Disusun Oleh:
Yance Djilarpoin
CI LAHAN CI INSTITUSI
A. DEFENISI
Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence
atau luka operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu komplikasi dari proses
penyembuhan luka yang ditandai terbukanya sebagian atau seluruh luka
operasi yang disertai protrusi atau keluarnya isi rongga abdomen.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-
organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post
operasi dari penutupan luka didalam perut.
B. KLASIFIKASI
Menurut Sjamsudidajat dehisensi luka operasi dapat dibagi berdasarkan
waktu terjadinya terbagi menjadi dua :
1. Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari pasca operasi yang
biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding perut yang
tidak baik.
2. Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari sampai
12 hari pasca operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya.
C. ETIOLOGI
Faktor penyebab dehisensi luka operasi berdasarkan mekanisme kerjanya
dibedakan atas tiga yaitu:
1. Faktor mekanik
Adanya tekanan dapat menyebabkan jahitan jaringan semakin meregang
dan mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Faktor mekanik tersebut
antara lain batuk-batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematom
serta teknik operasi yang kurang.
2. Faktor metabolik
Hipoalbuminemia, diabetes mellitus, anemia, gangguan keseimbangan
elektrolit serta defisiensi vitamin dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka.
3. Faktor infeksi
Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka operasi akan
meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara klinis biasanya
terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala suhu badan yang
meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.
Luka dehisensi dapat disebabkan oleh teknik bedah yang buruk seperti
penjahitan yang tidak benar, jahitan lebih-diperketat atau jenis yang tidak
pantas dari jahitan. Luka dehiscence juga dapat disebabkan oleh
meningkatnya stres ke daerah luka sebagai akibat dari latihan berat, angkat
berat, batuk, tertawa, bersin, muntah atau bantalan turun terlalu keras dengan
gerakan usus. Dalam beberapa kasus, dehiscence luka bisa menjadi
sekunder untuk luka infeksi atau penyembuhan yang buruk seperti yang
terlihat pada pasien dengan penyakit kronis, kurang gizi atau sistem
kekebalan tubuh yang lemah. Luka dehiscence sekunder dapat terjadi pada
pasien dengan AIDS, penyakit ginjal, diabetes mellitus dan mereka yang
menjalani kemoterapi atau radioterapi.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Luka yang dehiscence yang ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi
2. Nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak
3. Batuk yang berat disertai muntah-muntah
4. Adanya serosa kekuning- kuningan yang keluar dari luka
5. Perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya
infeksi di daerah tersebut
6. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
7. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
8. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak
anemis dan pasien tampak sangat kesakitan.
E. PATOFISIOLOGI
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan
post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam factor
pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes mellitus,
dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut melemah. Sejalan
dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan tubuh mengalami proses
degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen sering terjadi pada umur > 50-
65 tahun. Selain itu adanya anemia, hypoproteinaemia, dan beberapa
kekurangan vitamin bisa menyebabkan terjadinya burst abdomen.
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan
penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka. Kebiasaan
merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten, batuk yang
kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen. Penyakit-
penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan
tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
Hypoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam
penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum di
bawah 6 g / dl. Untuk perbaikan jaringan, sejumlah besar asam amino
diperlukan.VitaminC sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam
penyembuhan luka.Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan
dan merupakan predisposisi kegagalan luka. Kekurangan vitamin C terkait
dengan delapan kali lipat peningkatan dalam insiden wound dehiscence.
Seng adalah co-faktor untuk berbagai proses enzimatik dan mitosis.
Untuk factor operasi, tergantung pada tipe insisi, penutupan sayatan,
penutupan peritoneum, dan jahitan bahan. Kontraksi dari dinding abdomen
menyebabkan tekanan tinggi di daerah lateral pada saat penutupan. Pada
insisi midline, ini memungkinkan menyebabkan bahan jahitan dipotong
dengan pemisahan lemak transversal.Dan sebaliknya, pada insisi transversal,
lemak dilawankan dengan kontraksi.Otot perut rektus segmental memiliki
suplai darah dan saraf. Jika irisan sedikit lebih lateral, medial bagian dari otot
perut rektus mendapat denervated dan akhirnya berhenti tumbuh. Ini
menciptakan titik lemah di dinding dan pecah perut.
Faktor post operasi terdiri dari peningkatan dari intra-abdominal
pressure yang menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding
abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut, dimana
kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama,
pembedahan abdominal dan kegemukan. Dapat dipicu juga jika mengangkat
beban berat, batuk dan bersin yang kuat, mengejan akibat konstipasi.Terapi
radiasi dapat mengganggu sintesis protein normal, mitosis, migrasi dari faktor
peradangan, dan pematangan kolagen. Antineoplastic agents menghambat
penyembuhan luka dan luka penundaan perolehan dalam kekuatan tarik.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes BGA (Darah lengkap)
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.Hitung
darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan
ketidakseimbangan elektrolit.
2. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh
manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun
terapi yang akan dilakukan terhadap pasien
3. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus
atau obstruksi usus.
4. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat
memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan
non operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas
keadaan umum penderita.
1. Penanganan Nonoperatif/ Konservatif
Penanganan non operatif diberikan kepada penderita yang sangat
tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi.Hal ini dilakukan dengan
penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan
kassa steril atau pakaian khusus steril.Penggunaan jahitan penguat
abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka
operasi terbuka (Anonim, 2008; Ismail, 2008).
Selain perawatan luka yang baik, diberikan nutrisi yang adekuat untuk
mempercepat penutupan kembali luka operasi.Diberikan pula antibiotik
yang memadai untuk mencegah perburukan dehisensi luka (Singh, 2008;
Ismail, 2008).
2. Penanganan Operatif
Penanganan operatif dilakukan pada sebagian besar penderita
dehisensi. Ada beberapa jenis operasi yang dilakukan pada dehisensi luka
yang dilakukan antara lain rehecting atau penjahitan ulang luka operasi
yang terbuka, mesh repair , vacuum pack, abdominal packing , dan
Bogota bag repair (Sukumar, 2004).
Jenis operasi rehecting atau penjahitan ulang paling sering dilakukan
hingga saat ini.Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan keadaan stabil,
dan penyebab terbukanya luka operasi murni karena kesalahan teknik
penjahitan (Sukumar, 2004).
Pada luka yang sudah terkontaminasi dilakukan tindakan debridemen
terlebih dahulu sebelum penutupan kembali luka operasi.Dalam perencanaan
jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan yang baik seperti laboratorium
lengkap dan foto throraks.Selain penjahitan ulang dilakukan pula tindakan
debridement pada luka (Spiloitis et al , 2009; Sjamsudidajat, 2005).
Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui dehisensi luka
jahitan secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan lalu mengidentifikasi
sumber terjadinya dehisensi jahitan. Tindakan eksplorasi dilakukan dalam 48
± 72 jam sejak diagnosis dehisensi luka operasi di tegakkan. Tehnik yang
sering digunakan adalah dengan melepas jahitan lama dan menjahit kembali
luka operasi dengan cara satu lapisan sekaligus. Pemberian antibiotik
sebelum operasi dilakukan, membebaskan omentum dan usus di sekitar
luka.Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara dalam, yaitu dengan
menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu lapis.Pastikan mengambil
jaringan cukup dalam dan hindari tekanan berlebihan pada luka. Tutup kulit
secara erat dan dapat dipertimbangkan penggunaan drain luka
intraabdominal. Jika terdapat tanda- tanda sepsis akibat luka, buka kembali
jahitan luka operasi dan lakukan perawatan luka operasi secara terbuka dan
pastikan kelembaban jaringan terjaga (Anonim, 2008; Ismail, 2008; Spiloitis,
2009).
Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang adalah benang
monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan dengan tehnik terputus
sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak maksimal antar jahitan 3 cm, baik
pada jahitan dalam ataupun pada kulit. Jahitan penguat dengan karet atau
tabung plastic lunak (5-6cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi
pada kulit.Jangan mengikat terlalu erat. Jahitan penguat luar diangkat
setidaknya setelah 3 minggu (Anonim, 2008; Ismail, 2008).
Selain Rehecting, banyak tekhnik yang dilakukan untuk menutup
dehisensi luka secara sementara maupun permanen. Metode yang biasa
dilakukan antara lain mesh repair, yaitu penutupan luka dengan bahan sintetis
yaitu mesh yang berbentuk semacam kasa halus elastis yang berfungsi
sebagai pelapis pada jaringan yang terbuka tersebut dan bersifat diserap oleh
tubuh. Namun mesh repair menimbulkan angka komplikasi yang cukup tinggi.
Dilaporkan terdapat sekitar 80% pasien dengan mesh repair mengalami
komplikasi dengan 23% mengalami enteric fistulation (Sukumar, 2004).
Selain itu digunakan pula vacuum pack. Tekhnik ini menggunakan sponge
steril untuk menutup luka operasi yang terbuka kembali setelah itu ditutup
dengan vacuum bag dengan sambungan semacam suction di bagian
bawahnya. Tekhnik lain yang digunakan adalah Bogota bag. Tekhnik ini
dilakukan pada dehisensi yang telah mengalami eviserasi. Bogota bag adalah
kantung dengan bahan dasar plastik steril yang merupakan kantong irigasi
genitourin dengan daya tampung 3 liter yang digunakan untuk menutup luka
operasi yang terbuka kembali.Plastik ini dijahit ke kulit atau fascia pada
dinding abdomen anterior (Sukumar, 2004).
PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
Allo Anamnese : √
I. IDENTIFIKASI
1. KLIEN
Nama Inisial : Tn. H
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama /suku : Islam/Bugis
Warga negara : Indonesia
Bahasa yg digunakan : Indonesia & bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat rumah : Jln. Wira Karya
No RM : 168663
Diagnosa medis : Wound Dehiscence
2. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Hasni Halik
Alamat : Jln. Wira Karya
Hubungan dengan klien : Keponakan
PRE OPERASI
1. Keluhan utama : Nyeri luka di abdomen
2. Riwayat Penyakit :Pasien mengeluh nyeri di bagian abdomen,
karena luka bekas operasi pasien sedikit terbuka.
3. Riwayat Operasi/anestesi : Tidak ada
4. Riwayat Alergi Makanan : Tidak ada
5. TTV : Suhu : 36 0C, Nadi : 98x/mnt,
Respirasi : 20x/mnt, TD :120/80 mmHg
6. TB : 140 Cm, BB : 45 Kg
7. Golongan Darah :O
RIWAYAT PSIKOSOSIAL/SPIRITUAL
INTRA OPERASI
1. Anastesi dimulai jam : 14.00 WITA
2. Pembedahan dimulai jam : 15.00 WITA
3. Tipe Operasi : Efektif
4. Jenis anastesi : Spinal
5. Posisi canul : Tangan ka/ki
6. Posisi operasi : Terlentang
7. Jenis operasi : Kotor
8. Area operasi : Abdomen
9. Posisi tangan : Terlentang
10. Desinfeksi kulit : Betadhine & alcohol
11. Insisi kulit : Mediana
12. Diatomi diatermi : ya, biopolar
13. Code diatermi : Erbe
14. Lokasi : Tungkai ka/ki
15. Irigasi luka : Nacl
16. TTV : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 98x/mnt, Respirasi : 20x/m, Suhu :
36 0C, Saturasi O2 98%.
POST OPERASI
1. Pasien pindah ke : Pindah ke Ruang Melati, jam 16.10 WITA
2. Keadaan Umum : Composmentis
3. Keluhan saat di RR : Nyeri luka operasi
4. TTV : TD : 120/80 mmHg, Nadi : 98x/mnt, Respirasi : 20x/m, Suhu : 36
0
C,
5. Kesadaran : Compomentis
6. Skala Nyeri menurut VAS ( Visual Analog Scale )
P : Nyeri pada bagian abdomen
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Abdomen
S : Skala nyeri 5
T : nyeri hilang timbul.
II. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
DS : Terbukanya Nyeri
1 - Pasien mengatakan nyeri, karena luka luka operasi
bekas operasi
DO :
- Luka bekas operasi sedikit terbuka.
- TD : 120/80 mmHg, N : 98x/mnt, R :
20x/m, S : 36 0C
2 DS : Luka bekas Kerusakan
- Terdapat luka bekas operasi di bagian operasi integritas kulit
perut
DO :
- Luka terlihat kemerahan
3 DS : Kerusakan Resiko tinggi
- Pasien mengatakan lukanya membasahi jaringan dan infeksi
perban. peningkatan
DO : terhadap
- Luka terlihat rembes pajanan
V. Implementasi
Dx Hari/tangga Jam Implementasi
l
1,2, Selasa, 06.20 1. Mengkaji nyeri
3 27/04/2021 WITA P : Nyeri pada bagian abdomen
Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Abdomen
S : Skala nyeri 5
06.10 T : nyeri hilang timbul
WITA 2. Memberikan Injeksi Ambacin 1g/12jam,
Injeksi ketorolac 1A/8jam, Injeksi ranitidine
05.30 1A/12 jam. Selesai ganti cairan futrolit +
WITA neurosanbe 1A/drips.
08.10 3. Memonitor TTV : TD : 120/80 mmHg, N :
WITA 98x/mnt, RR : 20x/m, S : 36 0C.
VI. Evaluasi
NO HARI/TANG JAM EVALUASI
GAL
P : Lanjutkan intervensi
P : Lanjutkan intervensi
2 17.25 S : Pasien mengatakan terdapat luka bekas
WITA operasi di bagian perut
A : Luka tampak kemerahan
O : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intrevensi