Anda di halaman 1dari 30

Case report

Chronic Heart Failure

Oleh:

Iga Afifah Rahmadini, S.ked

Npm. 19360114

Preseptor :
dr. Silman Hadori, Sp.Rad., MH.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipresentasikan laporan kasus yang berjudul

Chronic Heart Failure

Penyaji, Preseptor,

(Iga Afifah Rahmadini, S.Ked.) (dr. Silman Hadori, Sp.Rad., MH.Kes.)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI RS PERTAMINA BINTANG AMIN
BANDAR LAMPUNG
2021
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI PASIEN
No. RM : 15.28.93
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 05-02-1957
Umur : 64 tahun
Status perkawinan :
Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Komplek Negeri Besar RT/RW : 200/200, Way
Kanan.

Masuk IGD RSPBA : Sabtu, 19/04/2021, pukul 08.37 WIB


Masuk Rawat Inap : Sabtu, 19/04/2021, pukul 13.50 WIB

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama
Sesak sejak ± 1 bulan yang lalu
Keluhan tambahan
Keringat dingin (+), mudah lelah (+), nyeri ulu hati (+),mual dan muntah
(+), Pusing (+), tidak ada bengkak dikedua tungkai, BAK dan BAB lancar.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSPBA diantar oleh keluarga dengan keluhan Sesak
yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Sesak memberat ± 3 hari sebelum
masuk Rumah sakit. Sesak yang dirasakan hilang timbul dan sesak
memberat saat pasien beraktivitas dan berjalan kurang lebih 50 meter,
sesak akan membaik dengan istirahat dengan posisi setengah duduk.
Keluhan disertai nyeri dada (+), lemas (+), Batuk tidak berdahak sejak 1
bulan (+),Tidak ada riwayat batuk darah. Tidak dipengaruhi cuaca.
Demam sejak 2 minggu yang lalu (+).
mual dan muntah (-), nafsu makan banyak, BAK dan BAB normal.
Penurunan berat badan (+). Bengkak pada tungkai (-). Riwayat merokok
(+) sejak sma. Riwayat penyakit hipertensi (+). Riwayat alergi obat tidak
ada.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit sebelumnya pernah mengalami typhoid dan


hipertensi. Asma disangkal, riwayat sakit ginjal disangkal, penyakit jantung
sebelumnya tidak ada. Riwayat OAT tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa.


Riwayat darah tinggi, kencing manis, sakit jantung pada keluarga
disangkal.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum pernah berobat ke dokter dengan keluhan yang sama

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaan

Pasien bekerja sebagai petani, aktivitas fisik berat. Pasien


menggunakan jaminan kesehatan BPJS.

III. PEMERIKSAAN
FISIK Pemeriksaan
Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit
sedang Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign N : 90x / menit
TD : 150/90 RR : 22x / menit
mmHg S : 36,5
°C
BB : 72 kg
Tinggi badan : 158 cm
IMT : 30,7
Pemeriksaan Head to toe
Kepala : Simetris, tidak ada hematoma
Mata : Konjungtiva normal, sklera ikterik (-), pupil isokor
Telinga : Tidak ada kelainan kanan dan kiri
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut/Tenggorokan : Tidak ada kelainan
Leher : Simetris, JVP normal
KGB : Tidak ada kelainan
Paru :
 Inspeksi : Bentuk dada simetris, gerak pernafasan simetris
 Palpasi : Vocal fremitus menurun pada paru kanan/kiri
 Perkusi : Sonor (+/+) / Redup (-/+)
 Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler melemah disertai
Ronkhi kasar (+) di kedua basal paru
Jantung :

 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung ICS II, kanan 1 jari lateral linea
parasternalis dextra, kiri linea axilaris anterior sinistra
 Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur sistolik (+), gallop (+)

Abdomen :
 Inspeksi : Permukaan agak cembung, distensi (+)
 Auskultasi : Bunyi peristaltik (+).
 Palpasi: NT (-), MT (-), Hepatomegali (+) di hipokondriaka dextra,
Splenomegali (-),
 Perkusi : thympani, ascites (-)

Extremitas Atas : akral hangat, palmar eritema tidak ada, gerakan sendi
kesegala arah, tremor (-), reflek fisiologis normal,
kekuatan otot 5/5, reflek patologis tidak ada
Extremitas bawah : Kedua tungkai tampak simetris,
edema tungkai (-), reflek fisiologis (+) (5/5), reflek
patologis (-),
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (19 April 2021)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Keterangan

HEMATOLOGI

Lk: 14-18
Hemoglobin 12,6 g/dL ↓
Wn: 12-16
Lk: 50-54
Hematokrit 38 % ↓
Wn: 38-47
Lk: 4,6-6,2
Eritrosit 4,2 106/µL ↓
Wn: 4,2-6,4
MCV 90 80-96 fL N

MCH 30 27-31 Pg N

MCHC 33 32-36 mg/dL N

Trombosit 470.000 159.000-400.000 µL ↑

Leukosit 6.6000 4.500-10.700 µL N

Hit.Jenis Leukosit Basofil 0 0-1 % N

Hit.Jenis Leukosit
0 0-3 % N
Eosinofil

Hit.Jenis Leukosit Batang 1 2-6 % ↓

Hit.Jenis Leukosit
53 50-70 % N
Segmen
Hit.Jenis Leukosit
34 20-40 % N
Limfosit
Hit.Jenis Leukosit
12 2-8 %
Monosit
ALC (Absolut
2.244 < 1500/ul ↑
Lymphocyte Count)
NLR (Neutrophil
1,59 >3,13 ↓
Lymphocyte Ratio)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Ket

KIMIA DARAH
Gula arah Sewaktu 92 <200 mg/dl N

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan Ket

IMUNOLAGI
Tubex TF Positif (+6)

Pemeriksaan EKG (03 April 2021)

Kesan : abnormal EKG

Pemeriksaan Thorax PA (03 April

2021)
Expertise:

 Posisi trakea agak ke kanan


 Mediastinum superior tidak melebar
 Jantung tampak membesar ke lateral kiri dengan apex tertanam pada
diafragma, pinggang jantung mendatar (CTR>50%)
 Aorta masih tampak normal
 Sinus costophrenicus bilateral tumpul
 Sinus cardiophrenicus bilateral normal
 Diafragma bilateral normal
 Pulmo:
- Hilus kanan dan kiri normal
- Corakan bronkovaskular bertambah
- Tampak bayangan opak homogen di hemithorax kanan dan kiri
tengah sampai bawah lateral
- Tidak tampak perbercakan lunak
- Kranialisasi (-)
 Skeletal: Scoliosis vertebra thoracalis

Kesan:
 Kardiomegali (LV) tanpa bendungan paru
 Radiografi Thorax PA saat ini menunjukkan adanya Lamellated effusi
pleura bilateral, perlu dipertimbangkan (bagaimana klinis?)
 Scoliosis vertebra thoracalis

V. RESUME

Pasien datang ke IGD RSPBA dengan keluhan Sesak yang dirasakan


sejak 1 bulan yang lalu. Sesak memberat ± 3 hari sebelum masuk Rumah
sakit. Sesak yang dirasakan hilang timbul dan sesak memberat saat pasien
beraktivitas dan berjalan kurang lebih 50 meter, sesak akan membaik dengan
istirahat dengan posisi setengah duduk. Keluhan disertai nyeri dada (+),
lemas (+), Batuk tidak berdahak sejak 1 bulan (+),Tidak ada riwayat batuk
darah. Tidak dipengaruhi cuaca. Demam sejak 2 minggu yang lalu (+). mual
dan muntah (-), nafsu makan banyak, BAK dan BAB normal. Penurunan
berat badan (+). Bengkak pada tungkai (-). Riwayat merokok (+) sejak sma.
Riwayat penyakit hipertensi (+). Riwayat alergi obat tidak ada.
Pemeriksaan Fisik umum didapatkan umum tampak sakit sedang
dengan Tekanan darah: 150/90 mmHg, RR: 90x/menit. Pada pemeriksaan
leher didapatkan JVP normal. Pemeriksaan paru didapatkan Inspeksi :
Bentuk dada simetris, gerak pernafasan simetris, Palpasi : Vocal fremitus
menurun pada paru kanan/kiri, Perkusi : Sonor (+/+) / Redup (-/+),
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler melemah disertai Ronkhi kasar (+)
di kedua basal paru, batas jantung ICS II, kanan 1 jari lateral linea
parasternalis dextra, kiri linea axilaris anterior sinistra, BJ I dan II normal,
murmur sistolik (+), gallop (+). Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
Inspeksi : Permukaan agak cembung, distensi (+), Auskultasi : Bunyi
peristaltik (+). Palpasi : Hepatomegali (+).
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan Hemoglobin 12,6 mg/dl, ALC:
2.244, NLR: 1,59, GDS: 92 mg/dl, Tubex TF : +6.
Pada pemeriksaan EKG, kesan terdapat ST elevasi pada V2, V3. Dan
pada pemeriksaan Thorax PA didapatkan kesan kardiomegali (LV) tanpa
bendungan paru dan adanya Lamellated effusi pleura bilateral dan Scoliosis
vertebra thoracalis.

VI. Diagnosa Banding


Infark Miokard
Bronkopneumonia
Edema Paru Akut

VII. Diagnosa Kerja


Chronic Heart Failure + TF

VIII. TATALAKSANA

 IVFD DS% x tpm

 Amlodipin 1x10 mg/oral

 PCT 4x650 mg/oral

 Ceftriaxone 2 g/hari/iv

 OMZ oral

 Ondansentron 2x4 mg/iv


IX. PROGNOSIS
 Quo ad vitam: dubia at malam
 Quo ad functionam: dubia at malam
 Quo ad sanactionam: dubia at malam

Follow Up
Tanggal Waktu Pemeriksaan
20/04 2021 10.15 S : Os mengeluh sesak di ulu hati,
mual, pusing dan demam
O : Kesadaran: Composmentis
GCS: 15, TD 130/80 mmHg.
HR:90 x/m. RR 20 x/m. T
36,3oC. Tubex +6
GDS: 92
A : CHF ec CAD + Thypoid
Fever

P:
 IVFD DS% x tpm
 Amlodipin 1x10 mg/oral
 PCT 4x650 mg/oral
 Ceftriaxone 2 g/hari/iv
 OMZ oral
 Ondansentron 2x4
mg/iv

21/04 2021 09.30 S : Os mengeluh menyesak di ulu


hati berkurang, mual
O : Kesadaran: Composmentis
GCS : 15, TD 130/90 mmHg.
HR:84 x/m. RR 20 x/m. T
36,4oC.

A : CHF ec CAD
P:
 IVFD DS % 10 tpm
 Amlodipin 1x10 mg/oral
 PCT 4/650 mg/oral
 Ceftriaxone 2gr + NS 100
cc
 OMZ oral
 Ondansetron 2x4 mg /iv
 CPG oral
 Simvastatin 20mg
 Concor 2,5 mg
 Ramipril 2,5 mg
 Gabapentin 2x100
mg
 ISDN 1 tab SL
K/P jika menyesak
berulang.
23/04/2021 13.00 S: Pasien pulang
O: Kesadaran Composmentis,
GCS : 15, TD 130/90 mmHg.
HR:84 x/m. RR 25 x/m. T
36,5oC

A: CHF ec CAD
P:
 IVFD DS % 10 tpm
 Amlodipin 1x10 mg/oral
 PCT 4/650 mg/oral
 Ceftriaxone 2gr + NS 100
cc
 OMZ oral
 Ondansetron 2x4 mg /iv
 CPG oral
 Simvastatin 20mg
 Concor 2,5 mg
 Ramipril 2,5 mg
 Gabapentin 2x100
mg
 ISDN 1 tab SL
K/P jika menyesak
berulang.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Anatomi Jantung

Gambar 1. Anatomi Jantung5

Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip


piramid dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Basis kordis
dihubungkan dengan pembuluh-pembuluh darah besar, meskipun demikian
tetap terletak bebas di dalam perikardium. Batas kanan jantung dibentuk
oleh atrium kanan, batas kiri oleh auricula kiri dan di bawah oleh ventrikel
kiri. Batas bawah terutama dibentuk oleh ventrikel kanan tetapi juga oleh
atrium kanan dan apex oleh ventrikel kiri.5
Jantung dibagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Jantung mendapatkan darah dari arteri
coronaria kanan dan kiri, yang berasal dari aorta asendens tepat diatas valva
aorta. Arteri coronaria dan cabang-cabang utamanya terdapat dipermukaan
jantung, terletak di dalam jaringan ikat subepicardial.3
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari
jantung terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrio-ventrikuler dan katup
semiluner.:5
a. Katup semiluner
 Katup aorta terletak di sela iga 2 linea parasternal kanan
 Katup pulmonal terletak di sela iga ke 2 linea parasternal kiri
b. Katup Atrioventrikuler:
 Katup tricuspid terlrtak di sela iga ke 4 linea parasternal kiri
 Katup mitral/bicuspid/apeks/ictus cordis terletak di sela iga ke 4
linea midclavicula kiri
Ada dua jalur besar sirkulasi, yaitu sirkulasi pulmonal dan sistemik
sebagai berikut :
1) Sirkulasi pulmonal : ventrikel kanan → arteri pulmonalis → kapiler
pulmonalis (pertukaran gas) → vena pulmonalis → atrium kiri.
2) Sirkulasi sistemik : atrium kiri → aorta → kapiler jaringan tubuh →
vena kava superior dan inferior → atrium kanan.3

B. ANATOMI PARU

Gambar 2. Anatomi Paru 5


Paru-paru terletak di kedua sisi jantung dalam rongga dada dan
dilindungi secara melingkar oleh rongga yang dibentuk oleh rangka iga.
Pada anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya
usia paru menjadi gelap dan berbintik-bintik.5
Pulmo kanan sedikit lebih besar dari pulmo kiri. Pulmo kanan dibagi
oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonal kanan menjadi tiga
lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Pulmo kiri
dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobur
superior dan lobus inferior. Pada pulmo kiri tidak ada fissura horizontalis.5
Bronkus, jaringan ikat paru, dan pleura viseralis menerima darah dari
arteri bronkialis yang merupakan cabang aorta desendens. Vena bronkialis
(yang berhubungan dengan vena pulmonalis) mengalirkan darahnya ke vena
azygos dan vena hemiazygos.5
C. Definisi
Gagal jantung merupakan sindrom klinik yang bersifat kompleks, dapat
berakibat dari gangguan pada fungsi miokard (fungsi sistolik dan diastolik),
penyakit katup ataupun perikard, atau hal-hal yang dapat membuat
gangguan pada aliran darah dengan adanya retensi cairan, biasanya tampak
sebagai kongesti paru, edema perifer, dispnu, dan cepat lelah.8

D. Faktor Resiko
Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah:3
a. penyakit arteri koroner
b. penyakit jantung iskemik.
c. Kardiomiopati
d. Usia
e. Aritmia
f. gagal ginjal,
g. diabetes
h. penyakit katup jantung.
i. disritmia,
j. infeksi sistemik dan infeksi paru-paru,
k. emboli paru.

E. Etiologi
a) Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi3
 Meningkatkan beban awal
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban akhir
meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan
hipertensi sistemik.
 Meningkatkan beban akhir
Beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta
dan hipertensi sistemik.
 Menurunkan kontraktilitas miokardium.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium
dan kardiomiopati.
b) Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis
katup atrioventrikularis)

F. Klasifikasi
Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantungberdasarkan gambaran umum yang
mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan:8
a. Gagal jantung akut (acute heart failure) secara garis besar sama dengan
gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan mempertahankan curah
jantung yang terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk
terjadinya mekanisme kompensasi dan gambaran klinisnya didominasi
oleh edema paru akut. Paling sering didahului gagal jantung sebelah
kanan.6
1. Kongesti pulmonal ; dispnoe, batuk, keletihan, takikardia dengan
bunyi jantung S3,
2. ansietas, gelisah
3. Paroximal Nocturnal Dispnu (PND)
4. Batuk mungkin kering dan tak produktif, tetapi lebih sering basah
b. Gagal jantung kronis (chronic heart failure) secara garis besar sama
dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara bertahap,
gejala dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang
menunjukkan mekanisme kompensasi.6
1. Kongesti jaringan perifer dan viseral adalah predominan
2. Edema ekstremitas bawah, biasanya edema pitting, hepatomegali,
penambahan berat badan
3. Distensi vena leher, asites, anoreksia, mual
4. Nokturia dan kelemahan.

G. Patofisiologi
1. Mekanisme Dasar1,3
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.3
Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh
darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan
transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema
interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru. Tekanan arteri paru-
paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru.6
Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan
kongesti sistemik.4
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dan katup-katup trikuspidalis atau
mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris
dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.4

2. Mekanisme Kompensasi Pada Gagal Jantung


1) Mekanisme Frank-Starling
Setiap beban awal, isi sekuncup menurun dibandingkan dengan normal
dan setiap kenaikan isi sekuncup pada gagal jantung menuntut kenaikan
volume akhir diastolik lebih tinggi dibandingkan normal.3
2) Hipertrofi Ventrikel
Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik
akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi
Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus menerus
merangsang pertumbuhan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa
ventrikel. Kompensasi ini harus diikuti oleh tekanan diastolik ventrikel
yang lebih tinggi dari normal dengan demikian tekanan atrium kiri juga
meningkat, akibat peninggian kekakuan dinding yang mengalami
hipertrofi.6
3) Aktifasi Neurohormonal
Perangsangan neurohormonal mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim
renin-angiotensin, peningkatan produksi hormon antidiuretik. Mekanisme
ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh sistemik, sehingga
mengurangi setiap penurunan tekanan darah. Selanjutnya semua ini
menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya bermanfaat
meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri,
sehinggamemaksimalkan isi sekuncup.6

H. Manifesasi Klinis
Pada awalnya, gejala hanya muncul pada saat aktivitas fisik, tetapi
dengan semakin beratnya gagal jantung, keluhan fisik dapat muncul pada
aktivitas yang lebih ringan bahkan pada saat istirahat. Klasifikasi fungsional
dari The New York Heart Association (NYHA) digunakan dalam menyatakan
hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:3,8
Kelas I : Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak memiliki keterbatasan
dalam beraktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan, susah
bernafas ataupun palpitasi
Kelas II : Pasien dengan penyakit jantung menyebabkan sedikit keterbatasan
dalam beraktivitas fisik. Adanya aktivitas biasa menyebabkan
kelelahan, palpitasi, sulit bernafas atau angina
Kelas III : Pasien dengan penyakit jantung, terdapat sedikit keterbatasan
dalam beraktivitas fisik. Pasien dalam kondisi nyaman saat istirahat
tetapi jika melakukan aktivitas kecil dapat memicu gejala gagal
ginjal
Kelas IV : Pasien dengan penyakit jantung, gejala gagal jantung tampak
bahkan saat istirahat. Jika melakukan aktivitasfisik maka gejala
gagal jantung memburuk.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan ACC/ AHA (American Heart
Associatian):3,8
A : Beresiko tinggi terjadi gagal jantung namun tanpa penyakit/ kelainan
struktur jantung atau tanpa gejala gagal jantung
B: Terdapat penyakit/kelaianan struktur jantung tanpa disertai tanda dan
gejala gagal jantung
C: Terdapat penyakit/ kelaianan struktur jantung dengan gejala gagal jantung
(saat ini ataupun sebelumnya)
D: Gagal jantung ulangan yang membutuhkan intervensi spesialis

Secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik; tetapi, dengan
bertambah beratnya gagal jantung,:3,6
 Dispnea, atau perasaan sulit bernafas, adalah manifestasi gagal jantung
yang paling umum.
 Ortopnea (atau dispnea saat berbaring)
 Dispnea nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnea,
 PND) atau mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh
 timbulnya edema pant interstisial.
 Batuk nonproduktif
 Timbulnya ronki

I. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung dapat dilakukan dengan dengan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Gejala yang didapatkan pada pasien
dengan gagal jantung antara lain sesak nafas, Edema paru, peningkatan
JVP, hepatomegali, edema tungkai.6
Diagnosis gagal jantung dengan kriteria Framingham yaitu apabila
terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.3,6
Berikut kriteria gagal jantung berdasarkan Framingham Heart Study:
Kriteria Mayor:
1) PND (Paroxysmal Nocturnal Dyspnea)
2) Distensi Vena Leher
3) Ronkhi paru
4) Kardiomegali
5) Edema paru akut
6) Gallop S3
7) Peninggian JVP
8) Refluks
hepatojugular Kriteria
Minor:
1) Edema ekstremitas
2) Batuk malam hari
3) Dispnea d’effort
4) Efusi pleura
5) Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
6) Takikardia (>120 x/menit)

Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG


adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrofi
(LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal
biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada
LV.6
Pada pemeriksaan foto toraks seringkali menunjukkan kardiomegali
(rasio kardiotorasik (CTR) > 50%), terutama bila gagal jantung sudah
kronis. Kardiomegali dapat disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau
kanan, LVH, atau kadang oleh efusi perikard. Derajat kardiomegali tidak
berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri. Elektrokardiografi
memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian besar pasien (80-
90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi LV, gangguan
konduksi, aritmia.6
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan
klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi ventrikel (sistolik dan
diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai dan penyakit
katub jantung dapat disinggirkan.3
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit,
glukosa, tes fungsi hepar, dan urinalisa. Pemeriksaan tambahan lain
dipertimbangkan sesuai gambaran klinis untuk menyinggirkan anemia dan
menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai.3

J. KOMPLIKASI
a. Syok Kardiogenik
Stadium akhir pada disfungsi ventrik kiri atau gagal jantung kronis, terjadi
bila ventrikel kiri mengalami kerusakan luas, otot jantung kehilangan
kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan
perfusi jaringan yang tiddak adekuat ke organ vital
b. Episode Tromboemboli
Kurangnya mbilitas pasien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi
menyertai dalam pembentukan thrombus intrakardial dan intravaskuler.
Begitu meningkatnya katifitas pasien setelah mobilitas lama sebuah trpmbus
dapat terlepas dan terbawa ke otak, ginjal, jantung
c. Aritmia
Pembesaran ruang jantung membuat gangguan kelistrikan jantung seperti
fibrilasi atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi otot jantung tidak mampu
berkontraksi secara normal. Hal tersebut menyebabkan cardiac output dan
resiko pembentukan thrombus ataupun emboli. Jenis aritmia yang sering
dialami oleh pasien CHF adalah ventricular takiaritmia, yang dapat
menyebabkan kematian mendadak.

K. PENATALAKSANAAN
Terapi non Farmakologi.6
a. Pemantauan Berat Badan Mandiri. Pasien harus memantau BB rutin tiap
hari jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter
b. Asupan Cairan
c. Restriksi cairan 900 ml–1,2 liter/hari (sesuai berat badan)
dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai
hiponatremia.
d. Pengurangan berat badan
e. Pengurangan berat badan pasien obesitas dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung.
Terapi Farmakologi untuk gagal jantung kronik.6

Bagan 2.1. Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simtomatik (NYHA fc II-
IV). Disadur dari The Canadian Cardiovascular Society Heart Failure
Companion : Bridging Guidelines to Your Practice 2016.6

L. PROGNOSIS
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas
setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-
50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk
jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala
menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigenmaksimal <
10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin
plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah
mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler,
beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau
bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal
jantung progresif atau penyakit lainnya.3

L. Gambaran Radiologi
1). Gambaran Radioanatomi
 Gambaran Rontgen Thoraks Normal
Rontgen thoraks pada orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang thoraks
termasuk tulang-tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula,
skapula, dan jaringan lunak dinding thoraks. Bentuk thoraks mempunyai
variasi yang sangat luas pada keadaan normal dan bergantung pada umur
dan habitus seseorang.7
Beberapa perhatian yang berkaitan dengan radiologi thoraks normal: 6,7
a. Bayangan hilus
Secara dominan disebabkan oleh arteri pulmonalis, hilus kiri lebih kecil
dan sedikit lebih tinggi dibandingkan hilus kanan.
b. Fisura horizontal
Suatu bayangan ‘garis rambut’ berwarna putih yang memisahkan lobus
kanan atas dan tengah dan meluas sampai hilus kanan, fisura ini tidak
selalu terlihat.
c. Bayangan jantung
Atrium kanan terlihat sedikit disebelah kanan tulang belakang torakal.
Batas inferior dibentuk oleh ventrikel kanan dan batas kiri oleh
ventrikel kiri. di. Diafragma kanan biasanya lebih tinggi dibandingkan
sisi kiri, walau kadang-kadang dapat terjadi sebaliknya.
e. Trakea
Berada pada garis tengah dengan bifurkasio setinggi T6. Trakea
mengalami deviasi sedikit ke kanan setinggi tonjolan aorta.
f. Lapangan paru
Arteri intrapulmonal menyebar dari hilus pulmonal dan semakin
mengecil menuju perifer memberikan sebagian besar gambaran paru,
dengan komponen yang lebih kecil dari vena pulmonalis. Paru kanan us
dibagi menjadi tiga lobus lobus atas, lobus tengah yang kecil, dan lobus
bawah. Paru kiri memiliki dua lobus, bagian atas (lingula) dan bagian
bawah.

2) Gambaran Radipatologis
Gagal jantung akan menyebabkan perubahan pada bentuk jantung yang
membesar sebagai berikut : 1,2
1. Proyeksi PA : Akan terlihat batas kanan jantung menonjol dan batas kiri
jantung mencembung karena pembesaran atrium kiri. Bronkus utama kiri
terangkat.
2. Proyeksi Lateral : Pada proyeksi ini dengan menggunakan kontras
tampak pembesaran atrium kiri yang mendorong esofagus 1/3 tengah
ventrikel kiri di bagian bawah belakang, tidak melewati vena cava
inferior.
3. P royeksi Oblik Kanan dan Kiri Depan : Posisi ini tidak begitu membantu
untuk diagnosis gagal jantung.
Karena terjadi peningkatan volume darah, perubahan pada pembuluh
darah baik arteri dan vena menjadi lebih menonjol terutama arteri. Dengan
ujung pembuluh yang berdekatan dengan hilus menjadi lebih terlihat, dan
pembuluh distal memanjang keluar ke perifer paru.7
Hemosiderosis merupakan gambaran radiologi dari gagal jantung, yang
berarti pecahnya pembuluh darah. Karena peningkatan dari volume darah,
pembuluh darah kapiler akan dilatasi dan bisa pecah atau hemorage.
Akibatnya besi bebas akan terkumpul pada daerah interstitial jaringan yang
akan tampak sebagai bayangan nodul pada radiograf.6,7
Edema paru terjadi pada jaringan interstitial dan dalam ruangan
alveolar. Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak tipis, halus,
sehingga gambaran radiolusensi dari paru berubah menjadi suram. Garis
Kerley B muncul di lapangan paru bagian tepi-tepi dan kebanyakan di
lapangan bawah. Garis ini terdapat pada sinus kostofrenikus dan mewakili
adanya cairan dalam jaringan interlobaris, agak spesifik untuk stenosis
mitral dengan edema paru.2
Pada edema alveolar akan tampak berkabut dan dapat memberikan
gambaran Batwing dan butterfly yang berupa kekasaran bonkovaskular
tidak begitu jelas tapi ada kesuraman yang dimulai dari suprahiler, hiler,
paracardial sedangkan bagian tepi bersih. Gambaran ini menandakan
semakin meningkatnya tekanan vena sehingga cairan melewati rongga
alveolus. Pada kasus yang berat, terjadi edema paru di seluruh kedua
lapangan paru.6
Secara umum gambaran rontgen thoraks pada gagal jantung adalah
sebagai berikut:6,7
d. Pembesaran jantung.
Tidak semua pasien gagal jantung ditemukan gambaran rontgen
kardiomegali. Pada gagal jantung akut, seperti pasien Miokard Infard
dini, tidak ditemukan kardiomegali. Sedangkan kardiomegali sering
ditemukan pada gagal jantung kronis.Penonjolan vaskular pada lobus
atas : akibat meningkatnya tekanan vena pulmonalis.7

e. Efusi pleura : terlihat sebagai penumpukan sudut kostofrenikus,


namun dengan semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang
homogen di bagian basal dengan tepi atas yang cekung.6,7
f. Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan
pembuluh darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah
pada lobus bawah. Seiring meningkatnya tekanan vena, terjadi edema
interstisial dan cairan kemudian berkumpul di daerah interlobular
dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley ‘B’). 6,7
g. Edema pulmonal alveolus. Dengan semakin meningkatnya tekanan
vena, cairan melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan
kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar; pada kasus
yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru.
Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral
digambarkan sebagai ‘bat’s wing’ (sayap kelelawar).6,7
BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosis pasien pada kasus ialah Chronic Heart Failure. Hal ini
dipertimbangkan berdasarkan dasar aspek klinis, hasil pemeriksaan fisik, dan hasil
pemeriksaan penunjang.
Pasien datang ke IGD RSPBA dengan keluhan Sesak yang dirasakan sejak
1 minggu yang lalu. Sesak memberat ± 3 hari sebelum masuk Rumah sakit. Sesak
memberat saat pasien beraktivitas dan berjalan kurang lebih 50 meter, dan sesak
membaik dengan istirahat dengan posisi setengah duduk..Keluhan disertai lemas
(+), Batuk tidak berdahak sejak 1 bulan (+). Tidak dipengaruhi cuaca, sering BAK
pada malam hari. Riwayat merokok (+) sejak sma.
Gejala pada kasus memiliki kesamaan dengan teori Chronic Heart Failure,
Manifestasi kinik yang muncul pada CHF adalah dispnea atau perasaan sulit
bernafas, ortopnea (atau dispnea saat berbaring), dispnea nokturnal paroksismal
(paroxysmal nocturnal dyspnea, PND) atau mendadak terbangun karena dispnea,
dipicu oleh timbulnya edema pant interstisial, batuk non produktif.
Berdasarkan pemeriksaan fisik status generalis didapatkan penderita
tampak sakit sedang dengan tekanan darah: 140/90 mmHg, RR: 30x/menit. Pada
pemeriksaan leher didapatkan JVP meningkat (5+2) cm H2O. Pada pemeriksaan
fisik di thorax didapatkan pada palpasi : vocal fremitus menurun pada paru
kanan/kiri, perkusi : pekak pada kedua lapang paru basal, batas jantung ICS II,
kanan 1 jari lateral linea parasternalis dextra, kiri linea axilaris anterior sinistra,
Auskultasi : bunyi pernapasan vesikuler melemah disertai ronkhi kasar (+) di
kedua basal paru, BJ I dan II normal, murmur sistolik (+), gallop (+). Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan Inspeksi Permukaan agak cembung, distensi
(+), auskultasi : pekak (+), shifting dullness (+), pada palpasi: hepatomegali (+).
Pada pemeriksaan extremitas ditemukan edema pada kedua tungkai bawah.
Pemeriksaan Laboratorium didapatkan hemoglobin 13,2 mg/dl, ALC : 1920, NLR:
2,83, GDS: 296 mg/dl, creatinin: 1,3 mg/dl.
Pada kasus ini untuk pemeriksaan fisik sudah tepat sesuai dengan teori
CHF untuk menegakkan CHF berdasarkan kriteria Framingham didapatkan 2
kriteria mayor dan 1 minor yaitu didapatkan peningkatan JVP, ronki basal paru,
gallop, kardiomegali dan kriteria minor yaitu edema kedua ektremitas bawah.
Berdasarkan teori gagal jantung untuk hasil laboratorium bila didapatkan
peningkatan kreatinin >1,6 mg/dl disebabkan penyakit ginjal, pemakaian ACE-I,
ARB, ARNI, antagonis aldosteros. Penurunan Hb < 13 gr/dL pada laki-laki
disebabkan oleh gagal jantung kronik, gagal ginjal, hemodilusi, kehilangan zat
besi atau penggunaan zat besi terganggu, penyakit kronik serta peningkatan nilai
GDS ≥ 200 yang mengindikasikan diabetes militus. Menurut JNC 7, Tekanan
darah dengan syistole ≥140-159 dan diastole ≥90-99 masuk kedalam hipertensi
grade 1, dimana diabetes militus, hipertensi, riwayat penyakit arteri koroner,
riwayat penyakit jantung merupakan factor resiko dari gagal jantung kronik.
Pemeriksaan radiologi ekokardiografi merupakan keharusan dan
dilakukan secepatnya pada pasien dugaan gagal jantung. Namun mengingat
keterbatasan keberadaannya, maka dikembangkan pemeriksaan penunjang
untuk mendiagnosa gagal jantung yaitu peptide natriuretik, Kadar plasma
peptida natriuretik dapat digunakan untuk mendiagnosis, membuat keputusan
merawat atau memulangkan serta mengidentifikasi pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi.
Pada kasus ini hanya dilakukan pemeriksaan rontgen thorax. Hasil rontgen
thorax didapatkan tampak kardiomegali (All- Chamber) disertai bendungan paru
dan efusi pleura bilateral terutama kanan dan tampak perbercakan lunak didaerah
perihiler dan paracordial bilateral. Besar kemungkinan bahwa kardiomegali ini
merupakan mekanisme kompensasi tubuh akibat meningkatnya tekanan vena
pulmonalis. Pada gagal jantung, stres pada dinding ventrikel bisa meningkat baik
akibat dilatasi (peningkatan radius ruang) atau beban akhir yang tinggi.
Peninggian stres terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang
pertumbuhan hipertrofi ventrikel. Serta, gambaran radiologi efusi pleura bilateral
kemungkinan adanya cairan di kedua lapang paru. Gambaran perbercakan lunak
didaerah perihiler dan paracordial bilateral, besar kemungkinan adanya cairan
(berupa sel radang) melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan
kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar.
Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan di rumah sakit ialah terapi
konservatif untuk mencegah. Terapi konservatif yang diberikan berupa rehidrasi
cairan maintenance dengan infus ringer laktat 15 tetes/menit, pengendalian sesak
dengan pemasangan O2 3L/menit dan memposisikan pasien setengah duduk,
Pada kasus ini untuk gejala batuk diberi NAC digunakan mengencerkan dahak
yang kental. Antibiotik Ceftriaxone untuk mengobati infeksi. Furosemide
digunakan untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh melalui
urin. Lisinopril merupakan golongan ACEI digunakan untuk membantu
mengurangi jumlah cairan yang dapat diserap kembali oleh ginjal dan
menurunkan tekanan darah. Digoxin digunakan untuk membuat irama jantung
kembali normal dan memperkuat jantung dalam memompa darah ke seluruh
tubuh.
Simpulan, telah ditegakkan diagnosis chronic heart failure atas dasar
pertimbangan aspek klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), radiologi, dan
laboratorium. Klinis dan radiologi menunjukan keadaan CHF. Pasien
mendapatkan terapi konservatif. Pada kasus ini pasien t idak dilakukan
aspirasi pleura sehingga t idak bias melakukan analisa cairan pleur a
dan t idak bias mengetahui et io logi dan jenis dari efusi pleura
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

2. Thabrani Rab, Prof. Dr. H. “Penyakit Pleura”. Edisi Pertama. Trans Info
Media : Jakarta. 2010

3. Sudoyo A W dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed VI.,
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. h. 1514-7.

4. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine).


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.

5. S. Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Jakarta :


EGC. 2006

6. H. Gray, Huon, D. Dawkins, Keith, dkk. Lecture Notes : Kardiologi. Edisi 4.


Jakarta : Erlangga Medical Series. 2003.

7. Corr, Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik.Jakarta : EGC. 2011.

8. PERKI.2020.Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung edisi 2

9. PERKENI.2019.Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 Dewasa di


Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai