LP GGK
LP GGK
Dosen Pembimbing:
( 2030282028 )
A. GGK
1. Definisi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten
dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus
yang digolongkan ringan sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN
dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkst. Uremia adalah
sindrom akibat gagal ginjal yang berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidak
mampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus di bantu
dialisis atau transplantasi) (Mansjoer, Arif Dkk 2008 kapita selekta kedpkteran
jilid 1. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI : Jakarta)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu kondisi gagalnya ginjal dalam
menjalankan fungsinya mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan
dan elektrolit karena rusaknya struktur ginjal yang progresif ditandai dengan
penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) dalam darah (Muttaqin & Sari,
2014).
2. Anatomi Fisiologi
1. Struktur Ginjal
Ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di daerah lumbal, kanan dan
kiri tulang belakang, terbungkus lapisan lemak yang tebal, diluar rongga
peritoneum karena itu ginjal berada di belakang peritoneum. Ginjal kanan
memiliki posisi yang lebih rendah dari ginjal kiri karena terdapat hati yang
mengisi rongga abdomen sebelah kanan dengan panjang masing-masing ginjal
6-7,5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm dengan berat sekitar 140 gram pada dewasa
(Pearce, 2013).
3. Fungsi Ginjal
Ginjal memiliki beberapa fungsi, yaitu:
a) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh melalui pengeluaran jumlah urin
(Haryono, 2013).
b) Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit) apabila ada
pengeluaran ion yang abnormal ginjal akan meningkatkan ekskresi ion
yang penting (natrium, kalium, kalsium) (Haryono, 2013).
c) Mengatur keseimbangan asam basa dengan mensekresi urin sesuai dengan
pH darah yang berubah (Haryono, 2013)..
d) Mengekskresikan sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin)
obat-obatan, zat toksik dan hasil metabolisme pada hemoglobin (Haryono,
2013).
e) Mengatur fungsi hormonal seperti mensekresi hormone renin untuk
mengatur tekanan darah dan metabolisme dengan membentuk
eritropoiesis yang berperan dalam proses pembentukan sel darah merah
(Haryono, 2013)
3. Etiologi
CKD bisa terjadi karena berbagai kondisi klinis seperti penyakit komplikasi
yang bisa menyebabkan penurunan fungsi pada ginjal (Muttaqin & Sari 2011).
Menurut Robinson (2013) dalam Prabowo dan Pranata (2014) penyebab CKD,
yaitu:
5. Manifestasi klinis
Menurut Haryono (2013) & Robinson (2013) CKD memiliki tanda dan gejala
sebagai berikut:
6. Patofisioligi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang
demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah
itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh.
BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan
protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi
seperti steroid.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
b. Keperawatan
Tentukan dan tata laksana penyebabnya.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan
terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar
(250-1.000 mg/hari) atau diuretik loop (bumetanid, asam etakrinat)
diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara pasien lain
mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat
oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan
keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml).
Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala
anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan
perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung
kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
Kontrol ketidak seimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk
mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi
hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan
obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam
yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis.
Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15
mmol/liter. Biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan
dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang
cepat dapat berbahaya.
Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3.000
mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tersebut.
Diberikan suplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas
indikasi.
Deteksi dini dan terapi infeksi.
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan diterapi
lebih ketat.
Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal Banyak obat-obatan yang
harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan dikeluarkan
oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesik opiat,
amfoterisin, dan alopurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan
katabolisme dan ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid, dan
sitostatik.
Deteksi dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam
jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
Persiapkan dialisis dan program transplantasi.
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi
dilakukan dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang
jelas meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi.
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Kreatinin plasma akan meningkat seiring dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus, dimulai bila lajunya kurang dari 60 ml/menit. Pada gagal ginjal
terminal, konsentrasi kreatinin di bawah 1 mmol/liter. Konsentrasi ureum
plasma kurang dapat dipercaya karena dapat menurun pada diet rendah protein
dan meningkat pada diet tinggi protein, kekurangan garam, dan keadaan
katabolik. Biasanya konsentrasi ureum pada gagal ginjal terminal adalah 20-
60 mmol/liter.
2) Terdapat penurunan bikarbonat plasma (15-25 mmol/liter), penurunan pH, dan
peningkatan anion gap. Konsentrasi natrium biasanya normal, namun dapat
meningkat atau menurun akibat masukan cairan inadekuat atau berlebihan.
Hiperkalemia adalah tanda gagal ginjal yang berat, kecuali terdapat masukan
berlebihan, asidosis tubular ginjal, atau hiperaldosteronisme.
3) Terdapat peningkatan konsentrasi fosfat plasma dan peningkatan kalsium
plasma. Kemudian fosfatase alkali meningkat. Dapat ditemukan peningkatan
parathormon pada hiperparatiroidisme.
4) Pada pemeriksaan darah ditemukan aneria normositik normokrom dan
terdapat sel Burr pada uremia berat. Leukosit dan trombosit masih dalam batas
normal.
5) Pemeriksaan mikroskopik urin menunjukkan kelainan sesuai penyakit yang
mendasarinya. Klirens kreatinin meningkat melebihi laju filtrasi glomerulus
dan turun menjadi kurang dari 5 ml/menit pada gagal ginjal terminal. Dapat
ditemukan proteinuria 200-1.000 mg/hari.
6) Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan gangguan
elektrolit, mikroskopik urin, urinalisa, tes serologi untuk mengetahui
penyebab glomerulonefritis, dan tes-tes penyaringan sebagai persiapan
sebelum dialisis (biasanya hepatitis B dan HIV).
7) USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab
gagal ginjal. misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal. Dapat pula
dipakai foto polos abdomen. Jika ginjal lebih kecil dibandingkan usia dan
besar tubuh pasien maka lebih cenderung ke arah gagal ginjal kronik.
9. WOC
10. MIND MAPING
= GGK / CKD
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencederaan fisik (trauma)
2) Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan
3. Intervensi