Anda di halaman 1dari 19

Bab 2 Agen Fisik dalam praktik Klinis

Sejarah agen fisik dalam Kedokteran dan Rehabilitasi

Agen fisik telah menjadi komponen perawatan medis dan rehabilitatif selama berabad-abad
dan digunakan dalam berbagai budaya. Bangsa Romawi dan Yunani kuno menggunakan
panas dan air untuk menjaga kesehatan dan untuk mengobati berbagai masalah
muskuloskeletal dan pernapasan, terbukti dari sisa-sisa rumah pemandian kuno dengan
ruang uap dan kolam air panas dan dingin yang masih ada di banyak kota – kota besar
Romawi dan Yunani. Manfaat dari berendam dan berolahraga di air panas kembali populer
di akhir abad ke-19 dengan munculnya spa kebugaran di Eropa pada area sumber air panas
alami. Saat ini, berendam dan berolahraga dalam air terus menjadi populer di seluruh dunia
karena air memberikan ketahanan dan daya apung, memungkinkan pengembangan
kekuatan dan daya tahan sekaligus mengurangi beban pada sendi yang sensitif terhadap
kompresi.

Berdasarkan sejarah lain, aplikasi dari agen fisik termasuk penggunaan ikan torpedo listrik
di sekitar 400 SM untuk mengobati sakit kepala dan radang sendi dengan memberikan
kejutan listrik pada kepala dan kaki. Amber digunakan pada abad ke-17 untuk
menghasilkan listrik statis untuk mengobati penyakit kulit, inflamasi, dan pendarahan.
Terdapat juga laporan pada abad ke-17 menggunakan daun emas untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada lesi cacar.

Sebelum adanya ketersediaan antibiotic, obat analgesic dan obat anti-inflamasi secara luas,
agen fisik digunakan untuk mengobati infeksi, nyeri dan inflamasi. Sinar matahari
digunakan untuk pengobatan TBC, penyakit tulang dan sendi, gangguan dermatologis dan
infeksi. Mandi garam Epsom hangat digunakan untuk mengobati anggota badan yang sakit
atau bengkak.

Meskipun agen fisik telah digunakan untuk terapi sepanjang sejarah, seiring waktu,
penggunaan, aplikasi, dan agen baru telah dikembangkan, sehingga agen dan aplikasi
tertentu tidak lagi disukai. Penggunaan agen fisik baru telah ditemukan sebagai hasil dari
peningkatan pemahaman tentang proses biologis yang mendasari penyakit, disfungsi
pemulihan, dan ketersediaan teknologi yang canggih. Contohnya, stimulasi saraf listrik
transkutan (TENS) untuk pengobatan nyeri dikembangkan berdasarkan teori Gate Control
dari modulasi nyeri, yang diusulkan oleh Melzack dan Wall. Teori gate control menyatakan
bahwa stimulus non nyeri dapat menghambat transmisi nyeri pada tingkat medula spinalis.
Berbagai mode aplikasi TENS yang tersedia merupakan hasil dari pengembangan generator
arus listrik sehingga memungkinkan untuk mengontrol arus listrik secara baik untuk
diterapkan.

Agen fisik biasanya tidak disukai karena interverensinya kurang efektif atau adanya
interverensi yang lebih bagus. Contohnya, pemanas superfisial yang dihasilkan lampu
infrared dulu sering digunakan untuk mengeringkan luka terbuka, tetapi lampur infrared
sudah tidak lagi gunakan untuk hal ini karena sekarang kita sudah mengetahui bahwa
penyembuhan luka lebih cepat terjadi jika luka dibiarkan lembab.

Sekarang, penggunaan terapi panas tidak lagi disukai. Rekomendasi pertama dari lima
rekomendasi American Physical Therapy Association (APTA) secara inisiatif memilih
“Jangan menggunakan Superficial atau deep Heat untuk mendapatkan hasil jangka Panjang
pada gangguan musculoskeletal”. APTA mengklarifikasi rekomendasi ini dengan
pernyataan sebagai berikut:

Terdapat bukti yang terbatas untuk penggunaan pemanas superfisial atau dalam untuk
mendapatkan hasil yang baik secara jangka Panjang pada gangguan musculoskeletal.
Meskipun terdapat beberapa bukti penggunaan panas dapat meredakan nyeri jangka
pendek, penambahan panas harus didukung oleh bukti dan digunakan untuk memfasilitasi
program terapi yang aktif. Rencana perawatan aktif yang dirancang dengan cermat
memiliki manfaat yang lebih baik pada rasa sakit, mobilitas, fungsi, dan kualitas hidup.
Ada bukti yang muncul bahwa strategi pengobatan pasif dapat membahayakan pasien
dengan memperburuk ketakutan dan kecemasan untuk menjadi aktif secara fisik ketika
kesakitan, yang dapat memperlambat pemulihan, meningkatkan biaya dan meningkatkan
risiko paparan intervensi invasif dan mahal seperti suntikan atau operasi.
Melihat dari pernyataan tersebut seara teliti, ialah terapi panas lebih baik digunakan untuk
memfasilitasi atau membantu program terapi aktif, sesuai yang direkomendasikan.

Selain itu, rekomendasi kelima dari APTA secara inisiatif mengatakan “Jangan
menggunakan pusaran air untuk manajemen luka”. APTA kemudian mengklarifikasi
rekomenasi tersebut dengan pernyataan berikut :

Pusaran air merupakan bentuk non-selektif dari debridement mekanis. Memanfaatkan


pusaran air untuk mengobati luka membuat pasien rentan terhadap risiko kontaminasi
silang bakteri, kerusakan jaringan rapuh dari kekuatan turbin yang tinggi dari pusaran, dan
komplikasi pada edema ekstremitas ketika lengan dan kaki dirawat dalam posisi tergantung
dalam air hangat. Bentuk hidroterapi lain yang lebih selektif sebaiknya digunakan, seperti
irigasi luka terarah atau melakukan pembilasan dengan suction.

Berdasarkan bukti dan rekomendasi ini, penggunaan pusaran air untuk manajemen luka
telah dihapus dari buku ini, dan rincian mengenai irigasi luka terarah dan pulsed lavage
with suction disediakan.

Agen fisik juga mengalami kekurangan popularitas karena tidak praktis, memiliki risiko
yang berlebih, mengganggu aspek perawatan lainnya dan ketinggalam zaman. Misalnya,
penggunaan diatermi sebagai Deep Heating Agent sangat popular 20 – 30 tahun yang lalu,
tetapi karena mesinnya besar dan sulit untuk dipindahkan, dan mesin tersebut juga dapat
membakar pasien jika tidak digunakan dengan tepat dan dapat mengganggu peralatan
computer didekatnya, diatermi tidak umum digunakan di Amerika Serikat. Dengan
perkembangan perangkat yang tidak rumit dan lebih aman, diatermi Kembali menjadi
popular dan disajikan dalam buku ini sebagai sarana untuk Deep Heating untuk
menfasilitasi program terapi aktif dan sebagai agen non thermal dalam proses perangsangan
penyembuhan jaringan.

Buku ini berfokus pada agen fisik yang paling umum digunakan di Amerika Serikat. Agen
fisik yang tidak umum digunakan di Amerika Serikat tetapi populer di masa lalu, serta agen
yang populer di luar negeri atau diharapkan kembali disukai jika sistem dan aplikasi
pengiriman baru dikembangkan, akan dibahas secara singkat. Popularitas agen fisik tertentu
didasarkan pada sejarah penggunaan klinis mereka dan dalam banyak kasus, pada bukti
kemanjuran penggunaannya; Akan tetapi, dalam beberapa kasus, penggunaannya terus
berlanjut meskipun bukti pendukungnya kurang atau terbatas. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memperjelas intervensi dan karakteristik pasien mana yang memberikan
hasil yang optimal. Studi lebih lanjut juga diperlukan untuk menentukan secara tepat hasil
apa yang diharapkan dari penerapan agen fisik dalam rehabilitasi.

Pendekatan Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan sebuah interverensi bertujuan dirancang untuk memaksimalkan


kemampuan hidup mandiri pada individu yang memiliki keterbatasan. Keterbatasan atau
fungsi yang terganggu disebabkan karena patologi yang mendasari dan gangguan sekunder
dan dipengaruhi oleh factor lingkungan dan pribadi. Fungsi yang terganggu dapat
menyebabkan kecacatan. Rehabilitasi umumnya membahas gejala sisa patologi untuk
memaksimalkan fungsi dan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas biasa,
daripada diarahkan untuk menyelesaikan patologi itu sendiri, dan harus mempertimbangkan
faktor lingkungan dan pribadi yang mempengaruhi aktivitas individu dan keterbatasannya.

Terdapat skema klasifikasi untuk mengkategorikan sekuel patologi. Pada tahun 1980, WHO
menerbitkan skema pertama untuk mengklasifikasi konsekuensi dari penyakit, dikenal
sebagai International Classfication of Impairments, Disabilities, and Handicaps (ICIDH).
Skema ini, berasal dari karya Wood, didasarkan pada model linier di mana gejala sisa dari
patologi atau penyakit adalah gangguan yang mengarah pada kecacatan dan cacat.
Impairment merupakan kelainan struktur atau fungsi tubuh atau organ, termasuk juga
fungsi mental. Disabilitas dicirikan sebagai pembatasan aktivitas akibat gangguan, dan
Handicap adalah konsekuensi social dari penyakit karena kerugian individu akibat
gangguan dan disabilitas. Tak lama setelah model ICIDH diterbitkan, Nagi mengembahkan
model serupa yang mengklasifikasikan gejala sisa patologi sebagai gangguan, keterbatasan
fungsi dan kecacatan. Nagi mendefinisikan Impairment sebagai perubahan anatomi,
fisiologis atau psikologi atau fungi yang disebabkan akibat patologi yang mendasari. Dalam
model Nagi, keterbatasan fungsional didefinisikan sebagai pembatasan dalam kemampuan
untuk melakukan aktivitas dengan cara yang efisien, diharapkan, ataupun kompeten, dan
disabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas yang
diperlukan untuk perawatan diri, rumah, pekerjaan, dan peran masyarakat.

Selama bertahun – tahun, WHO memperbaharui model ICIDH untuk mencerminkan dan
menciptakan perubahan dalam persepsi orang terhadap penyandang disabilitas menjadi
kelompok orang berkebutuhan khusus. Pada 2001, WHO mempublikasikan ICIDH-2, yang
dikenal sebagai International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF)
(Gambar 2.1). Berbeda dengan model linier sebelumnya, model ICF memandang fungsi
dan disabilitas sebagai interaksi dinamis yang kompleks antara kondisi kesehatan individu
dan faktor kontekstual lingkungan, serta faktor pribadi. Ini berlaku bagi semua orang,
apapun kondisi kesehatannya. Bahasa model ICF netral terhadap penyebab, menempatkan
penekanan pada fungsi daripada pada kondisi atau penyakit. Ini dirancang agar relevan
lintas budaya, serta kelompok usia dan jenis kelamin, sehingga sesuai untuk populasi yang
heterogen.

Gambar 2.1 Model International Classification of Functioning, Disability, and Health (ICF)

Model asli yang dikembang digunakan terutama oleh para Ahli rehabilitasi, dimaksudkan
untuk membedakan penyakit dan patologi dari keterbatasan yang dihasilkan. Model baru
memiliki perspektif yang lebih positif tentang perubahan yang terkait dengan patologi dan
penyakit dan dimaksudkan untuk digunakan oleh banyak orang termasuk anggota
masyarakat, serta lembaga nasional dan global yang membuat kebijakan dan
mengalokasikan sumber daya untuk penyandang disabilitas. Secara khusus, model ICF
telah mencoba untuk mengubah perspektif disabilitas dari fokus negatif yaitu “konsekuensi
penyakit” yang digunakan dalam model ICIDH menjadi fokus yang lebih positif yaitu
“komponen kesehatan.” Sehingga, model ICIDH menggunakan kategori gangguan,
kecacatan, dan cacat untuk menggambarkan gejala sisa patologi, sedangkan model ICF
menggunakan kategori kondisi kesehatan, fungsi tubuh, aktivitas, dan partisipasi untuk
fokus pada kemampuan daripada keterbatasan.

Konsisten dengan edisi terbaru dari APTA's Guide to Physical Therapist Practice 3.0
(Panduan 3.0), buku ini menggunakan terminologi dan kerangka model ICF untuk
mengevaluasi temuan klinis dan menentukan rencana perawatan untuk individu yang
dijelaskan dalam studi kasus. Model ICF mencerminkan interaksi antara kondisi kesehatan
dan faktor kontekstual karena mereka mempengaruhi kecacatan dan fungsi. Kondisi
kesehatan meliputi penyakit, kelainan, dan cedera, sedangkan faktor kontekstual meliputi
faktor lingkungan, sikap sosial, struktur hukum, dan komunitas seseorang, dan faktor
pribadi, seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pengalaman, dan karakter. Model ICF
digunakan bersama dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification
of Disease / ICD), yang mana merupakan klasifikasi yang digunakan di seluruh sistem
perawatan kesehatan AS untuk mendokumentasikan dan mengkode diagnosis medis. Model
ICF terstruktur di sekitar tiga tingkat fungsi: (1) tubuh atau bagian dari tubuh, (2) seseorang
dan (3) seseorang dalam konteks sosial.

Disfungsi dari salah satu tingkat ini disebut disabilitas dan mengakibatkan gangguan atau
Impairment (pada tingkat tubuh), activity limitation atau keterbatasan aktivitas (pada
tingkat seseorang), dan participation restriction atau pembatasan partisipasi (pada tingkat
sosial). Misalnya, seseorang yang mengalami stroke mungkin mengalami kelemahan pada
salah satu sisi tubuh (impairment). Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (activity limit). Orang tersebut mungkin tidak dapat
menghadiri pertemuan sosial yang sebelumnya mereka nikmati (participation restriction).
Model ICF dikembangkan dengan menggabungkan model disabilitas medis dan sosial.
Dalam model medis, kecacatan adalah hasil dari patologi yang mendasarinya, dan untuk
mengobati kecacatan, seseorang harus mengobati patologinya. Dalam model sosial,
disabilitas adalah hasil dari lingkungan sosial, dan untuk menangani disabilitas, seseorang
harus mengubah lingkungan sosial agar lebih akomodatif.

Kesimpulannya, pengobatan medis umumnya diarahkan pada patologi atau penyakit yang
mendasarinya, sedangkan rehabilitasi berfokus untuk mengembalikan fungsi atau
meminimalkan gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Ahli
Rehabilitasi harus menilai dan menetapkan tujuan tidak hanya pada tingkat gangguan,
seperti nyeri, penurunan rentang gerak, dan hipertonisitas (peningkatan tonus otot), tetapi
juga pada tingkat aktivitas dan partisipasi. Tujuan ini harus mencakup tujuan pasien, seperti
bisa bangun dari tempat tidur, naik sepeda, bekerja, ataupun lari maraton.

Peran dari Agen Fisik dalam Rehabilitasi

Agen fisik merupakan alat yang digunakan sebagai komponen rehabilitasi ketika tepat
penggunaannya. Pernyataan APTA mengenai penggunaan eksklusif agen fisik, diterbitkan
pada tahun 1995 dan ditegaskan kembali pada tahun 2005, menyatakan “Tanpa Bukti yang
membenarkan perlunya penggunaan eksklusif agen atau modalitas fisik, penggunaan agen
atau modalitas fisik tanpa adanya intervensi terapeutik atau pendidikan terampil lainnya,
tidak boleh dianggap sebagai terapi fisik.” Baru – baru ini pada tahun 2015, APTA
menyatakan “Jagan menggunakan (superfisial atau deep) panas untuk mendapatkan hasil
jangka panjang pada gangguan muskuloskeletal … penambahan panas harus harus
didukung oleh bukti dan digunakan untuk memfasilitasi program perawatan aktif” dan
“Jangan menggunakan pusaran air untuk manejemen luka”. Dengan kata lain, APTA
percaya bahwa penggunaan agen fisik saja bukan merupakan terapi fisik dan agen fisik
harus diterapkan bersama dengan intervensi terapeutik atau pendidikan terampil lainnya.

Penggunaan agen fisik sebagai komponen rehabilitasi melibatkan pengintegrasian


intervensi yang tepat. Integrasi ini dapat mencakup penerapan agen fisik atau mendidik
pasien dalam penerapannya sebagai bagian dari program lengkap untuk membantu pasien
mencapai tujuan aktivitas dan partisipasi mereka. Namun, karena tujuan buku ini adalah
untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada dokter tentang teori dan penerapan
agen fisik yang tepat, penekanannya adalah pada penggunaan agen fisik, dan komponen
lain dari program rehabilitasi dijelaskan secara kurang rinci.

Penggunaan Agen Fisik oleh Praktisi

Fisioterapi, asisten fisioterapi, terapi okipasi, asisten terapi okupasi, pelatih atlet, psikiater,
Chritopractor, ahli Akupuntur dan pasien, semuanya menggunakan agen fisik. Invidu ini
mungkin memiliki tujuan yang sedikit berbeda ketika menggunaan intervensi ini dan
terdapat juga persyaratan pendidikan yang berbeda untuk penggunaanya.

Fisioterapis biasanya menggunakan agen fisik dan mengawasi asisten mereka dalam
menggunakan agen fisik. APTA mencakup agen fisik dalam intervensi yang menentukan
praktik fisioterapi. APTA menekankan bahwa Fisioterapis menggunakan agen fisik sebagai
bagian dari program rehabilitasi lengkap. Pelatihan penggunaan agen fisik adalah bagian
yang diperlukan dari pendidikan dan lisensi untuk Fisioterapis dan asisten Fisioterapis. The
Commission on Accreditation in Physical Therapy Education (CAPTE), badan yang
mengakreditasi program pendidikan asisten fisioterapis dan Fisioterapis, membahas agen
fisik, modalitas mekanik, dan modalitas elektroterapi di bagian CC 5.39 pada bukunya
yaitu Evaluative Criteria PT Programs Accreditation Handbook. APTA menyatakan
bahwa keterampilan minimum yang diperlukan lulusan Fisioterapi di entry level meliputi
kompeten dalam penggunaan agen fisik seperti cryotherapy, hidroterapi, ultrasound, dan
termoterapi, modalitas mekanik seperti terapi kompresi dan perangkat traksi, dan modalitas
elektroterapi seperti Biofeedback EMG, pemberian obat elektroterapi (misalnya
Iontophoresis), dan stimulasi listrik. Ketika merawat pasien, Fisioterapis diharapkan untuk
memilih dan menggunakan intervensi yang paling tepat untuk pasien mereka sesuai dengan
bukti ilmiah terbaik, sambil mempertimbangkan perspektif pasien dan melakukan penilaian
profesional. Semua siswa fisioterapi menerima pelatihan agen fisik sebagai bagian yang
diperlukan dari program terapi fisik akademik mereka.
Terapis okupasi, terutama yang terlibat dalam terapi tangan, juga menggunakan agen fisik.
Tahun 2003, American Occupational Therapy Association (AOTA), menyatakan dalam
sebuah makalah bahwa “modalitas agen fisik dapat digunakan oleh terapis okupasi dan
asisten terapi okupasi sebagai tambahan atau dalam persiapan untuk intervensi yang pada
akhirnya meningkatkan keterlibatan dalam pekerjaan.” Sejak saat itu, AOTA mewajibkan
terapis okupasi untuk dapat menunjukan kompetensinya dalam menggunakan agen fisik
dalam praktik. Tahun 2008, AOTA menerbitkan makalah yang direvisi tentang modalitas
agen fisik, yang menyatakan bahwa “Terapis okupasi dan asisteren terapi okupasi harus
mempunyai bukti terdokumentasi mengenai latar belakang teori dan keamaan dan
kompeten dalam penggunaan modalitas agen fisik dalam rencana intervensi terapi okupasi
untuk persiapan atau bersamaan dengan kegiatan atau intervensi yang bertujuan untuk
meningkatkan fungsi. Terapis okupasi dan asisten terapi okupasi di bawah pengawasan
terapis okupasi lainnya mengintegrasikan agen fisik ke dalam rencana perawatan untuk
memungkinkan klien mereka menyelesaikan aktivitas yang bertujuan dan bermakna di
bidang aktivitas kehidupan sehari-hari, aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari,
istirahat dan tidur, pendidikan, bekerja, bermain, bersantai, dan partisipasi sosial. Tujuan
keseluruhan ialah untuk memaksimalkan kemandirian fungsional klien dalam aktivitas
mereka.

Seperti yang dicatat oleh AOTA, penting bagi para Ahli untuk memahami bahwa kebijakan
dan posisi asosiasi tidak didahulukan dari undang-undang dan peraturan negara bagian.
Hukum dan peraturan mengenai penggunaan agen fisik oleh terapis okupasi bervariasi di
antara negara bagian, dan banyak yang membutuhkan pelatihan dan pengalaman tambahan
di luar dari yang didapatkan selama pendidikan tingkat awal. Oleh karena itu terapis
okupasi yang ingin menggunakan agen fisik sebagai bagian dari praktik mereka harus
memeriksa undang-undang dan peraturan di negara bagian di mana mereka berlatih dan
memiliki lisensi.

The Accreditation Council for Occupational Therapy Education (ACOTE), badan yang
mengakreditasi program pendidikan terapis okupasi, mewajibkan semua program terapi
okupasi terakreditasi untuk melakukan aplikasi yang aman dan efektif menggunakan
modalitas termal superfisial dan mekanik untuk manajemen nyeri dan peningkatan kinerja
kerja. ACOTE pertama kali memperkenalkan modalitas ke dalam standar pendidikan tahun
2006 yang mulai berlaku pada tahun 2008. Pendidikan ini harus mencakup “pengetahuan
dasar, prinsip, indikasi, kontraindikasi, dan tindakan pencegahan.” Mahasiswa juga harus
mampu menjelaskan penggunaan modalitas deep thermal dan elektroterapi untuk
meningkatkan kinerja dan harus mengetahui indikasi, kontraindikasi, dan tindakan
pencegahan untuk aplikasi klinis agen fisik ini. ACOTE juga memberi syarat bagi program
asisten terapi okupasi terakreditasi untuk mengenali penggunaan modalitas termal
superfisial dan mekanik sebagai metode persiapan untuk intervensi terapi okupasi lainnya.

The National Athletic Trainers’ Association (NATA) menyatakan bahwa pelatihan dalam
modalitas terapeutik adalah bagian yang diperlukan dari kurikulum untuk menjadi pelatih
atletik bersertifikat untuk program terakreditasi. Pendidikan berkelanjutan dalam modalitas
fisik diperlukan untuk mempertahankan sertifikasi pelatih atletik

Sebagai tambahan ketika seorang ahli memberikan agen fisik, pasien dapat mempelajari
dan menggunakan modalitas tersebut secara independen. Misalnya agen seperti panas,
dingin, kompresi dan TENS dapat dengan aman digunakan di rumah setelah pasien dapat
mengikuti cara yang benar dalam menggunakan agen tersebut. Edukasi pasien mempunyai
beberapa keuntungan termasuk pilihan untuk aplikasi yang lebih lama dan sering,
penurunan biaya da peningkatan kenyamanan bagi pasien. Paling penting, edukasi
memungkinkan pasien untuk menjadi peserta aktif dalam mencapai tujuan terapeutik
mereka sendiri.

Evidence Based Practice (Praktik berdasarkan Bukti)

Jika beberapa agen dapat meningkatkan kemajuan pengobatan, mereka tidak


dikontraindikasikan, dan mereka dapat diterapkan dengan tindakan pencegahan yang tepat,
memilih agen mana yang akan digunakan harus didasarkan pada bukti. Evidence Based
Practice (EBP) , merupakan “Penggunaan bukti terbaik secara cermat, eksplisit, dan
bijaksana dalam membuat keputusan tentang perawatan pasien.” EBP didasarkan pada
penerapan metode ilmiah untuk praktik klinis. EBP mensyaratkan bahwa keputusan praktik
klinis dipandu oleh data penelitian klinis relevan terbaik yang tersedia dalam hubungannya
dengan pengalaman dokter dan patologi serta preferensi pasien.

Tujuan EBP ialah memberikan perawatan pasien yang terbaik dengan menggunakan data
penelitian yang tersedia dan menerapkannya pada setiap pasien. Saat mencari bukti,
seseorang mungkin menemukan ribuan penelitian untuk disaring. Penting untuk memahami
studi apa yang merupakan bukti tingkat tertinggi. Untuk menggunakan EBP, dokter harus
memahami perbedaan antara jenis studi penelitian dan kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Bukti yang digunakan dalam EBP dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor
seperti desain studi, jenis subjek, sifat kontrol, ukuran hasil, dan jenis analisis statistik.

Desain Studi : Studi penelitian bervariasi dalam kualitas dari laporan kasus tingkat rendah
(deskripsi individu dari pasien tertentu yang tidak selalu mencerminkan populasi secara
keseluruhan) hingga meta analisis tingkat tinggi dari uji coba terkontrol secara acak.
(standar emas EBP, di mana studi yang diterbitkan sebelumnya dibandingkan secara
matematis, dan kesimpulan statistik dibuat berdasarkan hasil kumulatif dari studi tersebut).
Ketika meta analisis yang relevan secara langsung tidak ada pada terapi atau pengobatan
tertentu, tinjauan sistematis atau uji coba terkontrol acak individu (Rapid Control Trial /
RCT) lebih disukai daripada laporan kasus dan studi non-acak. RCT meminimalkan bias
melalui pemeriksaan secara acak untuk intervensi atau kelompok kontrol dan penilaian
hasil. Tipe studi secara umum dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel ini memerikan hierarki
umum seperti yang diterima oleh komunitas klinis, tetapi ada pengecualian, misalnya, studi
observasional yang dilakukan selama beberapa dekade dapat memberikan bukti yang lebih
kuat untuk pengobatan tertentu daripada RCT tunggal dengan ukuran sampel yang lebih
kecil. Selain itu, tidak semua publikasi yang menyebut dirinya “Systematic review” sesuai
dengan namanya. Tinjauan sistematis berkualitas tinggi harus mencakup kriteria pemilihan
studi, strategi pencarian yang digunakan, nama database yang dicari, tanggal pencarian
dijalankan, dan diagram Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-
Analyses (PRISMA) memberikan jumlah studi yang awalnya ditemukan dalam pencarian
dan studi akhir yang dipilih untuk dimasukkan.

Tabel 2.1 Tingkatan Evidence / Bukti dari kualitas Tinggi ke Rendah


Meta Analisis Penggunaan metodologi statistik untuk mengukur
(Kualitas tertinggi) kesimpulan dari banyak percobaan yang diterbitkan
sebelumnya pada pengobatan atau intervensi tertentu. Studi
termasuk dalam metaanalisis jika memenuhi kriteria yang
telah ditentukan, dan metodologi statistik yang digunakan
harus didokumentasikan dengan baik
Review Sistematik Merupakan metode pencarian dan terapan dari literatur yang
ada tentang pengobatan atau patologi tertentu. Studi yang
memenuhi parameter yang telah ditentukan disertakan, dan
kesimpulan naratif dirangkum dari semua temuan. Review
sistematis harus mencakup strategi pencarian yang
digunakan saat mensurvei studi sehingga pencarian dapat
dibuat ulang kemudian hari
Randomized Sebuah studi yang direncanakan sebelumnya yang
Control Trial (RCT) menggunakan tugas acak dan tidak diketahui untuk
meminimalkan bias. Satu kelompok menerima pengobatan,
sedangkan satu kelompok lainnya tidak, dan ukuran hasil
yang sama dilakukan pada setiap kelompok
Studi Kohort Merupakan studi observasional yang membandingkan satu
kelompok peserta yang mendapatkan pengobatam dengan
kelompok lain yang tidak mendapatkan pengobatan
Case Control Study Merupakan Studi observasional yang membandingkan suatu
(kualitas terendah) kelompok orang yang mempunyai diagnosis atau patologi
yang sama dengan kelompok lain yang sehat
Laporan Kasus Merupakan laporan dari gejala dan kondisi akhir dari pasien

Tipe Subjek : studi dengan variasi demografis termasuk campuran peserta pria dan wanita
dengan berbagai usia dan latar belakang yang berbeda lebih disukai jika penyakit yang
diteliti berdampak pada kedua jenis kelamin di spektrum usia yang luas. Studi dengan
banyak peserta yang memiliki penyakit homogen lebih disukai daripada kelompok peserta
kecil dan heterogen dengan berbagai tingkatan penyakit. Ketika intervensi diterapkan pada
kelompok dengan berbagai tingkat penyakit, efektivitas pengobatan sulit untuk diukur.
Ketika ukuran sampel besar dan semua peserta mengalami tingkat penyakit yang sama,
hasilnya dianggap lebih akurat. Subyek dengan patologi yang membingungkan harus
dikeluarkan dari penelitian karena memengaruhi hasil pengobatan

Ukuran Hasil / Outcome measures : Ukuran hasil adalah strategi penilaian yang
digunakan untuk menentukan apakah pengobatan berhasil atau tidak. Pengukurang harus
dapat diandalkan – menghasilkan hasil yang sama atau serupa- dengan beberapa pengujian
berturut – turut terlepas dari yang menguji. Ukuran juga harus valid, menilai properti, unit
atau karakteristik yang ingin diukur dengan tepat. Ukuran hasil dapat berpusat pada pasien,
seperti laporan diri sendiri pada questioner kualitas hidup atau diukur dari klinisi, seperti
kecepatan seorang pasien menyelesaikan berjalan yang diukur waktu. Ukuran hasil dapat
menilai keterbatasan fungsional atau tingkat kerusakan dan cukup umum digunakan lintas
patologi atau spesifik pada patologi dengan diagnosis yang spesifik. Ketika
mempertimbangkan kualitas pengukuran hasil, penting untuk mempertimbangkan
reliabilitas dan validitas pengukuran dan apakah pengukuran akan memberikan data yang
berarti.

Analisa Statistik : Ketika data – data terlah dikumpulkan, studi harus melaporkan apakah
data yang digunakan bersifat signifikan secara statistik. Jika temuan yang didapatkan
bersifat signifikan secara statistik, terdapat kurang dari 5% kemungkinan bahwa temuan
tersebut kebetulan. Tes – tes tertentu dapat mengukur sensitifitas atau probabilitas temuan
positif dan spesifitas atau probabilitas temuan negatif. Untuk mencegah positif palsu dan
negatif palsu, studi harus mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang tinggi

Menggunakan EBP dalam memilih penerapan agen fisik dalam rehabilitasi seringkali
menantang. Sulit untuk menemukan penelitian dengan kualitas terbaik karena membuat
pasien untuk tidak mengetahui terapi apa yang diberikan sulit dilakukan dalam penelitian,
sehingga hasil sulit untuk dinilai, jumlah subjek sering kali kecil, dan banyak penelitian
dengan kualitas yang berbeda dapat dilakukan pada area tertentu. Pendekatan yang baik
untuk mengevaluasi kualitas studi individu ialah dengan memeriksa kualitas pertanyaan
yang diajukan. Semua pertanyaan yang dibentuk harus memiliki komponen yang mudah
diidentifikasi : (1) pasien (Patient), (2) intervensi (Intervention), (3) Perbandingan
Intervensi (Comparison Intervention) dan (4) Hasil (Outcome). Komponen ini mudah
dingat dengan singkatan PICO (Tabel 2.2)

Tabel 2.2 Tabel PICO digunakan oleh klinisi untuk membuat pertanyaan
P Pasien atau populasi Pertanyaan harus menuju ke orang atau grup yang spesifik
(misalnya Seorang dewasa dengan LBP, anak – anak
dengan kelenturan ekstremitas bawah)
I Intervensi Pertanyaan harus fokus ke intervensi spesifik (misalnya
Latihan spesifik dengan frekuensi dan durasi yang
spesifik)
C Comparison / Pertanyaan harus membandingkan intervensi yang diuji
perbandingan dengan baku emas tatalaksana atau dibandingkan dengan
tanpa intervensi
O Outcome / hasil Pertanyaan harus menyatakan dengan jelas hasil yang
diinginkan dari intervensi (misalnya, peningkatan
kecepatan berjalan, penurunan rasa sakit yang dilaporkan
sendiri)

Ketika melakukan pencarian literatur untuk mencari bukti, seseorang harus menggunakan
tabel PICO untuk menyusun pencarian yang terdefinisi dengan baik. Sebagian besar
database literatur klinis bergantung pada penggunaan Medical Subject Headings (MeSH)
dan kosakata khusus lainnya saat mengindeks atau memasukkan literatur. Menggunakan
istilah PICO pada bahasa yang lebih spesifik memfasilitasi hasil pencarian lebih strategis
dan efisien. Di akhir setiap bab berikutnya dalam buku ini, studi kasus menyajikan berbagai
patologi dengan pencarian PICO terstruktur untuk pengobatan yang dipetakan ke istilah
MeSH yang dapat Anda terapkan sendiri di PubMed (tabel 2.3). Hasil pencarian akan
memberikan kutipan dengan abstrak dan artikel teks lengkap yang terus diperbarui oleh
National Library of Medicine.

Tabel 2.3 Pencarian sampel dengan menggunakan elemen PICO yang dipetakan istilah MeSH
Istilah PICO Contoh bahasa normal Pencarian sampel di
PubMed
P (Populasi) Pasien dengan gejala akibat (“Kontraktur”[MeSH] atau
pemendekan jaringan lunak “Kontraktur”[TextWord]
atau “Terapi, jaringan
lunak”[MeSH] atau
“Pemendekan Jaringan
Lunak”[Text Word])
I (Intervensi) Terapi Ultrasound Dan “Terapi
ultrasonik”[MeSH] dan
English [lang] dan
“Manusia”[MeSH]
C (Perbandingan) Tidak ada terapi ultrasound
O (Hasil) Peningkatan ROM

Sebagaimana tertulis, meta analisis dan review sistematis memberikan bukti yang
berkualitas paling tinggi. Terdapat beberapa database khusus tinjauan sistemis dan meta
analisis penelitian medis terkait rehabilitasi termasuk database Cochrane untuk review
sistematis dan PubMed Health (Box 2.1). Untuk pertanyaan klinis yang tidak termasuk
dalam database ini, studi dapat ditemukan di database online lain dari publikasi berorientasi
medis dan rehabilitasi seperti MEDLINE, yang dapat diakses melalui PubMed; CINAHL
(Cumulative Index of Nursing and Allied Health Literature); dan PEDro (Physiotherapy
Evidence Database) (Box 2.1). Saat mencari literatur untuk menemukan dan mengevaluasi
bukti terbaru dan paling relevan, penting untuk memahami kekuatan dan keterbatasan
setiap database yang Anda digunakan. Pustakawan dapat membantu Anda menggunakan
berbagai fitur platform dan meningkatkan efisiensi pencarian Anda.

Kotak 2.1 Database dari Review sistematis dan Meta Analisa


Cochrane Database of Kumpulan reviews sitematis dan editorial yang sesuai yang
Systematic Reviews telah dilakukan oleh Grup peninjau Cochrane yang terlatih
PubMed Health Sumber untuk tinjauan sistematis yang disediakan oleh
National Library of Medicine termasuk database DARE
Cochrane
Joanna Briggs Library Perpustakaan online yang direferensikan, yang menerbitkan
protokol tinjauan sistematis dan tinjauan sistematis penelitian
perawatan kesehatan, seperti yang dilakukan oleh
Perpustakaan Joanna Briggs dan pusat kolaborasi
internasional.
PROSPERO Sebuah daftar tinjauan sistematis prospektif.
Epistemonikos Database ulasan penelitian yang diterbitkan di bidang klinis,
rehabilitatif, dan kesehatan masyarakat

Sebagian besar database memiliki fitur pencarian lanjutan. Misalnya, saat mencari
MEDLINE melalui PubMed, Anda dapat membatasi pencarian Anda untuk review artikel
atau random trial. Anda juga dapat mencari berdasarkan kata kunci di tingkat judul untuk
mengambil hanya kutipan yang menyertakan istilah atau istilah yang Anda pilih dalam
judul. Selain itu, di PubMed, artikel yang terkait dengan kutipan yang terakhir dipilih
disarankan untuk Anda dan referensi dalam artikel yang dipilih di-hyperlink untuk
memudahkan proses pencarian.

Clinical practice guideline juga merupakan sumber bukti yang bagus. Pedoman praktik
klinis adalah pernyataan yang dikembangkan secara sistematis yang mencoba menafsirkan
penelitian saat ini untuk memberikan pedoman berbasis bukti untuk memandu keputusan
praktisi dan pasien tentang perawatan kesehatan yang tepat untuk keadaan klinis tertentu.
Pedoman praktik klinis memberikan rekomendasi untuk tindakan diagnostik dan prognostik
dan untuk intervensi pencegahan atau terapeutik. Semua jenis pasien atau masalah tertentu,
sifat intervensi atau tes, alternatif intervensi yang sedang dievaluasi, dan hasil intervensi
ditulis dalam pedoman. Sebagai contoh, beberapa pedoman untuk pengobatan Low Back
Pain akut dan untuk pengobatan ulkus dekubitus termasuk rekomendasi berbasis bukti
untuk tes dan tindakan, intervensi, pencegahan, dan prognosis. Seringkali, rekomendasi
diklasifikasikan menurut kekuatan bukti yang mendukungnya. Pedoman praktik klinis
umum dapat ditemukan di situs web National Guideline Clearinghouse (NGC), dan
pedoman praktik klinis untuk penggunaan agen fisik dapat ditemukan di situs web Journal
of American Physical Therapy Association. (Box 2.3)

Box 2.3 Sumber Pedoman Praktik Klinis


National Guideline Clearinghouse (NGC) NGC adalah program dari Agency for
Healthcare Research and Quality (AHRQ)
dan berisi ringkasan standar dengan
pedoman praktik klinis. NGC dapat diakses
secara bebas, dan panduan dapat dicari
dengan panduan baru yang ditambahkan
setiap minggu.
Centre for Evidence Based Medicine Situs web CEBM mencakup informasi
(CEBM) untuk Ahli kesehatan tentang
pembelajaran, praktik, dan pengajaran
EBM, serta definisi terminologi dan
kalkulator
Open Clinical Open Clinical berisi pedoman berdasarkan
tinjauan sistematis bukti klinis dan
termasuk model pendukung keputusan
yang digunakan oleh praktisi ketika
membuat keputusan.

Penggunaan Agen Fisik dalam Sistem Pengantaran Pelayanan Kesehatan

Dokter dapat dipanggil untuk merawat pasien di tempat pelayanan kesehatan yang berbeda
di Amerika Serikat dan di luar negeri . Sistem ini dapat bervariasi dalam kuantitas dan sifat
sumber daya pelayanan kesehatan yang tersedia. Beberapa tempat menyediakan fasilitas
yang bagus, dokter yang sangat berpengelaman, harga peralatan yang mahal dan sebagian
tidak menyediakan. Saat ini, sistem pelayanan kesehatan di Amerika Serikat sedang
mengalami perubahan karena kebutuhan dan keinginan untuk mengurangi biaya perawatan
medis yang semakin meningkat. Penggunaan sumber daya yang tersedia dalam hal personel
dan peralatan dengan cara yang paling hemat biaya sedang ditekankan, menghasilkan
pengurangan biaya dan peningkatan persyaratan untuk dokumentasi dan pemantauan hasil
intervensi.

Untuk meningkatkan efisiensi dan kemanjuran perawatan kesehatan yang berkaitan dengan
fungsi pasien, baik penyedia layanan kesehatan dan pembayar berusaha untuk menilai hasil
fungsional dalam menanggapi intervensi yang berbeda. Beberapa pembayar berusaha untuk
meningkatkan efektivitas biaya perawatan dengan menolak atau mengurangi perawatan
untuk agen fisik tertentu atau dengan memasukkan biaya perawatan ini dalam penggantian
untuk layanan lain. Contohnya, sejak tahun 1997, Medicare telah menggabungkan
pembayaran untuk perawatan Hot Packs dan Cold Packs ke dalam pembayaran untuk
semua layanan lainnya, dari pada memberikan secara terpisah untuk perawatan ini, karena
Hot packs dan cold packs dapat digunakan oleh pasien secara mandiri. Meskipun demikian,
intervensi ini dapat diindikasikan, dan pasien dapat mengambil manfaat dari edukasi
tentang bagaimana dan kapan menerapkan agen ini sendiri di rumah.

Meskipun penekanan dilakukan pada biaya perawatan, tujuan intervensi akan tetap sama,
yaitu mendapatkan hasil terbaik bagi pasien dalam batasan pemberian layanan kesehatan.
Hal ini mendorong klinisi untuk menemukan dan menggunakan cara yang paling efisien
untuk memberikan intervensi yang diharapkan dapat membantu kemajuan pengobatan
pasien. Untuk menggunakan agen fisik dalam hal ini, dokter harus menilai masalah yang
ada dan mengetahui kapan agen fisik dapat menjadi komponen pengobatan yang efektif.
Dokter harus mengetahui bagaimana cara menggunakan agen fisik secara efektif dan yang
mana dapat digunakan oleh pasien secara mandiri. (Box 2.4). Untuk mencapai biaya
pengobatan yang efektif, dokter harus melakukan intervensi berdasarkan bukti dan
mengoptimalkan kemampuan nya dalam melakukan pelayanan. Pada banyak kasus, terapis
yang berlisensi mungkin tidak perlu memberikan agen fisik tetapi sebaliknya dapat menilai
dan menganalisis temuan klinis yang ada, menentukan rencana intervensi, memberikan
aspek perawatan yang memerlukan keterampilan terapis berlisensi dan melatih pasien untuk
melakukan intervensi yang tidak membutuhkan keahlian khusus. Terapis kemudian menilai
kembali pasien secara teratur untuk menentukan efektivitas intervensi yang diberikan dan
kemajuan pengobatan mereka dan dapat mencapai rencana perawatan yang sesuai.
Box 2.4 Persyaratan untuk menggunakan agen fisik
dengan biaya efektif
- Menentukan dan menganalisa masalah yang ada
- Mengetahui kapan agen fisik menjadi komponen
efektif dalam perawatan
- Mengetahui kapan dan bagaimana cara
menggunakan agen fisik secara efektif
- Mengetahui kemampuan yang dibutuhkan untuk
memberikan agen fisik
- Mengoptimalkan penggunaan kemampuan praktisi
- Menggunakan Home Program saat yang tepat
- Memeriksa pasien secara reguler untuk melihat
efikasi dari perawatan
- Menyesuaikan rencana dari temuan saat
pemeriksaan ulang

Efisiensi biaya perawatan juga dapat ditingkatkan dengan menyediakan intervensi pada
kelompok pasien, seperti program Latihan berkelompok di air untuk pasien yang dalam
proses penyembuhan setelah melakukan arthroplasty atau pasien dengan osteoarthritis.
Program dapat dirancang menjadi program Latihan berbasis komunitas. Dengan melakukan
ini, biasa penggunaan agen fisik menjadi lebih murah dan pasien dapat mencapai tujuan
dari perawatan

Anda mungkin juga menyukai