Disusun oleh :
Nama : Marina Lestari,S.Kep
NIM : 1841312010
Ruang : Paru
Minggu ke V
1. Definisi
Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh mycobacterium Tuberculosis. Bakteri batang tahan asam ini merupakan
organisme patogen maupun saprofit, yang menular melalui droplet (Bararah, &
Jauhar, 2013).
TB Paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang di sebabkan oleh basil
mycobacterium tuberculosis yang menyerang saluran pernapasan bagian bawah
(Wijaya, & Putri, 2013).
Menurut Munaj dalam Astuti (2015) kuman TB Paru dapat keluar bebas di
udara saat pasien penderita TB Paru batuk, penularan terjadi karena kuman
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara, sifat kuman
ini dapat bertahan lama ditempat yang gelap dan lembab sebaliknya dapat mati jika
terkena sinar matahari.
MDR / Resistensi Ganda adalah: Mycrobacterium Tuberculosis yang resisten minimal
terhadap Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya.
Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB :
1. Mono-resistance : kebal terhadap salah satu OAT
2. Poly-resistance : kebal terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan
rifampisin.
3. Multidrug-resistance (MDR) : kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan
rifampicin secara bersamaan.
4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah
salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi
lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)
5. Total drug resisten ( Total DR ) : Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dan
kedua ) yang sudah dipakai saat ini.
Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB-MDR dipastikan berdasarkan uji kepekaan. Semua suspek TB-MDR
diperiksa dahaknya untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan. Jika hasil uji kepekaan terdapat yang resisten minimal terhadap rifampisin
dan INH, maka dapat ditegakkan diagnosis TB-MDR.
2. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau
kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm.
Sebagian besar kuman berupa lipid/ lemak, sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Ada dua macam mikobakteria tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah di udara yang
berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah
dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu
apikal/apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberculosis.
(Somantri,2012)
Etiolog TB MDR:
Kuman Mycobacterium TB yang resisten terhadap sekurang-kurangnya
Isoniasid dan Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama yang
lain, misalnya resisten HR,HRE,HRES (Sudoyo, 2007).
Kriteria Suspek TB MDR
Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu
atau lebih kriteria suspek dibawah ini:
1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (Kasus kronik)
2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi
3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan.
6. Pasien TB kambuh
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default
8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR
9. Pasien koinfeksi TB dan HIV
3. Klasifikasi
Menurut Sudoyo (2007), klasifikasi tuberkulosis yang banyak dipakai di
Indonesia adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis, meliputi :
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas tuberkulosis paru
c. Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
Tuberkulosisi paru tersangka yang diobati. Disini sputum BT negatif tetapi tana-
tanda lain positif.
Tuberkulosisi paru yang tidak terobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda-
tanda lain juga meragukan TB tersangka dalam 2-3 bulan sudah harus
dipastikan apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam
klasifikasi ini perlu dicantumkan status bakteriologi, mikroskopik sputum BTA
(langsung), biakan sputum BTA, status radiologis, kelainan yang relevan untuk
tuberkulosis paru, status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti
tuberkulosis.
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb
Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif harus meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
2. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
3. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
4. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
5. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.\
6. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok
ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
4. Manifestasi Klinis
Tuberculosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik :
a. Gejala Respiratorik, meliputi :
1) Batuk : gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah : Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah, atau darah
segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas : Gejala ini di temukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pnemothorax, anemia, dan lain-lain.
4) Nyeri dada : nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan.
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
6. Mekanisme TB MDR
Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis resisten secara in vitro terhadap isoniazid (H) dan
rifampisin (R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus
resistensi obat yaitu kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru
resisten obat Tb yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis
Tb dan sebelumnya tidak pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi
terapi kurang 1 bulan. Pasien ini terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat
disebut dengan resistensi primer. Kasus resisten OAT yang telah diobati sebelumnya
yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien selama mendapatkan terapi Tb
sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi galur M Tb yang masih sensitif obat
tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat atau disebut dengan resistensi
sekunder (acquired).
Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini
membuat obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri
sendiri menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb
wild type tidak terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil
mutasi resisten OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya
merupakan hasil penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT
sebaiknya dipastikan M. Tb sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu
penggunaan OAT sebelumnya individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi
M. Tb berisi organisms resisten obat. Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam
jumlah kecil dapat dengan mudah diobati. Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan
proliferasi dan meningkatkan populasi galur resisten obat. Kemoterapi jangka pendek
pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih resisten terhadap obat yang digunakan
atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan galur resisten obat pada populasi juga
merupakan sumber kasus resistensi obat baru.Meningkatnya koinfeksi Tb HIV
menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi penyakit dan peningkatan
penularan MDR Tb.
7. Komplikasi
Menurut Ardiansyah (2012), komplikasi TB Paru terdiri dari komplikasi dini dan
komplikasi lanjut, yakni :
a. Komplikasi Dini
1) Pleuritis
2) Efusi pleura
3) Empiema
4) Laringitis, dan
5) TB usus
b. Komplikasi Lanjut
1) Obstruksi jalan napas
2) Kor pulmonale
3) Amiloidosis
4) Karsinoma paru, dan
5) Sindrom gagal napas
8. Pemeriksaan Diagnosis
Batuk yang lebih dari 2 minggu setelah dicurigai berkontak dengan pasien
tuberkulosis dapat diduga sebagai tuberkulosis. Pemeriksaan dilanjutkan dengan
pemeriksaan sebagai berikut :
a. kultur sputum: positif untuk mycobacterium pada tahap akhir penyakit.
b. Ziehl Neelsen: (pemeriksaan asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah), positif untuk basil asam cepat.
c. Tes kulit: (ppd, mantoux, potongan vollmer); reaksi positif (area durasi 10mm)
terjadi 42-72 jam setelah injeksi intra dermal. antigen menunjukkan infeksi masa
lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara bearti menunjukkan penyakit aktif.
d. Elisa/Westrn blot: dapat menyatakan adanya HIV
e. Foto thorax: dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukkan lebih luas
TB dapat masuk rongga area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster, urine, dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobacterium tuberculosis.
g. Biopsi jarum pada jaringan paru; positif untuk granula TB, adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
h. Pemeriksaan fungsi paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural (TB Paru kronis luas) (Bararah, & Jauhar,2013).
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan tuberculosis paru
(Somantri, 2013)
a. Identitas klien dan keluarga
1) Data pasien dan identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk, dan cara
masuk
2) Identitas penanggung jawab
Nama, umur pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
a) Demam: subfebris,febris (40-41 derajat celcius) pada malam hari,
demamnya hilang timbul.
b) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini terjadi untuk
membuang atau mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk
kering sampai dengan batuk purulent(menghasilkan sputum).
c) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.
d) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun,berat badan
Turun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam.
f) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
Muncul bukan karena penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi
menular.
g) Terjadi penurunan berat badan
2) Riwayat kesehatan sekarang
Didapatkan adanya keluhan keadaan pernafasan pendek yaitu nafas pendek,
nyeri pada bagian dada, batuk yang tidak sembuh-sembuh dalam jangka waktu
3 minggu dan disertai dengan sputum, demam, nafsu makan menurun, berat
badan turun drastic, sesak nafas, dan bila sudah parah terjadi batuk darah.
3) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit Tuberculosis Paru pada anggota keluarga yang lain
sangat menentukan, karena penyakit Tuberculosis paru adalah penyakit yang
menular yang bisa ditularkan melalui udara dan percikan atau bercak ludah
(droplet).
4) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah penderita Tuberculosis Paru biasanya
dengan keluhan batuk lama pada saat masa kecil, tanyakan obat-obat yang
pernah diminum klien pada masa lalu, dan kaji apakah seberapa jauh
penurunan berat badan klien selama enam bulan terakhir.
c. Pola Fungsional Gordon
1. Pola pemeliharaan kesehatan
Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru, Kebiasaan
merokok atau minum alcohol, Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman
padat, ventilasi rumah yang kurang.
2. Pola nutrisi & Metabolik
Biasanya ditemukan adanyanya gangguan nutrisi karena pasien Tuberculosis
paru biasanya mengalami anoreksia, mual, tidak enak diperut, tidak nafsu
makan, dan terjadi penurunan berat badan.
3. Pola eliminasi
Biasanya tidak selalu ditemukan kesulitan dan kelainan eliminasi pada pasien
Tuberculosis paru.
4. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien Tuberculosis paru susah untuk beraktifitas Karena
biasanya pasien Tuberculosis paru mengalami sesak nafas sehingga jika terlalu
bnyak beraktifitas pasien mengalami sesak nafas, dan juga pasien Tuberculosis
paru seering mengalami keletihan, sehingga tidak bisa beraktifitas.
5. Pola tidur akan istirahat
Biasanya pada pasien Tuberculosis paru mengalami kesukaran untuk tidur
karena mengalami sesak nafas dan juga gelisah, dan juga biasanya mengalami
nyeri dada meningkat karena batuk berulang, dan juga kesulitan tidur dimalam
hari karena menggil atau berkeringat pada malam hari.
6. Pola persepsi dan konsep diri
Adakah pengaruh dari gangguan atau penyakitnya terhadap dirinya dan keluarga
serta apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap peran
sebagai istri atau suami dalam hubungan rumah tangga.
7. Pola hubungan dan peran
Klien dengan Tb paru akan mengalami perasaan isolasi karena merasa ini
penyakit menular.
8. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indra tidak mengalami penurunan fungsi
9. Pola koping dan penanggulangan stres
Dengan proses pengobatan yang panjang dan lama akan mengakibatkan pasien
dengan Tb paru mengalami stres dan penolakan terhadap pengobatan
10. Pola Nilai dan kepercayaan
Sesak nafas, nyeri, dan batuk menyebabkan pasien merasa terganggu dengan
ibadah
11. Pola reproduksi dan seksual
Pasien dengan Tb paru akan mengalami perubahan pola seksualitas
d. Pemeriksaan fisik sistem pernafasan
1) Inspeksi
Bentuk Dada
Besar rongga toraks bervariasi berdasarkan umur, pada orang dewasa diameter
anterior – posterior lebih kecil dari diameter transversal, sedangkan pada anak
diameter antero posterior dengan diameter tranversal hampir sama.
Dibawah ini terdapat beberapa contoh kelainan bentuk bentuk pada dinding
toraks :
1. Pigeon chest sternum ½ distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding thorax
kompressi ke medial (seperti dada burung), etiologi ricketsia dan kelainan congenital.
2. Funnel chest, yaitu bagian distal dari sternum terdorong kedalam/mencekung.
Penyebabnya adalah penyakit ricketsia/congenital
3. Flat chest, yaitu diameter anterioposterior memendek. Etiologinya adalah adanya
bilateral pleuro pulmonary fibrosis.
4. Barrel chest (Thorax emfisematous), yaitu diameter anteroposterior memanjang
dengan ciri ciri:
Iga-iga mendatar
Sela iga melebar
Sudut epigastrium tumpul
Diafragma mendatar
d. Oxgen Terapy
Aktivitas :
1) Pertahankan kepatenan jalan
nafas.
2) Atur peralatan oksigenasi.
3) Monitor aliran oksigen.
4) Pertahankan posisi pasien.
5) Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi.
6) Monitor adanya kecemasan
e. Respiratory Monitoring
Aktivitas :
1) Monitor rata-rata, irama, dan
kedalaman saat bernafas
2) Perhatikan gerakan dada,
simetris, penggunaan dan
retraksi otot intercosta
3) Pantau suara nafas, apakah
mendengkur
4) Monitor status saturasi oksigen
5) Auskultasi suara nafas
6) Monitor kemampuan pasien
untuk batuk efektif
7) Catat durasi dan karakteristik
batuk
8) Monitor pernafasan pasien
9) Monitor adanya dyspnea
10)Monitor hasil rontgen toraks
11)Lakukan terapy pernafasan jika
dibutuhkan
f.Vital Signs Monitoring
Aktivitas :
1) Monitor TD, Nadi, Suhu, dan
status pernafasan
2) Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
3) Monitor vital sign pasien saat
berbaring, duduk, berdiri
4) Auskultasi tekanan darah pada
kedua lengan dan bandingkan
5) Monitor TD, Nadi, RR
sebelum, selama dan setelah
aktivitas
6) Monitor kualitas nadi
7) Monitor adanya pulsus
paradoksus
8) Monitor jumlah dan irama
jantung
9) Monitor bunyi jantung
10)Monitor suara paru
11)Monitor pola pernafasan
abnormal
12)Monitor adanya sianosis perifer
13)Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
c. Oxygen Therapy
Aktivitas :
1) Observasi aliran O2
2) Berikan therapy O2 sesuai
indikasi
3. Hipertermi NOC: NIC
Definisi: Thermoregulation Fever Treatment
Peningkatan suhu tubuh Aktivitas:
diatas kisaran normal Kriteria Hasil:
1) Monitor suhu sesering
Batasan karakteristik: - Suhu tubuh dalam rentang
- Konvulsi normal mungkin
- Kulit kemerahan - Nadi dan RR dalam rentang 2) Monitor IWL
- Peningkatan suhu tubuh normal 3) Monitor warna dan suhu
- Kejang - Tidak ada perubahan warna kulit
- Takikardi kulit dan tidak ada pusing 4) Monitor tekanan darah, nadi,
- Takipnea dan RR
- Kulit terasa hangat
5) Monitor WBC, Hb, dan Hct
Faktor yang berhubungan:
- ansietas 6) Monitor intake dan output
- Penurunan respirasi 7) Berikan antipiretik
- Dehidrasi 8) Berikan pengobatan untuk
- Pemajanan lingkungan mengatasi penyebab demam
yang panas 9) Selimuti pasien
- Penyakit 10) Lakukan tapid sponge
- Pemakaian pakaian yang
11) Kolaborasi pemberian cairan
tidak sesuai dengan suhu
lingkungan intravena
- Peningkatan laju 12) Kompres pasien pada lipatan
metabolisme paha dan aksila
- Medikasi 13) Tingkatkan sirkulasi udara
- Trauma 14) Berikan pengobatan untuk
- Aktivitas berlebihan mencegah terjadinya
menggigil
15) Monitor suhu minimal tiap 2
jam
Vital Sign Monitoring
Aktivitas:
1) Monitor TD, nadi, suhu dan
RR
2) Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3) Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4) Monitor suara paru
5) Monitor pola pernapasan
abnormal
6) Monitor sianosis perifer
identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Ketidakseimbangan a. Status Nutrisi a. Nutrition Management
Nutrisi Kurang Dari Indikator : Aktivitas :
Kebutuhan Tubuh 1) Intake nutrisi dalam 1) Tentukan status nutrisi pasien
Definisi : rentang normal dan kemampuan pasien dalam
Asupan nutrisi tidak cukup 2) Intake makanan dalam memenuhi kebutuhan tersebut
untuk memenuhi kebutuhan rentang normal 2) Tentukan kecenderungan
metabolik tubuh. 3) Intake minuman dalam pemilhan makanan pasien /
rentang normal identifikasi makanan yang
Batasan Karakteristik : 4) Rasio BB/TB dalam mebuat pasien alergi dan
a. Berat badan 20% atau rentang normal intoleran
lebih di bawah rentang 3) Ajarkan pasien atau keluarga
berat badan ideal b. Status Nutrisi: Hasil terkait nutrisi
b. Bising usus hiperaktif Labor Biokimia 4) Tentukan jumlah kalori dan jenis
c. Membran mukosa pucat Indikator : nutrien yang dibutuhkan untuk
d. Kerapuhan kapiler 1) Serum albumin dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
rentang normal pasien
Faktor yang berhubungan: 2) Hematokrit dalam rentang 5) Ajarkan pasien atau keluarga
- Faktor biologis normal terkait kebutuhan diit
- Faktor ekonomi 3) Hemoglobin dalam rentang berdasarkanumur atau
- Ketidakmampuan untuk normal perkembangan meliputi :
mencerna makanan 4) Glukosa darah kalsium, protein, cairan, dan
- Ketidakmampuan BUN dalam rentang normal kalori.
menelan makanan 6) Monitor intake diet dan kalori
- Faktor psikologis pasien
7) Monitor peningkatan dan
penurunan berat badan pasien
b. Nutrition Therapy
Aktivitas :
1) Lengkapi pengkajian nutrisi
sesuai anjuran
2) Tentukan dan kolaborasikan
dengan ahli gizi terkait jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
3) Anjurkan pasien untuk
mengkonsumsi makanan tinggi
kalsium
4) Monitor hasil labor berkaitan
dengan status nutrisi pasien.
5) Berikan pada pasien atau
keluarga catatn contoh diit yang
ditentukan.
c. Nausea Management
Aktivitas :
1) Ajarkan pasien untuk memonitor
pengalaman mualnya
2) Ajarkan pasien untuk
mempelajari strategi-strategi
untuk mengatur mualnya
3) Lakukan pengkajian lengkap
terkait mual, meliputi frekuensi,
durasi, dan faktor presipitasi.
4) Evaluasi pengalaman-
pengalaman mual pasien
sebelumnya
5) Identifikasi faktor-faktor yang
menyebabkan mual pasien
sebelumnya
6) Berikan terapi anti emetik yang
diberikan untuk menghindari
terjadinya mual
7) Ajarkan teknik-teknik
nonfarmakologi, seperti
relaksasi, terpi musik, distraksi,
acupressure untuk mengatur mual
yang dirasakan oleh pasien
d. Nutrition Monitoring
Aktivitas :
1) Timbang berat badan pasien
2) Pantau perkembangan BMI
pasien
3) Monitor penurunan dan
peningkatan berat badanpasien
4) Identifikasi perubahan berat
badan yang terjadi baru-baru ini
pada pasien
5) Monitor turgor kulir pasien
6) Monitor mual dan muntah
7) Monitor intake diit dan kalori
pasien
8) Identifikasi perubahan nafsu
makan dn aktifitas pasien
9) Monitor kepucatan, kemerahan,
kekeringan jaringan mukosa
10)Monitor hasil labor (meliputi :
serum albumin, hemoglobin,
hematokrit, elektrolit).
e. Nutrition Counseling
Aktivitas :
1) Bina hubungan terapeutik
berdasarkan kepercayaan dan
respek pada pasien
2) Tentukan intake makanan dan
kebiasaan makan pasien
3) Berkolaborasi dengan pasien
dalam menentukan tujuan
realistis jangka pendek dan
jangka panjang untuk perubahan
dalam status nutrisi
4) Sediakan informasi tentang
kebutuhan kesehatan untuk
modifikasi diit : penurunan berat
badan, peningkatan berat badan,
kekurangan cairan
5) Diskusikan dengan pasien terkait
kelompok dasar makanan yang
dibutuhkan dalam modifikasi diit
6) Bantu pasien untuk mencatat
kebiasaan makannya tiap 24 jam
5. Resiko infeksi NOC a. Infection Control (Kontrol
Definisi : Mengalami - Immune Status infeksi)
peningkatan resiko terserang - Knowledge : Infection Aktivitas:
organisme patogenik control 1) Bersihkan lingkungan setelah
Faktor Resiko : - Risk control dipakai pasien lain
- Penyakit kronis. Kriteria Hasil: 2) Pertahankan teknik isolasi
o Diabetes melitus - Klien bebas dari tanda dan 3) Batasi pengunjung bila perlu
o Obesitas gejala infeksi 4) Instruksikan pada pengunjung
- Pengetahuan yang tidak - Mendeskripsikan proses untuk mencuci tangan saat
cukup untuk penularan penyakit, faktor berkunjung dan setelah
- menghindari yang mempengaruhi berkunjung meninggalkan pasien
pemanjanan patogen. penularan serta 5) Gunakan sabun antimikrobia
- Pertahanan tubuh penatalaksanaannya untuk cuci tangan
primer yang tidak - Menunjukkan kemampuan 6) Cuci tangan setiap sebelum dan
adekuat. untuk mencegah timbulnya sesudah tindakan keperawatan
o Gangguan peritalsis infeksi 7) Gunakan baju, sarung tangan
o Kerusakan integritas kulit - Jumlah leukosit dalam batas sebagai alat pelindung
(pemasangan kateter normal 8) Pertahankan lingkungan aseptik
intravena, prosedur - Menunjukkan perilaku hidup selama pemasangan alat
invasif) sehat 9) Ganti letak IV perifer dan line
o Perubahan sekresi pH central dan dressing sesuai
o Penurunan kerja siliaris dengan petunjuk umum
o Pecah ketuban dini 10)Gunakan kateter intermiten untuk
o Pecah ketuban lama menurunkan infeksi kandung
kencing
o Merokok
11)Tingktkan intake nutrisi
o Stasis cairan tubuh
12)Berikan terapi antibiotik bila
o Trauma jaringan (mis, perlu
trauma destruksi jaringan) 13)Infection Protection (proteksi
- Ketidakadekuatan terhadap infeksi)
pertahanan sekunder 14)Monitor tanda dan gejala infeksi
o Penurunan hemoglobin sistemik dan lokal
o Imunosupresi (mis, 15)Monitor hitung granulosit, WBC
imunitas didapat tidak 16)Monitor kerentangan terhadap
adekuat, agen infeksi
farmaseutikal termasuk 17)Batasi pengunjung
imunosupresan, steroid, 18)Sering pengunjung terhadap
antibodi monoklonal, penyakit menular
imunomudulator) 19)Pertahankan teknik aspesis pada
o Supresi respon inflamasi pasien yang beresiko
- Vaksinasi tidak adekuat 20)Pertahankan teknik isolasi k/p
- Pemajanan terhadap 21)Berikan perawatan kulit pada
patogen lingkungan area epidema
meningkat 22)Inspeksi kulit dan membran
o Wabah mukosa terhadap kemerahan,
- Prosedur invasif panas, drainase
- Malnutrisi 23)Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
24)Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
25)Dorong masukan cairan
26)Dorong istirahat
27)Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
28)Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
29)Ajarkan cara menghindari infeksi
30)Laporkan kecurigaan infeksi
31)Laporkan kultur positif
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling
tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian pelayanan. Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi,
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang
diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat
dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan
sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup
jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi
dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien
merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat pada
pencapaian tujuan dan kriteria hasil.
Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:
a. Masalah teratasi; jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi;jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah tidak teratasi; jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan
dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T., Jauhar. (2013). Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional (Vol. 1). Jakarta: Prestasi Pustaka.
Bulechek,G.M.,`Butcher,H.K.,`Dochterman,J.M,Wagner,C.M.`2013.`Nursing`Intervention
Classification (NIC). United Kingdom: Elsevier
Somantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan (Vol.
2). Jakarta: Salemba Medika.