Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah Nama Dosen

Ushul Fiqih M.Zaini,S.Pd.I M.Pd

“DEFINISI DAN KEHUJJAHAN SYAR’UN MAN QABLANA”

Kelompok 5
NAMA NPM
Muhammad Nazmi 20.12.5142
Muhammad Yazid Bustomi 20.12.5150
Siti Ahyana 20.12.5194
Siti Aisyah 20.12.5196
Sukriah 20.12.5206
Rahmawati 20.12.5182
Yunita Rahmah 20.12.5211

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Definisi, dan Kehujjahan Syar’un Man Qablana”. Tak lupa kami berterima
kasih kepada Bapak M.Zaini,S.Pd.I M.Pd selaku dosen pembimbing kami dalam
mata kuliah Ushul Fiqih.

Semoga makalah ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat bagi


pembaca, dan pembuatan makalah ini tentunya tak luput dari kesalahan, dan
semoga bagi pembaca dapat memberikan kritik dan saran bagi kami agar makalah
kami kedepannya bisa lebih baik lagi.

Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini.

Selamat Membaca

Martapura, 22 April 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. Definisi Syar’un Man Qablana............................................................................3
B. Pendapat Para Ulama Tentang Syar’un Man Qablana....................................3
C. Pengelompokan Syar’un Man Qablana..............................................................4
D. Kedudukan Syar’un Man Qablana.....................................................................5
E. Kehujjahan Syar’un Man Qablana....................................................................6
BAB III.............................................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................9
B. Saran.....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Al-Qur’an dan sunnah shahih itu telah mengisahkan tentang salah


satu dari hukum syar’i, yang di syari’atkan Allah SWT kepada umat yang
telah dahulu dari kita. Ada hal-hal dan nash-nash yang disampaikan
kepada Nabi SAW juga oleh Tuhan telah disampaikan kepada umat-umat
dahulu kala. Ada hal-hal yang tidak berbeda menurut apa yang
disyari’atkan kepada kita berupa peraturan-peraturan yang wajib kita ikuti.

Al-Qur’an dan sunnah telah memisahkan salah satu diantara


hukum ini dalil syar’i, ditegakkan untuk mencabut dan membuangnya.
Dalam hal ini tidak ada perbedaan. Tidak disyri’atkan kepada kita kalau
tidak dengan dalil nashih.

Setelah Rasul wafat, yang memberikan fatwa kepada orang banyak


pada waktu itu ialah jema’ah Sahabat atau yang disebut dengan Syar’un
Man Qablana dan mazhab shahabat. Mereka itu mengetahui fiqih ilmu
pangetahuan dan apa-apa yang biasa yang disampaikan oleh Rasul.
Memahami Al-Qur’an dan hukum-hukumnya. Inilah yang menjadi sumber
dari fatwa-fatwa dalam bermacam-macam masalah yang terjadi. Makalah
ini akan menguraikan tentang hakikat Syar’un Man Qablana dan mazhab
sahabat, yang mencakup pengertian, kehujjahan, dan lain sebagainya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi dari  Syar’u Man Qablana dan Pendapat Para
Ulama tentang Syar’u Man Qablana?
2. Bagaimana Pengelompokan Syar’un man Qablana?
3. Bagaimana Kedudukan syar’u man qablana?
4.  Bagaimana Kehujjahan dari Mazhab Sahabat ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari syar’un man qablana  dan Pendapat Para
Ulama tentang Syar’u Man Qablana.
2. Mengetahui Pengelompokan Syar’un man Qablana.
3. Kedudukan syar’u man qablana.
4. Mengetahui kehujjahan syar’un man qablana.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Syar’un Man Qablana

Syar’u Man Qablana adalah syari’at atau ajaran-ajaran nabi-nabi sebelum


islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at Nabi Ibrahim, Nabi
Musa, Nabi Isa as.1

Contoh dari Syar’u Man Qablana sendiri sebagaimana dalam surat Al-Baqoroh
ayat 183:

‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَ ُك ْم‬ َ ِ‫صيَا ُم َكما َ ُكت‬ َ ِ‫ياَاَيُّهَا الَّ ِذينَ أَ َمنُوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬
َ‫تَتَّقُون‬                                                   

“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana


diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-
Baqarah:183).

B. Pendapat Para Ulama Tentang Syar’un Man Qablana

Menurut Jumhur Ulama yang terdiri atas ulama Hanafiyah, Malikiyah,


sebagian ulama Syafi’iyyah dan salah satu pendapat Imam Ahmad Ibnu Hanbal
menyatakan bahwa apabila hukum-hukum syari’at sebelum Islam itu disampaikan
kepada Rasulullah SAW. Melalui wahyu, yaitu AL-Qur’an, bukan melalui kitab
agama mereka yang telah berubah, dengan syarat tidak ada nash yang menolak
hukum-hukum itu, maka umat Islam terikat dengan hukum-hukum itu. Alasan
yang di kemukakan adalah:2                               

1. Pada dasarnya syari’at itu adalah satu karena datang dari Allah juga oleh
karena itu, apa yang disyari’atkan kepada para Nabi terdahulu dan disebutkan
dalam Al-Qur’an berlaku kepada umat Muhammad SAW. Hal itu ditunjukkan
oleh Firman Allah:

1
 Satria Effendi, ushul fiqh, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 162-163.
2
Nasrun Haroen, ushul fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 152.

3
‫ْس أَ ْن أقِي ُموا‬ َ ‫وس َو ِعي‬ َ ‫ص ْينَا بِ ِه إِب َْرا ِه ْي َما َو ُم‬ َّ ‫ك َو َما َو‬ َ ‫َش َر َع لَ ُك ْم ِمنَ ال ِّد ْي ِن َما َوصَّى بِ ِه نُوحًا َوالَّ ِذي أَو َح ْينَا إِلَ ْي‬
ُ‫ال ِّدينَ َواَل تَتَفَ َّرقُوا فِي ِه َكبُ َر َعلَى ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َما تَ ْدعُوهُ ْم إِلَ ْي ِه هللاُ يَجْ تَبِ ْي إِلَ ْي ِه َم ْن يَ َشا ُء َويَ ْه ِدى إِلَ ْي ِه َم ْن يُنِيْب‬

 “Dia telah mensyari’atkan kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang
telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.  Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan member petunjuk
kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. As-
Syura/42:13)

2. Selain itu, terdapat beberapa ayat yang menyuruh mengikuti para Nabi
terdahulu, antara lain firman Allah:

َ‫ك أَ ِن اتَبِحْ ِملَّةَ إِ ْب َرا ِه ْي َم َحنِ ْيفًا َو َما َكا نَ ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِك ْين‬
َ ‫ثُ َّم أَوْ َح ْينَا إِلَ ْي‬

“Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad): Ikutilah agam


Ibrahim yang hanif.” (QS. An-Nahl 16:123).3

C. Pengelompokan Syar’un Man Qablana

Syar’un Man Qablana dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1. Syariat terdahulu yang terdapat dalam Al-Qur’an atau penjelasan Nabi yang
disyariatkan untuk umat sebelum  Nabi Muhammad dan dijelaskan pula dalam
Al-Qur’an atau hadis  Nabi bahwa yang demikian telah di-nasakh dan tidak
berlaku lagi bagi umat Nabi Muhammad.  Seperti firman allah dalam surat al-
an’am (8): 146:

‫َو َعلَى الَّذ ْينَ هَا ُدوْ ا َح َّر ْمنَا ُك َّل ِذيْ ظُفُ ٍر َو ِمنَ ْالبَقَ ِر َو ْال َغن َِم َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِهم ُشحُوْ َمهُ َما‬

“Kami haramkan atas orang-orang Yahudi setiap binatang yang punya


kuku, dan dari sapi dan kambing kami haramkan pada mereka
lemaknya”.

3
Satria Effendi, ushul fiqh, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 165-166.

4
Ayat ini mengisahkan apa yang diharamkan Allah untuk orang
Yahudi dahulu. Kemudian dijelaskan pula dalam Al-Qur’an bahwa hal itu
tidak berlaku lagi untuk umat Nabi Muhammad sebagaimana disebutkan
dalam surat Al-An’am (6): 145:

ْ َ‫طا ِع ٍمل ي‬
‫ط َع ُمهُ إِالَّأَ ْن يَ ُكوْ نُ َم ْيتَةً أَوْ َد ًما َم ْسفُوْ حًاأَوْ لَحْ َم ِخ ْن ِزي ٍْر‬ َّ َ‫قُلْ الَأَ ِج ُدفِ ْي َماأُوْ ِح َي ِإل‬
َ ‫ي ُم َح َّر ًما َعلَى‬

2. Hukum-hukum dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun hadis Nabi disyariatkan


untuk umat sebelumnya dan dinyatakan pula berlaku untuk umat Nabi
Muhammad dan berlaku untuk selanjutnya.4

َ‫ب َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَ ُك ْم تَتَّقُوْ ن‬


َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫يَاأَيُّهَاالَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬

“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atasmu puasa sebagaimana


diwajibkan atas umat sebelum kalian, mudah-mudahan kalian menjadi
orang yang bertakwa’’.            

Dalam ayat  ini dijelaskan bahwa puasa disyariatkan untuk umat


terdahulu dan diwajibkan atas umat Nabi Muhammad

3. Hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau hadis Nabi, dijelaskan


berlaku untuk umat sebelum Nabi Muhammad, namun secara jelas tidak
dinyatakan berlaku untuk kita, juga tidak ada penjelasan bahwa hukum
tersebut telah di-nasakh.5
D. Kedudukan Syar’un Man Qablana

Pada prinsipnya, syariat yang diperuntukkan Allah bagi umat terdahulu


mempunyai asas yang sama dengan syariat yang dibawa Nabi Muhammad. Hal ini
terlihat dalam firman Allah surat Al-Syura : 13

‫ص ْينَا بِ ٖ ٓه اِب ْٰر ِه ْي َم َو ُموْ ٰسى َو ِعي ٰ ْٓسى اَ ْن اَقِ ْي ُموا‬ َّ ‫ك َو َما َو‬ َ ‫ي اَوْ َح ْينَٓا اِلَ ْي‬ ّ ٰ ‫َش َر َع لَ ُك ْم ِّمنَ ال ِّد ْي ِن َما َو‬
ْٓ ‫صى بِ ٖه نُوْ حًا وَّالَّ ِذ‬
ْٓ ‫ال ِّد ْينَ َواَل تَتَفَ َّرقُوْ ا فِ ْي ۗ ِه َكبُ َر َعلَى ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َما تَ ْد ُعوْ هُ ْم اِلَ ْي ۗ ِه هّٰللَا ُ يَجْ تَبِ ْٓي اِلَ ْي ِه َم ْن يَّ َش ۤا ُء َويَ ْه ِد‬
ُ‫ي اِلَ ْي ِه َم ْن يُّنِي ْۗب‬

4
Ibid, 160

5
http://www.asy-syaru-man-qablana.ilmu.html. Kamis, 22-04-2021, pukul 12:41

5
“Dia (Allah) telah mensyari’atkan kepadamu agama yang telah diwasiatkannya
kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa
yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu tegakkanlah
agama (keimanan dan ketakwaan) dan jannganlah kamu berpecah-pecah belah
didalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama
yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang dikehendaki
kepada agama Tauhid dan memberikan petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang
yang kembali (kepada-Nya).”

Diantara asas yang sama itu adalah yang berhubungan dengan konsepsi
ketuhanan, tentang akhirat, tentang janji, dan ancaman Allah. Sedangkan
rinciannya ada yang sama dan ada juga yang berbeda sesuai dengan kondisi dan
perkembangan zaman masing-masing.6 Oleh karena itu terdapat penghapusan
terhadap sebagian hukum umat-umat yang sebelum kita (umat Islam) dengan
datangnya syari‟at Islamiyah dan sebagian lagi hukum-hukum umat yang
terdahulu tetap berlaku, seperti Qishash.

E. Kehujjahan Syar’un Man Qablana 

Syari’at umat sebelum kita kedudukannya dapat menjadi syariat kita jika
Al-Qur’an dan sunnah telah menegaskan bahwasannya syari’at ini di wajibkan
baik untuk mereka (orang yang sebelum kita) dan juga kepada kita utuk
mengamalkannya, seperti puasa dan qishas. Tetapi jika seandainya  Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi menegaskan bahwa syariat orang sebelum kita telah di nasakh (di
hapus) hukumnya maka tidak ada perselisihan lagi bahwa syari’at orang sebelum
kita itu bukan syari’at kita. Seperti syar’iat Nabi Musa, yang menghukum bahwa
orang yang berdosa tidak dapat menebus dosanya kecuali ia harus membunuh
dirinya sendiri, pakaian yang terkena  najis tidak dapat di sucikan kecuali
memotong bagian bagian yang terkena najis. Dua syari’at Nabi Musa tersebut di
atas tidak berlaku bagi umat Muhammad. Allah mengharamkan bagi orang
Yahudi setiap binatang yang berkuku, sapi dan domba. Syari’at ini tidak berlaku

6
Alaiddin Koto, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009, revisi. 3)
hal. 112

6
bagi umat Muhammad. Selain itu juga, terdapat beberapa perbedaan syari’at orang
sebelum kita dengan syari’at kita seperti format ibadah.7

Menurut Abu Zahrah beberapa ketentuan yang harus di perhatikan


dalam   melihat syari’at orang. Sebelum kita dengan syari’at orang sebelum kita,
sehingga Syar’un Man Qablana itu layak untuk diikuti atau di tinggalkan. Untuk
memutuskan itu sedikitnya ada tiga hal yang harus jadi pertimbangan :

1. Syari’at orang sebelum kita harus di ceritakan dengan berdasarkan kepada


sumber-sumber yang menjadi pedoman ajaran Islam. Yang tidak dinukil dari
sumber-sumber Islam, maka tidak dapat di jadikan hujah bagi umat Islam.
Demikian hasil kesepakatan para fuqaha.
2. Apabila syari’at orang sebelum kita itu telah di naskh (di hapus), maka tidak
boleh di amalkan. Demikian juga jika terdapat dalil yang menunjukkan
kekhususan bagi umat terdahulu, maka syari’at itu khusus untuk mereka dan
tidak berlaku bagi kita seperti Allah sebagian daging bagi orang bani Israil.
3. Bahwa di lakukan syariat itu untuk mereka (umat sebelum kita) dan juga
berlaku untuk kita itu di dasari oleh nas Islam bukan oleh cerita orang-orang
terdahulu. Seperti kewajiban berpuasa Ramadhan.8

Sebagian sahabat Abu Hanifah, sebagian ulama Malikiyah, sebagian


sahabat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat mengatakan
bahwa hukum-hukum yang disebutkan dalam Al-Qur’an atau sunnah Nabi
meskipun tidak  diharamkan untuk umat Nabi Muhammad selama tidak ada
penjelasan tentang nasakhnya, maka berlaku pula untuk umat Nabi Muhammad.

Jadi Syar’u Man Qablana berlaku bagi kita, apabila syari’at tersebut
terdapat dalam al-qur’an dan hadist-hadist yang shahih dengan alasan :

1. Dengan tercantumnya Syar’un Man Qablana pada Al-Qur’an dan sunnah


yang  shahih, maka ia termasuk dalam syari’at samawi

7
http://www.scribd.com/doc/51198324/modul-ushul-fiqih
8
Musnad Rozin.Usul Fiqih.Stain Jurai Siwo Metro Lampung. Hal159

7
2. Kebenarannya dalam Al-Qur’an dan sunnah tanpa diiringin dengan penolakan
dan tanpa nasakh menunjukkan bahwa ia juga berlaku sebagai syari’at
NabiMuhmmmad
3. Sebagai implementasi dari pernyataan bahwa Al-Qur’an membenarkan kitab-
kitab Taurat dan Injil

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Syar’un Man Qablana adalah syari’at atau ajaran-ajaran Nabi-nabi


sebelum Islam yang berhubungan dengan hukum, seperti syari’at Nabi
Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa as. Syar’un Man Qablana dibagi menjadi dua
bagian. Pertama, setiap hukum syariat dari umat terdahulu namun tidak
disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah. Kedua, setiap hukum syariat dari
umat terdahulu namun disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah.

Yang dimaksud dengan mazhab sahabat ialah pendapat


sahabat  Rasulullah SAW. Tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak
dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Menurut
Abu Hanifah, perselisihan antara dua orang sahabat mengenai hukum sutau
kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa dikatakan ijma’ di antara
keduanya. Maka kalau keluar dari pendapat mereka secara keseluruhan
berarti telah keluar dari ijma’ mereka. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat
bahwa pendapat orang tertentu dikalangan sahabat tidak dipandang sebagai
hujjah, bahkan beliau memperkenankan untuk menentang pendapat mereka
secara keseluruhan dan melakukan ijtihad untuk mengistinbat pendapat lain.
Dengan alasan bahwa pendapat mereka adalah pendapat ijtihadi secara
perseorangan dari orang yang tidak ma’sum (tidak terjaa dari dosa).

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Sebagai mahasiswa
kita harus mengembangkan ilmu yang kita peroleh dan mencari kebenaran
ilmu itu semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, akhir kata kami
menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan
langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Karena itu kami
sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik yang membangun demi

9
sempurnanya makalah kami yang selanjutnya. Atas perhatiannya kami
sampaikan terimakasih.

10
DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Satria, ushul fiqh, Jakarta: Kencana Prenada Media Groub, 2009.

Syarifuddin, Amir, ushul fiqh, jilid 2, Jakarta: Kencana Prenada Media Groub,


2009.

Nasrun, Haroen, ushul fiqh 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Http://Www.Asy-Syaru-Man-Qablana.Ilmu.Html.Senin,16-03-2015, Pukul 13.28.

Syafe’i, Rachmat, Ilmu Ushul Fiqih, Bandung: Pustaka Setia, 2010.

11

Anda mungkin juga menyukai