 21 81 156 19,500
1981 24 80 161 20,125
1982 15 76 156 19,500
1983 16 75 151 18,875
1984 20 90 145 18,125
1985 19 73 143 17,875
1986 18

6.4. Mengukur Variasi Musim dengan Metode Rata-Rata Bergerak


Dalam model klasik, data time series merupakan gabungan
perkalian di antara komponen-komponennya yaitu Trend jangka panjang
(T), siklis (C), variasi musim (S) dan fluktuasi tak teratur (I). Jika variasi
musim dan f1uktuasi tak teratur dapat dihilangkan, maka yang tersisa
adalah gabungan dari Trend dan siklis. Rata-rata bergerak 12 bulan dari
data bulanan atau rata-rata bergerak 4 kuartal dari data kuartalan

271
mengakibatkan variasi musim dan ketidakteraturan dari data bulanan
atau kuartalan tadi telah diperbaiki sehingga tinggal kombinasi antara
Trend dan siklis (T x C). Misa1kan nilai data aktual y (= T x C x S x I) untuk
suatu periode waktu dibagi dengan rata-rata bergeraknya (= T x C).
hasi1nya adalah S x I. Bila (S x I) dikalikan 100 diperoleh relatif musiman.
Jika relatif musiman dirata-ratakan maka ketidakteraturan telah
diperbaiki sehingga yang tersisa tinggal komponen S (variasi musim).
Model klasik mengasumsikan bahwa rata-rata ukuran musim
sama dengan 100. Konsekuensinya untuk data kuartalan misalnya jumlah
dari empat ukuran kuartal harus menjadi 400, jika tidak harus disesuaikan
agar menjadi 400. Setelah jumlahnya sama dengan 400, maka ukuran
kuartal dinamakan Indeks Musim. Untuk data bulanan berarti terdapat 12
indeks musim, untuk data semesteran hanya ada 2 indeks musim. Berikut
ini diberikan contoh menghitung indeks musim data kuartalan dengan
metode rasio rata-rata bergerak. Misalkan banyaknya rumah yang terjual
oleh sebuah real estate ditunjukkan seperti Tabel 6. 7.

Tabel 6.7 Banyaknya Rumah Terjual (Contoh Soal Variasi Musim)


Kuartal
Tahun
1 2 3 4
1983 20 30 29 44
1984 34 46 44 62
1985 40 46 36 52
1986 40 54 50 72

Tahap-tahap penyelesaiannya adalah:


1. Menghitung rata-rata bergerak 4 kuartal dan rasio rata-rata
bergerak.

Tabel 6.8 Perhitungan Rata-Rata Bergerak dan Rasio Rata-Rata Bergerak


Jumlah Jumlah Rata-rata
Rasio Rata-Rata
Penjualan Bergerak Bergerak Bergerak
Tahun Kuartal Bergerak
(1) 4 Kuartal Terpusat Terpusat
(5)=[(1):4)x100]
(2) (3) (4)=(3):8
1983 1 20

272
Jumlah Jumlah Rata-rata
Rasio Rata-Rata
Penjualan Bergerak Bergerak Bergerak
Tahun Kuartal Bergerak
(1) 4 Kuartal Terpusat Terpusat
(5)=[(1):4)x100]
(2) (3) (4)=(3):8
30
2
122
28 258 32,25 86,8
3
136
4 44 288 36 122,2
152
34 320 40 85,0
1
168
46 354 44,25 104,0
2
186
1984
44 378 47,25 93,1
3
192
62 384 48 129,2
4
184
40 376 47 85,1
1
174
46 358 44,75 102,8
2
174
1985
36 348 43,50 82,8
3
186
52 360 45 115,6
4
196
40 382 47,75 83,8
1
216
1986 2 54 412 51,50 104,8
3 50
4 72

2. Merata-ratakan ratio rata-rata bergerak dan mencari indeks


musim.

Tabel 6.9 Rasio Rata-Rata Bergerak


Kuartal
Tahun
1 2 3 4
1983 - - 86,8 112,2
1984 85 104,0 93,1 129,2
1985 85,1 102,8 82,8 115,6
1986 83,8 104,8 -

273
Kuartal
Tahun
1 2 3 4
Jumlah 253,9 104,6 262,7 367,0
Rata-rata atau (Jumlah : 3) 84,6 104,3 87,6 122,3
400 84,9 104,6 88,0 122,5
Indeks Musim atau (Rata-rata x )
39,8
Jumlah Rata-rata = 398,8
Jumlah Indeks Musim = 400

Indeks musim yang diperoleh dapat digunakan untuk menduga


rata-rata bergerak yang hilang karena sifatnya yang out of date. Bila nilai
data aktual pada suatu periode dibagi dengan indeks musim periode yang
bersangkutan kemudian dikalikan 100, proses ini dinamakan
deseasonalization dan hasilnya merupakan suatu penduga rata- rata
bergerak (T x C).
Data aktual periode tertentu TxCxSxI
= =TxCxI
Indeks Musim Periode Tertentu S

Penduga ini mempunyai sebuah komponen kesa1ahan yang


disebabkan oleh fluktuasi yang tak teratur I. Rata-rata bergerak yang
hilang pada periode 1986: 3 dan 1986: 4 bila diduga dengan cara ini
hasilnya adalah :
1986 : 3
1986:4

6.5. Praktik Komputer: Analisis Time Series dengan Excel


Kemampuan untuk meramal atau forecast masa depan sebuah
usaha sangat penting terutama bagi dasar pengambilan keputusan
strategis bagi kelangsungan perusahaan. Misalnya manajer pemasaran
suatu perusahaan ingin mengetahui apakah permintaan suatu produk di
masa mendatang, atau pemerintah ingin mengetahui dan memperkirakan
berapa laju inflasi tahun-tahun mendatang dan sebagainya. Berbagai
teknik melakukan peramalan (forecasting) masa depan berdasarkan pada

274
data masa lalu dan sekarang telah dikembangkan berdasarkan pada
pengetahuan akan ilmu statistik.
Pada umumnya ada dua pendekatan untuk forecasting, yaitu
qualitative forecasting dan quantitative forecasting. Peramalan secara
kualitatif khususnya dilakukan jika data yang tersedia tidak ada atau tidak
mencukupi, seperti dalam proyek peluncuran produk baru. Metode
peramalan untuk kasus kualitatif biasanya dilakukan secara subjektif,
seperti teknik Delphi, expert opinion dan sebagainya.
Sedang peramalan secara kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan data masa lalu yang tersedia. Adapun metode peramalan
secara kuantitatif bisa dibagi atas dua bagian utama, yaitu:
- Casual Forecasting: Metode peramalan ini seperti analisis regresi
berganda, model ekonometrik dan sebagainya.
- Time Series Forecasting: Metode ini membahas proyeksi masa
depan dari suatu variabel didasarkan pada data masa lalu dan
data sekarang.

Analisis Time Series


Time series adalah sekumpulan data berupa angka yang didapat
dalam suatu periode waktu tertentu. Contoh time series adalah sebagai
berikut: data harian dari IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) di Bursa
Efek Jakarta, yang menunjukkan gerakan IHSG setiap hari, data bulanan
atau triwulanan mengenai harga Sembako (sembilan kebutuhan pokok),
data tahunan tentang penjualan suatu produk tertentu.
Dasar dari analisis time series adalah bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pola dari kumpulan data tersebut pada masa lalu dan
sekarang cenderung tidak banyak berubah pada masa mendatang. Hingga
demikian dapat dilakukan analisis time series yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor tersebut untuk membantu para manajer
mengambil keputusan-keputusan bisnis.
Faktor-faktor berikut yang biasanya mempengaruhi data time
series pada ekonomi dan bisnis.

275
1. Trend (Kecenderungan Jangka Panjang)
Trend secara umum bisa didefinisikan sebagai kecenderungan
dalam jangka panjang dari suatu kumpulan data.
2. Cyclical Component (Komponen Siklikal)
Komponen siklikal ini biasanya bervariasi antara dua sampai
sepuluh tahun (seperti pengaruh resesi akan menurunkan produksi,
sebaliknya boom dalam ekonomi akan menaikkan permintaan dan
produksi secara berlebihan) dan erat hubungannya dengan siklus bisnis.
Dalam data time series, komponen siklikal terlihat dalam hal data
menurun kemudian meningkat lagi, atau meningkat beberapa saat
kemudian menurun lebih besar dari keadaan normal.
3. Irregular Component (Komponen Tidak Teratur)
Komponen ini mempengaruhi naik turunnya data time series
secara tidak teratur, seperti adanya kebakaran pada pabrik hingga
produksi menurun tajam, adanya bencana alam dan sebagainya.
4. Faktor Lain
Khusus untuk data time series yang terdiri atas data bulanan atau
triwulan atau bagian dari satu tahunan, ada satu faktor tambahan lagi
yang bisa mempengaruhi time series selain ketiga faktor di atas. Faktor
tersebut adalah seasonal (musiman) seperti kenaikan produksi saat natal
atau lebaran, kenaikan permintaan payung saat musim hujan dan
sebagainya.
Dari pembahasan di atas, terlihat bahwa suatu data time series
bisa diekspresikan sebagai berikut: Yi=Ti x Ci x li,
Sedang untuk data yang bersifat bulanan atau triwulan, time
series bisa diekspresikan sebagai berikut:
Yi=Ti x Si x Ci x li
Keterangan:
Yi = Data atau observasi pada tahun pertama
Ti = Nilai dari komponen Trend
Ci = Nilai dari komponen cyclical (siklikal)
Ii = Nilai dari komponen irregular (tak beraturan)

276
Si = Nilai dari komponen seasonal (musiman). Ingat komponen seasonal
hanya berlaku untuk data bulanan atau triwulan.

Langkah-Langkah Analisis Time Series16


Langkah awal dari analisis time series adalah membuat grafik dari
suatu kumpulan data. Ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan, yaitu:
- Jika dalam seri data tersebut terdapat suatu Trend tertentu, maka
berbagai metode analisis time series bisa dipergunakan, seperti
model linier, kuadratik dan sebagainya.
- Jika dalam seri data tersebut tidak bisa atau sulit ditemukan suatu
Trend tertentu, atau tidak jelas terdapat suatu kenaikan atau
penurunan data dalam jangka panjang, atau terdapat cukup
banyak variasi dalam seri data, maka bisa dipakai metode Moving
Average atau Exponential Smoothing untuk menghaluskan seri
data tersebut hingga bisa didapat suatu pola tertentu untuk
jangka panjang.

Kasus
Percetakan PT Pustaka Pelajar mempunyai data penjualan untuk
kurun waktu 1970-1992 sebagai berikut (dalam Juta Rupiah):

16
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2000)

277
Pada data tersebut akan dilakukan Moving Average dan
Exponential Smoothing.

6.5.1. Trend Linier dengan Excel


Kasus
Data Sales atau Penjualan dari PT Pustaka tersebut akan dibuat
analisis Trend.

278
Linear Model
Langkah pengerjaannya berbeda dengan pengerjaan Moving
Average atau Exponential Smoothing, pada analisis Trend perlu diberi satu
variabel lagi, yaitu X, karena akan dibuat persamaan Trend yang mirip
regresi, di mana harus ada variabel Y (di sini adalah Sales) dan X.
1. Tempatkan pointer pada sel C1, lalu ketik X untuk mengisi sel C1
tersebut. Dengan demikian, isi variabel X akan ditempatkan pada
kolom C.
2. Tempatkan pointer pada sel C2, lalu ketik 0 untuk mengisi sel
tersebut. Dengan demikian, nilai X akan dimulai dengan angka 0,
atau X untuk tahun 1970 dengan nilai Sales (Y) sebesar Rp145 juta
adalah 0.
3. Tempatkan pointer pada sel C2 lagi, lalu dengan menekan mouse,
geser pointer hingga sel C26. terlihat sel C2 sampai C26 berubah
warna (terbentuk range dari C2:C26).

279
4. Sel C2 sampai C26 akan diisi dengan memilih menu Edit dari
menu utama Excel, lalu pilih menu Fill.
5. Dengan mengklik menu Fill tersebut, terlihat serangkaian pilihan.
Kasus ini, pilih Series….
6. Pengisian menu Series: Untuk kolom series in, pilih columns,
karena data dibuat tiap kolom
Untuk kolom Type, pilih linear. Jangan memilih pilihan yang lain,
seperti pilihan Auto Fill (mengisi secara otomatis) akan menghasilkan nilai
0 semua.

Kolom date unit karena tidak aktif (warna berbeda) maka tidak
bisa diisi. Date unit akan aktif jika kolom Type dipilih date, yang berisi
pemasukan kalender (Tahun, Bulan, Minggu dan Hari).
Pilihan Trend tidak perlu diisi, karena dalam hal ini tidak
berpengaruh pada pengisian. Pilihan step value diisi dengan angka 1,

280
karena akan diisi angka-angka dengan penambahan 1, seperti setelah 1
lalu 2, lalu 3 dan seterusnya. Sebagai contoh, jika pilihan adalah 2, maka
step pengisian adalah 2, seperti 1, lalu 3, lalu 5 dan seterusnya. Untuk
analisis Trend, step value adalah 1.
Pilihan stop value diisi dengan angka 24, karena data terakhir
adalah 24. Perlu diperhatikan, kolom ini bisa diabaikan, karena otomatis
Excel akan berhenti mengisi data pada sel range terakhir.

7. Tekan OK untuk mengakhiri pengisian Fill Series.

281
Terlibat sel C2 sampai C26 terisi data mulai 0 sampai 24. Variabel
X perlu ditambahkan karena Trend berhubungan dengan satuan waktu,
yang dalam kasus ini dalam satuan tahun (1970, 1971 dan seterusnya).
Dalam mencari persamaan Trend, tahun-tahun tersebut harus diubah
menjadi satuan yang relevan untuk perhitungan. Dalam kasus di atas,
tahun 1970 sebagai awal diubah menjadi 0, lalu tahun 1971 karena selisih
satu tahun dengan tahun 1970, diubah menjadi 1 dan seterusnya sampai
tahun 1994 disetarakan dengan 24. Hal ini perlu dilakukan karena jika
tahun 1970 tetap ditulis 1970, maka Excel akan menganggap sebagai
bilangan 1970, sehingga hasil perhitungan akan terganggu. Jadi variabel X
adalah pengganti variabel Tahun, dengan melalui perubahan yang
diperlukan.
8. Setelah variabel X dan Y diisi, maka langkah selanjutnya adalah
membuat modelinier yang pengerjaannya bisa lewat menu regresi
dari Data Analysis. Dari menu Utama Excel, pilih menu Tools, lalu
menu Data Analysis… Dari menu tersebut, pilih menu Regression.
Tampak kotak dialog menu Regresi:

282
9. Pengisian kotak dialog Regresi:
Untuk kolom Input Y Range yang merupakan input variabel Y
(sales), sesuai dengan data kasus, ketik B1:B26. Untuk kolom Input X
Range yang merupakan input variabel X, sesuai dengan data kasus, ketik
C1:C26.
Untuk kolom labels, pilih kolom tersebut dengan mengklik kotak
di sebelah kiri pilihan tersebut. Labels dipilih karena judul kolom range
(sel B1 dan C1) disertakan pada input range. Dengan memilih Labels maka
judul variabel akan ditampilkan.
Langsung pindah kolom Output Range, di mana output akan
ditampilkan pada worksheet dan workbook yang sama, hanya range-nya
berbeda. Untuk keseragaman, ketik H1, di mana output hasil akan
ditempatkan pada sel H1.

10. Setelah pengisian dianggap benar, tekan OK untuk memproses


data.
Perlu diperhatikan bahwa pilihan-pilihan lain pada kotak dialog di
atas tidak diisi, seperti kolom Constant is zero, Residuals Plot dan
sebagainya. Hal ini disebabkan pilihan-pilihan tersebut tidak relevan

283
dengan mencari model linier. Untuk pengisian regresi yang lengkap bisa
pada bab mengenai regresi.
Berikut adalah hasil keluarannya:

Analisis Hasil
Dari output regresi di atas didapat persamaan regresi atau
persamaan linier untuk Trend sebagai berikut:
Y=139,81 + 2,164X
Dengan kode untuk X adalah 0,1,2…..
Untuk meramal penjualan PT Pustaka tahun 1995, maka dengan
melihat urutan X, didapat X (kode untuk tahun 1995) adalah 25, atau
kelanjutan dari tahun 1994 (X=24), maka
Y=139,81 + 2,164(25)
Y=193,91
Atau berdasarkan pada model linier, penjualan PT Pustaka untuk
tahun 1995 diperkirakan sebesar Rp193,42 juta. Untuk meramal
penjualan PT Pustaka tahun 1998, maka dengan melihat urutan X, didapat
X (kode untuk tahun 1998) adalah 28.
Y=139,81 + 2,164(28)
Y=200,402

284
Atau berdasarkan pada model linier, penjualan PT Pustaka untuk
tahun 1998 diperkirakan sebesar Rp200,402 juta. Demikian bisa dicoba
untuk tahun-tahun lain yang dikehendaki peramalannya.

Pembuatan Grafik Model Linier


Membuat kolom berisi hasil model linier dan mengisinya
Pertama akan dibuat kolom khusus untuk memuat angka hasil
model linier, lalu mengisi kolom tersebut, dengan langkah-langkah:
1. Hasil akan ditempatkan pada kolom D. untuk itu, tempatkan
pointer pada sel O1, lalu ketik Y=LIN untuk menamai kolom D.
2. tempatkan pointer pada sel D2, ketik pada sel tersebut = 139,81 +
(2,164*C2). Rumus di atas menyatakan perhitungan model linier
tersebut dengan X=O diganti oleh sel C2. Dengan menekan Enter,
maka didapat hasil 139,81. Hal ini berarti penjualan secara model
linier untuk tahun 1970 adalah Rp139,81 juta.
3. Persamaan model linier akan dikopi dari sel D3 sampai sel D26.
tempatkan pointer pada sel D2, kemudian tekan Ctrl+C
4. Tekan Ctrl+V, maka sel D2 sampai D26 akan terisi hasil model
linier.

285
Berikut hasil keluarannya:

Membuat Grafik
Beberapa langkah pembuatan grafik dengan menggunakan XY
Scatter adalah sebagai berikut:
1. Langkah pertama adalah melakukan pemilihan tipe grafik, seperti
pada Moving Average tipe XY (Scatter).
2. Langkah kedua adalah menentukan range grafik, karena akan
diinput data kolom A, B dan D, di mana kolom C tidak disertakan,
maka ketik A1:B26; D1:D26.
3. Tahapan yang terakhir mengenai keterangan gambar dengan
pengerjaan pada Moving Average, yaitu: Add a Legend? Yes
Chart Title: Model Linier Penjualan PT Pustaka
Axis Title untuk Category X: X (kode)
Axis Title untuk Value Y: Penjualan (Juta Rupiah)

286
4. Berikut adalah hasil keluaran grafiknya:

6.5.2. Metode Moving Avarage dengan Excel


Moving Average atau Exponential Smoothing untuk menghaluskan seri data
17
tersebut hingga bisa didapat suatu pola tertentu untuk jangka panjang.

A. Langkah-Langkah untuk Moving Average


1. Dari menu utama Excel, pilih menu Tools, lalu dari menu Tools
tersebut pilih menu Data Analysis dari berbagai option pada Data
Analysis…, bisa dipilih menu Moving Average sesuai dengan
kasus di atas.

17
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

287
2. Tampak tampilan berikut:

3. Pada monitor tampak tabel pengisian Moving Average:


Pada kolom Input Range, ketikkan B1:B26 untuk memasukkan sel
B1 sampai B26 sebagai input data yang akan diolah. Pada kolom Interval,
untuk keseragaman ketik 3. Angka 3 di sini berarti akan dilakukan rata-
rata (average) data di atas untuk tiga tahun berurutan. Pada dasarnya
penentuan angka interval adalah bebas, hanya dianjurkan tidak melebihi
7, karena banyak data yang tidak terhitung, baik data awal ataupun data
akhir.
Kolom Labels bisa diberi dipilih dengan mengklik kotak di
sebelahnya. Untuk kolom Output Range, karena akan ditempatkan di
dekat output dari Moving Average (sudah dibahas terdahulu), maka ketik
C1:C26. Perhatikan bahwa pengetikan C! saja akan sama hasilnya dengan
pengetikan Cl:C26, karena Excel otomatis akan menghitung sampai sel
C26, kecuali pada range tersebut ada isi data yang lain.
Kolom Chart Output dan Standard Errors tidak perlu dipilih
karena akan dibuat grafik tersendiri lewat menu Excel. Untuk itu kolom-
kolom tersebut diabaikan saja.

288
4. Setelah semua pengisian dianggap benar, maka tekan OK untuk
melihat output Moving Average.

289
B. Perbaikan Output
Output yang dihasilkan oleh Excel untuk pengerjaan Moving perlu
diperbaiki dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Sel C1 yang berisi judul output ternyata terisi dengan #N/A. Untuk
itu, tempatkan pointer pada sel C1, lalu ketik -untuk keseragaman
-MA-3 -pada sel tersebut. Maka sel C1 akan berganti isi. MA-3
bisa diartikan Moving Average dengan interval tiga tahunan.
Tentu saja bisa dipilih isian yang lain.
2. Sel C26 masih kosong, yang seharusnya berisi keterangan Not
Available? NA (lihat analisis hasil di bawah). Untuk itu, pindahkan
pointer ke sel C2 yang berisi #NI A. Kopi isi sel tersebut dengan
menekan Ctrl-C, lalu pindahkan pointer ke sel C26, lalu tekan Ctrl-
V, maka sel C26 sekarang berisi #NI A.
Hasil moving average

290
C. Analisis Hasil
Logika angka output
Sel C3 adalah rata-rata dari sel B2, B3 dan B4. Angka yang tertera
di sel C3 (tahun 1971) adalah 146,2 yang didapat dengan perhitungan:
145  146,2  148,6

3
 146,2

Set C4 adalah rata-rata dari set B3, B4 dan B5. Angka yang tertera
di sel C4 (1972) ada1ah 147,93 yang didapat dengan perhitungan:
146,2  148,6  149

3
 147,93

Demikian seterusnya sampai isi sel C26 yang merupakan hasil


smoothing tahun 1993. Untuk sel C2 dan C26 terlihat isi #N/A atau data
tidak tersedia.

Penggambaran Hasil
Output Moving Average yang telah didapat tersebut kemudian
dibuat grafik untuk membandingkan dengan data yang asli. Grafik bisa
dibuat dengan langkah berikut:
1. Pada menu utama Excel, pilih menu Insert, lalu menu Chart,
kemudian dari menu tersebut pilih pilihan As New Sheet, yang
berarti grafik akan diletakkan di worksheet yang lain.
2. Step 1 untuk range grafik, karena akan dibuat seluruh data, maka
ketik A1:C26. Tekan tombol Next> untuk meneruskan.
3. Step 2 untuk pemilihan tipe grafik. Pada kasus di atas, untuk
keseragaman akan dipilih tipe grafik XY. Untuk itu, pilih tipe XY
(Scatter) dengan mengklik pilihan tersebut, lalu tekan Next>
untuk meneruskan.
4. Step 3 adalah perincian step 2 terdahulu. Untuk format dari tipe
XY tadi, pilih pilihan 2, lalu tekan Next> untuk melanjutkan.
5. Step 4 mengenai kelengkapan gambar, dengan prosedur
pengisian:

291
Data Series in: pilih Columns (klik pilihan tersebut)
Data Series in adalah seri/kumpulan data tersebut akan
diinput berdasarkan pada kolom atau baris. Dalam kasus ini
karena data dimasukkan per kolom (ada tiga kolom, yaitu
TAHUN, SALES dan MA-3), maka dipilih Columns. Perhatikan
jangan memilih Rows, karena grafiknya akan berbeda.
Use First for X data: 1
Pilih angka 1. Di sini jangan dipilih 0, karena hasil akan tampak
berbeda.
Use First for Legend Text: 1
Pilih angka 1. Pilihan di sini bisa dari 0 sampai 25 (sesuai
jumlah data). Untuk keseragaman, data mulai dimasukkan dari
baris pertama. Jika dimasukkan angka 5, maka data dimulai
dari baris kelima dan grafik terlibat bergeser.
6. Tekan Next> untuk melanjutkan.
7. Step5 atau yang terakhir mengenai keterangan gambar, yaitu:
Add a Legend?: Yes
Add a Legend adalah pertanyaan Excel apakah legend atau
keterangan mengenai keterangan dari grafik akan ditampilkan
atau tidak. Untuk keseragaman, legend akan ditampilkan,
karena itu dipilih Yes. Jika pilihan No, maka kotak kecil berisi
keterangan nama garis-garis (Sales dan MA-3) akan tidak
tampak.
Chart Title: ketik Penjualan PT Pustaka
Chart Title adalah judul untuk grafik yang telah dibuat, yang
bisa diketik pada kotak panjang di bawahnya. Dengan
mengetik judul seperti di atas, terlihat di grafik judul tersebut
di atas grafik.
Axis Title untuk Category X: ketik Tahun
Axis Title untuk Category x: adalah judul atau keterangan
sumbu x. Dengan mengetikkan Tahun pada kotak panjang
sebelah pilihan tersebut, maka tampak di grafik judul sumbu
tersebut.

292
Axis Title untuk Value Y: Penjualan (Juta Rupiah)
Axis Title untuk Value Y: adalah judul atau keterangan untuk
sumbu Y. Dengan mengetik Penjualan (Juta Rupiah) pada
kotak panjang di sebelah pilihan tersebut, maka tampak di
grafik judul sumbu y tersebut (terletak miring).
Pengisian pada step 5 hanyalah sebagai contoh. Pengisian
dalam bentuk lain tentu bisa dilakukan, sejauh masih relevan
dengan persoalan yang ada.
8. Tekan Finish untuk melihat hasil dari grafik penjualan PT Pustaka.

D. Output Chart

Terlihat hasil dari grafik untuk kedua data, di mana data yang asli
dan data hasil Moving Average (tanda) terlihat hampir bertumpuk.

6.5.3. Metode Exponential Smoothing dengan Excel


Moving Average atau Exponential Smoothing untuk menghaluskan seri data
tersebut hingga bisa didapat suatu pola tertentu untuk jangka panjang.18

18
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

293
Proses exponetial smooting ini akan menggunakan kembali data
sales yang digunakan dalam contoh kasus sebelumnya.
A. Langkah-Langkah untuk Exponential Smoothing
1. Dari menu utama Excel, pilih menu Tools, lalu dari menu tools
tersebut pilih menu Data Analysis. Dari berbagai option pada
Data Analysis, bisa dipilih menu Exponential Smoothing sesuai
dengan kasus di atas.

2. Tampak tampilan berikut:

Pada monitor tampak tabel pengisian Exponential Smoothing:


Pada kolom Input Range, ketikkan B1:B26 untuk memasukkan sel
B1 sampai B26 sebagai input data yang akan diolah.

294
Pada kolom Dumping factor, ketik 0.75. Dumping Factor
berkaitan dengan koefisien 'penghalusan ' (Smoothing Coefficient /W)
dengan rumus:
W = 1 - Dumping Factor
Karena itu, untuk kasus di atas di mana dipilih Dumping Factor
ada1ah 0,75, maka W adalah 1 - 0,75 atau 0,25.
Perlu diperhatikan bahwa pemilihan W bersifat bebas (subjektif)
dengan batasan W di antara 0 sampai dengan 1. Namun sebagai
pedoman, jika penghalusan bertujuan untuk mengeliminasi komponen
siklikal dan irregular yang tidak dikehendaki, maka dipilih angka W yang
kecil (mendekati 0) dan tentunya Dumping Factor menjadi besar. Dan jika
tujuan smoothing adalah untuk peramalan (forecasting), maka bisa dipilih
angka W yang besar (mendekati 1) dan angka Dumping factor yang kecil.
Kolom Labels bisa dipilih dengan mengklik kotak di sebelahnya.
Untuk kolom Output Range, karena akan ditempatkan di dekat
output dari Moving Average (sudah dibahas terdahulu), maka ketik
D1:D26. Kolom Chart Output dan Standard Errors tidak perlu dipilih
karena akan dibuat grafik tersendiri menggunakan menu Excel. Untuk itu
kolom-kolom tersebut diabaikan saja.

295
3. Setelah semua pengisian dianggap benar, tekan OK untuk output
Exponential Smoothing sebagai berikut.

B. Perbaikan Output
Output yang dihasilkan oleh Excel, seperti pada pengerjaan
Moving Average perlu diperbaiki dengan prosedur:
1. Sel D1 yang berisi judul output ternyata terisi dengan '#N/ A'.
Untuk itu, tempatkan pointer pada sel Dl, lalu ketik ESV-0,25 pada
sel tersebut untuk keseragaman. Sel D1 berisi ESV-0,25 yang bisa
diartikan Exponential Smoothing dengan Value (W) adalah 0,25.
Tentu saja bisa dipilih isian yang lain.

296
2. Sel D26 masih kosong, yang seharusnya berisi basil perhitungan.
Untuk itu, akan diisi sel l D26 dengan perhitungan sama dengan
sel di atasnya. Tempatkan pointer pada sel D25
3. Tekan Ctrl-C untuk mengopi sel D25. Terlihat garis putus berputar
di sekeliling sel D25 tersebut.
4. Tempatkan pointer pada sel D26.
5. Tekan Ctrl-V maka sel D26 akan terisi angka.
6. Tekan tombol Esc, maka garis putus di sekeliling sel D25 akan
hilang.

C. Analisis Hasil
Logika angka output
Sel D2 berisi angka 145, sama dengan angka awal dari data
Penjualan (libat sel B2), yang merupakan angka awal smoothing (E1970 =
145). Untuk sel D3 atau hasil smoothing tahun 1971 yang terjadi adalah:
E1971 = W. Y1971 + (1 -W). E1970
atau
E1971 = (0,25). 146,2 + (1 –0,25). 145
E1971 = 145,3 atau Rp145.3 juta.
Untuk sel D4 atau hasil smoothing tahun 1972 yang terjadi adalah
E1972 = W. Y1972 + (1 -W). E1971
atau
E1972 = (0,25). 148,6 + (1 –0,25). 145,3
E1972 = 146,125 atau Rp146,125 juta.
Demikian seterusnya, proses ini berlanjut sampai isi sel D26 yang
merupakan hasil smoothing tahun 1994.

Penggambaran Hasil (Cara menggambar tergantung Saudara, ini hanya


contoh menggambarkan grafik)
Output ESV yang telah didapat tersebut kemudian dibuat grafik
untuk membandingkan dengan data yang asli. Seperti pada pengerjaan
Moving Average, grafik bisa dibuat dengan langkah berikut (akan

297
dibandingkan data asli dan data hasil Exponential Smoothing dan
keterangan lengkap dilihat pada Moving Average):
1. Pada menu utama Excel, pilih menu Insert, lalu menu Chart, dari
menu tersebut pilih pilihan As New Sheet, yang berarti diletakkan
di worksheet yang lain.
2. Step 1 adalah menentukan range grafik, maka ketik Al: B26, Dl:
D26. Lalu Tekan tombol Next> meneruskan.
3. Step 2 adalah pemilihan tipe grafik. Seperti pada Moving Average,
pilih tipe XY (Scatter) dengan mengklik pilihan tersebut, lalu
tekan Next> untuk meneruskan.
4. Step 3 adalah perincian step 2 terdahulu. Untuk format dari tipe
XY tadi, pilih pilihan 2, lalu tekan Next> untuk melanjutkan.
5. Step 4 mengenai kelengkapan gambar yang diisi sama dengan
pengerjaan pada Moving Average, yaitu:
Data Series in: Columns (klik pilihan tersebut)
Use First for X data: 1
Use First for Legend Text: 1
6. Tekan Next> untuk melanjutkan.
7. Step 5 atau yang terakhir mengenai keterangan gambar yang diisi
sama dengan pengerjaan pada Moving Average, yaitu:
Add a Legend?: Yes
Chart Title: Penjualan PT Pustaka
Axis Title untuk Category X: Tahun
Axis Title untuk Value Y: Penjualan (Juta Rupiah)
8. Tekan FINISH untuk melihat hasil dari Chart penjualan PT Pustaka.

298
Penjualan PT Pustaka

SALES
ESV-0,25

250

200
Penjualan (Juta Rupiah)

150

100

50

0
1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000

Tahun

Terlihat Chart hasil pengerjaan smoothing dengan W=0,25 terlihat


agak ke bawah dari data asli.

6.6. Studi Kasus


1.
Perkembangan nilai ekspor suatu komoditas periode 1979 -1985
ditunjukkan pada tabel berikut :
Tahun 1979 80 81 82 83 84 85
Nilai Ekspor 12 10 11 13 15 18 16

Dengan metode Least Squares carilah:


a. Persamaan Trend liniemya
b. Persamaan Trend kuadratiknya
c. Persamaan Trend eksponensialnya
d. Persamaan Trend yang lebih cocok di antara ketiganya.

2. Tabel berikut menunjukkan volume ekspor suatu bahan mineral


dari suatu negara pada periode 1975-1985.

299
No. Tahun Nilai Ekspor
1 1975 50
2 1976 36,5
3 1977 43
4 1978 44,5
5 1979 38,9
6 1980 38,1
7 1981 32,6
8 1982 38,7
9 1983 41,7
10 1984 41,1
11 1985 33,8

a. Buatlah rata-rata bergerak 5 tahun


b. Buatlah rata-rata bergerak terpusat 4 tahun

3. Penjualan televisi oleh sebuah perusahaan ditunjukkan pada tabel


berikut. Hitunglah indeks musim kuartal 1, 2, 3, dan 4 dengan
metode rata-rata bergerak, 3, 4, dan 5 kuartal, serta
gambarkanlah.

Kuartal
Tahun
1 2 3 4
1981 134 110 74 120
1982 130 106 80 120
1983 150 114 94 140
1984 160 114 86 134
1985 160 120 100 154

300
BAB VII
TEORI PROBABILITAS

7.1. Arti dan Pendekatan Probabilitas


Konsep dasar probabilitas adalah digunakan untuk menghadapi
ketidakpastian. Seorang pengusaha akan dihadapkan pada masalah
berhasil tidaknya usaha yang akan dilakukan, seorang petani akan
dihadapkan pada masalah berhasil atau tidak dalam menanam padi,
seorang pelajar dan mahasiswa akan dihadapkan pada masalah lulus atau
tidak dalam menempuh ujian. Oleh karena begitu banyak masalah
ketidakpastian dalam kehidupan sehari-hari, maka ketidakpastian ini
dicoba untuk dapat diukur (dikuantifisir) dengan suatu konsep probability
(kemungkinan, kebolehjadian).
Probabilitas dinyatakan dalam pecahan (1/4, ½, ¾) atau persen
(25%, 50%, 75%) dan besarnya 0 dan 1. Tidak pernah ada probabilitas
negatif ataupun lebih besar dari 1. Probabilitas sama dengan 0 (nol)
berarti sesuatu tidak pernah terjadi dan probabilitas sama dengan 1
berarti sesuatu akan selalu terjadi atau pasti terjadi.
Terdapat beberapa jenis pendekatan probabilitas. Pertama
adalah pendekatan klasik. Probabilitas klasik yang sering dinamakan
probabilitas a priori adalah jika probabilitas suatu peristiwa akan terjadi
sudah dapat diketahui sebelum dilakukan percobaan. Berapa besarnya
probabilitas suatu peristiwa didasarkan pada pemikiran yang logis tanpa
percobaan. Misalnya probabilitas munculnya mata dadu 4 adalah 1/6
karena untuk sebuah dadu terdapat 6 mata. Contoh lain, munculnya sisi
ekor dari mata uang logam adalah ½, karena sebuah mata dadu uang
logam mempunyai 2 sisi. Jika probabilitas terjadinya suatu peristiwa E
adalah P(E), probabilitas tidak terjadinya E adalah P(E) = 1 – P (E), karena
probabilitas dari seluruh peristiwa yang mungkin terjadi adalah 1.

301
Kedua adalah pendekatan empiris atau frekuensi (empirical/
frequency approach). Menurut pendekatan ini, probabilitas didefinisikan
sebagai proporsi waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam jangka panjang
jika kondisi stabil atau frekuensi relatif dari seluruh peristiwa dalam
sejumlah besar percobaan. Probabilitas menurut pendekatan ini sering
dinamakan probabilitas empiris karena besarnya probabilitas ditentukan
melalui percobaan. Besarnya probabilitas adalah limit dari frekuensi
relatif jika jumlah percobaan bertambah tanpa batas, karena makin
banyak percobaan, frekuensi relatif yang diperoleh makin stabil.
Sebagai contoh: probabilitas terjadinya peristiwa kecelakaan lalu
lintas sebagai akibat pengemudi tidak memiliki SIM. Untuk keperluan
perhitungan probabilitas digunakan pembatasan jumlah peristiwa
kecelakaan lalu lintas selama 1 tahun misalnya. Menurut catatan polisi
selama 1 tahun telah terjadi kecelakaan lalu lintas sebanyak 150 kali dan
60 di antaranya tidak memiliki SIM.
Ketiga adalah pendekatan subjektif (subjecctively probability).
Probabilitas subjektif adalah probabilitas suatu peristiwa yang ditentukan
dengan perasaan atau kepercayaan seseorang yang didasarkan pada
fakta-fakta yang ada misalnya data tentang frekuensi relatif. Probabilitas
subjektif biasanya ditentukan jika terjadinya peristiwa hanya sekali atau
paling banyak beberapa kali. Misalkan seorang pimpinan akan memilih
seorang pegawai baru dari tiga calon yang telah lulus ujian saringan.
Ketiga calon sama pandai, sama lincah, dan semuanya penuh
kepercayaan. Bagaimana kesempatan masing-masing calon akan terpilih?
Jawabnya menuntut pimpinan menentukan probabilitas subjektif atas
ketiga calon tersebut. Sehingga fakta maupun perasaan secara bersama-
sama mempunyai peran dalam menentukan probabilitas. Dalam hal ini
biasanya pandangan yang optimis dianggap probabilitasnya mendekati 1
(misalnya P=0,90) dan pandangan yang pesimis dianggap probabilitasnya
mendekati 0 (misalnya 0,20).
Dalam teori probabilitas, suatu peristiwa (event) adalah hasil
(outcome) yang mungkin dari suatu kegiatan. Kegiatan yang menghasilkan
suatu peristiwa dinamakan percobaan (experiment). Dalam pelemparan

302
mata dadu misalnya, keluarnya dadu 4, 6, atau 1 adalah event, sedang
pelemparan itu sendiri merupakan percobaan. Seluruh hasil yang
mungkin diperoleh dari suatu percobaan dinamakan ruang sampel
(sample space). Dalam pelemparan sebuah mata dadu misalnya, ruang
sampelnya adalah S= {1, 2, 3, 4, 5, 6}.

7.2. Konsep Dasar dan Dalil Probabilitas


Pada bagian berikut akan dijelaskan konsep dasar dan beberapa
dalil probabilitas, yakni peristiwa bersama (joint event), peristiwa
mutually exclusive, dan probabilitas bersyarat. Untuk mendefinisikan
masing-masing peristiwa tersebut, digambarkan dengan contoh pada
tabel berikut.

Tabel 7.1 Contoh Peristiwa dalam Probabilitas


Kontestan
Pemberi Suara Jumlah
Golkar (G) PPP (P) PDI (D)
Pria (L) 30 50 40 120
Wanita (W) 40 30 10 80
Jumlah 70 80 50 200

Simbol P() dimaksudkan sebagai probabilitas dari peristiwa yang


ada di dalam tanda kurung, sehingga P(G) adalah probabilitas terpilihnya
seorang pemberi suara Golkar jika dilakukan sampel secara random. Tabel
di atas menunjukkan bahwa 70 dari 200 pemberi suara adalah pemilih
Golkar sehingga: . Dengan cara yang sama, P(W)
adalah probabilitas terpilihnya seorang pemberi suara wanita jika ditarik
sampel secara random dan .

7.2.1. Peristiwa Bersama (Joint Event)


Peristiwa bersama adalah terjadinya dua atau lebih peristiwa
dalam satu percobaan. Probabilitas peristiwa bersama antara peristiwa

303
pemberi suara adalah wanita dan memilih Golkar dilambangkan dengan
P(WG). Karena irisan W dan G sama dengan irisan G dan W maka:

Dengan cara yang sama diperoleh P(LD)=P(DL)=40/200=0,2


P(LD) artinya probabilitas terpilihnya seorang pemberi suara pria dan
memilih PDI jika dilakukan sampel secara random.
Pada peristiwa bersama, dua atau lebih peristiwa dapat terjadi
bersama-sama. Untuk mencegah perhitungan ganda dalam dua peristiwa
X dan Y yang terjadi bersama maka diikuti aturan sebagai berikut:
P(X or Y) = P(X) + P(Y) – P(XY)
Keterangan:
P(X atau Y) = probabilitas terjadinya X atau Y atau X dan Y terjadi
bersama.
P(XY) = probabilitas peristiwa X dan Y terjadi bersama-sama.
P(X) = probabilitas terjadinya X
P (Y) = probabilitas terjadinya Y

Contoh:
Berapa probabilitas seorang pemberi suara yang terpilih secara
random adalah wanita atau Golkar atau wanita dan Golkar.

Untuk mencegah perhitungan ganda dalam tiga peristiwa


bersama XYZ, maka diikuti aturan sebagai berikut:
P(X atau Y atau Z) = P(X) + P(Y) + P(Z) – P(XY)- P(XZ) – P(YZ) + P(XYZ)
Dalam teori probabilitas dinyatakan bahwa probabilitas terjadinya
peristiwa X adalah jumlah probabilitas dari semua peristiwa bersama yang
melibatkan X atau secara simbolis dinyatakan P(X) = P(XY) + P(XY’), di
mana Y’ menunjukkan semua peristiwa yang bukan Y. Contoh:

304
Probabilitas pemberi suara wanita P(W) =0,4 adalah jumlah probabilitas
bersama WG, WP, dan WD atau
P(W) = P(WG)+P(WP)+P(WD)
0,4 = 0,2 + 0,15 + 0,05
0,4 = 0,4

7.2.2. Peristiwa Mutually Exclusive


Jika hanya satu dari dua (atau lebih) peristiwa yang dapat terjadi,
maka peristiwa itu dinamakan peristiwa mutually exclusive atau disjoint.
Sehingga, dua peristiwa mutually exclusive tidak dapat terjadi bersamaan
dalam satu percobaan. Dua peristiwa X dan Y yang mutually exclusive,
maka hukum probabilitasnya:
P(X atau Y) = P(X) + P(Y) – P(XY), karena P(XY)=0, maka
P(X atau Y) = P(X) + P(Y)
Contoh:
1. P(L or W) = P(L) + P(W) = 0,6 + 0,4 =1 karena P(LW)=0
2. P(G or P) = P(G) + P(P) = 0,35 + 0,4 = 0,75 karena P(GP)=0
3. P(G atau P atau D) = P(G) +P(P) + P(D) = 0,35 +0,4 + 0,25 =1 Karena
P(GP), P(GD), P(PD), P(PGD)=0

7.2.3. Probabilitas Bersyarat


P(XY) adalah simbol untuk probabilitas bersyarat yang berarti
probabilitas peristiwa X akan terjadi dengan syarat peristiwa Y telah
terjadi. Misalkan, ingin diketahui probabilitas wanita yang memilih partai
Golkar. Jumlah wanita sebanyak 80 orang, dari jumlah ini 40 memilih
partai Golkar, sehingga probabilitas yang diinginkan adalah:

Sebaliknya, jika ingin diketahui probabilitas yang memilih partai


Golkar adalah wanita. Tabel di atas menunjukkan ada sebanyak 70 yang
memilih partai Golkar, dari jumlah ini 40 di antaranya wanita, sehingga
probabilitas yang diinginkan adalah:

305
|

Dari kedua contoh di atas dapat disimpulkan bahwa P(GW)


mempunyai makna yang berbeda dengan P(WG), namun besarnya
P(GW) dan P(WG) kadang-kadang bisa sama, meskipun dalam contoh
ini mereka berbeda yaitu 0,5 dibanding 0,57. Dengan menggabungkan
peristiwa bersama dan probabilitas bersyarat diperoleh:

Sehingga diperoleh bentuk umum probabilitas bersyarat

| , atau jika kedua sisi dikalikan P(Y)

Maka probabilitas peristiwa bersama


P(XY) = P(Y) P(XY) dan P(YX) = P(X) P(YX)
Karena P(XY)=P(YX) maka P(Y) P(XY) = P(X) P(YX)

Contoh:
Sebuah kotak yang akan dikirimkan berisi 12 barang, 9 di
antaranya baik dan sisanya cacat.
1. Jika diambil 2 barang, berapa probabilitas yang pertama baik dan
yang kedua cacat.
2. Misalkan kotak ditolak jika diambil 3 orang, sedikit-dikitnya ada
satu yang cacat, berapa probabilitas kotak ditolak.

Jawab : Misalkan C berarti cacat dan B berarti baik


9 3 27
1. P(BC) = P(B) P(CB) = . =
12 11 132
2. P (sekurang-kurangnya 1 cacat) = 1 – P (tidak ada yang cacat)
= 1 – P (semua baik)

306
= 1 – P(BBB)
= 1 – P(B).P(BB).P(BBB)
= 0,61818

7.3. Permutasi dan Kombinasi


7.3.1. Faktorial
Misalkan kita ingin mengetahui berapa cara yang mungkin dalam
mengatur tiga huruf pertama dari abjad. Cara yang sederhana adalah
dengan membuat coretan coba-coba seperti berikut:
ABC ACB BAC BCA CAB CBA
Jadi ada 6 cara. Kemudian misalkan rasa ingin tahu kita
berkembang menjadi ada berapa cara yang mungkin dalam mengatur
sepuluh huruf pertama dari abjad. Jika kita ingin menggunakan teknik
seperti di atas, waktu yang diperlukan menjadi jauh lebih banyak, menjadi
melelahkan dan kertas coret-coretan juga makin banyak.
Contoh yang pertama memberi petunjuk bahwa pada posisi
pertama selalu terdapat 3 pilihan, apakah akan dipasang A, atau B, atau C.
Begitu salah satu huruf telah dipilih, pada posisi berikutnya tinggal
tersedia dua pilihan. Pada posisi yang terakhir tentunya tidak ada pilihan
lagi, dengan kata lain hanya ada satu pilihan. Karena itu cara yang efisien
untuk menjawab contoh pertama adalah dengan menggunakan perkalian
sebagai berikut:
3x2x1=6
Matematikawan memberi nama untuk perkalian semua bilangan
positif terurut yang berakhir dengan 1 sebagai faktorial. Suatu perkalian
faktorial dilambangkan dengan suatu angka yang diikuti dengan tanda “!”.
Contoh 5! = 5 x 4 x 3 x 2 x 1 = 120
7! = 7 x 6 x 5 x4 x3 x2 x1 = 5040
1! = 1

307
Dalam bentuk umum, n faktorial dapat ditentukan melalui
perkalian faktorial: n! = n x (n-1) x (n-2) x … x 2 x 1

7.3.2. Permutasi
Sekarang, misalkan kita tertarik pada perhitungan kemungkinan
jika objek yang tersedia tidak semua dipilih. Dari sepuluh huruf pertama
dalam abjad dapat muncul bermacam-macam pengelompokan, seperti:
ABC CDE ABHIJ LADCJ LKJHICDAB ABK
Setiap susunan huruf itu adalah permutasi, yaitu suatu kumpulan
objek-objek yang dibedakan menurut item-item yang dimasukkan dan
urutannya. Jadi ABC dan CBA adalah permutasi-permutasi yang berbeda
meskipun melibatkan tiga huruf yang sama. Meskipun tak satu pun
pengelompokan yang telah ditulis memasukkan semua (sepuluh) huruf,
suatu permutasi dapat mengikutsertakan semua objek. Tidak ada item
dapat muncul lebih dari sekali dalam suatu pemutasi tunggal.
Sebagai contoh : Ada berapa cara yang mungkin dalam mengatur
4 huruf dari 6 huruf pertama dalam abjad. Dengan mengambil satu huruf
untuk setiap posisi dan menerapkan perkalian, dapat diperoleh
banyaknya permutasi 4 huruf dari 6 huruf, yaitu:

Posisi ke 1 Posisi ke 2 Posisi ke 3 Posisi ke 4


Tersedia pilihan Tersedia pilihan Tersedia pilihan Tersedia pilihan
6 x5 x4 x3 = 360

Karena itu, banyaknya permutasi yang mungkin tergantung pada


ukuran kelompok asalnya dan banyaknya item yang dipilih dari kelompok
itu. Misalkan menunjukkan banyaknya permutasi berukuran r dari
suatu kelompok dengan n item (r  n). Berdasar contoh tadi dapat
dicari dengan persamaan berikut:
= n x (n-1) x (n-2) x … x (n-r+1)

308
Beberapa contoh yang lain adalah:

Tabel 7.2 Contoh Soal Penghitungan Permutasi


Ukuran Kelompok N Item yang dipilih R Banyaknya permutasi
5 5 5 x 4 x 3 x 2 x 1 =120
7 4 7 x 6 x 5 x 4 = 840
10 2 10 x 9 = 90
52 5 311.875.200

Faktorial dapat membantu perhitungan banyaknya permutasi


yang mungkin. Jika persamaan banyaknya permutasi tadi dikalikan
dengan (n-r)! dan kemudian dibagi dengan (n-r)!, tentu nilainya tidak
berubah. Namun, hasil itu merupakan ekspresi banyaknya pemutasi yang
lebih ringkas yaitu:
nx(n  1) x(n  2) x...x(n  r  1) x(n  r ) n!
Prn  
(n  r )! (n  r )!
Kemudian, pertanyaannya dapat dikembangkan menjadi berapa
probabilitas 4 huruf dari 6 huruf pertama dalam abjad diawali dengan
huruf A. Karena dari 360 pemutasi itu terdapat 60 permutasi dengan
posisi A paling depan, maka probabilitas yang dicari adalah:
60 1

360 6

7.3.3. Kombinasi
Setiap kelompok yang hanya dibedakan berdasar item yang
diikutsertakan (dan bukan urutannya) dinamakan kombinasi. Suatu
kombinasi dari 10 huruf pertama dari abjad adalah kelompok huruf itu
sendiri, tanpa memperhatikan tatanannya. Semua susunan-susunan
berikut :
ABC ACB BAC BCA CAB CBA
Diperhitungkan sebagai suatu kombinasi tunggal. Tetapi, dalam
kelompok-kelompok dengan huruf-huruf yang berbeda seperti berikut:

309
EFG JFK EIK ADJ BCL EDJ
Masing-masing menunjukkan suatu kombinasi yang berlainan.
Banyaknya kombinasi juga tergantung pada ukuran kelompok asal dan
banyaknya item yang dimasukkan. Simbol biasa digunakan untuk
menyatakan banyaknya kombinasi r item yang diambil dari kelompok
berukuran n (rn). Rumusnya adalah .
Sebagai contoh, hitunglah kombinasi dari 4 huruf yang diambil
dari 6 huruf pertama dalam abjad. Jawabnya adalah .
Salah satu dari kombinasi itu adalah ABCD. Kombinasi itu dapat
disusun dalam 24 cara. Karena itu 15 kombinasi tadi dapat menghasilkan
15 x 24 = 360 permutasi. Ini berarti, terdapat hubungan antara kombinasi
dengan permutasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa banyaknya permutasi
dapat diperoleh melalui perkalian antara banyaknya kombinasi yang
berhubungan dengan r!, sementara banyaknya kombinasi dapat diperoleh
melalui pembagian banyaknya permutasi yang berhubungan dengan r!.
Atau
Prn
P  r!C
r
n n
r dan C  n
r
r!
7.4. Studi Kasus
1. Dalam tabel berikut terdapat data jumlah penunggak hutang
berdasarkan kategori golongan pengusaha dan lama tunggakan di
perusahaan X pada tahun akhir tahun 1998.

Golongan Jumlah Penunggak


Pengusaha Kurang dari 1 bulan 1 s/d 3 bulan Lebih dari 3 bulan
Besar 20 40 80
Menengah 50 30 20
Kecil 60 20 10

Dari data tersebut di atas kemudian digunakan untuk membuat


prediksi tentang peluang penunggak pada akhir tahun 1999. Oleh karena
itu berdasarkan data di atas hitung peluang bahwa:

310
a. Pengusaha besar akan menunggak lebih dari 3 bulan.
b. Pengusaha kecil akan menunggak lebih dari 3 bulan

2. Karyawan bank melakukan pencatatan terhadap pengambilan


tabungan Tabanas dari sejumlah 1000 orang penabung dengan
klasifikasi sebagai berikut:
- Pengambilan tabungan kurang dari 3 bulan sejumlah 18 orang.
- Pengambilan di atas 3 sampai 6 bulan sejumlah 182 orang.
- Pengambilan di atas 6 bulan sejumlah 800 orang
- Berapa probabilitas penabung Tabanas yang akan mengambil
uangnya kurang dari 3 bulan?

3. Sebuah toko buku mempunyai karyawan 5 orang sebagai berikut:

Nomor Jenis Kelamin Usia (thn)


1 Pria 30
2 Pria 32
3 Wanita 45
4 Wanita 20
5 Pria 40

Apabila kita memilih seorang karyawan secara acak (random),


berapa probabilitas yang terpilih adalah karyawati atau karyawan yang
telah berusia dari 35 tahun.

4. Seorang pimpinan perusahaan pakaian jadi akan mengganti


mesin-mesinnya apabila menghadapi 2 keadaan, yakni: apabila
mesin rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi dan jika mesin pabrik
ketinggalan model. Catatan yang diperoleh dari bagian
administrasi adalah sebagai berikut:

Usia mesin (thn) 5 6 7 8 9 10


Probabilitas mesin rusak
0,025 0,10 0,15 0,15 0,05 0,025
tidak dapat diperbaiki
Probabilitas mesin 0,005 0,02 0,075 0,10 0,15 0,15

311
Usia mesin (thn) 5 6 7 8 9 10
ketinggalan model

Proses kerusakan mesin dan ketinggalan model ternyata tidak


mungkin terjadi bersamaan, kapan mesin tersebut akan diganti?

5. Apabila setiap hari dari Batam ke Jakarta ada 4 kali penerbangan,


sedang setiap penerbangan saudara dapat memilih kelas ekonomi
atau kelas eksekutif. Ada berapa cara yang dapat Anda pilih untuk
perjalanan dengan pesawat tersebut?

6. Seorang pengusaha yang bertempat tinggal di kota A ingin


memeriksa perusahaannya yang berada di kota besar yakni B, C, D
dan E.
a. Jika semua kota tersedia fasilitas penerbangan, ada berapa
rencana perjalanan yang dapat disusun oleh pengusaha tersebut
untuk mengunjungi perusahaannya di kota B, C, D dan E
selanjutnya ke tempat tinggalnya?
b. Apabila 2 kota B dan C tidak tersedia fasilitas penerbangan,
bagaimana pengusaha tersebut dapat melaksanakan tugasnya
(berapa cara perjalanan dapat dilakukan)

7. Ada berapa cara 7 buku disusun dalam rak buku, jika:


a. Sebarang susunannya.
b. 3 buah buku tertentu harus disusun berdampingan.
c. 2 buah buku tertentu menempati kedua ujungnya

8. Dari antara 5 ekonom dan 7 teknisi, harus dibentuk suatu komisi


yang terdiri atas 2 ekonom dan 3 teknisi. Dalam berapa cara
komisi ini dapat dibentuk jika:
a. Semua ekonom dan teknisi dapat dimasukkan dalam komisi
b. Seorang teknisi tertentu masuk dalam komisi
c. 2 ekonom tidak dapat berada dalam 1 komisi

312
BAB VIII
DISTRIBUSI PROBABILITAS

8.1. Konsep Distribusi Probabilitas


Terdapat dua jenis distribusi probabilitas, yakni distribusi
probabilitas diskrit dan kontinu. Distribusi probabilitas diskrit adalah
suatu daftar dari semua nilai variabel random diskrit dengan probabilitas
terjadinya masing-masing nilai itu. Variabel random adalah variabel yang
nilainya ditentukan oleh kesempatan. Ada dua macam variabel random
yaitu diskrit dan kontinu. Variabel random diskrit hanya mengisi nilai-nilai
tertentu yang terpisah dalam suatu interval. Jika digambarkan di atas
garis interval, variabel random diskrit akan berupa sederetan titik-titik
yang terpisah. Variabel random kontinu dapat mengisi nilai mana pun
dalam suatu interval. Jika digambarkan, variabel random kontinu dapat
mengisi nilai mana pun dalam suatu interval. Jika digambarkan, variabel
random kontinu akan berupa sederetan titik yang bersambung
membentuk garis lurus. Contoh variabel random diskrit adalah banyaknya
pemunculan sisi kepala dalam pelemparan suatu uang logam. Contoh
variabel random kontinu adalah umur penduduk Indonesia.

8.2. Distribusi Probabilitas Diskrit


8.2.1. Distribusi Probabilitas Binomial
Distribusi probabilitas binomial menggambarkan data yang
dihasilkan oleh suatu percobaan yang dinamakan percobaan Bernoulli.
Ciri-ciri dari percobaan Bernoulli adalah:
1. Setiap percobaan hanya menghasilkan dua peristiwa, misalnya ya
atau tidak, berhasil atau gagal, baik atau cacat, kepala atau ekor.
2. Probabilitas suatu peristiwa (misal munculnya sisi kepala) adalah
konstan (tidak berubah untuk setiap percobaan)

313
3. Semua percobaan independen secara statistik artinya peristiwa
dari suatu percobaan tidak mempengaruhi atau dipengaruhi
peristiwa dalam percobaan lain.
Suatu cara yang gampang untuk memperkenalkan distribusi
probabilitas binomial adalah dengan rangkaian contoh berikut:
Misalkan seorang murid menghadapi 5 pertanyaan pilihan ganda
dengan setiap pertanyaan memiliki 6 jawaban (a, b, c, d, e, f). Jika
sebelum menjawab pertanyaan ia melemparkan dadu, muncul sisi 1
berarti menjawab a, muncul sisi 2 berarti menjawab b, dan seterusnya,
berapa probabilitas murid itu akan menjawab 4 soal dengan benar?
Karena setiap pertanyaan mempunyai 6 pilihan sementara dalam
menjawab murid berspekulasi, maka probabilitas menjawab benar P(B) =
1/6, sehingga probabilitas menjawab salah P(S)=1-P(B) = 5/6. Misalkan
susunan 4 jawaban yang benar dari murid itu adalah B B B B S. Karena
masing-masing percobaan bersifat independen, maka:
P(B B B B S) = P(B) P(B) P(B) P(B) P (S)
= 1/6 1/6 1/6 1/6 5/6
= (1/6)4 (5/6)1
Kemungkinan lain dari 4 susunan jawaban yang benar adalah B S B B B
dan
P (B S B B B) = P(B) P(S) P(B) P(B) P(B)
= 1/6 5/6 1/6 1/6 1/6
= (1/6)4 (5/6)1
Ternyata probabilitas dari 4 jawaban yang benar dari 5
pertanyaan adalah sama untuk susunan yang mana pun. Banyaknya
kemungkinan susunan 4 benar dan salah dapat dicari dengan rumus:
n!
C rn 
r!(n  r )!
Keterangan:
n = seluruh objek dalam kelompok
r = jenis item tertentu

314
n-r = jenis item yang lain
C = kombinasi
Dalam kasus:
B B B B S
Memiliki n=5, r=4 dan n-r=1 sehingga terdapat:

5! 5.4!
C54 = = = 5 susunan
4!(5-4)! 4!1!
Jika semua susunan dituliskan adalah:
B B B B S
B B B S B
B B S B B
B S B B B
S B B B B
Untuk mencari probabilitas menjawab 4 soal dengan benar P(4)
diperoleh dengan menjumlahkan probabilitas dari .
Karena probabilitas untuk setiap susunan adalah sama, maka P(4) dapat
dihitung dengan mengalikan dan probabilitas salah satu susunan,
yaitu:

( ⁄ ) ( ⁄ )

Sehingga probabilitas untuk sejumlah peristiwa dari percobaan


Bernoulli dapat dilukiskan dalam Rumus Probabilitas Binomial:

Keterangan:
r = banyak peristiwa sukses
n = banyak percobaan yang dilakukan
p = probabilitas sukses dalam suatu percobaan
q = 1 – p = probabilitas gagal dalam suatu percobaan

315
Dengan menerapkan rumus binomial untuk contoh tadi diperoleh:
( ⁄ ) ( ⁄ )

( ⁄ ) ( ⁄ )

( ⁄ ) ( ⁄ )

( ⁄ ) ( ⁄ )

( ⁄ ) ( ⁄ )

Distribusi probabilitas binomial jawaban yang benar dapat


ditunjukkan pada tabel:

Tabel 8.1 Contoh Soal Penghitungan Distribusi Binomial


Banyak jawaban benar Probabilitas
(r) ®
0 0,4019
1 0,4019
2 0,1608
3 0,0321
4 0,0032
5 0,0001
1,0000

Probabilitas Binomial Kumulatif


Rumus binomial atau tabel binomial hanya menjawab
probabilitas jumlah sukses tertentu. Namun, sering kali kita dihadapkan
pada probabilitas kumulatif misalnya berapa probabilitas paling banyak 2
yang sukses atau berapa lebih dari 3 yang sukses. Pertanyaan-pertanyaan
seperti itu dapat dijawab lebih cepat dengan menggunakan tabel
probabilitas binomial kumulatif.
Misalkan diketahui n=5 dan p = 1/6. Misalkan suatu distribusi
probabilitas mempunyai n=5 dan p=1/6, maka probabilitas paling banyak

316
2 sukses = P(0) + P(1) + P(2)
= ∑
Jika dilihat pada tabel diperoleh = 0,9646
Probabilitas lebih dari 3 sukses = P(4) + P(5)
= ∑ ∑
Jika dilihat pada tabel = 1 - 0,9967 = 0,0033

Tabel 8.2 Contoh Soal Penghitungan Distribusi Binomial Kumulatif


Banyak sukses Probabilitas Binomial Kumulatif
r
R  P(r )
r 0
0 0,4019
1 0,8038
2 0,9646
3 0,9967
4 0,9999
5 1.0000

Dari tabel binomial kumulatif dapat dicari probabilitas jumlah


sukses tertentu p® dengan rumus
P(r) = kumulatif P(r) - Kumulatif P(r-1), misalnya
P(3) = kumulatif P(3) – kumulatif P(2)
= 0,9967 – 0,9646
= 0,0321

Rata-rata dan Deviasi Standar Distribusi Binomial


Rata-rata distribusi binomial  adalah hasil kali parameternya,
yang dirumuskan sebagai:
 = n.p
Rata-rata ini sering dinamakan expected value jumlah sukses.
Expected value jumlah sukses r, yang juga diberi simbol , adalah rata-
rata tertimbang dari r dengan timbangan probabilitasnya. Sehingga:

317
   r.P(r )
Sisi kanan pada rumus tersebut tidak perlu dibagi jumlah
timbangan atau ∑ karena ia akan sama dengan 1.
Deviasi standar suatu distribusi binomial  dirumuskan sebagai:

  npq
Ia dapat juga dicari dengan rumus:

  r  u 
2
P(r )

Deviasi standar mengukur nilai-nilai variabel random diskrit di


sekitar rata-ratanya.

8.2.2. Distribusi Probabilitas Poisson


Distribusi Poisson sering muncul dalam literatur manajemen
karena banyak diterapkan dalam bidang ini, misalnya, banyaknya pasien
yang datang pada suatu rumah sakit, banyaknya pelanggan yang datang
pada jasa pelayanan bank, banyaknya panggilan telepon selama jam
sibuk, banyaknya kecelakaan di perempatan jalan, dan lainnya. Beberapa
proses “kedatangan” yang telah disebutkan itu, belum pasti akan
mengikuti proses Poisson. Jika pola kedatangannya diasumsikan
mengikuti proses Poisson, rumus proses Poisson dapat digunakan untuk
menghitung probabilitas banyaknya kedatangan dalam suatu selang
waktu tertentu. Di samping itu, ada bentuk distribusi Poisson yang lain,
yaitu distribusi Poisson sebagai pendekatan distribusi Binomial yang
dapat digunakan dengan baik untuk menyelesaikan persoalan binomial
dalam keadaan tertentu.

Distribusi Poisson sebagai Pendekatan Distribusi Binomial


Proses Poisson
Rumus proses Poisson memberi jawaban tentang berapa
probabilitas banyaknya kedatangan dalam suatu interval waktu, jika

318
kedatangan itu mengikuti proses Poisson yang mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Tingkat kedatangan rata-rata dapat diduga berdasar data masa
lalu.
2. Tingkat kedatangan rata-rata per satuan waktu adalah konstan.
Ini berarti jika dalam satu jam ada 100 kedatangan maka dalam
30 menit terjadi 50 kedatangan dan dalam 10 menit terjadi 16,7
kedatangan.
3. Banyaknya kedatangan dalam suatu selang waktu tidak
dipengaruhi oleh apa yang terjadi dalam selang waktu
sebelumnya. Independensi antar kedatangan menyebabkan
proses Poisson dikatakan tidak punya ingatan.
4. Probabilitas suatu kedatangan dalam selang waktu yang sangat
pendek adalah sangat kecil sehingga probabilitas lebih dari satu
kedatangan dalam selang waktu yang pendek akan mendekati
nol.
Jika proses kedatangan memenuhi syarat-syarat seperti di atas,
maka rumus proses Poisson dapat digunakan untuk menjelaskannya.
Probabilitas terjadinya sejumlah kedatangan yang mengikuti proses
Poisson dirumuskan:

e-λt  λt 
x

P(X)=
X!
Di mana
t : banyaknya satuan waktu
 : tingkat kedatangan rata-rata per satuan waktu
x : banyak kedatangan dalam t satuan waktu
Contoh: Kedatangan pasien rata-rata di ruang gawat darurat
adalah 5 per hari. Jika kedatangan mengikuti proses Poisson,
1. Berapa probabilitas kedatangan 3 pasien per hari?
2. Berapa probabilitas kedatangan 3 pasien pada malam saja?

319
Jawab:
1. t =1,  = 5, X=3

2. 

Contoh :
Suatu mesin diturunkan untuk diperbaiki rata-rata 3 kali sebulan.
Penurunan mesin lebih 6 kali menyebabkan rencana produksi tak
tercapai. Jika penurunan mesin mengikuti proses Poisson, berapa
probabilitas rencana produksi tak tercapai?
Jawab:
Rencana produksi tak tercapai jika mesin diturunkan lebih dari 6 kali.
P(0 sampai 6 kali turun) + P(lebih dari 6 kali turun) = 1
Sehingga probabilitas rencana produksi tak tercapai adalah
P(lebih 6 kali turun) = 1 - P(0 sampai 6 kali turun)
= ∑

Dengan melihat tabel probabilitas distribusi Poisson kumulatif diperoleh:


= 1 – 0,9665 = 0,0335

8.3. Distribusi Probabilitas Kontinu: Distribusi Normal


8.3.1. Ciri-Ciri Distribusi Normal
Pada abad ke-18 Karl Gauss mengemukakan bahwa variabel-
variabel dalam ilmu sosial maupun IPA banyak yang memiliki distribusi
dengan ciri-ciri:
1. Kurvanya mempunyai puncak tunggal
2. Kurvanya berbentuk seperti lonceng
3. Rata-ratanya terletak di tengah distribusi dan distribusinya
simetris di sekitar garis tegak lurus yang ditarik melalui rata-rata.
4. Kedua ekor kurva memanjang tak terbatas dan tak pernah
memotong sumbu horizontal

320
Karena begitu banyaknya variabel yang memiliki distribusi dengan
ciri-ciri seperti di atas maka distribusi yang demikian itu dinamakan
distribusi normal. Untuk menghormati Gauss, maka distribusi normal juga
disebut juga distribusi Gauss.
Dalam distribusi probabilitas variabel diskrit, probabilitas suatu
nilai variabel ditunjukkan oleh panjang garis tegak lurus di atasnya,
sehingga jumlah panjang garis tegak lurus di atasnya harus sama dengan
satu. Dalam distribusi variabel random kontinu, probabilitas untuk suatu
interval digambarkan sebagai suatu luas wilayah. Sehingga luas seluruh
wilayah di bawah kurva dan di atas sumbu horizontal harus sama dengan
satu. Pada gambar ditunjukkan bahwa probabilitas dari 0-50 adalah 0,7
sedangkan probabilitas untuk interval 50-60 adalah 1-0,7 = 0,3.
Probabilitas ketika nilai variabel 50 adalah 0 karena luas garis sama
dengan nol. Variabel random X (-< x < ) memiliki fungsi kepadatan
yang dirumuskan:

, dengan rata-rata  dan varians .

Fungsi kepadatan distribusi normal harus memenuhi syarat bahwa



N(X)   n(X)dX  1


Distribusi normal variabel random X biasanya ditunjukkan dengan


lambang

X  N(, 2)
Bentuk distribusi normal dapat diidentifikasikan berdasarkan rata-
rata () dan deviasi standarnya (). Karena itu rata-rata dan deviasi
standar dinamakan parameter distribusi normal. Suatu keluarga distribusi
normal beranggotakan distribusi normal dengan  dan  berlainan, jadi
tidak hanya terdapat satu distribusi normal.

321
8.3.2. Distribusi Normal Standar
Keluarga distribusi normal terdiri dari distribusi normal yang
jumlahnya tak terhingga. Namun, untuk mencari probabilitas suatu
interval dari variabel random kontinu, dapat dipermudah dengan bantuan
distribusi normal standar yang memiliki rata-rata =0 dan deviasi standar
=1. Variabel random dalam distribusi normal standar kemudian diberi
nama Z. Rumus untuk memperoleh variabel normal standar Z adalah:
nilai variabel random - rata-rata variabel random
Z=
deviasi standar variabel random
Jika
X = nilai variabel random
 = rata-rata variabel random
 = deviasi standar variabel random
maka
X-μ
Z=
σ
Variabel normal standar Z dapat diartikan sebagai berapa kali
deviasi standar suatu nilai variabel random menyimpang dari rata-
ratanya.
Contoh: berat badan mahasiswa suatu perguruan tinggi
mempunyai distribusi normal dengan rata-rata 60 dan deviasi standar 10.
Tentukan nilai variabel normal standar bagi mahasiswa yang memiliki
berat badan 70 dan 50.
Jawab:
X-μ 70-60 50-60
Z= = =1 dan Z= =-1
σ 10 10

8.3.3. Menggunakan Tabel Standar Normal


Tabel normal menggambarkan luas wilayah di bawah kurva
normal antara garis tegak lurus di atas rata-rata dengan setiap titik di

322
sebelah kanan rata-rata. Luas wilayah tersebut menunjukkan probabilitas
dari suatu interval, sehingga luas seluruh wilayah di bawah kurva harus
sama dengan satu. Karena kurva simetris, maka luas wilayah di sebelah
kanan garis tegak lurus di atas rata-rata sama dengan 0,5 dan sebelah
kirinya juga sama dengan 0,5. Contoh: carilah luas wilayah di bawah kurva
normal
1. Antara Z=0 dan Z=1,2
Dilihat dari kolom Z sampai ditemukan angka 1,2 kemudian
bergerak ke kanan sampai kolom 0. Hasilnya adalah 0,3849 adalah luas
wilayah yang merupakan probabilitas bahwa Z terletak antara 0 dan 1,2
yang dilambangkan P(0<Z<1,2)=0,3849.
2. Antara Z=-0,68 dan Z=0
Karena kurvanya simetri, maka luas wilayah yang diinginkan sama
dengan antara Z=0 dan Z=0,68. Untuk mencari luas wilayah antara Z=0
dan Z=0,68 lihatlah di bawah kolom Z sampai bertemu angka 0,6
kemudian ke kanan sampai kolom 8. Hasilnya 0,2517, sehingga P(-
0,68<Z<0)=0,257.
3. Antara Z=-0,46 dan Z=2,21
Luas wilayah yang diinginkan adalah penjumlahan dari luas
wilayah antara Z=-0,46 dan Z=0 dengan luas wilayah antara Z=0 dan
Z=2,21. Dengan melihat tabel diperoleh 0,1722+4864=0,6636, sehingga
P(-0,46 < Z < 2,21)= 0,6636.
4. Antara Z = 0,81 dan Z=1,94
Luas wilayah yang diinginkan yang adalah luas wilayah antara Z=0
dan Z=1,94 dikurangi luas wilayah antara Z=0 dan Z=0,81 atau 0,4738-
0,2910=0,1828, sehingga P(0,81 Z  1,94) = 0,1828
5. Z-0,6
Luas wilayah yang diinginkan adalah 0,5 dikurangi luas wilayah
antara Z=0 dan Z=0,6 atau 0,5 – 0,2258=0,2742, sehingga P(Z  -0,6) =
0,2742
6. Z-1,44 dan Z2,05
Luas wilayah yang diinginkan adalah luas seluruh wilayah
dikurangi luas antara Z=-1,44 dan Z=0 dikurangi lagi luas antara Z=0 dan

323
Z=2,05 atau 1-0,4251-0,4798=0,0951, sehingga P(-1,44 dan Z2,05) =
0,0951
7. P(-1 Z  1) = 0,6827
P(-2 Z  2) = 0,9544
P(-3 Z  3) = 0,9974
Setelah memahami penggunaan tabel normal standar kita dapat
menyimpulkan bahwa bila distribusi frekuensi mempunyai bentuk yang
normal, proporsi observasi yang berada dalam interval   1 adalah
sebanyak 68,27%, dalam interval   2 adalah sebanyak 95,44%, dan
dalam interval   3 adalah sebanyak 99,74%, sehingga untuk tujuan
praktis dapat dikatakan bahwa 100% observasi akan terletak dalam
interval   4. Selain itu dapat juga dikatakan bahwa proporsi observasi
yang terletak di luar   3 adalah sangat kecil.

Kebalikan Menggunakan Tabel Norma Standar


Kebalikan menggunakan tabel berarti mencari nilai Z, jika
probabilitasnya diketahui. Contoh: Jika diketahui probabilitasnya=0,4834,
berapakah nilai Z yang sesuai. Probabilitas itu berada pada baris 2,1 dan
kolom 0,03 yang berarti nilai Z=2,13 yang dilambangkan dengan
(ZP=0,4834)=2,13 yang berarti nilai Z untuk P(0 sampai Z)=0,4834.
Berikut rangkuman distribusi yakni sifat-sifat distribusi binomial,
Poisson, dan normal.

Tabel 8.3 Rumus Distribusi Binomial, Poisson, dan Normal


Binomial Poisson Normal

Rata-rata   np   
 Xi
n
  Xi   
2
Varians  2  npq  2 1 2 
n
Deviasi
  npq   
  Xi   
2

standar n

324
8.4. Praktik Komputer: Distribusi Probabilitas dengan SPSS dan Excel
Setelah pada modul sebelumnya dibahas tentang prosedur
statistik deskriptif pada suatu kelompok data, maka pembahasan
selanjutnya adalah perlakuan statistik inferensi terhadap sekumpulan
data tersebut, seperti uji t, uji F, ANOVA dan sebagainya. Namun sebelum
sampai pada pembahasan statistik inferensi, perlu dipahami terlebih
dahulu konsep probabilitas. Probabilitas bisa dikatakan semacam
kendaraan yang akan membekali para pengambil keputusan dalam
melakukan inferensi, atau konsep probabilitas menjadi dasar dalam
melakukan statistik inferensi.
Konsep Probabilitas
Dalam dunia bisnis, banyak data ataupun informasi bersifat
kuantitatif, dalam arti mengandung nilai angka atau bilangan tertentu,
misalnya penjualan suatu produk dalam sebulan, Indeks Harga Konsumen,
produksi sebuah pabrik dan sebagainya.
Sebagai contoh, produksi sabun cuci di sebuah pabrik, dengan
kapasitas 10.000 sabun tiap hari. Kemungkinan produksi adalah 0 sabun
(tidak berproduksi. sama sekali) sampai dengan maksimal kapasitas
dipakai, atau 10.000 sabun tiap bari. Di antara nilai angka 0 sampai 10.000
tersebut, ada berbagai variasi yang luas dan bebas dalam produksi sabun,
misalnya 1276, 9955 dan sebagainya. Variabel bebas tersebut disebut
dengan random variable, misalnya produksi sabun dalam suatu-hari-
tertentu adalah 1450, hal ini berarti bilangan 1450 adalah random
variable karena 1450 adalah suatu hasil tertentu dan satu-satunya (tidak
bisa 1451 atau 1450,6 dan sebagainya), atau tidak bisa dari berbagai
kemungkinan hasil yang bersifat acak (0 sampai 10.000).
Dalam statistik, random variable dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Discrete Random Variable
Adalah suatu random variable yang mengandung suatu jumlah
tertentu (countable). Sebagai contoh:
 Jumlah salesman da1am suatu perusahaan (bisa 0, 1, 2 salesman
dan seterusnya)

325
 Jumlah kesalahan yang dibuat pekerja (bisa 0, 1, 2 kesalahan dan
seterusnya)
 Jumlah konsumen yang antre pada suatu restoran (bisa 0, 1, 2
konsumen dan seterusnya)
Terlihat di sini bahwa ciri khas dari discrete random variable
adalah datanya bersifat bilangan bulat, tanpa ada unsur desimal, misalnya
jumlah salesman (orang) tidak mungkin ditulis 1/3 salesman atau 2,6 dan
seterusnya. Demikian pula jumlah kesalahan tidak bisa dikatakan telah
melakukan 1,5 kesalahan.

2. Continuous Random Variable


Adalah suatu random variable yang mengandung suatu nilai
dalam suatu interval tertentu. Sebagai contoh:
 Jumlah waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu tugas
tertentu (bisa 1 menit, 1,4 menit dan seterusnya)
 Berat jeruk yang dijual di suatu supermarket (bisa 200 gr, bisa
203,5 gr dan seterusnya)
 Tinggi badan calon pegawai suatu instansi (bisa 165 cm, bisa
168,76 cm dan seterusnya)
Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa ciri khas dari
continuous random variable adalah datanya bersifat bilangan rasional,
dalam arti bisa mengandung unsur desimal. Seperti waktu, yang bisa saja
1 menit (bulat), atau 2,67 menit (mengandung desimal). Juga contoh
tinggi badan, yang bisa mengandung desimal seperti 168,76 cm, atau
berat sesuatu benda yang juga dimungkinkan mengandung desimal.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, karena random variabel
bersifat suatu kemungkinan tertentu yang terambil dari sederet
kemungkinan (probabilitas), maka variabel tersebut bisa membentuk
suatu distribusi probabilitas. Sesuai dengan jenis random variable-nya,
ada dua bentuk utama distribusi probabilitas, yaitu:

326
1. Distribusi probabilitas dari random variable yang bersifat
discrete
Distribusi probabilitas dari random variable adalah sebuah grafik,
tabel atau rumus, yang menyatakan suatu probabilitas yang berhubungan
dengan tiap nilai yang mungkin dari random variable. Dua distribusi
probabilitas untuk discrete random variable yang sering dipakai dalam
praktik bisnis adalah distribusi binomial dan distribusi Poisson.

2. Distribusi Binomial
Banyak data maupun informasi dalam dunia usaha, atau riset-
riset dalam bisnis, yang menghasilkan respons dalam bentuk dikotomi,
dalam arti menghasilkan hanya dua alternatif, misalnya jawaban atas
suatu pertanyaan yang hanya menghasilkan dua jawaban, "ya" atau
"tidak", "gagal" atau "sukses", "suka" atau "tidak suka" dan sebagainya.
Jumlah alternatif jawaban dikotomi seperti itu (jumlah yang menjawab
"Ya' atau jumlah yang menjawab "Tidak") akan membentuk suatu
distribusi probabilitas binomial.
Jadi distribusi binomial akan digunakan untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan probabilitas yang random variabelnya bersifat
binomial atau hanya menyediakan dua alternatif.

3. Distribusi Poisson
Distribusi probabilitas Poisson digunakan untuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan kejadian dalam suatu periode waktu tertentu,
atau suatu area atau jumlah tertentu, misalnya kemungkinan jumlah
kecelakaan kerja dalam suatu pabrik kimia dalam setahun, atau
kemungkinan jumlah kandungan zat mematikan (part per million) dalam
bak penampungan air, jumlah klaim kematian setiap harinya yang
diterima suatu perusahaan asuransi dan sebagainya.
Di sini terlihat ciri dari distribusi Poisson adalah kemungkinan
yang kecil dari sebuah rentetan kejadian yang luas, misalnya orang yang
terkena kecelakaan kerja dalam setahun pada umumnya sedikit sekali
dibanding yang tidak terkena kecelakaan. Atau orang yang menuntut

327
klaim asuransi karena tertanggung benar-benar meninggal untuk setiap
harinya adalah kecil sekali, atau jumlah orang yang meninggal dalam
sehari yang kebetulan terdaftar dalam suatu perusahaan asuransi jiwa
adalah tidak banyak.
Selain kedua bentuk distribusi tersebut, ada beberapa bentuk
distribusi lain, yaitu:
1. Distribusi Hypergeometric
Distribusi ini mirip dengan distribusi binomial, yaitu basil adanya
data yang bersifat dua kemungkinan saja. Perbedaannya adalah distribusi
bypergeometric bersifat saling berkait (dependen) antara percobaan
(kejadian) yang satu dengan yang lainnya, sedang distribusi binomial
bersifat bebas (independen).

2. Distribusi Geometrik
Distribusi Geometrik juga mirip dengan distribusi binomial, yaitu
basil suatu percobaan dengan percobaan lain tidak saling berhubungan
(independen), basil percobaan juga bersifat dua kemungkinan saja, yaitu
Sukses (S) dan Gagal (G). Perbedaan adalah distribusi geometrik
memperhitungkan banyaknya suatu percobaan hingga suatu Sukses (S)
bisa terjadi.

3. Distribusi random variable yang bersifat kontinu


Distribusi probabilitas dari random variable yang bersifat kontinu
adalah suatu grafik yang berbentuk kurva, di mana area di bawah suatu
interval kurva tersebut menjelaskan probabilitas tertentu. Karena
probabilitas (p) terbesar adalah I, maka total luas area di bawah kurva
adalah juga 1.
Dalam praktik, ada beberapa bentuk distribusi probabilitas kontinu, yaitu:
1. Distribusi Normal
Salah satu bentuk distribusi probabilitas yang paling penting dan
paling sering digunakan dalam praktik statistik adalah distribusi normal.
Distribusi normal adalah suatu distribusi yang berbentuk bell shaped

328
(lonceng), yaitu terbentuk dalam dua bagian yang simetris, dengan
menaik dari sebelah kiri, kemudian setelah mencapai titik tertentu, mulai
menurun namun tidak sampai menyentuh sumbu horizontal.
Distribusi ini banyak dipakai dalam praktik statistik bisnis, seperti
kemungkinan mendapat keuntungan atau kerugian di bursa efek,
distribusi berat produk dari buah-buahan yang dijual di suatu toko dan
sebagainya, misalnya berat buah-buahan sekitar 2 kg per buah, maka
walaupun ada beberapa buah yang beratnya jauh di bawah (I kg) atau di
atas (5 kg) rata-rata, namun sebagian besar berat buah ada di sekitar 2 kg.
Karena itulah bentuk distribusi normal adalah lonceng, karena sebagian
data dianggap ada di dalam 'lonceng' tersebut.

2. Distribusi Uniform
Distribusi uniform termasuk jenis distribusi probabilitas yang
paling sederhana, di mana bentuk distribusi tersebut adalah persegi
panjang.

3. Distribusi Exponential
Distribusi ini mirip dengan distribusi Poisson pada distribusi yang
diskret, yaitu adanya suatu interval waktu tertentu, misalnya waktu
tunggu kedatangan makanan di suatu rumah makan, atau waktu tunggu
untuk suatu klaim asuransi, dan sebagainya. Karena ciri khas dan
penggunaannya lebih sering berhubungan dengan waktu tertentu,
distribusi ini sering disebut waiting time distribution.
Karena pemahaman mengenai probabilitas dan berbagai bentuk
distribusinya menjadi dasar bagi pengambilan keputusan (statistik
inferensi), maka dalam bab ini akan diperdalam berbagai bentuk dan
persoalan- persoalan yang menggunakan berbagai jenis distribusi.

329
8.4.1. Distribusi Binomial dengan Excel19
Kasus:
Sebuah dadu (yang mempunyai enam angka) dilempar sebanyak
lima kali. Berapa kemungkinan angka 4 dari dadu tersebut muncul
sebanyak no1 ka1i (tidak pernah muncul), satu ka1i, dua ka1i, tiga kali,
empat kali atau lima kali (muncul terus menerus)?
Masalah ini ada1ah persoa1an binomial, karena hanya ada dua
kemungkinan, yaitu ' angka 4 muncul' atau ' angka 4 tidak muncul’.

Perhatikan lembar kerja berikut:

Langkah-Langkah Perhitungan
Ada dua kolom yang disediakan untuk perhitungan probabilitas
binomial, yaitu PROB(X) dan PROB (<=X).

Menghitung PROB(X)
Probabilitas angka 4 tidak pernah muncul dari lima kali lemparan
1. Tempatkan pointer pada sel B5.
2. Ketik pada sel B5 tersebut:

19
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

330
=BINOMDIST(A5.$C$1.$C$2.FALSE)

Jika diterjemahkan dengan memasukkan angka-angka pada sel di


atas, perintah di atas adalah:
=BINOMDIST(O,5,0,166667,FALSE)
Dengan menekan Enter, maka dihasilkan angka 0,40187 pada sel
B5. Hal ini berarti probabilitas untuk tidak mendapat angka 4 selama lima
kali lemparan adalah 0,40187 atau 40,187 %.

331
Keterangan isi perintah BINOMDIST:
 A5 adalah nilai yang diharapkan muncul. Dalam hal ini adalah 0
atau tidak pernah muncul.
 C1 adalah jumlah pelemparan dadu, dalam hal ini lima kali
lemparan.
 C2 adalah probabilitas atau kemungkinan angka 4 muncul dalam
tiap kali lemparan. Karena sebuah dadu ada enam sisi, maka
probabilitas angka 4 keluar setiap lemparan adalah 1/6 atau
0,166667.
 FALSE adalah tanda bahwa yang dihitung adalah probabilitas
untuk satu titik saja, bukan suatu interval. Untuk lebih jelas lihat
perhitungan dengan tanda TRUE berikut.
 Sel Cl dan C2 diberi tanda konstan ($) karena untuk perhitungan
sel selanjutnya dengan cara mengopi isi sel B5, sel Cl dan C2
dibuat tetap, dalam arti jum1ah pelemparan dadu tetap lima kali
dan kemungkinan angka 4 keluar juga tetap 116.
Probabilitas angka 4 keluar sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 kali.
Untuk mempermudah pekerjaan, karena fungsi yang digunakan
sama, maka isi sel B5 akan dikopi ke sel B6 sampai B10 dengan langkah-
langkah berikut:
1. Tempatkan pointer pada sel B5.
2. Tekan tombol Ctrl dan tombol C secara bersama-sama (biasa
ditulis Ctrl+C pada menu Edit)

332
3. Pindahkan pointer pada sel B6, kemudian tekan terus mouse dan
gerakkan pointer sampai sel BIO. Tujuannya adalah menandai sel
B6 sampai BIO (warna sel berubah).

4. Lepaskan mouse dan tekan Ctrl+ V (perintah Paste atau


menempatkan isi yang dikopi), maka sel B6 sampai BIO akan terisi
angka-angka probabilitas yang dikehendaki.

333
Keterangan hasil:
 Probabilitas angka 4 muncul satu kali.
Lihat perintah pada sel B6:
=BINOMDIST(A6,$C$1,$C$2,FALSE).
Isi sel tersebut adalah 0,40187, yang berarti kemungkinan
munculnya angka 4 sebanyak satu kali pada lima kali pelemparan
dadu adalah 0,40187 atau 40,187 %.
 Probabilitas angka 4 muncul dua kali.
Lihat perintah pada sel B7:
=BINOMDIST(A7,$C$1,$C$2,FALSE).
Isi sel tersebut adalah 0,16075, yang berarti kemungkinan
munculnya angka 4 sebanyak DUA kali pada lima kali pelemparan
dadu adalah 0,16075 atau 16,075 %.,
 Probabilitas angka 4 muncul tiga kali.
Lihat perintah pada sel B8:
=BINOMDIST(A8,$C$1,$C$2,FALSE).
Isi sel tersebut adalah 0,03215, yang berarti kemungkinan
munculnya angka 4 sebanyak tiga kali pada lima kali pelemparan
dadu adalah 0,03215 atau 3,215 %.
Demikian seterusnya sampai kemungkinan angka 4 muncul terus
(lima kali), yaitu 0,012 %. Dari basil di atas terlibat bahwa angka 4 paling
besar kemungkinan munculnya dalam lima kali pelemparan adalah 0 atau
satu kali muncul.

334
Menghitung PROB(<=X)
Probabilitas angka 4 tidak pernah muncul dari lima kali lemparan:
1. Tempatkan pointer pada sel C5
2. Ketik pada sel C5 tersebut:

=BINOMDIST(A5,$C$1,$C$2, TRUE)
Jika diterjemahkan dengan memasukkan angka-angka pada sel di
atas, perintah di atas adalah:
=BINOMDIST(O,5,O, 166667, TRUE)
Dengan menekan Enter, maka dihasilkan angka 0,40187 pada sel
B5. Hal ini berarti probabilitas untuk tidak mendapat angka 4 selama lima
kali lemparan adalah 0,40187 atau 40,187 %.

335
Keterangan isi perintah BINOMDIST:
 A5 adalah nilai yang diharapkan muncul. Dalam hal ini adalah 0
atau tidak pernah muncul.
 C1 adalah jumlah pelemparan dadu, dalam hal ini lima kali
lemparan.
 C2 adalah probabilitas atau kemungkinan angka 4 muncul dalam
tiap kali lemparan. Karena sebuah dadu ada enam sisi, maka
probabilitas angka 4 keluar setiap lemparan adalah 1/6 atau
0,166667.
 TRUE adalah tanda bahwa yang dihitung adalah probabilitas
untuk satu interval.
 Sel C1 dan C2 diberi tanda konstan ($) karena untuk perhitungan
sel selanjutnya dengan cara mengopi isi sel B5, sel C1 dan C2
dibuat tetap, dalam arti jumlah pelemparan dadu tetap lima kali
dan kemungkinan angka 4 keluar juga tetap 1/6.
Probabilitas angka 4 keluar sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 kali
Untuk mempermudah pekerjaan, karena fungsi yang digunakan
sama, maka isi sel C5 akan dikopi ke sel C6 sampai C10 dengan jalan:
1. Tempatkan pointer pasa sel C5
2. Tekan tombol Ctrl dan tombol C secara bersama-sama (biasa
ditulis Ctrl+C pada menu Edit)
3. Pindahkan pointer pada sel C6, kemudian tekan terus mouse dan
gerakkan pointer sampai sel CI0. Tujuannya adalah menandai sel
B6 sampai BI0 (warna sel berubah).
4. Lepaskan mouse dan tekan Ctrl+V (perintah Paste atau
menempatkan isi yang dikopi), maka sel C6 sampai CI0 akan terisi
angka-angka probabilitas yang dikehendaki.

336
Keterangan basil:
 Probabilitas angka 4 muncul satu kali ke bawah (satu kali atau
tidak pernah muncul): Lihat perintah pada sel C6:
=BINOMDIST(A6,$C$1,$C$2, TRUE) isi sel tersebut adalah
0,80375, yang berarti kemungkinan munculnya angka 4 sebanyak
satu kali ke bawah pada lima kali pelemparan dadu adalah
0,80375 atau 80,375 %.
 Probabilitas angka 4 muncul dua kali ke bawah Lihat perintah
pada sel C7: =BINOMDIST(A7,$C$1,$C$2,TRUE). isi sel tersebut
adalah 0,96450, yang berarti kemungkinan munculnya angka 4
sebanyak dua kali ke bawah (bisa dua kali, sekali saja atau tidak
sama sekali) pada lima kali pelemparan dadu adalah 0,96450 atau
96,450 %.
Demikian seterusnya sampai kemungkinan angka 4 muncul terus
(lima kali ke bawah), yaitu 99,98 %. Dari basil di atas ter1ihat bahwa
angka 4 paling besar kemungkinan munculnya dalam lima kali
pelemparan adalah lima kali ke bawah, atau bisa muncul terus-menerus
sampai bisa tidak muncul sama sekali.

337
Berikut hasil lengkap dari proses perhitungan di atas:

8.4.2. Distribusi Poisson dengan Excel20


Kasus
Di sebuah supermarket yang laris, seorang kasir setiap jam –
khususnya, pada jam-jam sibuk - mampu melayani 360 orang. Berapa
kemungkinan satu, dua... sampai dengan sepuluh orang dilayani oleh kasir
tersebut?
Perhatikan data dalam tabel berikut:

Untuk menyelesaikan persoalan di atas yang berciri distribusi


Poisson, perlu dicari (terlebih dahulu.

20
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

338
Perhitungan λ (dibaca lambda) adalah: Dalam satu jam (3600
detik) mampu dilayani 360 konsumen, atau tiap detik mampu dilayani
360/3600 atau 0,1 konsumen. Maka jumlah kesuksesan (konsumen
datang dan terlayani) setiap menit kedatangan (λ) adalah:
λ =0,1 x 60 = 6

Langkah-Langkah Perhitungan
Ada dua kolom yang disediakan untuk perhitungan probabilitas
Poisson, yaitu PROB(X) dan PROB(<=X).

Menghitung PROB(X)
Probabilitas tidak seorang pun terlayani dalam satu menit (X = 0)
1. Tempatkan pointer pada sel B4.
2. Ketik pada sel B4 tersebut:
=POISSON(A4,$A$2,FALSE)

Jika diterjemahkan dengan memasukkan angka-angka pada set di


atas, perintah di atas adalah:
=POISSON(O,6,FALSE)
Dengan menekan Enter, maka dihasilkan angka 0,00247 pada sel
B4. Hal ini berarti probabilitas untuk tidak seorang pun konsumen
terlayani dalam satu menit adalah 0,00247 atau 0,247 %.

339
Keterangan isi perintah POISSON:
 A4 adalah nilai yang diharapkan muncul. Dalam hal ini adalah 0
atau tidak ada konsumen terlayani.
 A2 ada1ah λ atau jumlah konsumen yang diharapkan bisa dilayani
dalam satu menit.
 FALSE adalah tanda bahwa yang dihitung adalah probabilitas
untuk satu titik (X tertentu) saja, bukan suatu interval.
 Sel A2 diberi tanda konstan ($) karena untuk perhitungan sel
selanjutnya dengan cara mengopi isi sel B4 yang telah terisi, sel
A2 dibuat tetap, dalam arti A tetap sebesar 6.
Probabilitas seorang konsumen terlayani (X = 1) sampai sepuluh
konsumen (X = 10) terlayani dalam satu menit.
Untuk mempermudah pekerjaan, karena fungsi yang digunakan
sama, maka isi sel B4 akan dikopi ke sel B5 sampai B14 dengan jalan:
1. Tempatkan pointer pada sel B4.
2. Tekan tombol Ctrl dan tombol C secara bersama-sama (biasa
ditulis Ctrl+C pada menu Edit).

340
3. Pindahkan pointer pada sel B5. kemudian tekan terus mouse dan
gerakkan pointer sampai sel B14. Tujuannya adalah menandai sel
B5 sampai B14 (warna sel berubah).

4. Lepaskan mouse dan tekan Ctrl+V (perintah Paste atau


menempatkan isi yang dikopi), maka sel B5 sampai B14 akan terisi
angka-angka probabilitas yang dikehendaki.

341
Keterangan hasil:
 Probabilitas seorang konsumen terlayani:
Lihat perintah pada sel B5:
=POISSON(A5,$A$2, F ALSE).
Isi sel tersebut adalah 0,01487, yang berarti kemungkinan
seorang konsumen adalah 0,01487 atau 1,487 %.
 Probabilitas dua orang konsumen terlayani:
Lihat perintah pada sel
B6: =POISSON(A6,$A$2,FALSE).
Isi sel tersebut adalah 0,04461, yang berarti kemungkinan
seorang konsumen adalah 0,04461 atau 4,461 %.
Demikian seterusnya sampai kemungkinan sepuluh konsumen
bisa dilayani dalam satu menit. Dari basil di atas terlibat bahwa
kemungkinan konsumen terlayani dalam satu menit adalah untuk
kedatangan enam konsumen per menit. Lihat angka 6 yang sama dengan
besaran A.

Menghitung PROB(<=X)
Probabilitas tidak ada seorang pun konsumen terlayani:
1. Tempatkan pointer pada sel C4.

342
2. Ketik pada sel C4 tersebut: =POISSON(A4,$A$2, TRUE)

Dengan menekan Enter, maka dihasilkan angka 0,00247 pada sel C4.

Hal ini berarti probabilitas untuk tidak ada seorang pun konsumen
yang terlayani adalah 0,00247 atau 0,247 %.
Keterangan isi perintah POISSON:
 A4 adalah nilai yang diharapkan muncul. Dalam hal ini adalah 0
atau tidak ada konsumen terlayani.
 A2 adalah λ atau jumlah konsumen yang diharapkan bisa dilayani
dalam satu menit.

343
 TRUE adalah tanda bahwa yang dihitung adalah probabilitas
untuk X dan di bawahnya (suatu interval).
 Sel A2 diberi tanda konstan ($) karena untuk perhitungan sel
selanjutnya dengan cara mengopi isi sel C4 yang telah terisi. Sel
A2 dibuat tetap, dalam arti λ tetap sebesar 6.
Probabilitas seorang konsumen ke bawah terlayani (X <= 1)
sampai sepuluh konsumen (X <= 10) ke bawah terlayani dalam satu menit.
Untuk mempermudah pekerjaan, karena fungsi yang digunakan
sama. Maka isi sel C4 akan dikopi ke sel C5 sampai C 14 dengan jalan:
1. Tempatkan pointer pada sel C4
2. Tekan tombol Ctrl dan tombol C secara bersama-sama (Biasa
ditulis Ctrl+C pada menu EDIT)
3. Pindahkan pointer pada sel C5. kemudian tekan terus mouse dan
gerakkan pointer sampai sel C14. Tujuannya adalah menandai sel
C5 sampai C14 (warna sel berubah).
4. Lepaskan mouse dan tekan Ctrl+ V (perintah Paste atau
menempatkan isi yang dikopi). maka sel C5 sampai C14 akan terisi
angka-angka probabilitas yang dikehendaki.

Keterangan hasil:
 Probabilitas seorang konsumen ke bawah terlayani:

344
Lihat perintah pada sel C5:
=POISSON(A5,$A$2, TRUE).
Isi sel tersebut adalah 0,01735, yang berarti kemungkinan
seorang konsumen terlayani atau tidak ada seorang konsumen
pun yang terlayani adalah 0,01735 atau 1,735 %.
 Probabilitas dua orang konsumen ke bawah terlayani:
Lihat perintah pada sel C6:
=POISSON(A6,$A$2, TRUE).
Isi sel tersebut adalah 0,06196, yang berarti kemungkinan dua,
satu atau nol konsumen terlayani adalah 0,06196 atau 6,196 %. Demikian
seterusnya sampai kemungkinan sepuluh konsumen ke bawah bisa
dilayani dalam satu menit.

8.4.3. Distribusi Normal dengan Excel


Dengan menggunakan rumus transformasi, maka setiap nilai
random X bisa diubah ke nilai random terstandardisasi Z:

X-μ
Z=
δ
Di mana:
Z = Nilai yang terstandardisasi
X = Nilai tertentu
µ = Rata-rata Populasi
δ = Standar Deviasi Populasi

Kasus
Hasil nilai ujian sebuah kelas terdistribusi normal dengan rata-rata
70 dan standar deviasi 3,5. Jika ada seorang mempunyai hasil nilai 81,
berapa Z? Berapa luas area atau probabilitas di bawah kurva Z pada
masalah di atas? Pertanyaan ini berhubungan dengan data soal, tetapi
tidak dengan masalah di atas? Berapa nilai kritis (Z) dan X jika luas daerah
di bawah kurva adalah 0,05?

345
Penyelesaian
Data yang ada adalah:
µ = 70
δ = 3,5
X = 81 (sebuah variabel random)
Penyelesaian untuk menghitung nilai Z adalah sebagai berikut:
Menghitung Z dengan rumus:

Angka 3,14 berarti standarisasi ni1ai dari variabel random 81 adalah 3,14.

Menghitung Z menggunakan fungsi STANDARDIZE dari Excel 21 :


Rumus STANDARDIZE dan Excel adalah sebagai berikut:
STANDARDIZE(X,mean,standard_dev)
Atau
STANDARDIZE(X, µ, δ)

21
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

346
Dengan menempatkan pointer di sebarang sel, ketik
=STANDARDIZE(81,70,3.5) akan didapat hasil 3,14 yang sama dengan
perhitungan terdahulu.

Menghitung area atau probabilitas di bawah kurva Z dengan Tabel Z:


Dengan melihat tabel Z untuk angka 3,14 didapat 0,49916. Karena
akan dihitung luas area di bawah angka Z tertentu (3,14), maka angka
tersebut dijumlah dengan angka 0,5 yang merupakan luas area satu sisi
dari Z. Lihat gambar berikut:

Luas Sisi Kiri = 0,5 Luas Sisi Kanan = 0,5

Luas daerah di bawah angka Z (+ 3,14) adalah seluruh daerah yang diarsir:
0,5 + 0,4996 = 0,9996
Berarti Luas daerah di bawah Z (+ 3,14) adalah 0,9996, atau
probabilitas diperoleh nilai 81 ke bawah (80, 79, 78 dan seterusnya
sampai nilai 0) adalah 99,96 %.

Menghitung area atau probabilitas di bawah kurva Z dengan


menggunakan fungsi NORMSDIST dan NORMDIST dari Excel
(Bedakan adanya perbedaan huruf 'S' di antara dua fungsi tersebut!):
Jika Z sudah diketahui:
Gunakan rumus NORMSDIST dari Excel:
NORMSDIST(Z)

347
Dengan menempatkan pointer di sebarang sel, ketik =
NORMSDIST (3.14) akan didapat hasil 0,9991 atau 99,91% yang sama
dengan perhitungan terdahulu (perbedaan angka di belakang koma
karena adanya pembulatan).
Jika Z belum diketahui:
Gunakan rumus NORMDIST dari Excel, yaitu:
NORMDIST (X, µ, δ, True)
Di sini fungsi logika TRUE berarti akan dihitung luas sebelum
angka X tertentu.

Dengan menempatkan pointer di sebarang sel, ketik


=NORMDIST(81,70,3.5, True) akan didapat hasil 0,9991 atau 99,91% yang
sama dengan perhitungan terdahulu (perbedaan angka di belakang koma
karena adanya pembulatan).

348
Jika fungsi logika ‘TRUE’ pada rumus NORMDIST di atas diganti
dengan ‘FALSE’, maka akan dihitung luas area setelah angka X atau Z
tertentu.

Dalam kasus di atas, fungsi yang ditulis adalah=NORMDIST


(81,70,3.5,False) berarti akan dihitung luas area di sebelah kanan Z atau
probabilitas untuk memperoleh nilai di atas 81. Jika fungsi tersebut
dijalankan, diperoleh angka 0,00081 yang berarti luas area di sebelah
kanan angka Z(+3,14) adalah 0,00081. Angka tersebut bisa berarti pula
probabilitas untuk memperoleh nilai di atas 81 adalah 0,00081 atau
0,081%.

Menghitung Nilai Z dan X jika luas di bawah kurva diketahui dengan


menggunakan fungsi NORMSINV dari Excel.
Rumus umum fungsi NORMSINV dari Excel adalah sebagai berikut:
NORMSINV(Probability<X)
Di sini diketahui luas area kurva di bawah nilai X tertentu adalah 0,05.

349
Dengan menempatkan pointer di sebarang sel, ketik =NORMSINV
(0.05) akan didapat hasil -1,6448 atau berarti nilai Z adalah -1,6448.
Perhatikan gambar berikut:

Luas Sisi Kiri = 0,5 Luas Sisi Kanan = 0,5

Pada umumnya fungsi NORMSINV dalam praktik untuk mencari


titik kritis pada tingkat signifikansi tertentu, seperti 0,05 di atas yang
berarti tingkat signifikansi adalah 5 %. Jika 0,025 berarti tingkat
signifikansi ada1ah 2,5 % dan seterusnya.

Menghitung nilai Z dan X jika luas di bawah kurva diketahui Dengan


menggunakan fungsi NORMINV dari Excel.
Rumus umum fungsi NORMINV dari Excel adalah sebagai berikut:
NORMINV (Probability<X, µ,δ)

350
Di sini diketahui luas area kurva di bawah nilai X tertentu adalah
0,05 Dengan menempatkan pointer di sebarang sel, ketik =NORMSINV
(0.05,70,3.5) akan didapat hasil 64,24 atau berarti nilai X yang
berhubungan dengan luas kurva 0,05 adalah 64,24.

8.4.4. Menguji Distribusi Normal atau Tidak dengan Excel


Dari pembahasan mengenai konsep probabilitas dalam statistik
sebelumnya, salah satu bentuk distribusi probabilitas yang penting
peranannya dalam statistik inferensi adalah distribusi normal. Karena itu,
setelah suatu kelompok data mendapat perlakuan statistik deskriptif,
dalam arti diketahui berapa rata-rata datanya, varians datanya dan
sebagainya, sebelum dilakukan statistik inferensi, data tersebut
seharusnya pengujian apakah data tersebut berdistribusi normal ataukah
tidak.
Hal ini sangat penting, karena jika ternyata data tersebut jauh dari
asumsi sebuah distribusi data yang normal atau mendekati normal, maka
pada kelompok data tersebut tidak bisa dilakukan uji hipotesis untuk data
berdistribusi normal (statisitik parametrik). Untuk kelompok data yang
tidak berdistribusi normal akan dilakukan pengujian statistik
nonparametrik.

351
Dalam modul ini akan dibahas beberapa cara untuk menguji apakah suatu
kelompok data mempunyai distribusi normal atau paling tidak mendekati
distribusi normal.22

Kasus
PT Maju Jaya, sebuah perusahaan retail, melakukan pendataan
terhadap 70 toko Maju Jaya yang tersebar di berbagai daerah. Berikut
adalah data omzet (dalam juta rupiah /bulan) seluruh toko dalam jaringan
retailnya:

22
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2001)

352
Untuk bisa mengambil berbagai keputusan berdasarkan pada
data di atas, manajer PT Maju Jaya bermaksud menguji apakah data di
atas berdistribusi normal ataukah tidak.

353
Langkah-Langkah Perhitungan
Langkah pertama adalah data OMSET tersebut harus diurutkan
dari omzet terkecil hingga omzet terbesar. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut:
1. Letakkan pointer pada sel B2, lalu sambil tetap menahan mouse,
geser mouse hingga ke sel B7l. Lalu lepaskan mouse, maka telah
dibuat range untuk sorting data.
2. Dari menu utama Excel, pilih menu Data, lalu pilih pilihan Sort... 3.
Berikut adalah tayangan menu Sort:
3. Berikut adalah tayangan menu Sort:

4. Pengisian menu Sort: Kolom Sort By yang menanyakan apakah


kolom OMSET akan diurutkan secara ascending (menaik) ataukah
secara descending (menurun). Untuk kasus ini, pengurutan
dilakukan secara menaik. Untuk itu klik pada pilihan ascending.
Kolom-kolom yang lain diabaikan saja, karena dalam kasus ini
hanya dilakukan pengurutan sederhana.
5. Tekan OK, maka data kolom OMSET sekarang sudah diurutkan
dari omzet yang paling kecil sampai yang paling besar.

354
Untuk melakukan uji normalitas, data di atas perlu dilengkapi
dengan membuat data Z secara teoretis dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Membuat kolom berisi ORDER VALUE
Letakkan pointer pada sel C1, lalu ketik ORDER untuk memberi
judul sel C1.

Mengubah bilangan 1...70 (nomor toko) menjadi order value


dengan rumus: i I(n + 1). Di mana: i = nomor toko (1 sampai dengan 70). n
= jumlah toko (70} Maka rumus menjadi: i /(70 + 1) = i /71.

2. Mengisi Order Value:


Pindahkan pointer pada sel C2. Lalu ketik:
=A2/71.

Maka sel A2 menjadi: 1/71 atau 0,014.

3. Mengisi sel C3 sampai C71 dengan mengopi rumus sel C2.


Letakkan pointer pada sel C2, tekan Ctrl-C. Buat range dengan
meletakkan pointer pada sel C3. Kemudian geser mouse sampai sel C71.
Jika sudah terbentuk range yang ditandai dengan cell C3:C71 berubah
warna, maka tekan Ctrl-V, maka sel C3:C71 terisi data Order Value.

355
4. Membuat Kolom berisi nilai Z:
Letakkan pointer pada sel D1.1alu ketik nilai Z untuk memberi
judul sel Dl.

5. Nilai Z dihitung dari kolom Order Value dengan rumus:


NORMSINV(probability)
Di mana: Probability adalah nilai pada kolom Order (lihat kolom C)
6. Mengisi kolom nilai Z:
Letakkan pointer pada sel D2, lalu ketik:
=NORMSINV(C2).
Yang berarti akan dihitung nilai Z untuk nilai probabilitas pada sel C2.

356
7. Jika ditekan Enter, hasil yang diperoleh adalah -2,1949 yang
berarti nilai standarisasi (z) adalah --2,1949.

8. Mengisi sel D3 sampai D71 dengan mengopi rumus sel D2.


Letakkan pointer pada sel D2, tekan Ctrl-C. Buat range dengan
meletakkan pointer pada sel D3, kemudian geser mouse sampai sel D71.
Jika sudah terbentuk range yang ditandai dengan sel D3:D71 berubah
warna, maka tekan Ctrl- V, maka sel D3:D71 terisi data nilai z. Jika
prosedur benar, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

357
Untuk memudahkan proses uji normalitas berikut, kolom B yang
berisi data OMSET akan dikopi ke kolom E, dengan cara mengeblok kolom
B, tekan Ctrl-C, lalu pindah pointer ke kolom E 1, lalu tekan Ctrl-V, maka
isi kolom B terkopi ke kolom E.
Setelah data (omzet toko pada kolom B) dan nilai Z teoretis untuk
distribusi normal didapat, maka diuji normalitas dari data omzet dengan
menggambar hubungan antara omzet (kolom B) dengan Z (kolom D)
lewat menu Chart dari Excel. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Dari menu utama Excel, pilih menu Insert, lalu pi1ih pilihan Chart.
Dari Menu Chart tersebut ada dua pilihan, karena akan dibuat
gambar pada worksheet lain, maka pilih As New Sheet.
2. Dalam kasus ini, yang relevan adalah tipe grafik XY karena akan
digambar hubungan dua data. Untuk itu, pilih tipe XY (Scatter) lalu
tekan Next untuk melanjutkan step berikutnya.

358
3. Step berikutnya adalah meminta pengisian range input, karena
input ada pada kolom E (data omzet) dan kolom D (data nilai Z),
maka ketik: D2:E71. Perhatikan tanda data OMSET yang
digunakan ada pada kolom (perhatikan proses kopi sebelumnya).

359
Maka akan tampak di layar:

4. Step berikutnya adalah mengisi kelengkapan gambar, yaitu:

Add a Legend?: pilih Yes yang berarti akan diisi keterangan Data.
Chart Title atau judul grafik.

360
Untuk keseragaman, ketik Uji Distribusi Normal Data PT MAJU JAYA
Axis Title atau keterangan sumbu-sumbu:
Category (X) atau sumbu X: ketik Z
Value (Y) atau sumbu Y: ketik Omzet
5. Tekan Finish maka terlihat grafik uji distribusi normal. Berikut
gambar hasil uji distribusi normal:

Analisis Hasil
Bentuk distribusi-distribusi teoretis adalah sebagai berikut
DISTRIBUSI NORMAL

361
DISTRIBUSI MIRING KE KIRI

DISTRIBUSI MENCENG KE KANAN

DISTRIBUSI REKTANGULAR

Dari perbandingan gambar distribusi hasil uji dengan distribusi


teoritis terlihat bahwa distribusi data dari PT Maju Jaya bisa dikatakan
normal atau mendekati normal. Sehingga analisis statistik untuk data
tersebut bisa dilakukan dengan metode parametrik.

8.4.5. Uji Distribusi Normal dengan SPSS


Langkah-langkah uji distribusi normal dengan SPSS23 :
1. Buka lembar kerja/file Deskriptif sesuai kasus di atas, atau jika
sudah terbuka ikuti langkah selanjutnya.

23
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

362
2. Dari baris menu pilih menu Analyze, lalu pilih submenu
Descriptive Statistics. Selanjutnya sesuai kasus, pilih Descriptives.
Tampak di layar:

 Variable(s) atau variabel yang akan dimasukkan. Karena akan


dibuat frekuensi dari variabel tinggi, maka klik variabel tinggi,
kemudian klik tanda ~ (yang sebelah atas), maka variabel tinggi
berpindah ke Variable(s).
 Klik pilihan Options, maka tampak di layar:

Pilihan Options meliputi berbagai ukuran untuk


menggambarkan data (statistik deskriptif).

363
Terlihat default dari SPSS yang memilih Mean, Standard
Deviation, Minimum, dan Maximum sebagai acuan untuk
menghitung statistik deskriptif -untuk keseragaman- akan
digunakan pilihan tersebut. Kemudian klik Continue setelah
selesai input untuk melanjutkan proses berikutnya.
3. Terlihat kotak pilihan Save standardized va1ues as variables yang
telah diberi tanda (default oleh SPSS), -untuk keseragaman- akan
digunakan pilihan tersebut. Hal ini berarti, selain ada output SPSS
mengenai deskripsi data, juga pada data editor SPSS bertambah
satu variabel baru.
4. Klik OK jika semua pengisian telah selesai.

Output SPSS dan Analisis


Berikut ini adalah output dari Deskriptif. Descriptives

364
Jika dilihat pada Data Editor SPSS, selain variabel tinggi dan
gender, sekarang muncul variabel baru, yaitu ztinggi seperti berikut.

Analisis
Output Bagian Pertama
Output bagian pertama yang membahas deskripsi statistik dari
variabel Tinggi yang meliputi Mean dan lainnya telah dibahas pada bagian
terdahulu. Output di atas memuat nilai deskripsi yang tidak berbeda
dengan output terdahulu.

365
Output Bagian Kedua
Bagian kedua membahas penerapan z scores atau Standard Score.
Dalam output SPSS, nilai z bisa dipakai untuk secara cepat melihat nilai
mana yang menyimpang cukup jauh dari rata-ratanya (outlier). Jika suatu
data berdistribusi normal, suatu nilai bisa distandardisasi dengan nilai z.

X i -x
z=
S
Di mana:
- Xi = nilai data ke- I
- X = Mean data (dalam kasus dilihat pada kolom Mean adalah
169,4 cm)
- S = standar deviasi (dalam kasus dilihat pada kolom Mean adalah
4,963 cm)
Sebagai contoh, lihat pada baris pertama yaitu data tinggi 170,2
cm, maka nilai z-nya adalah:
170,2  169,4
Z  0,16118 (sama dengan output SPSS)
4,963
Demikian juga untuk data yang lainnya.

Melihat Data yang Menyimpang (Outlier)


Jika data berdistribusi normal dan tingkat kepercayaan 95%
(sebagian perhitungan SPSS berdasarkan angka ini), maka tingkat
signifikansi ada1ah 100%-95% atau 5%. Jika memakai dua sisi (ada tanda +
dan -), maka batas kritis ada pada 5% dibagi dua atau 2,5%. Pada tabel z,
perhitungan pada satu sisi atau 50%, maka batas kritis ada pada luas
kurva (50% -2,5%) atau 47,5%. Pada tabel z, untuk 1uas kurva 47,5%
didapat nilai kritis 1,96.
Dari nilai variabel ztinggi ter1ihat hanya 3 data yang termasuk
outlier, yaitu nilai ztinggi yang di 1uar 1,96. Data outlier adalah tinggi
badan 180,3 cm (dengan z ada1ah +2,19), 159,6 cm (dengan z adalah -
1,97) dan 174,5 cm (dengan z ada1ah -1,97). Dari 25 data, hanya 3 yang

366
mempunyai nilai di luar kewajaran (unusual value), maka bisa dikatakan
distribusi tersebut normal.

8.5. Studi Kasus


1. PT ABC memiliki perkebunan buah apel di Pati dan Kudus. Setiap
bulannya dapat dihasilkan 40 ton buah apel dengan kualitas A.
Buah apel tersebut di bawa dengan truk ke Semarang.
Probabilitas apel mengalami kerusakan selama perjalanan adalah
20%. Berapa probabilitas maksimal 4 ton dari jumlah apel
tersebut rusak dan berapa peluang tepat 4 ton buah apel tersebut
rusak?

2. Pada sebuah pengiriman barang gerabah dari Batam ke Jakarta,


dari 20 gerabah, 12 di antaranya rusak. Untuk memeriksa tingkat
kerusakan dipilih 6 gerabah. Berapa probabilitas terpilih 4
gerabah yang rusak?

3. PT ABC mempunyai usaha pengiriman barang dengan


menggunakan truk kontainer. Perusahaan memiliki 15 truk. Pada
tahun 2016 ternyata 6 truk rusak. Jika bagian perbaikan
memeriksa truk dengan mengambil contoh 5 truk, berapa
peluang dari contoh tersebut, 2 truk rusak?

4. Penjualan mobil Esemka di Indonesia mengikuti pola distribusi


Poisson dengan nilai rata-rata hitung 3 mobil setiap harinya.
a. Berapa probabilitas tidak satu pun mobil laku pada suatu hari?
b. Berapa peluang terjual 1 mobil dalam 1 hari dalam 5 hari
berurutan?

5. Sebuah pabrik sepatu di Batam menghasilkan sandal dengan


jumlah cacat sebanyak 10%. Apabila dilakukan sampel sebanyak
10 sandal, berapa probabilitas:
a. 5 cacat

367
b. 5 atau lebih di antaranya cacat?

6. PT ABC meluncurkan produk baru, yaitu mobil ANEKA. Untuk uji


coba kendara (drive test) dipilih 10 orang. Enam orang
menyatakan bahwa mobil tersebut nyaman dikendarai, sedang 4
orang menyatakan kurang nyaman. Apabila dari 10 orang
tersebut akan diwawancarai secara mendalam untuk suatu iklan,
berapa probabilitas akan terpilih 2 orang yang menyatakan
nyaman dan 2 orang yang menyatakan tidak nyaman?

7. Nilai Statistika mahasiswa Prodi Akuntansi Manajerial Politeknik


Balekambang berdistribusi normal dengan nilai rata-rata kelas 75
dan standar deviasinya 10. Hitunglah:
a. Berapa probabilitas mahasiswa yang mendapatkan nilai kurang
dari 45?
b. Berapa probabilitas mahasiswa yang mendapatkan nilai kurang
dari 65?
c. Berapa probabilitas mahasiswa yang mendapatkan nilai antara 65
- 82?
d. Berapa probabilitas mahasiswa yang mendapatkan nilai di atas
84?

8. Pendapatan pedagang kaki lima di sebuah pasar berdistribusi


normal dengan rata-rata pendapatan Rp. 135.000,- /hari dan
standar deviasinya Rp.25.000,-. Hitunglah
a. Berapa probabilitas pedagang kaki lima yang memiliki
pendapatan kurang dari Rp 100.000,- /hari?
b. Berapa probabilitas pedagang kaki lima yang memiliki
pendapatan antara Rp 115.000,- sampai dengan Rp. 147.000,-
/hari?
c. Berapa probabilitas pedagang kaki lima yang memiliki
pendapatan di atas Rp150.000,- /hari?

368
BAB IX
METODE SAMPLING DAN DISTRIBUSI SAMPLING

9.1. Konsep Dasar dan Metode Sampling


Dalam statistik kata populasi berarti seluruh objek yang akan
diteliti. Satuan dari populasi dinamakan unsur. Populasi finite adalah
populasi yang unsurnya terbatas, misalnya 5, 10, atau 1000. Tetapi jika
unsurnya tak terbatas dinamakan populasi infinite. Mengumpulkan
informasi dari seluruh unsur dalam suatu populasi atau disebut
melakukan sensus. Dari sensus dapat diperoleh ciri-ciri populasi atau
disebut parameter. Namun, melakukan sensus sering kali tidak perlu
karena biayanya besar, banyak memerlukan waktu dan biaya banyak.
Konsekuensinya sering digunakan sampling yaitu mengumpulkan
informasi dari sebagian unsur-unsur suatu populasi. Bagian dari objek
yang akan diteliti itu dinamakan sampel. Ciri-ciri dari suatu sampel
dinamakan statistik.
Dalam sampling diharapkan dipilih sebagian populasi yang setepat
mungkin. Celakanya, adalah sangat sulit atau bahkan tidak mungkin untuk
mempunyai suatu sampel yang sangat lengkap yang mencerminkan
populasi. Adalah tidak beralasan untuk mengharapkan hasil sampel sama
tepat dengan ciri-ciri populasi, karena kesalahan sampling selalu ada. Ini
tidak berarti bahwa hasil sampel tidak berguna. Jika kesalahan sampel
dapat diduga secara objektif, maka ketepatan kesimpulan (inferensi) dari
penggunaan sampling dapat juga diduga.
Ukuran sampel yang lebih besar belum tentu memberikan
ketepatan yang lebih teliti. Ada beberapa cara pemilihan sampel yang
menghasilkan sampel yang sangat mencerminkan populasi. Dari cara-cara
itu tak ada salah satu yang terbaik. Suatu cara yang cocok untuk
pengambilan sampel ditentukan oleh sifat-sifat populasi dan keterampilan
peneliti.

369
Terdapat beberapa alasan mengapa dipilih teknik sampling.
Pertama adalah alasan pragmatis, di mana penggunaan sampel akan
menghemat biaya, waktu dan tenaga, serta informasi vital dapat
diperoleh dengan cepat, daripada melakukan sensus. Alasan yang kedua
adalah hasilnya yang akurat dan dapat dipercaya, yakni dengan
penggunaan sampel akan menghasilkan data yang lebih akurat, dengan
tingkat kesalahan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan sensus.
Ketiga adalah alasan pengukuran destruktif. Sering kali dalam penelitian,
khususnya dalam uji quality control diperlukan perusakan terhadap
materi yang kita teliti. Dengan menggunakan sampel, kita tidak perlu
menguji seluruh populasi yang akan mengakibatkan habisnya populasi
tersebut.

9.2. Metode Proses Pengambilan Sampel


Desain sampel merupakan metode yang digunakan untuk memilih
unit analisis yang akan diteliti. (Davis and Cosenza, 1993). Secara umum,
desain sampel ada dua macam, yaitu desain probabilitas dan desain
nonprobabilitas. Desain probabilitas mengandung arti bahwa setiap
sampel dipilih berdasarkan konsep random selection, melalui suatu
prosedur seleksi dan memiliki peluang yang sama untuk dipilih (Cooper &
Schindler, 2004:166; Kuncoro, 2003:112). Desain Nonprobabilitas dipilih
secara arbiter (nonrandom) dan subjektif oleh peneliti. Dengan kata lain,
probabilitas masing-masing anggota populasi tidak diketahui. (Cooper &
Schindler, 2004:166; Kuncoro, 2003:118).
Pertimbangan dalam memilih desain sampel meliputi biaya,
waktu, penerimaan hasil, dan kemampuan generalisasi. Selengkapnya
dalam tabel berikut:

Tabel 9.1 Perbedaan Desain Sampel Probabilitas dan Nonprobabilitas


Jenis Desain
Pertimbangan
Probabilitas Nonprobabilitas
Biaya Lebih mahal Lebih murah
Akurasi Lebih tepat Kurang tepat

370
Jenis Desain
Pertimbangan
Probabilitas Nonprobabilitas
Waktu Lebih lama Lebih cepat
Penerimaan Hasil Penerimaan universal Penerimaan masuk akal
Kemampuan Generalisasi Baik Jelek
Sumber : Kuncoro (2003:111) yang dimodifikasi dari Davis & Cosenza (1993:226)

Adapun jenis desain sampel probabilitas, antara lain: sampel


random sederhana (simple random sampling), sampel sistematis
(systematic sampling), sampel stratifikasi (stratified sampling), sampel
kluster (cluster sampling), dan sampel daerah multitahap (multistage area
sampling). Sedangkan jenis desain sampel nonprobabilitas, antara lain
convenience sampling, judgment sampling, quota sampling, dan snowball
sampling.

9.3. Metode Sampel Probabilitas


Sampel random atau sampel probabilitas adalah sampel yang
probabilitas pemilihan masing-masing unsur dalam populasi diketahui
sebelum pemilihan sampel dan biasanya tidak sama dengan nol. Ada 4
jenis utama sampel random, yaitu simple, stratified, cluster, dan
systematic.

9.3.1. Simple Random Sample


Pertama adalah sampel random sederhana yakni teknik
pengambilan sampel secara langsung dari populasinya secara random
yang didasarkan pada angka random. Angka random dapat dilihat di tabel
angka random atau dengan komputer untuk menghasilkan angka random.
Sampel random sederhana yang untuk seterusnya disebut “sampel
random” saja adalah metode pemilihan sampel yang sedemikian rupa
sehingga setiap unsur dalam populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk dipilih. Setiap ukuran sampel n mempunyai kesempatan yang sama
untuk dipilih.
Untuk menjelaskan definisi tersebut misalkan diberi contoh
sebagai berikut: Ana (A), Budi (B), Clara (C), dan Dody (D) adalah populasi

371
dari anak-anak sebuah keluarga. Keempat anak tersebut mempunyai
masa liburan yang sama, tetapi hanya 2 orang anak yang dapat berwisata
pada waktu yang sama. Akibatnya orang tua mereka melakukan undian
dengan mengambil dua dari empat anaknya. Kemungkinan hasil sampel
dengan ukuran 2 dari populasi tersebut adalah AB AC AD BC BD CD.
Masing-masing anak muncul 3 kali dalam keenam kemungkinan hasil
sampel tersebut. Sehingga, P(A)=P(B)=P(C)=P(D)= 3/6 = 0,5 berarti
masing-masing unsur mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Di
samping itu masing-masing sampel dengan ukuran sampel 2 mempunyai
kesempatan yang sama untuk dipilih, yaitu 1/6. Karena kedua persyaratan
dipenuhi, maka dinamakan sampel random.
Banyaknya kombinasi kemungkinan hasil sampel dari populasi N
dengan ukuran sampel n adalah:

N!
C nN 
n!( N  n)!
Untuk contoh di atas N=4 dan n=2, sehingga , berarti
masing-masing kombinasi mempunyai kesempatan untuk dipilih sebesar
1/6. Untuk menjamin agar setiap unsur mempunyai kesempatan yang
sama untuk terpilih, statistik menggunakan tabel random. Misalkan untuk
memilih 100 pekerja dari 500 pekerja suatu perusahaan, maka pekerja itu
harus diberi nomor, misalnya 001, 002,…, 099, 100. Kemudian dilihat pada
tabel, karena pada tabel tersedia 5 digit, maka yang digunakan hanya 3
digit terdepan. Kita dapat mulai dari angka mana pun dalam tabel itu
secara sebarang. Misalnya dimulai dari pojok kiri atas kemudian turun,
maka yang terpilih adalah pekerja yang bernomor 100, 375, 084, 128,
310, 118, 008, 441, 125, 154. Kita tidak boleh menggunakan nomor 990,
660 dan lain-lain karena pekerja dengan nomor terbesar adalah 500>
Nomor-nomor yang telah terpilih kemudian dihilangkan.

9.3.2. Stratified Random Sample


Metode stratified random sample adalah teknik sampel yang
membagi populasi menjadi beberapa subpopulasi atau strata dan

372
kemudian pengambilan sampel random sederhana dapat dilakukan di
dalam masing-masing strata. Pemilihan sampel acak berdasarkan strata.
Pemilihan ini dengan cara terlebih dahulu mengklasifikasikan suatu
populasi ke dalam sub-sub populasi berdasarkan karakteristik tertentu
dari elemen-elemen populasi (misal, berdasarkan jenis kelamin, jenis
industri, tahun angkatan, size perusahaan)
Jika dalam populasi dibagi ke dalam kelompok (strata) yang relatif
homogen dan sampel dibentuk dari masing-masing kelompok, cara ini
dinamakan stratified random sample. Pengelompokan ini dimaksud untuk
memperbaiki pendugaan ciri-ciri populasi. Contoh pengelompokan: Suatu
populasi pendapatan keluarga dari suatu desa yang terdiri dari 15 rumah
tangga, lima rumah tangga berpendapatan kurang dari 50, delapan
keluarga berpendapatan antara 100 dan 200, dan sisanya berpendapatan
di atas 500. Jika diambil sampel random sebanyak 3 rumah tangga, kita
dapat memilih rumah tangga yang mana pun, maka hasilnya dapat terlalu
rendah atau terlalu tinggi untuk menduga ciri-ciri populasi. Tetapi, setelah
dilakukan pengelompokan ke dalam kelompok rendah, menengah, dan
tinggi seperti pada tabel dan kemudian diambil sampel dari masing-
masing kelompok, kita tidak mungkin mendapatkan statistik yang terlalu
besar dan terlalu kecil dibanding populasi.

Tabel 9.2 Contoh Soal Stratified Random Sample


Pendapatan Belum Dikelompokkan Pendapatan Dikelompokkan
175 140 180 25
25 30 30 30 120 150
550 125 700 30 125 175
150 150 40 40 140 180 550
120 40 190 40 150 190 700
Rendah Sedang Tinggi

Rata-rata populasi adalah 2645/15 = 76,3. Jika diambil sampel dari


pendapatan belum dikelompokkan, misalnya diperoleh 25,40, 30, maka
diperoleh rata-rata sampel 95/3 = 31,6 yang jauh di bawah rata-rata
populasi. Kemungkinan lain dapat dihasilkan 550, 150, 700 dengan rata-

373
rata sampel 1400/3 = 466,7 yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata
populasi. Tetapi jika diambil sampel dari data yang sudah dikelompokkan,
misalnya saja kita ambil satu unsur dari kelompok rendah 30, satu unsur
dari kelompok menengah 125 dan satu unsur dari kelompok tinggi 550,
maka diperoleh rata-rata sampel 705/3 =235 yang relatif lebih dekat
dengan rata-rata populasi.

9.3.3. Random Cluster Sample


Metode random cluster sample adalah bagaimana pemilihan
sampel berdasarkan kelompok. Elemen-elemen populasi dikelompokkan
ke dalam unit-unit sampel seperti yang dilakukan dalam metode
pemilihan sampel dengan stratifikasi. Perbedaannya metode ini lebih
menekankan pada heterogenitas karakteristik elemen-elemen pada
masing-masing unit sampel.
Ada dua tahap dalam random cluster sampling. Pertama, memilih
secara random kelompok (cluster) dari populasi. Kedua, setelah kelompok
terpilih, semua elemen di dalam masing-masing kelompok (atau hanya
sebagian elemen dari masing-masing kelompok yang pemilihannya
dilakukan secara random) diikutsertakan dalam sampel, maka cluster
random sampling akan memberikan ketepatan yang tinggi jika diterapkan
untuk populasi yang homogen.
Nonrandom sample
Pemilihan unsur yang diikutsertakan dalam sampel kadang-
kadang didasarkan atas opini seseorang yang merasa cukup tahu tentang
masing-masing unsur apakah cukup pantas diikutsertakan. Sampel yang
didasarkan pada keahlian seseorang tentang populasi dinamakan
nonrandom sample (judgment sample). Kualitas suatu nonrandom sampel
ditentukan oleh keahlian peneliti.

Sampling dengan dan tanpa taruh kembali


Jika kita akan mengambil sejumlah barang dari dalam sebuah
kardus besar, kita mempunyai dua pilihan yaitu dengan atau tanpa
menaruh kembali barang yang telah kita ambil; sebelum pengambilan

374
berikutnya. Jika kita memilih yang pertama, maka barang yang diambil
dapat terambil kembali bahkan dapat berulang kali. Sementara pilihan
kedua, suatu barang hanya terambil sekali. Sampling, di mana setiap
unsur populasi dapat dipilih lebih dari sekali dinamakan sampling dengan
taruh kembali (sampling with replacement), sementara jika setiap elemen
tidak dapat dipilih lebih dari sekali dinamakan sampling tanpa taruh
kembali (sampling without replacement).
Populasi dapat finite atau infinite. Bila dari suatu populasi yang
finite dilakukan sampling with replacement, maka secara teoretis populasi
tersebut menjadi infinite, karena berapa pun ukuran sampel dapat ditarik
kembali tanpa menghabiskan populasi. Untuk tujuan-tujuan praktis,
sampling dari populasi finite yang sangat besar dapat dipertimbangkan
sebagai sampling dari suatu populasi infinite.

9.3.4. Systematic Sampling


Teknik sampel sistematis (systematic sampling) adalah bagaimana
unsur populasi dipilih dengan jarak interval yang sama. Sebelumnya
memilih titik awal secara random, selanjutnya dipilih sampelnya pada
setiap jarak interval tertentu, misalnya setiap jarak kesepuluh. Misalnya
titik awalnya 6, selanjutnya adalah nomor 16, 26, 36, dst. Unsur populasi
tidak mempunyai kesempatan yang sama setelah ditentukan jarak
interval dan titik awal untuk memilih sampel. Keuntungannya proses
pemilihan sampel dapat lebih cepat dilakukan, sedangkan di pihak lain
dapat menghemat biaya.
Terdapat metode probabilitas lainnya yakni sampel daerah
multitahap (multistage area sampling) yang merupakan prosedur
pengambilan sampel yang terdiri dari dua tahap atau lebih dengan
mengombinasikan beberapa teknik sampel probabilitas. Misalkan kita
akan melakukan survei nasional mengenai rata-rata jumlah tabungan
bank per bulan. Metode sampel klaster dapat digunakan terlebih dahulu
untuk memilih daerah perkotaan dan pedesaan pada masing-masing
propinsi sampel. Tahap berikutnya, sampel daerah dipilih pada masing-
masing lokasi. Tahap ketiga, dipilih bank dalam masing-masing daerah.

375
Tabel 9.3 Perbandingan Desain Sampel Probabilitas (Kuncoro, 2003:114)
Jenis Sampel Deskripsi Kelebihan Kekurangan
1. Random Setiap elemen Hanya Membutuhkan daftar
sederhana populasi membutuhkan elemen populasi yang
mempunyai pengetahuan banyak.
kesempatan yang yang sedikit, Responden mungkin
sama untuk dipilih mudah mempunyai
menjadi sampel digunakan penyebaran yang
sangat besar.
Membutuhkan
jumlah sampel yang
banyak.
Menghasilkan
kesalahan yang besar.
2. Sistematis Menyeleksi Sederhana untuk Populasi yang bersifat
sampel dari mendesain, periodic
populasi sejak mudah untuk memungkinkan data
awal dan mencari dan hasil berdistribusi
mengikuti distribusi data, tidak normal.
pemilihan sampel Lebih murah Jika daftar populasi
berdasarkan dibandingkan mempunyai Trend
urutan elemen. simple Random monotomik, hasil
estimasi akan bias.
3. Stratifikasi Peneliti membagi Hasilnya lebih Jika subsample dipilih
populasi menjadi mewakili dengan dasar yang
beberapa populasi secara berbeda akan
kelompok dan keseluruhan meningkatkan
secara random sehingga kesalahan.
memilih meningkatkan Mahal, apalagi bila
subsample dari efisiensi secara strata dalam populasi
setiap kelompok statistik. harus dibuat dahulu
Peneliti
mengontrol
jumlah sampel
dalam strata,
Memberikan
beberapa
alternatif metode
strata
Hasilnya tidak
bias

376
Jenis Sampel Deskripsi Kelebihan Kekurangan
4. Klaster Kelompok yang Lebih efisien Mempunyai nilai
mempunyai sifat secara ekonomi statistik yang kurang
heterogen dibandingkan efisien (banyak
diidentifikasi lebih sampel random kesalahan).
dahulu lalu dipilih sederhana. Peneliti harus
secara random, Biaya lebih mempunyai
semua elemen rendah, apalagi kemampuan untuk
dari hasil random bila klaster membagi ke dalam
tersebut diteliti berdasarkan klaster yang benar-
daerah. benar spesifik.
Mudah Data awal yang bias
digunakan tanpa akan tereliminasi
membuat daftar
populasi,
memberikan
informasi lebih
akurat.
5. Multitahap Peneliti memilih Memberikan Peneliti mungkin
area yang kecil informasi yang enggan melakukan
untuk setiap lebih akurat karena harus
tahapnya dan berulang-ulang.
mengombinasikan
keempat teknik
sampel di atas.
Sumber: Dikompilasi dari Zikmund (2000:363); Cooper & Schindler (2001:190)

9.4. Distribusi Sampling Rata-Rata dan Proporsi


9.4.1. Distribusi Sampling Rata-Rata
Parameter adalah ciri-ciri populasi, misalnya rata-rata populasi,
standar deviasi, dan lain-lain. Untuk suatu populasi hanya ada sebuah
nilai parameter, artinya hanya ada nilai tunggal rata-rata populasi dan
hanya ada nilai tunggal rata-rata populasi dan hanya ada nilai tunggal
standar deviasi populasi sehingga parameter merupakan deterministic
variable.
Statistik adalah ciri-ciri sampel, misalnya rata-rata sampel x,
standar deviasi S, dan lain-lain. Jika suatu sampel ditarik secara random
dari suatu populasi, maka terdapat sejumlah besar kemungkinan

377
kombinasi sampel. Karena masing-masing kombinasi sampel memiliki satu
nilai statistik, maka untuk populasi itu terdapat sejumlah besar statistik.
Sehingga statistik merupakan suatu variabel random yang memiliki
distribusi probabilitas atau statistik merupakan stochastic variable.
Distribusi sampling adalah distribusi probabilitas dengan statistik
sampel sebagai variabel randomnya. Sehingga distribusi sampling rata-
rata adalah distribusi probabilitas dari semua rata-rata sampel dengan
ukuran tertentu yang ditarik dari suatu populasi. Misal: Kita ingin
membuat distribusi sampling rata-rata sampel dengan ukuran sampel 2
yang ditarik dari suatu populasi yang memiliki 4 unsur yaitu 3, 4, 6, dan 7.
Rata-rata dan standar deviasi populasi itu adalah:


x  3 46 7  5
N 4


 x   2

 2,5
N
Dari sampling without replacement dengan ukuran sampel n=2
dari elemen populasi N=4 dapat diperoleh kombinasi kemungkinan hasil
sampai sebanyak:

4!
C 24  6
2!(4  2)!
Keenam kombinasi sampel beserta rata-rata sampelnya yang
diambil dari populasi tersebut dapat diikuti pada tabel 1. Sementara
distribusi frekuensi rata-rata sampel ditunjukkan pada tabel 2 dan 3 yang
merupakan distribusi sampling rata-rata sampel untuk ukuran sampel
n=2.

Tabel 9.4 Kombinasi Kemungkinan Hasil Sampel dan Rata-Rata Sampel


Nilai Sampel (x) Rata-rata Sampel
3 4 3,5
3 6 4,5
3 7 5

378
Nilai Sampel (x) Rata-rata Sampel
4 6 5
4 7 5,5
6 7 6,5
30

Tabel 9.5 Distribusi Frekuensi Rata-Rata Sampel


Rata-rata Sampel Frekuensi (f)
3,5 1
4,5 1
5 2
5,5 1
6,5 1
6

Tabel 9.6 Distribusi Sampling Rata-Rata dengan Ukuran Sampel n


Rata-rata Sampel Probabilitas
3,5 1/6
4,5 1/6
5 2/6
5,5 1/6
6,5 1/6
1

Populasi dengan Distribusi sampling Rata-rata


Mengambil seluruh kombinasi sampel dan kemudian menghitung
rata-rata dan standar deviasi dari distribusi sampling rata-rata akan
sangat melelahkan atau bahkan tidak mungkin. Dalam praktik, hanya
diambil satu sampel, bukan seluruh kemungkinan sampel. Lalu, apakah
yang dapat diperoleh dalam membicarakan distribusi sampling. Pada
dasarnya pembicaraan distribusi sampling adalah mengenai kedekatan
rata-rata sampel terhadap rata-rata populasi. Kemungkinan dekatnya
suatu rata-rata sampel terhadap rata-rata populasi dapat dihitung jika
diketahui rata-rata dan standar deviasi distribusi sampling rata-rata.
Karena itu, perlu diketahui hubungan antara ciri-ciri populasi dan ciri-ciri
distribusi sampling rata-rata.

379
Untuk menunjukkan hubungan itu, mari dilihat pada tabel 1.
Keenam kombinasi sampel memiliki jumlah rata-rata sampel ∑ ̅ ,
sehingga rata-rata distribusi sampling rata-rata adalah

30
 
 5
x 6
Ternyata     x
x

Sementara, standar deviasi sampling rata-rata (standar error rata-


rata)   dicari dengan perhitungan sebagai berikut:
x

  x  x 
 

5
  
x 6 6
Ternyata     x
x

Jadi, hubungan antara standar deviasi populasi dengan standar


error rata-rata tidak seperti hubungan antara rata-rata populasi dengan
rata-rata distribusi sampling rata-rata.
Untuk populasi finite, hubungan antara ̅ dan ditunjukkan
lewat rumus berikut:

 N n
 
N 1
_
x n
Keterangan:
N = Banyaknya unsur populasi
N = Banyaknya unsur sampel

√ = faktor koreksi populasi finite, jika n  0,005 N, maka faktor


koreksi akan mendekati 1 sehingga ia bisa dihilangkan.
Jika besaran-besaran itu dimasukkan dalam rumus terakhir, maka
akan diperoleh suatu hasil yang sama dengan angka yang diperoleh
melalui rumus sebelumnya.

380
Jika populasi infinite atau jika sampling dilakukan dengan taruh
kembali, hubungan antara ̅ dan adalah

 
_
x n
Dari rumus terakhir ini dapat disimpulkan bahwa:
1. ̅ akan turun jika n bertambah.
2. ̅ lebih kecil dibandingkan , kecuali jika seluruh populasi
nilainya sama besar sehingga ̅ dan ̅ akan tetap
meskipun n bertambah.

9.4.2. Teorema Limit Pusat


Distribusi populasi berarti distribusi probabilitas dari suatu
variabel random. Suatu populasi infinite yang mempunyai distribusi
normal akan memiliki distribusi sampling rata-rata yang normal, berapa
pun ukuran sampelnya. Jika ukuran sampel n ditambah, maka standar
deviasi distribusi sampling rata-rata akan makin kecil dan akhirnya
distribusinya akan mengempis (collapse) ketika n mendekati tak
terhingga. Gambar berikut menunjukkan distribusi sampling rata-rata
dengan berbagai ukuran sampel dari suatu populasi infinite yang normal.
1. Distribusi populasi infinite yang normal dengan rata-rata  dan
standar deviasi .
2. Distribusi sampling rata-rata normal dengan ukuran sampel n1
dengan rata-rata , dan standar deviasi ̅ , dimana ̅ .
3. Distribusi sampling rata-rata normal dengan ukuran sampel n2 (di
mana n2  n1) dengan rata-rata , dan standar deviasi ̅ , di
mana ̅ ̅ .
4. Distribusi sampling rata-rata normal dengan ukuran sampel n3
(mendekati ) dengan rata-rata ̅ , dan standar deviasi ̅ .

= = =
Karena n1  n2  n3, maka ̅ ̅ ̅ .

381
Untuk distribusi populasi tidak normal, distribusi sampling rata-
rata akan mendekati normal jika ukuran sampel cukup besar (n  30). Apa
yang telah dibicarakan mengenai distribusi sampling rata-rata sampai saat
ini dapat diungkapkan dalam bentuk yang lebih formal ke dalam Central
Limit Theorem (CLT) yang artinya menyatakan:
1. Rata-rata distribusi sampling rata-rata ̅ akan sama dengan rata-
rata populasi .
2. Standar error rata-rata adalah:
a. Untuk populasi infinite ̅ √

b. Untuk populasi finite ̅ √



3. Jika ukuran sampel cukup besar (n  30) distribusi sampling rata-
rata akan mendekati normal, apapun bentuk distribusi
populasinya.
4. Jika distribusi populasi normal, distribusi sampling rata-rata akan
normal, berapa pun ukuran sampelnya.

Menggunakan Distribusi Sampling Rata-rata x


Jika variabel random, dalam hal ini rata-rata sampel x,
mempunyai distribusi normal dengan rata-rata x dan standar deviasi x,
atau biasa dituliskan dengan xN(x, x), maka variabel random standar Z
dirumuskan sebagai:
X-μ
Z=
σ
Nilai Z berarti berapa kali standar deviasi x suatu rata-rata
sampel (x) menyimpang dari x. Berapa probabilitas yang sepadan
dengan nilai Z yang dihitung dengan rumus di atas.
Contoh: Suatu perusahaan ingin menduga rata-rata penjualan per
bulan berdasarkan rata-rata sampel yang dilakukan selama 100 bulan.
Misalkan rata-rata penjualan per bulan yang sebenarnya adalah 5650
dengan standar deviasi 700. Berapa banyak bulan dari sampel tersebut
akan memiliki rata-rata sampel antara 5550 dan 5750?

382
Jawab:
n = 100
 = 5650
 = 200
Menurut Central Limit Theory
1.  = = 5650
2. Untuk populasi infinite ̅ √ √

Jika ̅ , maka
Jika ̅ , maka
Sehingga P(5550  x  5750) = P (-1,43  Z  1,43)
= 0,4236 + 0,4236
= 0,8472
Jadi, terdapat 0,8472 x 100 = 85 bulan dengan rata-rata
sampel antara 5550 sampai 5570.

9.4.3. Distribusi Sampling Proporsi


Misalkan terdapat lima calon presiden yang masing-masing
berumur 30, 35, 45, 50, dan 55. Sementara negara tersebut
mengeluarkan peraturan baru bahwa yang dapat diangkat menjadi
presiden harus berusia sekurang-kurangnya 40 tahun. Andaikata umur
kelima calon presiden tadi merupakan suatu populasi, maka proporsi
populasi yang berumur 40 tahun atau lebih adalah P = 3/5 = 0,6.
Kemudian diambil sampel dengan ukuran n=3. Katakan yang
terpilih adalah 30, 45, 55. Berarti dua dari tiga yang terpilih mempunyai
umur 40 tahun atau lebih, sehingga proporsi sampel p = 2/3. Simbol P
merupakan parameter, sedangkan p adalah suatu statistik. Karena itu p
dapat memiliki nilai yang berubah untuk sampel yang berbeda. Misalnya
kombinasi sampel 30, 45, 55 mempunyai p=2/3 dan kombinasi sampling
without replacement dengan ukuran sampel 3 dapat diperoleh kombinasi
sampel sebanyak dapat dilihat pada tabel berikut:

383
Tabel 9.7 Kombinasi Kemungkinan Hasil Sampel dan Proporsi Sampel
Kombinasi Sampel Proporsi Sampel (p)
30 33 45 1/3
30 35 50 1/3
30 35 55 1/3
30 45 50 2/3
30 45 55 2/3
30 50 55 2/3
35 45 50 2/3
35 45 55 2/3
35 50 55 2/3
45 50 55 1
6

Tabel 9.8 Distribusi Frekuensi Proporsi Sampel


Proporsi Sampel (p) Frekuensi (f)
1/3 3
2/3 6
1 1
10

Tabel 9.9 Distribusi Sampling Proporsi


Proporsi Sampel (p) Probabilitas
1/3 0,3
2/3 0,6
1 0,1
1

Distribusi sampling proporsi memiliki:



Rata-rata
Ternyata dan
Standar Deviasi

384
Standar Deviasi distribusi sampling proporsi (standar error
proporsi) dapat dihitung dengan cara lain:

P(1  P) N  n
p  x
n N 1
Untuk contoh di atas,

0,6 x0,4 2
p  x  0,2
3 4
Jika populasi infinitas atau sampling with replacement atau
populasi finite tetapi ukuran sampelnya kurang dari 5 persen ukuran
populasi, maka dapat dihitung:

P(1  P)
p 
n
Contoh:
Telah diketahui bahwa 2% barang kiriman adalah cacat. Berapa
probabilitas bahwa suatu pengiriman sebanyak 400 barang.
1. Terdapat 3% atau lebih yang cacat.
2. Sebanyak-banyaknya 3% yang cacat

Jawab
 p  P  0,02
P(1  P) 0, 02 x0,98
p    0, 007
n 400
p = 3%, maka
(0,03-1/800)-0,02
Z= =1,25
0,007
Sehingga P(p0,03) = P (Z1,25) = 0,5 – 0,3944 = 0,1056.
P=3%, maka P(p  0,03) = P (Z  1,25) = 0,5 + 0,3944 = 0,8944.

385
9.4.4. Distribusi Sampling Selisih Rata-Rata dan Proporsi
Misalkan kita memiliki dua populasi infinite dengan rata-rata 1,
2 dan standar deviasi 1, 2. Kemudian dari kedua populasi diambil
sampel dengan ukuran n1 dan n2. Untuk seluruh sampel dengan ukuran
n1 yang diambil dari populasi pertama diperoleh rata-rata x1 dengan rata-
rata ̅ dan standar deviasi ̅ . Begitu juga untuk seluruh sampel
dengan ukuran n2 yang diambil dari populasi kedua, diperoleh distribusi
sampling rata-rata x2 dengan rata-rata ̅ dan standar deviasi ̅ .
Kemudian distribusi sampling selisih rata-rata ̅ ̅ memiliki rata-rata
̅ ̅ , dan standar deviasi ̅ ̅ √ ̅ ̅

√ .
Rumus standar deviasi di atas juga berlaku untuk populasi finite
jika sampling with replacement. Tetapi untuk sampling without
replacement dan n relatif besar dibanding N, diperlukan faktor korelasi.

√ dalam menghitung standar deviasi rata-rata sampel.


Jika n1 dan n2 besar (n1,n2  30) distribusi sampling selisih rata-
rata akan mendekati normal, dengan variabel random standar.
 

 x 1  x 2   1   2 
Z  
 
 x1  x 2
Contoh: Misalkan rata-rata pendapatan keluarga per hari di
daerah kota adalah 10.000 dengan standar deviasi 3.000. Sementara rata-
rata pendapatan per hari di daerah pedesaan sebesar 4000 dengan
standar deviasi 500. Jika diambil sampel random keluarga kota sebanyak
50 dan keluarga di pedesaan sebanyak 200, berapa probabilitas selisih
rata-rata pendapatan keluarga per hari antara kota dan pedesaan lebih
dari 5000?
Jawab:
1 = 10.000 2 = 4000
1 = 3.000 2 = 500

386
n1 = 50 n2 = 200

〈̅ ̅ 〉

〈̅ ̅ 〉

Distribusi Sampling Selisih Proporsi


Dengan cara yang serupa dengan sebelumnya dapat diperoleh
distribusi sampling dua proporsi sampel p1 dan p2. Distribusi sampling
selisih proporsinya seperti yang ditunjukkan dan mempunyai rata-rata:
, dan Standar Deviasi:

P1(1  P1) P 2(1  P 2)


 p1 p 2   p1 2   p 2 2  
P1 P2
Jika populasi finite dengan n>0,05N, faktor koreksi.
N n
Digunakan dalam menghitung standar error proporsi.
N 1
Jika n1P1, n1(1-P1), n2(1-P2)  5, distribusi sampling selisih
proporsi akan mendekati normal dengan variabel random standar:

(p1-p2)-(P1-P2)
Z=
σp1-p2

9.5. Metode Sampel Nonprobabilitas


Sedangkan jenis desain sampel nonprobabilitas, antara lain
convenience sampling, judgment sampling, quota sampling, dan snowball
sampling. Pertama adalah metode Convenience Sampling yakni pemilihan
sampel berdasarkan kemudahan (convenience sampling). Memilih sampel
dari elemen populasi (orang atau kejadian) yang datanya mudah
diperoleh peneliti. Misal, peneliti dalam penelitian mengenai perilaku
konsumen terhadap suatu produk dapat melakukan survei kepada setiap
pengunjung yang dijumpai di toko swalayan. Kedua adalah purposive

387
sampling yakni bagaimana pemilihan sampel secara tidak acak yang
informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu
(umumnya disesuaikan dengan tujuan dan masalah penelitian). Elemen
populasi yang dipilih sebagai sampel dibatasi pada elemen-elemen yang
dapat memberikan informasi berdasarkan pertimbangan. Misal, jika
peneliti ingin mengetahui informasi yang berkaitan dengan perusahaan
maka peneliti dapat memilih para manajer sebagai sampel penelitian.
Ketiga adalah quota sampling yakni teknik sampling yang
dilakukan berdasarkan kuota (jumlah tertinggi) untuk setiap kategori
dalam suatu populasi target. Misal, peneliti menentukan kuota responden
berdasarkan jenis industri, skala perusahaan, departemen fungsional dan
gender pekerja. Keempat adalah snowball sampling yang merupakan
sebuah prosedur pengambilan sampel di mana responden pertama dipilih
dengan metode probabilitas dan kemudian responden selanjutnya
diperoleh dari informasi yang diberikan oleh responden pertama.
(Kuncoro, 2003:120). Metode ini digunakan jika unit analisis yang
diinginkan memiliki karakteristik yang sulit ditentukan. (Davis & Cosenza,
1993:234)

Tabel 9.10 Perbandingan Desain Sampel Nonprobabilitas (Kuncoro,


2003:119)
Jenis Sampel Deskripsi Kelebihan Kekurangan
1. Convenience Peneliti menggunakan Tidak Variabilitas dan
sampel yang paling memerlukan estimasi yang
sederhana atau daftar populasi bias tidak dapat
ekonomis. yang panjang diukur atau
dikontrol.
Proyeksi data dari
sampel yang
diperoleh tidak
sesuai.
2. Judgement Peneliti ahli atau Bermanfaat Hasilnya bias
berpengalaman untuk tipe-tipe karena sampel
memilih sampel untuk estimasi tidak
memenuhi tujuannya, tertentu. representatif.
seperti meyakinkan Biaya moderat. Proyeksi data dari

388
Jenis Sampel Deskripsi Kelebihan Kekurangan
bahwa semua Sampel sampel tidak
populasi mempunyai memastikan cocok
karakteristik tertentu. bahwa tujuan
yang akan
dicapai pasti
tercapai.
3. Quote Peneliti Mengenalkan Memberikan hasil
mengklasifikasikan beberapa klasifikasi yang
populasi menurut stratifikasi bias.
kriteria tertentu populasi, Penyimpangan
(pertinent properties), Biaya moderat dari populasi
menentukan proporsi Tidak tidak dapat
sampel yang memerlukan diperkirakan
dikehendaki untuk daftar populasi karena
tiap kelas, lagi. penggunaan
menetapkan kuota seleksi yang
untuk setiap nonrandom.
pewawancara. Proyeksi data dari
sampel tidak
dapat dilakukan.
4. Snowball Responden awal Biaya rendah, Hasilnya bias
dipilih dengan sampel Bermanfaat karena jumlah
probabilitas, dalam sampel tidak
sedangkan responden pengalokasian independen.
berikutnya diperoleh anggota dari Proyeksi data di
dari usulan /masukan populasi yang luar sampel tidak
responden jumlahnya sesuai.
sebelumnya. sedikit.
Sumber: Zikmund (2000: 362)

9.6. Studi Kasus


1. Bank Batam Jaya menghitung deposito seluruh nasabahnya.
Setelah penghitungan, bank tersebut mendapati bahwa rata-rata
deposito setiap nasabahnya sebesar Rp 20.000.000, dengan
deviasi standar Rp 600.000, apabila seorang peneliti mengambil
sampel sebanyak 200 nasabah, berapa probabilitas jika :
a. Rata-rata sampel akan terletak antara Rp19.000.0000 dan Rp
25.000.000

389
b. Rata-rata sampel akan lebih kecil dari Rp 17.000
c. Rata-rata sampel akan lebih besar dari Rp 22.000.000

2. Bila sampel acak dengan n=15 dipilih dari populasi sebesar 50


dengan rata-rata 7.5 dan deviasi standar 3.6, berapa rata-rata dan
deviasi distribusi sampling rata-rata?

3. Lampu pijar merek ampuh memiliki rata-rata daya tahan 5500


jam dengan deviasi standar 500 jam, sedangkan lampu pijar
merek baik memiliki rata-rata daya tahan 4500 jam dengan
deviasi standar 400 jam. Jika diambil sampel masing-masing 100
buah lampu pijar dan diteliti, berapa probabilitas bahwa selisih
rata-rata daya tahan kedua lampu pijar tersebut lebih besar dari
600 jam?

4. Dari 2000 mobil yang diproduksi, diketahui 200 di antaranya


cacat. Jika diambil sampel acak sebanyak 1000 buah mobil dari
populasi tersebut dan diteliti, berapa besar proporsi mobil yang
cacat lebih besar dari 12%?

5. Berdasarkan sebuah penelitian, 15 dari orang yang tidak merokok


terkena TBC dan dari setiap 100 perokok, 5 orang di antaranya
terkena TBC. Jika diambil sampel masing-masing 100 orang dari
kedua kelompok, berapa probabilitas bahwa selisih populasi
perokok dan populasi bukan perokok yang terkena TBC lebih
besar dari 5%?

390
BAB X
TEORI PENDUGAAN SECARA STATISTIK

Pada dasarnya distribusi sampling pada bab sebelumnya


membicarakan di mana letak statistik sampel terhadap parameter
populasi yang diketahui. Pada bab ini persoalannya adalah menentukan
berapa jauh suatu parameter populasi yang tidak diketahui dapat berada
di sekitar statistik sampel. Karena itu pendugaan merupakan suatu bagian
dari statistik inferensi, yaitu suatu pernyataan mengenai parameter
populasi yang tak diketahui berdasar informasi dari sampel random
sederhana yang diambil dari populasi itu. Distribusi sampling yang
dibicarakan pada bab sebelumnya merupakan materi transisi antara
distribusi probabilitas dengan statistik inferensi.

10.1. Pendugaan Titik Parameter Populasi


Penduga adalah suatu statistik sampel yang digunakan untuk
menduga suatu parameter yang tidak diketahui. Seluruh proses
menggunakan statistik untuk menduga parameter dinamakan pendugaan.
Suatu angka tunggal, yang digunakan untuk menduga parameter
dinamakan pendugaan titik. Misalnya, rata-rata sampel x dan proporsi
sampel p adalah penduga titik terhadap rata-rata populasi  dan proporsi
populasi P.
Penduga Tak Bias (Unbias Estimator)
Penduga titik dikatakan tak bias jika di dalam sampel random
sederhana yang berulang-ulang dari suatu populasi, rata-rata atau nilai
harapan (expected value) dari statistik sama dengan parameter populasi
yang sesuai, jika tidak maka dinamakan penduga yang bias.

391
Penduga Efisien
Penduga efisien atau penduga tak bias terbaik adalah penduga
yang mempunyai varian terkecil di antara penduga-penduga yang tak
bias. Tetapi, varian terkecil saja adalah tidak penting jika tidak
digabungkan dengan tak bias.

Penduga Konsisten
Suatu penduga dikatakan konsisten bila memenuhi dua syarat
sebagai berikut:
1. Jika ukuran sampel bertambah, penduga akan mendekati
parameter yang sesungguhnya. Penduga demikian dinamakan
penduga asymptotic unbiased.
2. Jika ukuran sampel bertambah tanpa batas, distribusi sampling
penduga akan mengempis atau menjadi suatu garis tegak lurus di
atas parameter yang sesungguhnya dengan probabilitas sama
dengan satu.

10.2. Pendugaan Interval


Nilai statistik dari suatu sampel ke sampel lainnya dapat sama,
tetapi kemungkinan besar akan berbeda. Sehingga, penduga titik
kemungkinan besar akan berbeda dari nilai parameter sesungguhnya,
meskipun dalam sampel yang berulang-ulang, rata-ratanya diharapkan
sama dengan nilai parameter populasi. Dalam statistik, keabsahan
penduga titik diukur dengan standar error-nya. Karena itu sebagai ganti
pendugaan titik digunakan pendugaan interval.
Penduga interval menunjukkan suatu jajaran nilai yang di
antaranya terdapat parameter yang tak diketahui atau yang akan diduga.
Interval (jajaran nilai) ditentukan berdasar nilai statistik dan standar error
statistik. Kita tidak percaya 100% bahwa interval itu benar, karena sampel
hanya merupakan bagian (dan biasanya bagian kecil) dari populasi.
Karena itu pendugaan interval yang disertai keyakinan dinamakan
confidence interval estimate atau disebut interval keyakinan.

392
Cara penyusunan interval keyakinan ditentukan oleh bentuk
distribusi populasi dan diketahui atau tidaknya standar deviasi populasi.
Bentuk umum interval keyakinan adalah:
Prob (S-ZS  P  S+ZS) = C
Keterangan:
P = Parameter yang tak diketahui
S = Statistik yang merupakan penduga P
S = Standar deviasi distribusi sampling statistik atau standar error
statistik
C = Probabilitas atau level of confidence atau tingkat keyakinan, Dalam
praktik, ia ditentukan sebelum pendugaan
Z = Suatu nilai yang ditentukan oleh probabilitas yang berhubungan
dengan
Pendugaan interval, bentuk distribusi sampling dan diketahui atau
tidak Standar deviasi populasi
ZS = Kesalahan duga (probable error of estimate)
S-ZS = Batas keyakinan bawah
S+ZS = Batas keyakinan atas.
Pendugaan interval menunjukkan suatu ketepatan dari
pendugaan, karena itu lebih disukai daripada pendugaan titik. Adalah
penting untuk mengetahui beberapa aspek berikut tentang pendugaan
interval.
1. Interval keyakinan adalah suatu interval random yang berarti
nilainya akan berbeda dari suatu sampel ke sampel berikutnya
karena interval itu berdasarkan pada nilai statistik.
2. Interval keyakinan tidak mengatakan bahwa probabilitas
parameter P akan terletak di antara batas-batas keyakinan adalah
C. karena P adalah suatu nilai, meskipun tak diketahui,
diasumsikankan sebagai suatu nilai tunggal, baik ia terletak dalam
interval maupun tidak terletak dalam interval.

393
3. Interval keyakinan berarti bahwa: dalam sampel yang berulang-
ulang, interval tersebut akan berisi nilai parameter sebanyak C
kasus.
Misalkan populasinya normal, standar deviasi populasi diketahui
dan tingkat keyakinannya C=95%, maka interval keyakinan rata-rata
populasinya adalah:
 
P( x  1,96 x    x  1,96 x)  0,95
Ini berarti bahwa dalam sampel random yang berulang-ulang, kita
mengharapkan 95 dari 100 interval tersebut mengandung rata-rata
populasi yang tidak diketahui.

10.2.1. Pendugaan Interval Rata-rata Populasi


Penyusunan interval keyakinan ditentukan oleh bentuk distribusi
sampling dan diketahui atau tidaknya standar deviasi populasi . Berikut
ini akan dibicarakan satu per satu dari kombinasi kedua faktor tersebut
dan pengaruhnya terhadap bentuk interval keyakinan.

Populasi atau Distribusi Sampling nonnormal dan  Diketahui


Jika populasi normal atau distribusi sampling rata-rata mendekati
normal dan standar deviasi populasi  diketahui, sehingga dapat dicari
nilai standar error rata-rata x, maka rumus pendugaan intervalnya
adalah:

(̅ ⁄ ̅ ⁄ ̅) atau (̅ ⁄ ̅)

Digantinya Z menjadi Z/2 pada rumus ini karena variabel


random (x-)/x mempunyai distribusi normal standar.
Keterangan :
̅ = Rata-rata sampel
C = Tingkat keyakinan
= 1–C
Z/2 = (Z|P = 0,5 - /2) yang nilainya dapat dilihat pada tabel

394
̅ = untuk populasi infinite

√ untuk populasi finite dan n  0,05 N


Contoh:
Suatu populasi memiliki distribusi normal dengan standar deviasi
5. Suatu sampel random berukuran 36 memiliki rata-rata 30. Buatlah
interval keyakinan rata-rata populasi dengan tingkat keyakinan 90%.
Jawab:
=5 n = 36 ̅ = 30 C = 90% jadi  = 10%
Langkah pertama, kita harus menghitung standar error rata-rata ̅ yaitu:
̅
√ √

Kemudian menentukan Z/2 = (Z|P=0,5 – 0,05) = 1,645


Interval keyakinan dengan tingkat keyakinan 90% adalah:
30 – 1,645.0,8333    30 + 1,645. 0,833
28,63    31,37

Populasi Normal dan  Tak Diketahui


Biasanya jika rata-rata populasi tak diketahui, standar deviasi
populasi  juga tak diketahui, sehingga  harus diduga dari sampel.
Penduganya, seperti yang telah dibicarakan, adalah standar deviasi
sampel S, rumusnya:
2

  x  x 

S
n 1

Kemudian standar error rata-rata ̅ , diduga dengan


̅ untuk populasi infinite atau


̅ √ untuk populasi finite


395
̅
Karena ̅ diduga dengan ̅, maka variabel-variabel random ̅
̅
tidak mengikuti distribusi normal. Variabel random ̅
mempunyai
distribusi Student t.
Distribusi t bukanlah distribusi normal. Distribusi t merupakan
distribusi kontinu yang mirip dengan distribusi Z (normal standar) yang
memiliki rata-rata 0 dan bentuk yang simetris. Bedanya, bentuk distribusi
t tergantung pada ukuran sampel. Pada umumnya, bentuk distribusi t
lebih datar dibanding distribusi Z. Jika ukuran sampel bertambah
mendekati 30, bentuk distribusi t kehilangan kedatarannya dan akan
mendekati bentuk distribusi Z. Jadi, Jika  tak diketahui, ia digantikan
dengan S yang dihitung dari sampel, dan Z/2 diganti dengan t/2,v.
Bentuk interval keyakinannya adalah:
̅ ⁄ ⁄ ̅ ⁄ ⁄
√ √
Di mana v adalah derajat bebas. Nilai t yang sesuai dapat dilihat
pada tabel. Di samping /2, ada faktor lain yang harus diketahui sebelum
menentukan nilai t, yaitu derajat bebas v. Dalam hal ini, derajat bebas v =
n-1 (dikurangi satu karena ada satu parameter yang akan diduga, yaitu ).

Contoh:
Suatu sampel random berukuran 10, memiliki rata-rata 9,5 dan
standar deviasi 3,24. Dengan tingkat keyakinan 90% buatlah interval
keyakinannya.
Jawab:
Diketahui
n = 10 ̅ = 9,5 S = 3,24 C = 90%
Sehingga  = 10% = 0,1
v = n-1 = 10-1 = 9 jadi t0,05,9 = 1,83.
Maka interval yang diinginkan adalah:
̅ ⁄ ̅ ⁄
√ √
9,5 – 1,83. 3,25/10    9,5 + 1,83. 3,24 / 10

396
7,625    11,375

Jika dalam contoh ini  telah diketahui, misalnya = 3,24, maka


digunakan Z0,05 = 1,645, sehingga intervalnya
7,815    11,375
Pada umumnya, interval keyakinan  adalah lebih tepat (lebih
sempit) jika  diketahui dibanding jika  tak diketahui.

10.2.2. Pendugaan Interval Proporsi Populasi


Karena rata-rata distribusi sampling populasi sama dengan
proporsi populasi, maka proporsi sampel adalah penduga tak bias
terhadap proporsi populasi. Jika ukuran sampel cukup besar, yaitu ketika
nP maupun n (1-P) lebih besar 5, di mana P adalah proporsi populasi,
maka distribusi sampling proporsi akan mendekati distribusi normal
dengan rata-rata P dan standar error proporsi

P(1  P )
P 
n
Dalam menghitung P dibutuhkan pengetahuan tentang P.
Karena P umumnya tak diketahui, maka SP digunakan untuk menduga P
dan P dalam rumus itu diganti dengan p, sehingga:

√ √ , untuk populasi finite atau

√ √ untuk populasi infinite

Karena di sini digunakan p sebagai penduga P, maka ukuran


sampel dikatakan cukup besar jika np dan n(1-p)  1. Bentuk pendugaan
proporsi populasi yang tak diketahui adalah:

⁄ ⁄

397
Contoh:
Selama tahun 1985, 35 dari sampel random sebanyak 500
angkatan kerja dijumpai sedang menganggur. Buatlah interval keyakinan
proporsi penganggur di daerah itu dengan menggunakan tingkat
keyakinan 90%.
Jawab:
Informasi yang tersedia p = 35/500 = 0,07. C=90% jadi =0,1.
Langkah pertama adalah menghitung standar error proporsi yaitu:


(Z|p=0,5 – 0,05) = 1,645
Sehingga interval keyakinan dengan tingkat keyakinan 90% adalah:
0,07 – 1,645.0,0114  P  0,07 + 1,645. 0,0114
0,051  P  0,089

10.2.3. Pendugaan Interval Selisih Rata-rata dan Proporsi


Jika ̅ dan ̅ adalah rata-rata sampel dari dua populasi dengan
distribusi sampling masing-masing mendekati normal, maka pendugaan
interval selisih rata-rata dua populasi yang merupakan sumber
pengambilan sampel dirumuskan sebagai:
̅ ̅ ⁄ ̅ ̅ ̅ ̅ ⁄ ̅ ̅

Di mana ̅ ̅ √

Jika standar deviasi populasi tak diketahui, maka ̅ ̅ diduga dengan:

̅ ̅ √

Keterangan:
̅ ̅ = Rata-rata sampel dari dua populasi
̅ ̅ = Standar error selisih rata-rata
= Standar deviasi dua populasi
S1, S2 = Standar deviasi dua sampel

398
n1, n2 = Ukuran sampel dari dua sampel
Dengan cara yang sama, pendugaan interval selisih dua proporsi
populasi, jika distribusi sampling proporsi masing-masing mendekati
normal, dirumuskan sebagai:

⁄ ⁄

Keterangan:
p1, p2 = Proporsi sampel dari dua populasi
Sp1-p2 = penduga standar error selisih proporsi
n1, n2 = Ukuran sampel dari dua sampel
Akhirnya, jika populasi finite dan n  0,05 N, maka perhitungan
standar error selisih rata-rata dan selisih proporsi menggunakan faktor
koreksi
N n
N 1

10.3. Menentukan Ukuran Sampel


Sering kali ketepatan pendugaan sudah ditentukan sebelum
sampel dilakukan. Di samping menentukan kesalahan yang diizinkan
dalam pendugaan interval, peneliti juga menentukan tingkat keyakinan.
Ingat, bahwa kesalahan sampel muncul karena kita tidak mempelajari
seluruh unsur populasi. Jika kita ingin ketepatan yang tinggi maka
diperlukan sampel yang cukup besar. Di lain pihak, penambahan ukuran
sampel berarti penambahan biaya. Dalam bab ini akan dibicarakan
metode untuk menentukan ukuran sampel yang dibutuhkan untuk
mencapai suatu tingkat ketepatan tertentu.

Ukuran Sampel untuk Menduga Rata-rata Populasi 


Bentuk pendugaan rata-rata populasi adalah:

(̅ ⁄ ̅)

399
( ⁄ ̅) Dinamakan kesalahan duga (probable error of estimate)
yang biasa diberi simbol e. Penduga dikatakan makin tepat jika e makin
kecil atau makin sempit. Dengan mengkuadratkan e diperoleh:


[ ]

Sehingga ukuran sampel :


[ ]

Dalam menentukan ukuran sampel untuk suatu pendugaan


interval, diperlukan asumsi nilai . Dari rumus itu dapat disimpulkan
bahwa:
1. Semakin besar , makin besar n dibutuhkan
2. Makin besar interval keyakinan, makin besar n dibutuhkan.

Contoh:
Sebuah pabrik ingin menduga daya tahan lampu produksinya
dalam interval 10 jam dengan tingkat keyakinan 95%. Berdasarkan
pengalaman standar deviasi daya tahan lampu tersebut sebesar  = 30
jam. Berapa besar sampel harus diambil?
Jawab:

[ ] * +
Jadi, ukuran sampelnya 35.

Ukuran Sampel untuk Menduga Proporsi Populasi 


Bentuk pendugaan interval proporsi populasi adalah:

( ⁄ )

400
Di sini kesalahan dugaannya
e = ⁄

= ⁄ √

Dengan mengkuadratkan kedua sisi diperoleh:


⁄ sehingga

Kita ingin menentukan berapa ukuran sampel yang seharusnya,


jadi kita sebenarnya belum melakukan sampel sehingga kita memiliki nilai
p maupun (1-p). Begitu juga, kita belum memiliki nilai P. karena itu kita
harus mengasumsikan suatu nilai P. Berdasar asumsi ini, maka ukuran
sampel yang diperlukan dalam pendugaan interval proporsi populasi
adalah:

.P(1  P )
2
Z
np   / 2 2
e
Contoh:
Sebuah pabrik ingin menduga proporsi lampu cacat dalam interval
0,1 dengan tingkat keyakinan 95 %. Berapa ukuran sampel minimum, jika
berdasar pengalaman masa lalu proporsi lampu yang cacat sebesar 0,2.
Jawab:
.P(1  P ) (1,96) 2 .0,2.0,8
2
Z
np   / 2 2   61,46  62
e 0,12
Jadi, ukuran sampel minimum adalah 62.

10.4. Studi Kasus


1. Suatu sampel random sebanyak 100 mahasiswa menghasilkan
rata-rata berat badan 60 kg dan standar deviasi 10 kg. Jika
populasi berjumlah 250,
a. Buatlah interval keyakinan rata-rata populasi kalau digunakan
tingkat keyakinan 90%.

401
b. Berapa tingkat keyakinan yang digunakan agar rata-rata populasi
terletak dalam interval 58 – 62.

2. Dalam pemilihan lurah pada suatu desa terdapat dua calon yaitu
A dan B. Dari sampel random sebanyak 100 orang terdapat 60
orang memilih A. Bila seluruh penduduk berjumlah 400 orang
berapa interval keyakinan proporsi populasi yang memberikan
suara pada A dengan tingkat keyakinan 90 %.

3. Suatu sampel random sebanyak 200 orang dewasa dan 500


remaja yang pernah menyaksikan suatu mata acara di TVRI,
diketahui bahwa 100 orang dewasa dan 400 remaja menyatakan
suka pada acara tersebut. Berapa beda proporsi dari seluruh
orang dewasa dan remaja yang menyukai acara tersebut bila
digunakan tingkat keyakinan 80%.

4. Seorang peneliti ingin menduga upah rata-rata sejumlah besar


pekerja dalam suatu pabrik dengan interval 20 di sekitar rata-rata
sebenarnya pada tingkat keyakinan 99%. Dari pengalaman masa
lalu, peneliti mengetahui bahwa upah pekerja memiliki distribusi
normal dengan standar deviasi 40. Berapa ukuran sampel
minimum yang diperlukan?

5. Suatu tempat pemungutan suara ingin menduga proporsi pemilih


yang memberikan suara pada calon tertentu dalam interval  0,06
di sekitar proporsi yang sebenarnya dengan tingkat keyakinan
90%. Jika tempat-tempat pemungutan suara yang lain
menunjukkan bahwa proporsi pemilih calon tersebut adalah 0,3.
Berapa ukuran sampel minimum yang diperlukan?

402
BAB XI
PENGUJIAN HIPOTESIS

11.1. Konsep Dasar Pengujian Hipotesis


Hipotesis adalah suatu anggapan atau pendapat yang diterima
secara tentatif untuk menjelaskan suatu fakta atau yang dipakai sebagai
dasar bagi suatu penelitian.
Contoh hipotesis, seorang manajer produksi menyatakan bahwa
kerusakan produk dalam proses produksi hanya 10%. Contoh lainnya,
manajer pemasaran suatu perusahaan menyatakan bahwa pemasaran
produk-produk baru sangat bergantung pada iklan. Hipotesis, anggapan
atau pendapat sering digunakan dalam pengambilan keputusan, dengan
demikian kalau hipotesis tersebut keliru maka keputusan yang diambil
bisa keliru pula. Oleh karena itu hipotesis harus diuji berdasarkan data
empiris yaitu data berdasar pada penelitian suatu sampel.

11.2. Prosedur dan Tahapan Pengujian Hipotesis


Pengujian hipotesis adalah membuktikan atau menguatkan suatu
dugaan atau anggapan tentang parameter populasi yang tak diketahui
berdasar informasi dari sampel yang diambil dari populasi tadi. Dalam
bahasa statistik, apa yang diasumsikankan atau diduga atau
dihipotesiskan dinyatakan dalam null hypothesis (Ho) atau alternative
hypotesis (H1). Null hypotesis diuji berhadapan dengan hipotesis
tandingannya yaitu alternative hypotesis. Teori pengujian hipotesis akan
memutuskan apakah Ho diterima atau ditolak. Keputusan menolak atau
menerima H0 didasarkan pada tes statistik yang diperoleh dari data
sampel, setelah dibandingkan dengan nilai kritis dari distribusi statistik
yang bersangkutan yang terdapat dalam tabel yang telah dibuat oleh
statistis.

403
Adapun tahapan-tahapan yang dilaksanakan dalam pengujian
hipotesis adalah sebagai berikut:
1. Perumusan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
2. Penentuan taraf nyata (significant level) biasanya digunakan
simbol , misalnya 10%, 5% atau 1%.
3. Menentukan statistik uji atau kriteria uji yang akan digunakan,
apakah dengan kurva normal, distribusi t, distribusi chi kuadrat
atau distribusi F.
4. Pengambilan keputusan, apakah hipotesis diterima ataukah
ditolak.
Langkah-langkah pengujian hipotesis secara lengkap dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Menetapkan null hypotesis dan alternative hypotesis
Jika H0 berisi tanda =, H1 akan bertanda .
Jika Ho bertanda  H1 akan bertanda .
Jika Ho bertanda , H1 akan bertanda 
Berikut ini contoh tentang pasangan tanda untuk H0 dan H1
Jika H0 :  = 100 maka H1:   100
Jika H0 : 1 - 2 1 maka H1 : 1 - 2 1
Jika Ho : P  0,5 maka H1 : P  0,5
Contoh:
a. Ujilah apakah rata-rata populasi sama dengan seratus, maka H0 :
 = 100 dan H1:   100. Di sini kalimat pengujian menjadi H0.
b. Ujilah apakah beda dua rata-rata populasi lebih besar satu, maka
H0 : 1 - 2 1, dan H1 : 1 - 2 1. Di sini kalimat pengujian
menjadi H1.

2. Menentukan nilai kritis atau daerah menolak H0


Nilai kritis biasanya dapat dilihat pada tabel yang telah
disediakan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan nilai
kritis :

404
- Pertama, tingkat signifikasi atau , yang ditentukan sebelum
dilakukan sampling. Diusahakan dipilih  yang sekecil-kecilnya.
- Kedua, distribusi probabilitas yang digunakan dalam pengujian.
Jika pengujian menggunakan distribusi normal standar Z, maka
dalam menentukan nilai kritis cukup memperhatikan  saja.
Tetapi jika pengujian menggunakan distribusi yang lain, seperti
distribusi t misalnya, maka di samping  perlu diperhatikan
derajat bebasnya. Setelah diperoleh nilai kritis kemudian
ditentukan daerah kritisnya yaitu daerah menolak Ho.
Misalnya pengujian menggunakan distribusi normal dengan = 1%.
- Jika pengujian dua arah maka nilai kritisnya adalah –Z0,005 dan
Z0,005 atau –2,58 dan 2,58, sehingga daerah kritis adalah Z  -2,58
dan Z  2,58.
- Jika pengujian searah atas maka nilai kritis adalah Z 0,01 atau 2,33
dan daerah kritis Z  2,33.
- Jika pengujian searah bawah maka nilai kritis adalah -Z0,01 atau -
2,33 dan daerah kritis Z  2,33.

3. Menghitung nilai tes statistik


Pada tahap ini dilakukan perhitungan penduga parameter dari
data sampel yang diambil secara random. Misalkan akan diuji parameter
populasi (P), maka yang pertama-tama dihitung adalah statistik sampel (S)
yang bersangkutan. Nilai tes statistik pengujian hipotesis dengan
distribusi Z dirumuskan sebagai:

, di mana S adalah standar error statistik.

4. Membuat keputusan secara statistik.


Keputusan menolak atau menerima H0 dilakukan setelah
membandingkan nilai tes statistik dengan nilai kritis. Jika nilai tes statistik
berada dalam daerah kritis, maka H0 ditolak. Misalkan dalam pengujian
searah atas pada tingkat 1 % diperoleh nilai tes statistik 2,4. Karena nilai
tes statistik berada dalam daerah kritis (2,4  2,33), maka ada alasan

405
untuk menolak H0, dan risiko menolak keliru hanya 1 persen. Jika
pengujiannya dilakukan dua arah, maka nilai statistik berada dalam
daerah penerimaan (-2,58  2,4  2,58), berarti H0 diterima.

11.3. Pengujian Hipotesis dengan Nilai Rata-Rata dengan Sampel


Besar
11.3.1. Bila Deviasi Standar Diketahui
Misalkan  adalah nilai rata-rata populasi yang dihipotesiskan dan
distribusi sampling rata-rata mendekati normal atau normal, maka nilai
test statistik untuk pengujian rata- rata populasi dirumuskan sebagai:
̅
di mana ̅ adalah rata-rata sampel dan ̅ adalah standar error
̅
rata-rata. Statistik Z ini memiliki distribusi normal standar.
Contoh: Suatu perusahaan membuat pesawat terbang
penumpang menyatakan bahwa hasil produksinya setelah dipergunakan
dalam jangka waktu 1 tahun diperlukan pengecekan selama 11 jam
dengan deviasi standar 3,5 jam. Setelah selang beberapa tahun kemudian,
teknisi pesawat meragukan hipotesis ini sehingga perlu diadakan
pengamatan kembali dengan mengambil sampel sebanyak 49 buah
pesawat. Ternyata waktu rata-rata yang diperlukan untuk mengadakan
pemeliharaan ini 12 jam. Teknisi masih percaya bahwa deviasi standarnya
tetap tidak berubah. Apakah ada alasan untuk meragukan bahwa waktu
yang diperlukan untuk pemeliharaan pesawat terbang dalam 1 tahun
diperlukan 11 jam, apabila dipergunakan taraf nyata 10%?
Jawab:
1. H0 :  = 11 H1:   100.
2. Taraf nyata 10% dengan 2 sisi pengujian = ± 1,64
3. Statistik uji, distribusi Z.
 

Z  x 
x

12  11

1
 2

 3,5 0,5
 x n 49
4. Kesimpulan: Nilai +2 > +1,64, perbedaan signifikan cukup besar,
sehingga hipotesis ditolak.

406
11.3.2. Bila Deviasi Standar Tidak Diketahui
Jika deviasi standar populasi  tak diketahui, maka  diduga
dengan deviasi standar sampel S, dan standar error rata-rata diduga
dengan ̅ yang dirumuskan: ̅ .

Contoh suatu perusahaan minuman botol yang telah berisi rata-
rata 32 ons, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh bagian
produksi. Dalam pemasaran akhir-akhir rini ternyata banyak keluhan dari
para konsumen, sehingga lembaga konsumen mengadakan pemeriksaan
terhadap produksi teh botol dengan mengambil sampel 100 buah teh
botol. Ternyata berat rata-rata 31,8 ons dengan deviasi standar 2 ons.
Dengan mempergunakan taraf nyata 5%, apakah keluhan para konsumen
terhadap produksi teh botol ini dapat dibenarkan?
Jawab:
1. H0 :  = 32 ons H1:   32 ons
2. Taraf nyata 5% dengan 2 sisi pengujian = ± 1,96
3. Statistik uji, distribusi Z.
 

Z  x 

x

31,8  32

 0,2
 1,0
s 2 0,2
sx n 100
4. Kesimpulan: Hasil uji statistik –1.00 adalah lebih besar dari –1,96,
sehingga perbedaan dikatakan tidak berarti (tidak signifikan),
berarti hipotesis diterima.
Jadi, keluhan para konsumen terhadap produksi teh botol
dinyatakan sebagai tidak mempunyai alasan kuat.

11.4. Pengujian Hipotesis dengan Nilai Rata-Rata dengan Sampel Kecil


̅
Jika populasi normal, statistik ̅
mempunyai distribusi Student t
dengan derajat bebas n-1. Konsekuensinya, untuk pengujian rata-rata
populasi yang deviasi standarnya tak diketahui, memiliki nilai tes statistik
̅
̅
. Contoh sama dengan soal pesawat terbang di atas, diketahui
standar deviasi = 3,5 jam, rata-rata sampel 12 jam dan besarnya sampel

407
(n=9). Contoh lainnya suatu hipotesis mengatakan bahwa keuntungan
pedagang kaki lima di Yogyakarta rata-rata setiap hari 25%. Kita ingin
membuktikan kebenaran hipotesis ini dengan mengambil 9 sampel orang
pedagang kaki lima yang ada di sepanjang jalan protokol. Hasil observasi
tersebut adalah: 20%, 22%, 18%, 19%, 21%, 20%, 23%, 17% dan 20%.
Dengan mempergunakan taraf nyata 5% adakah alasan untuk mendukung
kebenaran di atas.

11.5. Praktik Komputer: Pengujian Hipotesis dengan SPSS


Setelah dilakukan uji terhadap suatu distribusi data, dan terbukti
bahwa data yang diuji berdistribusi normal atau mendekati distribusi
normal, maka selanjutnya dengan data-data tersebut bisa dilakukan
berbagai inferensi dengan metode statistik parametrik. Jika terbukti
distribusi data tidak berdistribusi normal atau jauh dari kriteria distribusi
normal, maka metode parametrik tidak bisa digunakan, dan untuk
inferensi digunakan metode statistik nonparametrik.
Gambar:

408
Uji Hipotesis
Dalam melakukan uji hipotesis, ada banyak faktor yang
menentukan, seperti apakah sampel yang diambil berjumlah banyak atau
hanya sedikit, apakah standar deviasi populasi diketahui, apakah varians
populasi diketahui, metode parametrik yang dipakai dan seterusnya.
Berikut akan dibahas sistematika uji hipotesis yang biasa dilakukan dalam
melakukan inferensi.
1. Prosedur Uji Hipotesis
a. Menentukan Ho dan H1
Ho adalah Null Hypothesis
H1 adalah Alternative Hypothesis
Antara Ho dan Hi selalu berlawanan, seperti jika Ho
menyatakan bahwa rata-rata populasi (omzet penjualan
Pedagang Kain di suatu pasar seperti contoh di atas) adalah Rp.
20.000.000,- per bulan, maka Hi menyatakan alternatifnya, yaitu
Rata-rata omzet bukan Rp. 20.000.000,-, namun bisa lebih atau
kurang dari Rp. 20.000.000,-.
b. Menentukan statistik tabel
Nilai statistik tabel/nilai kritis biasanya dipengaruhi oleh:
 Tingkat Kepercayaan. Untuk keseragaman, dalam buku ini
inferensi dilakukan pada tingkat kepercayaan 95% atau tingkat
signifikan (α) 5%.
 Derajat Kebebasan (df). Derajat kebebasan atau degree of
freedom sangat bervariasi tergantung dari metode yang
dipakai dan jumlah sampel yang diperoleh.
 Jumlah sampel yang didapat
c. Menentukan statistik hitung
Nilai statistik hitung tergantung pada metode parametrik yang
digunakan. Dalam praktik, justru nilai statistik hitung inilah yang
didapat dengan bantuan Excel.
d. Mengambil keputusan
Keputusan terhadap hipotesis di atas ditentukan dengan
membandingkan nilai statistik hitung dengan nilai kritis/statistik

409
label. Excel hanya memberikan informasi mengenai statistik label
(pada beberapa kasus tidak tercantum) dan statistik hitung (selalu
tercantum), namun keputusan tentang menolak atau menerima
hipotesis tidak diberikan oleh Excel. Buku ini membantu baik
untuk melakukan prosedur statistik inferensi yang benar maupun
mengambil keputusan yang tepat berdasarkan output dari Excel.

2. Berbagai Metode Parametrik


Berikut adalah sistematika penggunaan metode-metode statistik
parametrik untuk diterapkan pada berbagai kasus:
a. Inferensi terhadap sebuah rata-rata populasi
1) Sampel Besar
Dalam kasus di mana jumlah sampel yang diambil cukup
besar atau varians populasi diketahui, maka bisa dipakai rumus
z. Yang dimaksud dengan sampel 'besar', sebenarnya tidak ada
ketentuan yang tepat batas besar kecilnya suatu sampel.
Namun sebagai sebuah pedoman, jumlah sampel di atas 30
sudah bisa dianggap sampel yang besar, sedang di bawahnya
dianggap sampel kecil.
2) Sampel Kecil
Jika sampel kecil (< 30) dan varians populasi tidak diketahui,
metode parametrik yang digunakan adalah uji t (student).
b. Inferensi terhadap dua rata-rata populasi
1) Sampel Besar
Metode yang digunakan adalah z tes yang dimodifikasi
2) Sampel Kecil
Metode yang digunakan adalah:
 t tes yang dimodifikasi. Di sini sampel bisa saling
berhubungan (dependent) maupun kedua sampel tidak ada
hubungannya (independent).
 F tes

410
c. Inferensi terhadap lebih dari dua rata-rata populasi
Untuk lebih dari dua, misal tiga jenis sampel, empat jenis
sampel dan seterusnya, dipakai analisis ANOV A, yang bisa terdiri
dari:
 ANOVA satu faktor
 ANOV A dua faktor dengan replacement
 ANOV A dua faktor tanpa replacement
d. Inferensi untuk mengetahui hubungan antar variabel
 Hubungan antar Dua Variabel
Digunakan metode korelasi dan regresi sederhana
 Hubungan antar lebih dari Dua Variabel (tiga. empat dan
seterusnya)
Digunakan metode korelasi dan regresi berganda
Sistematika dan rumus di atas bersifat garis besar. Dalam modul-
modul selanjutnya berbagai metode tersebut akan dijelaskan secara
terperinci, baik penggunaannya maupun penafsirannya.

3. Statistik Inferensi dalam SPSS


SPSS menyediakan berbagai metode parametrik untuk melakukan
inferensi terhadap data statistik. Karena luasnya cakupan parametrik,
maka inferensi dengan parametrik akan dibagi dalam beberapa menu
pada SPSS, yaitu menu Compare Means dan Correlate.
Pembahasan pada Compare Means meliputi:
a. Means
Bagian ini membahas hal yang sama pada statistik deskriptif,
dengan penyajian subgrup dan ditambah dengan uji linearitas.
b. T Test
Bagian ini membahas uji t yang meliputi:
 Uji t satu sampel
 Uji t untuk dua sampel independent
 Uji t untuk dua sampel berpasangan

411
c. ANOV A
Jika uji t digunakan untuk uji terhadap dua sampel, maka uji
ANOVA membahas uji untuk lebih dari dua sampel. Setiap
pembahasan dilengkapi dengan kasus sebagai contoh.

11.5.1. Uji t untuk Satu Sampel (One Sampel t Test) dengan SPSS
Pengujian satu sampel pada prinsipnya ingin menguji apakah suatu nilai tertentu
(yang diberikan sebagai pembanding) berbeda secara nyata ataukah tidak
24
dengan rata-rata sebuah sampel.

Kasus:
Menggunakan data yang sama dengan data Obat Penurun Berat
Badan terdahulu. Hanya di sini dipakai data Sebelum (berat badan
sebelum minum obat).
Dari kasus tersebut diketahui bahwa populasi rata-rata berat
sebelum minum obat adalah 84,51 (lihat output SPSS terdahulu).
Sekelompok anak muda setelah ditimbang, mempunyai rata-rata berat
badan 90 kilogram. Apakah kelompok anak muda ini mempunyai berat
yang tidak sama secara signifikan dengan rata-rata berat sampel sebelum
minum obat? Data sama persis dengan kasus terdahulu (angka dalam
kilogram)

Penyelesaian:
Kasus di atas terdiri dari satu sampel yang akan dipakai dengan
nilai populasi hipotesis, yaitu 90 kg. Di sini populasi diketahui berdistribusi
normal, dan karena sampel sedikit, dipakai uji t untuk dua sampel yang
berpasangan (paired).

24
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

412
Pemasukan Data ke SPSS
Langkah-langkah pemasukan data sama dengan pembahasan
terdahulu, atau jika sudah diinput, langsung ke tahap selanjutnya.

Pengolahan Data dengan SPSS


Langkah-langkahnya:
1. Buka lembar kerja/file uji-t-paired sesuai kasus di atas, atau jika
sudah terbuka ikuti langkah berikut.
2. Dari baris menu pilih menu Analyze, kemudian pilih submenu
Compare- Means.

413
3. Dari serangkaian pilihan tes. sesuai kasus pilih One Sample T test
Tampak di layar:

 Test Variable(s) atau variabel yang akan diuji. Karena di sini akan
diuji data sebelum, maka klik variabel sebelum, kemudian klik
tanda..(yang sebelah atas). Sehingga pada Test Variables terlihat
tanda sebelum.
 Test Value, karena akan diuji nilai hipotesis 9Okg, maka ketik 90.
 Untuk tombol Option, dengan mengkliknya akan tampak di layar:

 Untuk Confidence Interval: atau tingkat kepercayaan. Sebagai


default, SPSS menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau
tingkat signifikansi 100% -95% = 5%.
 Untuk Missing Values atau data yang hilang. Karena dalam
kasus semua pasangan data komplet (tidak ada yang kosong),
maka abaikan saja bagian ini (tetap pada default dari SPSS,
yaitu Exclude cases analysis by analysis).

414
 Klik Continue jika pengisian dianggap selesai.
Kemudian klik OK untuk mengakhiri pengisian prosedur analisis.
Terlihat SPSS melakukan pekerjaan analisis dan terlihat output SPSS.

Output SPSS dan Analisis


Berikut ini adalah output dari uji-t-paired.

Analisis
Output Bagian Pertama (Group Statistics)
Pada bagian pertama terlihat ringkasan statistik dari variabel
Sebelum. Untuk berat badan sebelum minum obat, konsumen
mempunyai berat rata-rata 84,5100 kilogram.

Output Bagian Kedua (One Sample Test)


1. Hipotesis
Hipotesis untuk kasus ini:
Ho : Berat, kelompok anak muda tidak berbeda dengan rata-rata berat
populasi sebelum minum.

415
H1 : Berat kelompok anak muda tidak berbeda dengan rata-rata berat
populasi sebelum minum.

2. Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan:
a. Berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel.
Dasar pengambilan keputusan sama dengan uji t. Jika Statistik
Hitung (angka t output) > Statistik Tabel (tabel t), maka Ho ditolak.
Jika Statistik Hitung (angka t output) < Statistik Tabel (tabel t),
maka Ho diterima. T hitung dari output adalah -2,615. Sedangkan
statistik tabel bisa dihitung pada tabel t.
 Tingkat signifikansi (a) adalah 5% (lihat input data pada bagian
Option yang memilih tingkat kepercayaan 95%).
 Df atau derajat kebebasan adalah n (jum1ah data)-l atau 10-1
= 9.
 Uji dilakukan dua sisi karena akan diketahui apakah rata-rata
Sebelum sama dengan Berat Anak Muda ataukah tidak. Jadi
bisa lebih besar atau lebih kecil, karenanya dipakai uji dua sisi.
Perlunya Uji dua sisi bisa diketahui pula dari output SPSS yang
menyebut adanya Two tailed test. Dari tabel t, didapat angka
2,2622. Gambar:

+2,2622

416
Karena t hitung terletak pada daerah H0 ditolak, maka bisa
disimpulkan berat kelompok anak muda tersebut memang
berbeda dengan berat rata-rata populasi sebelum minum obat.
b. Berdasarkan nilai Probabilitas.
 Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.
 Jika probabilitas <0,05, maka H0 ditolak.
Keputusan:
Terlihat bahwa t hitung adalah –2,615 dengan probabilitas
0,028, karena probabilitas <0,05, maka H0 ditolak, atau berat
kelompok anak muda tersebut memang berbeda dengan berat
rata-rata populasi sebelum minum obat.
Dalam kasus ini bisa juga dinyatakan bahwa:
1. Terdapat perbedaan Mean sebesar 1,2010 (lihat output SPSS)
Angka ini berasal dari; Berat sebelum minum obat -Berat
kelompok anak muda Atau 84,5100 kg- 90,0000 kg = -5,4900 kg
2. Perbedaan sebesar -5,4900 kg tersebut mempunyai range antara
lower/ batas bawah sebesar -10,2935 kg (tanda negatif berarti
berat sebelum minum obat lebih kecil dari berat kelompok anak
muda) sampai upper/ batas atas -0,7405 kg.

11.5.2. Uji t untuk Dua Sampel yang Berpasangan (Paired Sampel t Test)
Dua Sampel yang berpasangan diartikan sebagai sebuah sampel dengan subjek
yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda.25

Kasus:
Produsen Obat Diet (penurun berat badan) ingin mengetahui
apakah obat yang diproduksinya benar-benar mempunyai efek terhadap
penurunan berat badan konsumen. Untuk itu, sebuah sampel yang terdiri
dari 10 orang masing-masing diukur berat badannya, dan kemudian
setelah sebulan meminum obat tersebut, kembali diukur berat badannya.

25
Dimodifikasi dari Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik (Singgih Santoso, Elex Media
Komputindo, 2000)

417
Tabel berikut ini menunjukkan hasilnya (angka dalam kilogram).

Pada baris I, seorang yang sebelum mengonsumsi obat diet


mempunyai berat 76,85 kilogram. Setelah sebulan dan teratur
mengonsumsi obat, beratnya menjadi 76,22 kilogram. Demikian untuk
data yang lain.

Penyelesaian:
Kasus di atas terdiri dari dua sampel yang berhubungan atau
berpasangan satu dengan yang lain, yaitu sampel sebelum makan obat
dan sampel sesudah makan obat. Di sini populasi diketahui berdistribusi
normal, dan karena sampel sedikit, dipakai uji t untuk dua sampel yang
berpasangan (paired).

Pemasukan Data ke SPSS


Langkah-langkah pemasukan data sama dengan pembahasan
terdahulu, atau jika sudah diinput, langsung ke tahap selanjutnya.

Pengolahan Data dengan SPSS


Langkah-langkahnya:
1. Buka lembar kerja/file uji-t-paired sesuai kasus di atas, atau jika
sudah terbuka ikuti langkah berikut.

418
2. Dari baris menu pilih menu Analyze, kemudian pilih submenu
Compare- Means.

3. Dari serangkaian pilihan test, sesuai kasus pilih Paired-Samples T


test Tampak di layar:

 Paired Variable(s) atau variabel yang akan diuji. Karena di sini


akan diuji data sebelum dan sesudah, maka klik variabel sebelum,
kemudian klik sekali lagi pada variabel sesudah, maka terlihat
pada kolom Current Selection di bawah, terdapat keterangan
untuk variable 1 dan 2. Kemudian klik tanda ~ (yang sebelah atas).

419
Sehingga pada Paired Variables terlihat tanda sebelum...sesudah.
Variabel sebelum dan sesudah harus dipilih berbarengan. Jika
tidak, SPSS tidak bisa menginput dalam kolom Paired Variables.
 Untuk tombol Option, dengan mengkliknya akan tampak di layar:

 Untuk Confidence Interval: atau tingkat kepercayaan. Sebagai


default, SPSS menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau
tingkat signifikansi 100% -95% = 5%.
 Untuk Missing Values atau data yang hilang. Karena dalam
kasus semua pasangan data komplet (tidak ada yang kosong),
maka abaikan saja bagian ini (tetap pada default dari SPSS,
yaitu Exclude cases analysis by analysis). KIik Continue jika
pengisian dianggap selesai.
Kemudian klik OK untuk mengakhiri pengisian prosedur analisis.
Terlihat SPSS melakukan pekerjaan analisis dan terlihat output SPSS.

Output SPSS dan Analisis


Berikut ini adalah output dari uji-t-paired.

420
Perbaikan Output
Jika dilihat pada output bagian ketiga, terlihat tampilan output
yang memanjang ke samping, yang dalam beberapa hal bagi sebagian
user kurang memuaskan. SPSS memberi kemungkinan untuk mengubah
layout di alas, yaitu baris menjadi kolom dan kolom menjadi baris.
Langkahnya:
1) Klik di sebarang tempat pada output bagian ketiga (judul paired
samples t-test), hingga terlibat kotak segi empat melingkupi
output tersebut.

2) Dari baris menu pilih menu Edit, kemudian pilih submenu Select,
lalu pilih option All Pivot Table.

421
3) Kemudian klik dua kali berturut-turut (klik ganda), hingga
tampilan output berubah lagi, dengan adanya scrolling bar di
bawah output.

422
4) Dari baris menu klik menu Pivot, kemudian pilih menu Transpose
Rows and Columns. Berikut hasil transpose tersebut.

Perhatikan tampilan output yang berbeda dengan tampilan yang


pertama. Namun perubahan layout tersebut tidak mengubah isi output,
karenanya pilihan tersebut bersifat bebas untuk dilakukan atau tidak.

Analisis
Analisis tidak berpengaruh pada kedua layout, jadi bisa dipakai
layout yang mana saja.

Output Bagian Pertama (Group Statistics)


Pada bagian pertama terlihat ringkasan statistik dari kedua
sampel. Untuk berat badan sebelum minum obat, konsumen mempunyai
berat rata-rata 84,5l00 kilogram. Sedangkan setelah minum obat,
konsumen mempunyai berat rata-rata 83.3090 kilogram.

Output Bagian Kedua


Output bagian kedua adalah hasil korelasi antara kedua variabel,
yang menghasilkan angka 0,943 dengan nilai probabilitas jauh di bawah
0,05 (lihat nilai signifikansi output yang 0,000). Hal ini menyatakan bahwa
korelasi antara berat sebelum dan sesudah minum obat adalah sangat
erat dan benar- benar berhubungan secara nyata.

423
Output Bagian Ketiga (paired Sample Test)
1. Hipotesis
Hipotesis untuk kasus ini:
Ho : Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata populasi berat
sebelum minum obat dan sesudah minum obat adalah sama/tidak
berbeda secara nyata).
H1 : Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata populasi
berat sebelum minum obat dan sesudah minum obat adalah tidak
sama/berbeda secara nyata).

2. Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan:
a. Berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel. Dasar
pengambilan keputusan sama dengan uji t. Jika Statistik Hitung
(angka t output) > Statistik Tabel (tabel t), maka Ho ditolak. Jika
Statistik Hitung (angka t output) < Statistik Tabel (tabel t), maka
Ho diterima. T hitung dari output adalah 1,646. Sedang statistik
tabel bisa dihitung pada tabel t.
1) Tingkat signifikansi (a;) adalah 5% (libat input data pada bagian
Option yang memilih tingkat kepercayaan 95%).
2) Df atau derajat kebebasan adalah n jumlah data)-l atau 10-1 =
9.
3) Uji dilakukan dua sisi karena akan diketahui apakah rata-rata
Sebelum sama dengan Sesudah ataukah tidak. Jadi bisa lebih
besar atau lebih kecil, karenanya dipakai uji dua sisi. Perlunya
Uji dua sisi bisa diketahui pula dari output SPSS yang menyebut
adanya Two tailed test. Dari tabel t, didapat angka 2,2622.

424
Gambar:

Karena t hitung terletak pada daerah Ho diterima, maka bisa


disimpulkan obat tersebut tidak efektif dalam upaya menurunkan
berat badan
b. Berdasarkan nilai Probabilitas
 Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
 Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
Keputusan:
Terlihat bahwa t hitung adalah 1,646 dengan probabilitas
0,134. Karena probabilitas > 0,05, maka Ho diterima, atau berat
badan sebelum dan sesudah minum obat relatif sama. Dengan
kata lain, obat penurun berat tersebut tidak efektif dalam
menurunkan berat badan secara nyata.
Pada prinsipnya pengambilan keputusan berdasar t hitung dan
t tabel akan selalu menghasilkan kesimpulan yang sama dengan
berdasar angka probabilitas. Namun untuk kemudahan dan
kepraktisan, penggunaan angka probabilitas lebih sering dipakai
sebagai dasar pengambilan keputusan inferensi.

425
Dalam kasus ini bisa juga dinyatakan bahwa:
1. Terdapat perbedaan Mean sebesar 1,2010 (lihat output SPSS)
Angka ini berasal dari: Berat sebelum minum obat -Berat sesudah
minum obat Atau 84,5100 kg -83,3090 kg = 1,2010 kg
2. Perbedaan sebesar 1,2010 kg tersebut mempunyai range antara
lower/ batas bawah sebesar -0,4496 kg (tanda negatif berarti
berat sebelum minum obat lebih kecil dari sesudah minum obat)
sampai upper/batas atas 2,8516 kg.
Namun dari uji t terbukti bahwa perbedaan 1,2010 kg dengan
range > 0 kg sampai 2,8516 kg tersebut tidak cukup berarti untuk
menyatakan bahwa obat tersebut efektif untuk menurunkan berat badan.

11.5.3. Uji t untuk Dua Sampel Independen (Independent Sample t Test)


Kasus:
Seorang peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan antara
Tinggi dan Berat badan seorang pria dan seorang wanita. Untuk itu, 7 pria
dan 7 wanita masing-masing diukur tinggi dan berat badannya. Berikut ini
adalah hasilnya (angka dalam sentimeter untuk ' Tinggi dan kilogram
untuk Berat).

426
Pada baris 1, seorang pria dengan tinggi badan 174,5 cm dan
berat badan 65,8 kilogram. Demikian juga untuk data yang lainnya..

Penyelesaian:
Kasus di atas terdiri dari dua sampel yang bebas satu dengan yang
lain, yaitu sampel bergender pria tentu berbeda dengan sampel
bergender wanita. Di sini populasi diketahui berdistribusi normal, dan
karena sampel sedikit, dipakai uji t untuk dua sampel.

Pemasukan Data ke SPSS


Langkah-langkahnya:
Langkah-langkah pemasukan data sama dengan pembahasan
terdahulu, atau jika sudah diinput, langsung ke tahap selanjutnya.

Pengolahan Data dengan SPSS


Langkah-langkahnya:
1. Buka lembar kerja/file uji-t-l sesuai kasus di atas, atau jika sudah
terbuka ikuti langkah berikut.
2. Dari baris menu pilih menu Analyze, kemudian pilih submenu
Compare- Means.

427
3. Dari serangkaian pilihan tes, sesuai kasus pilih Independent-
Samples T test Tampak di layar:

 Test Variable(s) atau variabel yang akan diuji. Karena di sini akan
diuji data tinggi dan berat, maka klik variabel tinggi, kemudian klik
tanda ~ (yang sebelah atas). Sehingga variabel tinggi berpindah ke
Test Variable(s). Demikian juga untuk variabel berat.
 Grouping Variable atau variabel grup. Karena variabel
pengelompokan ada pada variabel gender, maka klik variabel
gender, kemudian klik tanda ~ (yang sebelah bawah), maka
variabel gender berpindah ke Grouping Variable (berupa
‘kelompok (??)').
 Klik pada Define Groups Tampak di layar:

 Untuk Group1, isi dengan 1, yang berarti Grup 1 berisi tanda 1


atau 'pria',

428
 Untuk Group2, isi dengan 2, yang berarti Grup 2 berisi tanda 2
atau 'wanita',
Setelah pengisian selesai, klik Continue untuk melanjutkan ke
menu sebelumnya.
 Untuk tombol Option, dengan mengkliknya akan tampak di layar:

 Untuk Confidence Interval: atau tingkat kepercayaan. Sebagai


default, SPSS menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau
tingkat signifikansi 100% -95% = 5%. Sebagai keseragaman,
digunakan tingkat kepercayaan dari SPSS, karena itu angka 95
tidak perlu diganti.
 Untuk Missing Values atau data yang hilang. Karena dalam
kasus semua pasangan data komplet (tidak ada yang kosong),
maka abaikan saja bagian ini (tetap pada default dari SPSS,
yaitu Exclude cases analysis by analysis).
 Klik Continue jika pengisian dianggap selesai.
Kemudian klik OK untuk mengakhiri pengisian prosedur
analisis. Terlihat SPSS melakukan pekerjaan analisis dan terlihat
output SPSS.

429
Output SPSS dan Analisis
Berikut ini adalah output dari uji-t-l

Perbaikan Output:
Jika dilihat pada output bagian kedua, terlibat tampilan output
yang memanjang ke samping, yang dalam beberapa hal bagi sebagian
user kurang memuaskan. SPSS memberi kemungkinan untuk mengubah
layout di atas, yaitu baris menjadi kolom dan kolom menjadi baris.

Langkahnya:
1. Klik di sebarang tempat pada output bagian kedua judul
independent samples t-test, hingga terlihat kotak segi empat
melingkupi output tersebut.
2. Dari baris menu pilih menu Edit, kemudian pilih submenu Select,
lalu pilih option All Pivot Table. Langkah ini bertujuan memilih
semua bagian output yang mengandung tabel pivot.

430
3. Kemudian klik dua kali berturut-turut (klik ganda), hingga
tampilan output berubah lagi, dengan adanya scrolling bar di
bawah output. Hal ini menunjukkan output siap digeser pada
porosnya (pivot). Terlibat juga pada baris menu ada tambahan
menu Pivot.
4. Dari baris menu klik menu Pivot, kemudian pilih submenu
Transpose Rows and Columns untuk mengubah baris jadi kolom
dan sebaliknya. Terlibat output berubah, lalu k1ik sekali pada
sebarang tempat di output untuk menghilangkan scroll bar. Tabel
di halaman berikut ini adalah hasil transpose tersebut.

Perhatikan tampilan output yang berbeda dengan tampilan yang


pertama, khususnya bagian kedua, di mana sekarang variabel Berat dan
Tinggi ada di bagian kolom. Namun perubahan layout tersebut tidak
mengubah isi output, karenanya pilihan tersebut bersifat bebas untuk
dilakukan atau tidak.

Analisis
Analisis tidak berpengaruh pada kedua layout, jadi bisa dipakai
layout yang mana saja.

431
Output Bagian Pertama (Group Statistics)
Pada bagian pertama terlihat ringkasan statistik dari kedua
sampel. Untuk berat badan, gender pria (tanda 1) mempunyai berat rata-
rata 66,457 kilogram, yang jauh di atas rata-rata berat badan wanita,
yaitu 49,557 kilogram. Sedangkan tinggi rata-rata pria adalah 169,3 cm
yang juga lebih tinggi dari rata-rata wanita yang hanya 155,314 cm.

Output Bagian Kedua (Independent Sample Test)


1. Tinggi Badan
Analisis menggunakan F test.
a. Hipotesis
Hipotesis untuk kasus ini:
Ho : Kedua varians populasi adala1i identik (varians populasi
tinggi badan pria dan wanita adalah sama).
Hi : Kedua varians populasi adalah tidak identik (varians
populasi tinggi badan pria dan wanita adalah berbeda).
b. Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan:
 Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
 Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
Keputusan:
 Terlihat bahwa F hitung untuk Tinggi Badan dengan Equal
variance assumed (diasumsikan kedua varians sama atau
menggunakan pooled variance t test) adalah 5,475 dengan
probabilitas 0,037. Karena probabilitas < 0,05, maka Ho
ditolak, atau kedua varians benar-benar berbeda.
 Perbedaan yang nyata dari kedua varians membuat
penggunaan varians untuk membandingkan Rata-rata populasi
dengan t test sebaiknya menggunakan dasar Equal variance
not assumed (diasumsikan kedua varians tidak sama).

432
Analisis dengan memakai t test untuk asumsi varians tidak sama:
a. Hipotesis
Hipotesis untuk kasus ini:
Ho : Kedua rata-rata populasi adalah identik (rata-rata
populasi tinggi badan pria dan wanita adalah sama).
Hi : Kedua rata-rata populasi adalah tidak identik (rata-rata
populasi tinggi badan pria dan wanita adalah berbeda).
Berbeda dengan asumsi sebelumnya yang menggunakan
varians, sekarang dipakai mean.
b. Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan:
 Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
 Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
Keputusan:
 Terlihat bahwa t hitung untuk Tinggi Badan dengan Equal
variance not assumed (diasumsikan kedua varians tidak sama
atau menggunakan separate variance test) adalah 5,826
dengan probabilitas 0,001. Karena probabilitas < 0,05, maka
Ho ditolak, atau kedua rata-rata (mean) tinggi badan pria dan
wanita benar-benar berbeda, dalam artian Pria mempunyai
rata-rata Tinggi Badan yang lebih dari wanita.
 Perhatikan bahwa perubahan dari penggunaan Equal variance
assumed ke Equal variance not assumed mengakibatkan
menurunnya degree of freedom (derajat kebebasan), yaitu dari
12 menjadi 6,856 atau kegagalan mengasumsikan kesamaan
varians berakibat keefektifan ukuran sampel menjadi
berkurang sekitar 40% lebih!

2. Berat Badan
Analisis menggunakan F test untuk menguji kesamaan varians
kedua populasi.

433
a. Hipotesis
Hipotesis untuk kasus ini:
H0 : Kedua varians populasi adalah identik (varians populasi
berat badan pria dan wanita adalah sama).
H1 : Kedua varians populasi adalah tidak identik (varians
populasi berat badan pria dan wanita adalah berbeda).
b. Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan:
 Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima.
 Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak.
Keputusan:
 Terlihat bahwa F hitung untuk Berat Badan dengan Equal
variance assumed (diasumsikan kedua varians sama atau
nantinya akan menggunakan pooled variance t test) adalah
4,345 dengan probabilitas 0,059. Karena probabilitas > 0,05,
maka Ho diterima, atau kedua varians sama.
 Karena tidak ada perbedaan yang nyata dari kedua varians
membuat penggunaan varians untuk membandingkan Rata-
rata populasi (atau tes untuk Equality of Means) menggunakan
t test dengan dasar Equal variance assumed (diasumsikan
kedua varians shu sama).
Analisis dengan memakai t test untuk asumsi varians sama:
a. Hipotesis
Hipotesis untuk kasus ini:
Ho : Kedua rata-rata populasi ada1ah identik (rata-rata
populasi berat badan pria dan wanita ada1ah sama).
Hi : Kedua rata-rata populasi ada1ah tidak identik (rata-rata
populasi berat badan pria dan wanita adalah berbeda).
Berbeda dengan asumsi sebelumnya yang menggunakan
varians. Sekarang dipakai mean.
b. Pengambilan Keputusan
Dasar pengambilan keputusan:

434
 Jika probabilitas > 0,05, maka Ho diterima
 Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak
Keputusan:
 Terlihat bahwa t hitung untuk Berat Badan dengan Equal
variance assumed (diasumsikan kedua varians sama atau
menggunakan pooled variance test) adalah 5,475 dengan
probabilitas 0,037. Karena probabilitas < 0,05, maka Ho
ditolak. atau kedua rata-rata (mean) berat badan pria dan
wanita benar-benar berbeda, dalam artian Pria mempunyai
rata-rata Berat Badan yang lebih dari wanita.
Ringkasan dari tes di atas:
a. Diuji dengan F test dahulu (Levene test) apakah hipotesis varians
sama, ditolak ataukah tidak.
b. Jika hipotesis ditolak. atau varians berbeda, maka untuk
membandingkan Means digunakan t test dengan asumsi varians
tidak sama.
c. Jika hipotesis diterima atau varians sama, maka terlihat otomatis
pada output SPSS tidak ada angka untuk t test Equal variance not
assumed. Karena itu, tes dengan uji t untuk membandingkan
means langsung dilakukan dengan Equal variance assumed.

Mean Difference (Perbedaan Rata-rata) Tinggi Badan


Setelah dilakukan uji dengan F test dan t test, dan diketahui
penggunaan Equal variance assumed dan Equal variance not assumed,
serta diketahui ada perbedaan yang nyata antara Tinggi dan Berat badan
pria dan wanita, langkah selanjutnya adalah mengetahui seberapa besar
perbedaan tersebut.
1. Tinggi Badan
Dari output terlihat pada baris 'mean difference' untuk Tinggi
Badan adalah 13,986 cm. Angka ini berasal dari:
Rata-rata Tinggi Badan Pria -Rata-rata Tinggi Badan Wanita
Atau 169,300cm-155,314cm= 13,986cm

435
Dari F test pada bahasan sebelumnya didapat bahwa uji
perbedaan rata- rata dilakukan dengan Equal variance not assumed, maka
sekarang lihat pada keterangan '95% Confidence Interval of Means' dan
kolom Equal variance not assumed.
 Pada baris tersebut, didapat angka:
Lower (perbedaan rata-rata bagian bawah) adalah: 8,285 cm
Upper (perbedaan rata-rata bagian atas) adalah: 19,686 cm
Hal ini berarti perbedaan Tinggi Badan Pria dan Wanita
berkisar antara 8,285 cm sampai 19,686 cm, dengan perbedaan
rata-rata adalah 13,986 cm.

2. Berat Badan
Dari output terlihat pada baris 'mean difference' untuk Berat
Badan adalah 16,900 cm. Angka ini berasal dari:
Rata-rata Berat Badan Pria -Rata-rata Berat Badan Wanita
Atau 66,457 kg -49,557 kg = 16,900 cm
Dari F test pada bahasan sebelumnya didapat bahwa uji
perbedaan rata- rata dilakukan dengan Equal variance assumed, maka
sekarang lihat pada keterangan '95% Confidence Interval of Means' dan
kolom Equal variance assumed.
 Pada baris tersebut, didapat angka:
Lower (perbedaan rata-rata bagian bawah) adalah: 12,339 kg
Upper (perbedaan rata-rata bagian atas) adalah: 21,461 kg
Hal ini berarti perbedaan Berat Badan Pria dan Wanita berkisar
antara 12,339 kg sampai 21,461 kg, dengan perbedaan rata-rata
adalah 16,900 kg.
Demikian analisis perbedaan rata-rata yang dilakukan secara berurutan.

11.6. Studi Kasus


1. Suatu penelitian dilakukan terhadap 100 pasien penyakit jantung
dan didapatkan rata-rata umur dari pasien tersebut adalah 54,85

436
tahun. Kita ingin menguji apakah rata-rata umur dari sampel
tersebut sama dengan rata-rata umur di populasi yang diketahui
sebesar 53 tahun dengan standar deviasi (σ) sebesar 5,5 tahun
pada α=0,05

2. Sebuah sampel random 150 catatan kematian negara X selama


tahun lalu menunjukkan umur rata-rata 61,8 tahun dengan
simpangan baku 7,9 tahun. Apakah itu menunjukkan bahwa
harapan umur sekarang lebih dari 60 tahun? Gunakan taraf nyata
5%.

3. Ada anggapan mengenai harga beras di pasar bebas daerah kota


“A” Rp. 600,-/Kg dengan simpangan bakunya Rp. 25,-. Berangkat
dari anggapan tersebut di atas, selanjutnya diadakan penelitian
terhadap 40 kios beras sebagai sampel yang diambil secara acak,
dan ternyata diperoleh informasi dari data tersebut rata-rata
harga beras di pasar bebas adalah sebesar Rp 594,-/kg.
Pertanyaan uji kebenaran anggapan di atas dengan taraf nyata
5%?

4. Manajer pemasaran sebuah produk aditif bahan bakar


mengatakan bahwa jumlah rata-rata produk aditif yang terjual
adalah 1500 botol. Seorang karyawan di pabrik ingin menguji
pernyataan manajer pemasaran dengan mengambil sampel
selama 26 hari. Dia mendapati bahwa jumlah penjualan rata-
ratanya adalah 1450 botol. Dr catatan yang ada, deviasi standar
penjualan 120 botol. Dgn menggunakan α = 0,01, apakah
kesimpulan yang dapat ditarik oleh karyawan tsb.

5. Dari 20 nasabah bank rata-rata melakukan penarikan $495 per


bulan melalui ATM, dengan simpangan baku = $45. Dengan taraf
nyata 1%, ujilah: apakah rata-rata nasabah menarik melalui ATM
tidak sama dengan $500 per bulan?

437
6. Seorang job-specialist menguji 25 karyawan dan mendapatkan
bahwa rata-rata penguasaan pekerjaan kesekretarisan adalah 22
bulan dengan simpangan baku = 4 bulan. Dengan taraf nyata 5%,
ujilah: Apakah rata-rata penguasaan kerja kesekretarisan tidak
sama dengan 20 bulan?

7. Sebuah pabrik rokok memproduksi dua merek rokok yang


berbeda. Ternyata 56 orang di antara 200 perokok menyukai
merek A dan 29 di antara 150 perokok menyukai merek B.
Dapatkah kita menyimpulkan pada taraf nyata 0,06 bahwa merek
A terjual lebih banyak daripada merek B?

8. Dari dua populasi normal yang bebas ditarik dua sampel random
berukuran n1 = 35 dan n2 = 50 yang menghasilkan rata-rata 85
dan 78 dengan simpangan baku 5,4 dan 3,6. Ujilah hipotesis pada
taraf nyata 5% bahwa μ1= μ2 dengan alternatifnya μ1≠ μ2

438
BAB XII
ANALISIS VARIANS (ANOVA)

12.1. Konsep Dasar ANOVA


Analisis varians (analysis of variance) atau ANOVA adalah suatu
metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika
inferensi. Uji dalam Anova menggunakan uji F karena dipakai untuk
pengujian lebih dari 2 sampel. Dalam praktik, analisis varians dapat
merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan
(estimation, khususnya di bidang genetika terapan). Dengan kata lain,
ANOVA merupakan suatu teknik untuk menguji kesamaan beberapa rata-
rata secara sekaligus.
Tujuan dan pengujian ANOVA adalah untuk mengetahui apakah
ada pengaruh dan berbagai kriteria yang diuji terhadap hasil yang
diinginkan. Misalkan, seorang manajer produksi menguji apakah ada
pengaruh kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin-mesin produksi di
pabrik pada hasil perakitan sebuah komponen yang cukup kecil dan
sebuah sirkuit yang memerlukan konsentrasi yang tinggi dan seorang
operator rakit. Contoh lainnya misalkan perusahaan perlu melakukan
pengujian terhadap kumpulan hasil pengamatan mengenai suatu hal,
misalnya hasil penjualan produk, hasil produksi produk, gaji pekerja di
suatu perusahaan nilainya bervariasi antara satu dengan yang lainnya. Hal
ini berhubungan dengan varian dan rata-rata yang banyak digunakan
untuk membuat kesimpulan melalui penaksiran dan pengujian hipotesis
mengenai parameter, maka dari itu dilakukan analisis varian yang ada
dalam cabang ilmu statistika industri yaitu ANOVA. Penerapan ANOVA
dalam dunia industri adalah untuk menguji rata-rata data hasil
pengamatan yang dilakukan pada sebuah perusahaan ataupun industri.
Anova (Analysis of variances) digunakan untuk melakukan analisis
komparasi multivariabel. Teknik analisis komparatif dengan menggunakan

439
tes “t” yakni dengan mencari perbedaan yang signifikan dari dua buah
mean hanya efektif bila jumlah variabelnya dua. Untuk mengatasi hal
tersebut ada teknik analisis komparatif yang lebih baik yaitu Analysis of
variances yang disingkat Anova.
Adapun asumsi dasar yang harus terpenuhi dalam analisis varians
(analysis of variance) adalah sebagai berikut:
- Distribusi data harus normal (kenormalan), agar data berdistribusi
normal dapat ditempuh dengan cara memperbanyak jumlah
sampel dalam kelompok.
- Setiap kelompok hendaknya berasal dari populasi yang sama
dengan varians yang sama pula (kesamaaan varians).Bila
banyaknya sampel sama pada setiap kelompok maka kesamaan
variansinya dapat diabaikan. Tapi bila banyak sampel pada
masing-masing kelompok tidak sama maka kesamaan varians
populasi sangat diperlukan.
- Sampel hendaknya diambil secara acak (random), sehingga setiap
pengamatan merupakan informasi yang bebas (pengamatan
bebas).
Anova dapat digolongkan ke dalam beberapa kriteria. Pertama
adalah klasifikasi 1 arah. ANOVA klasifikasi 1 arah merupakan ANOVA
yang didasarkan pada pengamatan 1 kriteria. Kedua adalah klasifikasi 2
arah. ANOVA klasifikasi 2 arah merupakan ANOVA yang didasarkan pada
pengamatan 2 kriteria. Ketiga adalah klasifikasi banyak arah. ANOVA
banyak arah merupakan ANOVA yang didasarkan pada pengamatan
banyak kriteria.

12.2. Distribusi F
Seperti halnya distribusi t, bentuk kurva distribusi f tergantung
dari jumlah derajat bebas df, yaitu terdiri dari 2 derajat bebas di mana
satu sebagai pembilang dan satu sebagai penyebut. Keduanya disebut
sebagai parameter untuk distribusi f.

440
Berdasarkan gambar distribusi F di bawah terlihat bahwa
meningkatnya derajat bebas df, puncak kurva distribusi f bergerak ke
kanan sehingga kemiringannya berkurang.

Contoh: tentukan nilai f untuk derajat bebas 8 untuk pembilang


(dfn), dan 14 untuk penyebut (dfd), serta 0.05 luas daerah pada ekor
sebelah kanan kurva distribusi f.

Tabel 12.1 Tabel Distribusi F


Derajat Bebas untuk Pembilang
1 2 ….. 8 ….. 100
1 161.5 199.5 ….. 238.9 ….. 253.0
2 18.51 19.00 ….. 19.37 ….. 19.49
….. ….. ….. ….. ….. ….. …..
14 4.60 3.74 ….. 2.70 ….. 2.19

F0.05 = (8,14) = 2.70

12.3. Analisis Ragam Satu Arah


Pada pembahasan kali ini, dititikberatkan pada pengujian ANOVA
1 arah yaitu pengujian ANOVA yang didasarkan pada pengamatan 1
kriteria. Setiap kriteria dalam pengujian ANOVA mempunyai level. One-

441
way ANOVA test bertujuan untuk menganalisis hanya satu faktor atau
variabel. Sebagai contoh, dalam pengujian kesamaan rata-rata µ untuk
skor mahasiswa dengan 3 metode berbeda. Dalam hal ini di sini hanya
ada 1 faktor yang mempengaruhi skor mahasiswa, yaitu metode. Jika 3
dosen yang berbeda dengan 3 metode yang berbeda di sini ada 2 faktor
yang mempengaruhi skor mahasiswa, yaitu metode dan dosen, hal ini
berarti bukan uji satu arah. Uji analisis ragam satu arah selalu memiliki
daerah penolakan (rejection) di sebelah kanan dari ekor kurva distribusi f.
Pengujian hipotesis dengan ANOVA memiliki prosedur yang sama dengan
uji hipotesis sebelumnya.
Beberapa asumsi yang harus dipenuhi oleh One-way ANOVA
antara lain bahwa populasi-populasi di mana sampel diambil terdistribusi
(mendekati) normal dan populasi-populasi di mana sampel diambil
memiliki ragam (simpangan baku) yang sama. Di samping itu sampel yang
diambil dari populasi yang berbeda secara acak dan independent.
Nilai statistik uji f untuk pengujian hipotesis dengan ANOVA
merupakan rasio dua ragam, yaitu ragam antara sampel (MSB) dan ragam
dalam sampel (MSW).

Keterangan :
x = variabel x
k = jumlah perlakuan / treatment
ni = ukuran sampel i
Ti = total nilai variabel dalam sampel i
n = jumlah semua sampel = n1 + n2 + n3 + …
∑x = total nilai x dalam semua sampel = T1 + T2 + T3 + …
∑x2 = total kuadrat nilai x dalam semua sampel

442
Contoh terdapat 3 metode pengajaran dalam mata kuliah
Statistika Bisnis. Di akhir semester diberikan test yg sama pada 15
mahasiswa, dan diperoleh skor sbb:

Tabel 12.2 Contoh Soal Analisis Ragam Satu Arah


Metode I Metode II Metode III
48 55 84
73 85 68
51 70 95
65 69 74
87 90 67

Hitunglah Nilai Statistik Uji F.


Jawab:

Metode I Metode II Metode III


48 55 84
73 85 68
51 70 95
65 69 74
87 90 67
T1 = 324 T2 = 369 T3= 388
n1 = 5 n2 = 5 n3= 5

Maka,
∑ = T1 + T2 + T3
= 324 + 369 + 388 = 1081
n = n1 + n2 + n3 = 15

∑ = (48)2 + (73)2 + (51)2 + (65)2 + (87)2 + (55)2 + (85)2 + (70)2 + (69)2 +


(90)2 + (84)2 + (68)2 + (95)2 + (74)2 + (67)2
= 80709

( )

443
( )

Menghitung nilai MSB dan MSW:


SSB 432.13 SSW 2372.80
MSB = =  216.07 ; MSW = =  197.73
k -1 3-1 n-k 15 - 3

Menghitung statistik uji f :


MSB 216.07
F= = = 1.09
MSW 197.73

Tabel ANOVA :

Tabel 12.3 Tabel Anova (Contoh Soal)

Contoh merujuk pada contoh soal sebelumnya, tentang skor 15


mahasiswa yang diambil acak dari 3 kelompok metode pengajaran.
Dengan tingkat signifikansi 1%, dapatkah kita menolak hipotesis nol (h o),
bahwa skor seluruh mahasiswa dengan masing-masing metode
pengajaran adalah sama? Asumsikan bahwa seluruh asumsi untuk uji
anova satu arah telah terpenuhi.

444
Jawab:
1. Tentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif, katakan µ1, µ2, dan
µ3 adalah rata-rata skor seluruh mahasiswa yang diajar, dengan
metode I, II, dan III.
H0 : µ1 = µ2 = µ3 (Semua rata-rata skor dari 3 kelompok adalah
sama)
H1 : Semua rata-rata skor dari 3 kelompok adalah tidak sama)
H1 menyatakan bahwa sedikitnya satu rata-rata populasi berbeda
dengan dua yang lain.
2. Pilih distribusi yang digunakan. Karena kita membandingkan 3
rata-rata populasi yang terdistribusi normal, digunakan distribusi f
untuk melakukan pengujian
3. Menentukan daerah kritis. Tingkat signifikansi adalah 0.01.
Karena uji Anova satu arah maka daerah ekor kanan kurva
distribusi f adalah 0.01. Kemudian kita perlu mengetahui derajat
bebas.
df untuk pembilang = k -1 = 3 – 1 = 2
df untuk penyebut = n - k = 15 – 3 = 12
Sehingga dari Tabel Distribusi F, nilai kritis untuk F, F0.01 (2, 12) =
6.93

Terima Ho Tolak Ho

df = (2, 12)
𝛼 = 0.01

6.93 F

4. Menentukan nilai statistik uji f. Telah dihitung bahwa f hitung =


1.09

445
5. Membuat keputusan. Karena f hitung = 1.09 lebih kecil dari nilai
kritis f = 6.93, jatuh pada daerah penerimaan ho, dan kita gagal
menolak ho. Sehingga disimpulkan bahwa rata-rata skor ketiga
populasi adalah sama, dengan kata lain perbedaan metode
pengajaran tidak menunjukkan pengaruh pada rata-rata skor
mahasiswa.

12.4. Praktik Komputer: ANOVA dengan Excel – ANOVA Single Factor


ANOVA atau analisis varians digunakan untuk menguji lebih dari dua sampel
dengan asumsi bahwa populasi dari berbagai kelompok sampel ini berdistribusi
normal dengan besar varians sama. Dengan kata lain, analisis varians digunakan
untuk menguji apakah rata-rata (mean) dari populasi-populasi dari mana sampel-
sampel tersebut diambil adalah sama ataukah memang berbeda secara nyata.26

Kasus:
Manajer produksi perusahaan rokok PT “Jaja” ingin mengetahui
apakah para karyawan bagian produksi yang selama ini dibagi menjadi
empat bagian mempunyai produktivitas yang sama. Untuk itu diambil
sampel sebanyak masing-masing sepuluh karyawan yang diamati
produktivitasnya selama waktu tertentu. Berikut adalah hasil
produktivitas sampel-sampel tersebut:

SAMPEL_1 SAMPEL_2 SAMPEL_3 SAMPEL_4


1 57 50 52 50
2 56 53 54 54
3 58 52 50 51
4 52 55 50 52
5 55 51 53 65
6 56 50 51 62
7 51 53 52 50
8 54 54 70 53
9 59 60 52 52
10 55 51 55 51

26
Dimodifikasi dari Buku Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis (Singgih Santoso, Elex
Media Komputindo, 2000)

446
Dari data di atas akan dianalisis apakah produktivitas karyawan
sama ataukah berbeda.

Langkah Perhitungan
Kasus di atas adalah kasus sampel yang independen, dalam arti
sampel 1 tidak berhubungan dengan sampel 2 dan seterusnya. Karena
jumlah sampel lebih dari dua, maka bisa dipakai Analisis varians (ANOVA).
1. Masukkan data di atas pada lembar Microsoft Excel seperti
berikut ini:

2. Pilih menu Tools, lalu buka pilihan Data Analysis… (biasanya


terletak paling bawah) yang ada pada menu tools tersebut.

447
3. Tampak tabel berisi alat-alat analisis statistik. Dari serangkaian
alat-alat analisis statistik tersebut sesuai dengan kebutuhan pada
kasus, pilih Anova: Single Factor, lalu tekan OK.

Tampak gambar berikut:

Langkah Pengisian:
1. Untuk Input Range, bisa dilakukan dengan mengetikkan A1…D11
atau mengklik ikon yang terletak di kanan kotak putih pada baris
Input Range. Terlihat gambar berikut:

448
Gerakkan pointer mouse ke sel yang dituju yaitu A1. Tahan tombol
mouse dan gerakkan sampai sel D11, lalu lepaskan tombol mouse. Jika
benar, maka sel A1 sampai D11 dikelilingi oleh garis-garis kecil yang
bergerak-gerak. Setelah itu, tekan ikon di kanan range untuk kembali ke
gambar semula (menu ANOVA single factor). Kedua cara tersebut akan
menghasilkan keluaran yang sama.
2. Untuk kolom Grouped By: untuk kasus ini pilih Columns dengan
mengklik bulatan di kiri Coloumns. Dipilih Coloumns karena data
diinput dalam empat kolom, yaitu Sampel_1, sampel_2, Sampel_3
dan Sample_4.
3. Untuk kolom Labels in First Rows, karena pada input range
dimasukkan unsur nonangka (lihat input range di mana sel A1, B1,
C1 dan D1 adalah sebuah kalimat), maka pilih pilihan Labels in
First Rows (keterangan pada baris pertama) agar kalimat tersebut
ditampilkan pada oytput. Berikut beberapa kemungkinan
sehubungan dengan pilihan Labels in First Row:
 Input Range mengandung data nonangka. Jika pilihan Labels in
First Row dimasukkan, ouput akan menolak dengan pesan Input
Range contains non-numeric data yang artinya input range
mengandung data nonangka. Jadi lables in First Row harus dipilih
(klik kotak di sebelahnya).
 Input range semuanya data numerik, jika pilihan Labels in First
Row tidak dimasukkan, ouput akan tetap berjalan normal. Karena

449
itu dalam hal ini pilihan Labels in First Row bersifat optional
(bebas)
4. Untuk kolom Alpha: untuk keseragaman ketik 0.05, yang berarti
tingkat signifikansi adalah 5%.
5. Pengisian pilihan Output (Output Options).
Untuk keseragaman, output akan ditempatkan pada workbook
dan worksheet yang sama, hanya pada range yang berbeda,
tepatnya berada di samping kasus di atas.
Untuk itu, pilih option Output Range dengan mengklik sisi kiri
pilihan tersebut. Kemudian klik ikon di sisi kanan pilihan tersebut.
Setelah tampilan ikon Output Range muncul, tempatkan pointer
pada sel F1 lalu tekan Enter untuk kembali ke menu ANOVA.
6. Setelah seluruh pengisian dianggap benar, tekan OK untuk
melihat output dari ANOVA.

450
Hasil keluarannya adalah sebagai berikut:

Analisis Hasil
1. Membuat Hipotesis:
Hipotesis untuk kasus ANOVA di atas adalah:
H0 : 1 = 2 =3 =4
Artinya : rata-rata produktivitas karyawan tidak berbeda.
H0 : 1  2 3 4
Artinya : rata-rata produktivitas karyawan (Sampel_1 sampai dengan
Sampel_4) memang berbeda.

2. Menentukan F tabel dan F hitung


F tabel:
Tingkat signifikansi 5 % ( = 0,05)
Degree of freedom pada numerator: lihat kolom df pada baris
columns di ouput komputer, didapat df=3, yaitu (jumlah kolom – 1) = (4 –
1). Degree of freedom pada denumerator: lihat kolom df pada baris
Within di output komputer, didapat df=36, yaitu dari (jumlah data-jumlah
kolom), = (10+10+10+10-4)

451
Untuk F(0,05;3;36) pada F tabel didapat 2,8662
F hitung
Dari hasil output, pada kolom F, didapat hasil F hitung sebesar 0,5042.

3. Pengambilan Keputusan:
 Dengan membandingkan F tabel dan F hitung :
Karena F hitung (0,5042) lebih kecil dari F tabel (2,8662) maka
Ho diterima, atau produktivitas karyawan sebenarnya sama di
antara Sampel_1 sampai dengan Sampel_4.
 Dengan melihat nilai probabilitas (P-value):
Karena P-value hasil perhitungan dari komputer adalah 0,6817
(lihat kolom P-value) yang lebih besar dari 0,05, maka Ho diterima
atau karyawan pada Sampel_1 sama produktifnya dengan
karyawan pada Sampel_2, Sampel_3 dan Sampel_4.

12.5. Studi Kasus


1. Manajer kredit PT Bank Batam Jaya bermaksud membuat
kemudahan pemberian kredit kepada kelompok tertentu debitur
yang mempunyai nilai tunggakan terkecil. Untuk itu perlu
diketahui apakah terdapat perbedaan nilai tunggakan yang
signifikan di antara para debitur menurut kategori golongan
pengusaha. Dari bagian pembukuan, Anda disodori data
tunggakan dari tiga sampel pengusaha dari tahun 1992-2000
sebagai berikut:

Jumlah Tunggakan (Juta Rupiah)


Tahun
Pengusaha Besar Pengusaha Menengah Pengusaha Kecil
1992 20 40 30
1993 30 35 30
1994 50 55 40
1995 45 40 40
1996 65 50 60
1997 65 70 65
1998 70 60 65

452
Jumlah Tunggakan (Juta Rupiah)
Tahun
Pengusaha Besar Pengusaha Menengah Pengusaha Kecil
1999 60 60 55
2000 75 65 70

Tabel 1: Nilai Tunggakan Berdasarkan Golongan Pengusaha dari Tahun


1992-2000 (Juta Rupiah)
Berdasarkan data di atas, pada tingkat signifikansi 5%, adakah perbedaan
yang signifikan jumlah tunggakan dari tiga golongan pengusaha tersebut?

2. Selama delapan bulan terakhir, biaya overhead semakin


membebani biaya produksi. Atas dasar itu, manajer anggaran PT
Batam Jaya dihadapkan pada pilihan untuk mengurangi salah satu
komponen atau keseluruhan biaya overhead. Seluruh komponen
biaya overhead akan dikurangi jika secara statistik tidak ada beda
kontribusi di antara komponen biaya overhead tersebut. Anda,
asisten manajer anggaran diperintah untuk menguji (dengan
tingkat signifikansi 5%) apakah ada beda kontribusi di antara
komponen biaya overhead berdasarkan data berikut ini.

Overhead Costs
Bulan
Indirect Labor Depreciation Utilities
Januari 25 30 25
Februari 30 25 30
Maret 25 25 40
April 30 35 30
Mei 40 40 45
Juni 45 40 50
Juli 45 50 45
Agustus 50 45 50

Tabel 1: Overhead Costs PT Batam Jaya Januari-Agustus 2000 (Juta


Rupiah)

453
DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 2003. Statistik induktif untuk ekonomi dan bisnis, Edisi 2,


Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Andy Field. 2011. Discovering Statistics Using SPSS (Introducing Statistical
Method). 3rd ed, SAGE Publication Ltd.
Boedijoewono, Neogroho. 2007. Pengantar Statistik Ekonom dan
Perusahaan Jilid I&II. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
_____. 2007. Pengantar Statistika Ekonomi dan Bisnis, Jilid 1 dan 2.
Yogyakarta: Penerbit UPP STIM YKPN.
D. C. Montgomery, E. A. Peck, & G. Geoffrey Vining. 2012. Introduction to
Linear Regression Analysis 5th ed, Wiley series in probability and
statistic. United States of America
Dajan, Anton. 1983. Pengantar Metode Statistik Jilid I&II. Jakarta: LP3ES.
Djuwarsa, Tjetjep. 2000 Praktikum Statistika Bisnis. Bandung: Program
Studi Akuntansi, Politeknik Negeri Bandung.
Dwi Waluyo, Sihono. 2010. Statistik untuk Pengambilan Keputusan.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Erickson, Nosanchuk. 1977. Memahami Data: Statistik untuk Ilmu Sosial.
Jakarta: LP3ES.
J. T. Mc Clave & F. H. Dietruch. 2003. Statistics, 9th ed. Prentice Hall.
J., Supranto. 1989. Statistika Teori dan Aplikasi Jilid I&II. Jakarta: Erlangga.
_____. 2001. Statistik Teori dan Aplikasi Jilid 2. Edisi keenam, Jakarta:
Erlangga.
_____. 2002. Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi ketujuh Buku 1 dan 2.
Jakarta: Erlangga.

454
Kustitanto, Bambang & Badruddin, Rudy. 1995. Statistik Ekonomi.
Yogyakarta: STIE YKPN.
Mulyono, Sri. 1998. Statistika untuk Ekonomi. Jakarta: LPFEUI.
Noegroho Boedijoewono, Noegroho. 2001. Pengantar Statistik Ekonomi
dan Perusahaan Jilid I&II. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Nuryadi dkk. 2017. Dasar-dasar Statistik Penelitian. Yogyakarta:
Universitas Mercubuana.
Ramachandran, K. M., C. P. Tsokos. 2009. Mathematical Statistics with
Applications. Elsevier, Amsterdam
Saleh, Samsubar. 2001. Statistik Deskriptif. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
_____. 2001. Statistik Induktif. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Santiaysa, Wayan. 2015. Modul Kuliah Statistika Dasar. Bali: Jurusan Ilmu
Komputer Universitas Udayana.
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Elex
Media Komputindo.
_____. 2000. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Elex Media
Komputindo.
_____. 2001. Aplikasi Excel dalam Statistik Bisnis. Elex Media
Komputindo.
Setia Atmaja, Lukas. 2009. Statistika untuk Bisnis dan Ekonomi.
Yogyakarta: Penerbit Andi.
Sheldon M.Ross, W. 2010. Introduction to Probability Models, 10th
Edition. Academic Press.
Sudjana. 1996. Statistika untuk Ekonomi dan Niaga Jilid I dan II. Bandung:
Penerbit Tarsito.
Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alpabeta.

455
Suharyadi, Purwanto. 2007. Statistik untuk Ekonomi dan Keuangan
Modern. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
_____. 2008. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern Edisi 2 Buku
1. Jakarta: Salemba Empat.
Walpole, R. E., R. H. Meyers. 2011. Probability and Statistics for Engineers
and Scientists. London: Pearson Education.

456
LAMPIRAN

Z Table
Body of table gives area under Z curve to the left of z.

Example:
P[Z < 1.16] =.8770

z .00 .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 0.08 0.09
0.00 .5000 .5040 .5080 .5120 .5160 .5199 .5239 .5279 .5319 .5359
0.10 .5398 .5438 .5478 .5517 .5557 .5596 .5636 .5675 .5714 .5753
0.20 .5793 .5832 .5871 .5910 .5948 .5987 .6026 .6064 .6103 .6141
0.30 .6179 .6217 .6255 .6293 .6331 .6368 .6406 .6443 .6480 .6517
0.40 .6554 .6591 .6628 .6664 .6700 .6736 .6772 .6808 .6844 .6879
0.50 .6915 .6950 .6985 .7019 .7054 .7088 .7123 .7157 .7190 .7224
0.60 .7257 .7291 .7324 .7357 .7389 .7422 .7454 .7486 .7517 .7549
0.70 .7580 .7611 .7642 .7673 .7704 .7734 .7764 .7794 .7823 .7852
0.80 .7881 .7910 .7939 .7967 .7995 .8023 .8051 .8078 .8106 .8133
0.90 .8159 .8186 .8212 .8238 .8264 .8289 .8315 .8340 .8365 .8389
1.00 .8413 .8438 .8461 .8485 .8508 .8531 .8554 .8577 .8599 .8621
1.10 .8643 .8665 .8686 .8708 .8729 .8749 .8770 .8790 .8810 .8830
1.20 .8849 .8869 .8888 .8907 .8925 .8944 .8962 .8980 .8997 .9015
1.30 .9032 .9049 .9066 .9082 .9099 .9115 .9131 .9147 .9162 .9177
1.40 .9192 .9207 .9222 .9236 .9251 .9265 .9279 .9292 .9306 .9319
1.50 .9332 .9345 .9357 .9370 .9382 .9394 .9406 .9418 .9429 .9441
1.60 .9452 .9463 .9474 .9484 .9495 .9505 .9515 .9525 .9535 .9545
1.70 .9554 .9564 .9573 .9582 .9591 .9599 .9608 .9616 .9625 .9633
1.80 .9641 .9649 .9656 .9664 .9671 .9678 .9686 .9693 .9699 .9706
1.90 .9713 .9719 .9726 .9732 .9738 .9744 .9750 .9756 .9761 .9767
2.00 .9772 .9778 .9783 .9788 .9793 .9798 .9803 .9808 .9812 .9817
2.10 .9821 .9826 .9830 .9834 .9838 .9842 .9846 .9850 .9854 .9857
2.20 .9861 .9864 .9868 .9871 .9875 .9878 .9881 .9884 .9887 .9890
2.30 .9893 .9896 .9898 .9901 .9904 .9906 .9909 .9911 .9913 .9916
2.40 .9918 .9920 .9922 .9925 .9927 .9929 .9931 .9932 .9934 .9936
2.50 .9938 .9940 .9941 .9943 .9945 .9946 .9948 .9949 .9951 .9952
2.60 .9953 .9955 .9956 .9957 .9959 .9960 .9961 .9962 .9963 .9964
2.70 .9965 .9966 .9967 .9968 .9969 .9970 .9971 .9972 .9973 .9974
2.80 .9974 .9975 .9976 .9977 .9977 .9978 .9979 .9979 .9980 .9981
2.90 .9981 .9982 .9982 .9983 .9984 .9984 .9985 .9985 .9986 .9986
3.00 .9987 .9987 .9987 .9988 .9988 .9989 .9989 .9989 .9990 .9990

457
z .00 .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 0.08 0.09
3.10 .9990 .9991 .9991 .9991 .9992 .9992 .9992 .9992 .9993 .9993
3.20 .9993 .9993 .9994 .9994 .9994 .9994 .9994 .9995 .9995 .9995
3.30 .9995 .9995 .9995 .9996 .9996 .9996 .9996 .9996 .9996 .9997
3.40 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9997 .9998
3.50 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998 .9998
3.60 .9998 .9998 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999
3.70 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999
3.80 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999 .9999

458
T Table

df - degrees of freedom for t curve


P - area under the t curve with df degrees of freedom to the right of t(df)

Example:
P[t(2) > 2.92] = 0.05
P[-2.92 < t(2) < 2.92] = 0.9

Upper tail probability p


0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0.025 0.02 0.01 0.005 0.0025
df
1 1.000 1.376 1.963 3.078 6.31 12.70 15.90 31.82 63.65 127.3
2 0.817 1.061 1.386 1.886 2.920 4.303 4.849 6.965 9.925 14.08
3 0.765 0.979 1.250 1.638 2.353 3.182 3.482 4.541 5.841 7.453
4 0.741 0.941 1.190 1.533 2.132 2.776 2.999 3.747 4.604 5.598
5 0.727 0.920 1.156 1.476 2.015 2.571 2.757 3.365 4.032 4.773
6 0.718 0.906 1.134 1.440 1.943 2.447 2.612 3.143 3.707 4.317
7 0.711 0.896 1.119 1.415 1.895 2.365 2.517 2.998 3.499 4.029
8 0.706 0.889 1.108 1.397 1.860 2.306 2.449 2.896 3.355 3.833
9 0.703 0.883 1.100 1.383 1.833 2.262 2.398 2.821 3.250 3.690
10 0.700 0.879 1.093 1.372 1.812 2.228 2.359 2.764 3.169 3.581
11 0.697 0.876 1.088 1.363 1.796 2.201 2.328 2.718 3.106 3.497
12 0.696 0.873 1.083 1.356 1.782 2.179 2.303 2.681 3.055 3.428
13 0.694 0.870 1.079 1.350 1.771 2.160 2.282 2.650 3.012 3.372
14 0.692 0.868 1.076 1.345 1.761 2.145 2.264 2.624 2.977 3.326
15 0.691 0.866 1.074 1.341 1.753 2.131 2.249 2.602 2.947 3.286
16 0.690 0.865 1.071 1.337 1.746 2.120 2.235 2.583 2.921 3.252
17 0.689 0.863 1.069 1.333 1.740 2.110 2.224 2.567 2.898 3.222
18 0.688 0.862 1.067 1.330 1.734 2.101 2.214 2.552 2.878 3.197
19 0.688 0.861 1.066 1.328 1.729 2.093 2.205 2.539 2.861 3.174
20 0.687 0.860 1.064 1.325 1.725 2.086 2.197 2.528 2.845 3.153
21 0.686 0.859 1.063 1.323 1.721 2.080 2.189 2.518 2.831 3.135
22 0.686 0.858 1.061 1.321 1.717 2.074 2.183 2.508 2.819 3.119
23 0.685 0.858 1.060 1.319 1.714 2.069 2.177 2.500 2.807 3.104
24 0.685 0.857 1.059 1.318 1.711 2.064 2.172 2.492 2.797 3.091
25 0.684 0.856 1.058 1.316 1.708 2.060 2.167 2.485 2.787 3.078
26 0.684 0.856 1.058 1.315 1.706 2.056 2.162 2.479 2.779 3.067
27 0.684 0.855 1.057 1.314 1.703 2.052 2.158 2.473 2.771 3.057
28 0.683 0.855 1.056 1.313 1.701 2.048 2.154 2.467 2.763 3.047
29 0.683 0.854 1.055 1.311 1.699 2.045 2.150 2.462 2.756 3.038
30 0.683 0.854 1.055 1.310 1.697 2.042 2.147 2.457 2.750 3.030
40 0.681 0.851 1.050 1.303 1.684 2.021 2.123 2.423 2.704 2.971
50 0.679 0.849 1.047 1.299 1.676 2.009 2.109 2.403 2.678 2.937

459
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0.025 0.02 0.01 0.005 0.0025
df
60 0.679 0.848 1.045 1.296 1.671 2.000 2.099 2.390 2.660 2.915
80 0.678 0.846 1.043 1.292 1.664 1.990 2.088 2.374 2.639 2.887
100 0.677 0.845 1.042 1.290 1.660 1.984 2.081 2.364 2.626 2.871
1000 0.675 0.842 1.037 1.282 1.646 1.962 2.056 2.330 2.581 2.813
z* 0.674 0.841 1.036 1.282 1.645 1.960 2.054 2.326 2.576 2.807

50% 60% 70% 80% 90% 95% 96% 98% 99% 99.5%

Confidence level C

460
F-distribution (Upper tail probability = 0.05) Numerator df = 1 to 10

461
F-distribution (Upper tail probability = 0.05) Numerator df = 12 to 40

df2\df1 12 14 16 18 20 24 28 32 36 40
1 243.906 245.364 246.464 247.323 248.013 249.052 249.797 250.357 250.793 251.143
2 19.413 19.424 19.433 19.440 19.446 19.454 19.460 19.464 19.468 19.471
3 8.745 8.715 8.692 8.675 8.660 8.639 8.623 8.611 8.602 8.594
4 5.912 5.873 5.844 5.821 5.803 5.774 5.754 5.739 5.727 5.717
5 4.678 4.636 4.604 4.579 4.558 4.527 4.505 4.488 4.474 4.464
6 4.000 3.956 3.922 3.896 3.874 3.841 3.818 3.800 3.786 3.774
7 3.575 3.529 3.494 3.467 3.445 3.410 3.386 3.367 3.352 3.340
8 3.284 3.237 3.202 3.173 3.150 3.115 3.090 3.070 3.055 3.043
9 3.073 3.025 2.989 2.960 2.936 2.900 2.874 2.854 2.839 2.826
10 2.913 2.865 2.828 2.798 2.774 2.737 2.710 2.690 2.674 2.661
11 2.788 2.739 2.701 2.671 2.646 2.609 2.582 2.561 2.544 2.531
12 2.687 2.637 2.599 2.568 2.544 2.505 2.478 2.456 2.439 2.426
13 2.604 2.554 2.515 2.484 2.459 2.420 2.392 2.370 2.353 2.339
14 2.534 2.484 2.445 2.413 2.388 2.349 2.320 2.298 2.280 2.266
15 2.475 2.424 2.385 2.353 2.328 2.288 2.259 2.236 2.219 2.204
16 2.425 2.373 2.333 2.302 2.276 2.235 2.206 2.183 2.165 2.151
17 2.381 2.329 2.289 2.257 2.230 2.190 2.160 2.137 2.119 2.104
18 2.342 2.290 2.250 2.217 2.191 2.150 2.119 2.096 2.078 2.063
19 2.308 2.256 2.215 2.182 2.155 2.114 2.084 2.060 2.042 2.026
20 2.278 2.225 2.184 2.151 2.124 2.082 2.052 2.028 2.009 1.994
21 2.250 2.197 2.156 2.123 2.096 2.054 2.023 1.999 1.980 1.965
22 2.226 2.173 2.131 2.098 2.071 2.028 1.997 1.973 1.954 1.938
23 2.204 2.150 2.109 2.075 2.048 2.005 1.973 1.949 1.930 1.914
24 2.183 2.130 2.088 2.054 2.027 1.984 1.952 1.927 1.908 1.892
25 2.165 2.111 2.069 2.035 2.007 1.964 1.932 1.908 1.888 1.872
26 2.148 2.094 2.052 2.018 1.990 1.946 1.914 1.889 1.869 1.853
27 2.132 2.078 2.036 2.002 1.974 1.930 1.898 1.872 1.852 1.836
28 2.118 2.064 2.021 1.987 1.959 1.915 1.882 1.857 1.837 1.820
29 2.104 2.050 2.007 1.973 1.945 1.901 1.868 1.842 1.822 1.806
30 2.092 2.037 1.995 1.960 1.932 1.887 1.854 1.829 1.808 1.792
35 2.041 1.986 1.942 1.907 1.878 1.833 1.799 1.773 1.752 1.735
40 2.003 1.948 1.904 1.868 1.839 1.793 1.759 1.732 1.710 1.693
45 1.974 1.918 1.874 1.838 1.808 1.762 1.727 1.700 1.678 1.660
50 1.952 1.895 1.850 1.814 1.784 1.737 1.702 1.674 1.652 1.634
55 1.933 1.876 1.831 1.795 1.764 1.717 1.681 1.653 1.631 1.612
60 1.917 1.860 1.815 1.778 1.748 1.700 1.664 1.636 1.613 1.594
70 1.893 1.836 1.790 1.753 1.722 1.674 1.637 1.608 1.585 1.566
80 1.875 1.817 1.772 1.734 1.703 1.654 1.617 1.588 1.564 1.545
90 1.861 1.803 1.757 1.720 1.688 1.639 1.601 1.572 1.548 1.528
100 1.850 1.792 1.746 1.708 1.676 1.627 1.589 1.559 1.535 1.515
110 1.841 1.783 1.736 1.698 1.667 1.617 1.579 1.549 1.524 1.504
120 1.834 1.775 1.728 1.690 1.659 1.608 1.570 1.540 1.516 1.495
130 1.827 1.769 1.722 1.684 1.652 1.601 1.563 1.533 1.508 1.488
140 1.822 1.763 1.716 1.678 1.646 1.595 1.557 1.526 1.502 1.481
150 1.817 1.758 1.711 1.673 1.641 1.590 1.552 1.521 1.496 1.475
160 1.813 1.754 1.707 1.669 1.637 1.586 1.547 1.516 1.491 1.470
180 1.806 1.747 1.700 1.661 1.629 1.578 1.539 1.508 1.483 1.462
200 1.801 1.742 1.694 1.656 1.623 1.572 1.533 1.502 1.476 1.455
220 1.796 1.737 1.690 1.651 1.618 1.567 1.528 1.496 1.471 1.450
240 1.793 1.733 1.686 1.647 1.614 1.563 1.523 1.492 1.466 1.445
260 1.790 1.730 1.683 1.644 1.611 1.559 1.520 1.488 1.463 1.441
280 1.787 1.727 1.680 1.641 1.608 1.556 1.517 1.485 1.459 1.438
300 1.785 1.725 1.677 1.638 1.606 1.554 1.514 1.482 1.456 1.435
400 1.776 1.717 1.669 1.630 1.597 1.545 1.505 1.473 1.447 1.425
500 1.772 1.712 1.664 1.625 1.592 1.539 1.499 1.467 1.441 1.419
600 1.768 1.708 1.660 1.621 1.588 1.536 1.495 1.463 1.437 1.414
700 1.766 1.706 1.658 1.619 1.586 1.533 1.492 1.460 1.434 1.412
800 1.764 1.704 1.656 1.617 1.584 1.531 1.490 1.458 1.432 1.409
900 1.763 1.703 1.655 1.615 1.582 1.529 1.489 1.457 1.430 1.408
1000 1.762 1.702 1.654 1.614 1.581 1.528 1.488 1.455 1.429 1.406
∞ 1.752 1.692 1.644 1.604 1.571 1.517 1.476 1.444 1.417 1.394

462
PROFIL PENULIS

Dr. H. Muhammad Zaenuddin, S.Si., M.Sc. lahir di Pati Jawa


Tengah pada tanggal 14 Februari 1976. Pendidikannya dari tingkat dasar
sampai dengan menengah semuanya diselesaikan di daerah Pati.
Sedangkan pendidikan agamanya diperoleh di Madrasah Ibtidaiah dan
Tsanawiyah di Pati serta pernah nyantri di Pondok Pesantren Darul Falah
Jekulo Kudus pimpinan almaghfurulah KH Ahmad Basyir.
Karena ketertarikannya pada pelajaran matematika sejak kecil,
maka setelah lulus dari SMAN 1 Pati pada tahun 1994 penulis
melanjutkan kuliah di Jurusan Matematika ITB Bandung. Ketertarikan
dalam melakukan kajian sosial dan ekonomi, menuntunnya untuk
menyelesaikan studi S-2 dalam bidang ilmu ekonomi di Fakultas Ekonomi
UGM Yogyakarta pada tahun 2008. Pada tahun 2019, penulis telah
menyelesaikan program Doktoral (S-3) Prodi Kepemimpinan dan Inovasi
Kebijakan (Studi Kebijakan) UGM Yogyakarta.

463
Mantan Ketua Pemantau Forum Rektor Batam tahun 2004 ini
pernah menjadi anggota KPU Kota Batam 2004-2006 dan 2008-2009.
Selain aktif mengajar dan menulis, dosen Politeknik Batam sejak tahun
2000 ini juga terlibat dalam beberapa kegiatan sosial, organisasi
kemasyarakatan dan keagamaan. Di antaranya aktif sebagai Ketua Ikatan
Sarjana Nahdatul Ulama (ISNU) Provinsi Kepulauan Riau, menjadi
Pengurus Wilayah NU Provinsi Kepri, LPPOM MUI Kepri, Persatuan
Mubaligh Batam, Ketua Yayasan SMK Maarif Kota Batam, serta Ketua
Pembina Yayasan Baitul Quran Batam. Pernah menjadi Tim Seleksi KPU
Provinsi Kepri, Tim Seleksi Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID)
Provinsi Kepri, Tim Seleksi Dewan Pendidikan Kota Batam, Tim Ahli Sensus
Pajak Dispenda Pemko Batam, Tim Ahli Dinas Pelayanan Terpadu Pemrov
Kepri. Kini tercatat sebagai anggota Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN S/M) Provinsi Kepulauan Riau, anggota senat
Politeknik Negeri Batam dan Ketua Pusat Kajian Halal (PKH) Politeknik
Negeri Batam.
Mantan Ketua Jurusan Akuntansi tahun 2008-2009 dan Wakil
Direktur III Bidang Kemahasiswaan Politeknik Negeri Batam tahun 2009-
2012 ini juga termasuk produktif dalam menghasilkan buku. Buku ini yang
diterbitkan oleh Penerbit Deepublish merupakan buku kedua belasnya.
Buku-buku sebelumnya antara lain:
 Konsep Pembangunan Kota Batam sebagai Kawasan Ekonomi
Khusus dan Strategis di Indonesia (Polibatam Press, 2019)
 Menakar Haluan Pembangunan Kota Batam, Studi Komparasi
Kebijakan FTZ, KEK, dan Otonomi Khusus (Deepublish, 2018),
 Isu, Problematika, dan Dinamika Perekonomian, Pembangunan,
dan Kebijakan Publik Kumpulan Essay, Kajian dan Hasil Penelitian
Kuantitatif & Kualitatif (Deepublish, 2015)
 Prospek Free Trade Zone (FTZ) di Batam-Bintan-Karimun
(Politeknik Batam, 2014)
 Pengantar Ilmu Ekonomi untuk Program Diploma (Politeknik
Batam, 2013)

464
 Dasar-dasar Matematika Bisnis untuk Program Diploma (Pustaka
Pelajar, 2010)
 Mengurai Persoalan Ekonomi (Pustaka Pelajar, 2009)
 Pemilihan Umum Kepala Daerah dalam Perspektif Kajian dan
Empirik (Cakra Media, 2008)
 Membangun Wacana Intelektual (Pustaka Pelajar, 2004)
 Menggoyang Pikiran Menuju Alam Makna (Pustaka Pelajar,
2002), dan
 Wisata Spiritual Menuju Tuhan (Pustaka Pelajar, 2001),

465

Anda mungkin juga menyukai