Anda di halaman 1dari 16

Model-Model

Pembelajaran
Model-Model
Pembelajaran
Mia Agustina Devy
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dihaturkan ke hadirat Rabbil Izzah, Allah SWT
yang telah memperkenankan kehadiran bahan ajar ini sebagai bagian dari upaya peningkatan
mutu layanan pendidika. Semoga Allah SWT berkenan menjadikannya suatu karya yang jariyah
pahalanya hingga yaumil akhir. Shalawat dan salam dihaturkan pula kepada baginda Rasulillah
SAW.
Bahan ajar ini merupakan resume dari materi diklat PDTK Metodelogi Pembelajaran
oleh Balai Diklat Keagamaan (BDK) Denpasar yang berlangsung dari tanggal 2 – 7 Agustus
2021. Ucapan terima kasih dihaturkan kepada bapak Wachidun serta bapak Arya selaku
widyaiswara yang telah berbagi ilmu kepada saya dan teman-teman.
Tentu artikel ini belum sempurna, mengingat kesempurnaan hakiki hanya milik Allah
SWT. Kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan demi perbaikan-perbaikan di masa yang
akan datang.
Selamat membaca, semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Buleleng, Agustus 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan implementasi kurikulum 2013, diharapkan adanya perubahan paradigma pada
pelaksanaan pembelajaran. Guru sebagai ujung tombak perubahan dapat mengubah pola pikir
dan strategi pembelajaran yang pada awalnya berpusat pada guru (teacher centered) berubah
menjadi berpusat pada siswa (student centered). Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif
dalam menyajikan materi pelajaran. Terciptanya manusia Indonesia yang produktif, kreatif dan
inovatif dapat terwujud melalui pelaksanaan pembelajaran yang dapat dilaksanakan di berbagai
lingkup dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Pembelajaran yang dapat
diterapkan adalah pembelajaran dengan memberdayakan untuk berfikir tingkat tinggi (high
order thinking). Kurikulum 2013 telah mengadopsi taksonomi Bloom yang direvisi oleh
Anderson dimulai dari level mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi
dan mencipta. Karena tuntutan Kurikulum 2013 harus sampai pada taraf mencipta, maka siswa
harus terus menerus dilatih untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
Implementasi Kurikulum 2013 yang menjadi rujukan proses pembelajaran pada satuan
pendidikan, sesuai kebijakan, perlu mengintegrasikan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).
Integrasi tersebut bukan sebagai program tambahan atau sisipan, melainkan sebagai satu
kesatuan mendidik dan belajar bagi seluruh pelaku pendidikan di satuan pendidikan. Peraturan
Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menjadikan
pendidikan karakter sebagai “Gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan
untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir,
dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan
masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)” (Pasal 1, ayat 1).
Perpres ini menjadi landasan awal untuk kembali meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa
utama dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, diperkuat dengan dikeluarkannya
Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Satuan
Pendidikan Formal. Penguatan Pendidikan Karakter menjadi kebijakan nasional yang harus
diimplementasikan pada setiap pelatihan dalam rangka peningkatan kompetensi guru.
Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia
yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan
pendidikan adalah hal yang seharusnya terjadi, sejalan dengan perubahan budaya kehidupan
manusia. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus
dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi kepentingan dimasa yang akan datang.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa yang akan datang adalah pendidikan
yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mampu menghadapi dan
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani
maupun potensi kompetensi peserta didik sehingga seluruh ranah dalam pendidikan yaitu,
kognitif, afektif dan psikomotorik dapat dikembangkan secara bersamaan sesuai dengan tujuan
pendidikan.
Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan pembelajaran pola
urutannya dan sudut pandang terhadap sifat lingkungan belajar. Model pembelajaran Problem
Based Learning adalah salah satu diantara keempat model yang direkomendasikan dalam
kurikulum 2013 yang diterapkan dalam pembelajaran untuk mengarahkan siswa mendapatkan
informasi berdasarkan permasalahan yang dihadapi dengan pendekatan berbasis keilmuan
sebagai dasar dan tuntunan dalam setiap tahapan realisasi kegiatan pembelajaran.
Penilaian merupakan suatu kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang
pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran
tertentu. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar
pengambilan keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya
peserta didik dalammencapai suatu kompetensi. Penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Data yang diperoleh guru selama pembelajaran berlangsung dapat dijaring dan dikumpulkan
melalui prosedur, teknik dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai.
Oleh sebab itu, penilaian merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru
untuk memberikan keputusan, dalam hal ini nilai terhadap hasil belajar peserta didik berdasarkan
tahapan belajarnya. Dari proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan peserta didik dalam
mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum.

B. Tujuan
Tujuan dari mata pelatihan ini adalah 1) Menjelaskan prinsip pembelajaran, 2) Menentukan
model pembelajaran 3) Menentukan langkah dalam mendesain pembelajaran, 4) Menyusun RPP
pembelajaran
BAB II

DESAIN PEMBELAJARAN BERBASIS HOTS

A. Prinsip Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter
setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat
dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk
hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat
manusia.
Keluarga merupakan tempat pertama bersemainya bibit sikap (spiritual dan sosial),
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Oleh karena itu, peran keluarga tidak dapat
sepenuhnya digantikan oleh sekolah. Masyarakat merupakan tempat pendidikan yang jenisnya
beragam dan pada umumnya sulit diselaraskan antara satu sama lain, misalnya media massa,
bisnis dan industri, organisasi kemasyarakatan, dan lembaga keagamaan. Untuk itu para tokoh
masyarakat tersebut semestinya saling koordinasi dan sinkronisasi dalam memainkan perannya
untuk mendukung proses pembelajaran. Singkatnya, keterjalinan, keterpaduan, dan konsistensi
antara keluarga, sekolah, dan masyarakat harus diupayakan dan diperjuangkan secara terus
menerus karena tripusat pendidikan tersebut sekaligus menjadi sumber belajar yang saling
menunjang. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar
terencana di mana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar. Peserta didik mengembangkan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi, di sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Proses tersebut berlangsung melalui kegiatan tatap muka di kelas,
kegiatan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
Terkait dengan hal tersebut, maka pembelajaran ditujukan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat,
berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia. Peserta didik adalah subjek yang memiliki
kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan
kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-
benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja
maksimal untuk memecahkan masalah dan berusaha menemukan informasi yang belum
diketahuinya dari kegiatan pembelajaran yang dirancang.
Kegiatan pembelajaran perlu dirancang menyesuaikan dengan prinsip-prinsip pembelajaran
yang terdapat dalam dokumen kurikulum agar kualitas tetap terjaga. Prinsip-prinsip
pembelajaran tersebut adalah :
1. Peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu
2. Peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar
3. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah
4. Pembelajaran berbasis kompetensi
5. Pembelajaran terpadu
6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi
dimensi
7. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif
8. Peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-
skills
9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai
pembelajar sepanjang hayat
10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung
tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas
peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)
11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat
12. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pembelajaran
13. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik

14. Suasana belajar menyenangkan dan menantang.


B. Model – Model Pembelajaran
Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk perilaku
saintifik, sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan siswa. Ketiga model tersebut adalah
1. Model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan (Discovery/Inquiry Learning),
2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning/PBL)
3. Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project-Based Learning/PJBL).

Selain 3 model yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, guru juga
diperbolehkan mengembangkan pembelajaran di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran yang lain, seperti Cooperative Learning yang mempunyai berbagai metode seperti:
Jigsaw, Numbered Head Together (NHT), Make a Match, Think-Pair-Share (TPS), Example
non Example, Picture and Picture, dan lainnya.

1. Model Discovery Learning

Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning) adalah model pembelajaran yang


sangat menekankan pada memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila individu terlibat terutama
dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferensi.

Langkah kerja (sintak) model pembelajaran Discovery adalah sebagai berikut:

a. Pemberian rangsangan (Stimulation)


b. Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement)
c. Pengumpulan data (Data Collection)
d. Pengolahan data (Data Processing)
e. Pembuktian (Verification)

f. Menarik simpulan/generalisasi (Generalization).

2. Model Problem-Based Learning (PBL)


Model pembelajaran berbasis masalah atau Problem-Based Learning merupakan
pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara
individu maupun kelompok untuk mengatasi permasalahan nyata sehingga bermakna, relevan,
dan kontekstual (Tan Onn Seng, 2000). Tujuan PBL adalah untuk meningkatkan kemampuan
dalam menerapkan konsep-konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep
Higher Order Thinking Skills (HOTS), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri sendiri
dan keterampilan. Karakteristik yang tercakup dalam PBL antara lain:
a. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran
b. Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara
mengambang
c. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk
d. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah
pembelajaran yang baru
e. Sangat mengutamakan belajar mandiri
f. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja, dan
g. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperatif. Karakteristik ini menuntut peserta
didik untuk dapat menggunakan kemampuan berpikir tingkat tinggi, terutama kemampuan
pemecahan masalah.

Pada PBL guru memiliki peranan yang sangat penting membimbing siswa dalam
mengidentifikasi masalah dan menemukan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk
memecahkan permasalahan yang dimilikinya. Hal ini menegaskan pentingnya bantuan belajar
pada tahap awal pembelajaran. Peserta didik mengidentifikasi apa yang mereka ketahui maupun
yang belum berdasarkan informasi dari buku teks atau sumber informasi lainnya. Sintak-sintak
dari model Problem Based Learning adalah sebagai berikut:

a. Orientasi peserta didik pada masalah


b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
c. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
e. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Kelebihan model Problem Based Learning antara lain:

a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik


b. Memungkinkan peserta didik mempelajari peristiwa secara multidimensi dan mendalam
c. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
d. Mendorong peserta didik mempelajari materi dan konsep baru ketika memecahkan masalah
e. Mengembangkan kemampuan sosial dan keterampilan berkomunikasi yang memungkinkan
mereka belajar dan bekerja dalam tim
f. Mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah tingkat tinggi/kritis
g. Mengintegrasikan teori dan praktek yang memungkinkan peserta didik menggabungkan
pengetahuan lama dengan pengetahuan baru
h. Memotivasi pembelajaran
i. Peserta didik memeroleh keterampilan mengelola waktu

j. Pembelajaran membantu cara peserta didik untuk belajar sepanjang hayat.

3. Model Project-Based Learning (PjBL)


Model Project-Based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan keaktifan
peserta didik dalam memecahkan masalah, dilakukan secara berkelompok/mandiri melalui
tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk
selanjutnya dipresentasikan kepada orang lain.
Karakteristik Project-Based Learning (PjBL) antara lain:
a. Penyelesaian tugas dilakukan secara mandiri dimulai dari tahap perencanaan,
penyusunan, hingga pemaparan produk
b. Peserta didik bertanggung jawab penuh terhadap proyek yang akan dihasilkan
c. Proyek melibatkan peran teman sebaya, guru, orang tua, bahkan masyarakat
d. Melatih kemampuan berpikir kreatif
e. Situasi kelas sangat toleran dengan kekurangan dan perkembangan gagasan

Penerapan Project-Based Learning (PjBL) sebagai berikut:

a. Topik/ materi yang dipelajari peserta didik merupakan topik yang bersifat kontekstual dan
mudah didesain menjadi sebuah proyek/ karya yang menarik
b. Peserta didik tidak digiring untuk menghasilkan satu proyek saja, (satu peserta didik
menghasilkan satu proyek)
c. Proyek tidak harus selesai dalam 1 pertemuan (diselesaikan 3-4 pertemuan)
d. Proyek merupakan bentuk pemecahan masalah sehingga dari pembuatan proyek bermuara
pada peningkatan hasil belajar
e. Bahan, alat, dan media yang dibutuhkan untuk membuat proyek diusahakan tersedia di
lingkungan sekitar dan diarahkan memanfaatkan bahan bekas/ sampah yang tidak terpakai
agar menjadi bernilai guna
f. Penilaian autentik menekankan kemampuan merancang, menerapkan, menemukan dan
menyampaikan produknya kepada orang lain

C. Langkah-langkah dalam Mendesain Pembelajaran


Model desain sistem pembelajran yang dikemukakan oleh Dick Dan Carey (2005) telah
lama digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik.
Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem terhadap komponen-
komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang meliputi analisis, desain, pengembangan,
implementasi, dan evaluasi. Model ini terdiri atas beberapa komponen dan sub komponen yang
perlu dilakukan untuk membuat rancangan aktivitas yang lebih besar.
Adapun komponen sekaligus merupakan langkah-langkah utama dari sistem pembelajaran
yang dikemukakan oleh Dick and Carey yaitu :
1. Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran.
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan model desain sistem pembelajaran
ini adalah menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh siswa setelah
menempuh program pembelajaran. Hal ini disebut dengan istilah tujuan pembelajaran.
2. Melakukan Analisis Instruksional.
Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah melakukan
analisis instruksional, yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk menentukan keterampillan
dan pengetahuan relevan dan diperlukan oleh siswa untuk mencapai kompetensi atau tujuan
pembelajaran. Dalam melakukan analisis instruksional, beberapa langkah diperlukan untuk
mengidentifikasi kompetensi, berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap yang perlu dimiliki
oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
3. Menganalisis Karakteristik Siswa dan Konteks Pembelajaran.
Selain melakukan analisis tujuan pembelajaran, hal penting yang perlu dilakukan adalah
analisis terhadap karakteristik siswa dan konteks pembelajaran. Kedua langkah ini dapat
dilakukan secara bersamaan.
4. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus.
Berdasarkan hasil analisis instruksional, seorang perancang desain sistem pembelajaran perlu
mengembangkan kompotensi atau tujuan pembelajaran spesifik (Instructional Objectives)
yang perlu dikuasi oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat umum.
(Instructional Goal).
5. Mengembangkan instrumen penilaian.
Berdasarkan tujuan atau kompetensi khusus yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya
adalah mengembangkan alat atau instrumen penilaian yang mampu mengukur pencapaian
hasil belajar siswa. Hal ini dikenal juga dengan istilah evaluasi hasil belajar. Hal penting yang
perlu mendapatkan perhatian dalam menentukan intrumen evaluasi yang akan digunakan
adalah instrumen harus dapat mengukur kemampuan siswa sesuai dengan rumusan indikator
pencapaian kompetensi.
6. Mengembangkan strategi Pembelajaran.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, perancang program
pembelajaran dapat menentukan strategi yang akan digunakan agar program pembelajaran
yang dirancang dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
7. Mengembangkan dan Memilih Bahan Ajar.
Setelah kita mengetahui indikator pencapaian kompetensi, maka kita akan sudah mempunyai
gambaran besar tentang materi apa yang perlu dimunculkan untuk untuk mencapai indikator
pencapain kompetensi tersebut. Setelah mengetahui materi yang dibutuhkan selanjutnya
adalah mengembangkan materi/bahan ajar sehingga bisa dijadikan referensi oleh siswa dalam
pencarian informasi.
8. Merancang dan Mengembangkan Evaluasi formatif.
Setelah draf atau rancangan program pembelajaran selesai dikembangkan, langkah
selanjutnya adalah merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif
dilakukan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan program
pembelajaran.
9. Melakukan Revisi terhadap Program Pembelajaran.
Langkah akhir dari proses desain dan pengembangan dalam melakukan revisi terhadap draf
program pembelajaran.data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif dirangkum dan
ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh program pebelajaran.
10. Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Sumatif.

Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif. Jenis
evaluasi ini dianggap sebagai puncak dalam aktivitas model desain pembelajaran yang
dikemukakan oleh Dick dan Carey. Evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dievaluasi secara formatif dan direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh perancang
program.

D. RPP Pembelajaran

Terdapat beberapa poin-poin di dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.


Beberapa poin itu diantaranya :

1. RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam upaya untuk
mencapai KD
2. Setiap guru wajib Menyusun RPP secara lengkap dan sistematis
3. RPP disusun untuk setiap KD dan dapat dilaksanakan dalam sekali pertemuan atau lebih
4. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan
penjadwalan di satuan pendidikan

Sesuai Surat Edaran No. 14 Tahun 2019 tentang penyederhanaan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran dijelaskan bahwa :

1. Penyusunan RPP dilaksanakan dengan prinsip efektif, efisien dan berientasi pada murid
2. Dari 13 komponen yang ada pada standar proses (Permendikbud No. 22 Tahun 2016, hanya
3 yang menjadi komponen inti, yaitu Tujuan Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran dan
Penilaian Pembelajaran
3. Guru dapat memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan format RPP secara
mandiri

Tidak ada standar baku dalam penulisan RPP. Guru bebas membuat, memilih,
mengembangkan dan menggunakan RPP sesuai dengan prinsip efektif, efisien dan berorientasi
pada peserta didik. Berikut beberapa alternatif format RPP:

1. Bentuk Deskripsi
2. Bentuk Tabel

3. Kombinasi deskripsi dan Tabel

Perumusan tujuan pembelajaran mengikuti aturan :

1. Dirumuskan berdasarkan KD

2. Menggunakan KKO yang yang dapat diamati dan terukur

3. Mencakup pengetahuan, sikap dan ketrampilan

4. Memberikan gambaran proses dan hasil

Proses Pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,


menantang, memotivasi peserta didik, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran munculkan kegiatan pendahuluan, Inti dan Penutup.
Pada kegiatan Inti munculkan kegiatan pembelajaran sesuai dengan urutan sintak dari model
pembelajaran yang dipilih. Untuk RPP Pembelajaran berbasis HOTS maka pada kegiatan inti
pembelajaran ini munculkan sintak model pembelajaran yang relevan untuk mendesaian
pembelajaran yang berbasis HOTS yang menuntut siswa untuk bisa berpikir kritis, kreatif dan
berorientasi pada problem solving. Munculkan sintak model yang sesuai dengan karakteristik
materi/kompetensi dasar. Jika materinya berbasis penyingkapan, kita bisa memunculkan sintak
Discovery Learning dalam kegiatan inti pembelajaran. Jika KD nya memungkinkan untuk
memunculkan permasalahan nyata yang membutuhkan penyelesaian, munculkan sintak model
Problem Based Learning, jika KDnya mempersyaratkan dihasilkannya sebuah proyek dan
dibuatkan laporan, maka munculkan sintak model Project Based Learning dalam kegiatan inti
pembelajaran. Ketiga model yang direkomendasikan dalam kurikulum 2013 ini mendukung
pelaksanaan pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ketrampilan berpikir tingkat
tinggi siswa.

Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur


pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian Penilaian mencakup penilaian, sikap,
pengetahuan dan ketrampilan. Hasil penilaian dijadikan sebagai bahan untuk memberikan
remedial dan pengayaan. Pada bagian penilaian munculkan teknik dan instrumen yang
digunakankan untuk mengukur ketercapaian KD. Penentuan teknik dan jenis instrumen yang
digunakan menyesuaikan dengan ranah hasil belajar yang akan dinilai. Untuk aspek sikap teknik
yang biasanya digunakan adalah teknik observasi dengan onstrumen berupa lembar pengamatan
sikap. Penilaian aspek penngetahuan menggunakan teknik tes tulis, lisan dan penugasan.
Instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur aspek pengetahuan biasanya butir soal uraian,
pilihan ganda, menjodohkan, atau mengguankan kuis dan lembar penugasan. Sedangkan untuk
menilai aspek ketrampilan menggunakan teknik praktik, produk, proyek dan portofolio.
Instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur aspek ketrampilan adalah lembar penilaian
praktek/unjuk kerja, lembar penilaian produk dan lembar penilaian proyek. Istilah RPP 1 lembar
hanya untuk menghilangkan kesan membuat RPP harus membutuhkan berlembar-lembar
halaman untuk merancang kegiatan pembelajaran dalam 1 pertemuan. Dengan demikian guru
akan merasa terbebani untuk memenuhi administrasi pembelajaran karena guru sudah mampu
menyiapkan dengan secara lebih sederhana dengan tetap memunculkan tiga komponen utama
RPP yang harus ada, yaitu, tujuan pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran dan Penilaian. Secara
konsep ketiga komponen utama RPP ini tersaji dalam 1 lembar, namun bisa jadi guru ingin
mengembangkan kegiatan pembelajaran secara lebih detail sehingga tidak menutup
kemungkinan jumlah halaman RPP itu lebih dari satu lembar ditambah lagi dengan lampiran
RPP tersebut. Ini sangat mungkin terjadi karena guru tidak dibatasi dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran.
BAB III

PENUTUP

Mengembangkan pemikiran kritis menuntut adanya latihan menemukan pola, menyusun


penjelasan, membuat hipotesis, melakukan generalisasi, dan mendokumentasikan temuan-
temuan dengan bukti. Dengan demikian diperlukan strategi desain pembelajaran yang
berorientasi pada siswa aktif, sehingga siswa memiliki kesempatan untuk mengamati, menanya,
menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Pendekatan semacam ini sangat sesuai dengan
harapan kurikulum 2013. Strategi pembelajaran yang efektif akan membantu siswa menuju
keterampilan berfikir tingkat tinggi. Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No.
22 Tahun 2016 tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model pembelajaran yang
diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik, sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan
siswa. Ketiga model tersebut adalah : 1) Model Pembelajaran Melalui Penyingkapan/Penemuan
(Discovery/Inquiry Learning), 2) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based
Learning/PBL), 3) Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project-Based Learning/PJBL).
DAFTAR PUSTAKA

Rachmawati. Ryna. 2018. Analisis Keterkaitan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi
Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD) dalam Implementasi Kurikulum 2013. Jurnal Diklat
Keagamaan : Tatar Pasundan. XII (1). 231-239
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Pemerintah Republik Indonesia. 2016. Permendikbud No. 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi
Pendidikan Kurikulum 2013
Pemerintah Republik Indonesia. 2016. Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses
Pendidikan Kurikulum 2013

Anda mungkin juga menyukai