Anda di halaman 1dari 30

PENGARUH PENAMBAHAN ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN

BAP TERHADAP PERBANYAKAN TUNAS TANAMAN ANGGREK


Dendrobium phalaenopsis SECARA INVITRO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Studi Sarjana S-1

Jurusan Agronomi

Oleh:

Nadia Angestie Wulandari

NIM : 201610200311158

JURUSAN AGRONOMI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN-PETERNAKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anggrek merupakan tanaman hortikultura termasuk dalam famili

Orchidaceae. Anggrek merupakan tanaman hias yang memiliki daya tarik yang

besar karena jenis, bentuk, ukuran dan warnanya beranekaragam. Indonesia

merupakan pusat keanekaragaman genetik beberapa jenis anggrek yang

berpotensi sebagai tetua, meskipun penyebarannya tidak merata namun para

pecinta tanaman ini telah mengetahui lokasi penyebarannya. Tanaman anggrek

diperkirakan berjumlah 20.000-30.000 jenis dari 700 generasi yang berbeda.

Kurang lebih 5.000 jenis diantaranya terdapat di Indonesia.

Anggrek merupakan tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Hal

tersebut disebabkan karena anggrek memiliki keindahan warna, corak, ukuran dan

bentuk bunga yang menarik serta daya tahan bunga relatif lama sampai empat

bulan, sehingga memberikan prospek pasar yang cukup cerah dan menjanjikan.

Anggrek selain dimanfaatkan untuk bunga potong dan bunga pot juga digunakan

sebagai tambahan ornamen-ornamen karena batangnya yang lentur dan mudah

dibentuk.

Anggrek Dendrobium phalaenopsis merupakan salah satu genus anggrek

terbesar dalam famili Orchidaceae sehingga anggrek Dendrobium phalaenopsis

cukup terkenal dikalangan masyarakat. Keindahan bunga anggrek dendrobium

sangat menonjol. Anggrek Dendrobium phalaenopsis memiliki warna, ukuran,


bentuk, susunan, jumlah kuntum pertangkai, panjang tangkai, dan daya tahan

kesegaran bunga (Lila, 2011).

Dendrobium merupakan anggrek pilihan pertama bagi para penganggrek

pemula, karena selain perawatannya yang relatif lebih mudah, Dendrobium ini

memiliki banyak jenis spesies yang berbeda dengan perawatan yang berbeda-

beda pula sesuai dengan jenis Dendrobiumnya. Ada dendrobium yang hidup di

tempat panas dan ada yang tumbuh baik di tempat teduh dan dingin.

Menurut Widiastoety, et al. (2010), anggrek Dendrobium disukai

masyarakat karena sering berbunga dengan warna dan bentuk bunga yang

bervariasi dan menarik. Hal ini dapat dilihat dari jenis anggrek yang ada di pasar

yang memiliki bentuk dan warna bunga yang bervariasi, juga hadirnya varietas-

varietas baru dengan penampilan yang makin cantik dan menarik. Selain itu,

selera konsumen juga dipengaruhi oleh produsen dan tren di luar negeri

(Kartikaningrum et al., 2011).

Permintaan pasar anggrek cenderung meningkat setiap tahun seiring

dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya estetika akan tetapi

produksi anggrek sendiri masih sangat lambat. Hal ini disebabkan karena

perbanyakan anggrek secara konvensional menggunakan biji membutuhkan

waktu yang lama. Solusi terbaik adalah menggunakan perbanyakan secara in

vitro menggunakan kultur jaringan dengan ditambah ZPT sebagai pendukung

pertumbuhan fisiologis tanaman. Menurut Hartati (2014) peningkatan kuantitas

anggrek dapat dilakukan melalui kultur invitro sedangkan peningkatan secara

kualitas dilakukan dengan perbaikan genetik melalui persilangan. Zulkaidhah


(2017), membuktikan bahwa perbanyakan anggrek dengan invitro mampu

menghasilkan anakan yang banyak dalam waktu yang cukup singkat.

Perbanyakan kultur jaringan memiliki banyak keuntungan dibandingkan

dengan perbanyakan secara konvensional. Selain waktu yang dibutuhkan lebih

cepat dengan perbanyakan secara in vitro komposisi nutrisi, hara makro-mikro,

vitamin serta zat pengatur tumbuh untuk pertumbuhan tanaman dapat diatur.

Metode kultur jaringan ini telah berkembang pesat sebagai salah satu metode

alternatif untuk produksi tanaman. Manfaat lain dari kultur in vitro ini yaitu

mendapatkan keseragaman genetik dan memperbanyak tanaman yang sulit secara

vegetatif (Zulkarnain,2011)

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan tanaman melalui

kultur in vitro. Media dasar yang digunakan adalah VW (Vacin dan Went), MS

(Murashige Skoog), dan KC (Knudson C). Media dasar yang paling banyak

digunakan untuk perbanyakan anggrek secara in vitro adalah media VW.

Media budidaya invitro membutuhkan kondisi yang tepat termasuk

komposisi media dan zat pengatur tumbuh, karena setiap tanaman

membutuhkan hormon eksogen selain hormon endogen. Ketidak cukupan

hormon endogen dalam pertumbuhan PLB (protocorm-like bodies)

menyebabkan perlu adanya bantuan hormon eksogen, kebanyakan para ahli

menggunakan ZPT untuk perbanyakan tanaman anggrek. Khususnya jenis

sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh golongan auksin seperti NAA, IAA,

IBA, dan 2,4-D berfungsi dalam meningkatkan tekanan osmotik, permeabilitas

sel, mengurangi tekanan pada dinding sel, meningkatkan plastisitas dan


mengembangkan dinding sel, serta meningkatkan sintesis protein. Di samping itu

auksin berperan menstimulir pemanjangan dan pembesaran sel, sedangkan ZPT

golongan sitokinin seperti kinetin, BAP atau BA berfungsi dalam pembelahan

sel. Dalam hubungannya dengan permeabilitas sel, auksin meningkatkan difusi

masuknya air ke dalam sel. Kombinasi auksin dengan sitokinin akan menstimulir

pembelahan sel dan memengaruhi lintasan diferensiasi.

Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan hara yang

dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat serta dapat merubah proses

fisiologi tumbuhan. ZPT yang sangat penting adalah auksin dan sitokinin.Auksin

mampu merangsang proses pemanjangan sel pada tanaman. Sitokinin berperan d

alam menstimulasi sintesis asam nukleat dan protein, juga diduga berperan

sebagai regulator aktivitas enzim yang esensial dalam metabolisme pertumbuhan

dan meningkatkan pembelahan sel pada jaringan tanaman. Salah satu jenis auksin

adalah NAA dan jenis dari sitokinin adalah BAP. NAA dan BAP merupakan jenis

golongan ZPT yang sering digunakan dalam kultur biji dan kultur jaringan.

Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan kombinasi NAA dan BAP

dapat meningkatkan perkecambahan biji anggrek. Luan V.Q., et al (2006) dalam

Liza (2012) melaporkan bahwa penggunaan kombinasi NAA 1 mg.L-1 dan BAP

0,5 mg.L-1 baik untuk perkecambahan Dendrobium sp. secara invitro .

Roy A.R., et al (2011) juga menunjukkan bahwa kombinasi NAA 5,36

μM dan 3,80 μM pada spesies Vanda coerulea yang ditanam pada medium

Phytamax dapat menginduksi PLB (protocorm-like bodies) paling tinggi. Shin et

al. (2011) juga melaporkan bahwa penambahan 0,1 mg l-1 NAA atau 0,5 mg l-1
BA dalam perlakuan pemberian 0,1 g/L arang terbukti efektif untuk

meningkatkan tingkat perkecambahan biji Calanthe hybrid.

Berdasarkan hasil penelitian Heti Sartika, dkk (2015) terdapat interaksi

pemberian hormon NAA dan BAP dalam memacu pertumbuhan N. ampullaria.

Kombinasi perlakuan NAA 0 μM dan BAP 18μM, kombinasi tersebut

merupakan kombinasi yang paling baik dalam memacu pertumbuhan

N.ampullaria. Hasil peneltian Sri Hartati, dkk (2016) Pemberian NAA 3 ppm

dan BAP 3 ppm (4,41 cm) memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan

tinggi planlet. Pemberian NAA 3 ppm (5,76 cm) memberikan pengaruh nyata

pada pertambahan panjang akar. Pemberian NAA dan BAP tidak berpengaruh

nyata terhadap jumlah daun dan jumlah akar.

Berdasarkan hasil penelitian Ainun Fithriyandini, dkk (2013) dapat

diambil kesimpulan bahwa perlakuan media dasar dan konsentrasi BAP

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan anggrek P. amabilis.

Media ½ MS dengan penambahan BAP 2,5 ppm memberikan hasil jumlah PLB,

waktu muncul tunas, jumlah tunas dan jumlah daun terbaik.

1.2 Perumusan masalah

Rendahnya produksi, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dapat

diupayakan dengan perbanyakan tanaman anggrek secara invitro dengan

penambahan ZPT pada media tanam. Perbanayakan anggrek secara invitro

dengan penambahan ZPT pada media tanam menghasilkan anakan yang banyak
dan memerlukan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan

perbanyakan secara konvensional. Selain itu, perbanyakan secara invitro juga

dapat menghasilkan keseragaman genetik dan memperbanyak tanaman yang sulit

secara vegetatif. ZPT yang digunakan merupakan jenis auksin yaitu NAA dan

sitokinin yaitu BAP yang berfungsi untuk meningkatkan perkecambahan biji,

dan menginduksi terbentuknya protokorm.

Permasalahannya, apakah pemberian NAA, BAP dan kombinasi NAA dan

BAP pada media tanam efektif untuk meningkatkan terbentuknya tunas? Dan

berapakah dosis yang tepat agar NAA dan BAP efektif untuk meningkatkan

terbentuknya tunas? Perbedaan kondisi eksplan, media, alat, kondisi lingkungan,

dan peneliti sangat mungkin memunculkan efek yang berbeda dalam penelitian

ini.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bermaksud menjawab pertanyaan-

pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh pemberian NAA dan BAP terhadap perbanyakan

tunas tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara in vitro?

2. Bagaimana pengaruh pemberian NAA terhadap perbanyakan tunas

tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsissecara in vitro?

3. Bagaimana pengaruh pemberian BAP terhadap perbanyakan tunas

tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara in vitro?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian NAA dan BAP terhadap perbanyakan

tunas tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara in vitro.

2. Mengetahuipengaruh pemberian NAA terhadap perbanyakan tunas

tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara in vitro

3. Mengetahui pengaruh pemberian BAP terhadap hasil perbanyakan tunas

tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara in vitro

1.4 Hipotesis

1. Diduga terdapat pengaruh pemberian NAA dan BAP terhadap

perbanyakan tunas tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara in

vitro.

2. Diduga terdapat pengaruh pemberian NAA terhadap perbanyakan tunas

tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara invitro

3. Diduga terdapat pengaruh pemberianBAP terhadap perbanyakan tunas

tanaman anggrek Dendrobium phalaenopsis secara invitro


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Anggrek

Tanaman anggrek diperkirakan berjumlah 20.000-30.000 jenis dari 700

genera yangberbeda. Kurang lebih 5.000 jenis diantaranya terdapat di Indonesia.

Potensi didalam dunia penganggrek mempunyai harapan baik, karena ditunjang

oleh kecocokaniklim dan banyaknya jenis anggrek bermutu sudah terbukti

anggrek Indonesiamerupakan bahan induk untuk mendapatkan silangan yang

berpotensi baik (Yusnita,2010).

Anggrek Dendrobium termasuk tanaman dan keluarga Orchidaceae.

Tanaman berbunga indah, ini tersebar luas di pelosok dunia, termasuk di

Indonesia. Kontribusi anggrek Indonesia dalam khasanah anggrek dunia cukup

besar. Dan 20.000 spesies anggrek yang terbesar di seluruh dunia, 6.000

diantaranya beradadi hutan- hutan Indonesia. Menurut Dressier dan Dodson

(2000) dalam Widiastoety, dkk. (2010), kiasiflkasi anggrek Dendrobium adalah

sebagai berikut:
Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Orchidales

Famili : Orchidaceae

Subfamili : Epidendroideae

Suku : Epidendreae

Subsuku : Dendrobiinae

Genus : Dendrobium

Spesies : D. macrophyllum, D. canaliculatum, D. lineale, D. bifalce, D.

Secundum.

Stuktur tanaman anggrek terdiri dari akar, batang, daun dan bunga. Sifat-

sifatkhas tanaman dari family Orchidaceae terlihat pada karakter akar , batang,

daun,bunga, buah dan bijinya.

Secara umum, anggrek dapat tumbuh di berbagai kondisi iklim. Anggrek

membutuhkan temperatur yang berbeda-beda, tergantung jenis dan habitat asli

anggrek tersebut. Kebutuhan cahaya matahari untuk masing-masing jenis anggrek

berbeda-beda, tergantung asal dan tipe anggrek. Cahaya yang berasal dari sinar
matahari dibutuhkan anggrek untuk melakukan fotosintesis. Kebutuhan cahaya ini

biasanya dinyatakan dalam satuan lilin atau flux. Indonesia, yang merupakan

daerah tropis, tidak mengenal adanya hari panjang dan hari pendek sehingga

memungkinkan anggrek selalu berbunga.Kelembapan udara adalah kadar uap air

yang berada di udara sekitar tanaman, sering diistilahkan dengan relative

humidity (RH). Kebutuhan kelembapan anggrek sekitar 50-80%. Kelembapan

yang terlalu rendah dapat berakibat udara di sekelilingnya menjadi kering dan hal

itu akan berimbas pada tanaman di sekitarnya. Sebaliknya, kelembapan yang

terlalu tinggi akan mengakibatkan serangan penyakit meningkat, terutama

penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Secara umum anggrek

menyukai sirkulasi udara yang lembut dan terus-menerus. Apabila sirkulasi udara

tidak lancar maka akan mengganggu pertumbuhan anggrek. Anggrek mudah

terserang penyakit, terutama penyakit yang disebabkan jamur dan bakteri. Angin

yang terlalu kencang juga berakibat buruk bagi anggrek karena akan

menyebabkan dehidrasi. Akibat yang lebih jauh adalah bunga mengecil, mudah

layu, dan kuncup bunga mudah rontok. Air kurang berpengaruh terhadap

tanaman anggrek. Anggrek membutuhkan air dalam jumlah cukup, bahkan

beberapa jenis tertentu lebih menyukai kondisi agak kering. Air yang terlalu

banyak bisa mengundang penyakit yang disebabkan oleh jamur atau bakteri.

Sementara jika air terlalu sedikit tanaman bisa mengalami dehidrasi sehingga

pseudobulb mengerut. Rumah naungan mutlak diperlukan untuk penanaman

anggrek tertentu, khususnya anggrek yang berdaun lebar, mengingat kebutuhan

cahaya jenis anggrek tersebut berkisar 35-70%. Sebaiknya anggrek dibuatkan

rumah tanam agar dalam pemeliharaannya lebih optimal. Apabila tidak


menggunakan naungan maka tanaman bisa terbakar sinar matahari ataupun busuk

akibat kehujanan. (Arie, 2016)

Tanaman anggrek mempunyai banyak habitat di alam seperti, secara

terrestrial, epifit, lithofit, semi-aquatik. Anggrek terrestrial hidup di media tanah

dan membutuhkan cahaya matahari penuh atau hampur penuh agar tumbuh dan

berkembang dengan baik. Anggrek epifit tumbuh menempel pada tumbuhan lain,

tetapi tidak merugikan tanaman tempat tumbuhnya. Anggrek ini membutuhkan

naungan yang tingkatannya tergantung pada genusnya. Anggrek lithofit tumbuh

di bebatuan, umumnya tahan terhadap cahaya matahari penuh, hujan lebat, dan

angin kencang. Anggrek saprofit tumbuh dan mendapatkan nutrisi dari sisa-sisa

tanaman yang mati dan telah menjadi humus (Yusnita, 2010).

2.2 Morfologi Tanaman Anggrek

Anggrek memiliki batang yang berbentuk monopodial dan sympodial.

Bentuk batang monopodial yaitu batang tanaman hanya mempunyai sumbu

utama. Artinya, ujung batang terus tumbuh dan tidak terbatas panjangnya, tumbuh

terus ke atas. Bentuk ini terdapat pada Vanda, Arachnis, Renanthera, Aerides, dan

Rynchostylis. Bentuk batang sympodial yaitu tanaman yang memiliki batang

utama tersusun oleh ruas-ruas tahunan, masing-masing ruas dimulai dengan daun

sisik dan berakhir dengan setangkai pembungaan. Pertumbuhan ujung-ujung

batang pada tipe ini terbatas. Misalnya pada jenis Cattleya, Dendrobium, dan

Oncidium. (Arie, 2016)

Anggrek memiliki bunga yang digunakan untuk mengidentifikasi anggrek

dan sekaligus membedakan anggrek dengan tanaman lainnya. bunga pada anggrek
terdiri atas 3 sepal dan 3 petala. Sepal akan membuka terlebih dulu apabila bunga

mulai mekar. Ketiga sepal ini biasanya memiliki bentuk yang agak sama. Sepal

yang terletak paling atas disebut sepalum dorsale. Kedua sepal lainnya dinamakan

sepala lateralia, masing-masing terletak di sebelah kiri dan kanan bawah.

Ketiganya terletak dalam satu lingkaran. Selain 3 sepal, terdapat pula 3 petala,

yang pada waktu bunga masih kuncup terbungkus oleh sepal. Ketiga petal ini

dinamakan daun mahkota. Kedua petal yang paling atas mempunyai bentuk yang

sama, sedangkan petal yang ketiga berlainan bentuknya. Seperti juga sepal, petal

tersusun dalam suatu lingkaran. Dua petal yang di atas disebut petala lateralia

dan petal yang ketiga disebut labellum atau bibir. Di Indonesia labellum kerap

kali disebut lidah, yang sebetulnya adalah terminologi yang keliru. Bentuk bibir

atau labellum tiap-tiap jenis anggrek berlainan. Keistimewaan bunga anggrek bila

dibandingkan dengan bunga lain yaitu mempunyai bentuk gynaecium atau putik

bersatu dengan stamina atau benang sari. Pada bunga biasa gynaecium dan stamen

atau stamina merupakan bangunan sendiri-sendiri. Pada bunga anggrek bentuk

gynaecium dan stamen ini merupakan satu bangunan yang berbentuk tiang atau

dalam bahasa Inggris disebut column dan dalam bahasa Latin disebut

gynostenium. Oleh karena itu, anggrek dapat pula disebut golongan Gynandrae.

Gynandrae berasal dari kata “gyn” (bagian dari kata “gynaecium” atau putik) dan

“andrae” (dari androecium = stamen atau benang sari); karena putik dan benang

sari menjadi satu maka disebut golongan Gynandrae. Pada tiap genera jumlah

pollinia ini tidak sama, ada yang mempunyai 2, 4, 6, atau 8 pollinia. Ovarium

atau bakal buah menjadi satu dengan tangkai bunga dan selalu terletak di bawah
columna, sepal, dan petal. Ovarium ini merupakan lanjutan dari columna(Arie,

2016).

Daun anggrek sebagaimana daun tanaman pada umumnya berfungsi untuk

proses fotosintesis serta untuk menyimpan cadangan air dan makanan. Daun

anggrek juga dapat digunakan sebagai penciri untuk membedakan berbagai jenis

anggrek serta membedakannya dengan tanaman yang lain. Ada jenis anggrek

yang menarik justru karena daunnya, urat-urat daunnya yang berwarna kuning

berkilat atau emas. Daun anggrek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu daun

duplikatif dan daun konvolutif. Daun duplikatif adalah daun yang sewaktu masih

muda separuh helaian daun bagian atas menempel pada belahan bagian yang lain.

Sementara daun konvolutif merupakan daun yang sewaktu masih muda melipat

sedemikian rupa sehingga sisi daun yang satu menggulung dan menempel pada

sisi daun yang lain (Arie, 2016).

Buah anggrek memiliki bentuk berbeda-beda tergantung jenisnya, akan

tetapi rata-rata merupakan buah lentera atau capsular yang memiliki enam rusuk.

Tiga rusuk merupakan rusuk sejati, sedangkan tiga rusuk lainnya merupakan

tempat melekatnya dua tepi daun buah yang berlainan. Di tempat bersatunya tepi

daun buah itu terdapat biji yang ketika masak akan pecah. Dalam satu buah

anggrek sebesar kelingking terdapat ratusan ribu bahkan jutaan biji anggrek yang

sangat lembut dengan ukuran yang sangat kecil. Biji-biji anggrek tersebut tidak

mempunyai endosperm sebagai cadangan makanan (Arie, 2016).

2.3 Anggrek Dendrobium

Anggrek Dendrobium hidup menempel di pepohonan dan bersifat epifit

Selain itu, anggrek Dendrobium cocok untuk tempat dengan altitude yangtidak
terlalu tinggi dari permukaan air laut, misalnya 50-400 mdpl.

AnggrekDendrobium memerlukan intensitas cahaya relatif lebih tinggi, yaitu

2.000-6.000 foodcandle. Serta suhu optimal yang dibutuhkan oleh anggrek

Dendrobium antara 15-300C dan kelembaban udara antara 40%-50% (Yusnita,

2010).

Batang anggrek dendrobium termasuk simpodial, yaitu batang yang

pertumbuhannya terbatas dan tidak memiliki batang utama. Bunga anggrek tipe

simpodial keluar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anakan yang

tumbuh. Batang dendrobium dapat mengeluarkan tangkai bunga baru dari sisi-sisi

batangnya (Agromedia, 2007 dalam Oktavina, 2011).

2.4 Kultur Jaringan

Kultur jaringan atau kultur in vitro adalah suatu teknik untuk mengisolasi

sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada

nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,

sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi

menjadi tanaman sempurna. Disebut sebagai kultur in vitro (bahasa latin, berarti

“di dalam kaca”) karena jaringan dibiakkan di dalam tabung kaca, botol kaca,

cawan petri atau material tembus pandang lainnya (Nugrahani, et.all., 2011).

Teknik kultur jaringan akan dapat berhasil dengan baik apabila syarat

tumbuh terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan ekplan sebagai bahan

dasar untuk pembentukan kalus, penggunaan media yang cocok, keadaan yang
aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Meskipun

pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya dipilih

bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem.

Bilamenggunakan embrio, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio,

waktu imbibisi, temperatur dan dormansi (Hendaryono, 2002).

2.5 Media Kultur

Media adalah faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan dan

berpengaruh sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta

bibit yang dihasilkannya (Tuhuteru et al., 2012). Komponen media kultur jaringan

secara umum terdiri dari komponen media dasar dan ZPT. Media dasar

mengandung kebutuhan dasar yang umumnya dibutuhkan oleh semua tanaman

yang dikulturkan, sedangkan ZPT secara khusus mengontrol dan mengarahkan

pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Media dasar untuk banyak jenis

tanaman bisa sama, tetapi jenis dan konsentrasi ZPT yang dibutuhkan untuk suatu

pola regenerasi eksplan biasanya bersifat spesifik. Spesies, varietas, umur

fisiologi, umur ontogenetik dan bagian tanaman untuk eksplan yang berbeda

memerlukan jenis dan konsentrasi ZPT yang berbeda untuk setiap tahapan

pengulturan hingga menjadi struktur organ, embrio atau tanaman utuh yang

dikehendaki. (Yusnita, 2015)

Media perumbuhan kultur in vitro adalah media buatan dan semua kegiatan

dilakukan dengan keadaan steril. Media adalah senyawa-senyawa organik maupun

anorganik yang diperlukan untuk pertumbuhan dengan syarat-syarat tertentu.

Dalam pembuatan media yang perlu diperhatikan adalah unsur-unsur makro,

mikro, suplemen, dan zat pengatur tumbuh.


Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan tanaman melalui kultur

in vitro. Media dasar yang digunakan adalah VW (Vacin dan Went), MS

(Murashige Skoog), dan KC (Knudson C). Setiap media dasar berisi komponen

bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk

tiap-tiap persenyawaan (Zulkarnain, 2011). Media dasar yang paling banyak

digunakan untuk perbanyakan anggrek secara in vitro adalah media VW.

Media VW diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went

sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam-

garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman

khususnya anggrek (Rupawan, et.all., 2014). Media Vacin dan Went mengandung

unsur hara makro yang meliputi Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),

Nitrogen (N), Sulfur (S), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), dan Magnesium

(Mg), serta unsur mikro meliputi Besi (Fe) dan Mangan (Mn) yang semuanya

dalam bentuk garam anorganik. Unsur-unsur hara dalam bentuk garam tersebut

merupakan bahan dasar penyusun protein, asam nukleat, fosfolipid, dan aktivator

enzim yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan respirasi, serta berperan

dalam pembelahan dan pembesaran sel (Widiastoety, 2010).

Media tumbuh yang biasa digunakan untuk pembesaran anggrek adalah

media VW (Vacint and Went), (Bey et al., 2006 dalam Zahra et al., 2018). Media

VW digunakan oleh HO pada saat penanaman planlet yang telah terbentuk daun

dan akar, tetapi belum terbentuk sempurna. Air kelapa 150 ml pada media VW

mampu mendorong pembentukan PLB (protocorm like bodies) sebagai calon


tanaman. Protocorm adalah bentukan bulat yang siap membentuk pucuk dan akar

sebagai awal perkecambahan anggrek.

Komposisi unsur-unsur hara yang terdapat dalam media dasar Vacin and

Went yang digunakan dalam perbanyakan anggrek belum cukup untuk memacu

pertumbuhan anggrek secara optimal. Dengan berkembangnya teknik kultur in

vitro, modifikasi komposisi media tumbuh dilakukan dengan menambahkan

bahan-bahan alami atau senyawa organik seperti yeast, air kelapa, pisang dan

tomat untuk merangsang pertumbuhan bibit dalam botol. Media kultur in vitro

yang memenuhi syarat adalah mengandung unsur hara makro dan mikro dalam

kadar dan perbandingan tertentu, sumber energi seperti sukrosa, vitamin, dan zat

pengatur tumbuh (ZPT) (Widiastoety, 2014).

2.6 Peran Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan hara, dalam

konsentrasi rendah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

tanaman (Yusnita, 2011). Zat pengatur tumbuh ini dapat membantu pertumbuhan

pada tanaman, metabolisme tanaman dan kegiatan tanaman lainnya, sehingga

dapat berpengaruh terhadap perkembangan jaringan tanaman dan organnya.

NAA dan BAP merupakan jenis golongan ZPT yang sering digunakan

dalam kultur biji dan kultur jaringan. Salah satu jenis auksin adalah NAA dan

jenis dari sitokinin adalah BAP. Menurut Sugiyanti (2008) dalam Liza (2012)

NAA merupakan zat pengatur tumbuh golongan auksin yang tidak mudah terurai

oleh enzim yang dikeluarkan oleh sel atau saat proses sterilisasi melalui
pemanasan, sedangkan BAP menurut George dan Sherrington (1984) dalam

Andaryani (2010) adalah golongan hormon sitokinin hasil sintetik yang aktif dan

daya rangsangnya lebih lama karena tidak mudah dirombak oleh tanaman. NAA

dan BAP merupakan jenis golongan ZPT yang sering digunakan dalam kultur biji

dan kultur jaringan.


BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Hasanuddin Orchids Nursery & Laboratory

Jalan Hasanuddin No. 178, RT. 03 RW. 05, Kec. Junrejo, Kota Batu.

Pelaksanaan mulai bulan September sampai dengan bulan Desember 2020.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan saat penelitian ini adalah:

1. Timbangananalitik

digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang akan digunakan

2. Laminar air flow cabinet

Alat ini letaknya didalam ruang penabur, yaitu ruang yang selalu harus

dalam keadaan steril. Ruang penabur ini dilengkapi dengan dinding porselin

sehingga setiap akan digunakan dapat disterilkan dengan menyemprot atau

menggosokkan alkohol.

3. Stirrer

Alat ini berfungsi untuk menggojok dengan pemanas. Dengan

menggunakan listrik, alat ini berfungsi sebagai kompor disamping sebagai

penggojok. Labu erlenmeyer yang berisi larutan dan bahan kimia untuk

pembuatan media kultur yang akan dilarutkan diletakkan diatas stirer. Batang

pengaduk magnit yang panjangnya kira-kira 3 cm sebanyak dua buah dimasukkan

kedalamnya, sehingga pada saat larutan sudah mendidih pengaduk akan bergerak
memutar dan karena pengaduk mengandung magnit menyebabkan berputarnya

hanya pada dasar erlenmeyer saja.

4. Autoklaf

Autoklaf adalah alat sterilisasi untuk alat dan media kultur jaringan.

Alat-alat yang yang digunakan dalam proses kultur jaringan yang terdiri dari

pinset, skalpel, dan petridish harus disterilkan dahulu. Demikian juga dengan

media yang sudah dimasukan dalam botol kultur harus disterilkan dahulu. Dengan

pemanasan didalam autoklaf, maka bakteri dan mikrobia dapat mati akibat suhu

yang tinggi (1200C) dengan tekanan uap air yang besar (1,5 kg/cm2) selama 15

menit.

5. Gelas Ukur

Gelas ukur dipakai untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan

digunakan. Ukuran gelas ukur bermacam-macam, mulai dari volume 25 ml

sampai dengan 250 ml. Jenis gelas ukur ada yang tahan panas (dari pirex) dan

tidak tahan panas (dari gelas biasa). Untuk pembuatan larutan sterilisasi eksplan

yaitu chlorox selalu membutuhkan gelas ukur ini.

6. Gelas Piala

Gelas piala (glass ware) dibutuhkan untuk menuangkan atau untuk

mempersiapkan bahan kimia dan air suling dalam pembuatan media. Ukuran

volumenya juga bermacam-macam, misalnya 100 ml, 300 ml sampai 1000 ml.

Alat ini biasanya jarang disterilkan karena penggunaanya hanya untuk pembuatan

media saja.

7. Petridish
Petridish adalah jenis gelas piala yang mutlak dibutuhkan dalam kultur

jaringan. Petridish biasanya disterilkan bersama dengan kertas saring didalamnya.

Petridish harus dicuci bersih kemudian dikeringkan. Setelah kering dibungkus

dengan kertas payung coklat untuk disterilisasi dengan autoklaf.

8. Pipet dan Pengaduk

Pipet digunakan untuk mengambil dan menambahkan larutan kimia

yang digunakan untuk pembuatan media. Pipet yang baik adalah yang karetnya

terbuat dari silikon (berwarna putih), karena karet jenis ini tidak mudah kendor

apabila disterilkan. Sedangkan pengaduk yang digunakan dalam kultur jaringan

biasanya terbuat dari kaca atau pirex sehingga dapat dipanaskan dengan autoklaf.

Alat ini digunakan untuk mengaduk bahan kimia atau agar-agar sebagai pemadat

media, supaya mudah larut.

9. Pinset dan Skalpel

Pinset digunakan untuk memegang atau mengambil dan menanam

eksplan. Teknik penanaman eksplan harus diusahakan agar ujung pinset tidak

mengenai media supaya tidak terjadi kontaminasi. Sedangkan skalpel atau pisau

yang digunakan dalam kultur ada dua macam, yaitu skalpel biasa yang dapat

dipakai seterusnya (selalu disterilkan dengan autoklaf) dan skalpel blits. Skalpel

blits ini pisaunya dapat dipasang menurut ukuran yang dikehendaki. Tangkainya

selalu disterilkan dengan autoklaf, sedangkan mata pisaunya sekali pakai.

10. Lampu Spirtus, Boks Alkohol dan Sprayer


Semua alat ini digunakan untuk keperluan sterilisasi. Lampu spirtus

digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset) di dalamlaminar air

flow cabinet atau di dalam entkas pada saat penanaman eksplan. Sedangkan boks

spirtus dan sprayer digunakan untuk sterilisasi ruangan atau botol-botol eksplan

yang akan dimasukan ke dalam ruang penabur. Bahan kimia yang biasa dipakai

adalah alkohol 90%.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tanaman Anggrek Dendrobium phalaenopsis

Tanaman Anggrek yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

anggrek Dendrobium phalaenopsis yang didapatkan dari Hasanuddin Orchids

Nursery & Laboratory. Sebagai bahan tanam yaitu digunakan PLB dari tanaman

anggrek Dendrobium phalaenopsis

2. NAA dan BAP

Zat perangsang tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah auksin

yaitu NAA dan sitokinin yaitu BAP. Pemberian NAA dan BAP berfungsi untuk

mempercepat perbanyakan tunas anggrek Dendrobium phalaenopsis. NAA dan

BAP dicampurkan pada media yang akan digunakan dengan komposisi yang

berbeda-beda.

3. Media VW modifikasi

Larutan stok VW dicampurkan dengan masing-masing 2 tutup fish

dan BI lalu ditambahkan 6 gr pepron, 12 gr arang aktif, 120 gr gula, 60 gr

agar-agar, 1 sisir besar sari pisang, 1 kg sari kentang, 1 buah air kelapa

muda kemudian ditambah air sampai 6 L


3.3 Metode Penelitian

Penelitian dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) sederhana. Digambarkan

alam penelitian ini dengan 7 perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali, perlakuan

yang digunakan sebagai berikut :

MV1 : modifikasi VW + NAA 0 mg/l + BAP 0 mg/l (kontrol)

MV2 : modifikasi VW + NAA 0,1 mg/l + BAP 0,1 mg/l

MV3 : modifikasi VW + NAA 0,3 mg/l + BAP 0,3 mg/l

MV4 : modifikasi VW + NAA 0,1 mg/l

MV5 : modifikasi VW + BAP 0,1 mg/l

MV6 : modifikasi VW + NAA 0,3 mg/l

MV7 : modifikasi VW + BAP 0,3 mg/l

MV1U MV2U MV3U MV4U MV5U MV6U MV7U1

1 1 1 1 1 1
MV1U MV2U MV3U MV4U MV5U MV6U MV7U2

2 2 2 2 2 2 T
MV1U MV2U MV3U MV4U MV5U MV6U MV7U3

3 3 3 3 3 3
MV1U MV2U MV3U MV4U MV5U MV6U MV7U4

4 U
4 4 4 4 4
B T

S
Gambar 1. Denah Percobaan

3.4 PelaksanaanPenelitian

Sterilisasis Alat
dan bahan

Pembuatan
larutan stok
Pembuatan
media tanam

Penanaman Pengamatan Pengolahan


eksplan data

Gambar 2. Diagram Alur Penelitian

3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan meliputi botol kultur, scalpel, petridish, dan

pinset dicuci dengan menggunakan sabun cuci, dibilas, kemudian dikeringkan.

Semua peralatan tersebut disterilisasidahulu dengan autoclave pada suhu 1210C

dan tekanan 1,5 Psi selama 25 - 30 menit.

3.4.2 Pembuatan Larutan Stok

Pembuatan larutan stok yang dipersiapkan diklasifikasikan atas stok hara

makro, stok hara mikro, stok vitamin, dan stok zat pengatur tumbuh. Kemudian,

komposisi media VW tersebut dilarutkan dengan aquadest steril lalu diaduk

hingga benar-benar homogen menggunakan magnetic stirrer, lalu dimasukan ke

dalam botol yang sudah diberi label dan disimpan dalam lemari pendingin.

3.4.3 Pembuatan Media Tanam


Pembuatan media tanam dengan menimbang gula, pisang dan air kelapa

sesuai kebutuhan dan dilarutkan dengan aquadest dalam gelas bekerberukuran 1

liter, memasukkan stok hara makro dan mikro, menambahkan NAA dan

BAP9sesuai perlakuan kemudian memasukkan bahan-bahan tersebut kedalam

beaker glass, menambahkan aquadest steril, melakukan pengaturan pH antara 5,6

- 5,8. Bila terlalu asam dinaikkan dengan menambahkan NaOH dan bila terlalu

basah diturunkan dengan HCl secara perlahan sehingga tercapai pH yang

diinginkan sambil terus diaduk (menggunakan0magnetic stirrer), memanaskan

media sampai benar-benar larut, memasukkan media kultur tersebut kedalam

botol kultur, menutup botol dengan alumunium foil atau penutup botol, sterilisasi

media dalam autoclave pada suhu 121oC dan tekanan 17,5 psi selama 30 menit.

3.4.4 Penanaman eksplan

Eksplan yang digunakan merupakan biji dari tanaman anggrek.

Penanaman0eksplan dilakukan dengan cara mengambil bagian tanaman yang akan

digunakan dan diletakkan dalam petridish steril,0botol kultur yang dibuka

sebelumnya dipanaskan diatas api Bunsen untuk mengilangkan kemungkinan

adanya kontaminan. Kemudian ekplan ditanam pada media perlakuan dengan

pinset steril, Sebelum ditutup,0mulut botol dipanaskan kembali untuk menjaga

sterilisasi dari alat, maka scalpel dan pinset selalu dipanaskan sebelum digunakan.

Setelah itu,0botol ditutup dengan aluminium foil,0botol diberi label sesuai

perlakuan dan tanggal penanamannya.


3.4.5 Pemeliharaan

Pemeliharaan botol-botol kultur dilakukan dengan cara meletakkan pada rak-

rak kultur. Untuk mencegah kontaminasi, botol-botol tersebut disemprot dengan

spirtus setiap kali pengamatan.

3.5 Variabel Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST sampai 16

MST. Variabel yang diamati antara lain :

1. Jumlah daun

mengamati banyaknya jumlah daun yang tumbuh perplantet

2. Jumlah tunas

mengamati jumlah banyaknya tunas yang tumbuh perplanlet

3. Tinggi tunas

mengamati tinggi tunas yang tumbuh

4. Jumlah akar

mengamati jumlah akar yang tumbuh pada plantet

5. Hari muncul tunas

mengamati hari munculnya trunas untuk pertama kali

6. Jumlah plantet mati

persentase jumlah plantet yang mati pada setiap perlakuan

7. Jumlah plantet hidup

persentase jumlah plantet yang hidup pada setiap perlakuan

8. Jumlah plantet terkontaminasi

persentase jumlah plantet yang terkontaminasi pada setiap perlakuan


3.6 ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan uji

ANOVA apabila terdapat perbedaan dilakukan dengan Uji BNJ Taraf 5%.
DAFTAR PUSTAKA

Andaryani, S. 2010. Kajian penggunaan berbagai konsentrasi BAP dan 2,4-D

terhadap induksi kalus jarak pagar (Jatropha curcas L.) secara in vitro.

Skripsi Fakultas Pertanian Univesitas Sebelas Maret, Surakarta.

Arie wijayani purwanto. Anggrek Budidaya dan Perbanyakan. LPPM UPN

Veteran Yogyakarta Press. Yogyakarta

Badan Pusat Statistika, 2010. Produksi Tanaman Anggrek Tahun 2005 — 2009.

Indonesia.

Oktavina, Zihan S. 2011. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap

Pertumbuhan Anggrek Hibrid Dendrobium sehulerii x May Neal Wrap

Secara In Vitro. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Widiastoety D, NinaS, dan Muchtar S. 2010. Potensi Anggrek Dendrobium dalam

Meningkatkan Variasi dan Kualitas Anggrek Bunga Potong.Jurnal Litbang

Pertanian. 29(3): 101-106.

Yusnita. 2010. Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek. Universitas Lampung.

Bandar Lampung

Zulkarnain. 2011.Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai