Anda di halaman 1dari 9

Teori Belajar dan Penerapannya dalam Pembelajaran

1.   Pengertian Teori Belajar Behavioristik

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemmapuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagi hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah
belajar sesuatu jika individu dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Sebagai
contoh, anak yang belum dapat berhitung perkalian, walaupun sudah belajar dengan giat
dan guru sudah mengajarkan dengan baik, namun jika ia belum dapat mempraktekkan,
maka ia dianggap belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar.

Menurut teori ini masukan atau input itu  berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respon. Dalam contoh diatas, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa misalnya: daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu untuk
membantu belajar siswa, sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori behavioristik, apa yang terjadi di
antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respon. Oleh sebab itu,
apa saja yang diberikan oleh guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respon),
semuanya harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.

Untuk memahami bagaiman teori belajar menurut aliran behavioristik, berikut ini ada
beberapa dikemukakan tokoh-tokoh yang memperkenalkannya

1.     Edwar Lee Thorndike

Thorndike (1874-1944) sebagai pelopor aliran psikologi stimulus – respon atau S – R,


merupakan tokoh sentral dalam perkembangan teori belajar asosiasi. Menurut Hilgard &
Bower (1996), Thorndike mendominasi hampir setengah abad bahkan sampai saat ini
mempengaruhi eksperimen tentanbg teori ini. Teori S – R menjadi dasar oleh para ahli
kurikulum karena adanya hubungannya dengan dunia dan pendidikan. Teori ini tidak hanya
digunakan di labor tapi juga diaplikasikan ke dalam situasi kelas (Kingsley & Garry, 1957).

Thorndike memandang sebuah pembelajaran sebagai proses coba dan salah (trial and
eror). Belajar coba dan salah itu berawal dari kebutuhan, masalah, tujuan, atau
ketidaknyamanan menganggu akuilibrium makhluk. Makhluk itu kemudian memberi respon
terhadap situasi baru dan dari hasil percobaan diharapkan bertemu dengan kebutuhannya
atau memecahkan masalah dan mencapai tujuan. Kendala yang ditemui merupakan
hambatan kemajuan untuk mencapai tujuan terintegrasi. Gabungan antara respon yang
dibangun dengan stimulus yang memotivasi itulah yang oleh Thorndike dirujuk sebagai
koneksi (connection).

Percobaannya menempatkan kucing lapar, di dalam kandang dan di luar kandang dengan
meletak ikan salmon. Untuk mendapatkan ikan salmon kucing harus membuka kadang.
Kandang tersebut dapat dibuka bila klep di dekat pintu dakang tersentuh. Pertama kucing
mengeong dan menggigit sampai percobaan kle 60 baru kucing menginjak klep tanpa
sengaja dan pintu kadang terbuka. Setelah sampai 100 kali percobaan baru kucing dengan
sengaja menginjakn klep untuk mengarahkan ikan salmon.
Tingkah laku kucing ini tidak mendapat ide bagi Thorndike ketika kucing membuka pintu. Dia
percaya bahwa pemahaman hewan sangat jarang dan pembelajaran hewan sangat jarang
dan pembelajaran hewan mengharapkan respon yang sesuai dan ada yang tidak sesuai.
Thorndike tidak membantah pemahaman dan pandangan manusia, dia percaya bahwa pada
manusia pembelajaran itu terjadi jarang diperoleh secara teratur dan membentuk kebiasaan.

Hukum – hukum belajar Thorndike. Percobaan yang dilakukan oleh Thorndike terhadap
kucing dengan memberikan rangsangan dan memberikan tanggapan yang diberikan untuk
memperlihatkan perilaku belajar. Thorndike merumuskan tiga hukum dasar yang ada
dipercayainya mengatur belajar, baik pada manusia maupun binantang. Tiga hukum itu
adalah: kesiapan (law of readines), latihan (law of exerzise),  dan  pengaruh akibat (law of
effect).

a.     Hukum kesiapan (law of readines), menyatakan bahwa ketika organisme disiapakan


untuk merespon, maka merespon itu akan memuaskan diri, dan bila dicegah akan
menghasilkan perasaan terganggu. Kesiapan, menurut Thorndike, bukanlah kesiapan
kematangan, seperti halnyamatang untuk siap membaca. Tetapi yang dia maksudkan
adalah kecenderungan untuk siap berbuat sebagai sikap, aturan, perkiraan awal dan
sebagainya.

b.     Hukum latihan (law of exerzise), Thorndike menyatakan bahwa koneksi diperkuat


dengan praktek/latihan dan koneksi itu akan melemah jika praktek/latihan dihentikan.
Namun, karena penelitiannya membuktikan bahwa latihan tidak selalu mengarah pada
koneksi yang lebih kuat maka Thorndike merevisi hukum latihan ini dengan dengan
mengatakan bahwa pengaruh latihan sangat bergantung kepada kepuasan yang muncul
dari respon.

c.     Hukum pengaruh akibat (law of exerzise), Thorndike adalah utama belajarnya. Hukum


ini menyatakan bahwa koneksitas tidak hanya tergantung pada stimulus dan respon, tetapi
juga pengaruh akibat/efek yang mengikuti respon itu. Kaidah ini menempatkan Thorndike
sebagai seorang penguat teori belajar. Sehubungan dengan pendapatnya tentang adanya
“keobjektifan” dapat dikatakan sebagai ahli belajar penguatan teori stimulus – respon,
Thorndike adalah juga seorang psikologi aliran behavioral.

Setelah tahun 1930,  Thorndike memodifikasi hukum akibat/efek bahwa penghargaan bisa
membuat koneksitas dan hukuman tidak selalu melemahkan koneksitas. Teori koneksitas
Thorndike ini sedikitnya memiliki tiga pengaruh penting terhadap perkembangan kurikulum,
yaitu : (1) melalui hukum kesiapan dan pengaruh, teori ini memperhatikan pentingnya
motivasi dalam kesiapan belajar, (2) teori belajar Thorndike  yang terdiri dari atas
pembentukan hubungan S – R menentang pandangan psikologi kecerdasan bahwa belajar
dapat dipindahkan secara umum dari satu situasi sekolah ke situasi kehidupan lain, dan (3)
bahwa Thorndike menekankan pada verifikasi ilmiah membuat aspek belajar dalam
kurikulum yang biasanya berada pada aspek spekulasi filosofis dan menjadi berada pada
bidang ilmiah empiris.

2.     Ivan Pavlov

Ivan Pavlov memperkenalkan teori pengkondisian klasik. Pengkondisian klasik adalah tipe
pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan
stimuli. Dalam pengkondisian klasik, stimulus netral (seperti melihat seseorang)
diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) untuk menimbulkan
kapasitas untuk mengeluarkan respon yang sama. Untuk memahami teori pengkondisian
klasik Pavlov (1927) kita harus memahami dua tipe stimulus dan dua tipe respon :
a.     Unconditioned Stimulus (US), adalah sebuah stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam eksperimen Pavlov,
makanan adalah US.

b.     Unconditioned Response (UR),adalah respon yang tidak dipelajari yang secara


otomatis dihasilkan oleh US. Dalam eksperimen Pavlov, air liur anjing yang merespon
makanan adalah UR.

c.     Conditioned Stimulus (CS),adalah stimulus yang sebelunya netral yang akhirnya


menghasilkan CR setelah diasosiasikan oleh US. Di antara stimulus yang terkondisikan
dalam eksperimen Pavlov adalah beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum
anjing menyantap makanan seperti suara pintu sebelum makanan ditempatkan di piring
anjing.

d.     Conditioned Respon (CR)adalah respon yang dipelajari, yaitu respon terhadap


stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi US - CS.

Pengkondisian klasik dapat berupa pengalaman negatif dan pengalaman positif dalam diri
anak di kelas. Di antara hal-hal di sekolah anak yang menghasilkan kesenangan karena
telah dikondisikan secara klasik dalah lagu favorit, perasaan bahwa kelas adalah tempat
yang aman dan menyenangklan dan kehangatan, serta perhatian guru. Misalnya lagu bisa
jadi hal netral bagi siswa sebelum siswa bergabung dengan siswa lain untuk menyanyikan
dengan diiringi oleh perasaan yang positif. Anak akan merasa takut di kelas jika mereka
mengasosiasikan kelas dengan teguran dan karenanya teguran atau kritik menjadi CS untuk
rasa takut.Pengkondisian klasik juga dapat terjadi dalam kecemasan menghadapi ujian.
Misalnya anak gagal dalam ujian dan ditegur. Hal ini menghasilkan kegelisahan setelah itu
anak mengasosiassikan ujian dengan kecemasan sehingga menjadi CS untuk kecemasan.

a.     Generalisasi, diskriminasi dan pelenyapan

Generalisasikan dalam penkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus baru yang sama
dengan CS yang asli untuk menghasilkan respon yang sama. Misalnya siswa dimarahi
karena ujiannya buruk. Saat siswa tersebut memulai ujian mata pelajaran lain, dia juga
menjadi gugup karena dua mata pelajaran itu misalnya saling berkaitan. Jadi, siswa
menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya.
Sedangkan deskriminasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme merespon
stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus lainnya. Kemudian pelenyapan dalam
pengkondisian klasik merupakan pelemahan CR karena tidak adanya US.

b.      Desentralisasi sistematis

Desentralisasi sistematis merupakan sebuah metode yang didasarkan pada pengkondisian


klasik yang dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu
mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi situasi yang menimbulkan kecemasan.

c.       Mengevaluasi pengkondisian klasik

Pengkondisian klasik membantu kita memahami beberapa aspek pembelajaran dengan


lebih baik. Cara ini membantu menjelaskan bagaimna stimuli netral menjadi diasosiasikan
dengan respons yang tidak dipelajari secara sukarela. Ini sangat membantu untuk
memahami kecemasan dan ketakutan siswa, namun cara ini tidak efektif untuk menjelaskan
perilaku sukarela seperti mengapa siswa belajar keras untuk satu mata pelajaran sedangkan
pada mata pelajaran lain belum tentu.

3.     Burhus Frederic Skinner

Burhus Frederic Skinner merupakan tokoh behavioris berkebangsaan Amerika yang


memperkenalkan Teori Belajar Descriptive Behaviorism atau Operant Conditioning. 
Skinner menyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses pengkondisian operant (operant
conditioning). Pengkondisian operan yang juga disebut pengkondisian instrumental
merupakan bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi. Pengkondisian
operan adalah suatu proses perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan
keinginan.

Menurut Gredler (1994) terdapat enam asumsi yang melandasi pengkondisian operan, yaitu:

a.     Belajar itu adalah tingkah laku

b.     Perubahan tingkah laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya


perubahan dalam kejadian-kejadian/kondisi-kondisi di lingkungan .

c.     Hubungan tingkah laku dan lingkungan hanya dapat ditentuikan kalau sifat-sifat tingkah
laku dan kondisi eksperimennya didefenisikan menurut fisiknya dan diobservasi di bawah
kondisi-kondisi yang dikontrol secara seksama.

d.     Data dari studi eksperimental tingkah laku merupakan satu-satunya sumbar informasi
yang dapat diterima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.

e.     Tingkah laku organisme secara individual merupakan sumber data yang cocok.

f.      Dinamika interaksi organisme dengan ,lingkungan itu sama untuk semua jenis makhluk
hidup.

Berdasarkan asumsi dasar tersebut menurut Skinner (dalam Santrock, 2008) unsur yang
terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan
hukuman (punishment). Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan
probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah
konsekuensi yang menurukan probabilitas terjadinya suatu probabilitas terjadinya suatu
perilaku.

Skinner membagi penguatan menjadi dua bagian, yaitu : (1) penguatan positif, adalah
penguatan berdasarkan prinsip bahwa frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan
stimulus yang mendukung (rewarding). Bentu-bentuk penguatan positif adalah berupa
hadiah (permen, kado, makanan, dan lain-lain), perilaku (sneyum, mengganggukkan kepala
untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A,
juara 1, dan sebagainya), (2) Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsip
bahwa frekuensi respon meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang
merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain :
menunda/tidak memberi perhargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa, dan lain-lain).

Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif
adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh, sedangkan
dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau dihilangkan. Perlu dibedakan
antara penguatan positif dan negatif dengan hukuman. Ingat bahwa penguatan negatif
meningkatkan probabilitas terjadinya suatu perilaku , sedangkan hukuman menurukan
probabilitas terjadinya perilaku. Berikut disajikan contoh dari konsep penguatan positif,
negatif, dan hukuman (Santrock, 2008).

Tabel. Contoh Penguatan dan Hukuman

Penguatan positif
Perilaku Konsekuensi Perilaku kedepan

Murid mengajukan Guru memuji murid Murid mengajukan lebih


pertanyaan yang bagus banyak pertanyaan
Penguatan negatif
Perilaku Konsekuensi Perilaku kedepan

Murid menyerahkan PR Guru berhenti menegur Murid makin sering


tepat waktu murid menyerahkan PR tepat
waktu
Hukuman
Perilaku Konsekuensi Perilaku kedepan

Murid menyela guru Guru langsung menegur Murid berhenti menyela


murid guru
Ingat bahwa penguatan bisa berbentuk positif dan negatif. Dalam kedua bentuk itu,
konsekuensi meningkatkan perilaku. Dalam hukuman, perilakunya berkurang.
 

Disamping itu, dari eksperimen yang dilakukan Skinner (………………)terhadap tikus dan


selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya : (1)
Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat,
maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat, dan (2) Law of operant extinction yaitu
jika timbulnya perilaku operan telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi
stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan menghilang.

Selanjutnya Skinner mengembangkan beberapa prinsip belajar, yaitu:

a.     Hasil belajar harus segera diberitahu kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar
diberi penguatan.

b.     Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.


c.     Materi pelajaran menggunakan sistem modul.

d.     Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas siswa.

e.     Dalam proses pembaelajaran, tidak digunakan hukuman. Namun, lingkungan perlu


diubah, untuk menghindari adanya hukuman.

f.      Siswa yang melakukan tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah

g.     Dalam pembelajaran, digunakan shaping (pembentukan).

4.     Watson

Watson (dalam Santrock, 2008) menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara


stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah
laku yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar. Namun ia menganggap hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
Namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. Ia
tetap mengakui bahwa perubahan-perubahan mental dalam benak itu penting, namun
semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena tidak
dapat diamati.

Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajian tentang belajar disejajarkan dengan
ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik,
yaitu sejauh dapat diamati dan dapat diukur. Asumsinya bahwa, hanya dengan cara
demikianlah maka akan dapat diramalkan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi
setelah seseorang melakukan tindak belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung
untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati, seperti
perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap
mengakui hal itu penting.

5.     Clark Hull

Clark Hull (dalam Santrock, 2008) menggunakan stimulus dan respon sebagai variabel


penjelas tentang belajar. Disamping itu dipengaruhi pula oleh teori evolusi yang
dikembangkan Charles Darwin. Menurut Hull, sebagaimana teori evolusi yang
dikembangkan Charles Darwin. Menurut Hull, sebagaimana teori evolusi, semua fungsi
tingkah laku bermanfaat terutama untuki menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab
itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasannya adalah penting dan
nmenenmpati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam
belajar hampir sama selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,walaupun respon yang
akan muncul mungkin bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori
demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering digunakan dalam berbagai
eksperimen di laboratorium.
 

6.     Edwin Guthrie

Walaupun Guthrie (dalam Santrock, 2008) menggunkan stimulus dan respon dlam


menjelaskan terjadinya proses belajar, namunia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus
berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskan oleh
Hull. Guthrie menjelaskan bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya
bersifat sementara, oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus agar hubungan antara stimulus
dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan , agar respon yang muncul sifatnya
lebih kuat dan bahkan tetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan
dengan respon tersebut. Disamping itu Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang.
Namun setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya
penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya , maka hukuman tidak lagi dipentingkan
dalam belajar.

2.     Prinsip-Prinsip Pembelajaran dalam Teori Behavioristik

Prinsip-prinsip pembelajaran dalam teori behavioristik (Santrock, 2008) adalah sebagai


berikut :

a.  Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai perwujudan dari
jiwa atau mental yang abstrak.

b.  Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah pseudo
problem untuk science, harus dihindari.

c.     Penganjur utama adalah Watson: Overt, observable, behavior adalah satu-satunya


subjek yang sah dari ilmu psikologiyang benar.

d.     Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrim dikembangkan lagi oleh


para behaviorist dengan memperluas ruang lingkup studi behaviorisme dan akhirnya
pandangan behaviorisme juga menjadi tidak seekstrim Watson, dengan mengikutsertakan  
faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap terjadi.

e.     Aliaran behaviorisme juga menyumbang metodenya yang terkontrol dan bersifat


positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.

f.      Banyak ahli membagi behavioristik ke dalam dua periode, yaitu behavioristik awal dan
yang lebih belakangan.

3.     Penerapan Teori Belajar Behavioristik dalam Pembelajaran

Menurut Santrock (2008) penerapan teori behavioristik dalam pembelajaran terkait dengan
hal sebagai berikut :
1.     Meningkatkan perilaku yang diharapkan

a.     Memilih penguatan yang efektif. Tidak semua penguatan saam efeknya bagi semua
siswa. Oleh sebab itu, gunakan atau pilihlah penguatan yang efektif untuk diberikan kepada
siswa.

b.     Menjadikan penguatan kontigen dan tepat waktu. Agar sebuah penguat dapat efektif,
guru harus memberikan hanya setelah siswa melakukan perilaku tertentu.

c.     Memilih jadwal penguatan terbaik. Konsep jadwal penguatan parsial yang menekankan
kapan suatu respon akan diperkuat. Empat jadwal penguatan utama adalah rasio tetap,
rasio variabel, interval tetap, dan interval variabel.

d.     Menggunakan perjanjian. Perjanjian merupakan menempatkan kontigensi penguatan


dalam tulisan. Jika muncul tindakansiswa yang tidak sesuai dengan harapan guru yang
merujuk anak dengan perjanjian yang telah disepakati.

e.     Menggunakan penguatan negatif secara efektif. Dalam penguatan negatif, frekuensi


respon meningkat karena respon tersebut menghilangkan stimulus yang dihindari.

f.      Menggunakan Prompt dan shapping. Prompt merupakan stimulus tambahan atau


isyarat tambahan yang diberikan sebelum respon dan meningkatkan kemungkinan respon
akan terjadi. Sedangkan shapping merupakan mengajari perilaku baru dengan memperkuat
perilaku yang mirip dengan perilaku sasaran.

2.     Mengurangi perilaku yang tidak diharapkan

a.     Menggunakan penguatan diferensial. Guru memperkuat perilaku yang lebih tepat atau
tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak . misalnya guru mungkin lebih memperkuat
aktivitas belajar anak di komputer daripada bermain games atau memperkuat perilaku sopan
atau duduk tenang ketimbang berlarian di kelas.

b.     Menghentikan penguatan (pelenyapan). Menghentikan penguatan ini adalah menarik


penguatan positif terhadap perilaku tidak tepat atau tidak pantas. Analisis perilaku terapan
menunjukkan bahwa ini bisa terjadi bahkan saat guru memberi perhatian pada perilaku tidak
tepat dengan cara menegur, mengancam dan membentak. Kombinasikan perlakuan yang
diberikan.

c.     Menghilangkan stimuli yang diinginkan. Dengan time out yaitu menghilangkan stimulus
yang diinginkan dengan menjauhkan penguatan positif dari siswa. Kemudian dengan
responecost, yaitu menjauhkan penguatan positif dari siswa dengan tidak memberikan
waktu istirahat.

d.     Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman). Kebanyakan orang


mengasosiasikan presentasi stimuli yang tidak disukai dengan hukuman. Tetapi bukan
selalu berupa hukuman, karena stimuli itu akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan
dan bahkan kadang-kadang menambah perilaku yang tidak diinginkan. Sebaliknya  gunakan
saja teguran verbal, ini efektif apabila guru dengan siswa, tidak dipisahkan oleh ruang.
Seperti wajah yang cemberut dan kontak mata.

 
Aplikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajara juga meliputi :

a.     Penerapan teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa


hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia.

b.     Memandang bahwa pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap, tidak berubah.


Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of
knwoledge) ke orang yang belajar atau siswa.

c.     Fungsi pikiran adalah untuk mengulangi struktur pengetahuan yang sudah ada melalui


proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari
proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut.

d.     Siswa yang diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh peserta didik (Degeng, 2006).

e.     Dalam prose belajar mengajar, siswa dianggap objek pasif yang selalu membutuhkan
motivasi dan pengetahuan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan
kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses
pembelajaranyang harus dicapai oleh para siswa.

f.      Dalam proses evaluasi belajar, yang diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat
diamati sehingga hal-hal yang bersifat unobservable kurang dijangkau dalam proses
evaluasi.

                                  

A. RANGKUMAN

Aliran teori  behavioristik menyatakan bahwa  belajar adalah perubahan tingkah laku


sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon (S - R). Dalam Aliran
Behavioristik ini terdapat beberapa ahli antara lain: Thorndike, Ivan Pavlow, Skiner, Edwin
Guthrie.

Thorndike merumuskan tiga hukum dasar yang ada dipercayainya mengatur belajar, baik
pada manusia maupun binantang. Tiga hukum itu adalah: kesiapan (law of readines),
latihan (law of exerzise),  dan  pengaruh akibat (law of effect).

Watson (dalam Santrock, 2008) menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah
laku yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses
belajar.

Anda mungkin juga menyukai