Anda di halaman 1dari 38

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Apendisitis akut adalah peradangan pada apendiks vermiformis

(Grace, & Borley, 2006, h. 107). Apendisitis adalah inflamasi pada

apendiks yang dapat terjadi karena obstruksi apendiks oleh feses atau akibat

terpuntirnya apendiks dan pembuluh darahnya (Corwin, 2009, h. 607).

Sjamsuhidajat (2004, h. 640) Apendisitis adalah meruapakan infeksi bakteri

pada apendiks. Apendisitis biasanya disebabkab karena sumbatan lumen

apendiks,hiperplasia jaringan limfa, fekalit, dan cacing askaris yang

menyebabkan sumbatan.

Sesuai ketiga di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa apendisitis

merupakan peradangan pada apendiks yang disebabkan karena penyumbatan

pada apendiks. Sedangkan apendiktomi merupakan pengangkatan apendiks

yang mengalami peradangan.

B. Etiologi

Menurut Irga (2007) dalam Jitowiyono (2010, h. 03) Terjadinya

apendisitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun banyak sekali

faktor pencetus penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen

apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena

adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid,

penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan

striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks

adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.


Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis yaitu

erosi mukosa karena parasit seperti E. Histolitica, zat kebiasaan makanan

rendah serat dan pengaruh kontipasi (Sjamsuhidajat, 2004, h. 866).

C. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hiperplasia folokel limfoid, fekalit, benda asing, striktutur karena

fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi tersebut

menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.

Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat

aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi

mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh

nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.

Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan

bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan

mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan

bawah. Keadaan ini dise but dengan apendisitis supuraktif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan gengren. Stadium disebut dengan apendisitis

gangrenosa. Bila dinding yang rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis

perforasi. Bila proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang di sebut infiltrat apendikularis. Oleh karena itu tindakan yang paling

tepat adalah apendiktomi, jika tidak dilakukan tindakan segera mungkin

maka peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang

(mansjoer, 2000, h. 307)

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat

atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau

benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal,

menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif,

dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen.

Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus (Munir,2011).

D. Manifestasi Klinis

Sjamsuhidajat ( 2004, h. 641 ) mengatakan manifestasi klinis dari

apendisitis adalah:

1. Tanda awal

Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan

anoreksia.

2. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukan tanda rangsangan

peritoneum lokal dititik Mc Burney

a. Nyeri tekan

b. Nyeri lepas

c. Defans muskuler

3. Nyeri rangsangan peritonium tidak langsung

a. Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)


b. Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan

(Blumberg)

c. Nyeri kanan bawah bila peritonium bergerak seperti nafas

dalam,berjalan, batuk, mengedan.

E. Pemeriksaan Diagnostik

1. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih (hampir selalu

leukositosis) dan CRP (biasanya meningkat) sangat membantu

2. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masuh ada keraguan untuk

menyingkirkan kelainan pelvis lainnya (misalnya kista ovarium)

3. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium

sebelum dilakukan apendisektomi pada wanita muda

4. CT scan (heliks) pada pasien usia lanjut atau di mana penyebab lain masih

mungkin (Grace, & Borley, 2006, h. 107).

F. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pasca oprasi menurut Mansjoer arif (2000, h.

309)

1. Perforasi apendiks

2. Peritonitis

3. Abses

G. Penatalaksanan

Penatalaksanaan medis dan keperawatan untuk masalah appendisitis

adalah dengan cara pembedahan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai

pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa

ditegakkan. Dalam penanganan kasus appendisitis, dilakukan tindakan


appendiktomi yaitu tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memotong

jaringan appendiks yang mengalami peradangan. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Appendiktomi dilakukan dengan menginsisi transversal atau oblik di atas titik

maksimal nyeri tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot

dipisahkan ke lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar

appendiks diikat dan appendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding

sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan

kebocoran intra abdomen dan sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan

larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotik profilaksis untuk

mengurangi luka pasca operasi yaitu metronidazol supositoria

(Syamsuhidayat, 2004).

H. Fokus Pengkajian

1. Pengkajian pasien (post operasi) apendiktomi yaitu :

a. Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam

masuk rumah sakit, nomer register, diagnosa, nama orang tua,

umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa.

b. Riwayat penyakit sekarang

Riwayar penyakit sekarang klien dengan post appendiktomi

mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen.

c. Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti

hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk

rumah sakit, obat-obatan yang pernah digunakan apakah


mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah

didapatkan.

d. Riwayat keperawatan keluarga

Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,

hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya upaya yang

dilakukan dan bagaimana genogramnya.

e. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol

dan kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status

ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi

penyembuhan luka.

2) Pola tidur dan istirahat

Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat

sehingga dapat menggganggu kenyamanan pola tidur klien.

3) Pola aktivitas

Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena

rasa nyeri luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus

badrest berapa waktu lama seterlah pembedahan.

4) Pola hubungan dan peran.

Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa

melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam

masyarakat. Penderita mengalami emosi yang tidak stabil.


5) Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, peran serta

pendengaran, kemampuan, berfikir, mengingat masa lalu,

orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.

6) Pola penanggulangan stres

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.

7) Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana

cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

f. Pemeriksaan fisik.

1) Status kesehatan umum.

Kesadaran biasanya compos mentis, ekspresi wajah menahan

sakit ada tidaknya kelemahan.

2) Integumen

Ada tidaknya oedema, sianosis, pucat, pemerahan luka

pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.

3) Kepala dan Leher

Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva apakah ada warna

pucat.

4) Thorak dan paru

Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,

gerakan cuping hidung maupun alat bantu nafas, frekwensi

pernafasan biasanya normal ( 16-20 kali permenit). Apakah ada

ronchi , whezing, stidor.


5) Abdomen

Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya

peristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak

flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine,

distensi supra pubis, periksa apakah menglir

lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.

6) Ekstermitas

Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri

yang hebat dan apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.

I. Fokus Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Diagnosa dan intervensi keperawatan yang mungkin muncul pada pasien

post operasi apendiktomi adalah :

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

pertahanan; perforasi/ruptur pada apendiks, peritonitis; pemebentukan

abses, prosedur invasif, insisi bedah

a. Kriteria hasil yang diharapkan meningkatkan penyembuhan luka

dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi, drainase prupulen,

eritema, dan demam.

b. Intervensi

1) Awasi tanda vital, perhatikan demam, mengigil, berkeringat,

perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen

Rasional : dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses,

peritonitis
2) Lakukan pencucian tangan yang baik dan perewatan luka aseptik

Rasional : menurunkan resiko penyebaran infeksi

3) Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka/drain (bila

dimasukkan), eritema

Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi,

dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada

sebelumnya.

4) Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien atau orang terdekat

Rasional : pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan

dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.

5) Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi

Rasional : mungkin diberikan secara profilaktik atau

menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada

sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan

pertumbuhannya pada rongga abdomen.

2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

muntah pra operasi pembatasan pasca operasi (puasa), status

hipermetabolik (demam, proses penyembuhan), inflamasi peritonium

dengan cairan asing.

a. Kriteria hasil yang diharapkan mempertahankan keseimbangan cairan

dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik,

tanda-tanda vital stabil dan secara individual haluaran urin adekuat.

b. Intervensi

1) Awasi tekanan darah dan nadi


Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi

volume intravaskuler

2) Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler

Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi

seluler

3) Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/konsentrasi, berat

jenis.

Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan

berat jenis diduga dehidrasi atau kebutuhan peningkatan cairan

4) Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus

Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk

pemasukan peroral

5) Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral

dimulai, dan lanjutkan diet sesuai toleransi

Rasional : menurunkan iritasi gaster atau muntah untuk

meminimalkan kehilangan cairan

6) Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada

perlindungan bibir

Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan

pecah-pecah

7) Beriakn cairan IV dan elektrolit

Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan

menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan


volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia, dehidrasi

dan dapat terjadi ketidak seimbngan elektrolit.

3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah, laporan nyeri, wajah

mengkerut, otot tegang, perilaku distraksi.

a. Kriteria hasil yang diharapkan melaporkan nyeri hilang/terkontrol,

tampak rileks, mempu tidur atau istirahat dengan cepat.

b. Intervensi

1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10).

Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat,

kemajuan penyembuhan.

2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.

Rasional : gravitasi melokalisasi eksudat dalam abdomen

bawah/pervis, menghilangkan ketegangan abdomen yang

bertambah dengan posisi terlentang.

3) Dorong ambulansi dini.

Rasional : meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh

merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan

ketidaknyamanan abdomen.

4) Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi,

dan dapat meningkatkan kemampuan koping.

5) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan analgesik sesuai

indikasi.

Rasional : menghilangkan nyeri.


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

Klien bernama Ny. P berumur 70 tahun, jenis kelamin perempuan, beragama

Islam, pendidikan terakhir Sekolah Dasar, klien bekerja sebagai ibu rumah

tangga, alamat Desa Bumi Raya, nomor rekam medic 057800, klien masuk ke

rumah sakit pada tanggal 24 Juni 2018 jam 11.39 WITA di ruang Mawar

BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan dengan diagnosa medis appendiksitis,

penulis melakukan pengkajian pada tanggal 26 Juni 2018 pada jam 14.15

WITA. Sebagai penanggung jawab Tn. K selaku suami klien, umur 65 tahun,

agama Islam, pekerjaan tani, pendidikan Sekolah Dasar, alamat Desa Desa

Bumi Raya.

Riwayat penyakit dahulu menurut keterangan klien dan keluarganya 2 tahun

yang lalu klien pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit thypus. Riwayat

penyakit sekarang Satu minggu yang lalu, klien mengeluh lagi sakit pada

perutnya dan kemudian klien dibawa oleh keluargnya ke BLUD Rumah Sakit

Konawe Selatan pada tanggal 24 Juni 2018 jam 11.39 WITA dan dirawat di

ruang mawar dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah. Pada tanggal 25

Juni 2018 klien menjalani operasi apendiktomi oleh dr. I dari pukul 09.15

WITA dan selesai pukul 11.00 WITA. Keluhan utama pada saat pengkajian

tanggal 26 Juni 2018 jam 14.15 WITA didapatkan data subjektif klien

menyatakan nyeri pada luka operasi, nyeri skala 6 seperti diremas-remas,

nyeri terus menerus pada saat bergerak di bagian perut, klien mengatakan
setelah menjalani operasi, klien mengatakan untuk beraktivitas sulit dan

terasa sakit, klien tampak lemas, hanya berbaring di tepat tidur, klien dibantu

keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan data objektif yang

diapat KU sedang, kesadaran compos menthis, adanya luka operasi panjang 8

cm dan lebar 2cm di perut kanan bawah luka masih basah, wajah tampak

pucat, klien tampak lemas, perilaku berhati-hati, ekstremitas hangat, TD:

120/90 mmHg, N 80 x/menit, Rr 19 x/menit, suhu 37,6 0C . Aktifitas dibantu

oleh keluarga karena klien merasa sakit pada bekas luka operasi dan lemas.

Pemeriksaan laboratorium yang diperoleh pada tanggal 25 Juni 2018 adalah

pemeriksaan laboratorium : leukosit 8.300/mm³, terapi tanggal 26 Juni 2018

injeki cefotaxime 3x1 gram, injeksi ketorolac 2x30mg, infuse RL 20

tetes/menit.

B. Data Fokus

Nama Pasien : Ny. P Nama Mahasiswa : Asnawi

No Rekam Medik : 057800 Nim 144012017000091

Ruang Rawat : Ruang Mawar

DATA SUBYEKTIF DATA OBJEKTIF


1. Klien mengatakan nyeri pada luka 1. Klien terlihat meringis
operasi seperti di remas-remas menahan nyeri dan ada luka
skala angka nyeri 6 dan nyeri bekas operasi di bagian perut
dirasakan saat bergerak dibagian
perut 2. Suhu tubuh 37,60C
2. klien mengatakan nyeri pada luka 3. Leukosit 8.300/mm³
bekas operasi 4. Klien terlihat lemas
3. klien mengatakan untuk 5. Tekanan darah 120/90 mmHg,
beraktifitas sulit terasa sakit dan suhu 37,60C, nadi 80x/menit,
lemas sehingga semua aktivitas Respiratori rate 19x/menit
dibantu suaminya

19
C. Perumusan Masalah

Nama Pasien : Ny. P Nama Mahasiswa : Asnawi

No Rekam Medik : 057800 Nim 144012017000091

Ruang Rawat : Ruang Mawar

Kemungkinan
No Masalah penyebab (pohon Data
masalah)
1. Nyeri akut Pembedahan Data subjektif:
apendiktomi - klien mengatakan
nyeri pada luka
Luka insisi operasi seperti di
remas-remas skala 6
Inkontinuitas jaringan dan nyeri dirasaakan
terputus saat bergerak
dibagian perut.
Aktivasi reseptor Data objektif:
nyeri - klien terlihat
meringis menahan
Merangsang thalamus nyeri dan ada luka
dan konteks serebri bekas operasi di
bagian perut
Nyeri

20
2. Hambatan Pembedahan Data subjektif:
mobilitas fisik apendiktomi - klien mengatakan
untuk beraktifitas sulit
Luka insisi terasa sakit dan lemas
sehingga semua
Inkontinuitas jaringan aktivitas dibantu
terputus suaminya.
Data objektif:
Aktivasi reseptor - klien terlihat lemas
nyeri - tekanan darah 120/90
mmHg, suhu 37,60C,
Merangsang thalamus nadi 80x/menit,
dan konteks serebri respiratori rate
Nyeri Kelemahan 19x/menit
fisik

Keterbatasan
gerakterhambat

Hambatan
mobilitas fisik
D. Rencana Tindakan Keperawatan

Nama Pasien : Ny. P Nama Mahasiswa : Asnawi

No Rekam Medik : 057800 Nim : 144012017000091

Ruang Rawat : Ruang Mawar

RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
Objektif
1. Nyeri akut berhubungan setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri, catat lokasi, 1. Berguna dalam pengawasan
dengan insisi bedah keperawatan selama 3 x 24 karakteristik, beratnya (skala keefektifan obat, kemajuan
ditandai dengan: jam diharapkan klien akan 0-10) penyembuhan
Data subjektif: mengalami penurunan rasa 2. Pertahankan istirahat dengan 2. Gravitasi melokalisasi eksudat
- klien mengatakan nyeri dengan kriteria hasil: posisi semi fowler dalam abdomen bawah/pervis,
nyeri pada luka - klien mengatakan nyeri 3. Dorong ambulansi dini menghilangkan ketegangan
operasi seperti di hilang atau terkontrol 4. Berikan aktivitas hiburan abdomen yang bertambah dengan
remas-remas skala 6 dengan skala angka 5. Kolaborasi dengan dokter posisi terlentang
dan nyeri dirasaakan nyeri 2 untuk memberikan analgesic 3. Meningkatkan normalisasi fungsi
saat bergerak - klien tampak rileks sesuai indikasi organ, contoh merangsang
dibagian perut. peristaltik dan kelancaran flatus,
Data objektif: menurunkan ketidaknyamanan
- klien terlihat abdomen
meringis menahan 4. Fokus perhatian kembali,

22
nyeri dan ada luka meningkatkan relaksasi, dan dapat
bekas operasi di meningkatkan kemampuan koping
bagian perut 5. Menghilangkan nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji repon pasien terhadap 1. Menyebutkan parameter,
Berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 aktivitas, dipsnea atau nyeri membantu mengkaji respon
peningkatan kebutuhan jam diharapkan klien akan dada, keletihan dan kelemahan fisiologi terhadap stress aktivitas
metabolik sekunder mampu beraktivitas sesuai berlebihan, diaphoresis, dan bila ada merupakan indikator
akibat operasi kemampuan dengan pusing atau pingsan. dari kelebihan kerja yang berkaitan
apendiktomi ditandai kriteria hasil: 2. Instruksikan pasien tentang dengan aktivitas.
dengan: - Klien mampu tehknik penghematan energi 2. Tehnik menghemat energi
Data subjektif: beraktivitas sesuai misalnya, menggunakan kursi mengurangi penggunaan energi,
- klien mengatakan toleran tanpa bantuan saat mandi, duduk saat juga membantu, keseimbangan
untuk beraktifitas - Tampak segar dan menyisir atau menyikat gigi, antarasuplei dan kebutuhan oksigen.
sulit terasa sakit dan tidak lemas melakukan istirahat dengan 3. Kemajuan aktivitas bertahap
lemas sehingga perlahan. mencegah peningkatan kerja
semua aktivitas 3. Beri dorongan untuk jantung tiba-tiba. Memberikan
dibantu suaminya. melakukan aktivitas bantuan hanya sebatas kebutuhan
Data objektif: perawatan diri bertahap jika akan mendorong kemandirian
- klien terlihat lemas dapat ditoleransi. Berikan dalam melakukan aktivitas.
- tekanan darah bantuan sesuai kebutuhan. 4. Membantu proses penyembuhan
120/90 mmHg, suhu 4. Ajarkan rom pasif pada luka insisi dan rileks tubuh
37,60C, nadi keluarga pasien
80x/menit, respiratori
rate 19x/menit

23
E. Implementasi dan Evaluasi

Nama Pasien : Ny. P Nama Mahasiswa : Asnawi

No Rekam Medik : 057800 Nim : 144012017000091

Ruang Rawat : Ruang Mawar

Diagnose Hari Implementasi Paraf Hari Evaluasi Paraf


Keperawatan Tgl & Tgl & SOAP CI
Jam Jam
Nyeri akut Selasa, 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 14.15 Selasa, Subjektif: 16.00
berhubungan 26 karakteristik dan beratnya 26 - klien mengatakan nyeri skala 6
dengan insisi Juni Hasil: klien mengatakan nyeri Juni (sedang) seperti diremas-remas
bedah 2018 dengan skala angka nyeri 6 2018 pada bagian perut saat bergerak
jam (sedang), lokasi nyeri disekitar jam Objektif:
14.15 luka, karakteristik terasa 21.00 - klien terlihat meringis menahan
sampai diremas-remas, nyeri terasa WITA nyeri
jam hilang timbul, klien tampak Asesment:
20.00 meringis Masalah nyeri akut belum teratasi
WITA 2. Mempertahankan istirahat Planning:
dengan posisi semi fowler kaji ulang nyeri, pertahankan
Hasil: klien mengatakan agak istirahat dengan posisi semi fowler,
14.20
nyaman posisi setengah duduk, dorong ambulansi dini, kolaborasi
klien tampak tenang dengan dokter untuk memberikan

24
3. Mendorong ambulansi dini 14.30 analgesic sesuai indikasi
Hasil: klien mengatakan agak
kaku dan takut bergerak, klien
tampak berhati-hati bergerak
4. Memberikan aktivitas hiburan 14.40
Hasil: klien mengatakan ingin
mendengarkan lagu-lagu islami,
klien tampak tenang
mendengarkan lagu
15.00
5. Memberikan analgesic sesuai
indikasi
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
Hambatan Selasa, 1. Mengkaji respon pasien 14.25 Selasa, Subjektif: 16.20
mobilitas fisik 26 terhadap aktivitas 26 - klien mengatakan pusing
berhubungan Hasil: klien mengatakan pusing
Juni Juni Objektif:
dengan
peningkatan 2018 dan susah bangun tidur, klien 2018 - klien terlihat lemah
kebutuhan jam tampak lemah jam Asesment:
metabolik 14.15 2. Menginstruksikan pasien tehnik 14.35 21.00 Masalah intoleransi aktivitas belum
sekunder sampai penghematan energy WITA teratasi
akibat
jam Hasil: istirahat dengan perlahan, Planning:
operasi
20.00 selalu meminta bantuan Kaji respon pasien terhadap
apendiktomi
WITA keluarga bila ingin bergerak aktivitas, ajarkan tehnik
bangun penghematan enegy, beri dorongan
3. Memberikan dorongan untuk 14.45 untuk melakukan perawatan diri,
melakukan aktivitas perawatan ajarkan keluarga cara rom pasif
diri
Hasil: pasien diajarkan mandiri
menyisir rambut dan merapikan
kancing pakaiannya sendiri
14.50
4. Mengajarkan keluarga pasien
rom pasif
Hasil: klien mengatakan takut
bergerak, klien tampak hati-hati
saat melakukan rom pasif,
keluarga dapat mempraktekkan
rom pasif
Nyeri akut Rabu, 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 14.22 Rabu, Subjektif:
berhubungan 27 karakteristik dan beratnya 27 - klien mengatakan nyeri skala 4 16.00
dengan insisi Juni Hasil: klien mengatakan nyeri Juni (sedang) seperti teriris pada
bedah 2018 dengan skala angka nyeri 4 2018 bagian perut saat bergerak
jam (sedang), lokasi nyeri disekitar jam Objektif:
14.15 luka, karakteristik terasa teriris, 21.00 - klien terlihat rileks
sampai nyeri terasa hilang timbul WITA Asesment:
jam 2. Mempertahankan istirahat 14.53 Masalah nyeri akut belum teratasi
20.00 dengan posisi semi fowler Planning:
WITA Hasil: klien mengatakan agak kaji ulang nyeri, pertahankan
nyaman posisi setengah duduk, istirahat dengan posisi semi fowler,
klien tampak tenang dorong ambulansi dini, kolaborasi
3. Mendorong ambulansi dini 15.15 dengan dokter untuk memberikan
Hasil: klien mengatakan agak analgesic sesuai indikasi
kaku dan takut bergerak, klien
tampak berhati-hati bergerak
4. Memberikan aktivitas hiburan 15.30
Hasil: klien mengatakan ingin
mendengarkan lagu-lagu islami,
klien tampak tenang
mendengarkan lagu
5. Memberikan analgesic sesuai 16.00
indikasi
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
Hambatan Rabu, 1. Mengkaji respon pasien 14.20 Rabu, Subjektif:
mobilitas fisik 27 terhadap aktivitas 27 - klien mengatakan pusing bila 16.00
berhubungan Juni Hasil: klien mengatakan pusing Juni langsung duduk, klien
dengan
peningkatan 2018 bila langsung duduk, klien 2018 mengatakan sudah belajar jalan
kebutuhan jam mengatakan sudah belajar jalan jam kekamar mandi tapi dibantu
metabolik 14.15 kekamar mandi tapi dibantu 21.00 anaknya
sekunder sampai anaknya, klien tampak lemah WITA Objektif:
akibat
operasi jam 2. Menginstruksikan pasien tehnik 14.50 - klien terlihat lemah, klien
apendiktomi 20.00 penghematan energy tampak rileks
WITA Hasil: istirahat dengan perlahan, Asesment:
selalu meminta bantuan Masalah intoleransi aktivitas belum
keluarga bila ingin bergerak teratasi
bangun Planning:
3. Memberikan dorongan untuk 15.00 Kaji ulang respon pasien terhadap
melakukan aktivitas perawatan aktivitas, ajarkan tehnik
diri penghematan enegy, beri dorongan
Hasil: pasien diajarkan mandiri untuk melakukan perawatan diri,
menyisir rambut, lap basah ajarkan keluarga cara rom pasif
badan sendiri dan merapikan
pakaiannya sendiri
4. Mengajarkan keluarga pasien 15.15
rom pasif
Hasil: klien mengatakan takut
bergerak, klien tampak hati-hati
saat melakukan rom pasif,
keluarga dapat mempraktekkan
rom pasif
Nyeri akut Kamis, 1. Mengkaji nyeri, catat lokasi, 08.00 Kamis, Subjektif:
berhubungan 28 karakteristik dan beratnya 28 - klien mengatakan nyeri skala 2 14.00
dengan insisi Juni Hasil: klien mengatakan nyeri Juni (ringan) seperti teriris pada
bedah 2018 dengan skala angka nyeri 2 2018 bagian perut saat bergerak tapi
jam (ringan), lokasi nyeri disekitar jam kadang tidak nyeri
07.30 luka, karakteristik terasa teriris, 14.15 Objektif:
WITA nyeri terasa hilang timbul WITA - klien terlihat rileks, klien
sampai 2. Mempertahankan istirahat 09.00 tampak duduk di tempat tidur
jam dengan posisi semi fowler Asesment:
14.15 Hasil: klien mengatakan agak Masalah nyeri akut teratasi
WITA nyaman posisi setengah duduk, Planning:
klien tampak tenang Pertahankan istirahat posisi
10.00
3. Mendorong ambulansi dini nyaman, dorong lakukan ambulasi
Hasil: klien mengatakan agak sesuai kemampuan, kolaborasi
kaku dan takut bergerak, klien dengan dokter untuk memberikan
tampak berhati-hati bergerak analgesic sesuai indikasi
4. Memberikan aktivitas hiburan 11.00
Hasil: klien mengatakan ingin
mendengarkan lagu-lagu islami,
klien tampak tenang
mendengarkan lagu
5. Memberikan analgesic sesuai 12.00
indikasi
Hasil: injeksi ketorolac 30 mg
Hambatan Kamis, 1. Mengkaji respon pasien 08.00 Kamis, Subjektif:
mobilitas fisik 28 terhadap aktivitas 28 - klien mengatakan sudah nyaman 14.00
berhubungan Juni Juni
Hasil: klien mengatakan sudah bergerak tapi barhati-hati
dengan
2018 nyaman bergerak tapi barhati- 2018 - Klien mengatakan sudah jalan
peningkatan
jam hati, klien mengatakan sudah jam kekamar mandi sendiri tapi
kebutuhan
07.30 jalan kekamar mandi sendiri tapi 14.15 pelan-pelan
metabolik
WITA pelan-pelan WITA Objektif:
sekunder 09.00
sampai 2. Menginstruksikan pasien tehnik - klien tampak rileks
akibat
jam penghematan energy Asesment:
operasi
14.15 Hasil: istirahat dengan perlahan, Masalah intoleransi aktivitas
apendiktomi
WITA selalu meminta bantuan teratasi
keluarga bila ingin berjalan Planning:
3. Memberikan dorongan untuk 10.00
Pertahankan kondisi nyaman dalam
melakukan aktivitas perawatan bergerak, beri dorongan untuk
diri melakukan perawatan diri secara
Hasil: pasien diajarkan mandiri mandiri
menyisir rambut, lap basah
badan sendiri, merapikan
pakaiannya sendiri dan sikat
gigi dikamar mandi
4. Mengajarkan keluarga pasien
11.00
rom pasif
Hasil: klien tampak hati-hati
saat melakukan rom pasif,
keluarga dapat mempraktekkan
rom pasif
BAB IV

PEMBAHASAN

Penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. P di ruang Mawar

BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan dengan diagnosa post operasi apendiktomi

hari ke 1, perlu kiranya dilakukan pembahasan untuk mengetahui perbedaan

antara teori dan praktek di lapangan.

A. Pengkajian

Klien bernama Ny.P berumur 70 tahun dirawat di ruang Mawar BLUD

Rumah Sakit Konawe Selatan dengan diagnosa medis post operasi

apendiktomi, penulis melakukan pengkajian pada tanggal 26 Juni 2018 pada

jam 14.15 WITA. Didapatkan data subjektif yaitu klien mengatakan nyeri

pada luka operasi, nyeri skala 6 seperti diremas-remas, nyeri terus menerus

pada saat bergerak di bagian perut. Menurut potter & perry ( 2006, h.1504 )

Nyeri timbul karena terdapat terputusnya kontinuitas jaringan sehingga

menjadi stimulus nyeri yang akan menyebabkan pelepasan subtansi kimia

seperti histamin, bradikin dan kalium. Subtansi tersebut menyebabkan

nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri, maka akan

timbul implus saraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer. Serabut

saraf perifer yang akan membawa implus nsaraf ada dua jenis , yaitu serabut

A-delta dan serabut c. Implus nyeri akan dibawa ke konu dorsalis

melepaskann neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan

transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traknus spinotalamus. Hal ini

memungkinkan implus syaraf ditransmisikan lebih jauh kedalam system

30
saraf pusat. Setelah implus saraf sampai di otak, otak mengolah implus saraf

kemudian akan timbul respon reflek nyeri.

Klien mengatakan untuk beraktivitas sulit dan terasa sakit, klien lemas,

hanya berbaring di tepat tidur, klien dibantu keluarga dalam memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Menurut Menurut potter & perry ( 2006, h.1508 )

pada saat implus nyeri naik ke medulla spinalis menuju kebatang otak dan

talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari

respon stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang

superfisial menimbulakan reaksi flight yang merupakan sindrom adaptasi

umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom

menghasilkan respon fisiologis lamah karena pengeluaran energi fisik yang

disebabkan oleh peredaeran darah yang tidak sampai ke otot dan akann

terjadi pucat yang disebabkan oleh suplai darah berpindah dari perifer.

Data objektif yang diapat KU sedang, kesadaran compos menthis, adanya

luka operasi panjang 8 cm dan lebar 2 cm di perut kanan bawah luka masih

basah, wajah tampak pucat, klien tampak lemas, perilaku berhati-hati,

ekstremitas hangat, tekanan darah; 110/70 mm/hg, nadi; 73x/m, suhu;

36,70C, pernapasan; 18x/m.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

Nyeri akut adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan

adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak

menyenangkan selama enam bulan atau kurang. Dengan batasan

karakteristik mayor : komumikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang


nyeri yang dideskripsikan daan batasan karakteristik minor : perubahan

kemampuan untuk melanjutkan aktivitas sebelumnya, ansietas postur

tidak biasanya (lutut ke abdomen), ketidakaktifan fisik, rasa takut,

menarik bila disentuh (Wilkinson, 2007 , h. 338).

Perubahan rasa nyaman adalah keadaan dimana individu mengalami

sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu

rangsangan yang berbahaya. Dengan batasan karakteristik mayor:

individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan dan batasan

karakteristik minor: respon pada nyeri, tekanan darah meningkat, nadi

meningkat, pernafasan meningkat, pupil dilatasi, perilaku berhati-hati,

raut wajah kesakitan, meringis, merintih, terasa sesak pada abdomen

(Carpenito, 2000, hal.53 ).

Diagnosis ini penulis angkat karena saat pengkajian didapat data: klien

mengatakan nyeri pada luka operasi, nyeri seperti diremas-remas, nyeri

terus menerus, adanya luka operasi, skala 6 saat bergerak pada perut

bagian kanan bawah, klien tampak meringis menahan nyeri. Penulis

memprioritaskan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah

ini sebagai diagnosa pertama karena klien mengeluh nyeri pada luka

insisi, hal ini tentu akan mengganggu proses hospitalisasi dan aktivitas

klien. Klien juga mengeluhkan masalah nyeri sebagai masalah utama.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi.

Hambatan mobilitas fisik adalah penurunan dalam kapasitas fisiologis

seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau

yang dibutuhkan. Dengan batasan karakteristik mayor: pusing, dispnea,

keletihan akibat aktivitas, frekuensi pernafasan lebih dari 24 x/menit dan

32
batasan karakteristik mayor: pucat atau sianosis, konvusi, vertigo

(Carpenito, 2006, h. 3).

Diagnosa ini penulis angkat karena saat pengkajian didapat data: klien

mengatakan untuk beraktivitas sulit dan terasa sakit, klien tampak lemas,

klien dibantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, tekanan

darah 120/90 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 19 x/menit, suhu


o
37,6 C. penulis mengangkat diagnosa intoleransi aktivitas sebagai

diagnosa ketiga karena ketidak mampuan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari secara mandiri dapat mengganggu fungsi fisiologis secara

bertahap. Adapun diagnosa keperawatan yang tidak muncul dalam kasus

Ny.P diantaranya yaitu:

a. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan (iritasi saraf

abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau kolik uretral); diuresis

pascaobstruksi. Kekurangan volume cairan adalah keadaan dimana

seorang individu yang tidak menjalani puasa mengalami atau beresiko

mengalami dehidrasi vascular, interstisial atau intravaskular (Carpenito,

2000, h. 139).

Masalah ini tidak dimunculkan karena tidak ditemukannya data

yang mendukung diagnosa, yaitu kulit/membran mukosa kering,

ketidakseimbangan negatif antara masukan dan haluaran, penurunan

turgor kulit, rasa haus, urin memekat. Sehingga diagnosa resiko tinggi

terhadap kekurangan volume cairan tidak bisa ditegakkan.

b. Kurang pengetahuan adalah suatu keadaan dimana seorang individu

atau kelompok mengalami defisiensi pengetahuan kognitif atau

ketrampilan-ketrampilan psikomotor berkenaan dengan kondisi atau

rencana pengobatan (Carpenito, 2000, h. 223).


Masalah ini tidak dimunculkan karena tidak ditemukannya data

yang mendukung diagnosa, yaitu klien mengungkapkan kurang

pengetahuan atau keterampilan-keterampilan/ permintaan informasi,

mengekspresikan suatu ketidakakuratan persepsi ststus kesehatan,

melakukan dengan tidak tepat perilaku kesehatan yang dianjurkan atau

yang diinginkan. Sehingga diagnosa kurang pengetahuan tidak dapat

ditegakan.

C. Intervensi

Untuk diagnosa pertama yaitu nyeri akut berhubungan dengan insisi

bedah. Sesuai masalah yang muncul, penulis menyusun intervensi yaitu

tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan dan beratnya (skala 0-10)

nyeri, hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan kualitas nyeri klien

setelah dilakukan tindakan keperawatan atau kolaborasi. Anjurkan klien

untuk istirahat dengan posisi semi fowler, hal ini dilakukan untuk

menghilangkan tegangan pada abdomen yang bertambah dengan posisi

telentang. Dorong ambulasi dini (duduk atau berjalan), hal ini dilakukan

untuk meningkatkan normalisasi fungsi organ misalnya merangsang

peristaltik, kelancaran flatus dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

Penulis juga berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan terapi analgesik

sesuai dengan indikasi, hal ini dilakukan untuk menghilangkan nyeri dan

mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain, contohnya ambulasi

dan batuk. (Doengoes, 2000, h. 511).

Untuk diagnosa kedua yaitu yaitu hambatan mobilitas fisik

berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat

operasi apendiktomi. Sesuai masalah yang ditemukan penulis menyusun

intervensi yaitu mengkaji respon individu terhadap aktivitas, hal ini dilakukan
mengetahui respon fisiologis terhadap stres. Aktivitas secara bertahap, hal ini

dilakukan untuk meningkatkan aktivitas klien agar klien mampu beradaptasi

saat proses penyembuhan. Ajarkan klien metode penghematan energi untuk

aktivitas, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan saat klien

melakukan aktivitas kembali secara bertahap

D. Implementasi

Kemudian berdasarkan intervensi di atas pada diagnosa nyeri akut

berhubungan dengan insisi bedah, penulis melakukan implementasi pada

tanggal 26 Juni sampai 28 Juni 2018 sebagai berikut: kaji tingkat nyeri,

mencatat intensitas karakteristik nyeri. Kekuatan klien kooperatif saat

dilakukan pemeriksaan tingkat nyeri, sedangakan kelemahan dari tindakan ini

adalah bisa memunculkan hasil yang salah saat mengakaji skala nyeri

sehingga dapat mempengaruhi tindakan yang lain. Solusinya adalah harus ada

alat yang dapat mengukur tingkat rasa nyeri. Menganjurkan klien istirahat

dengan posisi semi fowler. Kekuatan dari implementasi ini adalah klien mau

beristirahat dengan posisi setengah duduk, sedangkan kelemahan dari

tindakan ini adalah klien merasakan nyeri saat bergerak. Solusinya saat

merubah posisi dari posisi tidur ke setengah duduk harus berhati-hati dan

memperhatikan respon dari wajah klien. Dorong ambulasi dini (duduk).

Kekuatan dari implementasi ini adalah klien mau untuk duduk, sedangkan

kelemahan dari tindakan ini adalah kelurarga klien melarang klien untuk

duduk karena belum sembuh. Solusi untuk intervensi ini adalah memberikan

pengetahuan kepada keluarga klien bahwa pergerakan secara perlahan lahan

akan mempercepat penyembuhan dan fungsi organ. Memberikan terapi

injeksi ketorolac 30 mg, kekuatan dari implementasi ini adalah klien bersedia

saat diberikan injeksi, sedangkan kelemahan dari tindakan ini pada saat
memberiakan injeksi tidak menggunakan prosedur pemberian obat yang

lengkap dan benar. Solusinya untuk tindakn ini adalah pada saat pemberian

obat harus dijelaskan efek samping dan kegunaan dari obat tersebut

(Doengoes, 2000, h. 511).

Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa kedua yaitu hambatan

mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik

sekunder akibat operasi apendiktomi. Kemudian penulis melakukan

implementasi pada tanggal 26 Juni sampai 28 Juni 2018 sebagai berikut:

mengkaji respon terhadap aktivitas. Kekuatan tindakan ini klien mengatakn

sejujurnya sejauh mana tingkat kemandirian klien pada saakt melakukan

sesuatu atau aktivitas, sedangkan kelemahan tindakan ini klien kadang

memaksakan diri untuk melakukan aktivitas yang dapat memperberat nyeri.

Solusinya untuk tindakan ini adalah memberika penjelasan tentang aktivitas

yang bisa dilakukan klien. Mendorong klien untuk melakukan aktivitas secara

bertahap. Kekuatan klien mencoba berjalan ke kamar mandi. Kelemahan

tindakan ini adalah dengan adanya nyeri yang masih dirasakan klien dapat

membuat keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Solusi tindakan ini

sebaiknya klien berlatih aktivitas setelah minum obat anti nyeri.

Menganjurkan klien untuk melakukan penghematan energi. Kekuatan dari

implementasi ini adalah klien beristirahat saat merasa lelah, sedangakan

kelemahan dari tindakan ini lingkungan berisik, solusi untuk tindakan ini

sebaiknya saat waktu istirahat klien pengunjung sebaiknya dibatasi agar tidak

terlalu berisik.
E. Evaluasi

Kemudian berdasarkan implementasi di atas, penulis melakukan

evaluasi untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah pada

terakhir pada tanggal 28 Juni 2018 sebagai berikut: masalah nyeri akut

berhubungan dengan insisi bedah belum teratasi sebagian dengan data klien

mengatakan nyeri skala 2 terasa teriris pada bagian perut saat bergerak, klien

terlihat sudah rileks dan mampu berjalan mandiri ke kamar mandi, lanjutkan

intervensi dengan kaji ulang nyeri, kolaborasi dengan dokter untuk

memberikan analgesic sesuai indikasi. Kekuatan yang dimiliki adalah klien

mau mengikuti instruksi perawat saat dibantu perawat dalam memberikan

klien posisi yang nyaman semi fowler, sedangkan kelemahannya adalah klien

saat mengubah ke posisi semi fowler terkadang klien masih merasakan nyeri.

Kemudian untuk diagnosa yang kedua hambatan mobilitas fisik berhubungan

dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi

apendiktomi, penulis melakukan evaluasi pada tanggal 28 Juni 2018 sebagai

berikut: masalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi teratasi dengan

data klien mengatakan sudah bisa beraktivitas mandiri dan klien mengatakan

berlatih kekamar mandi, klien tampak rileks dan mampu duduk sendiri klien

terlihat ke kamar mandi tanpa bantuan, pertahankan kondisi. Kekuatan yang

dimiliki klien adalah mampu mematuhi intruksi pada saat dilakukan tindakan

keperawatan. Klien merasa senang saat berlatih untuk duduk dan berjalan

kekamar mandi karena dapat mengurangi stres, sedangkan kelemahannya

adalah saat dilakukan latihan aktivitas secara bertahap, klien masih

merasakan nyeri sehingga mengganggu aktivitas.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pada saat melakukan Asuhan Keperawatan pada Ny. P dengan post

operasi apendiktomi di ruang Mawar BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan

Kabupaten Konawe Selatan, penulis menggunakan tahap-tahap proses

keperawatan yang antara lain : pengkajian, pola fungsional Gordon,

pemeriksaan fisik, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi.

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 26 Juni 2018 jam 14.15

WITA didapatkan diagnosa keperawatan pada Ny.P, yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah.

Dengan didukung data subjektif: klien mengatakan nyeri pada luka

operasi seperti di remas-remas skala 6 dan nyeri dirasaakan saat bergerak

dibagian perut. Data objektifnya: klien terlihat meringis menahan nyeri

dan ada luka bekas operasi di bagian perut. Penulis melakukan

implementasi dari tanggal 26 Juni sampai 28 Juni 2018 dengan evaluasi

masalah teratasi sebagian dengan data klien mengatakan nyeri skala 2

terasa teriris pada bagian perut saat bergerak, klien terlihat sudah rileks

dan mampu berjalan mandiri ke kamar mandi, lanjutkan intervensi

dengan kaji ulang nyeri, kolaborasi dengan dokter untuk memberikan

analgesic sesuai indikasi.

38
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolik sekunder akibat operasi apendiktomi.

Dengan didukung data subjektif: klien mengatakan untuk beraktifitas

sulit terasa sakit dan lemas sehingga semua aktivitas dibantu suaminya.

Data objektifnya: klien terlihat lemas, tekanan darah; 130/80 mm/hg,


0
nadi; 78x/m, suhu; 36,4C , pernapasan; 19x/m. Penulis melakukan

implementasi pada tanggal tanggal 26 Juni sampai 28 Juni 2018 dengan

evaluasi masalah teratasi dengan data klien mengatakan sudah bisa

beraktivitas mandiri dan klien mengatakan berlatih kekamar mandi, klien

tampak rileks dan mampu duduk sendiri klien terlihat ke kamar mandi

tanpa bantuan.

B. Saran

1. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien post operasi

apendiktomi, hendaknya dilakukan pengkajian secara lengkap dan

menyeluruh. Penetapan diagnosa keperawatan harus berdasarkan pada data

dan keluhan yang dikeluhkan pasien. Perencanaan keperawatan dilakukan

dengan mempertahankan konsep dan teori yang ada. Implementasi

keperawatan harus sesuai dengan perencanaan dengan memperhatikan

kondisi pasien dan kemampuan keluarga. Dan evaluasi yang dilakukan

harus sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.

2. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien hendaknya

menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif

dengan melibatkan peran serta aktif keluarga sebagai asuhan keperawatan

sehingga tercapai sesuai tujuan.


3. Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga dengan

memberikan penyuluhan tentang perawatan pasien post operasi

apendiktomi di rumah sebelum pasien pulang.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Uzma. 2010. The Effectiveness of Relaxation Therapy in the Reduction of


Anxiety Related Symptoms (A Case Study). Pakistan: International Journal of
Psychological Studies.

Baradero, M. 2005. Keperawatan Perioperatif. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Barbara, J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Peroperatif, Vol. 1 Prinsip. Jakarta:


EGC.

Broke, J, Hasan, N, dkk. 2012. Efficacy of Information Interventions in Reducing


Transfer Anxiety from A Critical Care Setting to A General Ward: A
Systematic Review and Meta-Analysis. London: Elsevier.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Doengoes, M.E, dkk. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien: Jakarta: EGC

Kwekkeboom, K.L dan Gretarsdottir, E. 2006. Systematic Review of


Relaxation Interventions for Pain. Amerika Serikat: Journal of Nursing
Scholarship.

Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media


Aesculapius

Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya

NANDA (Nursing Diagnosis and Clasification). 2005-2006. USA: NANDA

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodolologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Patricia, P. 2009. Fundamental of Nursing, Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Price, A.Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Proses-Proses Penyakit,


Edisi 4. Jakarta: EGC

Reyes, Guy E dan Chang, Paul S. 2011. Prevention of Surgical Site Infections:
Being a Winner. Amerika Serikat: Elsevier

Sharon, A. 2011. Reducing Fall Risk for Surgical Patients. Amerika Serikat:
AORN Journal.
Syamsuhidayat, R.Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2.
Jakarta: EGC

Weirich, Tara Lynn. 2008. Hypothermia/Warming Protocols: Why Are They


Not Widely Used in the OR. Amerika Serikat: AORN Journal.

Anda mungkin juga menyukai