Anda di halaman 1dari 17

Bagian Ilmu Penyakit dalam

Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
Palu

Inflammatory Bowel Disease

Disusun Oleh :
ANDREW
(N 111 20 018)

PEMBIMBING :
dr. , Sp.PD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Andrew

No. Stambuk : N 111 20 018

Fakultas : Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter

Universitas : Tadulako

Judul : Anemia

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD UNDATA

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu,

Pembimbing Dokter Muda

dr. Jimmy H S, Sp.PD Kamu siapa?

BAB I
PENDAHULUAN

Inflammatory bowel disease (IBD) menggambarkan kondisi peradangan


saluran cerna yang berlangsung kronik dan idiopatik. Inflammatory bowel disease
ditandai dengan episode peradangan berulang pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh respons imun abnormal terhadap mikroflora usus. IBD secara umum
dibagi atas kolitis ulseratif (KU), penyakit Crohn (PC) dan IBD type unclassified
(IBDU, dulu dikenal sebagai indeterminate colitis).1

Kolitis ulseratif melibatkan peradangan difus pada bagian mukosa kolon.


Colitis ulseratif paling sering terjadi di bagian rektum (proctitis), tetapi dapat meluas
ke sigmoid (proctosigmoiditis), di luar sigmoid (kolitis ulserativa distal), atau
mencakup seluruh usus besar ke dalam sekum (pankolitis). Penyakit Crohn (CD)
menghasilkan ulserasi transmural dari setiap bagian dari saluran pencernaan (GI)
yang paling sering mempengaruhi ileum terminal dan colon. Kedua penyakit tersebut
diklasifikasikan berdasarkan luasnya (ringan, sedang, atau berat) dan lokasi. CD juga
diklasifikasikan berdasarkan fenotipe-inflamasi, struktur, atau penetrasi.2,3

Subtipe utama IBD, termasuk penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, memiliki
tingkat prevalensi tinggi di dunia, dengan Amerika Utara mencatat frekuensi tertinggi
orang yang menderita penyakit Crohn. Selain itu, statistik menunjukkan bahwa
sekitar 129.000 orang hidup dengan penyakit ini di Kanada. Meskipun timbulnya
penyakit biasanya terjadi pada masa dewasa, anak-anak semakin banyak yang
terdiagnosis dengan IBD. Pengobatan IBD sering kali melibatkan penggunaan obat-
obatan yang dapat mengurangi gejala dan mengurangi peradangan pada lapisan usus
besar.4

Penyakit Crohn dan kolitis ulseratif memiliki banyak manifestasi yang dapat
terjadi secara ekstraintestinal. Sementara pada kebanyakan pasien, gangguan tersebut
dapat dibedakan, pada setidaknya 10% pasien dengan ciri-ciri yang hampir sama
sehingga pada awalnya tidak mungkin untuk membedakan antara kedua penyakit
tersebut. Kedua penyakit memiliki kecenderungan genetik sehingga keduanya tidak
dapat disembuhkan dan keduanya membawa morbiditas yang sangat besar. Akhirnya,
keduanya meningkatkan risiko kanker kolorektal.2

Penatalaksanaan IBD sejatinya tidak hanya berupa terapi medis melainkan


harus melalui tiga pendekatan yakni rencana diagnostik, rencana Terapeutik dan
rencana edukasional. Tulisan ini akan lebih menitikberatkan pada rencana terapeutik
IBD. Perlu dilakukan lebih banyak penelitian, baik pada hewan coba dan dalam uji
klinis yang diperlukan untuk memvalidasi pilihan pengobatan yang lebih baru dan
berpotensi lebih efektif untuk mengobati penyakit IBD. informasi yang didapatkan
melalui uji klinis yang sedang berlangsung dan di masa depan akan membantu dalam
memahami patofisiologi IBD dan mungkin dapat memberikan dampak signifikan
dalam mengobati pasien.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Anemia adalah kondisi berkurangnya sel darah merah atau yang biasa
disebut dengan eritrosit dalam sirkulasi darah atau hemoglobin sehingga tidak
mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan.5
Anemia didefinisikan suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah
lebih rendah dari rentang normal sesuai dengan umur dan jenis kelamin.5
Anemia merupakan istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah
merah dan kadar hematocrit di bawah nilai normal. Anemia bukan merupakan
penyakit tetapi merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin sebagai mengangkut oksigen ke seluruh
jaringan tubuh. 6

B. Klasifikasi Anemia
a) Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis3
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
- Anemia defisiensi besi
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
- Anemia aplastik
- Anemia mieloptisik
- Anemia pada keganasan hematologi
- Anemia diseritropoietik
- Anemia pada sindrom mielodisplastik
- Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal
ginjal kronik
B. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
- Gangguan membran eritrosit (membranopati)
- Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi
G6PD
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
- Thalassemia
- Hemogtobinopati struktural: HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
- Anemia hemolitik autoimun .
- Anemia hemolitik mikroangiopatik
- Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau
dengan patogenesis yang kompleks

b) Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi


I. Anemia hipokromík mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
II. Anemia normokromik normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom mie! odisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
III. Anemia makrositer
a. Bentuk mega loblastik
- Anemia defisiensi asam folat
- Anemia defisiensi B12, termasuk anemia
pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
- Anemia pada penyakit hati kronik
- Anemia pada hipotiroidisme
- Anemia pada sind rom mielodisplastik.

C. Kriteria Klinis
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung
eritrosit. Pada umurnnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian.Yang
menjadi masalah adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap
abnormal. Kadar normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik
tergantung pada umur, jenis elamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (cut off point) di
bawah kadar mana kita anggap terdapat anemia. Di Negara Barat kadar
hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12 g/dl pada
perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain memberikan angka
yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11
g/dI (hematokrit 36%) untuk perempuan hamil, dan 13 g/dI untuk laki
dewasa. WHO menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian
lapangan.3

D. Epidemiologi
Prevalensi anemia pada semua usia adalah 22,8% (95% CI: 22,6–
23.1) secara global pada tahun 2019, menurun dari 27,0% (26,7–27,2) pada
tahun 1990. Sedangkan prevalensi menurun selama ini, jumlah kasus anemia
meningkat dari 1,42 (1,41–1,43) miliar pada tahun 1990 menjadi 1,74 (1,72–
1,76) miliar pada 2019. Prevalensi tertinggi pada anak balita, dengan
prevalensi gabungan 39,7% (39,0–40,4) pada 2019. Secara global, 54,1%
(53,8-54,4) kasus anemia ringan, 42,5% (42,2-42,7) adalah sedang, dan 3,4%
(3,3-3,5) parah.7
Kemajuan dalam penurunan anemia secara keseluruhan lambat dan
tidak merata. Untuk semua kelompok umur dankedua jenis kelamin, anemia
diperkirakan telah menurun sekitar tujuh persen1990 dan 2016, dari 40%
menjadi 33%. Target Nutrisi Global WHO 2025 tentang tujuan mengurangi
anemia hingga 50% pada tahun 2025. Berdasarkan prevalensi global 29-
38%anemia di antara (tidak hamil dan hamil, masing-masing) pada 2011,
penurunan1,8–2,4 poin persentase per tahun akan dibutuhkan untuk
memenuhi target ini.8

E. Etiologi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh
bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oteh karena: 1).
Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2). Kehilangan darah
keluar tubuh (perdarahan); 3). Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis).3

F. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang


atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau kedunya. Kegagalan
sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat
hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut
terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.9
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system
fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk
dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin
plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera.9
Anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah
atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat
diperoleh dengan dasar menghitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat
proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematanganya, seperti yang terlihat dalam biopsy dan ada tidaknya
hyperbilirubinemia dan hemoglobinemia.9
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif
besi yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif
ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Pada tabel
berikut 3 tahap defisiensi besi, yaitu10
a. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditanda
denga berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum
menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya
kekurangan besi masih normal.

b. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient
erythropoietin atau iron limited erythropoiesis didapatkan suplai besi
yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin
menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free erythrocyte porphrin
(FEP) meningkat.
c. Tahap ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah
didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progesif. Pada tahap ini
telah terjadi perubahan epitel terutama pada ADB yang lebih lanjut.

Anemia Hemolitik Non imun dapat terjadi intravaskular dan


ekstravaskular. Hal ini tergantung pada patologi yang mendasari suatu
penyakit. Pada hemolisis intravaskular, destruksi eritrosit terjadi langsung di
sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen dan
aktivasi sel permukaan atau infeksi yang Iangsung mendegradasi dan
mendestruksi membran sel eritrosit. Hemolisis intravaskular jarang terjadi
Hemolisis yang Iebih sering adalah hemolisis ekstravaskular. Pada hemolisis
ekstravaskular destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial
karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat
melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan
oleh makrofag.3
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh obat terjadi karena
hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan. Obat yang banyak
menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang
juga sering dilaporkan adalah fenilbutazon, senyawa sulfur, emas dan
antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mileran atau nitrosourea.
Bahan kimia terkenal yang dapat menyebabkan anemia aplastik ialah
senyawa benzena. Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anemia aplastik
sementara atau permanen, misalnya virus Epsten-Barr, influenza A, dengue,
tuberkulosis (miller). Sitomegalovirus dapat menekan produksi sel sumsum
tulang, melalu gangguan pada sel-sel stroma sumsum tulang. Infeksi oleh
human immunodeficiency virus (HIV) yang berkembang menjadi acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) dapat menimbulkan pansitopenia.
Infeksi kronik oleh parvovirus pada pasien dengan defisensi imun juga dapat
menimbulkan pansitopenia. Sindrom anemia aplastik dikaitkan dengan
hepatitis walaupun merupakan kasus yang jarang.3

G. Gejala Klinis
Gejala umum anemia (sindroma anemia atau anemic syndrome)
adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya,
apabila kadar hemoglobin turun di bawah harga tertentu. Gejala umum
anemia ini timbul karena:9

Gejala Klinis Anemia

Anemia defisiensi besi Anemia hemolitik Anemia aplastik

- Disfagia - Ikterus - Perdarahan


- Atrofi papil - Splenomegali - Demam
lidah - Hepatomegali - Ptekhie-
- Stomatitis - Limfadenopati khimosis
angularis - Demam
- Kuku
sendok(koilony
chia)
- Dispnea
- Syncop
H. Diagnosis

Anemia defisiensi Anemia hemolitik Anemia aplastik


besi
Anamnesis - Badan terasa -Lemas - Perdarahan
lemah -Mudah capek - Badan lemas
- Cepat lelah -Sesak napas - Pusing
- Mata - Demam
berkunang- - Jantung
kunang berdebar
- Telinga
mendenging

Pemeriksaan - Pasien pucat -Sklera ikterik - Pucat


fisik - Sklera ikterik -Kongjungtiva - Terdapat
- Kongjungtiva anemis perdarahan
anemis -Splenomegali - demam
-Urin berwarna
merah gelap

Pemeriksaan - Hb < 7g/dl - Retikulositosis - Peningkatan laju


penunjang - MCV <70 - Peningkatan endap darah
- MCHC LDH - Waktu
menurun - Positif pada perdarahan
- MCV direct memanjang
menurun antiglobulin - Trombosit
- Hematokrit test menurun
menurun - Retikulosit
- Eritrosit absolut
menurun menurun
- Hapusan darah - Biopsi sumsung
tepi tulang
menunjukan - Tes Ham
hipokromik - Pemeriksaan
normositik radiologis
(Nuclear
magnetic
resonance
imaging)

I. Penatalaksanaan

Anemia defisiensi Anemia hemolitik Anemia aplastik


besi

- Terapi besi - Asam folat 1 - Pemberian ATG


oral(Ferrous mg/hari dari kuda (dosis
sulfat 3 X 200 - Pemberian 20mg/kg per hari
mg ) obat selama 4 hari)
- Vitamin C immunosupres atau ATG
3 X 100 mg an kelinci (3.5
- Terapi besi - Transfusi mg/kg per hari
Parenteral darah selama 5 hari)
(iron dextran plus Csa(12-15
complex) mg/kg)
- Transfusi - Transplantasi
darah sumsum tulang

J. Edukasi
Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap anemia yakni: 12
a. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging,
ikan, ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna
hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).
b. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami
haid.
d. pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik
paling sering dijumpai di daerah tropik
e. pendidikan kesehatan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan
lingkungan kerja, dan pemakaian alas kaki
f. penyuluhan gizi

K. Prognosis
Pada umumnya prognosis untuk anemia adalah dubia ad bonam, tergantung
pada status gizi, dan terapi adekuat.3

L. Komplikasi

Anemia, jika tidak terdiagnosis atau tidak diobati untuk jangka waktu
berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan multiorgan dan bahkan dapat
mati. Wanita hamil dengan anemia dapat masuk ke persalinan prematur dan
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Anemia selama kehamilan juga
meningkatkan risiko anemia pada bayi dan peningkatan kehilangan darah
selama kehamilan. Komplikasi lebih dominan pada populasi yang lebih tua
karena beberapa komorbiditas . Sistem kardiovaskular adalah yang paling
sering dipengaruhi pada anemia kronis. Infark miokard, angina, dan gagal
jantung keluaran tinggi adalah komplikasi umum. Komplikasi jantung lainnya
termasuk pengembangan aritmia dan hipertrofi jantung. Kekurangan zat besi
yang parah dikaitkan dengan sindrom kaki gelisah dan jaring esofagus.
Anemia berat dari usia muda dapat menyebabkan gangguan perkembangan
neurologis dalam bentuk keterlambatan kognitif, mental, dan perkembangan.
Komplikasi ini tidak mungkin dapat diterima oleh manajemen medis.13

DAFTAR PUSTAKA

1. Kuhbacher T, Folsch UR. Practical guidelines for the treatment of


inflammatory bowel disease. World J Gastroenterol 2007; 13(8): 1149 – 55

2. MAASER, Christian, et al. ECCO-ESGAR Guideline for Diagnostic


Assessment in IBD Part 1: Initial diagnosis, monitoring of known IBD,
detection of complications. Journal of Crohn's and Colitis, 2019, 13.2: 144-
164K.

3. Dmochowska N, Wardill HR, Hughes PA. Advances in Imaging Specific


Mediators of Inflammatory Bowel Disease. Int J Mol Sci. 2018 Aug 21;19(9)

Anda mungkin juga menyukai