Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA

STABILISASI PASIEN SAAT BENCANA

DISUSUN OLEH:

1. Alfa Nur Husna 20176523004


2. Fanny Trianti 20176523025
3. Khadroji Muhammad Ilyas 20176513042
4. Mutiara Annisa 20176523063
5. Nurul Hidayatika 20176523079
6. Riyadhil Hasanah 20176523096
7. Weni Nurfalah 20176523110

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
PRODI D-IV KEPERAWATAN PONTIANAK
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

i
VISI MISI JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI

"Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan yang Bermutu dan Mampu


Bersaing di Tingkat Regional Tahun 2020"

MISI

1. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Kesehatan yang Berbasis 


Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Tinggi Kesehatan yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Berbasis IPTEK
dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Tinggi Kesehatan yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan kerjasama dalam Pengelolaan Program Pendidikan
Tinggi Kesehatan di Tingkat Nasional Maupun Regional.

ii
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA


STABILISASI PASIEN SAAT BENCANA

Telah mendapat persetujuan dari Dosen Penanggung Jawab mata kuliah Askep
Gadar I.
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Pontianak, September 2020

Mengetahui,

Dosen Penanggung Jawab

Rima Rianti, SST, M.MB


NIDK. 8825640017

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul “Stabilisasi Pasien Saat Bencana”. Selama
pembuatan makalah pun kami juga mendapat banyak dukungan dan juga bantuan
dari berbagai pihak, maka dari itu kami haturkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Didik Hariyadi SGz. Msi selaku Direktur Poltekkes Kemenkes


Pontianak
2. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M.Kep selaku Ketua Prodi D-IV Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Pontianak
3. drg. Vitria Wuri Handayani, M.MB selaku koordinator Mata Kuliah
Manajemen Bencana 2
4. Rima Rianti, SST, selaku pembimbing yang memberikan masukan dan
dorongan kepada penyusun

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan


oleh karena itu, penulis mohon maaf dan mengucapkan terima kasih atas kritik
dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan rencana pembelajaran
semester ini.

Pontianak, 3 September 2020

Penyusun
Kelompok 2

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................iii
KATA PENGANTAR......................................................................................................iv
DAFTAR ISI......................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................6
2.1 Latar Belakang......................................................................................................6
2.2 Rumusan Masalah.................................................................................................6
2.3 Tujuan...................................................................................................................6
2.4 Manfaat.................................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................8
2.1 Konsep Stabilisasi.................................................................................................8
2.1.1. Definisi Stabilisasi......................................................................................8
2.1.2. Prinsip Stabilisasi.......................................................................................8
2.2 Stabilisasi Untuk Transportasi...............................................................................8
2.3 Pembidaian..........................................................................................................16
BAB III PENUTUP.........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................30

v
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang


Kejadian gawat darurat tentunya tidak bisa kita prediksi, kapanpun dan
dimanapun seseorang dapat mengalami kejadian kegawatdaruratan yang
membutuhkan pertolongan segera. Keterlambatan dalam penanganan dapat
berakibat kecacatan fisik atau bahkan sampai kematian. Banyak hal yang dapat
menyebabkan kejadian gawat darurat, antara lain kecelakaan, tindakan anarkis
yang membahayakan orang lain, kebakaran, penyakit dan bencana alam yang
terjadi di Indonesia. Kondisi ini memerlukan penanganan gawat darurat yang
tepat dan segera, sehingga pertolongan pertama pada korban/pasien dapat
dilakukan secara optimal. Indonesia merupakan daerah yang rawan mengalami
bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan bencana lainnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, tercatat banyak bencana alam yang terjadi di
wilayah Indonesia.

Pada saat terjadi bencana, pasti terjadi banyak sekali korban yang berjatuhan,
maka dari itu sebagai tenaga medis yang bertugas, perlu melakukan tindakan
stabilisasi pada korban terjadinya bencana. Stabilisasi pasien merupakan proses
untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap stabil selama
pertolongan pertama. Stabilisasi kondisi penderita dan merujuknya dengan cepat
dan tepat sangat penting (esensial) dalam menyelamatkan kasus gawat darurat,
tidak peduli jenjang atau tingkat pelayanan kesehatan itu. Kemampuan tempat
pelayanan kesehatan untuk dengan segera memperoleh transportasi bagi pasien
untuk dirujuk ke jenjang yang lebih tinggi amat menentukan keselamatan
kehidupan kasus yang gawat. Tata cara untuk memperoleh transportasi yang
cepat bagi kasus gawat darurat harus ada di setiap tingkat pelayanan kesehatan.
Penanganan untuk stabilisasi pasien dapat disebut juga tindakan ABCD.

6
2.2 Rumusan Masalah
a. Apakah definisi dari stabilisasi ?
b. Apa saja prinsip stabilisasi ?
c. Bagaimana stabilisasi untuk transportasi dilakukan,.?
d. Apa yang dimaksud dengan pembidaian?
e. Bagimana teknik pembidaian dalam stabiliasi?
2.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
tentang Manajemen Bencana yang berkaitan dengan Stabilisasi Pasien
Saat Terjadi Bencana.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi stabilisasi
b. Untuk mengetahui prinsip stabilisasi
c. Untuk mengetahui apa yang dilakukan dalam stabilisasi untuk
tranfortasi
d. Untuk mengetahui apa itu pembidaian
e. Untuk mengetahui teknik pembidaian dalam stabilisasi
2.4 Manfaat
1. Prodi DIV Keperawatan Pontianak

Manfaat penulisan untuk menambah literature dan daftar pustaka.

2. Penulis
Manfaat penulisan untuk menambah wawasan mengenai stabilisasi pasien ketika
terjadi bencana dalam manajemen bencana.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stabilisasi


2.1.1. Definisi Stabilisasi
Stabilisasi adalah proses untuk menjaga kondisi dan posisi
penderita/pasien agar tetap stabil selama pertolongan pertama

2.1.2. Prinsip Stabilisasi


1. Menjaga korban supaya tidak banyak bergerak sehubungandengan

keadaan yang dialami

2. Menjaga korban agar pernafasannya tetap stabil

3. Menjaga agar posisi patah tulang yang telah dipasangbidai tidak

berubah

4. Menjaga agar perdarahan tidak bertambah.

5. Menjaga agar tingkat kesadaran korban tidak jatuh padakeadaan

yang lebih buruk lagi

2.5 Stabilisasi Untuk Transportasi

2.3.1. Stabilisasi Airway dan Breathing

Airway patensi semasa pengangkutan adalah penting. Potensi


kompromi saluran pernafasan mesti dijangkakan sebelum pengangkutan
supaya tindakan yang betul boleh diambil untuk memastikan bahawa
saluran udara dilindungi. Melakukan manuver saluran udara dalam
kenderaan pengangkutan, adalah sulit dan sering tidak berjaya.

Intubasi endotrakeal perlu dipertimbangkan dalam mana-mana


pesakit yang mempunyai potensi untuk terjadi pengurangan patensi

8
saluran udara mereka kerana aspirasi, bengkak,atau edema . Ini mungkin
termasuk pesakit dengan terbakar muka atau leher, epiglottitis, patah
tulang muka, atau pesakit dengan LOC diubah. Pesakit yang memerlukan
pengudaraan mekanikal dan sokongan pengalihan penafasan harus
intubated dalam persekitaran yang terkawal sebelum berlepas. Contoh
pesakit-pesakit ini termasuk masalah saraf tunjang yang cedera, pesakit
dengan kecederaan dinding dada, atau pesakit dengan disfungsi
neurologic lain.

Oksigen tambahan perlu dipertimbangkan dan biasanya dianggap


sebagai terapi standard semasa pengangkutan. Semua pesakit yang
diangkut oleh udara adalah berisiko untuk hipoksia, seperti yang
dibincangkan sebelum ini, dan harus dianggap sebagai calon untuk terapi
oksigen. Rajah 1 menunjukkan meramalkan dalam penerbangan PO2
untuk pesakit, berdasarkan hasil gas arteri darah dan ketinggian di mana
pesakit adalah perlu diangkut (ini adalah ketinggian kabin dalam pesawat
bertekanan). Anda akan ambil perhatian bahawa penurunan ketara dalam
status pengoksigenan pesakit berlaku. Malangnya, formula tidak wujud
sebagai berapa banyak peratusan oksigen perlu ditingkatkan untuk
memerangi ini penurunan dalam pengoksigenan. Ahli pasukan
Pengangkutan mesti bergantung kepada penilaian bijak mereka warna,
pesakit refill kapilari, dan ketepuan oksigen keputusan untuk
menentukan bagaimana pesakit bertolak ansur pengangkutan.

9
penempatan tiub dada boleh dicapai sebelum pengangkutan untuk
nyahmampat pneumothorax. Pesakit yang sedang diangkut oleh
kenderaan udara akan mempunyai pengembangan pneumothorax itu jika
ia tidak dirawat sebelum berlepas. Dalam kes pneumothorax an tidak
dapat dikesan, injap berkibar dilampirkan kepada injap sehala boleh
diletakkan untuk mengelakkan decompensation lagi dalam pesakit. Satu
sistem perparitan tertutup perlu dilampirkan kepada tiub dada dan injap
sehala harus berada di tempat untuk mengelakkan komplikasi sengaja
harus mencabut berlaku.

2.3.2. Stabilisasi Hemodinamik

Penyenggaraan tanda-tanda vital dan status sirkulasi adalah


matlamat penstabilan hemodynamic. Pada mulanya, kawalan pendarahan

10
mesti dimulakan oleh resusitasi volume. Bergantung kepada status
pesakit, dua line IVs besar harus dimulakan sebelum pengangkutan;
insersi semasa pengangkutan adalah amat sukar.
Kawalan pendarahan boleh dicapai oleh beberapa kaedah.
Pembalut tekanan boleh digunakan; bagaimanapun, pasukan
pengangkutan mesti memastikan bahawa bekalan pembalut tekanan
adalah mencukupi.
Resusitasi cecair IV boleh dicapai dengan satu atau dua jalur IV.
Hukum Murphy terpakai dalam persekitaran pengangkutan: jika anda
mempunyai hanya satu line IV, ia akan tercabut, jika anda mempunyai
dua IV line kedua-dua mereka akan tetap tinggal masuk. Beg Plastik IV
disyorkan; masalah pengembangan gas tidak terjadi dan, dalam kes
gerakan ketara, botol kaca dengan mudah boleh pecah.
Produk darah boleh diberikan dalam pengangkutan. Penjagaan
ketat perlu diambil untuk mencegah kerosakan darah; suhu sejuk
biasanya mencukupi untuk menjaga darah sejuk sebelum diberikan
kepada pasien.
Pemantauan pengeluaran air kencing adalah salah satu penunjuk
terbaik status cecair pesakit. Kemasukkan kateter akan membantu krew
pengangkutan dengan penilaian yang menerus status volume cairan.
Selain itu, kateter akan melegakan ketidakselesaan pesakit selama waktu
pengangkutan panjang.
Status irama jantung harus kerap dinilai menggunakan monitor
jantung portable. Pemantauan berterusan harus bermula sebelum
pengankutan dan dilakukan terus sepanjang pemindahan.

2.3.3. Stabilisasi CNS

Kemerosotan tahap kesedaran pesakit harus dielakkan semasa


pengangkutan. Banyak stressor sewaktu pengangkutan menyebabkan
kenaikan tekanan intrakranial. Krew pengangkutan harus berwaspada
untuk mengelakkan kejadian ini.

11
Sebelum berlepas, penilaian status neurologic pesakit perlu
dilengkapkan. Menggunakan Skala Koma Glasgow, atau lain-lain skala
penilaian neurologic, boleh membantu dalam menyediakan maklumat
berterusan mengenai keadaan pesakit. Ubat-ubatan, seperti pengurang
volume intracranial, boleh dimulakan dan diteruskan dalam
pengangkutan.

Mana-mana pesakit mengalami seizur harus menerima ubat


antiseizure. Salah satu sebab yang paling biasa daripada aktiviti
prolonged seizur adalah hipoksia;keadaan ini akan menjadi lebih teruk
semasa pengangkutan udara.

Pesakit dengan trauma saraf tunjang dan defisit neurologis


memerlukan perhatian khas semasa pengangkutan untuk mencegah
kemerosotan selanjutnya dalam status neurologic. Langkah berjaga-jaga
tulang belakang harus merangkumi penggunaan backboard dan kolar
serviks keras. Seperti yang dibincangkan, nyeri tekanan adalah satu
komplikasi yang biasa semasa pengangkutan panjang dan penjagaan
perlu diambil untuk melindungi semua prominen bertulang. Pemberian
ubat methylprednisolone atau serupa bagi kecederaan saraf tunjang
adalah diperlukan dan harus dimulakan dan kemudiannya diteruskan
sepanjang pengangkutan.

2.3.4. Stabilisasi Pasien dengan Cedera Muskuloskeletal

Penjagaan dalam pengangkutan pesakit dengan kecederaan otot


harus merangkumi immobilisasi bahagian tulang patah, penjagaan luka,
dan pemberian ubat-ubatan yang benar seperti yang diperintahkan atau
dikehendaki.

Splint yang sesuai perlu digunakan sebelum berlepas. Sepanjang


pengangkutan, penilaian kerap denyutan nadi distal bahagain ekstremitas
yang luka harus dilakukan. Splint udara dan pakaian antishock

12
pneumatik perlu dipantau untuk kesan pengembangan gas dan perubahan
dalam suhu atmosfera. Splint cengkaman boleh digunakan; penggunaan
pemberat cengkaman umumnya dielakkan kerana pemberat boleh
menimbulkan bahaya semasa pergerakan yang tidak dijangka.

Penjagaan luka yang meluas tidak mungkin dapat dilakukan


dalam persekitaran pengangkutan. Krew pengangkutan mesti bertindak
untuk memelihara integriti luka dan mencegah infeksi lanjut. Luka harus
dibalut dan balutan diperkukuh seperti yang diperlukan.

Pesakit yang memerlukan pemindahan bagi reimplantation


anggota tubuh memerlukan penjagaan khas. Bahagian yang dipotong
mesti dipelihara dengan pembalut plastic dengan bahagian dalam yang
terdapat kain kasa lembab dan diletakkan ke dalam beg plastik. Beg
plastik kemudian harus diletakkan ke dalam bekas plastik, seperti
lembangan emesis atau sampel air kencing dalam cawan. Bekas ini harus
diletakkan di atas ais dalam penyejuk. Bahagian yang terputus tidak
dibenarkan untuk membeku kerana kemusnahan tisu boleh berlaku,
mencegah reimplantation.

Luka bakar yang menyebabkan gangguan integriti tisu


memerlukan perhatian khas. Risiko infeksi besar dan tindakan mesti
diambil untuk mengurangkan risiko ini.

2.3.5. Stablilisasi Pendarahan

1. Pengertian
Bahasa Inggris: hemorrhage, exsanguination; Bahasa Latin:
exsanguinātus. Merupakan istilah kedokteran yang digunakan
untuk menjelaskan ekstravasasi atau keluarnya darah dari
tempatnya semula yaitu pembuluh darah ( Wikipedia )

13
2. Jenis pendarahan
a. Perdarahan luar (terbuka), bila kulit juga cedera sehingga
darah bisa keluar dari tubuh dan terlihat ada di luar tubuh.
b. Perdarahan dalam (tertutup), jika kulit tidak rusak
sehingga darah tidak bisa mengalir langsung keluar tubuh.
3. Penyebab

a. Perdarahan luar : luka tusuk, lecet, tembak, kecelakaan,


luka jatuh, dll
b. Perdarahan dalam : infeksi / luka pd lambung, hati atau
organ2 lainnya, trauma

4. Penanganan
Perlindungan terhadap infeksi pada penanganan perdarahan :

a. Pakai APD agar tidak terkena darah atau cairan tubuh


korban.
b. Jangan menyentuh mulut, hidung, mata, makanan sewaktu
memberi perawatan
c. Cucilah tangan segera setelah selesai merawat
d. Dekontaminasi atau buang bahan yang sudah ternoda
dengan darah atau cairan tubuh korban.

5. Pada perdarahan besar:

a. Tenangkan penderita agar tidak terlalu banyak bergerak.


b. Baringkan penderita. Usahakan bagian tubuh yang terluka
dalam posisi yang lebih tinggi dari tubuhnya. Dengan
demikian aliran darah ke tubuh yang terluka akan mengalir
lebih lambat.
c. Jangan buang waktu mencari penutup luka
d. Tekan langsung dengan tangan (sebaiknya menggunakan
sarung tangan) atau dengan bahan lain.

14
e. Bila pada luka terdapat potongan kaca
f. Tekan bagian bawah dan atas luka.
g. Jangan tekan langsung pada lukanya
h. Pertahankan dan tekan cukup kuat.
i. Bila perdarahan berhenti jangan bersihkan darah-darah
yang mengering pada permukaan luka. Darah yang
mengering merupakan reaksi alami tubuh untuk mencegah
perdarahan lebih lanjut.
j. Pasang pembalutan penekan
k. Setelah itu segera panggil dokter atau bawa ke rumah sakit

6. Pada perdarahan ringan atau terkendali:

a. Gunakan tekanan langsung dengan penutup luka


b. Tekan sampai perdarahan terkendali
c. Pertahankan penutup luka dan balut
d. Sebaiknya jangan melepas penutup luka atau balutan
pertama

7. Bila terjadi perdarahan di hidung atau mimisan

a. Dudukkan penderita. Bisa juga dalam posisi berdiri


(jangan dibaringkan).
b. Tundukkan kepala penderita sedikit ke depan taruh
kompres dingin di leher bagian belakang.
c. Usahakan untuk sering mengganti kompres sehingga
bagian belakang leher tetap dingin.
d. Kompres panas justru akan memperbanyak perdarahan.
e. Biasanya perdarahan akan berhenti setelah 4-5 menit.

8. Perdarahan dalam atau curiga ada perdarahan dalam :


a. Baringkan dan istirahatkan penderita
b. Buka jalan napas dan pertahankan

15
c. Periksa berkala pernapasan dan denyut nadi
d. Jangan beri makan dan minum
e. Rawatlah cedera berat lainnya bila ada
f. Segera rujuk ke fasilitas kesehatan

2.6 Pembidaian
Pembidaian adalah Suatu cara pertolongan pertama pada cedera/ trauma sistim
muskuloskeletal untuk mengistirahatkan ( immobilisasi) bagian tubuh kita yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.
Tujuan pembidaian:
- Untuk mencegah gerakan fragmen patah tulang atau sendi yang mengalami
dislokasi
- Untuk meminimalisasi / mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar
tulang yang
patah
- Untuk mengurangi perdarahan & bengkak yang timbul
- Untuk mencegah terjadinya syok
- Untuk mengurangi nyeri
Jenis Pembidaian
a. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara
- Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit
- Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
- Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang
lebih
berat
- Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar
pembidaian
b. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif
- Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
- Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi
- Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan (gips, dll)

16
- Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih
Prinsip pembidaian
1. Lakukan pembidaian di mana anggota badan mengalami cedera (korban
jangan
dipindahkan sebelum dibidai). Korban dengan dugaan fraktur lebih aman
dipindahkan ke
tandu medis darurat setelah dilakukan tindakan perawatan luka, pembalutan dan
pembidaian.
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu
harus dipastikan
dulu ada tidaknya patah tulang. Kemungkinan fraktur harus selalu dipikirkan
setiap terjadi
kecelakaan akibat benturan yang keras. Apabila ada keraguan, perlakukan
sebagai fraktur.
Tanda dan gejala patah tulang:
- Adanya tanda ruda paksa pada bagian tubuh yang diduga terjadi patah tulang:
pembengkakan, memar, rasa nyeri.
- Nyeri sumbu: apabila diberi tekanan yang arahnya sejajar dengan tulang yang
patah
akan memberikan nyeri yang hebat pada penderita.
- Deformitas: apabila dibandingkan dengan bagian tulang yang sehat terlihat
tidak sama
bentuk dan panjangnya.
- Bagian tulang yang patah tidak dapat berfungsi dengan baik atau sama sekali
tidak
dapat digunakan lagi.
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan.
Prinsip umum dalam tindakan pembidaian
- Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah
fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah
dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah

17
mengalami fraktur, maka bidai harus bisa mengimobilisasi pergelangan
kaki maupun lutut.
- Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur
maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai
memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka
pembidaian dilakukan apa adanya.
Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di
bagian proksimal dan distal.
- Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu
dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan
tarikan terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan
peningkatan rasa nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika
anda telah berhasil melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan
sebelum ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan
baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat menyebabkan
tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk mencederai saraf
atau pembuluh darah.
- Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai
terutama pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll),
yang sekaligus untuk mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.
- Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di
bagian yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada
bidai, yakni pada beberapa titik yang berada pada posisi :
a. superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
b. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
c. inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
d. diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
- Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau
peregangan pada bagian yang cedera.

18
- Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
- Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam
tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang
sesuai untuk membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat
dilindungi dengan merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang
tidak terluka. Demikian pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan
merekatkan pada jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
- Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu
dibungkus dengan perban elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk
melepaskan kantong es secara berkala untuk mencegah “cold injury”
pada jaringan lunak. Secara umum, es tidak boleh ditempelkan secara
terus menerus lebih dari 10 menit. Ekstremitas yang mengalami cedera
sebaiknya sedikit ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi
pembengkakan.
Prosedur Pembidaian
1. Siapkan alat-alat selengkapnya
2. Apabila penderita mengalami fraktur terbuka, hentikan perdarahan dan rawat
lukanya
dengan cara menutup dengan kasa steril dan membalutnya.
3. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang,
diukur dahulu
pada sendi yang sehat.
4. Bidai dibalut dengan pembalut sebelum digunakan. Memakai bantalan di
antara bagian
yang patah agar tidak terjadi kerusakan jaringan kulit, pembuluh darah, atau
penekanan
syaraf, terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolan tulang.
5. Mengikat bidai dengan pengikat kain (dapat kain, baju, kopel, dll) dimulai
dari sebelah
atas dan bawah fraktur. Tiap ikatan tidak boleh menyilang tepat di atas bagian
fraktur.

19
Simpul ikatan jatuh pada permukaan bidainya, tidak pada permukaan anggota
tubuh yang
dibidai.
6. Ikatan jangan terlalu keras atau kendor. Ikatan harus cukup jumlahnya agar
secara
keseluruhan bagian tubuh yang patah tidak bergerak.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.
8. Sepatu, gelang, jam tangan dan alat pengikat perlu dilepas.
Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera
a. Fraktur cranium dan tulang wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada
tempat
yang dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya fraktur
tulang
belakang, sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang belakang. Ada
beberapa bidai
khusus yang digunakan untuk fiksasi fraktur tulang wajah (bersifat bidai
definitif), namun
tidak dibahas pada sesi ini karena biasanya dilakukan oleh para ahli.
b. Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan.
Pembalutan
dilakukan dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan kepala.
Pembalutan
dianggap efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher.
Jika tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan cervical Collar
c. Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif
yaitu dengan
“ransel bandage” (lihat gambar 2). Pembebatan yang efektif akan berfungsi
untuk traksi

20
dan fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu kembali pada
posisi yang
seanatomis mungkin, sehingga memungkinkan penyembuhan fraktur dengan
hasil yang
cukup baik.
d. Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk
mencegah bagian
patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan
sebagai
pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam perjalanan ke
rumah sakit
adalah memasang bantalan dan balutan lembut pada dinding dada, memasang
sling untuk
merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera sedemikian sehingga
menempel
secara nyaman pada dada.
e. Lengan atas
- Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi
siku
membentuk sudut 90%, dengan cara :
- Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak
dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk sudut
10°).
ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan
sisipkan di
sisi siku.

21
- Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada
bagian sisi
lateral dinding thoraks.
- Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yang
mengalami fraktur.
- Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax
(pada sisi
medial).
- Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan
kain yang lebar.
f. Lengan bawah
- Imobilisasi lengan yang mengalami cedera
- Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
siku
sampai ujung telapak tangan
- Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera
- Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi membuat
sudut 90°
terhadap lengan atas. Lakukan penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati.
- Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan agar
berada
dalam posisi fungsional
- Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel
antara siku
sampai ujung jari
- Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa
pergelangan
tangan sudah terimobilisasi
- Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai

22
- Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian,
untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
- Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara :
Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak
dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan
bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira membentuk sudut
10°).
ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan
sisipkan di
sisi siku.
g. Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan
Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni
posisi yang
senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti sedang
menggenggam
sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang lain dapat
diletakkan
pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
h. Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan
merekatkan
pada jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting)
i. tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai
menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine
board.
j. Fraktur Panggul

23
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia
tua
terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap
mengalami
fraktur. Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau ditemukan
pemendekan
dan atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral).
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul harus
menggunakan tandu.
Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan merapatkan pada tungkai
yang tidak
cedera sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi untuk mengurangi
rasa nyeri,
jika perjalanan menuju rumah sakit cukup jauh, dan terdapat orang yang bisa
menggantikan anda saat anda sudah kelelahan.
k. Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai
dengan di
bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit,
dan resiko
untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali lebih besar.
Sebaiknya
jangan mencoba untuk melakukan traksi pada cedera tungkai kecuali jika orang
yang
membantu pembidaian telah siap untuk memasang bidai.
l. Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai dengan
pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan pantat.
m. Tungkai bawah
1. Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri dan
mencegah

24
timbulnya kerusakan yang lebih berat
2. Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
telapak tangan
sampai dengan diatas lutut.
3. Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai
4. Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus
5. Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam posisi
memanjang
antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki
6. Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan bidai yang
dipasang
di sisi bawah tungkai
7. Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur. Pastikan bahwa
lutut dan
pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik
8. Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
9. Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian,
untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat
n. Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
1. Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup dengan
menggunakan
pembalutan. Gunakan pola “figure of eight”: Dimulai dari sisi bawah kaki,
melalui sisi
atas kaki, mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang melalui sisi atas kaki,
kesisi bawah
kaki, dan demikian seterusnya.
2. Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan sisi lateral
pergelangan
kaki untuk mencegah pergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan
imobilisasi

25
pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu dijaga pada sudut yang benar.
o. Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya dibantu dengan
merekatkan jari
yang cedera pada jari di sebelahnya.
Transportasi adalah proses usaha untuk memindahkan dari tempat satu ke tempat
lain
tanpa atau mempergunakan alat. Tergantung situasi dan kondisi di lapangan.
Hal yang harus diperhatikan:
- Pasien tetap selamat sampai tujuan, kondisi tidak makin buruk
- Cara mengangkat begini merusak tulang belakang yang cedera
- Pertahankan posisi korban tetap datar selama diangkut
Persiapan Transportasi:
- Penderita
- Tempat Tujuan
- Sarana Alat Personil
Penilaian Lain Pindah Kondisi “Stabil”
- A – Airway (jalan napas)
- B – Breathing (pernapasan)
- C – Circulation (aliran darah)
- D – Disability (kesadaran)
Mengangkat yang aman
- Digunakan otot yang kuat antara lain : otot paha,otot pinggul dan otot bahu
- Ikuti cara-cara berikut :
- Pikirkan cara masak-masak sebelum mengangkat korban
- Berdiri sedekat mungkin dengan pasien atau alat-alat angkat
- Pusatkan kekuatan pada lutut
- Atur punggung tegak namun tidak kaku
- Gunakan kaki untuk menopang tenaga yang diperlukan
- Selanjutnya bergeraklah secara halus
Aturan dalam penanganan dan pemindahan korban:

26
- Pemindahan korban dilakukan apabila diperlukan betul dan tidak
membahayakan
penolong
- Terangkan kepada korban secara jelas tentang apa yang akan dilakukan
sehingga korban
kooperatif
- Libatkan penolong lain. Yakinkan penolong lain mengerti apa yang akan
dikerjakan
- Pertolongan pemindahan korban dibawah satu komando agar dapat dikerjakan
bersamaan
- Pakailah cara mengangkat korban dengan benar
- Perlengkapan Pertolongan Pertama
- Jangan melepaskan stabilisasi manual pada tulang yang cedera sampai
pembidaian
sempurna dilakukan
- Jangan coba-coba mereposisi atau menekan fragmen tulang yang keluar
kembali
ketempat semula
- Expose / buka pakaian yang menutupi tulang yang patah sebelum memasang
bidai
- Lakukan balut tekan pada fraktur terbuka sebelum memasang bidai
- Bidai harus melewati sendi proksimal dan sendi distal dari tulang yang patah
- Bila sendi yang cedera ,lakukan pembidaian pada tulang proksimal & distal
- Bila ekstremitas sangat bengkak, cynnotik , nadi distal tak teraba ? realignment
deformitas dengan melakukan tarikan (Gentle traction) sebelum memasang bidai
- Berikan padding ( Bantalan ) pada tulang yang menonjol
- Lakukan penilaian nadi, sensasi & Gerakan distal

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada saat terjadi bencana, pasti terjadi banyak sekali korban yang
berjatuhan, maka dari itu sebagai tenaga medis yang bertugas, perlu melakukan
tindakan stabilisasi pada korban terjadinya bencana. Stabilisasi pasien
merupakan proses untuk menjaga kondisi dan posisi penderita/ pasien agar tetap
stabil selama pertolongan pertama. Pembidaian adalah Suatu cara pertolongan
pertama pada cedera/ trauma sistim muskuloskeletal untuk mengistirahatkan
(immobilisasi) bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan
suatu alat.

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini kami buat, tentunya masih banyak kekurangan


dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun bagi para pembacanya sebagai kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan makalah-makalah
selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca dan terkhusus buat kami. Amin.

28
DAFTAR PUSTAKA

Fannanie, Zaky. 2016. Stabilisasi dan Transportasi. Diunduh pada tanggal 4 September
2020 pukul 13:00 WIB dalam https://id.scribd.com/doc/113352105/Stabilisasi-
Dan-Transportasi.

Alvarino. 2017. Stabilisasi dan Transportasi (Rujukan) Pasien Gawat Darurat.


Diunduh pada tanggal 4 September 2020 pukul 13:05 dalam
https://kupdf.net/download/stabilisasi-dan-transportasi-rujukan-pasien-gawat-darurat-
dr-alvarino-spbu_59817b1bdc0d60293d2bb17e_pdf.

Kurniati, Amelia. 2017. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana. Elsevier:


Singapura.

Setyo, Rini. 2019. Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat. UB Press: Malang.

29

Anda mungkin juga menyukai