Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MASALAH DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MILITUS
STASE KEPERAWATAN GERONTIK

Dosen Pembimbing Akademik : Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini , S.Kep.,M.Kep


Dosen Pembimbing Klinik : Ns. Siti Mukaromah .,M.Kep.Sp.Mat

Disusun Oleh:

Maria Novayana
NIM. P2002032

INSTITUT TEGNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS


WIYATA HUSADA SAMARINDA
PROGRAM PROFESI NERS
2021
LANDASAN TEORI
MEDIS

A. Definisi
Diabetes melitus (DM) menurut American Diabetes Association (ADA)
adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung
dan pembuluh darah.(Tanto,chris dkk.2014).
Klasifikasi Diabetes Mellitus menurut American Diabetes Association (2010)
dan Black&Hawks (2014), yaitu :
1. Diabetes Tipe 1
Diabetes melitus tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) yaitu DM yang bergantung insulin. Diabetes tipe ini terjadi 5% -
10% penderita DM. Pasien sangat tergantung insulin melalui penyuntikan
untuk mengendalikan gula darah. Diabetes tipe I disebabkan karena
kerusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin.
Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara faktor genetik,
immunologi dan kemungkinan lingkungan, seperti virus. Terdapat juga
hubungan terjadinya diabetes tipe I dengan beberapa antigen leukosit
manusia (HLAs) dan adanya autoimun antibody sel islet (ICAs) yang
dapat merusak sel-sel beta pankreas. Bagaimana proses terjadinya
kerusakan sel beta ini tidak jelas. Ketidakmampuan sel beta menghasilkan
insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan
hiperglikemia. Peningkatan gula darah yang tinggi lebih dari 180 mg/100
ml, menyebabkan glukosa keluar melalui urin (glukosuria), hal ini
disebabkan karena ketidakmampuan ginjal menyerap kembali glukosa
(reabsorsi) yang telah difiltrasi glukosa oleh glumerolus.
Ketika glukosa yang berlebihan disekresi disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan karena tubulus ginjal tidak
mereabsorpsi air secara optimal, keadaan ini disebut diuresis osmotik,
sebagai akibat banyaknya urin yang diproduksi maka akan mengalami
peningkatan berkemih (poliuria) serta rasa haus (polidipsia). Defisiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak dan menurunkan
simpanan/cadangan makanan, mengakibatkan kelaparan sel dan
merangsang selera makan (polifagia). Pada diabetes tipe I sangat berisiko
terjadinya koma diabetikum, akibat adanya ketoasidosis. Keadaan ini
disebabkan karena adanya akselerasi metabolisme lemak, disertai
peningkatan pembentukan badan keton dan penurunan sintesis asam lemak
dan trigliserida. Makanan yang dimakan secara normal 5% akan diubah
menjadi glikogen dan 30% - 40% diubah menjadi lemak dijaringan
adipose, disamping dimanfaatkan untuk metabolisme yang menghasilkan
CO2 dan H2O. Pada diabetes, kurang dari 5% diubah menjadi lemak
walaupun jumlah yang dibakar menjadi CO2 dan H2O juga menurun dan
jumlah yang diubah menjadi glikogen juga tidak meningkat, sehingga
glukosa tertimbun dalam aliran darah.

Gambar 1. Anak yang menderita DM tipe 1

2. Diabetes Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus (NIDDM) yaitu DM yang tidak tergantung pada insulin. Kurang
lebih 90% - 95% penderita DM adalah Dm tipe ini. DM tipe 2 terjadi
akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (retensi insulin) atau akibat
penurunan produksi insulin. Normalnya insulin terikat oleh reseptor
khusus pada permukaan sel dan mulai terjadi rangkaian reaksi termasuk
metabolisme glukosa.
Pada diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif karena
kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa dihati.
Adanya insulin juga dapat mencegah pemecahan lemak yang
menghasilkan badan keton. DM tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa
lebih dari 45 tahun, karena berkembang lambat dan terkadang tidak
terdeteksi, tetapi jika gula darah tinggi baru dapat dirasakan seperti
kelemahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, proses penyembuhan luka yang
lama, infeksi vagina, kelainan penglihatan.
Faktor risiko DM tipe 2
a. Usia diatas 45 tahun, jarang DM tipe 2 terjadi pada usia muda.
b. Obesitas, berat badan lebih dari 120% dari berat badan ideal (kira-kira
terjadi pada 90%).
c. Riwayat keluarga dengan DM tipe 2.
d. Riwayat adanya gangguan toleransi glukosa (IGT) atau gangguan
glukosa puasa (IFG).
e. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol
atau trigliserida lebih dari 150 mg/dl.
f. Riwayat gestasional DM atau riwayat melahirkan bayi diatas 4 kg.
g. Polycystic ovarian syndrome yang diakibatkan resistensi dari insulin.
Pada keadaan ini wanita tidak terjadi ovulasi (keluarnya sel telur dari
ovarium), tidak terjadi menstruasi, tumbuhnya rambut secara
berlebihan, tidak bisa hamil.
3. Diabetes karena malnutrisi Golongan diabetes ini terjadi akibat malnutrisi,
biasanya pada penduduk yang miskin. Diabetes tipe ini dapat ditegakkan
jika ada 3 gejala dari gejala yang mungkin yaitu :
a. Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari
80% berat badan ideal.
b. Adanya tanda-tanda malabsorpsi makanan.
c. Usia antara 15 - 40 tahun.
d. Memerlukan insulin untuk regulasi DM dan menaikkan berat badan.
e. Nyeri perut berulang.
4. Diabetes sekunder yaitu DM yang berhubungan dengan keadaan atau
penyakit tertentu, misalnya penyakit pankreas (pankreatitis, neoplasma,
trauma/panreatectomy), endokrinopati (akromegali, cushing’s syndrome,
pheochromacytoma, hyperthyroidism), obatobatan atau zat kimia
(glukokortikoid, hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid), penyakit infeksi
seperti kongenital rubella, infeksi cytomegalovirus, serta sindrom genetik
diabetes seperti Syndrome Down.
5. Diabetes melitus gestasional yaitu DM yang terjadi pada masa kehamilan,
dapat didiagnosa dengan menggunakan test toleran glukosa, terjadi pada
kira-kira 24 minggu kehamilan. Individu dengan DM gestasional 25%
akan berkembang menjadi DM.

B. Etiologi
Etiologi diabetes melitus menurut Padila, 2012 :
1. Diabetes Tipe I
a. Faktor Genetik Penderita diabetes tipe I itu sendiri ; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM
tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor Imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan
respons abnormal, dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah - olah sebagai jaringan asing. Yaitu antibodi terhadap sel - sel
pulau langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor Lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu:
a. Usia (resistensi cenderung meningkat diusia 65 tahun).
b. Obesitas, makan yang berlebih, kurang olahraga dan stress.
c. Riwayat keluarga dengan penyandang DM

C. Manifestasi
Manifestasi klinis pada DM menurut Tarwoto, 2016 :
1. Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil
(Poliuria) Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa
dikeluarkan oleh ginjal bersama urin karena keterbatasan kemampuan
reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa
maka diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.
2. Meningkatnya rasa haus (polidipsia) Banyak miksi menyebabkan tubuh
kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang
mengakibatkan peningkatan rasa haus.
3. Meningkatnya rasa lapar (polipagia) Meningkatnya metabolisme,
pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energi
berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar.
4. Penurunan berat badan Penurunan berat badan disebabkan karena
banyaknya kehilangan cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta
massa otot.
5. Kelainan pada mata, penglihatan kabur Pada kondisi kronis, keadaan
hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke
vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta
kekeruhan pada lensa.
6. Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina.
Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit
sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang kulit.
7. Ketonuria Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, asam lemak
akan dipecah menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan
dikeluarkan melalui ginjal.
8. Kelemahan dan keletihan Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan
sel, kehilangan potassium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.
9. Terkadang tanpa gejala Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat
beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah.

D. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan
Margareth Th, 2019 yaitu:
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia.
b. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler.
2. Kompikasi menahun diabetes mellitus
a. Neuropati diabetik.
b. Retinopati diabetik.
c. Nefropati diabetik.
d. Proteinuria.
e. Kelainan koroner.
f. Ulkus/gangren. Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0: tidak ada luka
2) Grade 1: kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit.
3) Grade 2: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade 3: terjadi abses
5) Grade 4: gangren pada kaki bagian distal
6) Grade 5: gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
E. Patofisiologi
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan
yaitu:
1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel B pancreas
Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, namun karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi
insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya
aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat juga
terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi
pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun seperti diabetes melitus tipe
2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya
bersifat relatif dan tidak absolut. Pada awal perkembangan diabetes melitus
tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya
sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak
ditangani dengan baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan
sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif
seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita
memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang
umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin (Fatimah, 2015).

F. Penatalaksanaan Medik
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai
kadar glukosa darah normal (euglikemia), tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM yaitu:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b. Mengarahkan pada berat badan normal.
c. Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda.
d. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
e. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

Prinsip diet DM adalah:


a. Jumlah sesuai kebutuhan.
b. Jadwal diet ketat.
c. Jenis: boleh dimakan/tidak.

Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan


kandungan kalorinya
a. Diit DM I: 1100 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori
c. Diit DM III: 1500 kalori
d. Diit DM IV: 1700 kalori
e. Diit DM V: 1900 kalori
f. Diit DM VI: 2100 kalori
g. Diit DM VII: 2300 kalori
h. Diit DM VIII: 2500 kalori

Diit I s/d III: diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.


Diit IV s/d V: diberikan kepada penderita dengan berat badan normal.
Diit VI s/d VIII: diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja dan
diabetes komplikasi.

Dalam melaksanaan diit diabetes sehari-hari, hendaklah diikuti pedoman 3


J yaitu:
J I: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau
ditambah.
J II: jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III: jenis makanan yang manis harus dihindari.
Penentuan jumlah kalori diit diabetes melitus harus disesuaikan dengan
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage
of relative body weight (BBR=berat badan normal ) dengan rumus
BBR=BB (Kg)x100%
a. Kurus (underweight): BBR110%
b. Normal (ideal): BBR 90-110%
c. Gemuk (overweight): BBR>110%
d. Obesitas, apabila: BBR >120%
1. Obesitas ringan: BBR 120-130%
2. Obesitas sedang: BBR 130-140%
3. Obesitas berat: BBR 140-200%
4. Morbid: BBR> 200%
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus: BB X 40-60 kalori sehari.
b. Normal: BB X 30 kalori sehari.
c. Gemuk: BB X 20 kalori sehari.
d. Obesitas: BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen.
d. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMPS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM melalui
bermacam-macam atau media misalnya leaflet, poster, TV, kaset, video,
diskusi kelompok, dan sebagainya.

4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) Kerja OAD tingkat preseptor: pankreatik, ekstra pankreas.
b) Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek
pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektifitas insulin, yaitu:
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
1) Menghambat absorpsi karbohidrat.
2) Menghambat glukoneogenesis di hati.
3) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
b) Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah reseptor
insulin.
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselueler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin: DM tipe I, DM tipe II yang pada saat
tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD, DM kehamilan, DM dan
gangguan faal hati yang berat, DM dan infeksi akut (selulitis,
gangren), DM dan TBC paru akut, DM dan koma lain pada DM,
DM operasi, DM patah tulang, DM dan underweight, dan DM dan
penyakit graves.
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak
kerjanya pada 1-4 jam
b) Suntikan intramuskular dan intravena Suntikan intramuskular
dapat digunakan pada kasus diabetik atau pada kasus–kasus
dengan degradasi lemak suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma
diabetik.

5. Cangkok pankreas Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas segmen


dari donor hidup saudara kembar identik. (M. Clevo Rendy dan Margareth
Th, 2019).

G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Keperawatan Menurut penjabaran Arisman (2011), Pengkajian
merupakan tahap awal dalam membeikan asuhan keperawatan, dalam
pengkajian didapatkan data – data yang berguna dalam mengakkan diagnosa
keperawatan yang nantinya akan berpengaruh pada pemberian asuhan
keperawatan yang sesuai.
1. Identitas Pasien Nama, Jenis Kelamin, Agama, status perkawinan, alamat,
orang terdekat yang mudah dihubungi, hubungan dengan pasien, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan nomer rekam medis.
2. Usia Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis setelah berusia
40 tahun. Diabetes sering muncul pada usia tersebut terutama setelah
seseorang memasuki usia 45 tahun terlebih pada orang dengan overweight.
3. Pendidikan dan pekerjaan Pada orang dengan pendapatan tinggi cenderung
untuk mempunyai pola hidup dan pola makan yang salah. Cenderung
untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung gula dan lemak
yang berlebihan, serta tingginya konsumsi makanan yang berat serta
aktifitas fisik yang sedikit oleh karena itu biasanya dialami pegawai
perkantoran, bos perusahaan dan pejabat pemerintahan.
4. Keluhan utama Penderita biasanya datang dengan keluhan menonjol badan
terasa sangat lemas sekali disertai penglihatan yang kabur. Meskipun
muncul keluhan banyak (poliuria) kadang penderita belum tahu kalau itu
salah satu tanda peyakit diabetes mellitus.
5. Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit ini biasanya yang dominan
adalah munculnya sering buang air kecil (poliuria), sering lapar dan haus
(polidipsi dan polifagia), sebelumnya penderita mempunyai berat badan
yang lebih. Biasanya penderita belum menyadari kalau itu merupakan
perjalanan penyakit diabetes mellitus. Penderita baru tahu kalau sudah
memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.
6. Riwayat kesehatan dahulu Diabetes dapat terjadi saat kehamilan yang
terjadi hanya saat hamil saja dan biasanya tidak dialami setelah melahirkan
namun perlu di waspadai akan kemungkinan mengalami diabetes yang
sesungguhnya dikemudian hari. Diabetes sekunder umumnya digambarkan
sebagai kondisi penderita yang pernah mengalami suatu penyakit dan
mengkonsumsi obat – obatan atau zat kimia tertentu. Penyakit yang dapat
menjadi pemicu timbulnya diabetes mellitus dan perlu dilakukan
pengkajian diantaranya :
a. Penyakit pankreas.
b. Gangguan penerimaan insulin.
c. Gangguan hormonal.
d. Pemberian obat-obtan seperti :
1) Glukokkortikoit (sebaga obat radang).
2) Furosemid (sebagai direutik).
3) hiazid (sebagai direutik).
4) Beta bloker (untuk mengobati gangguan jantung).
7. Riwayat kesehatan keluarga Diabetes dapat menurun menurut silsilah
keluarga yang mengingat diabetes, karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuh ini tak dapat menghasilkan insulin dengan baik akan
disampaikan informasinya pada keturunan.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Status penampilan kesehatan : yang sering muncul adalah kelemahan
fisik.
b. Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma.
c. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : hipertensi (karena peningkatan viskositas darah
oleh glukosa sehingga terjadi peningkatan tekanan pada dinding
pembuluh darah dan risiko terbentuknya plak pada pembuluh
darah).
2) Frekuensi nadi : takikardi (terjadi kekurangan energi sel sehingga
jantung melakukan kompensasi untuk meningkatkan pengiriman).
3) Frekuensi pernafasan : takhipnea (pada kondisi ketoasidosis).
4) Suhu tubuh : deman (pada penderita dengan komplikasi infeksi
pada luka atau pada jaringan lain), hipotermia (pada penderita yang
tidak mengalami infeksi atau penurunan metabolik akibat
menurunnya masukkan nutrisi secara drastis.
5) Berat badan melalui penampilan atau pengukuran kurus ramping
(pada diabetes melitus fase lanjutan dan lama tidak mengalami
terapi), gemuk padat, gendut (pada fase awal penyakit atau
penderita lanjutan dengan pengobatan yang tidak rutin dan pola
makan yang masih tidak terkontrol).
d. Kulit
1) Warna : perubahan-perubahan pada melanin, kerotenemia (pada
penderita yang mengalami peningkatan trauma mekanik yang
berakibat luka sehingga menimbulkan gangren. Tampak warna
kehitam – hitaman disekitar luka. Daerah yang sering terkena
adalah ekstremitas bawah).
2) Kelembaban : lembab (pada penderita yang tidak mengalami
diuresis osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering (pada
pasien yang mengalami diuresis osmosis dan dehidrasi).
3) Suhu : dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan
menurunnya masukan nutrisi), hangat (mengalami infeksi atau
kondisi intake nutrisi normal sesuai aturan diet).
4) Tekstur : halus (cadangan lemak dan glikogen belum banyak di
bongkar), kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen
otot untuk produksi energi).
5) Turgor : menurun pada dehidrasi.
e. Kuku : warna pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi
ketoasidosis atau komplikasi infeksi saluran pernafasan).
f. Rambut
1) Kuantitas : tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi
dan buruknya sirkulasi, lebat.
2) Penyebaran : jarang atau alopesia total.
3) Tekstur : halus atau kasar.
g. Kepala
1) Kulit kepala : termasuk benjolan atau lesi, antara lain : kista pilar
dan psoriasis (yang rentan terjadi pada penderita diabetes melitus
karena penurunan antibody).
2) Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur.
3) Wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah, antara lain :
paralisis wajah (pada penderita dengan komplikasi stroke) dan
emosi.
h. Mata : perlu dikaji lapang pandang dan uji ketajaman pandang dari
masing-masing mata (ketajaman menghilang).
1) Inspeksi :
a) Sklera dan konjungtiva : sklera mungkin ikterik, konjungtiva
anemis pada penderita yang sulit tidur karena banyak kencing
pada malam hari.
b) Kornea, iris dan lensa : penderita diabetes melitus sangat
berisiko pada kekeruhan lensa mata.
c) Pupil : miosis, midriosis atau anisokor.
i. Telinga
1) Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai mengganggu
diameter lubang.
2) Gendang telinga : kalau tidak menutup serumen berwarna putih
keabuan, dan masih dapat bervibrasi dengan baik apabila tidak
mengalami infeksi sekunder.
3) Pendengaran : ketajaman pendengaran terhadap bisikan dapat
mengalami penurunan.
j. Hidung : jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali
ada infeksi sekunder seperti influenza.
k. Mulut dan Faring
1) Bibir : sianosis, pucat (apabila mengalami asidosis atau penurunan
perfusi jaringan pada stadium lanjut).
2) Mukosa oral : kering (dalam kondisi dehidrasi akibat diuresis
osmosis).
3) Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis karena penderita memang
rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
4) Langit-langit mulut : mungkin terdapat bercak keputihan karena
pasien mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat
kelemahan fisik.
5) Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau akibat penurunan
oral hygiene.
6) Faring mungkin terlihat kemerahan akibat proses peradangan
(faringitis).
l. Leher : pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncul apabila ada
infeksi sistemik.
m. Toraks dan paru-paru
1) Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan upaya bernafas antara
lain takipnea, hipernea, dan pernafasan Chyne Stoke (pada kondisi
ketoasidosis).
2) Bentuk dada : normal atau dada tong.
3) Dengarkan pernafasan : stridor (pada obstruksi jalan nafas),
mengik (apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat asma atau
bronkhitis kronik).
n. Dada a) Inspeksi : deformitas atau asimetris. b) Palpasi : adanya nyeri
tekan atau tidak. c) Perkusi : pada penderita normal area paru terdengar
sonor. d) Auskultasi : bunyi nafas vesikuler atau bronko vesikuler.
o. Aksila : inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi.
p. Siatem Kardiovaskuler : adanya riwayat hipertensi, infark miokard
akut, takikardi, tekanan darah yang cenderung meningkat, disritmia,
nadi yang menurun, rasa kesemutan dan kebas pada ekstremitas
merupakan tanda dan gejala dari penderita diabetes melitus.
q. Abdomen a) Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan simetris adanya
pembesaran organ. b) Auskultasi : bising usus apakah terjadi
penurunan atau peningkatan motilitas. c) Perkusi : pada abdomen
terhadap proporsi dan pola tympani serta kepekaan. d) Palpasi : untuk
mengetahui adanya nyeri tekan/massa.
r. Ginjal : palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral.
s. Genetalia : inspeksi apakah ada kemerahan pada kulit skrotum.
t. Sistem Muskuloskeletal : sering mengalami penurunan kekuatan
muskuloskeletal.
u. Sistem Neurosensori : pada penderita diabetes melitus biasanya
merasakan gejala pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan
pada otot, parestesia, dan gangguan penglihatan.

H. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Penunjang Indikator


Urinalisis Glikosuria pada diabetes melitus
Proteinuria pada kerusakan ginjal
hipertensi
Gula darah kapiler Tinggi pada diabetes
Darah
Kalsium Tinggi pada hiperparatiroidisme
Tiroksin bebas Tinggi pada hipertiroidisme
Rendah pada hipotiroidisme
Hormon penstimulsi tiroksin Tidak terdeteksi pada hipertiroidisme
Tinggi pada hipotiroidisme primer
Kartisol serum Rendah pada hipoadrenslisme, biasanya
dengan penurunan respons synacthen.
Hilangnya variasi diurnal pada variasi.
Penurunan daya penekanan
deksametason pada sindrom cushing
Gonadotropin Tinggi pada hipoginadisme primer pada
kedua jenis kelamin
Pencitraan
Ultrasonografi Tiroid, paratiroid, ovarium, testis
Magnetic resonance imaging Hipofisis, pankreas
Computed tomography Pankreas, adrenal
Positron emission tomography (PET) Tumor tiroid dan neuroendokrin
I. Diagnosa Keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Ketidakstabilan Kestabilan kadar glukosa darah, 1. Manajemen
kadar glukosa Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Hipoglikemia:
darah diharapkan: Mengidentifikasi dan
mengelola kadar glukossa
a. Pusing darah rendah.
1 2 3 4 5
Menurun Sedang N Tindakan :

1.1. Identifikasi tanda dan

b. Lelah/lesu gejala hipoglikemia

1 2 3 4 5 1.2. Identifikasi
Menurun Sedang N kemungkinan penyebab
 hipoglikemia
1.3. Berikan karbohidrat
c. Keluhan lapar
sederhana, jika perlu
1 2 3 4 5
Menurun Sedang N 1.4. Pertahankan kepatenan
 jalan nafas
1.5. Pertahankan akses IV,
d. Kadar glukosa dalam darah
jika perlu
1 2 3 4 5
1.6. Anjurkan monitor kadar
Menurun Sedang N
 glukosa darah
1.7. Ajarkan pengelolaan
e. Palpitasi hipoglikemia (mis, tanda
1 2 3 4 5 dan gejala, faktor resiko,
Menurun Sedang N
dan pengobatan

hipoglikemia)
1.8. Ajarkan perawatan
mandiri untuk mencegah
hipoglikemia (mis,
meningkatkan asupan
makanan)
1.9. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
1.10. Kolaborasi pemberian
glukagon, jika perlu
Nyeri akut Penyembuhan luka 1. Manajemen nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Mengidentifikasi dan
diharapkan: mengelola pengalaman
sensorik atau emosional
a. Penyatuan kulit yang berkaitan dengan
1 2 3 4 5 kerusakan jaringan atau
Menurun Sedang N fungsional dengan onset

mendadak atau lambat dan

b. Penyatuan tepi luka berintensitas ringan hingga

1 2 3 4 5 berat dan konstan.


Menurun Sedang N
 Tindakan :
1.1 Identifikasi lokasi,
c. Jaringan granulasi
karakteristik, durasi,
1 2 3 4 5
Menurun Sedang N frekuensi, kualitas,
 intensitas nyeri
1.2 Identifikasi skala nyeri
d. Peradangan luka
1.3 Berikan teknik
1 2 3 4 5
nonfarmakologis untuk
Meningka Sedan N
mengurangi nyeri
t g
1.4 Kontrol lingkungan yang
e. Nyeri memperberat rasa nyeri
1 2 3 4 5 1.5 Anjurkan memonitor
Meningka Sedan N nyeri secara mandiri
t g 1.6 Kolaborasi pemberian
analgesik
f. Nekrosis
1 2 3 4 5
Meningka Sedan N
t g

g. Infeksi
1 2 3 4 5
Meningka Sedan N
t g
Gangguan Integritas kulit dan jaringan 1. Perawatan luka
integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Mengidentifikasi dan
kulit/jaringan diharapkan: meningkatkan
penyembuhan luka serta
a. Kerusakan jaringan mencegah terjadinya
1 2 3 4 5 komplikasi luka.
Meningka Sedan N
t g
Tindakan :
b. Kerusakan lapisan kulit 1.1 Monitor karakteristik luka
1 2 3 4 5 1.2 Monitor tanda-tanda
Meningka Sedan N
infeksi
t g
1.3 Lepaskan balutan
c. Perdarahan 1.4 Bersihkan dengan cairan

1 2 3 4 5 sesuai kebutuhan
Meningka Sedan N 1.5 Bersihkan jaringan
t g nekrotik
1.6 Berikan salep yang sesuai
d. Kemerahan
kulit
1 2 3 4 5
1.7 Pasang balutan sesuai
Meningka Sedan N
luka
t g
1.8 Jelaskan tanda dan
e. Hematoma gejalan infeksi
1 2 3 4 5 1.9 Kolaborasi pemberian
Meningka Sedan N antibiotik
t g

f. Suhu kulit
1 2 3 4 5
Memburu Sedang N
k 

g. Sensasi
1 2 3 4 5
Memburu Sedang N
k 
Gangguan Mobilitas Fisik 1. Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Memfasilitasi pasien untuk
Nyeri diharapkan: meningkatkan aktivitas
pergerakan fisik:
a. Nyeri
1 2 3 4 5 Tindakan:
Meningka Sedan N 1.1 Identifikasi adanya nyeri
t g atau keluhan fisik
1.2 Identifikasi toleransifisik
b. Kecemasan
melakukan pergerakan
1 2 3 4 5
Meningka Sedan N 1.3 Fasilitasi aktivitas
t g mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
c. Gerakan Terbatas tidur)
1 2 3 4 5 1.4 Libatkan kelurga untuk
Meningka Sedan N
membantu pasien dalam
t g
meningkatkan
d. Kelemahan Fisik pergerakan

1 2 3 4 5 1.5 Jelaskan tujuan dan


Meningka Sedan N prosedur mobilisasi
t g 1.6 Anjurkan mobilisasi dini
1.7 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
Resiko Infeksi b/d Tingkat infeksi 1. Pencegahan Infeksi
Diabetes Melitus Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Mengidentifikasi dan
diharapkan: menurunkan risiko terserang
organisme patogenik.
a. Nyeri
1 2 3 4 5 Tindakan:
Meningka Sedan N 1.1 Monitor tanda dan gejala
t g infeksi lokal dan sistemik
1.2 Batasi jumlah
b. Bengkak
pengunjung
1 2 3 4 5
Meningka Sedan N 1.3 Pertahankan teknik
t g aseptik pada pasien
berisiko tinggi
c. Cairan berbau busuk 1.4 Jelaskan tanda dan gejala
1 2 3 4 5 infeksi
Meningka Sedan N
1.5 Ajarkan cara memeriksa
t g
kondisi luka atau luka

d. Drainase purulen operasi


1.6 Kolaborasi pemberian
1 2 3 4 5
Meningka Sedan N vaksin, jika perlu
t g
2. Perawatan Luka
Mengidentifikasi dan
meningkatkan penyembuhan
luka serta mencegah terjadinya
komplikasi luka
Tindakan:
2.1 Monitor karakteristik
Luka (mis. Drainase,
warna, ukuran, bau)
2.2 Monitor tanda infeksi
2.3 Bersihkan jaringan
nekrotik
2.4 Pertahankan teknik steril
saat melakukan
perawatan luka
2.5 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2.6 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
2.7 Kolaborasi prosedur
debridement

DAFTAR PUSTAKA

Arisman.(2011).Obesitas,Diabetes Mellitus & Dislipedia : Konsep, Teori dan


Penanganan Aplikatif. Jakarta : EGC

Black M. J & Hawks H. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen


Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan. Buku 2. Edisi 8. Alih bahasa: dr.
Joko Mulyanto, dkk. Jakarta: Saunders Elsevier
Di akses pada hari Jumat tanggal 30 November 2018

Fatimah, R. N. (2015). Diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 4(5).


https://www.slideshare.net/diansanjaya2/woc-diabetesmelitus

Najib Bustan, M. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Jakarta: Rineka Cipta.

Nanda International (2015). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-


2016. Jakarta: EGC

Padila. (2012).Buku Ajar;Keperawatan Medikal Bedah.Yogyakarta:Nuha Medika

Padila. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Riskesdas. (2018). Angka Kejadian Diabetes Mellitus di Kalimantan Tmur.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin

Simamora R. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn.A Dengan Diabetes


Mellitus Tipe Ii Pada Ny.S Di Wilayah Kerja Puskesmas Rumbai Pesisir
Pekanbaru. Poltekes Kemenkes Riau.http://repository.pkr.ac.id/455/1/KTI-
Renika%20Simamora-P031714401064-DIII%20Keperawatan.pdf

Tanto, chris, dkk. (2014). Kapita Selekta Kedokteran edisi II. Jakarta: media
aesculapius
Tarwoto, dkk.(2016). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Endokrin.Jakarta:TIM

TH, M.Clevo Rendy Margaret. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
MANIFESTASI KLINIS
DEFINISI Diabets Melitus
Sering kencing/miksi, rasa haus/Polidipsi,
suatu penyakit metabolik dengan karakteristik meningkatnya rasa lapar/polipagia, penurunan
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan ETIOLOGI berat badan, kulitgatal, infeksi kulit, gatal
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya. DM TIPE 1: Faktor Ginetik, Faktor disekitar enetalia, ketonuria, kelemahan dan
Imunologi keletihan, terkadang tanpa gejala
DM TIPE 2: Usia, Obesitas, Riwayat
Keluarga

Ketidakseimbangan Glukosa Resistensi Insuliln 1. Nyeri Akut,


dalam darah 2. Gangguan integritas
kulit/jaringan,
Hiperinsulin 3. Gangguan mobilitas fisik,
KOMPLIKASI
4. Resiko Infeksi
1. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah
Disfungsi sel beta
besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler,
penyakit pembuluh darah kapiler).
2. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah PENGKAJIAN
Sekresi insulin
kecil, retinopati, nefropati.
Riwayat Keperawatan, riwayat kesehatan
3. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada dan riwayat kesehatan keluarga
ekstremitas), saraf otonom berpengaruh pada
Glikogenesis, gkucase uptake, lipogenesis
gastrointestinal, kardiovaskuler HIperglikemi

Anda mungkin juga menyukai