PENDAHULUAN
responsivitas jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam atau dini hari.
Gejala periodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi
Asma dan rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang saat ini masih menjadi
problem kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kualitas hidup dan
berbeda-beda antara satu kota dengan kota lainnya dalam satu negara, di Indonesia
dilaporkan dalam Jurnal of Allergi and Clinical Imunology tahun 2003 menunjukkan,
bahwa asma mengganggu kualitas hidup manusia, seperti gejala batuk, termasuk batuk
malam dalam sebulan terakhir 44-51% dari 3.207 kasus yang diteliti, bahkan 28,3%
penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak seminggu sekali dalam satu minggu.
Ada 43,6% penderita mengaku dalam satu tahun terakhir menggunakan fasilitas gawat
darurat, perawatan inap atau kunjungan darurat ke dokter. Dampak asma terhadap
kualitas hidup juga ditunjukan dari laporan tersebut, seperti keterbatasan berkreasi atau
olahraga 52,7%, aktivitas fisik44,1% pemeliharaan karir 37,9% aktivitas social 38%,
pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami oleh anak 36,5% orang dewasa 26,5%
Modalitas fisioterapi pada kondisi asma akut yang bertujuan untuk mengurangi derajat
sesak napas, mengeluarkan dahak, mengurangi nyeri, dan spasme otot yaitu dengan
TINJAUAN KASUS
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
a. Saluran Pernafasan
Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan
lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo
dextra terdapat fissura horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media,
sedangkan fissura oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo
sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobus inferior.
1) Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang
dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya
dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi:
epitel berlapis silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya
ada konka nasalis superior, medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa hidung
2) Sinus paranasal
3) Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu dan
menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas
Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki muskularis
menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel
4) Laring
faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus
ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring
pada tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan
epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar.
Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup trakea pada saat menelan
(epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita
suara (lipat suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu
terdapat mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot
suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N
Laringealis superior.
5) Trakea
jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel
6) Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki primer
bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak
teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang
sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas
lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan
kelenjar submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast,
eosinofil.
longgar. Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina
8) Bronchiolus respiratorius
kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli). [9] 10.
alveoli bermuara.
9) Alveolus
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup.
Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong
oleh serat kolagen, dan elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel
alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I)
jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II)
alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan
licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar.
Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi.
Jaringan diantara 2 lapis epitel disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa
(fibroblas), sel mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn.
Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma
lainnya.
10) Pleura
Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda yang membrannya
melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi permukaan luar paru. Setiap pleura
mengandung beberapa lapis jaringan ikat elastik dan mengandung banyak kapiler.
Diantara lapisan pleura tersebut terdapat cairan yang bervolume sekitar 25-30 mL
yang disebut cairan pleura. Cairan pleura tersebut berfungsi sebagai pelumas untuk
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin,
fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada
dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal. Pembungkus paru
(pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2
Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut
parasimpatis (dari nervus vagus). Serabut eferen dari pleksus mensarafi otot-otot
bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa bronkioli dan alveoli.
c. Otot-Otot Pernapasan
selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar rongga
toraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah seperti
piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm
berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga
transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil. Musculus
Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan menyebabkan
melakukan hal tersebut karena otot-otot ini berjalan miring ke arah bawah dan
belakang dari iga ke iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan menarik
rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga membantu
proses ekspirasi dengan cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan
2. Fisiologi
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc.
Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Walaupun
demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam proses bernapas mencapai
3500 cc, yang 1000 cc merupakan sisa udara yang tidak dapat digunakan tetapi
senantiasa mengisi bagian paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital
adalah jumlah udara maksimun yang dapat dikeluarkan seseorang setelah mengisi
Dalam keadaaan normal, kegiatan inspirasi dan ekpirasi atau menghirup dan
udara pernapasan (kapasitas tidal = ± 500 cc). Kapasitas tidal adalah jumlah udara
(expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume = 1500 cc). Lihat skema
kebutuhan dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh,
serta jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Pekerja-pekerja berat
Demikian juga seseorang yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dengan
memiliki kebiasaan memakan lebih banyak daging akan membutuhkan lebih banyak
sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan
tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi biasa kecuali
dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi berkurang atau karena
alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna darah atau pigmen
Hemoglobin yang terdapat dalam butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh
senyawa hemin atau hematin yang mengandung unsur besi dan globin yang berupa
protein.
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk.
Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar yang
berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam yang
berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula. Bila otot
antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan terangkat sehingga
volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan menybabkan tekanan dalam
rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga dada luar. Karena tekanan uada
kecil pada rongga dada menyebabkan aliran udara mengalir dari luar tubuh dan
Sedangkan pada proses ekspirasi terjadi apabila kontraksi dari otot dalam, tulang
meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru tertekan dalam rongga dada, dan aliran
b. Pernapasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot
dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan
mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga
paru(inspirasi).
1. Definisi
Asma adalah gangguan pada bronkus dan trakhea yang memiliki reaksi berlebihan
terhadap stimulus tertentu dan bersifat reversibel (Padila, 2015). Definisi asma juga
disebutkan oleh Reeves dalam buku Padila yang menyatakan bahwa asma adalah
obstruksi pada bronkus yang mengalami inflamasi dan memiliki respon yang sensitif
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya
inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat
Akibatnya saluran nafas menyempit dan jumlah udara yang masuk dalam paru-paru
dada sesak, dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari (Soedarto.
2012).
Tidak mudah membedakan antara satu jenis asma dengan jenis asma lainnya.
Dahulu asma dibedakan menjadi asma alergi (ekstrinsik) yang muncul pada waktu
alergen dan asma non-alergik (intrinsik) bila tidak ditemukan reaksi hipersensitivitas
dengan kedua sifat alergi dan non-alergi, sehingga Mc Connel dan Holgate membagi
1) Asma alergi/ekstrinsik;
2) Asma non-alergi/intrinsik;
2) eksaserbasi singkat;
2. Etiologi
Etiologi asma masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli, namun secara
umum terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetik diantaranya riwayat atopi, pada penderita asma biasanya mempunyai keluarga
dekat yang juga memiliki alergi. Hipereaktivitas bronkus ditandai dengan saluran
kelamin, pada pria merupakan faktor risiko asma pada anak. Sebelum usia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak perempuan.
peningkatan Body Mass Index (BMI) > 30kg/m2. Mekanismenya belum diketahui
pasti, namun diketahui penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma dapat
Alergen dalam lingkungan tempat tinggal seperti tungau, debu rumah, spora
jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dll adalah faktor
lingkungan yang dapat mencetuskan terjadinya asma. Begitu pula dengan serbuk sari
dan spora jamur yang terdapat di luar rumah. Faktor lainnya yang berpengaruh
diantaranya alergen makanan (susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap, pengawet, dan pewarna makanan), bahan iritan
(parfum, household spray, asap rokok, cat, sulfur,dll), obat-obatan tertentu (golongan
beta blocker seperti aspirin), stress/gangguan emosi, polusi udara, cuaca, dan aktivitas
fisik. 16
lain:
b. Kontak dengan alergen dan irritan Allergen dapat disebabkan oleh berbagai
bahan yang ada di sekitar penderita asma seperti misalnya kulit, rambut, dan
sayap hewan. Selain itu debu rumah yang mengandung tungau debu rumah
(house dust mites) juga dapat menyebabkan alergi. Hewan seperti lipas atau bulu
tumbuhan seperti tepung sari dan ilalang serta jamur (nold) juga dapat bertindak
sebagai allergen. Irritans atau iritasi pada penderita asma dapat disebabkan oleh
berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara. Faktor lingkungan seperti udara
dingin atau perubahan cuaca juga dapat menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang
menyengat dari cat atau masakan dapat menjadi penyebab iritasi. Selain itu,
ekspresi emosi yang berlebihan (menangis, tertawa) dan stres juga dapat memicu
5) Infeksi
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga
nafas terjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding
saluran nafas, sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang
terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh
IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting
penolong ) terutama Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi
melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang
lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit
leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan
lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang dapat
dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Faktor
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada
jalur non-alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran
napas. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,
nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena
adanya peregangan nervus vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel
mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan
yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa keadaan seperti
pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Reflek saraf
memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung saraf
4. Gambaran Klinis
b. Serangan asma termasuk serangan sesak napas yang berat bila pasien kontak
dengan bahan allergen tertentu. Serangan asma adapt juga disebabkan oleh
aktivitas fisik yang berat atau biasa disebut exercise induced asthma. Pasien
c. Terdengar bunyi napas wheezing dan rochi serta pasien merasa sangat lelah pada
C. Intervensi Fisioterapi
Breathing Control telah lama digunakan dalam yoga untuk fokus dan
penting untuk menilai pernapasan pasien saat istirahat dan selama berolahraga. Orang
sering menahan napas saat melakukan aktivitas, terutama selama aktivitas baru, jadi
aktivitas baru. Di banyak pusat rehabilitasi dan klub kesehatan, rejimen latihan Pilates
telah digunakan untuk membantu pasien mencapai kekuatan inti dan stabilisasi
dikombinasikan dengan integrasi tubuh, pikiran, dan jiwa; itu juga telah digunakan
oleh penari dan koreografer untuk meningkatkan kontrol postur tubuh, meningkatkan
abdominis transversal). Keyakinannya adalah ketika individu memiliki inti yang kuat
maka postur tubuh akan meningkat dan kinerja aktivitas fungsional lainnya akan
konsepnya. Itulah yang ingin kami ajarkan kepada pasien kami - kontrol napas, lalu
fungsi.
seperti fibrosis; jaringan parut akibat terapi radiasi; kelemahan neurologis seperti
- Pasien yang lemah atau terbaring di tempat tidur, yang cenderung memiliki
volume ventilasi yang konstan dan menahan sekret dan rentan terhadap
Mobilisasi adalah aplikasi terapeutik dan preskriptif dari aktivitas beban kerja
pengangkutan oksigen. Meskipun aktivitas ini dianggap sebagai beban kerja yang
rendah, aktivitas ini dapat menimbulkan permintaan metabolik relatif khusus pasien
yang tinggi. Bahkan dosis stimulus mobilisasi yang relatif rendah dapat menimbulkan
kebutuhan metabolik yang cukup besar pada pasien dengan gangguan kardiovaskular
atau paru, itulah sebabnya ia diresepkan untuk pasien yang sakit akut. Mobilisasi juga
digunakan karena efek menguntungkannya pada sistem organ lain seperti sistem
dan perifer. Mobilisasi dengan demikian ditentukan sebagai stimulus gravitasi dan
stimulus latihan.
keadaan istirahat. Oleh karena itu, olahraga diartikan sebagai bentuk aktivitas fisik
fisik sedang, sehingga laju pernapasan dan detak jantung dipercepat secara nyata,
Latihan ditentukan oleh ahli terapi fisik dalam pengelolaan disfungsi kardiovaskular
atau paru subakut dan kronis. Tujuan akhir latihan adalah memaksimalkan fungsi di
semua langkah jalur transportasi oksigen ke struktur pendukung (yaitu, otot dan
jaringan lain). Tujuan jangka pendek dari latihan adalah mengeksploitasi efek
dalam aktivitas berbasis kinerja, prinsip ini juga berlaku untuk setiap pasien yang
ditemui terapis fisik. Pelatihan dalam kedua kasus tersebut, didefinisikan sebagai
penerapan sistematis dari rangsangan latihan progresif untuk memperoleh tujuan (atau
mencapai tujuan spesifik berbasis pasien, penerapan beberapa mode latihan dan
pedoman pelatihan diperlukan. Jenis pelatihan ini sering kali melibatkan latihan
Gambar 2.6 Komponen sesi latihan latihan: peregangan, pemanasan, zona latihan,
pendinginan, dan peregangan.
Sumber : American College of Sports Medicine: Guidelines for exercise testing and
prescription, ed 6, Philadelphia, 2010
Resep untuk mobilisasi dan olahraga untuk merangsang manfaat akutnya sama
dengan resep olahraga untuk efek aerobik jangka panjang, sentral, dan perifernya.
Parameter latihan untuk mencapai adaptasi jangka panjang pada orang sehat telah
ditentukan dan secara umum diterima dengan baik: individu melakukan latihan
tradisional latihan latihan (HR 70% -85% dari perkiraan usia maksimum atau
mungkin memiliki kegunaan yang lebih besar pada orang dengan kondisi kronis
yang sehat. Latihan otot pernapasan terisolasi meningkatkan daya tahan otot
pernapasan dan waktu ketahanan sebagai respons terhadap latihan seluruh tubuh.
Meskipun _VO2max tidak terpengaruh, _VE dan laktat darah menurun setelah
pelatihan. Selain itu, latihan otot pernafasan dapat meredakan sesak napas pada
orang sehat saat berolahraga. Namun, peningkatan kekuatan dan daya tahan otot
pernapasan dengan pelatihan khusus telah dilaporkan tidak dapat ditransfer ke _VO2
latihan fungsional seluruh tubuh adalah tujuan dalam perawatan pasien, temuan ini
Permintaan metabolik yang meningkat dari hasil latihan akut dalam sedikit
• Ventilasi alveolar
• Tingkat pernapasan
• Keluaran jantung
• Volume langkah
• Denyut jantung
• Tekanan darah
• Produk tekanan detak jantung (RPP; produk detak jantung dan TD sistolik)
Pada orang sehat dan orang dengan penyakit jantung, RPP sangat berkorelasi
dengan miokard _VO2 dan dengan demikian dengan kerja miokard122), _VO2, dan
proporsional lebih banyak daripada HR pada intensitas latihan yang rendah untuk
pada HR, yang terus meningkat hingga HR maksimum dicapai dengan latihan
dataran tinggi melalui intensitas latihan sedang hingga berat dan kemudian
mengalami peningkatan sekunder pada beban kerja yang sangat berat. Dengan
pengisian diastolik dan tingkat pengosongan dan peningkatan darah volume. Orang
yang lebih tua mungkin tidak meningkatkan CO dan SV maksimal mereka sebagai
(berlawanan dengan posisi berbaring) karena latihan saja gagal untuk melawan
hilangnya mekanisme pengatur volume yang terkait dengan posisi berbaring. Yang
akhir dan SV telah dilaporkan lebih besar pada posisi tegak daripada posisi
terlentang pada atlet ketahanan, yang mendukung ketergantungan yang lebih besar
CO selama latihan. Pasien dengan gangguan aliran balik vena dan kontraktilitas
mana sirkulasi sentral dan vasodilatasi lokal lebih disukai. Volume plasma
meningkat dengan latihan intens akut, dan ini telah terbukti bergantung pada posisi.
terlentang, dan ini dianggap bertanggung jawab atas peningkatan volume plasma.
Dengan menggabungkan posisi tegak dengan olahraga, ahli terapi fisik dapat secara
Efek latihan akut pada pembekuan darah dan agregasi trombosit menjadi
perhatian khusus pada individu dengan faktor risiko pembekuan yang ada. Risiko
stroke, misalnya, secara klinis penting pada orang dengan fibrilasi atrium. Tingkat
aktivitas platelet ini merupakan faktor risiko secara klinis masih harus ditentukan.
Peran olahraga dalam mencegah trombosis vena dalam sudah mapan. Meskipun
kontroversi telah ada mengenai perannya dalam mengelola trombosis vena dalam,
dengan berjalan lebih baik daripada istirahat di tempat tidur dalam pengelolaan vena
dalam akut. trombosis pada pasien rawat jalan. Selanjutnya, tinjauan sistematis dan
b. Efek Muskuloskeletal
Latihan otot ketahanan pada pasien yang sakit kritis telah terbukti memiliki
manfaat umum dan lokal dalam hal efek akut dan jangka panjang, serta efek
pencegahannya. Otot perifer dan pernapasan merupakan target penting dari resep
latihan pada populasi pasien ini, dan pelatihan semacam itu mungkin memiliki
Pelatihan otot ketahanan telah menjadi andalan terapi fisik untuk pemulihan
motorik dan efek pengkondisian pada populasi pasien. Ada peningkatan minat pada
program pelatihan ketahanan, orang dewasa yang lebih tua yang sehat menunjukkan
respons latihan aerobik yang lebih baik. Respon kardiovaskular terhadap pengerahan
tenaga berkurang, respon puncak tertunda, dan pemulihan dari pengerahan tenaga
maksimum lebih cepat. Efek latihan ditentukan oleh hubungan yang bergantung
pada dosis antara intensitas latihan ketahanan dan respons latihan aerobik, di
samping status pra-latihan individu. Efek ini bermanfaat bagi pasien dengan
dimodifikasi telah menjadi komponen integral dari program rehabilitasi jantung dan
nadi. Peningkatan tekanan nadi merupakan faktor risiko penyakit jantung iskemik,
Perhatian harus diambil dengan latihan ketahanan tinggi, yang ditentukan relatif
kontraksi abdomen yang relatif kuat dan dapat menimbulkan kontraksi resistensi
yang berat atau upaya isometrik yang kuat pada individu yang lemah. Pada
hematoma epidural spinal) pada dua pria muda yang sehat. Jadi sebelum latihan
intraabdominal. Terapis fisik perlu waspada dalam mendeteksi tanda dan gejala
Pekerjaan tubuh bagian atas dan bagian bawah memiliki karakteristik fisiologis
yang berbeda. Respons ini mungkin harus dihindari (seperti pada tekanan
hemodinamik pekerjaan tubuh bagian atas pada individu dengan disfungsi miokard)
atau dieksploitasi (seperti pada individu dengan tubuh bagian bawah). kelumpuhan).
Kinetika oksigen berbeda untuk kedua jenis pekerjaan, seperti halnya respons
c. Efek Endokrin
simpatis diproses lebih efisien (yaitu, disintesis dan terurai secara hayati). Ini adalah
efek signifikan yang dapat digunakan sebagai tujuan saat meresepkan mobilisasi.
hingga 600 mL / menit / m2) pada pasien di ICU bedah, tingkat kelangsungan hidup
meningkat dan tidak ada peningkatan kejadian jantung dibandingkan dengan pasien
kontrol. Apakah efek ini, yaitu mungkin dimediasi oleh peningkatan cadangan
jantung, dapat dicapai dengan studi waran stimulasi simpatis yang diinduksi oleh
olahraga. Manfaat tambahan dari gairah simpatik pada pasien yang sakit kritis
Respon SSP untuk mobilisasi termasuk gairah melalui aktivasi sistem aktivasi
retikuler dan priming dari berbagai sistem organ yang terlibat. Sehubungan dengan
fungsi otonom, penghambatan parasimpatis terjadi pada awal latihan, diikuti oleh
Penggunaan substrat dan transfer ke jaringan kerja, serta kapasitas oksigen untuk
disuplai ke otot, diatur secara tepat melalui kontrol terkoordinasi dari suhu tubuh,
tingkat jaringan, mereka diatur oleh kontrol metabolisme lokal dan produksi zat
e. Efek Metabolik
Efek metabolik dari olahraga akut, khususnya, pada metabolisme glukosa dan
sintesis hormon pertumbuhan memiliki relevansi klinis yang cukup besar karena
fungsi ini sangat penting untuk kesehatan dan pemulihan. Aktivitas fisik yang
hormon pertumbuhan. Jadi, efek akut dari olahraga berperan penting dalam
f. Efek Imunologikal
Olahraga akut memiliki efek yang sangat besar pada sistem kekebalan tubuh.
Bahkan satu kali olahraga ringan memiliki efek positif pada kekebalan. Apakah ada
efek ketergantungan dosis tidak diketahui. Juga tidak diketahui apakah ada efek
kumulatif dari latihan yang kurang intens dalam waktu singkat, seperti untuk pasien
kekebalan alami. Umumnya, latihan aerobik teratur tingkat sedang dikaitkan dengan
produksi trombosit. Perubahan ini tidak terkait dengan hipovolemia atau hipertermia
terkait olahraga. Apakah leukositosis dan olahraga bergantung pada dosis atau
apakah ada intensitas latihan kritis yang harus dicapai untuk merangsang
dan pemulihan yang optimal, bersama dengan nutrisi yang baik dan mungkin
suplemen vitamin C. Setelah latihan berat yang berkepanjangan pada atlet, "jendela
terbuka" dari kerentanan terhadap infeksi yang berlangsung selama 3 hingga 72 jam
setelah olahraga telah dijelaskan. Risiko infeksi dapat diperburuk oleh kurang
istirahat dan tidur, pola makan yang tidak tepat, penurunan berat badan, dan
ketegangan mental, dan itu dapat dicegah atau dibalik dengan istirahat yang lebih
baik dan diet dan olahraga. Pelatihan Strategi yang direkomendasikan untuk atlet
klinis. Sesi latihan dipantau untuk kerentanan individu terhadap infeksi, kesehatan
umum mereka, dan intensitas dan durasi sesi latihan, serta pemulihan, istirahat, diet
g. Efek Psikologi
dan suasana hati. Terlepas dari manfaat yang mapan dari olahraga pada kesehatan
depresi), tidak cukup sering digunakan. Untuk mendapatkan keuntungan penuh dari
manfaat nonfarmasi yang hemat biaya ini, olahraga perlu menjadi rekomendasi yang
lebih sering.
3. Body Positioning
Penentuan posisi tubuh memiliki efek yang kuat dan langsung pada sebagian
besar tahapan jalur transportasi oksigen, sehingga dapat ditentukan untuk memperoleh
efek ini secara istimewa. Karena manusia berfungsi secara optimal saat berdiri dan
secara fisiologis. Posisi telentang telentang, posisi umum yang dilakukan oleh pasien
yang dirawat di rumah sakit, bersifat nonfisiologis dan merusak transportasi oksigen.
Posisi berbaring miring memiliki pengaruh antara posisi tegak dan terlentang. Posisi
tengkurap, yang kurang dimanfaatkan secara klinis, dapat memiliki pengaruh yang
sangat kuat pada pengangkutan oksigen sehingga harus dibuat alasan yang baik untuk
Meskipun posisi tegak sama dengan posisi fisiologis dan anatomis, namun
gerakan tegak merupakan posisi fisiologis yang sebenarnya dimana posisi tegak
dibarengi dengan gerakan (misalnya berjalan, bersepeda, atau gerakan dalam duduk)
energik dari aktivitas ini, transportasi oksigen dioptimalkan hingga tingkat terbesar,
dalam ventilasi dan perfusi yang lebih seragam daripada tanpa stimulus olahraga
volume udara yang tersisa di paru-paru pada akhir ekspirasi pasang-akhir, lebih
besar saat berdiri dibandingkan dengan duduk dan melebihi posisi terlentang
napas dan oksigenasi arteri maksimal. Karena perubahan paru terkait usia, kapasitas
efek ini lebih jauh ditekankan dengan posisi berbaring. Penutupan jalan napas
terlihat pada posisi terlentang pada orang berusia 45 tahun yang sehat dan dalam
posisi duduk tegak pada orang berusia 65 tahun yang sehat. Atelektasis kompresi
ditentukan oleh posisi spesifik pasien.13 Efek posisi ini lebih ditekankan pada
populasi pasien dengan patologi kardiovaskular dan paru, toraks, dan perut,
sehingga posisi tegak disukai, dan posisi terlentang harus diminimalkan sehingga
Posisi tegak dikaitkan dengan efek hemodinamik yang nyata. Efek ini terutama
kompartemen vena dependen ketika seseorang mengambil posisi tegak dari posisi
peningkatan kompensasi denyut jantung. Curah jantung juga menurun. Efek bersih
dari perubahan fisiologis ini adalah penurunan kerja miokard. Temuan ini diperkuat
oleh pengamatan bahwa ambang anginal meningkat pada pasien dengan kondisi
jantung saat mereka tegak. Selanjutnya, tekanan gravitasi intermiten setelah infark
Resistensi pembuluh darah perifer meningkat dan aliran darah menurun dengan
asumsi posisi tegak lebih dari derajat untuk mengimbangi pergeseran cairan yang
diperlukan untuk mengoptimalkan curah jantung dan tonus simpatis. Efek penting
lainnya dari posisi tubuh pada volume cairan adalah peningkatan drainase urin dari
pelvi ginjal ke kandung kemih ketika dalam posisi tegak, sebagai akibatnya. dari
area yang berkurang untuk stasis urin ketika dalam posisi ini berlawanan dengan
posisi terlentang. Fungsi ginjal yang optimal penting untuk mempertahankan status
Orang yang lebih tua yang relatif tidak bergerak cenderung duduk dalam waktu
lama. Namun, tanpa sering terpapar dengan berdiri tegak, fenomena hipotensi
postural duduk dapat terjadi. Selain itu, stasis peredaran darah yang bergantung dan
konsekuensi lain dari mobilitas terbatas seperti dekondisi dipromosikan dalam posisi
ini.
tekanan intraabdominal sekunder akibat pergeseran visera abdomen pada posisi ini,
melintang. Hemidiafragma tergeser cephalad, yang mengurangi FRC pada posisi ini.
bergantung. Sisi atas mungkin mengering, membuat pasien terkena infeksi dan
obstruksi
pada penurunan FRC dan kepatuhan paru-paru dan peningkatan resistensi jalan
napas. Secara kolektif, efek ini mempengaruhi pasien untuk menutup jalan napas
menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis ini, orang yang sehat tidak
mengambil posisi ini untuk waktu yang lama tanpa secara tidak sadar bergeser.
Namun, pasien yang dirawat di rumah sakit cenderung tidak beradaptasi dengan
perubahan langsung ini dan efek jangka panjangnya. Mereka mungkin kurang
responsif terhadap kebutuhan untuk mengubah posisi atau tidak mampu menanggapi
rangsangan aferen yang mendorong kebutuhan untuk mengubah posisi. Efek ini
ditekankan pada orang tua yang tekanan oksigen arterialnya semakin berkurang
seiring bertambahnya usia. Dibandingkan dengan orang yang lebih muda, tekanan
oksigen arteri pada orang tua terutama lebih rendah pada posisi terlentang
Gambar 2.8 Pengaruh body position pada level dan pergerakan diafragma selama
respirasi
Sumber : Charles C. Thomas, 1965
Posisi diafragma dan fungsinya sangat bergantung pada posisi tubuh. Pada posisi
terlentang, tingkat istirahat diafragma dipengaruhi secara berbeda oleh anestesi dan
lebih besar ke posterior karena visera yang bergantung di bawah bagian posterior
ekskursi yang lebih besar dari bagian nondependen daripada bagian dependen
diafragma.
Sebuah studi tentang efek postural hemodinamik pada subjek sehat mendukung
bagaimanapun, tidak dapat dianggap optimal secara klinis karena efek seperti
kompresi visera di bawahnya. Hal ini menghasilkan ekskursi yang lebih besar
selama respirasi dan kontribusi yang lebih besar pada ventilasi paru-paru tersebut
dan pertukaran gas secara keseluruhan. FRC dalam posisi miring berada di antara
referensi posisi duduk, FEV1 dan FVC berkurang sama di kiri dan kanan berbaring,
geometri paru yang berubah dengan perubahan posisi dan penurunan diameter
vertikal setiap paru-paru dalam posisi miring dibandingkan dengan yang terjadi pada
posisi terlentang.
kepatuhan paru-paru pada sisi tersebut. Meskipun perubahan tersebut dapat dengan
Pada orang sehat dan pasien, tekanan oksigen arteri lebih besar pada posisi
berbaring menyamping daripada pada posisi terlentang. Hal ini berlaku untuk pasien
yang menerima oksigen tambahan, dan juga pada mereka yang tidak. Dengan
tambahan. Gas darah arteri telah dilaporkan meningkat pada pasien dengan penyakit
paru-paru unilateral ketika mereka ditempatkan dengan paru-paru yang baik turun
dan memburuk ketika paru-paru yang terkena turun. Jika patologi paru bilateral,
nilai gas darah arteri lebih baik saat pasien berbaring miring ke kanan daripada saat
berbaring di kiri. Hal ini dapat dijelaskan dengan ukuran paru-paru kanan yang lebih
besar dan kompresi jantung yang berkurang pada paru-paru pada posisi ini
dengan kolaps paru unilateral akibat lesi saluran napas sentral. Tidak semua pasien
yang disukai untuk pasien yang dirawat di rumah sakit; namun konsekuensi
fisiologisnya tidak dipahami dengan baik. Efek paru dari berbaring samping telah
dilaporkan untuk orang tua yang sehat. FEV1 dan FVC berkurang sebanding untuk
berbaring miring ke kanan dan kiri dibandingkan dengan posisi duduk referensi.
berubah, mereka dapat berdampak buruk pada populasi pasien dengan patologi
mendapatkan keuntungan dari mobilisasi aktif dan lebih bergantung pada gangguan
Dalam satu penelitian pada pasien dengan kegagalan pernafasan yang parah dan
sebagai akibat dari gangguan preload ventrikel kanan. Bukti spirometri dari pasien
yang diintubasi mendukung penurunan kepatuhan paru dinamis pada posisi lateral
resep yang bijaksana, dengan perhatian khusus pada sudut posisi lateral dan durasi
pada pasien dengan disfungsi kardiovaskular dan paru yang mungkin mendapat
ventilasi mekanis atau tidak. Posisi tengkurap menggeser struktur mobile rongga
dada dan perut.84,85 Jantung dan pembuluh darah besar bergeser ke anterior. Hati,
distribusi _VA dan inflasi alveolar ditingkatkan. Ventilasi yang cocok dengan
perfusi telah terbukti lebih seragam pada posisi horizontal, mencerminkan gradien
tekanan pleura yang lebih seragam dan kompresi paru yang lebih sedikit oleh
aktivitas simpatis, dan menambah output urin. Ada minat yang meningkat untuk
memanfaatkan manfaat ini pada pasien yang sakit kritis di mana pilihan mobilisasi
ventilasi mekanis pada pasien yang sadar dan waspada, sehingga mengurangi risiko
rawan telah dilakukan sebagian besar pada pasien dengan sindrom gangguan
pernapasan akut. Rawan dikaitkan dengan peningkatan oksigenasi pada 70% hingga
80% kasus. Pengaruh durasi yang berkepanjangan pada posisi tengkurap telah
dipelajari, dan manfaatnya tampaknya bergantung pada dosis. Hasil fisiologis posisi
patoetiologi tertentu.
kepala dan wajah), serta tekanan pada pipa dan sirkuit pipa ventilator mekanis,
memberikan banyak manfaat fisiologis dari posisi tengkurap penuh dan dapat
dengan kelainan tulang belakang leher. Selain itu, posisi semiprone mensimulasikan
posisi tengkurap tanpa perut. Posisi semiprone mungkin lebih konservatif, lebih
nyaman, dan lebih aman untuk pasien yang sakit parah, berpotensi secara
hemodinamik tidak stabil, lebih tua, atau memiliki perut yang menonjol.
Untuk pasien yang tidak dapat dimobilisasi, penggunaan beberapa varian posisi
tengkurap bahkan lebih penting. Telentang yang berlebihan, terutama pada pasien
putaran ke kedua sisi), harus diimbangi dengan beberapa varian posisi tengkurap,
dan posisi ini harus sering digabungkan. Tak terelakkan, pasien yang terpapar busur
yang bergantung. Pasien dengan ventilasi mekanis dan memiliki pola ventilasi
pasang surut yang monoton berada pada risiko tertentu. Satu-satunya cara untuk
mencegah dan melawan kompresi dan atelektasis yang diinduksi secara hidrostatis
adalah dengan memposisikan area dependen paling atas dan sering memposisikan
ulang pasien.
lain:
- Penurunan regional
- Shunting paru
volume fluida
c. Sistem Lainnya
- Tidak nyaman
- Rasa sakit
optimal
bergantung
- Tingkatkan relaksasi
- Tingkatkan kenyamanan
posisi
A. Data Medis
Vital sign :
- TD : 110/80 mmHg
- P : 20x/menit
- DN : 84x/menit
- S : 36C
B. Identitas Pasien
- Nama : Tn. N
- Usia : 42 tahun
C. History Taking
- Riwayat perjalanan penyakit : keluhan sesak napas dialami sejak pasien duduk
di bangku SMP dan terasa memberat apabila suhu udara panas atau dingin. Pasien
D. Inspeksi/Observasi
Kesadaran : normal
head.
1. Palpasi
- Prosedur :
c. Fisioterapis meletakkan kedua tangan di upper , middle dan lower chest lalu
- Hasil : normal
- Interpretasi hasil : tidak terdapat nyeri dada, spasme otot dan taktil fremitus
normal
diatas kulit anterior dan posterior langsung diatas kulit anterior dan posterior
dinding dada pasien. Stetoskop digerakkan dengan pola simetris (S) pada dinding
dada anterior dan posterior lalu posisi lateral dinding dada tinggi T 2 T 6 T 10
- Hasil : positif
airway.
- Prosedur :
a) Upper : Pasien berdiri dengan meteran berada sejajar dengan clavicula pasien,
b) Middle : Posisi pasien berdiri, meteran berada sejajar dengan papilla mamae,
c) Lower : Posisi pasien duduk, meteran berada sejajar pada processus xypoideus
- Hasil :
(Tidak dilakukan)
- Hasil :3
Hasil: 20
Hasil: 20
Interpretasi hasil:
Uji jalan selama 6 menit merupakan pemeriksaan toleransi aktivitas yang bertujuan
menit, sebelum melakukan test terlebih dahulu pasien diukur vital sign (TD, RR,
METs Interpretasi
2 Jalan santai (kecepatan kurang dari 3km/jam)
1,5 Bekerja menggunakan computer (duduk)
3 Pekerjaan rumah tangga
4 Naik tangga
5 Jalan cepat (kecepatan lebih dari 6km/jam)
7 Bermain sepak bola
2-5 Berkebun
1,3 Nonton TV
2,3 Belajar
Hasil : 2,52
Gangguan respirasi sesak napas, batuk dan penurunan mobilitas thorax akibat Asma
G. Problematik Fisioterapi
sesak napas.
Memperbaiki deviasi
d. Deviasi postural Koreksi postur
postural
Deep breathing exercise,
Meningkatkan volume sustained maximal
e. Penurunan volume paru
paru Inspiration, Segmental
Breathing
1. Nebulizer
mukut bantuan tapotement pada posterior paru dan diarahkan untuk huffing.
cm.
batuk.
3. Breathing Exercise
perut pasien
(hitungan 3-6).
- Teknik pelaksanaan :
dengan tangan diletakkan di atas perut. Fase ini diulangi sebanyak 3 kali
3) Fase 3 Huffing, pasien diminta untuk menarik napas dalam melalui hitung
c. Deep Breathing
- Teknik pelaksanaan : minta pasien untuk full inspirasi melalui hidung dan
- Teknik pelaksanaan : minta pasien untuk full inspirasi kemudian ditahan 3-5
ringan pada costa. Sebelum inspirasi atau pada akhir ekspirasi berikan
penekanan kuat cepat pada dinding costa. Anjurkan pasien untuk menarik
napas melalui hidung dengan melawan tahanan ringan pada costa dan
4. Koreksi Postur
- Teknik Pelaksanaan
c) Posisi pasien duduk dikursi dengan lengan lurus diatas kepala selama
inspirasi
1. Edukasi
tidak melewati batas kemampuannya dan menghindari paparan allergen yang dapat
2. Home Program
Latihan –latihan yang diberikan oleh fisioterapis seperti breathing exercise dan
terapi latihan juga dapat pasien lakukan di rumah dengan memperhatikan hasil dari
METs.
E. Evaluasi
Evaluasi
No. Problematik Intervensi Fisioterapi
Awal Terapi Akhir Terapi
Pursed lip
Penurunan
breathing,
1 Sesak napas Napas sedang derajat sesak
diafragma napas
breathing
Gangguan Segmental Peningkatan
Pengembangan
2 pengembangan breathing, thorax minimal
pengembangan
thoraks mobilisasi chest thorax
Postur
Belum terjadi
4
Deviasi postural Koreksi postur protraksi/rounde
perbaikan postur
d shoulder
Deep breathing
exercise, sustained
Terjadi
Penurunan volume maximal Tidak dilakukan
5 penurunan
paru Inspiration, volume paru
evaluasi
Segmental
Breathing
Gangguan Terdapat Masih terdapat
Nebulizer, Postural
6 pembersihan jalan penumpukan penumpukan
drainage dahak/sputum dahak/sputum
napas
PEMBAHASAN
B. Assessment Fisioterapi
1. Anamnesis
Anamnesis adalah cerita tentang riwayat penyakit yang diutarakan oleh pasien
melalui tanya jawab, pada saat melakukan anamnesis seorang pemeriksa sudah
selanjutnya, karena dengan anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah
jalan kea rah diagbosis yang tepat. Secara umum sekitar 60-70 % kemungkinan
diagnosis yang benar dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
yang baik. Pasien harus diizinkan untuk menjelaskan riwayat dengan kata-katanya
sendiri dan dengan kecepatan yang nyaman. Jika terapis tampak terburu-buru,
terganggu, sibuk, jengkel, atau tidak peduli; sering terputus; atau gagal menjadi
rusak.
perawatan, penampilan, sikap, atau perilaku pasien selama wawancara untuk terlalu
mempertanyakan validitas keluhan utama. Pada saat pasien dirujuk untuk terapi fisik,
dia mungkin telah menemui satu atau lebih dokter, telah menjalani sejumlah
penelitian non-invasif atau invasif, atau telah diberi resep obat-obatan oral atau hirup
dengan pengurangan gejala yang bervariasi atau tidak memuaskan. Pasien cenderung
menunjukkan tingkat kecemasan dan frustrasi. Oleh karena itu, pendekatan terapis,
2. History Taking
History taking pasien dapat dibagi menjadi bagian pengumpulan data dan
Pandangan pasien tentang apa masalahnya dan sarannya untuk mengatasi masalah
harus disertakan dalam wawancara. Pasien lebih puas jika diizinkan dan didorong
mengarah pada perbaikan dalam penetapan tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
Kedalaman riwayat yang diambil oleh ahli terapi fisik dapat bervariasi sesuai dengan
faktor-faktor berikut:
- Apakah individu tersebut merupakan pasien rawat inap atau rawat jalan?
Banyak pasien rawat inap memiliki catatan medis terperinci yang tersedia untuk
ditinjau oleh terapis. Ini mengurangi jumlah informasi yang dibutuhkan ahli
terapi fisik dari pasien selama wawancara. Jika informasi dalam bagan kurang,
atau jika individu tersebut adalah pasien rawat jalan dengan hanya rujukan
pengobatan dan sedikit atau tidak ada catatan medis yang tersedia, ahli terapi
bungkus dapat dihitung (jumlah rata-rata bungkus per hari dikalikan dengan jumlah
tahun merokok) sebagai risiko relatif untuk kanker paru dan COPD. Merokok secara
teratur mariyuana lebih merusak kesehatan paru-paru dalam jangka pendek maupun
jangka panjang
b. Sejarah keluarga
c. Sejarah Pekerjaan
History taking pekerjaan sangat penting bagi pasien paru yang datang untuk
terapi fisik dengan sedikit atau tanpa informasi medis. Permukaan bagian dalam paru-
Pekerjaan yang melibatkan paparan silika atau silikat (misalnya, penambang, pembuat
pasir, pekerja pengecoran, pemotong batu, pelapis batu bata, dan pekerja penggalian)
atau zat anorganik lainnya menempatkan pekerja pada risiko kombinasi penyakit paru
kapal, pemipaan pipa, dan pekerja industri lainnya yang terpapar asbes berisiko lebih
pleura jinak dapat ditemukan pada pleura diafragma dan secara bilateral antara rusuk
ke-6 dan ke-10 pada dinding dada anterolateral atau posterolateral. Penebalan pleura
petugas pemadam kebakaran, pekerja besi, dan penyelamat lainnya yang bekerja di
Riwayat batuk paroksismal, sesak dada, atau dispnea yang memburuk selama
minggu kerja tetapi hilang pada akhir pekan (atau hari libur kerja lainnya) sangat
menunjukkan asma akibat kerja. Kondisi ini sulit didiagnosis karena gejala biasanya
muncul beberapa jam setelah mantan terpapar agen pemicu. Agen penyebab termasuk
debu biji-bijian, serbuk kayu, formalin, deterjen enzim, etanolamina (dalam cat
semprot dan fluks solder), nikel, dan logam keras (misalnya tungsten karbida).
Pekerja yang terpapar kapas rami dan debu rami dapat mengembangkan byssinosis,
penyakit paru obstruktif. Pada tahap awal, kondisi ini bisa dibalik, tetapi berjangka
panjang selama beberapa tahun menyebabkan penyakit paru obstruktif kronis yang
Riwayat demam, batuk, sesak napas, dan pneumonia berulang pada petani di
Amerika Serikat bagian utara menunjukkan adanya paru-paru petani. Ini adalah
pneumonitis hipersensitif yang paling umum; itu disebabkan oleh menghirup agen
Penting untuk menentukan perawatan apa yang telah diterima pasien untuk
kondisinya. Secara khusus, apakah pasien pernah menerima terapi fisik untuk kondisi
ini atau kondisi lainnya? Jenis perawatan apa yang dilakukan? Apakah mereka
membantu dalam memperbaiki atau mengatasi kondisi tersebut? Dengan cara ini,
adalah mungkin untuk menentukan modalitas pengobatan apa yang telah digunakan,
yang mana yang diyakini pasien mungkin bermanfaat, dan yang menurut pasien tidak
dengan mengulangi apa yang dia yakini. menjadi terapi yang tidak efektif.
3. Inspeksi/Observasi
Inspeksi dada anterior juga dilakukan saat istirahat (statis) dan saat respirasi
(dinamis).
Bentuk dada normal apabila didapatkan diameter lateral (samping) lebih besar
dapat berupa :
pektus karinatus, dimana bagian bawah sternum dan iga tertarik mendekati
karena kifosis senilis (perubahan rangka yang menyertai proses penuaan). Perlu
hampir selalu terdapat pada kelainan jantung bawaan atau karena demam
rematik, terutama berkaitan dengan aktifitas jantung yang berlebihan pada masa
pertumbuhan.
dan suprasternal.
- Pada inspeksi dada saat respirasi, perlu juga dinilai frekuensi, irama, kedalaman
4. Palpasi
Dengan pemeriksaan palpasi dada kita menilai adanya kelainan/ lesi pada
kulit, massa, nyeri tekan local,spasme, kemungkinan adanya fraktur, serta taktil
tree ke dinding dada saat pasien berbicara, yang terasa pada palpasi. Cara
puluh dua”. Jika belum jelas, mintalah pasien untuk bersuara lebih keras atau
lebih dalam.
- Bandingkan fremitus taktil di lapangan paru kanan dan kiri di sebelah posterior
bagian bawah. Paru kanan lebih jelas dibandingkan paru kiri. Fremitus umumnya
pemeriksaan ini dilakukan pada perempuan, geser payudara dengan perlahan apabila
diperlukan.
pada efusi pleura, tumor mediastinum, penyakit paru obstruktif kronis, obstruksi
bronkus, fibrosis pleura, pneumotoraks, tumor paru dan dinding dada yang sangat
tebal, fremitus akan menurun karena adanya gangguan hantaran aliran udara dari
5. Perkusi
Perkusi pada dinding dada akan menggerakkan dinding dada dan jaringan di
bawahnya, menghasilkan suara yang dapat didengar dan getaran yang dapat
berisi udara, cairan atau massa padat. Akan tetapi getaran perkusi hanya menembus
dinding dada sedalam 5-7 cm sehingga kurang membantu menentukan adanya lesi
Berikut ini adalah cara melakukan perkusi untuk pemeriksa yang tidak kidal:
pada permukaan dada dengan lembut. Jari yang lain dan bagian lain dari telapak
- Posisikan telapak tangan kanan agak dekat ke permukaan. Jari tengah dalam
- Ketukkan distal jari tengah tangan kanan ke arah sendi interphalangeal distal
tangan kiri dengan gerakan cepat tapi rileks. Dengan demikian, kita mencoba
dengan menggunakan ujung jari dan bukan badan jari. Gerakan pergelangan
- Tarik tangan sesegera mungkin untuk menghindari tumpukan getaran yang telah
diberikan.
a) Bila suara perkusi yang terdengar kurang keras, tambahkan tekanan pada
b) Perkusi paru normal adalah sonor karena jaringan paru yang mengandung
udara. Suara perkusi menjadi pekak atau redup bila jaringan paru normal
terisi oleh konsolidasi (campuran antara cairan dan sel darah) seperti pada
atau terdapat cairan yang menempati cavum pleura, dapat berupa cairan
6. Auskultasi
simetris adalah salah satu cara yang baik pada auskultasi. Hal-hal yang harus
diperhatikan pola suara napas berdasarkan intensitas, nada dan durasinya selama fase
Auskultasi dilakukan dengan pola seperti perkusi supaya dapat membandingkan area
secara simetris. Dengarkan minimal satu siklus inspirasi dan ekspirasi di satu titik
auskultasi. Bila suara yang terdengar kurang jelas, minta pasien untuk bernapas lebih
dalam. Dengarkan intensitas, nada dan durasinya selama inspirasi dan ekspirasi;
perhatikan apakah suara napas terdistribusi di seluruh lapang paru ataukah terdengar
khususnya pada sisi kanan. Bila suara bronkial atau bronkovesikuler terdengar di
lokasi yang jauh dari lokasi normalnya, kemungkinan terjadi penggantian jaringan
paru yang berisi udara dengan cairan atau jaringan padat. Intensitas suara napas
Intensitas suara napas dapat menurun pada orang normal dengan dinding dada
yang tebal; jika aliran udara menurun (misalnya pada penyakit paru obstruktif atau
kelemahan otot) atau terdapat gangguan transmisi suara (misalnya karena efusi pleura,
Ventilasi dipengaruhi oleh saluran napas, paru dan dinding dada. Dua bagian
terakhir mengatur besarnya volume dan aliran udara pada saat istirahat dan ketika
beraktivitas, seperti: kegiatan fisik, bersuara, batuk, tertawa, perubahan posisi tubuh,
a. Volume Statik
Volume statik terdiri dari : Volume Tidal (TV/ Tidal Volume), Volume
b. Volume Dinamis
- Pengukuran yang diperoleh dari ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat
mungkin.
- Volume gas yang diukur pada ekspirasi lengkap yang dilakukan secara
(FEV1)
vital paksa).
paru; mengukur efek fungsi paru pada individu yang mempunyai penyakit paru;
yang mempengaruhi fungsi paru, monitoring individu yang terpajan agen berisiko
terhadap fungsi paru dan efek samping obat yang mempunyai toksisitas pada paru.
lesion (SOL) pada otak, ablasio retina, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam
pneumotoraks, angina pektoris tidak stabil, hernia skrotalis, hernia inguinalis, hernia
lain.
bahwa hasil spirometri yang baik adalah suatu usaha ekspirasi yang menunjukkan
(1) gangguan minimal pada saat awal ekspirasi paksa, (2) tidak ada batuk pada
detik pertama ekshalasi paksa, dan (3) memenuhi 1 dari 3 kriteria valid end-of-test:
(a) peningkatan kurva linier yang halus dari volume- time ke fase plateau dengan
waktu ekspirasi paksa/ forced expiratory time (FET) dari 15 detik; atau (c)
ketika pasien tidak mampu atau sebaiknya tidak melanjutkan ekshalasi paksa
Setelah standar terpenuhi, tentukan nilai referensi normal FEV1 dan FVC
pasien berdasarkan jenis kelamin, umur dan tinggi badan (beberapa tipe spirometri
dapat menghitung nilai normal dengan memasukkan data pasien). Kemudian pilih 3
hasil FEV1 dan FVC yang konsisten dari pemerikssan spirometri yang selanjutnya
Gangguan obstruktif pada paru, dimana terjadi penyempitan saluran napas dan
dinamik. Kelainan ini berupa penurunan rasio FEV1:FVC <70%. FEV1 akan selalu
berkurang pada OVD dan dapat dalam jumlah yang besar, sedangkan FVC dapat
tidak berkurang. Pada orang sehat dapat ditemukan penurunan rasio FEV1:FVC,
ini adalah penurunan pada volume statik. RVD menunjukkan reduksi patologik pada
TLC (<80%).
Pengenalan dini terhadap perubahan tingkat kontrol asma pasien yang dapat
dideteksi sendiri oleh pasien merupakan tindakan yang sangat penting, karena dapat
mencegah terjadinya serangan akut asma berat. Pasien dapat segera mengenali
Salah satu alat yang dapat dipakai oleh pasien dalam mendeteksi tingkat kontrol
asmanya adalah dengan menggunakan kuesioner Asthma Control Test (ACT) yang
terdiri dari lima pertanyaan yang dapat mendeteksi adanya perburukan penyakit hal
Disebabkan hal diatas maka sangat penting bagi pasien asma untuk segera
mengenal tanda-tanda perburukan penyakit karena penanganan dini yang tepat akan
mencegah terjadinya serangan eksaserbasi akut asma yang berat. Penanganan dini
terhadap asma yang tidak terkontrol dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas penyakit.
fungsional berkaitan dengan peningkatan risiko eksaserbasi, rawat inap dan kematian.
Rehabilitasi Paru (PRP) dan, oleh karena itu, evaluasinya sangat penting.
Direkomendasikan untuk memilih instrumen dengan sifat pengukuran yang baik dan
yang memiliki kriteria interpretabilitas, sebagai titik potong yang membedakan pasien
dengan hasil yang lebih baik atau lebih buruk. Penerapan yang mudah dan biaya
rendah adalah fitur penting yang harus dipertimbangkan ketika memilih instrumen
untuk digunakan dalam praktik klinis, yang dapat diperoleh dengan menggunakan
Skala London Chest Activity of Daily Living (LCADL) valid dan dapat
diandalkan untuk menilai keterbatasan fungsional pada pasien PPOK akibat dispnea,
serta responsif. Skala memiliki empat domain yang didistribusikan menjadi 15 item
dengan setiap item diberi skor dari 0 sampai 5, dan skor yang lebih tinggi berarti
batasan fungsional yang lebih besar. Dari penjumlahan skor, skor total (LCADLtotal)
diperoleh, dan semakin besar skornya, semakin besar batasan fungsional pasien.
Namun, item dengan skor '' 0 '' (yaitu aktivitas yang dimiliki pasien. tidak pernah
dilakukan karena mereka tidak pernah melakukan aktivitas atau menganggapnya tidak
Persentase skor total (LCADL% total) dibuat untuk menetapkan ukuran yang lebih
Skala BORG merupakan suatu skala ordinal dengan nilai-nilai dari 0 sampai
dengan 10. Skala BORG digunakan untuk mengukur sesak napas selama
juga dapat memberikan informasi penting kepada dokter. Skala BORG ini disediakan
melaksanakan tugas yang sama. Indikasi nilai pada skala yang digunakan adalah
tubuh dalam melakukan pekerjaanya. Semakin besar perasaan sakit yang dirasakan
pada otot maka semakin besar nilai BORG yang digunakan. Skala ini dapat dilakukan
deyut jantung), juga ada korelasi yang tinggi untuk pengukuran lainnya seperti
respirasi yang meningkat, CO2 produksi, akumulasi laktat dan suhu tubuh, keringat
sampai dengan kelelahan otot. Skala ini memiliki keterbatasan yaitu pengukuran
dilakukan secara subyektif, sehingga penilaian yang digunakan oleh seorang tersebut
dilakukan secara menaksir secara wajar baik dari denyut jantung selama kerja fisik.
Korelasi antara nilai Skala BORG dengan laju denyut jantung adalah dengan
menggunakan nilai Skala BORG, laju denyut jantung dapat diketahui dengan cara
mengalikan nilai ordinal dari Skala BORG dengan nilai 10, seperti contoh jika nilai
seorang pekerja terhadap kelelahan yang dirasa (Skala BORG) adalah 12, lalu untuk
menghitung laju denyut jantung adalah 12 x 10 = 120; sehingga laju denyut jantung
harus kira-kira 120 denyut per menit. Namun, perhitungan seperti yang telah
Prinsip dasar penggunaan atau pengisian data Skala BORG adalah pada saat
dirasakan operator pada otot yang bekerja atau otot yang diteliti. Presepsi tingkat
keluhan dapat mencerminkan seberapa besar beban kerja yang dirasakan, karena
semakin besar beban kerja maka semakin maksimal otot akan berkontraksi. Persepsi
tingkat keluhan dilakukan secara terfokus pada otot yang diteliti, karena pada saat
pekerjaan berlangsung banyak otot yang bekerja ataupun perasaan sakit yang bukan
berasal dari otot yang akan diteliti. Penilaian tingkat keluhan dilakukan secara jujur,
tanpa berfikir untuk menjadi yang terbaik antara individu lain atau menyamakan
nilainya dengan individu lain. Perhatikan presepsi tingkat keluhan yang dirasa
C. Intervensi Fisioterapi
1. Nebulizer
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil melalui cara aerosol atau humidifikasi.
Nebulizer mengubah cairan menjadi droplet aerosol sehingga dapa dihirup oleh
pasien. Obat yang digunakan untuk nebulizer dapat berupa solusio atau suspensi
(Tanto, 2014). Tujuan dari pemberian nebulizer yaitu rileksasi dari psasme bronchial,
Tujuan tekhnik ini adalah untuk mendapatkan pengaturan nafas yang lebih baik
dari yang awalnya sesak yaitu pernafasan yang cepat dan dangkal agar menjadi
tujuannya untuk mengeluarkan sekresi yang tetahan. Serta berguna juga untuk melatih
2. Breathing Exercise
fisioterapi dengan melakukan drainase postural, tepukan dan vibrasi pada pasien yang
mengalami gangguan sistem pernafasan. Terapi Fisik Dada adalah daerah segi praktek
profesional yang berhubungan dengan evaluasi dan pengobatan pasien dari segala
usia dengan gangguan paru-paru akut atau kronis. Tujuan fisioterapi dada untuk
mencegah obstruksi jalan napas dan akumulasi sekret yang mengganggu respirasi,
meningkatkan pembersihan jalan napas, batuk yang efektif, dan ventilasi dengan
mengurangi energi cost yang dikeluarkan selama respirasi dengan latihan napas,
Selama latihan, volume diastolik akhir dan SV telah dilaporkan lebih besar pada
posisi tegak daripada posisi terlentang pada atlet ketahanan, yang mendukung
ketergantungan yang lebih besar pada hukum Frank-Starling. Dengan demikian posisi
telentang intensitas sedang di mana sirkulasi sentral dan vasodilatasi lokal lebih
disukai. Volume plasma meningkat dengan latihan intens akut, dan ini telah terbukti
dibandingkan dengan posisi terlentang, dan ini dianggap bertanggung jawab atas
ahli terapi fisik dapat secara langsung membantu menormalkan keseimbangan cairan
4. Body Positioning
mengorbankan ekskursi transversal dari dinding dada dependen. Pada posisi ini,
ini menghasilkan ekskursi yang lebih besar selama respirasi dan kontribusi yang lebih
besar pada ventilasi paru-paru tersebut dan pertukaran gas secara keseluruhan. FRC
dalam posisi miring berada di antara posisi tegak dan terlentang. Dibandingkan
berkurang, dan kerja pernapasan berkurang, sedangkan tindakan ini dibalik ketika
Dibandingkan dengan referensi posisi duduk, FEV1 dan FVC berkurang sama di kiri
dan kanan berbaring, tanpa efek diferensial dari berbaring samping pada kapasitas
difusi dan volume penutupan. Efek fungsi paru-paru ini saat menyamping mungkin
mencerminkan geometri paru yang berubah dengan perubahan posisi dan penurunan
Chest mobilization exercise atau latihan mobilisasi dada adalah latihan yang
dikombinasikan dengan gerakan aktif trunk atau anggota badan dengan nafas dalam
Menurut penelitian Dharmesh and Anjali yang berjudul “The Immediate effect of
mobilisasi dinding dada berpengaruh signifikan terhadap saturasi oksigen pada pasien
PPOK yang mengalami gangguan restriktif dinding dada pada stadium lanjut
latihan mobilitas bahu dan toraks lebih efektif dalam meningkatkan ekspansi dada dan
Bachert C., Patou J., Cauwanberge P.V. The role of sinus disease in asthma. Current
Opinion in Allergy and Clinical Immunology. 2006; 6:29-36.
Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita CB, Suprihati, Sundaru H, Siregar sp, et
al. Allergy and asthma, The scenario in Indonesia. In Shaikh WA. Editor.
Principles and practice of tropical allergy and asthma. Mumbai: Vikash Medical
Publishers; 2006.707-36.
Barrios RJ, Kheradmand F, Batts L, Cory DB. Asthma pathology and pathophysiology.
Arch Pathol Lab Med. 2006; 130 (4) : 447-450
Bateman ED, Hurd SS, Barnes PJ, et al. Global strategy for asthma management and
prevention: GINA executive summary. Eur Respir J 2008;31:143–78. 4
Bates, B; 1995, A Guide to Physical Examination and History Taking, Sixth Edition,
Lippincott.
Benninger MS, Ferguson BJ, Hadley JA, et al. Adult Chronic Rhinosinusitis:
definitions, diagnosis, epidemiology, and pathophysiology. Arch Otolaryngol
Head Neck Surg. 2003; 129: 1 – 32.
Blackwell DL, Collins JG, Coles R. Summary health statistic for U.S. adults : National
Health Interview Survey, 1997. Vital Health Stat 10.2002 May(205):1-109
Brinke A., Sterk P.J., Masclee A.A.M et al. Chronic sinusitis in severe asthma is related
to sputum eoshinophilia . J. Allergy Clin Immunol .2002; 109 : 621-626.
Brinke A., Sterk P.J., Masclee A.A.M. et al. Risk factor of frequent exacerbations in
difficult-to-treat asthma. Eur Respir Journal 2005; (26) : 812-818. Available
from : www.ersj.org.uk
Dixon A E, Kaminsky DA, Holbrook JT, Wise RA,Shade DM, Irvin CG. Allergic
rhinitis and sinusitis in asthma:differential effects on symptoms and pulmonary
function .Chest 2006; 130(2):429-35. Available from : www.chestnet.org
Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma.
National Heart, Lung and Blood institute. National Asthma Education and
Prevention Program. Full Report 2007.
www.nhlbi.nib.gov/guidelines/asthsumm.htr.
Frownfelter, D., & Dean, E. (2014). Cardiovascular and pulmonary physical therapy-E-
Book: evidence to practice. Elsevier health sciences.
Global strategy for asthma management and prevention. Global initiative for asthma
(GINA) 2011. Downloaded from www.ginasthma.org
Heil, M., Hazel, A. and Smith, J. (2008). The mechanics of airway closure. Respiratory
Physiology & Neurobiology, 163(1-3), pp.214-221.
Lavoie KL, Bacon SL, Labrecque M, Cartier A, Ditto B. Higher BMI is associated with
worse asthma control and quality of life but not asthma severity. Respir Med
2006;100:648-57.
Lin et al. Association between severity of asthma and degree of chronic rhinosinusitis.
Am J Rhinol Allergy. 2011; 25 (4): 205-208. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3390198/
Meltzer E.O., Hamilos D.L., Hadley J.A. et al. Rinosinusitis : establishing definitions
for clinical research and patient care. Otolaryngology Head Neck Surgery. 2004;
131:S1-S62. 24.
Patwa, A. and Shah, A. (2015). Anatomy and physiology of respiratory system relevant
to anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia, 59(9), p.533.
Paulsen, F., & Waschke, J. (2018). Sobotta Atlas of Anatomy, Vol. 2, English/Latin:
Internal Organs. " Elsevier, Urban&FischerVerlag".
Pellegrino R, Antonelli A.Static and Dynamic Lung Volumes dalam ERS Handbook
Respiratory Medicine First Edition.2010: 58-62.
Rr. Vetria. Hubungan Rinosinusitis Dengan Serangan Asma Pada Anak [tesis].
Yogyakarta (Indonesia): Universitas Gadjah Mada; 2012
Sabry, Yessy Susanti, Yusrizal Chan. Penggunaan Asthma Control Test (ACT) secara
Mandiri oleh Pasien untuk Mendeteksi Perubahan Tingkat Kontrol Asmanya.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3)
Schatz, M., Sorkness, C. A., Li, J. T., Marcus, P., Murray, J. J., Nathan, R. A., ... &
Jhingran, P. (2006). Asthma Control Test: reliability, validity, and responsiveness
in patients not previously followed by asthma specialists. Journal of Allergy and
Clinical Immunology, 117(3), 549-556.
Srinivas, P. (2012). Steady State and Stability Analysis of Respiratory Control System
using Labview. International Journal of Control Theory and Computer Modeling,
2(6), pp.13-23.
Uyainah, A, dkk. 2014. Spirometri. Ina J Chest Crit and Emerg Med. Vol. 1, No. 1
Yunus F. The Asthma Control Test, A new tool to improve the quality of asthma
management. Dalam: Suryanto E, Suradi, Reviono, Rima A, Widysanto A,
Widiyawati, editors. Preceeding Book Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 1st
ed. Surakarta: Indah Comp 2005, 361.