Anda di halaman 1dari 5

Nama : Iga Afifah Rahmadini

NPM : 20420020

Strategi Pemberantasan Vektor Tikus

Tikus merupakan hewan pengerat yang juga adalah hewan pengganggu paling utama bagi
beberapa tanaman yang ada di Indonesia. Hewan pengerat adalah kelompok mamalia yang
dapat berkembangbiak pada berbagai situasi yang ada di seluruh Dunia. Perkembangbiakan
tikus sangat cepat mulai dari umur 1 sampai 5 bulan sudah dapat berkembangbiak dan setelah
21 hari dapat melahirkan 6 – 8 anak begitupun seterusnya. Dengan perkembagan tikus yang
sangat cepat ini tentunya dapat merugikan manusia selain sebagai hewan pengganggu tikus
juga dapat menyebabkan masalah kesehatan dan ekonomi. Cara meminimalkan tikus juga
terus dilakukan, misalnya menggunakan cara yang komperhensive yang mana melibatkan
semua aspek yang memiliki pengaruh terhadap keberadaan tikus tersebut. Mungkin yang
umumnya kita ketahui bersama pengendaliannya menggunakan peptisida padahal
pengendalian dengan cara ini dapat menimbulkan masalah – masalah baru. Siklus hidup pada
tikus :

1. Masa Kawin
Pada usia 2 – 3 bulan tikus akan mulai berkembangbiak, biasanya tikus mengalami
masa kehamilan selama 19 – 21 hari dan satu ekor tikus dapat melahirkan 6 – 8 anak.
2. Masa Menyusui
Tikus juga memiliki masa menyusui yaitu sekitar 18 – 21 hari setelah itu tikus tidak
menyusui lagi.
3. Masa Dewasa
Semakin berjalannya waktu tikus mengalami pertumbuhan kurang lebih ketika
berumur 5 – 6 minggu.

Masalah Kesehatan yang ditimbulkan oleh tikus, antara lain :

1. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan infeksi re-emerging zoonosis disebabkan oleh bakteri
leptospira. Leptospirosis menular melalui kulit luka atau mukosa. Daerah Istimewa
Yogyakarta merupakan salah satu dari 8 daerah di Indonesia (DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan dan Kepulauan Riau)
yang mempunyai masalah leptospirosis. Pada tahun 2016, dilaporkan terdapat 92
kasus, tahun 2017 230 kasus dan 2018 668 kasus. Kabupaten Bantul merupakan salah
satu daerah endemis leptospirosis dengan Case Fatality Rate tergolong tinggi pada
tahun 2016 (10%), 2017 (11%) dan 2018 (9%).
Leptospirosis biasanya muncul pada musim hujan dan pada daerah yang rawan banjir
Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun
perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian
leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir. Iklim yang sesuai
untuk perkembangan Leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH
alkalis, kondisi ini banyak ditemukan di negara beriklim tropis, seperti Indonesia.
Oleh sebab itu, kasus leptospirosis 1000 kali lebih banyak ditemukan di negara
beriklim tropis dibandingkan dengan negara subtropis dengan risiko penyakit yang
lebih berat.
Leptospirosis mempunyai dua fase penyakit yang khas yaitu :
1. Fase leptospiremia: leptospira dapat dijumpai dalam darah.
Gejala ditandai dengan nyeri kepala daerah frontal, nyeri otot betis, paha,
pinggang terutama saat ditekan. Gejala ini diikuti hiperestesi kulit, demam tinggi,
menggigil, mual, diare, bahkan penurunan kesadaran. Pada sakit berat dapat
ditemui bradikardia dan ikterus (50%). Pada sebagian penderita dapat ditemui
fotofobia, rash, urtikaria kulit, splenomegali, hepatomegali, dan limfadenopati.
Gejala ini terjadi saat hari ke 4-7. Jika pasien ditangani secara baik, suhu tubuh
akan kembali normal dan organ-organ yang terlibat akan membaik. Manifestasi
klinik akan berkurang bersamaan dengan berhentinya proliferasi organisme di
dalam darah. Fungsi organ-organ ini akan pulih 3-6 minggu setelah perawatan.
Pada keadaan sakit lebih berat, demam turun setelah hari ke7 diikuti fase bebas
demam 1-3 hari, lalu demam kembali. Keadaan ini disebut sebagai fase kedua atau
fase imun.
2. Fase imun: berlangsung 4-30 hari, ditandai dengan peningkatan titer antibodi,
demam hingga 40°C disertai mengigil dan kelemahan umum. Pada leher, perut,
dan otot kaki dijumpai rasa nyeri. Perdarahan paling jelas saat fase ikterik dimana
dapat ditemukan purpura, petekie, epistaksis, dan perdarahan gusi. Conjuntival
injection dan conjungtival suffusion dengan ikterus merupakan tanda
patognomonik untuk leptospirosis. Meningitis, gangguan hati dan ginjal akan
mencapai puncaknya pada fase ini. Pada fase ini juga terjadi leptospiuria yang
dapat berlangsung 1 minggu sampai 1 bulan.
2. PES
PES adalah penyakit zoonosa pertama pada tikus yang dapat di tularkan kepada
manusia. Penyakit ini ditandai dengan demam tinggi, tubuh menggigil, perasaan tidak
enak, malas, nyeri otot, sakit kepala hebat, pembengkakan kelenjer.
Penyakit PES juga dibedakan menjadi 2 yaitu :
- PES Tubo
- PES Pneumonik
3. Scrub Typus
Sama dengan penyakit PES, Penyakit Scrub Typhus disebabkan juga oleh bantuan
vektor lain. Dalam hal ini Rickettsia yang hidup pada tungau. Ketika dewasa
hidupnya bebas di tanah tetapi stadium larva hidup dari darah tikus. Jika Trombiculla
terkena Rickettsia maka akan berkembangbiak. Larva yang keluar akan mencari host
baru dan larva yang membawa Rickettsia akan menghisap darah manusia karena tidak
menemukan.
4. Murine Typus

5. Rat Bite Fever (RBF)


Penyakit ini disebabkan oleh gigitan binatang pengerat yang terinfeksi bakteri.
Siapapun yang terpajan cukup lama dengan bakteri ini memiliki resiko tinggi untuk
terkena penyakit RBF. Mereka yang beresiko adalah mereka yang tinggal dekat
dengan hewan pengerat.

Upaya Pengendalian Vektor Tikus :

1. Rat Proffing
Mencegah masuk dan keluarnya tikus dalam ruangan dengan beberapa cara yaitu
Membuat fondasi, lantai dan dinding bangunan terbuat dari bahan yang kuat, dan
tidak ditembus oleh tikus, Lantai hendaknya terbuat dari bahan beton minimal 10 cm,
Dinding dari batu bata atau beton dengan tidak ada keretakan atau celah yang dapat
dilalui oleh tikus, Semua pintu dan dinding yang dapat ditem bus oleh tikus (dengan
gigitannya), dilapisi plat logam hingga sekurang -kurangnya 30 cm dari lantai. Celah
antara pintu dan lantai maksimal 6 mm, Semua lubang atau celah yang ukurannya
lebih dari 6 mm, harus ditutup dengan adukan semen dan Lubang ventilasi hendaknya
ditutup dengan kawat kasa yang kuat dengan ukuran lubang maksimal 6 mm.
2. Sanitasi Lingkungan dan Manipulasi Habitat
Sanitasi dan manipulasi habitat bertujuan menjadikan lingkungan tidak
menguntungkan bagi kehidupan dan perkembangbiakan tikus. Apabila terdapat
lingkungan yang tidak sehat maka akan ada saran untuk perbaikan. Yang gunanya
untuk beberapa hal yakni Menyimpan semua makanan atau bahan makanan dengan
rapi di tempat yang kedap tikus, Menampung sampah dan sisa makanan ditempat
sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, bertutup
rapi dan terpelihara dengan baik. Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di
atas fondasi beton atau semen, rak atau tonggak, Sampah harus selalu diangkut secara
rutin minimal sekali sehari dan Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan
barang/alat sehingga tidak dapat dipergunakan tikus untuk berlindung atau bersarang.
3. Treatment Tikus (Rodent Control)
Ini bisa dikatakan sebagai jebakan untuk tikus dimana ini merupakan penarik tikus
dari dalam sarang keluar sarang. Memang banyak resiko yang mungkin diperkirakan
namun cara ini dapat mempermudah dalam pemberantasan vektor tikus.
4. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian tikus secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang
dapat akut dan antikoagulan yang mampu membunuh tikus atau dapat mengganggu
aktivitas tikus. Biasanya digunakan umpan racun oleh petani, Penggunaan emposan
asap belerang yang mana merupakan cara pengendalian tikus yang efektif, mudah
dilakukan, dan biayanya murah serta beberapa bahan kimia yang dapat membantu
untuk mengendalikan vektor tikus.
Daftar Pustaka
Rahmawati, Emy. 2012. PARTISIPASI IBU DALAM PEMASANGAN LIVE TRAP
TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN TIKUS DAN PINJAL. Apotik Graha Mukti
1, Semarang, Indonesia. http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas (Diakses 11
Juli 2021)
http://kkptanjungpriok.net/informasi/info-publik/berita/kegiatan-kkp/item/827-
bimbingan-teknis-pengendalian-vektor-dan-binatang-pembawa-penyakit-di-b2p2vpr-
salatiga-semarang (Diakses 11 Juli 2021)
https://rsudkoesma.id/wp-content/uploads/PPI/Pengendalian%20Tikus.pdf (Diakses
11 Juli 2021)
http://scholar.unand.ac.id/70994/4/BAB%201%20Pendahuluan.pdf (Diakses 11 Juli
2021)

Anda mungkin juga menyukai