Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh
orang lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya kejujuran
dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak
memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Dalam melaksanakan proses audit, akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien
dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang
disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap
kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan
publik itu sendiri.
Penilaian masyarakat atas independensi auditor independen bukan pada diri auditor
secara keseluruhan. Oleh karena itu, apabila seorang auditor independen atau suatu Kantor
Akuntan Publik lalai atau gagal mempertahankan sikap independensinya, maka kemungkinan
besar anggapan masyarakat bahwa semua akuntan publik tidak independen. Kecurigaan tersebut
dapat berakibat berkurang atau hilangnya kredibilitas masyarakat terhadap jasa audit profesi
auditor independen.
Supriyono (1988) membuat kesimpulan mengenai pentingnya independensi akuntan
publik sebagai berikut :
1) Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi akuntan publik untuk
memulai kewajaran informasi yang disajikan oleh manajemen kepada pemakai informasi.
2) Independensi diperlukan oleh akuntan publik untuk memperoleh kepercayaan dari klien
dan masyarakaat, khususnya para pemakai laporan keuangan.
3) Independensi diperoleh agar dapat menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan
oleh manajemen.
4) Jika akuntan publik tidak independen maka pendapat yang dia berikan tidak mempunyai
arti atau tidak mempunyai nilai.
5) Independensi merupakan martabat penting akuntan publik yang secara berkesinambungan
perlu dipertahankan.
-TIPE AUDIT
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilkukan oleh auditor independen terhadap laporan
keuangan keuangna yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat
mengenainkewajaran laporan keuangan tersebut.
Audit Kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai
dengan kondisi atau peraturan tertentu.
Audit operational adalah review secara sistematik kegiatan operasi, atau bagian daripadanya,
dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk:
1. Mengevaluasi Kinerja
Kode Etik IAI adalah aturan perilaku etika akuntan dalam memenuhi tanggung jawab
profesionalnya. Kode Etik IAI dirumuskan oleh badan yang khusus dibentuk untuk tujuan
tersebut oleh Dewan Pengurus Nasional. Kode Etik IAI mengikat seluruh anggota IAI.
Kode Etik IAI dimaksdukan sebgai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupu di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung jawab profesionalnya.
Kode Etik IAI terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Prinsip etika akuntan
2. Aturan etika akuntan
3. Interpretasi aturan etika akuntan
Berikut ini akan dibahas dua dari tiga bagian tersebut, yaitu prinsip etika akuntan dan aturan
etika akuntan.
Prinsip Etika
Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh Kongres IAI dan berlaku
bagi seluruh anggota IAI.
Aturan Etika
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Kompartemen yang bersangkutan. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik
sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari
Prinsip Etika yang ditetapkan oleh IAI.
Audit yang dilakukan auditor independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten
yang cukup untuk dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya. Jumlah dan
jenis bukti audit yang dibutuhkan oleh auditor untuk mendukung pendapatnya memerlukan
pertimbangan profesional auditor setelah mempelajari dengan teliti keadaan yang dihadapinya.
Dalam banyak hal, auditor independen lebih mengandalkan bukti yang bersifat pengarahan
(persuasive evidence) daripada bukti yang bersifat menyakinkan (convincing evidence).
Kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecukupan bukti audit adalah:
1. Materialitas
Auditor harus memberikan pendapat pendahuluan atas tingkat materialitas laporan keuangan.
Karena tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit memiliki hubungan terbalik, maka semakin
rendah tingkat materialitas, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Sebaliknya, jika
tingkat materialitas tinggi, maka kuantitas bukti yang diperlukan pun akan semakin sedikit.
2. Risiko Audit
Risiko audit dengan jumlah bukti audit yang diperlukan memilki hubungan yang terbalik.
Rendahnya resiko audit berarti tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan
pendapatnya adalah tinggi. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk
menghimpun bukti audit yang lebih banyak.
3. Faktor-faktor Ekonomi
Pelaksanaan audit menghadapi kendala waktu dan biaya ketika menghimpun bukti audit. Auditor
memiliki keterbatasan sumber daya yang akan digunakan untuk memperoleh bukti yang
diperlukan sebagai acuan dalam memberikan pendapat atas laporan keuangan entitas.
Auditor harus memperhitungkan apabila setiap tambahan waktu dan biaya untuk mengumpulkan
bukti audit memberikan manfaat terhadap kuantitas dan kualitas bukti yang dikumpulkan.
Ukuran populasi dan jumlah sampling bukti audit memiliki hubungan yang searah. Semakin
besar populasi, semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasi.
Sebaiknya, semakin kecil ukuran populasi, semakin kecil pula jumlah sampel bukti audit yang
diambil dari populasi. Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas
unsur individu yang menjadi anggota populasi. Auditor memerlukan lebih banyak sampel bukti
audit dan informasi yang lebih kuat atau mendukung tentang populasi yang bervariasi
anggotanya daripada populasi yang seragam.
Bukti disebut kompeten sepanjang bukti tersebut konsisten dengan fakta, yaitu sah atau valid.
Berikut adalah hal-hal untuk menilai kompeten tidaknya suatu bukti:
1. Bukti yang diperoleh dari pihak ketiga yang dapat dipercaya lebih kompeten dibandingkan
dengan bukti yang diperoleh dari pihak yang diaudit.
2. Bukti yang dikembangkan dari sistem pengendalian yang efektif lebih kompeten dibandingkan
dengan bukti yang diperoleh dari pengendalian yang lemah atau yang tidak ada
pengendaliannya.
3. Bukti yang diperoleh secara langsung melalui audit fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi
lebih kompeten dibandingkan dengan bukti yang diperoleh secara tidak langsung.
4. Dokumen asli dianggap lebih kompeten dibandingkan dengan fotokopi atau tembusannya.
5. Bukti kesaksian yang diperoleh dalam kondisi yang memungkinkan orang berbicara dengan
bebas lebih kompeten dibandingkan dengan bukti kesaksian yang diperoleh dalam kondisi yang
tidak bebas.
6. Bukti kesaksian yang diperoleh dari individu yang indepenen atau pakar mengenai bidang
tersebut lebih kompeten dibandingkan dengan bukti kesaksian yang diperoleh dari individu yang
memihak atau yang hanya memiliki pengetahuan awam mengenai bidang tersebut.
Kompetensi bukti audit yang berupa informasi penguat tergantung pada faktor berikut:
1. Relevansi Bukti
Bukti audit yang relevan jika bukti tersebut jelas, memiliki hubungan yang logis dan masuk akal
dengan tujuan dan criteria audit, serta dapat dimengerti dengan temuan audit tersebut.
Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit. Bukti yang diperoleh
auditor secara langsung dari pihak luar entitas yang independen merupakan bukti yang paling
tepat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan atas keandalan yang lebih
besar daripada bukti yang diperoleh dari internal entitas.
3. Ketepatan Waktu.
4. Objektivitas
Bukti audit yang bersifat objektif lebih dapat dipercaya atau reliabel dan kompeten daripada
bukti audit yang bersifat subjektif.
Dalam menilai bukti audit, auditor harus mempertimbangkan apakah tujuan audit tertentu telah
tercapai. Auditor harus secara mendalam mencari bukti audit dan tidak memihak (bias) dalam
mengevaluasinya. Dalam merancang prosedur audit untuk memperoleh bukti kompeten yang
cukup, auditor harus memperhatikan kemungkinan laporan keuangan tidak disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Dalam merumuskan pendapatnya,
auditor harus mempertimbangkan relevensi bukti audit, terlepas apakah bukti audit tersebut
mendukung atau berlawanan dengan asersi dalam laporan keuangan. Bila auditor masih tetap
ragu-ragu untuk mempercayai suatu asersi yang material, maka ia harus menangguhkan
pemberian pendapatnya sampai ia mendapatkan bukti kompeten yang cukup untuk
menghilangkan keraguannya, atau ia harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian
atau menolak untuk memberikan pendapat.
Bukti audit dapat dikelompokkan ke dalam 9 jenis bukti. Berikut ini dikemukakan ke Sembilan
jenis bulti tersebut:
2. Bukti Fisik Bukti fisik banyak dipakai dalam verifikasi saldo berwujud terutama kas dan
persediaan. Bukti ini banyak diperoleh dalam perhitungan aktiva berwujud. Pemeriksaan
langsung auditor secara fisik terhadap aktiva merupakan cara yang paling obyektif dalam
menentukan kualitas yang bersangkutan. Oleh karena itu, bukti fisik merupakan jenis bukti yang
paling dapat dipercaya. Bukti fisik diperoleh melalui prosedur auditing yang berupa inspeksi
penghitungan, danobservasi. Pada umumnya biaya memperoleh bukti fdisik sangat tinggi. Bukti
fisk berkaitan erat dengan keberadaan atau kejadian, kelengkapan, dan penilaian atau alokasi.
3. Catatan Akuntansi Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data
untuk membuat laporan keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan obyek
yang diperiksa dalam audit laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan
obyek audit. Obyek audit adalah laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayanya catatan
akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur pengendalian intern.
5. Bukti Dokumenter Bukti documenter merupakan bukti yang paling penting dalam audit.
Menurutr sumber dan tingkat kepercayaannya bukti, bukti documenter dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Bukti documenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung b. Bukti
documenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien c. Bukti documenter
yang dibuat dan disimpan oleh klien
6. Bukti Surat Pernyataan Tertulis Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang
ditandatangani seorang individu yang bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai
rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti surat pernyataan tertulis dapat berasal dari
manajemen atau organisasi klien maupun dari dari sumber eksternal termasuk bukti dari
spesialis. Reprentation letter atau representasi tertulis yang dibuat manajemen merupakan bukti
yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan hokum, ahli teknik yang berkaitan
dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan bukti yang berasal dari pihak
ketiga. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang reliable untuk semua asersi.
7. Perhitungan Kembali sebagai Bukti Matematis Bukti matematis diperoleh auditor melalui
perhitungan kembali oleh auditor. Penghitungan yang dilakukan auditor merupakan bukti audit
yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat digunakan untuk membuktikan ketelitian
catatan akuntansi klien. Perhitungan tersebut misalnya: a. Footing untuk meneliti penjumlahan
vertical b. Cross-footing untuk meneliti penjumlahan horizontal c. Perhitungan depresiasi Bukti
matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan total saldo, dan perhitugnan
kembali yang rumit seperti penghitungan kembali anuitas obligasi. Bukti matematis
menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau pengalokasian dengan biaya murah.
8. Bukti Lisan Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia,
sehingga ia mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang
ditanyakan antara lain meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan
prosedur akuntansi yang tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang
sudah lama tak tertagih. Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan merupaka bukti lisan. Bukti
lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit. Bukti ini dpat menghasilkan bukti yang berkaitan
dengan semua asersi.
9. Bukti Analitis dan Perbandingan Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan
data klien dengan anggaran atau standar prestasi, trend industry, dan kondisi ekonomi umum.
Bukti analitis menghasilkan dasar untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan
keuangan dan kewajaran hubungan antas pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan bukti
analitis sangat tergantung pada relevansi data pembanding. Bukti analitis berkaitan serta dengan
asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, dan penilaian atau pengalokasian
-KERTAS KERJA
Fungsi kertas kerja :
• menyediakan penunjang utama bagi laporan audit
• membantu auditor dalam melaksanakan dan mensupervisi audit
• menjadi bukti bahwa audit telah di laksanakan sesuai dengan standar auditing
- langkah-langkah atau proses audit atas laporan keuangan dibagi menjadi empat tahap yaitu:
Penerimaan Perikatan Audit
Perikatan adalah kesepakatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Dalam
perikatan audit, klien yang memerlukan jasa auditing mengadakan suatu ikatan perjanjian dengan
auditor. Dalam ikatan perjanjian tersebut, klien menyerahkan pekerjaan audit atas laporan
keuangan kepada auditor dan auditor sanggup untuk melaksanakan pekerjaan audit tersebut
berdasarkan kompetensi profesionalnya. Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan
berupa pengambilan keputusasn untuk menerima atau menolak perikatan audit dari calon klien
atau untuk melanjutkan atau menghentikan perikatan audit dari klien berulang. Ada enam
langkah perlu ditempuh oleh auditor di dalam mempertimbangkan penerimaan perikatan audit
dari calon kliennya, antara lain sebagai berikut:
a. Mengevaluasi integritas manajemen
Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan yang
disajikan oleh manajemen. Oleh karena itu, utnuk dapat, menerima perikatan audit, auditor
berkepneitngan untuk mengevaluasi integritas manajemen, agar auditor mendapatkan keyakinan
bahwa manajemen perusahaan klien dapat dipercaya, sehingga laporan keuangan yang diaudit
bebas dari salah saji material sebagai akibat dari adanya integritas manajemen.
Perencanaan Audit
Laporan memuat kesimpulan audit tentang elemen-elemen atas tujuan audit dan
rekomendasi yang diberikan untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang terjadi serta rencana
tindak lanjut dalam mengaplikasikan rekomendasi tersebut. Implementasi tindak lanjut atas
rekomendasi yang diberikan auditor merupakan bentuk komitmen manajemen dalam
meningkatkan proses dan kinerja perusahaan atas beberapa kelemahan/kekurangan yang masih
terjadi. Auditor tidak memiliki kewenangan memaksa dan menuntut manajemen untuk
melaksanakan tindak lanjut sesuai dengan rekomendasi yang diberikan, tetapi lebih
menempatkan diri sebagai supervisor atas rencana, pelaksanaan, dan pengendalian tindak lanjut
yang dilakukan. Rekomendasi seharusnya merupakan hasil diskusi dan rumusan bersama antara
manajemen dan auditor, dan juga harus menyajikan analisis dan manfaat yang diperoleh
perusahaan jika rekomendasi tersebut dilaksanakan, serta kerugian yang mungkin terjadi jika
rekomendasi tidak dilaksanakan karena tidak ada tindakan perbaikan yang dilakukan perusahaan.
-Hubungan antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, risiko audit, dan bukti audit digambarkan
sebagai berikut :
1. Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang di kumpulkan.
2. Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti
audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit, auditor dapat menempuh salah
satu dari tiga cara berikut ini :
Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti audit yang
dikumpulkan.
Menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat materialitas tetap
dipertahankan.
Menambah sedikit jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat materialitas secara
bersama-sama.
Dalam mengembangkan strategi audit awal untuk suatu asersi, auditor menetapkan empat unsur
berikut ini :