Di susun Oleh
Kelompok 1
TP.2012-2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah Farmakologi yang berjudul “Obat AntiJamur”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah farmakologi.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan, baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca dan
dapat bermanfaat bagi kita semua.amin.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
BAB III
PENDAHULUAN
2.1 PENGERTIAN
Obat anti jamur adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan penyakit yang
disebabkan oleh jamur.
Sebuah jamur adalah anggota kelompok besar eukarotik organisme yang meliputi
mikroorganisme seperti ragi dan jamur. Kadang disebut juga fungi, yang diklasifikasikan
sebagai sebuah kerajaan yang terpisah dari tanaman, hewan, dan bakteri. Salah satu
perbedaan utama adalah bahwa sel-sel jamur memiliki dinding sel yang mengandung
kitin.
Mengingat tempat infeksi jamur di daerah yang vaskularisasinya (aliran
darah) sangat rendah maka pemberian obat secara topical sangat penting.
Dengan demikian sangat penting adanya antifungi lokal maupun antifungi sistemik.
Antifungi dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya ataupun strukrur kimiawinya.
golongan polien adalah amfoterisin B dan nistatin yang bekerja mengikat
ergosterol pada dinding sel jamur.
Terikatnya ergosterol oleh polien menyebabkanmembrane sel jamur bocor dan
lisis. Membran sel manusia tidak mengandung ergosterol melainkan
kolesterol sehingga antifungi golongan polien tidak dapat merusaknya. Inilah
yang menyebabkan toksisitasselektif dari antifungi.Struktur kimia polien mirip dengan
ergosterol atau asam lemak penyusun membrane sel,inilah yang menyebabkan dapat
berikatan dengan dinsing sel jamur.
Jamur adalah organisme mikroskopis tanaman yang terdiri dari sel, seperti
cendawan, dan ragi. Beberapa jenis jamur dapat berkembang pada permukaan tubuh yang
bisa menyebabkan infeksi kulit, kuku, mulut atau vagina. Jamur yang paling umum
menyebabkan infeksi kulit adalah tinea. For example, tinea pedis ('athletes foot) . Infeksi
umum yang ada pada mulut dan vagina disebut seriawan. Hal ini disebabkan oleh
Candida. Candida merupakan ragi yang merupakan salah satu jenis jamur. Sejumlah
Candida umumnya tinggal di kulit.
b. Antijamur peroral
Amphotericin dan nystatin dalam bentuk cairan dan lozenges. Obat-obatan ini tidak
terserap melalui usus ke dalam tubuh. Obat tersebut digunakan untuk mengobati infeksi
Candida (guam) pada mulut dan tenggorokan.
itraconazole, fluconazole, ketoconazole, dan griseofulvin dalam bentuk tablet yang
diserap ke dalam tubuh. Digunakan untuk mengobati berbagai infeksi jamur.
Penggunaannya tergantung pada jenis infeksi yang ada. example:
Terbinafine umumnya digunakan untuk mengobati infeksi kuku yang biasanya
disebabkan oleh jenis jamur tinea.
Fluconazole umumnya digunakan untuk mengobati jamur Vaginal. Juga dapat digunakan
untuk mengobati berbagai macam infeksi jamur pada tubuh
c. Antijamur injeksi
Amphotericin, flucytosine, itraconazole, voriconazole dan caspofungin adalah obat-
obatan anti jamur yang sering digunakan dalam injeksi.
Infeksi jamur dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Infeksi jamur sistemik
- Amfoterisin B
- Flusitosin
- Ketokonazol
- Itakonazol
- Fluconazol
- Kalium Iodida
2. Infeksi jamur topikal (dermatofit dan mukokutan)
AMFOTERISIN B
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi streptomyces nodosus.
Mekanisme kerja
Amfoterisin B berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur
sehingga membran sel bocor dan kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan
kerusakan yang tetap pada sel.
Salah satu penyebab efek toksik yang ditimbulkan disebabkan oleh pengikatan kolesterol
pada membran sel hewan dan manusia.
Resistensi terhadap amfoterisin B mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan reseptor
sterol pada membran sel.
Farmakokinetik
Absorbsi : sedikit sekali diserap melalui saluran cerna.
Waktu paruh kira-kira 24-48 jam pada dosis awal yang diikuti oleh eliminasi fase kedua
dengan waktu paruh kira-kira 15 hari, sehingga kadar mantapnya akan tercapai setelah
beberapa bulan setelah pemberian.
Ekskresi : obat ini melalui ginjal berlangsung lambat sekali, hanya 3 % dari jumlah
yang diberikan.
Efek samping
Infus : kulit panas, keringatan, sakit kepala, demam, menggigil, lesu, anoreksia, nyeri
otot, flebitis, kejang dan penurunan faal ginjal.
50% penderita yang mendapat dosis awal secara IV akan mengalami demam dan
menggigil.
Flebitis (-) à menambahkan heparin 1000 unit ke dalam infus.
Asidosis tubuler ringan dan hipokalemia sering dijumpai à pemberian kalium.
Efek toksik terhadap ginjal dapat ditekan bila amfoterisin B diberikan bersama
flusitosin.
Indikasi
Untuk pengobatan infeksi jamur seperti koksidioidomikosis, aspergilosis,
kromoblastomikosis dan kandidosis.
Amfoterisin B merupakan obat terpilih untuk blastomikosis.
Amfoterisin B secara topikal efektif terhadap keratitis mikotik.
Sediaan
Amfoterisin B injeksi tersedia dalam vial yang mengandung 50 mg bubuk
Dosis
Pada umumnya dimulai dengan dosis yang kecil (kurang dari 0,25 mg/kgBB) yang
dilarutkan dalam dekstrose 5 % dan ditingkatkan bertahap sampai 0,4-0,6 mg/kgBB sebagai
dosis pemeliharaan.
Secara umum dosis 0,3-0,5 mg/kgBB cukup efektif untuk berbagai infeksi jamur,
pemberian dilakukan selama 6 minggu dan bila perlu dapat dilanjutkan sampai 3-4 bulan
Flusitosin
adalah primidin sintetis yang telah mengalami fluorinasi
Mekanisme kerja
Flusitosin masuk ke dalam sel jamur dengan bantuan sitosin deaminase dan dalam
sitoplasma akan bergabung dengan RNA setelah mengalami deaminasi menjadi 5-
Fluorourasil. Sintesis protein sel jamur terganggu akibat penghambatan langsung sintesis
DNA oleh metabolit fluorourasil
Farmakokinetik
Absorbsi : diserap dengan cepat dan baik melalui saluran cerna.Pemberian bersama
makanan memperlambat penyerapan tapi jumlah yang diserap tidak
berkurang. Penyerapan juga diperlambat pada pemberian bersama suspensi
alumunium hidroksida/magnesium hidroksida dan dengan neomisin.
Distribusi :didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan dengan volume distribusi
mendekati total cairan tubuh.
Ekskresi : 90% flusitosin akan dikeluarkan bersama melalui filtrasi
glomerulu dalam bentuk utuh, kadar dalam urin berkisar antara 200-500µg/ml.
Kadar puncak dalam darah setelah pemberian per-oral dicapai 1-2 jam. Kadar ini lebih
tinggi pada penderita infusiensi ginjal.
Masa paruh obat ini dalam serum pada orang normal antara 2,4-4.8 jam dan sedikit
memanjang pada bayi prematur tetapi dapat sangat memanjang pada penderita insufisiensi ginjal.
Efek samping
Dapat menimbulkan anemia, leukopenia, dan trombositopenia, terutama pada
penderita dengan kelainan hematologik, yang sedang mendapat pengobatan radiasi atau obat
yang menekan fungsi tulang, dan penderita dengan riwayat pemakaian obat tersebut.
Mual,muntah, diare dan enterokolitis yang hebat.
Kira-kira 5% penderita mengalami peninggian enzim SGPT dan SGOT, hepatomegali.
Terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing, mengantuk dan halusinasi.
Indikasi
infeksi sistemik, karena selain kurang toksik obat ini dapat diberikan per oral.
Penggunaannya sebagai obat tunggal hanya diindikasikan pada kromoblastomikosis
Sediaan dan dosis
Flusitosin tersedia dalam bentuk kapsul 250 dan 500 mg
Dosis yang biasanya digunakan ialah 50-150 mg/kgBB sehari yang dibagi dalam 4
dosis.
Ketokonazol
Mekanisme kerja
Seperti azole jenis yang lain, ketoconazole berinterferensi dengan biosintesis
ergosterol, sehingga menyebabkan perubahan sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan
membran.
Farmakokinetik
Absorbsi : diserap baik melalui saluran cerna dan menghasilkan kadar plasma
yang cukup untuk menekan aktivitas berbagai jenis jamur. Penyerapan melalui saluran cerna
akan berkurang pada penderita dengan pH lambung yang tinggi,pada pemberian bersama antasid.
Distribusi : ketokonazol setelah diserap belum banyak diketahui.
Ekskresi : Diduga ketokonazol diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen
usus dan hanya sebagian kecil saja yang dikeluarkan bersama urin, semuanya dalam bentuk
metabolit yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik lebih ringan daripada Amfoterisin B.
Mual dan muntah merupakan ESO paling sering dijumpai
ESO jarang : sakit kepala, vertigo, nyeri epigastrik, fotofobia, parestesia, gusi
berdarah, erupsi kulit, dan trombositopenia.
Indikasi
Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmosis paru, tulang, sendi dan jaringan
lemak.
Kehamilan dan laktasi
Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil karena pada tikus, dosis 80
mg/kgBB/hari menimbulkan cacat pada jari hewan coba tersebut.
Itrakanozol
Mekanisme kerja
Seperti halnya azole yang lain, itraconazole berinterferensi dengan enzim yang
dipengaruhi oleh cytochrome P-450, 14(-demethylase. Interferensi ini menyebabkan
akumulasi 14-methylsterol dan menguraikan ergosterol di dalam sel-sel jamur dan
kemudian mengganti sejumlah fungsi sel yang berhubungan dengan membran
Farmakokinetik
Itrakonazol akan diserap lebih sempurna melalui saluran cerna, bila diberikan bersama
dengan makanan. Dosis 100 mg/hari selama 15 hari akan menghasilkan kadar puncak
sebesar 0,5 µg/ml.
Waktu paruh eliminasi obat ini 36 jam (setelah 15 hari pemakaian).
Sediaan dan dosis
Itrakonazol tersedia dalam kapsul 100 mg.
Untuk dermatofitosis diberikan dosis 1 x 100mg/hari selama 2-8 minggu
Kandidiasis vaginal diobati dengan dosis 1 x 200 mg/hari selama 3 hari.
Pitiriasis versikolor memerlukan dosis 1 x 200 mg/hari selama 5 hari.
Infeksi berat mungkin memerlukan dosis hingga 400 mg sehari.
Efek samping
Kemerahan,
pruritus,
lesu,
pusing,
edema,
parestesia
10-15% penderita mengeluh mual atau muntah tapi pengobatan tidak perlu dihentikan
Indikasi
Itrakonazol memberikan hasil memuaskan untuk indikasi yang sama dengan
ketokonazol antara lain terhadap blastomikosis, histoplasmosis, koksidiodimikosis,
parakoksidioidomikosis, kandidiasis mulut dan tenggorokan serta tinea versikolor.
Flukanozol
Farmakokinetik
Obat ini diserap sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi adanya makanan
ataupun keasaman lambung.
Kadar puncak 4-8 µg dicapai setelah beberapa kali pemberian 100 mg.
Waktu paruh eliminasi 25 jam sedangkan ekskresi melalui ginjal melebihi 90%
bersihan ginjal.
Sediaan dan dosis
Flukonazol tersedia untuk pemakaian per oral dalam kapsul yang mengandung 50 dan
150mg.
Dosis yang disarankan 100-400 mg per hari.
Kandisiasis vaginal dapat diobati dengan dosis tunggal 150 mg.
Efek samping
Gangguan saluran cerna merupakan ESO paling banyak
Reaksi alergi pada kulit, eosinofilia, sindrom stevensJohnson.
Indikasi
Flukonazol dapat mencegah relaps meningitis oleh kriptokokus pada penderita AIDS
setelah pengobatan dengan Amfoterisin B. Obat ini juga efektif untuk pengobatan kandidiasis
mulut dan tenggorokan pada penderita AIDS.
Kalium iodida
Kalium Iodida adalah obat terpilih untuk Cutaneous lymphatic sporotrichosis
Efek samping
mual
rinitis
salivasi
lakrimasi
rasa terbakar pada mulut dan tenggorok
iritasi pada mata
sialodenitis dan akne pustularis pada bagian atas bahu
DOSIS
Kalium iodida diberikan dengan dosis 3 kali sehari 1 ml larutan penuh (1g/ml).
Dosis ditingkatkan 1 ml sehari sampai maksimal 12-15 ml.
Penyembuhan terjadi dalam 6-8 minggu, namun terapi masih dilanjutkan sampai
sedikitnya 4 minggu setelah lesi menghilang atau tidak aktif lagi
Mekanisme Kerja
Griseofulvin à kelompok obat fungistatis yang mengikat protein-potein mikrotubular
dan berperan untuk menghambat mitosis sel jamur.
Selain itu, griseofulvin juga inhibitor (penghambat) bagi sintensis asam nukleat.
Farmakokinetik
Griseofulvin kurang baik penyerapannya pada saluran cerna bagian atas karena obat
ini tidak larut dalam air.Penyerapan lebih mudah bila griseofulvin diberikan bersama makanan
berlemak
Dosis oral 0.5 hanya akan menghasilkan kadar puncak dalam plasma kira-kira 1 µg/ml
setelah 4 jam.
Obat ini mengalami metabolisme di hati dan metabolit utamanya adalah 6-
metilgriseofulvin.
Waktu paruh obat ini kira-kira 24 jam, 50% dari dosis oral yang diberikan dikeluarkan
bersama urin dalam bentuk metabolit selama 5 hari.
Efek samping
Leukopenia dan granulositopenia à menghilang bila terapi dilanjutkan.
Sakit kepala àkeluhan utama pada kira-kira 15% penderita yang biasanya hilang
sendiri sekalipun pemakaian obat dilanjutkan.
artralgia, neuritis perifer, demam, pandangan mengabur, insomnia, berkurangnya
kecakapan, pusing dan sinkop, pada saluran cerna dapat terjadi rasa kering mulut, mual, muntah,
diare dan flatulensi.
Pada kulit dapat terjadi urtikaria, reaksi fotosensitivitas, eritema multiform, vesikula
dan erupsi menyerupai morbili.
Indikasi
Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.
Sediaan dan dosis
Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan suspesi
mengandung 125 mg/ml.
Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dibagi empat dan diberikan
setiap 6 jam
Kontraindikasi
Griseofulvin bersifat kontraindikasi pada pasien penderita penyakit liver karena obat
ini menyebabkan kerusakan fungsi hati
Efektif untuk infeksi jamur di kulit, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh jamur
Microsporum, Tricophyton, dan Epidermophyton.
Sediaan dan dosis
Griseofulvin tersedia dalam bentuk tablet berisi 125 dan 500 mg dan suspesi
mengandung 125 mg/ml.
Pada anak griseofulvin diberikan 10 mg/kgBB/hari
Untuk dewasa 500-1000 mg/hari dalam dosis tunggal.
Hasil memuaskan akan tercapai bila dosis yang diberikan dibagi empat dan diberikan
setiap 6 jam
MIKONAZOL
3.1 Kesimpulan
Mengingat tempat infeksi jamur di daerah yang vaskularisasinya
(aliran darah) sangat rendah maka pemberian obat secara topical sangat
penting. Dengan demikian sangat penting adanya antifungi lokal
maupun antifungi sistemik. Antifungi dapat diklasifikasikan berdasarkan cara kerjanya
ataupun strukrur kimiawinya
3.2 Saran
Semoga apa yang kami sampaikan bisa bermanfaat. Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
http://kumpulan-farmasi.blogspot.com/2010/11/anti-jamur.html
http://www.scribd.com/doc/47866355/MAKALAH-FARMAKOLOGI-2-EDIT
http://www.scribd.com/doc/77099215/Antimikroba
http://ikesutiyaningsih.blogspot.com/p/pengertian-obat-anti-jamur.html